Pertanggung Jawaban Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hubungannya Terhadap Nasabah Dan Bank.

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM HUBUNGANNYA TERHADAP NASABAH DAN BANK

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

O l e h

RESI ANANDRA

NIM : 070200321

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN : PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM HUBUNGANNYA TERHADAP NASABAH DAN BANK

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum O l e h

RESI ANANDRA

NIM : 070200321

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN : PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Dr. HASYIM PURBA, SH., M.HUM.) NIP. 19660303 198508 1 001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof.Dr.H.TAN KAMELLO, SH., MS.) (PUSPA MELATI HSB, SH., M.HUM.) NIP. 19620421 198803 1 004 NIP. 19680128 199403 2 001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin,

Segala pujian dan rasa syukur senantiasa kita panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala Rahmat dan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini dalam rangka menyelesaikan kewajiban penulis sebagai seorang mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dengan berbekal ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah penulis terima selama ini, penulis memberanikan diri untuk memberi judul skripsi ini sebagai berikut: “PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

DALAM HUBUNGANNYA TERHADAP NASABAH DAN BANK”.

Selama penulisan dan penyusunan skripsi ini, waktu, tenaga dan pikiran telah penulis tumpahkan dan curahkan, namun demikian penulis menyadari bahwa apa yang telah dihasilkan ini belumlah dapat mencapai suatu penilaian yang sempuruna. Untuk itulah penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun sehingga dapat lebih menyempunakan skripsi ini.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bimbingan, arahan, petunjuk, bantuan, saran dan kritik serta dorongan dari semua pihak yang telah turut membantu penulis. Kiranya, bukanlah hal yang berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dengan bijaksana dalam meningkatkan kualitas Fakultas Hukum, para mahasiswa dan para alumninya. 2. Dr. Hasyim Purba, SH., Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata


(4)

3. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang sangat berguna kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

4. Puspa Melati Hsb, SH., M.Hum., selaku Ketua Program Perdata Dagang dan Dosen Pembimbing II, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sejak masa perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

5. Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang mana telah mengajarkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Kemudian, rasa cinta dan kasih sayang yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa dan semangatnya kepada penulis, yaitu:

1. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Zuardy Effendi dan H. Zulman, dan Ibunda Hj. Suryati dan Hj. Helmiaty yang telah memberikan doa, cinta dan kasih sayang kepada penulis sejak lahir sampai saat ini. Jangan pernah berhenti mendoakan dan menyayangi resi ya..

2. Suamiku tercinta Muhammad Syafei SE., MSM. dan buah hati kami Azka Alfaruqy Zuhya yang telah melengkapi kehidupan dan kebahagiaan saya. Terima kasih untuk pengertian, doa, dukungan dan segalanya yang telah papa


(5)

dan azka berikan ke mama. Tetap menjadi inspirasi dan kekuatan bagi mama ya..

3. Saudara-saudaraku tercinta, Uda Robby Mardinata SE., MM. dan Kakakku Dr. Rofita Susanty beserta si lucu Khayyara Mazzaya Azhly dan Adzkiran Aqra Azhly, Abang Budi Hendrawan dan kak Wina Efrianty SE. serta si ndut Hafizi Akbar, Adik laki-lakiku Reza Atilla Efnedi dan Muhammad Irsyad (walo pun bandel-bandel, tapi kuliahnya harus selesai secepatnya ya..), Adik perempuanku tersayang Nandra Irafani dan Nurhasanah (semangat ya kuliahnya, supaya cepat jadi dokter gigi..)

4. Untuk teman-teman kuliah Fakultas Hukum angkatan 2007: Desy, Mira, Dinda, Dyah, Dini, Winda, Desi S.. (yang udah tamat duluan), Dila dan Kak Nova (teman seperjuanganku..) juga teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga kita semua sukses ya….

5. Dan semua keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa dan semangatnya.

Akhirnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran dalam upaya melengkapi karya ilmiah yang sederhana ini agar berguna bagi penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya dan penulis khususnya. Penulis berharap apa yang penulis kerjakan mendapat Ridho dari Allah SWT.

Akhirul kalam, Wabilahitaufik walhidayah wassalamu’alaikum wr. wb.

Medan, Agustus 2011 Hormat Saya,


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II PENDIRIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Sistem Perbankan di Indonesia ... 13

B. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Penjamin Simpanan ... 16

C. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan ... 24

D. Praktek Lembaga Penjamin Simpanan di Negara Lain ... 28

BAB III LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI PENJAMIN DANA NASABAH A. Pengaturan Masalah Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia ... 36

B. Mekanisme Kerja Lembaga Penjamin Simpanan ... 41


(7)

D. Para Pihak Yang Terlibat dalam Lembaga Penjamin Simpanan ... 58 E. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kaitannya dengan

Masalah Lembaga Penjamin Simpanan ... 62 F. Peran Lembaga Penjamin Simpanan Melahirkan Kepastian

Hukum dan Disiplin Antar Pihak ... 65

BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN TERHADAP NASABAH DAN BANK

A. Konstruksi Hukum Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia ... 70 B. Peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam Memberikan

Perlindungan Kepada Para Nasabah ... 77 C. Peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam Mengatur

Kewajiban Pihak Bank ... 82 D. Peran Lembaga Penjamin Simpanan dilihat dari Kasus Bank

Century ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 94


(8)

ABSTRAK

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung sistem perbankan yang stabil dan sehat diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank. Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia sudah terbentuk namun keberadaan lembaga ini belumlah dikenal dan dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk bentuk konstruksi hukum yang seharusnya dari lembaga ini. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional Lembaga Penjamin Simpanan dimulai pada 22 September 2005.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap simpanan nasabah bank, bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengawasi dan mengatur kewajiban hukum pihak bank dan bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dilihat dari kasus Bank Century.

Untuk menganalisis hal tersebut dilakukan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bersifat deskriptif maksudnya menggambarkan bagaimana keadaan-keadaan atau fakta yang terjadi dimasyarakat sehingga didapatkan data yang seakurat mungkin. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa konstruksi hukum dari Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia tidak terlepas dari masalah penanggungan dan pertanggungan. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya haruslah dapat melindungi dana nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Dengan adanya pembayaran premi oleh bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan resiko dari bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian, melihat peran Lembaga Penjamin Simpanan pada kasus Bank Century, dapat dilihat bahwa, pertama, Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga negara dan kedua, Kekayaan/Uang yang dikelola Lembaga Penjamin Simpanan adalah uang negara. Sehingga uang yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mem-bailout (menyelamatkan) Bank Century adalah uang negara.


(9)

ABSTRAK

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung sistem perbankan yang stabil dan sehat diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank. Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia sudah terbentuk namun keberadaan lembaga ini belumlah dikenal dan dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk bentuk konstruksi hukum yang seharusnya dari lembaga ini. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional Lembaga Penjamin Simpanan dimulai pada 22 September 2005.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap simpanan nasabah bank, bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengawasi dan mengatur kewajiban hukum pihak bank dan bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dilihat dari kasus Bank Century.

Untuk menganalisis hal tersebut dilakukan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bersifat deskriptif maksudnya menggambarkan bagaimana keadaan-keadaan atau fakta yang terjadi dimasyarakat sehingga didapatkan data yang seakurat mungkin. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa konstruksi hukum dari Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia tidak terlepas dari masalah penanggungan dan pertanggungan. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya haruslah dapat melindungi dana nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Dengan adanya pembayaran premi oleh bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan resiko dari bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian, melihat peran Lembaga Penjamin Simpanan pada kasus Bank Century, dapat dilihat bahwa, pertama, Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga negara dan kedua, Kekayaan/Uang yang dikelola Lembaga Penjamin Simpanan adalah uang negara. Sehingga uang yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mem-bailout (menyelamatkan) Bank Century adalah uang negara.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam kondisi yang stabil dan baik, tentunya ini akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian suatu negara. Pada tahun 1997, industri perbankan di Indonesia pernah mengalami kondisi yang krisis dimana terjadi pembekuan atau likuidasi terhadap beberapa bank hingga penutupan bank yang tidak sehat oleh Bank Indonesia. Akibat terjadinya krisis pada industri perbankan tersebut, maka kepercayaan masyarakat terhadap bank menurun dengan ditandai terjadinya penarikan dana secara besar-besaran dan signifikan. Ini mengindikasikan kecilnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank-bank nasional.

Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, maka pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas dana nasabah atau kewajiban pembayaran oleh bank. Program Pemerintah untuk menjamin dana nasabah yang ada pada bank ini perlu didukung oleh pembentukan suatu lembaga tertentu yaitu Lembaga Penjamin Simpanan. Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan sebenarnya tidak hanya bertujuan sebagai lembaga yang mampu mendukung sistem perbankan secara umum, tetapi merupakan jalan keluar bagi Indonesia agar dapat keluar dari krisis ekonomi.

Sejarah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan dimulai ketika Pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor 193 Tahun 1998 tentang


(11)

Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Kemudian, pelaksanaan penjaminan bank umum dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sampai tanggal 27 Februari 2004 dan kemudian dilanjutkan oleh Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3) Departemen Keuangan. Sedangkan pelaksanaan penjaminan terhadap kewajiban pembayaran BPR dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Adapun program yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap bank disebut Program Penjaminan Perbankan (blanket guarantee) yaitu suatu program penjaminan terhadap pembayaran kewajiban bank umum guna menjamin dana nasabah.

Seiring dengan mulai pulihnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, maka Pemerintah mulai menyiapkan langkah untuk keluar dari program penjaminan perbankan oleh Pemerintah dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang diamanatkan dalam Pasal 37B Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan pada tanggal 10 November 1998 atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal 37B UU tersebut ditetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.

Maka dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menandakan sudah dibentuknya secara resmi suatu lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank. Terhitung sejak tanggal 22 september 2005 Lembaga Penjamin Simpanan telah beroperasi dan Pemerintah telah mengangkat anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan melalui Keputusan Presiden Nomor 161/M Tahun 2005.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Ibrahim dalam tulisannya mengharapkan LPS dapat memberikan


(12)

kepastian hukum bagi nasabah bank untuk mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan stabil. Kemudian Ibrahim menambahkan bahwa Undang-Undang tersebut merupakan penyempurnaan dari program penjaminan simpanan nasabah bank yang selama ini telah diatur melalui berbagai kebijakan Pemerintah antara lain Keputusan Presiden (Keppres) dan Surat Keputusan Bersama (SKB). 1

Namun demikian setelah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan peran dan keberadaannya belum diketahui dan dipahami masyarakat secara luas, termasuk bentuk konstruksi hukum yang seharusnya dari lembaga ini. Walaupun pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan telah dilakukan, namun kekhawatiran nasabah terhadap keamanan dana yang mereka simpan dibank tampaknya masih sangat besar. Dilain pihak, perbankan pun masih merasa peranan lembaga ini belum terasa maksimal bagi mereka bahkan lembaga ini menimbulkan adanya kewajiban atau beban baru atas pembayaran premi oleh bank.

Berdasarkan uraian diatas dimana terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan masih belum terasa maksimal bagi nasabah dan bank, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk penulisan skripsi ini dengan judul: ”Pertanggung Jawaban Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hubungannya Terhadap Nasabah Dan Bank”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1

Johannes Ibrahim, Dilematis Penerapan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan antara Perlindungan Hukum dan Kejahatan Perbankan, Hukum Bisnis vol. 24- No. 1, 2005. hal. 43.


(13)

1. Bagaimanakah peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap simpanan nasabah bank?

2. Bagaimanakah peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengawasi dan mengatur kewajiban hukum pihak bank?

3. Bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dilihat dari Kasus Bank Century?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap simpanan nasabah bank.

2. Untuk mengetahui peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengawasi dan mengatur kewajiban hukum pihak bank.

3. Untuk mengetahui peran Lembaga Penjamin Simpanan dilihat dari Kasus Bank Century.

Selanjutnya, didalam suatu karya ilmiah yang baik diharapkan memiliki manfaat, maka penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta khususnya dalam ilmu hukum sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya literatur tentang peran Lembaga Penjamin Simpanan dari sisi hukum terhadap nasabah bank dan bank sesuai


(14)

dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentamg Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Manfaat secara praktis.

Secara Praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan yang lebih mendalam tentang Lembaga Penjamin Simpanan, khususnya perlindungan bagi para nasabah serta kewajiban hukum pihak bank, sehingga dapat memulihkan kembali kepercayaan masyarakat untuk menyimpankan dananya di bank yang kemudian dapat kembali menstabilkan kondisi industri perbankan yang pernah mengalami krisis di tahun 1997.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan pemikiran. Yang dalam pembuatannya, melihat dasar-dasar yang ada baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain.

Pokok pembahasan didalam skripsi yang berjudul: ”Pertanggung Jawaban Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hubungannya Terhadap Nasabah Dan Bank” membahas peran dan fungsi LPS dalam memulihkan industri perbankan secara umum, serta memulihkan kepercayaan masyarakat dan mengawasi perbankan secara khusus guna memulihkan kondisi perekonomian yang sempat mengalami krisis di tahun 1997.

Permasalahan dan pembahasan didalam penulisan skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang didasarkan atas ketertarikan terhadap peran Lembaga Penjamin Simpanan terhadap nasabah dan perbankan sesuai dengan tujuan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan oleh Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2004. Kemudian penulis membuat skripsi ini dalam rangka


(15)

melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420, Lembaga Penjamin Simpanan atau disebut dengan LPS adalah lembaga yang independen, transparan dan akuntabel, melaksanakan tugas dan wewenangnya bertanggung jawab kepada Presiden. Menurut pasal 1 UU No. 24 Tahun 2004, Lembaga Penjamin Simpanan didefenisikan sebagai lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu irrational run terhadap bank dan systematic risk. Dalam hal ini, menurut tulisan Sitompul, bahwa risiko pertama, bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya dalam keadaan tersebut, masabah biasanya menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank, sekalipun bank tersebut sebenarnya sehat. Untuk itulah keberadaan LPS menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan meyakinkan masabah tentang keamanan simpanan, sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.


(16)

Resiko kedua, yakni bila suatu bank mengalami kebangkrutan, maka akan berakibat buruk terhadap bank yang lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan. Dalam hubungan ini, Lembaga Penjamin Simpanan dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Fungsi lainnya adalah sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik pemberian pinjaman, dan strategi investasi dengan maksud melihat tanda-tanda finansial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank. 2

Dalam menjamin keamanan dana nasabah, terdapat masa transisi dari penjaminan oleh Pemerintah ke Lembaga Penjamin Simpanan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

 Sampai dengan 17 April 2005, seluruh kewajiban pembayaran bank umum masih dijamin.

 Sejak 18 April 2005 sampai dengan 22 September 2005, kewajiban pembayaran bank umum yang dijamin hanya meliputi simpanan dan pinjaman antar bank melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB).

 Sejak Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berlaku secara efektif pada tanggal 22 September 2005, jaminan Pemerintah terhadap seluruh kewajiban pembayaran bank umum (blanket guarantee) dinyatakan berakhir.

 22 September 2005 sampai dengan 21 Maret 2006 seluruh simpanan masih dijamin.

 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006, nilai simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

2

Zulkarnain Sitompul, Penjaminan Dana Nasabah Bank: Dari Blanket Guarantee ke Limited Guarantee (Menyambut Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan). Hukum Bisnis Vol. 23, No. 3, 2004. hal 78-79.


(17)

 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007, nilai simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

 22 Maret 2007 sampai dengan 2009, nilai simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

 Tahun 2009 hingga kini, nilai simpanan yang dijamin kembali meningkat menjadi Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

2. Pengertian Nasabah

Nasabah dapat didefenisikan sebagai pihak yang menggunakan jasa suatu bank. Nasabah dibagi atas nasabah penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah Penyimpan dapat didefenisikan sebagai nasabah yang menyimpankan dana dibank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. Ketentuan Pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dalam Undang-Undang yang berlaku.

Sementara nasabah debitur didefenisikan sesuai dengan Ketentuan Pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

3. Pengertian Bank

Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Perbankan Ketentuan Pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang


(18)

Perbankan menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 3

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dalam kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, penelitian ini menggunakan peraturan-peraturan hukum yang terkait dengan keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan dalam sistem perbankan. Dalam penelitian ini juga akan ditinjau keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan dan perannya bagi nasabah dan bank. Penelitian ini dititik beratkan pada studi kepustakaan.

