BAB III LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
SEBAGAI PENJAMIN DANA NASABAH
A. Pengaturan Masalah Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia
Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan dimulai ketika masa krisis, Pemerintah memberikan jaminan terhadap seluruh kewajiban pembayaran bank. Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak Juli 1997 telah membuat industri perbankan di Indonesia menjadi hancur. Untuk itu berbagai upaya untuk membenahi perbankan di
Indonesia terus dilakukan, termasuk memikirkan upaya pemberian jaminan kepada para nasabah bank.
Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor
193 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat BPR. Kedua Keputusan Presiden ini dikeluarkan mengingat
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1993 tentang Jaminan Simpanan uang pada bank sudah tidak cocok lagi dan selama ini belum berjalan.
23
Berdasarkan Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor 193 Tahun 1998 tentang
Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat BPR program penjaminan oleh Pemerintah meliputi penjaminan terhadap dana kreditur bank yang
tercatat di on balance sheet bank maupun off balance sheet bank. Kebijaksanaan tentang program penjaminan oleh Pemerintah hanya bersifat
sementara mengingat Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor
23
Marulak Pardede, Perspektif Perlindungan Hukum Simpanan Dana Nasabah Pada Bank, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 11, 2000, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
26KMK.0171998 tanggal 28 Januari 1998 menetapkan bahwa penjaminan Pemerintah berlaku pertama kali sejak 26 Januari 1998 sampai dengan tanggal 31
Januari 2000. Melalui Kepustusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998, Pemerintah menyatakan menjamin dana nasabah.
Pelaksanaan penjaminan bank umum kemudian dilakukan oleh BPPN sampai tanggal 27 Pebruari 2004, setelah itu dilaksanakan oleh unit Pelaksana Penjaminan
Pemerintah UP3-Departemen Keuangan. Sedangkan pelaksana penjaminan terhadap kewajiban pembayaran BPR dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Pada tanggal 10 November 1998, Pemerintah menetapkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menetapkan bahwa tugas dan tanggung jawab terhadap
perbankan yang semula merupakan tanggung jawab Bank Indonesia dan Departemen Keuangan sekarang menjadi tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia sepenuhnya.
Di dalam tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Bank Indonesia termasuk juga kewenangan memberikan dan mencabut izin, menetapkan peraturan,
melaksanakan pengawasan dan mengenakan sanksi pada bank. Dengan kewenangan dalam satu tangan diharapkan tugas pengawasan dan pembinaan menjadi terintegrasi
serta pengaturan perbankan yang dibuat dapat mencakup semua permasalahan di bidang perbankan yang beragam dan sangat berkaitan dengan perkembangan
teknologi. Perkembangan tentang masalah penjaminan juga diatur dalam Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal 37B UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Dalam pasal 37B UU tersebut ditetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin dana masyarakat tersebut dibentuk suatu Lembaga Penjamin Simpanan.
Pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 merupakan suatu perkembangan pengaturan masalah perbankan yang sebelumnya
tidak diatur secara tegas dalam peraturan perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 tidak mengutamakan tagihan nasabah penyimpan dana dibandingkan tagihan-tagihan
kreditur-kreditur lain. Hal ini berbeda sekali dengan kedudukan hak pemegang polis atas harta kekayaan perusahaan asuransi baik asuransi kerugian maupun jiwa yang
dilikuidasi, yang oleh UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian diberikan kedudukan utama.
24
Oleh karena UU No.7 tahun 1992 tidak mengutamakan hak nasabah penyimpan dana, maka tingkat prioritas hak nasabah menurut hukum adalah
sebagai kreditur konkuren. Sebagai akibat kurang perlindungan itu, maka nasanah penyimpan dana yang
pada umumnya terdiri dari penabung-penabung kecil, telah ditempatkan pada kedudukan yang sangat lemah. Padahal tabungan masyarakat diharapkan dan sangat
diperlukan untuk kelangsungan pembangunan. Untuk itu masalah perlindungan terhadap nasabah harus dilakukan dalam bentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
Perangkat hukum perlindungan terhadap nasabah yang berlaku pada waktu sebelum krisis telah menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian terhadap nasabah
karena pengembalian dana yang disimpan nasabah belum tentu dapat dilakukan apabila suatu bank dilikuidasi. Padahal pada prinsipnya suatu bank hidup dari dana
yang di simpan nasabahnya kepadanya. Sedangkan maksud dari hukum adalah untuk menciptakan kemudahan, keamanandan kebahagiaan dan keadaan yang lebih baik.
24
ST Remy Sjahdeini, Reformasi Peraturan Perundang-Undangan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis volume 2, 1997, halaman 59.
Universitas Sumatera Utara
Melihat kondisi yang ada saat itu maka Pemerintah kemudian mulai melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.
Sejak ditetapkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan tersebut, Departemen Keuangan
bekerjasama dengan Bank Indonesia secara informal mulai melakukan telaah dan kajian dalam rangka pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan.
Pada tanggal 26 Januari 2001, Menteri Keuangan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30KMK.0172001 mengenai pembentukan Kelompok
Kerja dalam rangka Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan yang beranggotakan unsur dari Departemen
Keuangan, Bank Indonesia dan BPPN. Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan bertugas melakukan kajian
dan analisis yang mencakup pembentukannya, rancangan peraturan perundang- undangan sebagai dasar hukum pendirian lembaga ini, serta mempersiapkan
pendiriannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pokja Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan mendapat bantuan konsultan asing yang didanai oleh USAID.