2. Data Penelitian

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Dalam kaitannya dengan penelitian dan penulisan skripsi ini bahan hukum primer

3


(19)

yang digunakan adalah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan, lembaga penjamin simpanan, dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder terdiri dari tulisan-tulisan, baik berupa makalah, jurnal dan bahan hukum lainnya yang akan digunakan untuk membantu menganalisis bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier terdiri dari indeks, bibliography yang akan membantu untuk menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan data utama adalah data sekunder. Data sekunder atau data kepustakaan ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber pada data sekunder, baik berupa bahan hukum primer, sekunder maupun tersier.

4. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut ini penulis membuat sistematika penulisan isi skripsi ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang,


(20)

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PENDIRIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Bab ini masih mengupas secara umum tentang Sistem Perbankan di Indonesia, serta Pandangan Pemerintah terhadap Perlunya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dan bagi Perbankan, Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan dan Praktek Lembaga Penjamin Simpanan di Negara Lain.

BAB III : LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI

PENJAMIN DANA NASABAH

Bab ini meulai mengupas lebih dalam tentang Lembaga Penjamin Simpanan, meliputi Pengaturan Nasabah Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Mekanisme Kerja Lembaga Penjamin Simpanan, Prinsip-prinsip Pelaksanaan Lembaga Penjamin Simpanan, Para Pihak Yang Terlibat dalam Lembaga Penjamin Simpanan serta Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kaitannya dengan Masalah Lembaga Penjamin Simpanan, juga Peran Lembaga Penjamin Simpanan Melahirkan Kepastian Hukum dan Disiplin Antar Pihak.

BAB IV : PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN TERHADAP NASABAH DAN BANK

Bab ini menjawab permasalahan didalam penelitian meliputi Konstruksi Hukum Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam Memberikan


(21)

Perlindungan Kepada Para Nasabah dan Peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam mengatur kewajiban Pihak Bank.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari skripsi ini. Pada bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari bab I sampai dengan bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban dari pembahasan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi ini.


(22)

BAB II

PENDIRIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A. Sistem Perbankan di Indonesia

Dalam perekonomian di Indonesia bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang diakui. Keberadaan lembaga keuangan dalam sistem perekonomian dan sektor keuangan pada khususnya merupakan hal yang penting. Hal ini terutama berkaitan dengan masalah permodalan dan perputaran uang. Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menyalurkan dana adalah pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham.

Dana yang terkumpul oleh bank melalui masyarakat diharapkan dapat membantu pelaksanaan pembangunan. Dalam praktek, lembaga keuangan terdiri dari perbankan dan non perbankan.

Dengan keberadaannya yang penting tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan kebijakan keuangan khususnya terhadap perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan. Kebijakan keuangan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik sebagai penabung atau pemilik modal maupun sebagai pengguna modal.

Kemajuan untuk meningkatkan perbankan perlu didukung oleh pengaturannya dalam perundang-undangan. Pada awalnya masalah perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Agar kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya


(23)

demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 perlu dikembangkan dan disempurnakan. 4

Dengan penyempurnaan itu, maka perbankan dapat menjadi lebih siap dan mampu berperan secara lebih baik dalam mendukung proses pembangunan yang semakin dihadapkan pada tantangan dan perubahan serta perkembangan perekonomian internasional.

Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 disusun pada situasi dan kondisi perekonomian yang jauh berbeda dengan kondisi perekonomian saat ini. Perkembangan perekonomian nasional dan internasional yang senantiasa bergerak cepat memerlukan pengaturan yang mampu mengakomodasi perkembangan zaman yang ada. Untuk itu Pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Dalam perbankan, bidang perekonomian adalah bidang yang sangat dinamis. Walaupun Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, namun undang-undang tersebut dalam perkembangannya juga masih harus disesuaikan dengan perkembangan kondisi yang ada. Untuk itu Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 5

Perubahan Undang-Undang Perbankan dilakukan dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta system keuangan

4

Penjelasan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

5

Penjelasan atas UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(24)

yang semakin maju. Guna menghadapi hal ini maka diperlukan penyesuaian kebijakan dibidang ekonomi termasuk dalam sektor perbankan.

Hubungan hukum yang ada dalam bidang perbankan terdiri dari bank dan masyarakat sebagai nasabah. Bank harus selalu dapat menjaga kepentingan para nasabahnya dengan baik. Oleh karena itu, dalam sistem operasionalnya bank dituntut dapat berjalan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjaga kepercayaan masyarakat.

Pada dasarnya bank tidak hanya berfungsi untuk menghimpun dana saja, tetapi juga harus dapat menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit perbankan, baik dalam bentuk kredit konsumtif maupun modal kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang ada dalam perbankan tidak hanya sebatas bank dan nasabah saja, tetapi juga ada pengguna dana bank atau peminjam kredit yang disebut debitur.

Pihak-pihak dalam suatu perjanjian kredit adalah kreditur dan debitur. Yang dimaksud dengan kreditur yaitu pihak yang memberikan pinjaman dalam hal ini adalah bank. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur yaitu pihak yang mendapatkan pinjaman atau penerima pinjaman.

Berbicara mengenai debitur dalam subyek hukum, maka dapat dijelaskan siapa saja yang bisa menerima kredit dari bank yakni perorangan dan badan usaha. Pertama, penerima pinjaman Perorangan adalah orang atau subjek pribadi yang bertindak atas nama sendiri bukan untuk suatu kelompok usaha. Bila debitur dianggap oleh hukum tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum (Pasal 1330 KUHPerdata) apakah karena mereka masih berada dibawah umur atau belum genap 21 tahun ataukah dianggap tidak sehat akal pikirannya, maka harus dibantu oleh orang lain.


(25)

Sedangkan yang kedua, penerima pinjaman Badan Hukum yaitu sekelompok orang yang berkumpul dan bergabung untuk melakukan suatu usaha yang diatur oleh undang-undang. Dalam badan hukum, memiliki syarat-syarat dalam pembentukannya, yaitu: adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur.

Berbicara mengenai kepemilikan bank dapat dibagi menjadi dua, yaitu dimiliki oleh Negara atau disebut juga BUMN dan dimiliki oleh swasta. Ketentuan Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

Apapun bentuknya dan siapa pemiliknya, bank harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan melindungi kepentingan para nasabahnya dengan sebaik-baiknya. Upaya ini harus dilakukan dalam kondisi perekonomian kapanpun dan bagaimanapun.

Usaha untuk menjamin dana nasabah harus dilakukan dengan maksimal. Salah satunya adalah dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Usaha menjamin dana nasabah tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kestabilan terhadap sistem perekonomian dan perbankan saja, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan dalam sistem perekonomian di Indonesia.

B. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak tanggal 27 Februari 2001 telah berakhir, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3) meneruskan tugas


(26)

BPPN sebagai penyelenggara administrasi program penjaminan terhadap pembayaran kewajiban bank umum yang diterapkan pemerintah untuk mendorong pemulihan kepercayaan nasabah kepada perbankan. Zulkarnain Sitompul menguraikan bahwa pada awalnya pendiriannya, BPPN didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 juncto No. 34 Tahun 1998. Akan tetapi dengan kewenangan yang diberikan padanya kekuatan hukum Keputusan Presiden tersebut diragukan. Dasar hukum yang lebih kuat diperoleh BPPN setelah dilakukan amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Setelah amandemen UU Perbankan ini, kemudian keberadaan BPPN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999. 6

Perekonomian suatu negara yang beranjak pulih dari krisis, penerapan penjaminan perbankan harus dipercepat dengan tetap menghindari terjadinya moral hazard (aji mumpung) bagi pelaku perbankan. Kehati-hatian Pemerintah dalam menyiapkan evaluasi dan kebijakan dari penerapan program penjaminan perbankan dengan tetap memperhatikan stabilitas sektor perbankan dengan cara mendorong lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pembentukan LPS diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang–Undang tersebut pada Pasal 37 B disebutkan secara tegas bahwa setiap bank wajib menjamin dana simpanan masyarakat pada bank itu, dibentuk LPS yang terbentuk badan hukum Indonesia, serta ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

6

Zulkarnaen Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, cet. 1 (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal 121.