25
Puncak pengaturan tentang Lembaga Penjamin Simpanan adalah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan. Pembentukan Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari beberapa pertimbangan:
26
1. Bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan
tangguh diperlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil. 2.
Bahwa untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank.
3. Bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan
nasabah bank tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang di beri tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud.
25
Marulak Pardede, Op. cit, hal. 50.
26
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Bagian Konsideran Nenimbang huruf a,b,c
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan melalui Undang- Undang diharapkan Lembaga Penjamin Simpanan melakukan tindakan penyelesaian
atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan
sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net IFSN. Lembaga Penjamin Simpanan bersama dengan Menteri Keruangan, Bank
Indonesia, Lembaga Pengawas perbankan LPP menjadi anggota Komite Koordinasi. Tindakan penyelesaian atau penanganan bank gagal oleh Lembaga
Penjamin Simpanan didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Bank Indonesia melalui mekanisme sistem pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan fungsinya sebagai
lender of last resort. LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan
agar pemilik bank menambah modal atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan
penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diserahkan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan yang akan bekerja terlebih dahulu dengan mempertimbangkan perkiraan danpak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal
pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan yang
didasarkan pada Keputuan Komite Koordinasi.
Universitas Sumatera Utara
B. Mekanisme Kerja Lembaga Penjamin Simpanan
Berdirinya suatu lembaga selalu terdapat situasi yang melatar belakanginya. Seperti halnya berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan, mempunyai hubungan
dengan krisis perbankan sebagai bagian dari krisis ekonomi pada akhir tahun 1990- an. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas
perekonomian secara keseluruhan. Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia,
yang ditandai dengan likuidasinya 16 enam belas bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan.
Untuk mengatasi krisis yang terjadi, Pemerintah menegeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran
bank, termasuk simpanan masyarakat blanket guarantee. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup
penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.
Kemudian, perubahan sistem blanket ke limited guarantee adanya batasan simpanan yang dijamin harus dikemas dalam bentuk mengajak semua pihak untuk
bersepakat bahwa yang diperlukan adalah perubahan pola fikir dan paradigma masyarakat. Pertama, dikalangan perbankan harus tumbuh semangat membangun
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan agar nasabahnya tetap setia. Harus diingat bahwa bank yang menjamin sisa penjaminannya. Hal kedua, nasabahpun harus terbiasa bahwa yang dijamin
sebesar Rp. 100.000.000 atau Seratus Juta Rupiah oleh LPS. Jadi bukan berarti sisanya tidak dijamin karena selisihnya tetap dijamin oleh pihak bank. Ada semacam
kekhawatiran bahwa dengan pemberlakuan limited guarantee akan menyebabkan pelarian nasabah simpanan dari bank kecil ke bank besar atau dari bank besar ke
bank asing. Kekhawatiran tersebut tidak bisa diabaikan, akan tetapi jangan dijadikan ketakutan yang berlebihan. Kita pernah mengalami masa dimana simpanan sama
sekali tidak dijamin, tetapi kenyataannya bank tetap tumbuh dan berkembang. Jadi hal yang terpenting ialah sampai sejauh mana perbankan dapat menumbuh-
kembangkan kepercayaannya dimata para nasabah dan masyarakat luas.
27
Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan
simpanan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan simpanan yang terbatas.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai
pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 september 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
tentang Lembaga penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan didefenisikan sebagai suatu lembaga independen yang
berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya dibentuk. Undang-undang
27
Krisna Wijaya , Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS: Berorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi,
www.lps.go.id , 20 Juni 2007
Universitas Sumatera Utara
ini berlaku efektif sejak tanggal 22 september 2005, dan sejak tanggal tersebut Lembaga Penjamin Simpanan dinyatakan resmi beroperasi.
Adapun bentuk, dasar hukum, fungsi, tugas, wewenang, dan kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan LPS adalah:
a. Bentuk dan Dasar Hukum Lembaga Penjamin Simpanan:
1. LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4420.
2. LPS adalah badan hukum bedasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, pasal 2 ayat2. 3.
LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksananakan tugas dan wewenangnya, pasal 2 ayat3.
4. LPS bertanggung jawab kepada Presiden, pasal 2 ayat4.
5. LPS berkedudukan di Jakarta dan dapat mempunyai kantor perwakilan di
wilayah Negara Republik Indonesia, pasal 3 ayat1. b.
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan,
28
sesuai dengan pasal 4 UU Lembaga Penjamin Simpanan, maka LPS mempunyai 2 fungsi yaitu:
1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya. Kedua fungsi tersebut diterapkan pada bank konvensional dan bank
berdasarkan prinsip syariah. Pengaturan penjaminan untuk bank syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang
Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah sesuai UU
28
Lembaga Penjamin Simpanan, Annual Report 2006, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
LPS dan bentuk simpanan di bank syariah yang dijamin. Dalam menjalankan fungsi turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan, Lembaga
Penjamin Simpanan bekerjasama dengan Menteri keuangan, Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
c. Tugas Lembaga Penjamin Simpanan.
Dalam menjalankan fungsinya, sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU LPS, LPS mempunyai tugas:
29
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakn pelaksanaan penjamianan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan mentapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan. 4.
Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan peneyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistemik.
5. Melaksanakan penanganan Bank gagal yang berdampak sistemik.
d. Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan sebagimana diatur dalam pasal 6 UU Lembaga Penjamin Simpanan adalah:
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta. 3.
Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan
keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, danatau konfirmasi atas data tersebut
pada point empat. 6.
Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
29
Ibid, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
7. Menunjuk, menguasakan, danatau menugaskan pihak lain untuk betindak
bagi kepentingan danatau nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan. 9.