(27)

Amanat untuk membentuk LPS telah ditindaklanjuti dengan intensif oleh Pemerintah dan dilaksanakan bersama oleh Departemen Keuangan (DepKeu), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan Bank Indonesia. Bahkan rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai LPS telah diserahkan pemerintah kepada DPR menjelang akhir tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa LPS sangat diperlukan dalam upaya menopang sistem perbankan. Karena itulah sistem perbankan yang merupakan simpul terlemah, diperlukan adanya keberadaan LPS. Dengan demikian LPS harus dipandang sebagai salah satu pilar dalam mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan tersebut. Pilar yang lain mencakup pengaturan dan pengawasan bank, lender of last resort, sistem pembayaran dan dukungan fiskal. 7

Seperti halnya lembaga penjamin simpanan yang dibentuk di negara lain, LPS harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam menjamin simpanan nasabah bank secara terbatas sehingga mendukung upaya menjaga stabilitas sektor perbankan dan memberikan rasa aman bagi bank peserta program penjaminan. Fungsi ini idealnya dilengkapi kewenangan untuk menangani penutupan bank bermasalah hingga pelaksanaan likuidasinya. Semangat dari kelaziman fungsi ini adalah karena sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS memiliki exposure resiko terbesar apabila bank pesertanya ditutup. Bagaimana tidak, lembaga penjamin simpanan yang akan membayar seluruh simpanan nasabah bank yang dijamin secara terbatas.

Tentang betapa pentingnya LPS, Amerta Mardjono berpendapat keterlibatan aktif LPS, mulai dari upstream hingga downstream kegiatan penjamin simpanan nasabah bank dapat terjaga kesinambungannya dengan bank, dimana setelah digunakan untuk membayar simpanan nasabah, posisi dana program penjaminan

7

Brahmandita, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas (Bersama Menopang Simpul Terlemah), Media Indonesia, 16 Februari 2004, hal. 23.


(28)

dapat dipulihkan oleh LPS melalui perolehan dari likuidasi aset bank yang ditutup. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan efektif, LPS memerlukan serangkaian kelengkapan kewenangan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Misalnya, kewenangan untuk memungut premi penjaminan, kewenangan untuk membayar simpanan nasabah bank, kewenangan untuk memantau bank pesertanya sesuai dengan kaidah pengelolaan resiko yang baik (berkoordinasi dengan otoritas perbankan sebagai pihak yang berwenang mengawasi bank), dan kewenangan untuk menangani bank yang bermasalah. Perlu digaris bawahi, disini fungsi pengawasan bank harus tetap menjadi wilayah tugas dan tanggung jawab otoritas perbankan, sedangkan LPS menjalankan pemantauan terhadap bank peserta sebatas fungsi dan resiko yang dipikulnya sebagai penjamin simpanan nasabah bank terkait. 8

Dengan memperhatikan pandangan dan latar belakang betapa pentingnya berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan, maka Pemerintah secara resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada bulan nopember 2003. Pemerintah menyampaikan pandangannnya bahwa industri perbankan merupakan komponen penting dalam perekonomian suatu negara. Stabilitas industri perbankan sangat diperlukan untuk menjaga stabilas perekonomian secara keseluruhan.

Industri perbankan kita pernah mengalami krisis yang diawali penutupan dan likuidasi sejumlah bank pada tahun 1997. Krisis tersebut mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional menurun, yang ditandai dengan penarikan dana masyarakat dalam jumlah yang sangat signifikan dari sistem perbankan (bank runs). Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat, pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas

8

Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjamin Simpanan, www.kompas.com , 14 April 2004.


(29)

seluruh kewaiban pembayaran bank yang biasa disebut sebagai blanket guarantee. Sampai saat ini kestabilan sistem perbankan bertumpu pada blanket guarantee.

Luas lingkup penjaminan dalam blenket guarantee telah membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya moral hazard baik pada pihak pengelola bank maupun masyarakat. Blanket guarantee tidak mendorong pengelola bank untuk melakukan usaha prudent, sementara masyarakat kurang memperhatikan atau mementingkan kondisi kesehatan bank dalam menyimpan dana atau menggunakan jasa bank. Penerapan penjaminan secara menyeluruh menyebabkan tidak timbulnya disiplin pasar.

Untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mempertahankan stabilitas sistem perbankan nasional, penjaminan kewajiban pembayaran bank tetap diperlukan untuk masa yang akan datang. Namun demikian, resiko pembebanan anggaran negara dan timbulnya moral hazard akibat penerapan penjaminan tersebut harus dapat diminimumkan. Sehubungan dengan itu, penjaminan kewajiban pembayaran bank perlu dibatasi sehingga hanya meliputi penjaminan simpanan nasabah bank sampai jumlah tertentu. Pengurangan penjaminan dari kondisi saat ini sampai ke lingkup dan tingkat terbatas yang lebih ideal tentu harus dilaksanakan dengan hati-hati dan bertahap (gradually phased out). Lingkup dan tingkat penjaminan yang terbatas tersebut akan dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Selanjutnya pada Rapat Kerja dengan Komisi IX tanggal 9 Pebruari 2004, Menteri Keuangan Republik Indonesia Dr. Boediono menyampaikan pandangan dan pendapatnya lebih mendalam.Pokok-pokok pandangan Pemerintah adalah RUU ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh bagi penerapan suatu sistem penjaminan simpanan di Indonesia ini merupakan suatu lembaga baru di negara kita, tetapi sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem


(30)

perbankan di banyak negara di dunia sekarang ini. RUU ini juga menjabarkan peran LPS dalam kerangka jaring pengaman sistem keuangan atau Financial Safety Net.

Materi RUU tentang Lembaga Penjamin Simpanan, disusun dengan memperhatikan model dan pengalaman di negara-negara lain yang berhasil menerapkannya dan menyesuaikannya dengan kondisi riil dan pengalaman di Indonesia sendiri di bidang keuangan dan perbankan. Selain itu dalam mempersiapkan RUU ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan beberapa kali sosialisasi terutama bagi pelaku Perbankan, Akademisi dan berbagai Lembaga Konsumen di berbagai kota besar di Indonesia diantaranya Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar, untuk mendapatkan masukan dan saran.

Pemerintah yang akan datang sudah memiliki Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, dapat memberikan landasan hukum yang kokoh bagi pelaksanaan pemberian jaminan terhadap simpanan nasabah. Urgensi dari RUU ini juga timbul dari adanya rencana pengakhiran tugas BPPN sebagai Lembaga Pelaksana Penjaminan Bank.

Salah satu dampak yang paling berat dari krisis yang lalu adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional ditandai dengan penarikan dana masyarakat secara besar-besaran. Dalam keadaan seperti itu, bank yang sehat dalam keadaan normal akan ikut runtuh, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada awal tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank umum.

Apapun yang terjadi dengan bank, dana masyarakat tetap aman, kebijakan blenket guarantee ini secara bertahap dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat tetap menyimpan uangnya pada bank nasional. Sampai saat ini kestabilan sistem perbankan masih bergantung pada blenket guarantee ini.


(31)

Sekarang kondisi keuangan dan perbankan kita sudah normal, sehinggga blanket guarantee itu secara bertahap dapat diganti dengan sistem yang lebih cocok dengan keadaan normal. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mempertahankan stabilitas perbankan nasional, penjaminan kewajiban pembayaran tetap diperlukan untuk masa yang akan datang. Namun demikian resiko beban anggaran negara dan moral hazard sebagai akibat dari penjaminan tersebut dapat diminimumkan. Untuk itu seperti praktek-praktek di negara lain, penjaminan kewajiban pembayaran bank kiranya perlu dibatasi hingga meliputi penjaminan simpanan nasabah bank sampai dengan jumlah tertentu. Pengurangan penjaminan dari kondisi saat ini sampai ke lingkup dan tingkat terbatas yang lebih ideal tentu harus dilakukan dengvan hati-hati dan bertahap. Apapun yang kita lakukan tidak boleh mengganggu kepercayaan masyarakat dan stabilitas sistem keuangan kita. Lingkup dan tingkat penjaminan yang terbatas tersebut, akan dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS.

Satu hal yang perlu kita catat adalah disaat terjadinya bank rush atau krisis perbankan saeperti pada tahun 1997-1998 yang lalu, umumnya deposan kecil yang paling dirugikan karena mereka kurang mempunyai akses informasi dan kemampuan untuk mengevaluasi kondisi kesehatan suatu bank. Mereka sering kali bereaksi secara berlebihan terhadap rumor mengenai keadaan suatu bank atau sebaliknya terlambat mengambil tindakan menyelamatkan simpanannya. Mengingat sebagian besar deposan merupakan nasabah kecil, maka Lembaga Penjamin Simpanan atau sistem penjaminan terbatas harus terutama diarahkan pada penjaminan dan perlindungan terhadap dana para deposan kecil.