Menjatuhkan sanksi administratif. e.
Kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan Sebagaimana diatur dalam pasal 81 UU Lembaga Penjamin Simpanan,
modal Lembaga Penjamin Simpanan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam saham. Dalam UU Lembaga Penjamin
Simpanan diatur bahwa modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp. 4 triliun dan sebesar-bearnya Rp. 8 Triliun. Jumlah modal awal pada saat
pendirian LPS ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 ditetapkan bahwa
modal awal LPS sebesar Rp. 4 Triliun yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Penentuan jumlah modal tersebut setelah mendapat persetujuan
dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melaluui Komisi IX dalam Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan tanggal 23 Mei 2005. Rapat kerja
menyetujui bahwa berdasarkan ketentuan bahwa Komisi IX pada prinsipnya sepakat mengenai penempatan modal pemerintah pada LPS yang dananya
diambil dari rekening 502 setelah pemerintah menyampaikan rincian asumsi dan biaya operasionalnya secara lengkap.
30
Kekayaan LPS berbentuk investasi dan bukan investasi. Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004, LPS hanya dapat menempatkan
30
Farida Gurmiyati, Op. cit.
Universitas Sumatera Utara
investasi pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia SUN dan atau Bank Indonesia SBI. LPS tidak dapat menempatkan investasi
pada bank atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk penyertaan modal semntara dalam rangka penyelamatan penanganan bank gagal. LPS dapat
menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
f. Dewan komisioner
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 62 UU LPS, tata kelola grovermance LPS berdasarkan UU LPS adalah one board system, yaitu
Dewan Komisioner sebagai pimpian LPS yang bertanggung jawab untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan, sekaligus melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan operasional tugas dan wewenang LPS. Organ LPS terdiri dari Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif.
31
Dewan Komisioner, sebagaimana diatur dalam pasal 65 UU LPS ditetapkan oleh Presiden dan memiliki kewenangan memutuskan hal-hal yang strategis,
yang dipimpin oleh seorang Ketua Dewan komisioner. Anggota Dewan Komisioner berjumlah 6 enam orang dan salah satu
ditunjuk sebagai Kepala Eksekutif yang bertugas melaksanakan kegiatan opersional sehari-hari LPS.
Dalam melaksanakan tugasnya, sebagimana diatur dalam pasal 70 UU LPS, Dewan Komisioner wajib melakukan rapat secara berkala Rapat Dewan
Komisioner untuk membahas hal-hal sebagai berikut:
32
1. Menatapkan kebijakan Penjaminan Simpanan Nasabah.
2. Menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan.
3. Mengevaluasi pelaksanaan Penjaminan Simpanan Nasabah dan
pelaksanaan peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan.
31
Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit, hal. 3.
32
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4. Menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan kepada
eksekutif, danatau 5.
Hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS. Anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan oleh Presiden.
Berdasarkan Keputusan presiden nomor 161M Tahun 2005, susunan Dewan komisioner LPS adalah sebagai berikut:
33
1. Ketua Dewan Komisioner
: Rudjito 2.
AnggotaKepala eksekutif : Krisna Wijaya
3. Anggota :
Markus Parmadi
4. Anggota
: Pontas Riyanto Siahaan 5.
Anggota : Maman
H. Somantri
ex-officio Bank Indonesia 6.
Anggota : Darmin
Nasution ex-officio Departemen Keuangan
g. Kepala Eksekutif dan Direksi
Sebagaimana diatur dalam pasal 77 UU LPS, pelaksanaan kegiatan operasional LPS sehari-hari dilakukan oleh Kepala Eksekutif, yang merupakan
slah satu anggota Dewan Komisioner, dan dibantu oleh para Direktur untuk menjalankan fungsi penjaminan, manajemen risiko, hukum, keuangan,
penyelamatan, likuidasi, dan administrasi.
34
Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner. Pada tahun 2006 ini, LPS baru memiliki 3 tiga orang Direktur.
Berikut merupakan susunan Kepala Eksekutif dan Direksi: Kepala Eksekutif
: Krisna Wijaya Direksi :
1. Firdaus
Djaelani 2.
Noor Cahyo
3. Mirza
Mochtar
33
Ibid.
34
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Lembaga Penjamin Simpanan
Pelaksanaan undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut yaitu: kepesertaan, premi, simpanan yang dijamin,
nilai simpanan yg dijamin, penyelesaian dan penanganan bank gagal, pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank
35
sebagai berikut: a.
Kepesertaan Pasal 8 UU LPS mengatur bahwa setiap bank yang melakukan usaha di
wilayah Negara Republik Indonesia. Baik Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
danatau berdasarkan prinsip syariah, wajib menjadi peserta Penjaminan. Kewajiban bank menjadi peserta Penjaminan tidak termasuk bagi badan Kredit
Desa BKD. Kewajiban menjadi Bank Peserta Penjaminan juga berlaku bagi Kantor Cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri cabang bank
asing yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia. Sebagai peserta penjaminan, bank mempunyai beberapa kewajiban antara lain
emnyerahkan dokumen-dokumen yang dipelukan sehubungan dengan kepesertaan, membayar kontribusi kepesertaan, membayar premi penjaminan,
dan menyampaikan laporan berkala. b.
Premi Didalam pasal 12 dan pasal 13 UU LPS mengatur bahwa sebagai peserta
penjaminan, bank mempunyai kewajiban untuk membayar premi penjaminan sebesar 0,1 dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode.
Premi penjaminan tersebut dibayarkan sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu:
35
Ibid hal. 7-12.
Universitas Sumatera Utara
Periode 1 Januari s.d. 30 Juni, yang dibayarkan paling lambat 31 Januari
Periode 1 Juli s.d. 31 Desember, yang dibayarkan paling lambat 31 Juli.
Dalam menentukan jumlah premi yang harus dibayar, bank melakukan perhitungan premi sendiri self assessment dan Lembaga Penjamin Simpanan
melakukan verifikasi atas perhitungan premi dimaksud. c.
Simpanan yang Dijamin Jenis simpanan nasabah bank yang dijamin sebagaimana diatur dalam pasal
10 UU Lembaga Penjamin Simpanan adalah giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Untuk simapanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah, LPS menjamin simpanan yang meliputi:
1. Giro berdasarkan Prinsip Wadiah,
2. Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah,
3. Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah Muthlaqah atau prinsip
Mudharabah Muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank, 4.
Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah Muthlaqah atau Prinsip Mudharabah Muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank, dan
5. Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan setelah mendapat pertimbangan LPP. d.
Nilai Simpanan yang Dijamin Jumlah simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan adalah maksimum Rp.100.000.000,- Seratus Juta Rupiah untuk
setiap nasabah pada satu bank terhitung mulai tanggal 22 Maret 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pemberlakuan nilai simpanan yang dijamin dilakukan secara bertahap, dengan tahapan sebagai berikut:
1. 22 September 2005 s.d. 21 Maret 2006, seluruh simpanan dijamin
2. 22 Maret 2006 s.d. 21 September 2006, maksimum simpanan yang dijamin
Rp. 5 milyar 3.
22 September 2006 s.d. 21 maret 2007, maksimum simpanan yang dijamin Rp. 1 milyar dan
4. Mulai tanggal 22 Maret 2007, maksimum simpanan yang dijamin Rp.
100.000.000 Berdasarkan data yang diperoleh LPS dari seluruh bank peserta per 31
Desember 2006, diketahui bahwa 98,26 dari total rekening bank di Indonesia memiliki saldo sampai dengan Rp. 100.000.000,00 seratus juta
rupiah. Nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan mencakup saldo
pada tanggal pencabutan izin usaha bank, saldo dimaksud berupa: 1.
Pokok ditambah bagi hasil yang menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan
prinsip syariah. 2.
Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga.
3. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan tingkat diskonto
yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki diskonto. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil
penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan joint account.
Universitas Sumatera Utara
Untuk rekening gabungan joint account, saldo yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara
prorata dengan jumlah pemilik rekening. Apabila nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungan joint account, maka saldo yang dengan
terlebih dahulu diperhitungkan adalah saldo rekening tunggal. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi
kepentingan pihak lain beneficiary, maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain beneficiary yang
bersangkutan. e.
Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal Penyelesaian dan penanganan Bank gagal diatur secara detail dalam Bab V,
bagian kedua, bagian ketiga, bagian keempat, dan bagian kelima dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan.
Berdasarkan pengaturan tersebut, LPS dapat melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal dengan cara sebagai berikut:
1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan
melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan. 2.
Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama
open bank assistance atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.
Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan ditentukan oleh LPS dengan sekurang-kurangnya didasarkan
pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan.
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik
Berdasarkan pasal 31 Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, LPS melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak
sistemik apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1
Biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan apabila tidak diselamatkan.
2 Apabila diselamatkan prospek banknya masih baik.
3 Kesediaan untuk menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS,
termasuk kesediaan untuk tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau
pihak yang ditunjuk LPS telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dan perudangan.
4 Menyerahkan dokumen terkait kepada Lembaga Penjamin Simpanan.
Seluruh biaya penyelamatan Bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. LPS wajib menjual
saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 2 dua tahun, yang dapat diperpanjang maksimum 2 kali dengan masing-masing
perpanjangan 1 satu tahun. Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian
yang optimal bagi LPS.
Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik Bagian keempat dan bagian kelima UU LPS, LPS melakukan
penanganan terhadap bamnk gagal yang berdampak sistemik dengan mengikutsertakan pemegang saham lama open bank assistance apabila
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Pemegang saham telah menyetorkan modal minimal 20 dari
perkiraan biaya penanganan. Kekurangannya akan menjadi tanggung jawab LPS.
2 Ada pernyataan RUPS dari bank yang menyatakan i menyerahkan
kepada LPS hak dan wewenang RUPS; ii menyerahkan kepengurusan kepada LPS dan iii tidak menuntut LPS atau pihak
yang ditunjuk LPS apabila proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS telah menjalankan
tugasnya sesuai dengan peraturan dan perundngan. 3
Bank menyerahkan dokumen terkait kepada LPS. Seluruh biaya penanganan bank yang dikeluarkan LPS menjadi
penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. LPS wajibmenjual saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga
tahun, yang dapat diperpanjang maksimum 2 dua kali dengan masing- masing perpanjangan 1 satu tahun.
Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan dengn tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS. LPS
melakukan penanganan terhadap bank gagal yang berdampak sistemik tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama apabila penyelamatan
terhadap bank gagal yang berdampak sistemik denganmengikutsertakan pemegang saham lama open bank assistance tidak dapat dilakukan.
Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan bank gagal tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama, maka:
1 LPS mengambil alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan,
kepengurusan, dan atau kepentingan lain pada bank dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
2 Pemegang saham dan pengurus tidak dapat menuntut LPS atau pihak
yang ditunjuk LPS apabila proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS telah menjalankan
tugasnya sesuai dengan peraturan dan perundangan. Seluruh biaya penanganan bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi
penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. LPS wajib menjual saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga
tahun, yang dapat diperpanjang maksimum 2 dua kali dengan masing- masing perpanjangan 1 satu tahun. Penjualan saham dilakukan secara
terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalaian yang optimal bagi LPS.
f. Pembayaran Klaim penjaminan
Pasal 16 UU LPS mengatur bahwa dalam hal suatu bank dicabut izin usahanya oleh LPP, LPS wajib membayar klaim penjaminan kepada nasabah
penyimpan. LPS melakukan verifikasi dan rekonsiliasi berdasarkan data nasabah dan informasi lain untuk menentukan simpanan yang layak dibayar
selambat-lambatnya 90 sembilan puluh hari kerja terhitung sejak ijin usaha bank dicabut. LPS mulai membayar klaim yang layak dibayar selambat-
lambatnya 5 liam hari kerja terhitung sejak verifikasi dimulai. Berkenaan dengan hal tersebut, LPS wajib mengumumkan tanggal
dimulainya pengajuan klaim sekurang-kurangnya pada 2 dua surat kabar berperedaran luas. Jangka waktu pengajuan klaim oleh nasabah kepada LPS
adalah 5 lima tahun sejak ijin usaha dicabut. LPS menyatakan suatu klaim adalah tidak layak bayar, menurut pasal 19
UU LPS apabila:
Universitas Sumatera Utara
1 Setelah dilakukan verifikasi data simpanan yang nasabah penyimpan tidak
tercatat pada bank. 2
Nasabah penyimpan merupakan pihak uyang diuntungkan secara tidak wajar.
3 Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank
menjadi tidak sehat. Simpanan dinyatakan tercatat pada bank apabila:
1 Dalam pembukuan bank terdapat data mengenai simpanan tersebut,
antara lain nomor rekeningbilyet, nama nasabah penyimpan, saldo rekening, dan informasi lainnya yang lazim berlaku untuk rekening
sejenis, dan atau 2
Terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan tersebut.
Nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar antara lain apabila nasabah tersebut memeproleh tingkat bunga
melebihi maksimum tingklat bunga penjaminan LPS. Suatu pihak dinyatakan termasuk sebagai pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi bank tidak
sehat antara lain apabila yang bersangkutan memiliki kewajiban bank yang dapat di kelompokkan dalam kredit macet berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan saldo kewajiban pihak tersebut lebih besar dari saldo simpanannya.
Dalam hal nasabah penyimpan yang tidak layak bayar dirugikan, menurut pasal 20 UU LPS, nasabah tersebut dapat:
1 Mengajukan keberatan kepada LPS yang didukung dengan bukti nyata dan
jelas atau melakukan upaya hukum melalui pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
2 Apabila keberatan tersebut dikabulkan, LPS membayar simpanan tersebut
sesuai dengan penjaminan berikut bunga yang wajar. g.
Likuidasi Bank Sebagaimana diatur dalam pasal 43 UU LPS, dalam rangka melakukan
likuidasi bank gagal yang dicabut izin usahanya, Lembaga Penjamin Simpnanan melakukan tindakan sebagai berikut:
1 Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang
saham, termasuk hak dan wewenang RUPS. 2
Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan pesangon pegawai sebesar jumlah minimum pesangon
sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 3
Pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai. 4
Memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi.
Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Tim Likuidasi. Pengawas atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh LPS. Likuidasi bank dilakuakan
dengan cara: 1
Pencairan aset dan atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil
pencairan dan atau penagihan tersebut, atau 2
Pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS.
Pembayaran kewajiban bank ekpada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan dilakukan sesuai dengan pasal 54 UU LPS dengan urutan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Penggantian atas talangan pembayaran gaji yang terutang.
2 Penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai.
3 Biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya
operasional kantor. 4
Biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan ataunpembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS.
5 Pajak yang terutang.
6 Bagian Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan
penjaminannya dan Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin, dan
7 Hak dari kreditur lainnya.
Dalam hal suatu bank dicabut izin usahanya atas permintaan pemegang saham sendiri, maka likuidasi bank dilakukan oleh pemegang saham yang
bersangkutan sehingga LPS tidak membayar klaim penjaminan nasabah bank tersebut.
Implementasi kebijakan likuidasi bank perlu adanya kerjasama yang baik antara Bank Indonesia dengan LPS. Perlu diketahui, berkenaan dengan konteks
penyelamatan bank di masa yang akan datang, sebagimana diatur dalam pasal 21, pasal 22, pasal 24, dan penjelasan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang
Lembaga Penjamin Simpanan, disebutkan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai kewenangan untuk menyelamatkan bank gagal failing
bank.
36
Salah satu prinsip yang dianut dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka mempertimbangkan untuk dilakukannya
36
Agus Santoso, S.H., LL.M., Kewenangan Bank Indonesia Dalam Likuidasi dan Kepailitan Bank Terkait Dengan RUU Lembaga Penjamin Simpanan LPS Serta RUU Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang KPKPU, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan vol-2 no.2, Direktorat Hukum Bank Indonesia –Jakarta, 2004, hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
upaya penyelamatan bank gagal adalah least cost priciple, yaitu bahwa perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah daripada biaya
tidak melakukan penyelamatan bank tersebul, kemudian diperkirakan bahwa setelah diselamatkan bank masih menunjukkan prospek usaha yang baik. Jika
persyaratan ini tidak dapat dipenuhi atau LPS memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan, maka LPS meminta Lembaga Pengawas
Bank LPB dalam hal ini Bank Indonesia untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan. Setelah izin usaha bank tersebut dicabut oleh Bank
Indonesia, maka selambat-lambatnya dalam waktu 5 lima hari kerja sejak izin usaha bank tersebut dicabut, Lembaga Penjamin Simpanan melaksanakan
pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah yang menyimpan dana dibank yang ditutup itu.