Krisis yang melanda berbagai negara termasuk Indonesia, telah memberikan pelajaran penting bagi Pemerintah Indonesia. Pelajaran itu adalah bahwa dalam


(32)

keadaan krisis, sektor keuangan khususnya perbankan merupakan simpul terlemah dalam suatu sistem ketahanan ekonomi dan moneter suatu negara. Sejumlah lembaga merupakan pilar utama bertumbuhnya stabilitas keuangan suatu negara. Penjaminan simpanan atau deposit insurance, dipandang sebagai salah satu pilar dalam mendukung peningkatan stabilitas sistem kuangan tersebut. Pilar yang lain mencakup pengaturan dan pengawasan bank lender of last resort serta sistem pembayaran dan dukungan fiskal. Keberadaan penjamian simpanan saja tidak cukup untuk mengantisipasi mengatasi semua permasalahan perbankan. Setiap saat, terutama saat dalam masa krisis, kerjasama diantara penyelenggara pilar tersebut harus dilandaskan pada suatu mekanisme kerja yang jelas, efisien dan efektif.

Para penyelenggara pilar-pilar stabilitas keuang tersebut, meliputi seluruh lembaga yang terlibat dalam sistem keuangan nasional yaitu baik Bank Sentral, Menteri Keuangan, Pengawas Perbankan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Untuk mendukung mekanisme kerja diantara lembaga-lembaga tersebut, khususnya pada saat terjadi gangguan pada sektor keuangan dan perbankan, dalam kerangka finance safety net akan dibentuk Komiter Koordinasi. Hasil kajian Pemerintah menunjukkan bahwa pola ini telah berjalan baik di berbagai negara. Dalam kerangka mekanisme ini sistem penjaminan simpanan tidak hanya berfungsi untuk melindungi simpanan nasabah bank, tetapi juga berperan aktif dalam mendukung terciptanya stabilitas pada industri perbankan. Fungsi LPS sebagai penjamin simpanan adalah salah satu pelaku dalam jaring pengaman sistem keuangan, akan terselenggara dengan baik apabila LPS merupakan lembaga independen yang memiliki kewenangan publik. Untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam menyelenggarakan kewenangan publik tersebut, antara lain penarikan premi, penyelesaian bank bermasalah dan pengenaan sanksi, maka dipandang perlu membentuk Lembaga Penjamin Simpanan


(33)

berdasarkan suatu Undang-Undang. Pengalaman BPPN selama ini, yang kewenangannya berlandaskan Peraturan Pemerintah, menunjukkan bahwa landasan hukum yang lebih kuat sangat diperlukan.

LPS merupakan suatu lembaga eksekutif yang independen dalam pelaksanaan tugasnya, meskipun LPS bertanggungjawab kepada Presiden, LPS melaksanakan tugasnya sehari-hari secara independen. Presiden juga tidak dapat memberhentikan LPS, kecuali berdasarkan keputusan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang LPS. Selain itu agar menjadi lembaga yang transparan dan akuntabel, LPS wajib menyampaikan laporan tahunan yang terdiri dari laporan yang telah diaudit oleh BPK dan laporan kegiatan kerja kepada Presiden dan DPR. Laporan keuangan yang telah diaudit tersebut diumumkan pada surat kabar harian yang memiliki peredaran luas. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat dapat menilai kinerja LPS dalam melaksanakan tugasnya. 9

C. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

Perbankan mempunyai peran yang penting dalam sistem perekonomian. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan sistem penjamin simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dapat meningkatkan kepercayaan dan pada akhirnya memperkuat sistem perbankan. Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, banyak negara memberikan perlindungan kepada nasabahnya dengan menerapkan suatu sistem penjamin simpanan (deposit protection system) dalam bentuk sistem penjaminan nasabah yang ditentukan secara eksplisit. 10

9

Farida Gurmiyati, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, 2007, Fakultas Hukum Universitas Indonesia

10

Gillian GH Garcia (1), “Deposit Insurance: Obtaining the Benefit and Avoiding the Pitfalls”, IMF, Washington DC, 1996, hal 2


(34)

Kepercayaan masyarakat terhadap bank dapat dikatakan sebagai aset bank. Dengan demikian adanya upaya untuk menjamin kewajiban bank merupakan langkah yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang merupakan hal utama dalam upaya penyehatan perbankan di Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. 11 Penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan resiko yang membebani anggaran Negara atau resiko yang menimbulkan moral hazard. 12

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari fungsinya yang sangat penting. Adapun fungsi Lembaga Penjamin Simpanan adalah: 13

a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan

b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal. Bank gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Lembaga Pengawas Perbankan adalah Bank Indonesia atau pengawas sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan

11

Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

12

Penjelasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

13


(35)

menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. 14

Dalam menghadapi menurunnya tingkat solvabilitas bank, penyelesaian dan penanganan bank yang gagal diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional.

Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan yang didasarkan pada keputusan Komite Koordinasi. Mengingat fungsinya yang penting tersebut maka Lembaga Penjamin Simpanan harus independen, transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Oleh karena itu, status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas Lembaga Penjamin Simpanan serta hubungannnya dengan organisasi lain perlu diatur secara tegas dalam Peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Pengertian tentang independensi bagi Lembaga Penjamin Simpanan mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Lembaga Penjamin Simpanan tidak bisa dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh Pemerintah terkecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas didalam Undang-Undang ini. 15

Dalam menjalankan fungsinya, Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai tugas-tugas yang meliputi:

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.

14

Penjelasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

15


(36)

b. Melaksanakan penjaminan simpanan.

Untuk lebih terperinci tugas yang dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan sehubungan dengan menjalankan fungsinya adalah sebagai berikut: 16

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik, dan

c. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai wewenang sebagai berikut: 17

a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan,

b. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta,

c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan,

d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank,

e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d,

f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim,

g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama Lembaga Penjamin Simpanan, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu,

h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan,

i. Menjatuhkan sanksi administratif.

Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan penyelesaian dan penanganan bank gagal dengan kewenangan sebagai berikut:

a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS,

b. Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan,

16

Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

17


(37)

c. Meninjai ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank, dan

d. Menjual dan/atau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Lembaga Penjamin Simpanan dapat meminta data, informasi dan/atau dokumen kepada pihak lain. Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan/atau dokumen wajib memberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan.

D. Praktek Lembaga Penjamin Simpanan di Negara Lain

Berkaca dari pengalaman Lembaga Penjamin Simpanan di beberapa negara, banyak dipertanyakan hubungan antara Lembaga Penjamin Simpanan dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga ini dipercaya bisa menjadi obat penyembuh paling manjur bagi perekonomian Indonesia yang sudah bertahun-tahun digerogoti krisis ekonomi kronis sejak tahun 1997.

Kemudian, IMF bukanlah mitra yang tepat untuk pemulihan krisis. Bahkan kegagalan IMF lebih dikenal daripada keberhasilannya mengatasi persoalan Indonesia. Begitupun dengan Indonesia, pemerintahnya dikenal bukanlah pemerintah yang kredibel untuk menata ekonomi, terutama setelah dibebani persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme yang hampir mewarnai setiap sisi kehidupan di negeri ini. Jadi dalam konteks LPS, bukannya tidak mungkin LPS merupakan sebuah solusi yang sebetulnya tidak lepas dari permasalahan. Permasalahan itu menyangkut tentang seberapa jauh pemerintah memahami penyakit dalam tubuh perekonomian Indonesia ketimbang terpukau pada gejala penyakit itu sendiri. Kekhawatiran itu tidak


(38)

berlebihan karena adanya keterbatasan kapasitas dari IMF itu sendiri dan korupnya Pemerintah Indonesia. Sehingga tidaklah berlebihan jika LPS diciptakan dalam kerangka rent seeker activity. 18

Sebelum Lembaga Penjamin Simpanan diterapkan di Indonesia, pada awal pembahasan Rancangan Undang-undang LPS dipelajari tentang penerapan LPS di negara lain. Setiap negara mempunyai pengalaman dan skema tersendiri. Sistem ini diterapkan dengan skema yang bervariasi pada setiap negara, diantaranya menyangkut sumber pembiayaan, penetapan premi, yang menjadi pengelola dan wajib tidaknya bank mengikutinya.