D. Para Pihak Yang Terlibat dalam Lembaga Penjamin Simpanan
Organ Lembaga Penjamin Simpanan terdiri dari Kepala Eksekutif dan Dewan Komisioner.
37
Kepala Eksekutif dibantu oleh sebanyak-banyaknya 5 lima orang Direktur. Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner.
Dewan Komisioner adalah organ tertinggi dalam Lembaga Penjamin Simpanan.
38
Keputusan Dewan Komisioner adalah keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang memuat aturan intern.
Selain Lembaga Penjamin Simpanan itu sendiri, para pihak dalam Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari masalah kepesertaan didalam Lembaga
Penjamin Simpanan. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha diwilayah Negara
37
Pasal 62 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
38
Pasal 1 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan. Kewajiban bank menjadi peserta penjaminan tidak termasuk Badan Kredit Desa.
Keanggotaan bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia memang bersifat wajib. Namun pada dasarnya keanggotaan bank dalam Lembaga
Penjamin Simpanan dapat bersifat suka rela atau bersifat wajib. Seluruh bank umum yang berbadan hukum Indonesia sebaiknya memang menjadi anggota Lembaga
Penjamin Simpanan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi adverse selection, yang dalam hal ini hanya bank yang lemah yang mau menjadi anggota.
Secara khusus penjamin tidak membolehkan anggotanya untuk keluar dari keanggotaan. Meskipun sistem keanggotaan wajib menimbulkan subsidi silang dari
bank yang kuat kepada bank yang lemah, namun seluruh bank menikmati keuntungan dengan adanya stabilitas Industri Perbankan. Untuk bank yang kuat
diwajibkan membayar stabilitas yang dinikmati tersebut. Selain bank nasional, cabang bank asing juga harus diwajibkan menjadi
anggota. Kantor cabang bank asing tersebut diwajibkan membayar premi asuransi sebagai biaya dalam melakukan bisnis di Indonesia. Bagaimanapun simpanan yang
dijamin pada kantor cabang bank asing tersebut adalah simpanan milik warga Negara dan atau penduduk Indonesia.
Cabang bank nasional yang beroperasi diluar negeri seharusnya tidak dicakup oleh penjamin simpanan. Hal ini didasarkan pada tujuan dari dibentuknya Lembaga
Penjamin Simpanan yaitu untuk melindungi penduduk domestik, bukan asing. Bagi Bank Perkreditan Rakyat sebaiknya dibuat skim penjaminan tersendiri.
Hal ini mengingat karakteristik khusus yang dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat BPR. Selama ini program penjaminan Pemerintah untuk BPR ditetapkan
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang jaminan terhadap
Universitas Sumatera Utara
kewajiban pembayaran BPR. Keputusan Presiden tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui Surat Keputusan Direksi BI Nomor 31166KEPDIR tanggal 1 Desember
1998 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penjaminan Pemerintah terhadap kewajiban Pembayaran BPR dan SK Dir BI No. 31167KEPDIR tanggal 1 Desember 1998
tentang Persyaratan dan Tata Cara Penjaminan Pemerintah terhadap kewajiban Pembayaran BPR Syariah.
39
Dalam Ketentuan untuk BPR secara tegas menyebutkan jenis-jenis simpanan yang dijamin Pemerintah. Pembayaran jaminan Pemerintah terhadap simpanan pihak
ketiga dilakukan setelah Bank Indonesia membekukan kegiatan usaha BPR dan pelaksanaan pembayarannya dilakukan oleh bank pembayar.
Bekerjanya Lembaga Penjamin Simpanan tidak terlepas dari lembaga- lembaga lain seperti Lembaga Pengawas Perbankan Bank Indonesia, dan Komite
Koordinasi.
40
Lembaga Penjamin Simpanan melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme
kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan bersama dengan Menteri Keuangan, Bank
Indonesia dan Lembaga Pengawas Perbankan menjadi anggota Komite Koordinasi. Lembaga Pengawas Perbankan adalah Bank Indonesia atau Lembaga
Pengawasan Sektor Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Kewenangan bank sentral dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank adalah
sebagai alat atau sarana untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, yang
39
Marulak Pardede, Op.cit, hal. 53
40
Bagian Umum Penjelasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Universitas Sumatera Utara
menjamin dan memastikan dilaksanakannya segala peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyelenggaraan usaha bank oleh bank yang bersangkutan.
Pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat bersifat pengawasan langsung atau pengawasan tidak langsung. Menurut penjelasan
ketentuan Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang
disertai dengan tindakan-tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini menurut
penelitian, analisis, evaluasi laporan bank. Berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan bank, pada dasarnya hal-hal
yang dapat dilakukan oleh otoritas pengawasan meliputi 4 kewenangan, yaitu kewenangan memberikan izin power to licence, kewenangan untuk mengatur
power to regulate, kewenangan untuk mengendalikan atau mengawasi power to control dan kewenangan untuk mengenakan sangsi power to impose sanction.
Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan yang memutuskan kebijakan
penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditenggarai berdampak sistematik.