Sistem asuransi simpanan yang diterapkan Amerika Serikat merupakan sistem tertua di dunia dan telah menjadi model untuk negara-negara lain. Sistem ini telah terbukti berhasil pengembalian kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Pada generasi selanjutnya, sistem ini telah efektif mencegah bank bermasalah menjadi bank panic. Pada 1980-an, ketika ratusan bank dan thrifts bangkrut, asuransi simpanan telah bertindak sebagai jangkar untuk meningkatkan kepercayaan publik pada sistem perbankan. 19

Dalam penelitian lainnya terdapat tiga skema yang menyangkut lembaga yang menjadi pengelola, yaitu pertama, skema dimana LPS dikelola oleh Pemerintah melalui satu badan tertentu, kedua, LPS sepenuhnya dikelola oleh badan privat atau swasta, dan yang ketiga lembaga tersebut dikelola secara bersama, Pemerintah dan privat. Dari 68 (enam puluh delapan) negara yang menerapkan sistem penjamin simpanan, 52 (lima puluh dua) negara menerapkan sistem dengan sumber pembiayaan secara gabungan antara pembiayaan oleh bank dan pembiayaan dari

18

A.Deni Danuri, Lembaga Penjamin Simpanan Masih Diperlukan?, www.suarapembaruan.com , 6 September 2004

19

Zulkarnain Sitompul, Penjaminan Dana Nasabah Bank: dari Blanket guarantee ke Limited Guarantee (Menyambut Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan), Hukum Bisnis-vol. 23 No. 3, 2004, hal. 80


(39)

publik atau negara. Cile merupakan satu-satunya negara yang menerapkan sistem penjaminan simpanan dengan sepenuhnya dibiayai oleh dana publik yang bersumber dari pajak yang dibebankan kepada seluruh rakyat.

Kemudian, 8 (delapan) negara di Eropa dengan 7 (tujuh) negara lainnya melakukan pembiayaan secara privat dari bank yang menjadi anggota sistem ini. Distribusi dari 68 (enam pulih delapan) negara yang telah menerapkan sistem penjaminan simpanan berdasarkan tiga skema pengelolaannya seperti yang telah disebutkan adalah 33 (tiga puluh tiga) negara menerapkan sistem penjaminan simpanan dengan lembaga yang dikelola oleh badan Pemerintah. Sebanyak 24 (dua puluh empat) negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Kamerun menyerahkan pengelolaan lembaga penjamin simpanan kepada gabungan pihak privat dan Pemerintah. Selebihnya, 11 (sebelas) negara yang meliputi 8 (delapan) negara di Eropa, seperti Prancis, Jerman, Italia dan Inggris melakukan pengelolaan lembaga penjamin simpanan yang sepenuhnya dilakukan oleh privat yang merupakan kepemilikan bersama dari semua bank anggota atau lembaga privat yang sepenuhnya tidak ada kaitannya dengan bank anggota sistem.

Skema sistem seperti yang dijelaskan diatas, menurut penelitian yang pernah dilakukan sangat mempengaruhi keberhasilan dari sistem penjamian simpanan. Misalnya, sistem penjaminan simpanan yang disuatu negara menerapkan premi dengan berbasis resiko belum tentu berhasil diterapkan di negara lain. Dilihat dari perspektif fairness, seharusnya penerapan premi harus berbasis resiko. Akan tetapi, kenyataannya hanya 22 (dua puluh dua) negara diantaranya Amerika Serikat yang menetapkan premi dengan berbasis resiko, sedangkan sisanya 46 (empat puluh enam) negara yang diantaranya banyak negara-negara maju seperti, Prancis, Belanda,


(40)

Inggris, Kanada, Austria, Jerman, dan Jepang masih menetapkan premi yang tidak berbasis resiko atau flat. 20

Selanjutnya, dalam penelitian yang berbeda diuraikan skema dan langkah negara-negara yang sedang dilanda krisis dalam bentuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan. Di benua Asia, negara-negara yang telah memiliki Lembaga Penjamin Simpanan yang cukup matang antara lain, adalah Filipina (sejak tahun 1963), Korea (sejak tahun 1996), Taiwan (sejak tahun 1985), dan Jepang (sejak tahun 1971). Adapun negara-negara maju, lembaga penjamin simpanan telah dikenal lama di Amerika Serikat (sejak tahun 1933) dan Kanada (sejak tahun 1966). 21

Penerapan Lembaga Penjamin Simpanan yang baik (best practice) di negara-negara lain pada umumnya adalah badan hukum publik yang terafiliasi dengan pemerintah, namun dengan pengelolaan yang independen. Hal ini menyangkut kepentingan pengakomodasian dan kewenangan publik yang dimilikinya serta berkaitan dengan akses pendanaan awal yang biasanya berasal dari Pemerintah atau Bank Sentral. Secara umum, mengingat badan hukum publik tersebut memiliki sendiri aturan undang-undang terkait dengan program dan kelembagaannya, maka independensi pengelolaannya dapat dijaga dengan baik sehingga tugas dan fungsi lembaga tersebut bisa berjalan dengan efektif.

Lembaga Penjamin Simpanan di semua negara memiliki tugas dan fungsi dasar yang sama, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dengan besaran simpanan yang dijamin secara terbatas. Meskipun demikian agar tugas dan fungsi dasar tersebut dapat padu-padan dan berjalan baik, diperlukan rangkaian wewenang lain yang menjadikannya efektif dan efisien. Lembaga Penjamin Simpanan dilaksanakan

20

Muslim Tampubolon, Lembaga Penjamin Simpanan Atasi Sistem Keuangan?, www.pikiranrakyat.com, 18 Agustus 2003

21

Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjamin Simpanan, www.kompas.com, tanggal 14 April 2004


(41)

oleh suatu badan hukum publik yang independen, yang pada awal pendiriannya didukung pembiayaannya oleh Pemerintah dan Bank Sentral, namun kemudian lembaga tersebut membiayai operasinya sendiri melalui pemungutan premi penjaminan dan kontribusi dari bank peserta.

Mengenai pemungutan premi penjaminan, besaran premi yang dibebankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada sektor perbankan bervariasi, tergantung dari profil resiko bank bersangkutan atau tergantung dari kesiapan infrastruktur Lembaga Penjamin Simpanannya. Amerika Serikat misalnya, pada awal berdirinya Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) di tahun 1933, premi penjaminan yang dipungut dari bank peserta ditetapkan secara tetap (flat rate). Pola tersebut berlangsung selama lebih dari setengah abad hingga tahun 1992 ketika FDIC akhirnya menilai infrastruktur yang dimilikinya untuk menilai resiko bank telah memadai dan kemudian memutuskan untuk mengubah pola penghitungan pembebanan premi penjaminan sesuai dengan profil resiko masing-masing bank peserta (risk-based) premium.

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di banyak negara umumnya didasarkan pada perangkat hukum yang setara dengan undang-undang, untuk menjaga akuntabilitas fungsi dan kewenangan yang mereka lakukan sebagai badan hukum publik yang independen.

Penentuan batas maksimum simpanan yang dijamin oleh lembaga penjamin simpanan di beberapa negara juga sangat bervariasi. Filipina, misalnya, membatasi penjaminan sebesar 100,000 peso, di Korea Selatan maksimum 50.000 won, di Kanada 60.000 dollar Kanada, dan di Amerika Serikat 100.000 dollar AS. Bisa disimak bahwa pada umumnya batas maksimum simpanan yang dijamin mengacu


(42)

pada besarnya pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) serta mengacu pada distribusi jumlah nasabah yang ada.

Kisaran maksimum penjaminan simpanan yang mengacu pada besarnya PDB umumnya adalah antara 4 (empat) dan 8 (delapan) kali dari pendapatan perkapita suatu negara. Meski demikian, banyak negara lebih memilih untuk mengupayakan agar minimum 90% nasabah bank dapat dijamin oleh program penjaminan. Dalam kaitan ini, jika Indonesia menerapkan penjaminan jumlah rekening simpanan terbanyak berdasarkan perhiungan pemerintah, maka angka ini berkisar maksimum simpanan Rp. 100.000.000 atau seratus juta rupiah.

Pengamat perbankan Ryan Kiyanto juga mempelajari tentang proses, mekanisme, dan skema kelembagaan negara-negara dalam mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan setelah mengalami krisis. Secara umum terdapat satu benang merah yang sama di berbagai negara dalam menghadapi krisis keuangan, yakni munculnya dorongan pembentukan “formal schemes for protecting depositors”. Yaitu lembaga penjaminan yang dapat memenuhi kewajiban terhadap segenap stakeholders jika bank dilikuidasi guna menjaga kepercayaan masyarakat.

Menurut penelitian lainnya disebutkan bahwa negara-negara yang sudah melaksanakan kebijakan program penjaminan tersebut antara lain Cina, India, HongKong, Korsel, Thailand, Argentina, Brasil, Chili, Meksiko, Rusia, Uni Eropa, Jepang, dan AS. 22 Di India, program penjaminan dilakukan oleh Deposit Insurance and Credit Guarantee Corporation sejak 1962 dengan maksimal nilai penjaminan 100.000 rupee/orang. HongKong sejak 1995 membatasi batas maksimal penjaminan senilai 100.000 dolar HongKong. Korsel sejak 1996 menerapkan program penjaminan dengan batas maksimal 20 juta won. Argentina menerapkan New Deposit

22

Ryan Kiryanto, Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, www.pikiran-rakyat.com, 23 Maret 2004


(43)

Insurance Fund for Financial Institutions (dikenal dengan SEDESA) sejak 1995 dengan batas maksimal 30.000 dolar AS. Meksiko juga menerapkan program yang sama (dikenal dengan FOBAPROA). Dengan batas maksimal senilai 100.000 dolar AS yang secara gradual program ini berakhir pada akhir 2005.

Berbeda dengan negara lain, Thailand menerapkan program penjaminan Financial Institutions Development Fund (FIDP) pada 1985 tanpa batas nilai penjaminan. Perlu diketahui, yang menonjol dari problem utama perbankan Thailand adalah tingginya NPL, mencapai 50% dari total kredit. Tidak mengherankan jika angagran sebesar 43 miliar dolar AS (setara 32% dari GDP) disiapkan pemerintah Thailand untuk merestrukturisasi 20 (dua puluh) bank bermasalah.

Untuk mempercepat restrukturisasi perbankan, dibentuk The Financial Restructuring Advisory Committee (FRAC) pada oktober 1997. Bersamaan dengan itu, guna merestrukturisasi NPL dan bad debt, dibentuk Asset Management Corporations (AMC). Sementara untuk memperkuat permodalan bank, pemerintah Thailand telah membentuk FIDF yang berfungsi membantu mengatasi problem permodalan dan likuiditas bank. Kepemilikan saham pemerintah bank-bank yang telah direkap berangsur-angsur harus dikurangi untuk memperkuat struktur penerimaan negara melalui program divestasi bertahap.

Di AS, penyelamatan dan penyehatan perbankan dilakukan sejak 1991 dengan dikeluarkannya United States Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act (FDICIA). Batas maksimal yang dijamin senilai 100.000 dolar AS. Beberapa kebijakan yang menyertai FDICIA antara lain rencana rekapitulasi, membatasi atau melarang bank memberikan dividen, serta meningkatkan batasan risiko yang mampu ditanggung oleh bank (risk taking capacity). Namun demikian,


(44)

tak urung 31 (tiga puluh satu) bank ditutup dan 10 (sepuluh) bank dinyatakan bankrut.

Pemerintah Brasil juga mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi melalui pola merger dan akusisi. Banyak lembaga keuangan pemerintah berhasil direstrukturisasi, dengan rincian yang dilikuidasi 9 (Sembilan) buah, diprivatisasi 7 (tujuh) buah, difederalisasi 4 (empat) buah, di clean up 6 (enam) buah, dan dialihkan ke Development Agency 14 (empat belas) buah. Dengan pola-pola tersebut, Brasil berhasil memulihkan kondisi perbankan dari perangkap krisis yang bersifat sistemik.

Kendati tidak separah Indonesia dan Thailand, namun Malaysia tak luput dari krisis perbankan. Pemerintah bersama dengan Bank Negara Malaysia (bank sentral), memegang peran kunci dalam penyehatan sektor perbankan. Untuk keperluan penyehatan 24 (dua puluh empat) bank, telah dianggarkan dana senilai 13 miliar dolar AS (18% GDP).


(45)

BAB III

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI PENJAMIN DANA NASABAH

A. Pengaturan Masalah Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia

Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan dimulai ketika masa krisis, Pemerintah memberikan jaminan terhadap seluruh kewajiban pembayaran bank. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak Juli 1997 telah membuat industri perbankan di Indonesia menjadi hancur. Untuk itu berbagai upaya untuk membenahi perbankan di Indonesia terus dilakukan, termasuk memikirkan upaya pemberian jaminan kepada para nasabah bank.

Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor 193 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kedua Keputusan Presiden ini dikeluarkan mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1993 tentang Jaminan Simpanan uang pada bank sudah tidak cocok lagi dan selama ini belum berjalan. 23

Berdasarkan Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) program penjaminan oleh Pemerintah meliputi penjaminan terhadap dana kreditur bank yang tercatat di on balance sheet bank maupun off balance sheet bank.

Kebijaksanaan tentang program penjaminan oleh Pemerintah hanya bersifat sementara mengingat Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor

23

Marulak Pardede, Perspektif Perlindungan Hukum Simpanan Dana Nasabah Pada Bank, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 11, 2000, hal. 50.


(46)

26/KMK.017/1998 tanggal 28 Januari 1998 menetapkan bahwa penjaminan Pemerintah berlaku pertama kali sejak 26 Januari 1998 sampai dengan tanggal 31 Januari 2000. Melalui Kepustusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998, Pemerintah menyatakan menjamin dana nasabah.

Pelaksanaan penjaminan bank umum kemudian dilakukan oleh BPPN sampai tanggal 27 Pebruari 2004, setelah itu dilaksanakan oleh unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3)-Departemen Keuangan. Sedangkan pelaksana penjaminan terhadap kewajiban pembayaran BPR dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1998, Pemerintah menetapkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menetapkan bahwa tugas dan tanggung jawab terhadap perbankan yang semula merupakan tanggung jawab Bank Indonesia dan Departemen Keuangan sekarang menjadi tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia sepenuhnya.

Di dalam tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Bank Indonesia termasuk juga kewenangan memberikan dan mencabut izin, menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan dan mengenakan sanksi pada bank. Dengan kewenangan dalam satu tangan diharapkan tugas pengawasan dan pembinaan menjadi terintegrasi serta pengaturan perbankan yang dibuat dapat mencakup semua permasalahan di bidang perbankan yang beragam dan sangat berkaitan dengan perkembangan teknologi.

Perkembangan tentang masalah penjaminan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal 37B UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal 37B UU tersebut ditetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana


(47)

masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin dana masyarakat tersebut dibentuk suatu Lembaga Penjamin Simpanan.

Pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 merupakan suatu perkembangan pengaturan masalah perbankan yang sebelumnya tidak diatur secara tegas dalam peraturan perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 tidak mengutamakan tagihan nasabah penyimpan dana dibandingkan tagihan-tagihan kreditur-kreditur lain. Hal ini berbeda sekali dengan kedudukan hak pemegang polis atas harta kekayaan perusahaan asuransi baik asuransi kerugian maupun jiwa yang dilikuidasi, yang oleh UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian diberikan kedudukan utama. 24 Oleh karena UU No.7 tahun 1992 tidak mengutamakan hak nasabah penyimpan dana, maka tingkat prioritas hak nasabah menurut hukum adalah sebagai kreditur konkuren.

Sebagai akibat kurang perlindungan itu, maka nasanah penyimpan dana yang pada umumnya terdiri dari penabung-penabung kecil, telah ditempatkan pada kedudukan yang sangat lemah. Padahal tabungan masyarakat diharapkan dan sangat diperlukan untuk kelangsungan pembangunan. Untuk itu masalah perlindungan terhadap nasabah harus dilakukan dalam bentuk Lembaga Penjamin Simpanan.

Perangkat hukum perlindungan terhadap nasabah yang berlaku pada waktu sebelum krisis telah menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian terhadap nasabah karena pengembalian dana yang disimpan nasabah belum tentu dapat dilakukan apabila suatu bank dilikuidasi. Padahal pada prinsipnya suatu bank hidup dari dana yang di simpan nasabahnya kepadanya. Sedangkan maksud dari hukum adalah untuk menciptakan kemudahan, keamanandan kebahagiaan dan keadaan yang lebih baik.

24

ST Remy Sjahdeini, Reformasi Peraturan Perundang-Undangan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis volume 2, 1997, halaman 59.


(48)

Melihat kondisi yang ada saat itu maka Pemerintah kemudian mulai melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.

Sejak ditetapkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan tersebut, Departemen Keuangan bekerjasama dengan Bank Indonesia secara informal mulai melakukan telaah dan kajian dalam rangka pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan.

Pada tanggal 26 Januari 2001, Menteri Keuangan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.017/2001 mengenai pembentukan Kelompok Kerja dalam rangka Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan) yang beranggotakan unsur dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan BPPN.

Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan bertugas melakukan kajian dan analisis yang mencakup pembentukannya, rancangan peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum pendirian lembaga ini, serta mempersiapkan pendiriannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan mendapat bantuan konsultan asing yang didanai oleh USAID. 25

Puncak pengaturan tentang Lembaga Penjamin Simpanan adalah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pembentukan Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari beberapa pertimbangan: 26

1. Bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh diperlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil.

2. Bahwa untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank. 3. Bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan

nasabah bank tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang di beri tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud.

25

Marulak Pardede, Op. cit, hal. 50.

26

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Bagian Konsideran (Nenimbang) huruf a,b,c


(49)

Dengan adanya pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan melalui Undang-Undang diharapkan Lembaga Penjamin Simpanan melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN).

Lembaga Penjamin Simpanan bersama dengan Menteri Keruangan, Bank Indonesia, Lembaga Pengawas perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi. Tindakan penyelesaian atau penanganan bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

Bank Indonesia melalui mekanisme sistem pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of last resort. LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.

Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan yang akan bekerja terlebih dahulu dengan mempertimbangkan perkiraan danpak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan yang didasarkan pada Keputuan Komite Koordinasi.


(50)

B. Mekanisme Kerja Lembaga Penjamin Simpanan

Berdirinya suatu lembaga selalu terdapat situasi yang melatar belakanginya. Seperti halnya berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan, mempunyai hubungan dengan krisis perbankan sebagai bagian dari krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan.

Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan likuidasinya 16 (enam belas) bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan.

Untuk mengatasi krisis yang terjadi, Pemerintah menegeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.

Kemudian, perubahan sistem blanket ke limited guarantee (adanya batasan simpanan yang dijamin) harus dikemas dalam bentuk mengajak semua pihak untuk bersepakat bahwa yang diperlukan adalah perubahan pola fikir dan paradigma masyarakat. Pertama, dikalangan perbankan harus tumbuh semangat membangun


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya harus dapat melindungi dana nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Selain itu dapat dikatakan pula bahwa dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan juga merupakan suatu bentuk perlindungan hukum yang lebih konkrit bagi para nasabah, mengingat hubungan hukum antara nasabah dengan pihak perbankan tidak terlepas dari hubungan yang timbul karena adanya perjanjian dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Lembaga Penjamin Simpanan berkewajiban untuk mengatur pihak bank dalam hal menjamin dana simpanan para nasabah. Dengan adanya pembayaran premi oleh bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan resiko dari bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Bank pada dasarnya berkewajiban untuk membayar premi kepada Lembaga Penjamin Simpanan yang besarnya berkaitan dengan resiko yang akan ditanggung. Bank dapat pula menentukan jumlah premi yang harus dibayar oleh nasabah.

3. Peran Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai lembaga Negara yang bertugas untuk menyelamatkan bank gagal dan dana nasabah penyimpan. Penyelamatan yang dilakukan dapat berbentuk penyuntikan dana kepada bank


(2)

tersebut atau malah dengan menuntup bank tersebut. Inilah yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap kasus Bank Century. Melihat dari kasus Bank Century maka dapat dilihat peran dan posisi Lembaga Penjamin Simpanan sebagai, pertama, Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga negara dan kedua, Kekayaan/Uang yang dikelola Lembaga Penjamin Simpanan adalah uang negara. Sehingga uang yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mem-bailout (menyelamatkan) Bank Century adalah uang negara.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Konstruksi Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia tidak terlepas dari pertanggungan dan penanggungan. Untuk itu harus didukung oleh pengaturannya yang tegas. Pengaturan tersebut tidak terhenti hanya dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2004, namun pengaturan tersebut tetap harus memperhatikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.

2. Perlindungan kepada nasabah termasuk perlindungan hukum dan merupakan hal yang sangat penting. Perlindungan hukum tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia perbankan dan Pemerintah perlu memberikan perlindungan hukum itu.

3. Dengan adanya kewajiban membayar premi maka bank dan para nasabahnya berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Untuk itu penentuan jumlah premi yang harus ditanggung oleh bank dan nasabahnya haruslah tepat dan


(3)

jangan sampai mengakibatkan beban tersendiri bagi para nasabah. Lembaga Penjamin Simpanan harus dapat memperhitungkan berbagai biaya yang akan menjadi komponen dalam perhitungan premi dan harus memiliki informasi secara jelas tentang jenis resiko yang dihadapi oleh bank.

4. Hendaknya Peran aktif dan kontrol Pemerintah melalui Bank Indonesia dan Departemen keuangan lebih diperketat dengan membuat aturan dan regulasi yang lebih mengikat terhadap Lembaga Penjamin Simpanan agar keputusan untuk menyelamatkan atau menutup suatu bank gagal benar-benar dianggap langkah yang terbaik dan tepat


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

FDIC, “Deposit Insurance for The Nineties : Meeting the Challenge”, Washington DC, A Staff Study, 1998.

Fuady, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek-Buku Kesatu, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Garcia, Gillian GH, “Deposit Insurance : Obtaining the Benefit and Avoidding the Pitfalls “, Washiongton DC, IMF, 1996.

Hermasyah, Hukum Perbankan Nasional indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,

1999.

____________________, Pengantar Hukum Pertanggungan,Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994.

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi tentang Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung Menanggung, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003.

Sitompul, Zulkarnaen, Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta, Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002.

Soekanto, Soerjono, Metode Penelitian Hukum , Jakarta, Universitas Indonesia Pers, 1986.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1987.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum cetakan 7, Jakarta, Rajawali Pers, 2005.

Sutarno, Aspek- aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, CV. Alfabeta, 2003.


(5)

MAJALAH/HARIAN/BULETIN/JURNAL

Gurmiyati, Farida, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, FHUI, 2007.

Ibrahim, Johannes, Dilematis Penerangan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan antara Perlindungan Hukum dan Kejahatan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis volume 24 nomor 1, 2005.

Indraatmaja, Agung BGB, Lembaga Penjamin Simpanan: Manfaatnya Bagi Nasabah Dan Bank, FHUI, 2006.

Pardede, Marulak, Perspektif Perlindungan Hukum Simpanan Dana Nasabah Pada Bank, Jurnal Hukum Bisnis volume 11, 2000.

Sitompul, Zulkarnain, Penjaminan Dana Nasabah Bank: dari Blanket Guarantee ke Limited Guarantee (Menyambut Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan, Jurnal Hukum Bisnis volume 23 nomor 3, 2004.

Sjahdeini, ST Remy, Reformasi Peraturan Perundang-Undangan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis volume 2, 1997.

Tampubolon, Muslim, Kendala di Balik Lembaga Penjamin Simpanan, Media Indonesia On Line, 6 Oktober 2004.

Brahmandita, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas (Bersama Menopang Simpul Terlemah, Media Indonesia, 16 Februari 2004.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2006 tentang Program Penjaminan Simpanan.

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2006 tentang Laporan Bank Umum.


(6)

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 4/PLPS/2006 tentang Penyelesaian Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistemik.

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 5/PLPS/2006 tentang Penyelesaian Bank Gagal yang Berdampak Sistemik.

WEBSITE

Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjaminan Simpanan, www.kompas.com, 6 September 2004

Deni A. Daruri, Lembaga Penjamin Simpanan Masih Diperlukan?, www.suarapembaruan.com, 6 September 2004.

Depkeu, Pemerintah Resmikan Lembaga Penjamin Simpanan, www.hukmas.depkeu.go.id, 2004.

Dodi Nur Andriyan, Kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan dalam kasus Bank Century, www.yahoo.com, 2011.

Fahmi Ahmad, Lembaga Penjamin Simpanan terbentuk, siapa yang diuntungkan?, www.bisnis.com, 2004.

Krisna Wijaya, Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS: Berorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi, www.lps,.go.id, 20 Juni 2007.

Muslim Tampubolon, Kendala di Balik Lembaga Penjamin Simpanan, www.mediaindo.co.id, 6 Oktober 2004

Muslim Tampubolon, Lembaga Penjamin Simpanan Atasi Sistem Keuangan?, www.pikiran-rakyat.com , 18 Agustus 2003

Ryan Kiryanto, Urgensi Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, www.pikiran‐ rakyat.com, 23 Maret 2004.

Tedy Fardiansyah Idris, Lembaga Penjamin Simpanan, Jangan Sampai Lahir Prematur, www.kompas.com, 9 Oktober 2003.

DOKUMEN LAIN