Dalam menjalankan tugasnya, Lembaga Penjamin Simpanan dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negri dan luar negri. Lembaga Penjamin
Simpanan dapat bertindak sebagai anggota dari organisasi atau lembaga internasional mewakili Negara Republik Indonesia apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dan
organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama negara.
Universitas Sumatera Utara
E. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kaitannya dengan Masalah
Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, setifikat deposito, tabungan danatau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Undang-Undang pendirian Lembaga Penjamin Simpanan harus secara tegas mengkategorikan simpanan yang dijamin. Hal ini karena salah
satu bentuk informasi penting yang dibutuhkan masyarakat adalah definisi yang jelas dan tegas tentang apa yang dimaksud dengan simpanan.
Definisi simpanan, pokok dan bunga yang secara jelas dan dapat dilaksanakan secara hukum sangat penting dalam rangka memberikan kepastian
mengenai cakupan dan mempermudah penyelesaian sengketa. Definisi simpanan tersebut harus sejalan dengan yang ditentukan dalam undang-undang Perbankan
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa: Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
untuk itu. Selanjutnya dalam Pasal 1 undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dijelaskan
pula bahwa, giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan disetiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindahbukuan. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpannya
dapat dipindahtangankan. Sedangkan tabungan adalah simpanan yang penarikannya
Universitas Sumatera Utara
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Bank yang menjadi anggota Lembaga Penjamin Simapanan maupun lembaga itu sendiri bersama-sama bertanggung jawab mempublikasikan simpanan yang
dijamin dan tidak dijamin. Masyarakat berhak mengetahui hal tersebut untuk melindungi kepentingan mereka. Cakupan penjaminan harus diberitahukan terlebih
dahulu dan tidak dapat diinterpretasikan setelah terjadi kebangkrutan. Dalam setiap dokumen simpanan harus dicantumkan apakah simpanan
tersebut dijamin oleh penjamin simpanan atau tidak. Mewajibkan lembaga keuangan non bank memberitahukan bahwa simpanan atau instrumen lain yang mereka
tawarkan tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan merupakan suatu kebijaksaan yang perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan pula bahwa bank sebagai peserta Lembaga Penjamin Simpanan wajib:
a. Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
1. Salinan anggaran dasar dan atau akta pendirian bank,
2. Salinan dokumen perizinan bank,
3. Surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang
dilengkapi dengan data pendukung, 4.
Surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank, yang memuat:
1 Komitmen dan kesediaan direksi, komisaris, dan pemegang saham
bank untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Lembaga Penjamin Simpanan:
Universitas Sumatera Utara
2 Kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian
danatau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;
3 Kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada Lembaga
Penjamin Simpanan segala hak, kepemilikan, kepengurusan, danatau kepentingan apabila bank menjadi Bank gagal dan diputuskan untuk
diselamtkan atau dilikuidasi; b.
Membayar kontribusi kepersetaan sebesar 0.1 satu perseribu dari modal sendiri ekuitas bank pada akhir tahun fiscal sebelumnya atau dari modal disetor
bagi bank baru; c.
Membayar premi penjaminan d.
Menyampaikan laporan secara berkala dalam format yang ditentukan; e.
Memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan dan
f. Menempatkan bukti kepersetaan atau salinannya di dalam kantor bank atau
tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat. Dalam kaitannya dengan kebangkrutan bank, Lembaga Penjamin Simpanan
akan berperan sebagai kreditur terbesar dari bank tersebut. Dengan demikian Lembaga Penjamin Simpanan memiliki kepentingan sangat besar terhadap
penyelamatan kekayaan bank yang bankrut tersebut. Begitu suatu bank dicabut ijin usahanya, maka Lembaga Penjamin Simpanan dengan segera berperan sebagai
kurator. Di Indonesia hal ini diatur dalam Undang-Undang Pasal 37 ayat 2 b
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi:
Universitas Sumatera Utara
Apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut
izin usaha bank dan memerintahkan Direksi Bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan
badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi. Selanjutnya pada pasal yang sama di ayat 3 menetapkan:
Dalam hal direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, Pimpinan Bank Indonesia
meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukkan tim likuidasi dan perintah
pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, maka ketentuan tersebut diatas harus diubah dimana kewenangan untuk mencabut ijin
usaha bank yang sebelumnya diserahkan kepada Bank Indonesia atau lembaga yang berwenang agar secepatnya berpindah dan diserahkan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan sebagai kurator.
F. Peran Lembaga Penjamin Simpanan Melahirkan Kepastian Hukum dan
Disiplin Antar Pihak
Dalam pelaksanaan sistem perbankan di Indonesia, sistem perbankan tidak terlepas dari perilaku menyimpang moral hazard dari beberapa bank tertentu yang
bermasalah, ini dapat dilihat dari pengalaman penerapan sistem penjaminan simpanan di berbagai negara yang memeperlihatkan bahwa sistem ini belum dapat
menjamin terjadinya stabilitas didalam sistem perbankan. Bahkan dalam berbagai
Universitas Sumatera Utara
model ekonomi terlihat bahwa sistem ini cenderung meningkatkan instabilitas kondisi yang tidak stabil pada sistem keuangan.
41
Dengan demikian diperlukan adanya disiplin seluruh pihak sebagai upaya untuk menangkal niat buruk para pihak yang akan menyalahgunakan dibentuknya
Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam sebuah penelitian menyebutkan ketika tidak adanya disiplin antar pihak yang terkait, maka pembentukan Lembaga Penjamin
Simpanan malah akan membuat kehati-hatian bank maupun kontrol Pemerintah melemah dan tentunya ini akan memberikan imbas negatif kepada nasabah bank.
Kemudian disebutkan juga dengan dihapuskannya Lembaga Penjamin Simpanan pada suatu Negara, maka dapat dilihat bahwa peran perbankan akan lebih murni dan
kondisi perbankan suatu negara sangat baik dan aman dikarenakan telah terciptanya disiplin antar pihak dan tidak terjadinya moral hazard.
42
Kemudian, dalam penelitian lainnya disebutkan bahwa agar tidak terjadi moral hazard maka diperlukan disiplin dari banker, nasabah, dan Pemerintah yang
dalam hal ini sebagai pembuat regulator. Dengan demikian, adanya Lembaga Penjamin Simpanan bisa meningkatkan disiplin para banker untuk lebih berhati-hati
mengelola dana para nasabah dengan membebankan premi yang tidak sama bagi tiap-tiap bank peserta Lembaga Penjamin Simpanan dimana penentuan besarnya
premi dipengaruhi oleh tingkat risiko yang ada pada suatu bank.
43
Pendek kata, Lembaga Penjamin Simpanan sudah sewajarnya menciptakan kontrak yang mempertimbangkan antara moral hazard risk dan paniknya sistem
perbankan. Setidaknya Lembaga Penjamin Simpanan dapat mencontoh pendekatan risk based premium yang telah diterapkan Federal Deposit Insurance Corpotion
41
Muslim Tampubolon, Op.cit.
42
Deni Daruri, Lembaga Penjamin Simpanan Masih Diperlukan?, www.suarapembaruan.com
, 6 September 2004
43
Tedy Fardiansyah Idris, Lembaga Penjamin Simpanan Jangan Sampai Lahir Prematur, www.kompas.com
, 9 Oktober 2003
Universitas Sumatera Utara
FDIC sejak Januari 1994 terhadap bank-bank di Amerika. Berdasarkan data World Bank 2000, ada 21 dua puluh satu negara yang membebankan premi terhadap bank
berdasarkan resiko bank tersebut. Dalam pendekatan ini, bank akan diperingkat berdasarkan dimensi kecukupan modal dan pengawasan pihak regulator, kualitas aset
bank, standar penjaminan kredit, resiko operasional lainnya. Bank yang paling tinggi peringkatnya akan dikenakan premi yang kecil, dan bank yang rendah peringkatnya
sudah tentu akan dikenakan premi yang tinggi. Selain pihak bank, Pemerintah dan Lembaga Penjamin Simpanan, pihak lain
yang harus memiliki disiplin dalam hal perbankan yakni nasabah atau deposan sendiri. Dimana para nasabah tidak hanya tergiur akan tingkat bunga yang
ditawarkan oleh bank, atau dengan kata lain nasabah harus berhati-hati dalam memilih bank tempat ia menyimpan dananya yakni seberapa besar dananya yang
akan dijamin oleh bank tersebut dan Lembaga Penjamin Simpanan. Dilain hal, pembayaran premi yang wajib dilakukan oleh bank akan
menciptakan kompetisi yang adil fair dimana nasabah tidak hanya akan memilih bank-bank besar saja karena walaupun mereka menyimpankan dananya di bank kecil
sekalipun dananya tetap terjamin dan aman. Besarnya premi yang dikenakan pada bank hendaknya beraneka ragam dan
tidak sama untuk semua bank. Mengenakan premi berdasarkan profil resiko bank tersebut tampaknya lebih tepat untuk diterapkan. Pemisahan tugas dan wewenang
antara Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia perlu diperjelas untuk menghindari tumpang tindih. Kepastian tugas dan wewenang tersebut menjadi
bagian dari wujud kepastian hukum setelah Lembaga Penjamin Simpanan diundangkan agar tidak terjadi kasus-kasus yang berkaitan dengan perbankan seperti
BLBI dengan modus pemberian kredit fiktif, dan memanipulasi atau me-mark-up
Universitas Sumatera Utara
neraca suatu bank window dressing. Ini terbukti dibeberapa penelitian disebutkan, bahwa piranti undang-undang tentang Lembaga Penjaminan Simpanan tidak luput
dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis bank dengan memalsukan data nasabah penyimpan dimana data nasabah penyimpan tidak tercatat pada neraca bank dan dana
tersebut dialokasikan di tempat lain dalam bentuk surat berharga. Dengan demikian, resiko atas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku bisnis bank yang melakukan tindak
manipulasi sehingga berdampak data nasabah tidak tersimpan dan tidak terjaminnya simpanan nasabah tersebut, dengan ini maka Lembaga Penjamin Simpanan tidak
dapat membayarkan klaim sesuai prosedur dalam undang-undang yang dimaksud tetapi menunggu proses likuidasi bank tersebut.
44
Pada akhirnya, Negara sebagai sebuah lembaga yang mencerminkan kontrak antara pelaku perbankan dan warga negara harus mempunyai aturan dan regulasi
yang jelas. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan adalah regulasi yang dibuat antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum antar pihak-pihak. Ketiga belah pihak, yaitu para banker, penyimpanan dana, dan Pemerintah sendiri harus disiplin dalam
menjalankan aturan yang ketat tersebut. Jika semuanya sudah dapat berjalan dengan baik, maka tidak ada lagi kerugian atas keuangan negara yang sangat besar dimana
negara tidak lagi menjamin dan menutupinya menggunakan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN.
44
Johannes Ibrahim, Dilematis Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan antara Perlindungan Hukum dan Kejahatan Perbankan, Hukum Bisnis
vol. 24 no. 1, 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN