QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) MUTU PELAYANAN MEDIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO

(1)

RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 pada

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Oleh :

WEGIG WIDJANARKO 20101030025

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Rumah Sakit dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan dengan beberapa kriteria. Secara mendasar terdapat tiga kriteria dengan masing-masing tolok ukurnya yaitu kriteria yang berkaitan dengan penyelenggaraan manajemennya, misalnya efisiensinya, kriteria yang berkaitan dengan jangkauan pelayanan kepada masyarakat antara lain cakupannya, dan kriteria yang berkaitan dengan mutu pelayanan medis dan perawatan (Respati T., 2001)

Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh seriap warga secara minimal. SPM Rumah Sakit dalam pedoman ini meliputi


(3)

jenis-jenis pelayanan, indikator dan standar pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit (Menkes, 2008). Jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan meliputi: pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah, persalinan dan perinatology serta pelayanan intensif yang seluruhnya merupakan jenis pelayanan medik di rumah sakit. Selain itu terdapat pelayanan penunjang medis meliputi radiologi, laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi medis, farmasi, gizi, transfusi darah, keluarga miskin, rekam medis, pengelolaan limbah, administrasi manajemen, ambulan dan kereta jenazah, pemulasaran jenazah, pemeliharaan rumah sakit, dan pencegah pengendalian infeksi. Masing-masing pelayanan wajib dipenuhi oleh rumah sakit (Depkes RI, 2008)

Rumah sakit yang bagus akan dilihat dari mutu dan kualitasnya beserta tenaga yang mengelola di dalamnya. Salah satu mutu yaitu pelayanan rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan sangat erat hubungan dengan penyusunan standar pelayanan yang meliputi 4 langkah utama yaitu menentukan kebutuhan dan lingkup standar, menerapkan standar, evaluasi, dan pembaruan standar. Ada 3 pendekatan penilaian standar mutu : 1) Standar struktur yang meliputi fisik, sarana organisasi dan sumber daya manusia, 2) standar proses yaitu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan, 3) standar hasil, yaitu outcome dari proses kegiatan pelayanan yang diharapkan (Najori & Kuntjoro, 2010).


(4)

Mutu pelayanan kesehatan Menurut Gemala R. Hatta (2008:7) disampaikan: Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah kearah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsur manajemen pelayanan kesehatan.

Strategi Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan yaitu dengan memahami dan menghayati konsep dasar prinsip mutu pelayanan, sehingga dapat menyusun langkah-langkah untuk peningkatan mutu pelayanan. Dalam memberi prioritas peningkatan sumber daya manusia termasuk kesejahteraan karyawan, memberikan imbalan yang layak, program keselamatan, kesehatan kerja, program pendidika dan pelatihan. Selanjutnya untuk menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit, dilakukan penyusunan program mutu dan menyusun tema yang akan digunakan sebagai pedoman untuk memilih pendekatan yang akan dipakai dalam penggunaan standar prosedur mutu serta menetapkan mekanisme monitoring dan evaluasi (Depkes, 1998).

Berdasarkan Uraian tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit diharapkan dapat menyiapkan sistem penjaminan mutu internal yang dipadukan dengan standar mutu secara umum. Selain itu pihak manajemen juga memperhatikan kesejahteraan karyawan Rumah Sakit yang ada (sumber


(5)

daya manusia). Serta menyusun pedoman mutu tentang pelayanan dan pemasaran kepada konsumen, mengingat konsumen merupakan prioritas utama dalam Rumah Sakit, agar mereka nyaman dan senang menerima pelayanan yang ada.

Salah satu mutu pelayanan Rumah Sakit yang harus di perhatikan adalah pelanyanan medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Mengingat IGD sebagai salah satu bagian yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang memberikan pelayanan medis selama 24 jam dengan didampingi oleh beberapa dokter umum dan perawat.

Sebagaimana Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Ponorogo, sebagai kota kecil yang terletak di daerah Jawa Timur bagian Barat ini yang memiliki jumlah Rumah Sakit terbanyak, mulai dari Rumah Sakit Pemerintahan, Rumah Sakit swasta dan juga Rumah Sakit ormas yang ada di Ponorogo. Masing-masing Rumah Sakit yang ada, berpacu dan berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan pasien termasuk memberikan pelayanan medis yang berkualitas. Salah satu Rumah Sakit swasta yang ada di Ponorogo adalah Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.

Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah (RSUA) Ponorogo dalam menjalankan perannya sebagai pelayan kesehatan masyarakat, maka berikut disampaikan data kunjungan pasien Rawat Jalan tahun 2013 – 2015, yaitu:


(6)

Tabel 1.1 Kunjungan Pasien IGD RSUA Ponorogo 2013/2015

Ruang Tahun

2013 2014 2015

IGD (Instalasi

Gawat Darurat) 33.973 32.527 29.362

Sumber : Humas RSU ‘Aisyiyah 2015.

Dari data tabel 1.1. bisa dilihat bahwa tingkat kunjungan pasien ruang IGD RSUA Ponorogo menunjukkan penurunan sejak 2013 sampai tahun 2015. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya Rumah Sakit di Kabupaten Ponorogo, sehingga pasien dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginannya untuk berobat di Rumah Sakit lainnya dengan berbagai alasan karena faktor lain termasuk yang berhubungan dengan mutu layanan yang diberikan Rumah Sakit.

Kemudian untuk data keluhan pasien selama tahun 2011 – 2015 dapat disampaikan sebagai berikut:

Tabel 1.2. Data Keluhan Pasien IGD RSUA Ponorogo 2013 - 2015

Ket. Tahun masuk keluhan

2013 2014 2015

Jumlah keluhan 271 221 219

Prosentse keluhan 0,68 % 0,75 % 0,80 %

Sumber : Humas RSU ‘Aisyiyah 2015.

Selama menjalankan operasional dengan status sebagai Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo, terus berupaya untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan. Meskipun demikian selama menjalankan aktivitas pelayanan kesehatan tersebut, terdapat surat keluhan yang masuk di kotak


(7)

saran yang dipasang di Rumah Sakit yang sekiranya dapat dijangkau pasien ataupun keluarganya. Berkaitan dengan hal tersebut, sebenarnya selama ini Rumah Sakit telah berupaya melakukan langkah-langkah yang bertujuan meningkatkan mutu layanan k es eh atan serta memenuhi apa yang diinginkan pasien. Keluhan terbanyak dari surat pasien adalah kurang optimalnya pelayanan medis (Humas RSU ‘Aisyiyah Ponorogo).

Berbagai macam keluhan yang muncul dikotak saran RSU ‘Aisyiyah Ponorogo antara tahun 2013-2015 mengarah pada bentuk pelayanan terhadap pasien yang teralu lama. Hal ini disebabkan antrian yang berada di IGD lama, sehingga menyebabkan pasien kurang nyaman ketika berkunjung. Disisi lain keluhan terhadap dokter jaga yang bertugas sering sulit ditemui pada saat konsultasi pasien (Sumber humas RSU ‘Aisyiyah Ponorogo th 2015)

Menyikapi adanya keluhan tersebut, maka perlu kiranya dilakukan evaluasi atas faktor-faktor penyebab ketidak puasan pasien serta karakteristik jasa layanan kesehatan Rumah Sakit. Terjadinya keluhan adalah salah satu indikator atau gejala dan tanda adanya ketidak puasan layanan Rumah Sakit kepada pasien, apakah itu layanan dokter, perawat, ataupun layanan administrasi (Supriyanto, 2010)

Adanya keluhan-keluhan pasien sehubungan dengan pelayanan medis di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah (RSUA) Ponorogo, serta terjadinya penurunan tingkat kunjungan pasien IGD, maka pihak manajemen perlu segera merespon permasalahan tersebut. terjadinya keluhan dari


(8)

pasien yang sekecil apapun harus dicari akar permasalahannya agar tidak berlarut-larut, yang akhirnya dapat merugikan Rumah Sakit dimasa yang akan datang.

Salah satu cara untuk menngatasi keluhan pasien tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan pada pasien. Berkaitan dengan jasa pelayanan kesehatan tersebut, maka Quality Funtion Deployment (QFD) merupakan salah satu cara yang tepat untuk digunakan, sebab fokus QFD adalah pada konsumen atau pelanggan. Selain itu QFD merupakan metodologi yang terkenal yang didesain untuk pengembangan produk yang berorientasi pelanggan (Cohen.1995).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat harapan/kepentingan pasien terhadap kualitas pelayanan di ruang Instalai Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo ?

2. Bagaimana u p a ya RSU ‘Aisyiyah Ponorogo untuk meningkatkan mutu pelayanan medis di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)?


(9)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menyusun strategi peningkatan mutu layanan medis di Instalasi Gawat DaruratRSU ‘Aisyiyah Ponorogo dalam rangka mencapai mutu layanan yang sesuai dengan harapan masyarakat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur tingkat kepentingan (harapan) pasien terhadap layanan medis di instalasi gawat darurat.

b. Menyususn strategi peningkatan mutu pelayanan medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sesuai harapan pasien RSU ‘Aisyiyah Ponorogo sesuai dengan QFD, dimana harapan pasien akan diterjemahkan dalam respon teknik.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Peneliti

a. Peneliti menerapkan ilmu yang di dapat selama mengikuti pendidikan Manajemen Rumah Sakit.

b. Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang upaya meningkatkan mutu layanan medis dengan metode QFD.

2. Manfaat bagi Rumah Sakit

a. Mengetahui harapan pasien terhadap mutu layanan Rumah Sakit.

b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai upaya rumah sakit untuk meningkatkan mutu layanan.


(10)

3. Manfaat bagi Pihak lain

Bagi institusi pendidikan penelitian ini dapat dipakai untuk mengevaluasi sampai sejauhmana ilmu yang diberikan dapat diterapkan dilapangan, khususnya Rumah Sakit.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis penelitian yang dilakukan ini belum pernah dilakukan sebelumnya atau mungkin sudah pernah dilakukan ditempat yang berbeda. Namun ada beberapa penelitian yang serupa yang telah dilakukan berkaitan dengan mutu layanan yang menggunakan metode QFD.

1. Bari Hafidh Pramono (2013), Analisis Dimensi Pelayanan di Instalasi Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Nanggulan Dengan Metode Quality Function Deployment. Penelitian ini menggunakan metode QFD dalam bentuk matrik House of Quality dan ada 5 dimensi mutu pelayanan yang dinilai yakni tangibles, realibility, responsiveness, assurance, dan emphaty. Hasil penelitian ini adalah dibentuknya House of quality IRJ degan urutan tiga prioritas utama rincian respon teknik yakni sosialisasi hak dan kewajiban yang berlaku, penerapan dan evaluasi SOP yang ada, dan dibentuknya supervise manager.

2. Yuni Setyo Watiningsih (2009), Perencanaan Mutu Pelayanan Dengan Metode QFD dan Analitic Hirarchi Procces. Penelitian ini dilakukan di UGD Rumah Sakit Siti Khotijah Sepanjang Sidoarjo dengan study


(11)

kasus dan pengambilan data secara Cross Sectional. Penelitian ini mengkombinasikan metode QFD dengan Anakitik Hirarchi Prcces(AHP). Dimana AHP ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara harapan pelanggan dengan respone teknik manajemen yang tersusun dalam House Of Quality. Dari analisa kedua metode tersebut disimpulkan bahwa layanan UGD yang harus diperbaiki sesuai harapan pelanggan adalah : Proses pendaftaran (harus cepat), Dokter UGD (selalu siap siaga dan terampil), Perawat UGD (menanggapi keluhan dengan cepat), Penunjang Medis (harus cepat memberikan hasil), Alat Medis (Harus Lengkap), Ruang Tindakan (Harus Bersih), Hasil Pelayanan (Pasien Sembuh), Administrasi dan Cara Pembayaran (mudah).

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut di atas adalah bahwa penelitian ini menganalisa produk layanan jasa, dan medis Rumah Sakit. Walaupun metode yang digunakan sama yaitu peningkatan mutu layanan dengan menggunakan QFD namun pendekatan metode QFD disesuaikan dengan kondisi rumah sakit tempat penelitian.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Instalasi Gawat darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di Rumah Sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kemenkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisai pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan sosialisai kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.

1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Instalasi Gawat Darurat mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006).


(13)

Prosedur pelayanan du suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat /emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tangung jawab (Depkes RI, 2006).

Prinsip umum pelayanan instalasi gawat darurat rumah sakit sesuai dengan Depkes RI tahun 2010 adalah sebagai berikut :

a. Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). b. Pelayanan di Instalasi gawat darurat rumah sakit dapat memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. c. Berbagai nama untuk instansi/unit pelayanan gawat darurat di rumah

sakit diseragamkan menjadi Instalasi gawat Darurat (IDG).

d. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat.

e. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelag sampai di IGD.


(14)

f. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi striktir organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana).

g. Setiap rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

2. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen penelitian penting dalam akreditasi rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit mengunakan indikator kinerja kunci atau key Performance Indicators (KPI). Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah sakit memiliki beberapa indikator sebagai berikut.


(15)

Tabel 2.1. Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit.

Jenis

pelayanan Indikator Standar

Gawat Darurat

Kemampuan menagani life saving 100% Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam Kesediaan tim penanggulangan

bencana

Satu tim Waktu tanggap pelayanan gawat

darurat

≤ 5 menit setelah pasien datang Pemberi pelayanan kegawat

daru-ratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD

100%

Kepuasan pelanggan ≥ 70%

Tidak adanya pasien yang diharus-kan membayar uang muka

100% Kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per seribu

(pindah ke palayanan rawat

inap setelah 8 jam) Sumber: Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2009.

IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelematan hidup klien. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat meminjam suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kemenkes RI, 2009).


(16)

3. Kriteria Instalasi Gawat Darurat

Kriteria Instalasi Gawat Darurat adalah : 1) Unit gawat darurat harus buka 24 jam, 2) melayani penderita-penderita (false emergency) teteapi tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita gawat darurat, 3) sebaiknya hanya melakukan (primary care). Sedangkang definitive care dilakukanm ditempat lain dengan cara kerja sama yang baik, 4) harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggunakangan penderita gawat darurat, 5) IGD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 1992).

Kriteria di atas menunjukkan bahwa IGD diharapkan selalu siap setiap saat jika di butuhkan pasien, maka IGD membuka pelayanan selama 24 jam non-stop. Untuk memenuhi pelayanan 24 jam, maka IGD harus menyiapkan tenaga medis yang professional dalam bidangnya dan berkualitas. Serta mengadakan riset kecil untuk mengetahui sejauh mana capaian dan kekurangan pelayanan yang ada di dalam IGD guna untuk mengatur strategi dan langkah berikutnya.

B. Pelayanan Rumah Sakit 1. Pelayanan Medis

Pelayanan medis merupakan satu jenis pelayanan rumah sakit yang diberikan oleh tenaga medis. Yang dimaksudkan dengan tenaga medis adalah lulusan fakultas kedokteran atau kedokteran gigi yang


(17)

memberikan layanan medis dan penunjang medis (Permenkes No : 262 / 1979).

Menurut Djuhaeni. H (1993) manajemen pelayanan medis di rumah sakit merupakan suatu pengelolaan yang meliputi perencanaan berbagai sumber daya medis dengan mengorganisir serta menggerakkan sumber daya tersebut diikuti dengan evaluasi dan kontrol yang baik, sehingga dihasilkan suatu layanan medis yang merupakan bagian dari system layanan di rumah sakit.

Hal penting yang mendasari pelayanan medis agar dihasilkan suatu pelayanan yang optimal yaitu pelayanan medis yang diberikan harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan medis adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang tepat yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesi.

Menurut Djuhaeni. H (1993), output yang diharapkan dari layanan medis di rumah sakit adalah layanan yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika rumah sakit. Sehingga menghasilkan keberhasilan layanan di rumah sakit yang ditandai dengan angka kematian yang rendah, tingginya tingkat kepuasan pasien, rendahnya angka infeksi.

Paparan di atas menunjukkan bahwa tenaga medis sangatlah penting dan kebutuhan utama sebuah rumah sakit. Kualifikasi tenaga


(18)

medis harus sesuai dengan bidangnya dan mengetahui ilmu kedokteran, karena yang dihadapi bukanlah benda biasa namun terkait dengan keselamatan nyawa manusia. Tenaga medis juga perlu ada yang mengkoordinasikan agar tertata sesuai jobdic masing-masing sehingga dalam melaksanakan tugas bisa tuntas, yang tujuan akhirnya adalah untuk memberikan pelayanan yang prima pada pasien/konsumen agar mendapatkan kepuasan. Terntunya untuk mencapai itu pihak rumah sakit haruslah meningkatkan kualitas. Berkaitan dengan kualitas sudah barang tentu sangat erat dengan mutu rumah sakit harus ditingkatkan terutama tenaga medis yang dimiliki rumah sakit.

2. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan

Menurut Jenson, Joyce (1987) Faktor yang penting dalam memilih rumah sakit selain dokter dan staf medik yang kompeten juga keramahan personel rumah sakit yang peduli dan factor kecepatan pelayanan. Dengan demikian hendaknya tempat layanan di rumah sakit diatur sebaik mungkin agar memberikan kenyamanan, kemudahan layanan, serta kecepatan layanan karena integrasi yang mudah antara layanan satu dengan layanan yang lainnya.

Persepsi pasien tentang kualitas pelayanan kesehatan suatu rumah sakit akan mempengaruhi kepuasan pasien, sehingga pengelola rumah sakit penting untuk memonitor persepsi ini, mengingat persepsi terhadap rumah sakit dibentuk selama pertemuan pelayanan. Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit dapat ditangani dengan


(19)

dua cara, yaitu dengan mengkomunikasikan harapan pasien kepada petugas pelayanan kesehatan yang kemudian dapat mengusahakannya dan mengevaluasi pelayanan selanjutnya untuk menentukan penyim-pangan dalam kinerja pelayanan terhadap harapan pasien (Joby, 1996). Sehingga untuk dapat memberikan pelayanan yang baik pada pasien atau pelanggan rumah sakit, maka harus dengan cermat dan mengetahui secara pasti kebutuhan dan tuntutan atau harapan dari pasien yang berubah secara dinamis.

3. Dimensi Mutu dan Qualitas Pelayanan

Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (American Society For Quality Control). J.M. Juran mengemukakan Mutu adalah “Fitness For Use”. Atau kemampuan kecocokan penggunaan. Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of Requirements-Philip B. Crosby, 1979).

Menurut Philip B. Crosby, ada empat hal yang mutlak (absolute) menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa :

a. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is Conformance to Requirements).

b. System mutu adalah pencegahan (The System of Quality is Prevention).


(20)

Is Zero Defect).

d. Ukuran mutu adalah harga ketidak sesuaian (The Measurement Of Quality Is The Price Of Nonconformance).

Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan pasar, ataupun ketetapan manajemen. Dengan demikian mutu terkait erat dengan pelanggan, hal ini dikemukakan oleh :

1) Dr. Armand V. Feigenbaum mengatakan bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur dan pemeliharan, dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan.

2) J.M. Juran mengemukakan tentang mutu dan manfaatnya sebagai berikut : “Banyak arti tentang mutu namun dua diantaranya sangat penting bagi manajer, meskipun tidak semua pelanggan menyadarinya, yaitu :

a. Mutu sebagai keistimewaan produk. Dimata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk semakin tinggi mutunya.

b. Mutu berarti bebas dari kekurangan (defisiensi). Dimata pelanggan semakin sedikit kekurangan, semakin baik mutunya. Sehingga pengukuran mutu lebih difokuskan kepada pelanggan dalam hal ini salah satunya adalah kepuasannya. Kepuasan pelanggan sendiri menurut Philip Kotler adalah tingkat keadaan yang dirasakan


(21)

seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Dengan demikian tingkat kepuasan pelanggan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Ada 3 tingkat kepuasan pelanggan :

1) Bila penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. 2) Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan amat puas

atau senang.

3) Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka selanjutnya dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu institusi dikatakan bermutu jika institusi tersebut mampu memenuhi kebutuhan kepuasan pelanggannya.

Mutu layanan rumah sakit menurut Aniroen. S ( 1994 ) adalah derajad kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio–budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat.


(22)

Donabedian ( 1980 ), mengatakan ada tiga dimensi pendekatan evaluasi kualitas jasa pelayanan, khususnya rumah sakit yang terdiri dari aspek struktur, proses, dan keluaran yaitu :

1) Struktur, adalah : Sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

2) Proses, adalah ; Semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga yang ada di rumah sakit serta interaksinya dengan pasien. Penilaian terhadap proses adalah evaluasi terhadap profesi kesehatan dalam mengelola pasien dan derajad kepatuhan tenaga profesi terhadap standar yang diakui oleh masing – masing profesi.

3) Keluaran, adalah : Hasil akhir tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan tenaga professional kepada pasien, dalam arti terjadinya perubahan derajad kesehatan yang positif atau negatif. Penilaian terhadap keluaran adalah evaluasi hasil akhir dari tingkat kesembuhan dan kepuasan pasien.

Tjiptono ( 1996 ), mengatakan bahwa sikap petugas pelayanan merupakan aspek yang sangat penting dalam menetukan kualitas jasa yang dihasilkan, sehingga dalam melayani pelanggan perlu pelayanan yang sempurna. Pengertian pelayanan sempurna adalah suatu sikap petugas dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Ada empat unsur pokok dalam konsep ini, dimana antara satu dengan lainnya


(23)

merupakan satu kesatuan pelayanan terintegrasi, dalam arti pelayanan menjadi tidak sempurna bila ada komponen yang kurang, ke empat unsur tersebut adalah kecepatan, ketepatan keramahan dan kenyamanan. 4. Harapan Pelanggan (Pasien)

Menurut Elbeck dan Bryanton, (1992) Dalam menetukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, tolok ukurnya bukan hanya berdasarkan standar professional atau standar layanan saja, tetapi sudah melibatkan harapan dan kenyataan dirasakan oleh konsumen.

Menurut Zeitham et all, (1993) Harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang akan di jadikan standar atau acuan dalam menilai kerja produk tersebut. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka mutu diinterpretasikan ideal, sedang bila jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka mutu dinterpretasikan buruk.

Agar rumah sakit dapat berkembang dan berhasil dengan baik salah satu factor yang tidak dapat diabaikan adalah faktor klien atau pelanggan. hal ini sangat penting karena pelanggan sebagai individu mempunyai kebutuhan dan harapan yang harus di penuhi. Pelanggan mempunyai harapan supaya sebagian kebutuhannya dapat dipenuhi.


(24)

Harapan konsumen di bentuk oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman membeli jasa dimasa lampau, opini teman atau kerabat serta informasi dan janji – janji pemberi jasa atau pesaing ( Kotler, 1997).

Joby ( 1996 ), megemukakan bahwa harapan pasien dibentuk oleh pengalaman sebelumnya, dan harapan pelanggan ditujukan terhadap perilaku petugas pemberi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kualitas yang diharapkan dari pelayanan petugas kesehatan, sehingga kepuasan pasien merupakan suatu sikap dan respon emosional yang ditentukan oleh harapan pasien.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harapan konsumen dapat dijadikan sebagai standar prediksi atau standar ideal yang berperan dalam menentukan kualitas suatu produk atau jasa. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggan.

5. Tingkat Kepentingan Pelanggan

Menurut Rangkuti (2003), tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut.


(25)

Berry et all (1991) membuat satu model konseptual mengenai tingkat kepentingan pelanggan, seperti tampak pada gambar berikut : (Gambar 2.1).

Sumber : Rangkuti ( 2003 )

Gambar 2.1. Diagram model konseptual dari tingkat Kepentingan pelanggan. Menurut model tersebut, terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan yaitu;

1. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia.

2. Desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya.


(26)

Sedang Zone of tolerance adalah daerah di antara adequate service dan desired service, yaitu daerah dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan. Zone of tolerance dapat mengembang dan menyusut, serta berbeda – beda untuk setiap individu, perusahaan, situasi dan aspek jasa.

Apabila p e l a y a n a n yang diterima pelanggan berada di bawah adequate service, maka pelanggan akan frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang diterima pelanggan melebihi desired service, maka pelanggan akan sangat puas dan terkejut.

6. Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler ( 2008 ), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.

Engel (1990) dan Pawitra (1993) dalam Rangkuti (2003) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidak puasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(27)

Sumber : Rangkuti ( 2003 )

Gambar 2.2. Diagram Konsep kepuasan pelanggan.

7. Strategi Kepuasan Pelanggan

Tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah untuk membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing. Menurut Rangkuti (2003), strategi – strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan adalah ;

a. Strategi relationship marketing. Disini transaksi antara pembeli dan penjual berlanjut setelah penjualan selesai. Perusahaan menjalin kemitraan dengan pelanggan secara terus – menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi pembelian ulang. Perusahaan diharapkan dapat memuaskan pelanggannya secara lebih baik yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan. Dampak kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan berbeda – beda untuk setiap perusahaan. Pelanggan yang loyal belum tentu puas, tetapi


(28)

sebaliknya pelanggan yang puas cenderung untuk menjadi pelanggan yang loyal.

b. Strategi unconditional service guarantee, Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak untuk meringankan resiko atau kerugian dipihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas jasa yang prima dan kepuasan pelanggan yang optimal sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi.

c. Strategi superior customer service. Adalah strategi menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkandengan yang ditawarkan pesaing. Diperlukan dana yang besar, sumber daya manusia yang andal dan usaha yang gigih agar perusahaan dapat menciptakan pelayanan yang superior.

d. Strategi penanganan keluhan yang efektif, Adalah strategi menangani keluhan pelanggan dengan cepat dan tepat, dimana perusahan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan dan penyesalannya atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Proses penanganan keluhan pelanggan yang efektif dimulai dari identifikasi dan penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh.


(29)

e. Strategi peningkatan kinerja perusahaan, Perusahaan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship dan public relations kepada manajemen dan karyawan memesukan unsur kemampuan pelanggan ke dalam system penilaian prestasi karyawan.

C. Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi‟s Kobe shipyard pada tahu 1972, yang

kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor Company dan Xerox membawa konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Semenjak itu Quality Function Deployment (QFD) banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Perusahaan-perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gamble, General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard dan AT&T kini menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk serta proses dan sistem pengukuran.

Definisi Quality Function Deployment (penyebaran fungsi kualitas) merupakan suatu metode yang digunakan perusahaan untuk mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebu dalam produk dan jasa yang disediakan bagi konsumen. Suatu organisasi yang


(30)

mengimplementasikan Quality Function Deployment (QFD) dengan tepat, dapat meningkatkan pengetahuan rekayasa, kualitas dan mengurangi ongkos, waktu pengembangan produk serta perubahan-perubahan rekayasa.

Cohen L (1995;11) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.

Menurut Fandy T (1996;113) Quality Function Deployment adalah merupakan praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. Quality Function Deployment (QFD) menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi.

Menurut Vincent Gaspersz (2001; 41) Quality Function Deployment didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan-kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak.

Quality Function Deployment (QFD) merupakan alat perencanaan yang digunakan untuk memenuhi harapan-harapan customer. Pendekatan displin ilmu ini terletak pada desain produk, rekayasa dan produktivitas dan memberikan evaluasi yang mendalam terhadap suatu produk. Pada produk layanan (jasa) evaluasi terhadap layanan didasarkan pada eksplorasi


(31)

atribut pelayanan menurut pelanggan serta persepsi kepuasan menurut pelanggan.

Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu perangkat manajemen dimana keinginan dari konsumen digunakan sebagai alat pengembangan produk. Karakteristik masalah dan penerimaan diidentifikasi pada langkah awal Quality Function Deployment dan dapat dipecahkan sebelum proses produksi dimulai.

Suatu organisasi yang menerapkan Quality Function Deployment, langkah awal yang harus dilakukan pimpinan dan anggota proyek adalah mendefisikan prioritas ruang lingkup dari proyek dengan baik dan disampaikan kepada semua departemen yang ada sehingga setiap anggota proyek dapat berusaha untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

Tujuan dari QFD sendiri tidak hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan-harapan customer, tapi juga berusaha melampaui harapan-harapan customer sebagai cara untuk berkompentensi dengan saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak complain tapi malah menginginkannya. Team QFD harus membuat produknya lebih menarik daripada produk yang sudah ada atau lebih menarik dibandingkan produk pesaing- pesaingnya. Quality Function Deployment digunakan untuk memastikan bahwa sebuah perusahaan memusatkan perhatiannya terhadap kebutuhan pelanggan sebelum setiap pekerjaan perancanagan dilakukan. Ini mungkin memperpanjang tahap perencanaan desain proyek, akan tetapi secara umum mengurangi baik jumlah waktu secara


(32)

keseluruhan yang diperlukan untuk tahap perancangan maupun jumlah waktu secara keseluruhan yang diperlukan untuk tahap perancangan maupun jumlah perubahan-perubahan rancangan setelah diluncurkan.

Manfaat-manfaat utama QFD adalah seperti berikut (Cohen L, 1995) : a. Memusatkan perancangan produk dan jasa baru pada kebutuhan

pelanggan. Memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan proses desain didorong oleh kebutuhan pelanggan yang obyektif daripada teknologi.

b. Mengutamakan kegiatan-kegiatan desain. Hal ini memastikan bahwa proses desain dipusatkan pada kebutuhan pelanggan yang paling hirarki.

c. Menganalisa kinerja produk perusahaan terhadap kinerja pesaing- pesaing perusahaan yang utama untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan utama.

d. Dengan berfokus pada upaya rancangan, hal ini akan mengurangi lamanya waktu yang diperlukan untuk mendaur rancangan secara keseluruhan sehingga dapat mengurangi waktu memasarkan produk- produk baru. Perkiraan-perkiraan terbaru memperlihatakan adanya penghematan antara 1/3 sampai 1/2 dibandingkan sebelum dilakukan QFD.

e. Mengurangi banyaknya perubahan desain setelah dilakukan dengan memastikan upaya ynag difokuskan pada tahap perencanaan. Hal yang penting ini mengurangi biaya mengenalkan desain baru.


(33)

Penerapan perancangan pro perencanaan prod kualitas). Gamb dalam gambar i urutan pengisian House of Quali gambar 2.4.

Sumber : Lou C

Bagian A penelitian pasar

an metode Quality Function Deployment produk dan jasa diawali dengan pembe roduk atau sering disebut sebagai House of baran umum matriks perencanaan atau

ini digunakan simbol huruf A hingga F yan n bagian-bagian dari matriks perencanaan te lity (rumah kualitas) dapat diuraikan seb

Cohen (dalam Fandy Tjiptono;2000;116) Gambar 2.3. House of Quality A : berisi data atau informasi yang diper r tentang kebutuhan dan keinginan konsume

nt dalam proses entukan matriks f Quality (rumah rumah kualitas, ng menunjukkan ersebut. Gambar bagaimana pada

roleh dari hasil en. Bagian yang


(34)

disebut sebagai voice of custome of customer ad atau dengan men

Bagian B dan kebutuhan d terhadap produk pesaing, ketiga dikembangkan. kolom-kolom ya 1) Importance to

penting tiap k 2) Customer sati

pelanggan ten kebutuhan me 3) Goal yaitu le development t 4) Improvement yang dibutuh yang ditargetk

Improvement_

5) Sales point, yang telah

“WHATs” ini disusun berdasarkan suara er). Cara yang dapat dipakai untuk mendap dalah dengan melakukan wawancara de ngumpulkan data-data keluhan pelanggan.

B : berisi tiga jenis data yaitu pertama ting dan keinginan konsumen, kedua data kepu k atau jasa yang dihasilkan oleh perusaha tujuan strategis untuk produk dan jasa b . Bagian B ini disebut juga dengan Pl ang terdapat dalam planning matrik adalah s

o the customer, merupakan kolom yang me kebutuhan (yang terdaftar pada bagian A) bagi

tisfaction peformance, yaitu kolom yang ntang seberapa baik jasa yang ada saat ini d ereka.

level dari customer perormance yang ing team untuk tiap kebutuhan pelanggan.

ratio yaitu suatu ukuran yang menyatakan uhkan untuk mencapai customer satisfactio

kan.

t_ratio =

, berisi informasi seberapa mampu kebut disebutkan pelanggan (pada bagian A)

ra pelanggan (the patkan the voice engan pelanggan

gkat kepentingan puasan konsumen aan dan produk baru yang akan Planning Matrik,

sebagai berikut : mencatat seberapa

i pelanggan. berisi persepsi dalam memenuhi

gin dicapai oleh

besarnya usaha on performance

tuhan-kebutuhan tersebut dalam


(35)

memberikan yang paling um

a. 1 = no sal b. 1.2 = med c. 1.5 = stron 6) Raw weight = point). Nilai kebutuhan bag 7) Normalized ra

Normalized ra

Bagian C jasa baru yang informasi yang (matriks A).

Bagian hubungan anta teknis (matriks dipengaruhinya. simbol tertentu. tertentu, seperti p

nilai jual pada produk atau jasa yang dire mum digunakan pada sales point adalah : ales point

edium sales point rong sales poitn

= (importanceto customer) x (improvement ini menunjukkan tingkat kepentingan dari

gi development team. aw weight

raw weight =

C : berisi persyaratan-persyaratan teknis un g akan dikembangkan. Data ini diturunk g diperoleh mengenai kebutuhan dan keing

D : berisi penilaian manajemen meng tara elemen-elemen yang terdapat pada bag

s C) terhadap kebutuhan konsumen (ma Kekuatan hubungan dinyatakan dengan Tingkat hubungan dinyatakan dengan lam pada tabel 2.2.

encanakan. Nilai

nt ratio) x (sales masing-masing

ntuk produk atau nkan berdasarkan ginan konsumen

genai kekuatan gian persyaratan atriks A) yang menggunakan lambang dan nilai


(36)

Tabel 2.2 Simbol Relationship Matrix

Symbol Nilai numeric Pengertian

(Blank) 0 Tidak ada hubungan

∆ 1 Mungkin ada hubungan

Ο 3 Hubungan sedang

Θ 9 Sangat kuat hubungan

Bagian E : menunjukkan korelasi antar persyaratan teknis yang satu dengan persyaratan-persyaratan teknis yang lain yang terdapat dalam matriks C. korelasi antara kedua persyaratan teknis tersebut ditunjukkan dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Tingkat hubungan ini dinyatakan dengan simbol tertentu dan deskripsi tertentu pula, seperti terlihat pada tabel.

Tabel 2.3 Derajat Hubungan Korelasi Teknis

Symbol Pengertian

Θ Hubungan positif sangat kuat

Ο Hubungan positif cukup kuat

(Blank) Tidak ada pengaruh

∆ Pengaruh negative cukup kuat

Pengaruh negative sangat kuat

Bagian F : berisi tiga jenis data yaitu :

1) Urutan tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.

2) Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan terhadap kinerja produk pesaing.

3) Target kinerja persyaratan teknis produk atau jasa yang baru dikembangkan.


(37)

Tahap-tahap untuk menyusun rumah kualitas menurut Cohen yang berguna adalah sebagai berikut :

Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan Tahap ini meliputi kegiatan :

1) Memutuskan siapa pelanggannya.

2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan pelanggan. Metode ini dilakukan dengan wawancara (Contextual Inquery) pada pelanggan.

3) Menyusun kebutuhan tersebut. Tahap II Matrik Perencanaan Tahap ini bertujuan :

1) Mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Disini kebutuhan-kebutuhan pelanggan dipertimbangkan tingkat kepentingan. Dapat dilakukan dengan debat dari team pelaksana atau dengan riset preferensi pasar dengan melakukan survei. Pada survei ini pelanggan diminta mengurutkan data keinginan/kebutuhan pelanggan yang diperoleh dari survei sebelumnya.

2) Menentukan tujuan-tujuan performansi kepuasan. Setelah mengetahui performansi kepuasan pelanggan utnuk masing- masing kebutuhannya, maka perusahaan harus menentukan apa tingkat performansi pelanggan yang ingin dicapai untuk memenuhi masing- masing kebutuhan pelanggan.


(38)

Tahap III. Respon Teknis

Tahap ini merupakan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan yang bersifat non teknis menjadi data yang bersifat teknis guna memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut. Hal ini biasanya dilakukan oleh bagian yang mengerti teknologi produk, misalnya bagian produksi atau penelitian dan pengembangan.

Tahap IV. Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Pelanggan.

Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap III) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggannya (tahap I). Hubungan antara keduanya dapat berupa hubungan yang sangat kuat, sedang, tidak kuat atau tidak ada korelasi antara keduanya. Hubungan sangat kuat berarti jika respon teknis perusahaan dapat semakin baik berarti tingkat kepuasan pelanggan akan meningkat pula atau terpenuhi. Tahap V. Korelasi Teknis

Tahap ini menetapkan hubungan dan ketergantungan antara karakteristik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga bisa dilihat apakah suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusulkan agar tidak terjadi bottleneck.

Tahap VI. Benchmarking dan Penetapan Target

Benchmarking adalah sebuah cara sistematis untuk mengidentifikasikan, memahami dan secara kreatif menciptakan


(39)

pengembangan p meningkatkan difokuskan baik (measurement). T tahu tentang p kompetitif. Sehi teknis mana yan oleh produk sejen

D. Kerangka Teori

Sumber : Fandy D

produk, jasa, desain peralatan, proses dan d performansi suatu organisasi. Strategi pada penerapan dan performansi terbaik Tidak ada organisasi manapun mau menginv persaingan yang ada untuk memastikan

ngga pada tahap ini perusahaan perlu men ng ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jik

nis.

ri

y Djiptono (2003).

Gambar 2.4. Model Kualitas Jasa

diterapkan untuk Benchmarking dan pengukuran

vestasikan tanpa n rancangannya nentukan respon ka dibandingkan


(40)

Model ku mengakibatkan k gap-gap, yaitu g dimana gap ini peningkatan mu Function Deploym

E. Kerangka Konse

Berdasark analisis data aka layanan medis da kuesioner penelit dan kenyataan y menentukan apak

kualitas jasa tersebut diatas mengidentifi kegagalan Delivery Jasa. Dalam penelitian in gap antara harapan konsumen dan kenyataan ni nantinya akan digunakan sebagai acua

utu layanan medis rumah sakit dengan oyment (QFD).

nsep

Gambar 2.5. Konseptual Penelitian arkan kerangka konsep, maka dalam dapat disa akan diarahkan pada permasalahan harapan p

dan kenyataan yang diterima pasien. Tangga elitian tentang adanya harapan pasien terhadap

yang diterima pasien, kemudian dilakukan akah terjadi gap atau ketimpangan antara ting

ikasi gap yang ni akan dianalisa n yang diterima, an dalam upaya metode Quality

isampaikan bahwa n pasien terhadap gapan pasien dari ap layanan medis n penilaian untuk ngkat kepentingan


(41)

dan kepuasan pasien tersebut. Hasil penilaian akan dapat diketahui berapa yang terjadi gap positif dan gap negatif.

Setelah diketahui gap positif dan gap negatif, maka langkah selanjutnya dari pihak manajemen akan melakukan penataan terhadap gap yang negatif tersebut, sehingga dapat diperoleh keselarasan antara harapan pasien dan kenyataan yang yang diterima pasien. Penanganan yang akan dilakukan oleh manajemen layanan Rumah Sakit didasarkan pada urutan prioritas kebutuhan pelanggan.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini bersifat Mix Method (Qualitatif dan Quantitatif), Metode kualitatif pada tiga tahap penelitian awal dan menggunakan metode kuantitatif pada taha akhir penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo pada Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

B. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah pasien Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Jumlah pasien yang masuk di ruang Instalasi Gawat Darurat RSU ‘Aisyiyah Ponorogo selama bulan Juni 2016 sebanyak 963 orang, sehingga jumlah populasi dalam penelitian ini diambil dari bulan Juni 2016 yaitu sebanyak 963 pasien.

C. Sampel

1. Besar Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002: 112) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika ubjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Dalam penelitian ini digunakan sampel penelitian y a n g diperoleh dari pasien yang mendapatkan layanan madis di IGD, ataupun pasien yang pernah 41


(43)

berkunjung di IGD pada kurun waktu 1 bulan yaitu bulan Juni 2016 dengan jumlah 963 orang pasien, selanjutnya sampel penelitian diambil 10 % dan diperoleh jumlah sampel 96 orang.

2. Kriteria Sampel

a. Inklusif yaitu Pasien IGD yang masuk dalam kategori P2, P3 dan P4 1) P2, yaitu pasien yang gawat tidak darurat, pasien dalam keadaan

sakit yang tidak mampu berjalan, dan dalam kondisi bahaya atau penyakit yang parah tetapi tidak mengancam jiwa.

2) P3, yaitu pasien tidak gawat tetapi darurat, Pasien dengan keluhan akut derajat ringan sampai sedang dimana pasien tersebut mampu berjalan.

3) P4 yaitu pasien tidak gawat darurat, Pasien dalam keadaan tidak gawat darurat yang seharusnya secara tepat ditangani dilayani primer atau klinik.

b. Eksklusif yaitu Pasien termasuk dalam kategori P1

Pasien P1 adalah pasien gawat darurat dalam keadaan kegagalan pada sistem kardiovasculer atau dalam keadaan mengancam nyawa yang membutuhkan pertolongan segera dan tidak bisa ditunda.

D. Variable Penelitian

Variable penelitian ini adalah Quality Function Deployment (QFD) mutu layanan medis Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo, dalam hal ini terdiri dari variabel tingkat kepentingan (harapan) pelayanan medis dan variabel tingkat kepuasan (kenyataan yang diterima).


(44)

E. Definisi Operasional Variable Penelitian

Quality Function Deployment (QFD) layanan medis di IGD dengan indikator sebagai berikut :

1. Kemampuan menangani life saving yang sudah memenuhi standar. 2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam

3. Kesediaan tim penanggulangan bencana minimal 1 tim.

4. Waktu tanggap pelayanan gawat darurat ≤ 5 menit setelah pasien datang. 5. Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat yang masih

berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD. 6. Kepuasan pelanggan ≥ 70%

7. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka 8. Kematian pasien ≤ 24 jam 100%

F. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Questioner untuk menganalisa tingkat kepentingan dan tingkat persepsi pasien terhadap layanan medis di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.

2. Wawancara dengan dokter atau bagian manajemen Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo untuk mengetahui respon apa yang akan dilakukan sehubungan dengan hasil penelitian tersebut (Focus Group Discussion).


(45)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Matrix KMO (Kaiser, Meiyer, Oikin) dan Bartlett’s Test Of Spericity yang diolah dengan SPSS. Data dikatakan valid bila :

a. Memiliki nilai KMO > 0.5

b. Nilai eugenvalue harus lebih dari 1 (>1) dan memiliki factor loading > 0.4 pada setiap pertanyaan.

c. Jika setiap kuisioner menunjukkan factor loading > 0.40 dan mengelompok di satu kelompok (kelompok 1 atau 2) maka menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam suatu variable adalah valid.

2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.


(46)

H. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul akan diproses dan diolah. Hasilnya akan disusun dalam bentuk tabulasi yang terdiri atas tabel tingkat kepentingan terhadap mutu layanan medis, tabel kenyataan yang diterima (kepuasan) terhadap mutu layanan medis. Tabel- tabel tersebut diatas kemudian akan digunakan untuk penyusunan HOQ (House Of Quality ) dengan langkah-langkah penyusunan sebagai berikut :

1. Menentukan Customer Needs (WHATs), Tahap ini mengarahkan penelitian untuk mendapatkan data tentang customer needs (atribut produk). Data tingkat kepentingan atribut produk ini diperoleh dari hasil kuisioner tentang harapan dan kenyataan yang diteriman pasien terhadap layanan medis.

2. Menentukan Technical Respon (HOWs), Respon teknis adalah respon yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi customer needs. Respon teknis ini diperoleh dengan cara wawancara dengan pihak perusahaan. Respon ini diberikan untuk meningkatkan kualitas layanan medis di Rumah Sakit sesuai dengan apa yang diinginkan pasien.

3. Menentukan Hubungan Antara WHATs dan HOWs (Relationship), Relationship matrix memperlihatkan hubungan antara kebutuhan konsumen dengan respon teknis. Relationship menunjukkan sejauh mana pengaruh respon teknis yang diberikan dalam meningkatkan kinerja atribut – atribut layanan yang dipentingkannya.


(47)

Table 3.1. Hubungan antara Tecninical Respone dengan Customer Need

Simbol Nilai Numerik Tingkat Hubungan

Blank 0 Tidak ada hubungan

1 Mungkin ada hubungan (lemah)

Ο 3 Ada hubungan (sedang)

ʘ 9 Sangat kua hubungannya

4. Menentukan Technical Correlation (Hubungan Antar Matrix HOWs) Teknikal korelasi digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara masing – masing technical deskriptor.

Table 3.2. Hubungan antar Tecninical Respone

Simbol Tingkat Hubungan

ʘ Hubungan positif sangat kuat Ο Hubungan positif cukup kuat Hubungan negatif cukup kuat Hubungan negatif sangat kuat

5. Menentukan Planning Matrix, Planning matrix merupakan analisa perhitungan yang dilihat dari Perusahaan yang nantinya perhitungan itu akan dimasukkan dalam House Of Quality (HOQ).

6. Technical Matric, merupakan matrik yang dibentuk dari penentuan technical respon.

I. Analisis Pengelohan Data

Tahap selanjutnya adalah menganalisa hasil pengolahan data seperti tingkat kepentingan atribut jasa pelayanan, kinerja atribut jasa pelayanan perusahaan dan pesaing, rata – rata nilai target atribut jasa


(48)

pelayanan, rasio perbaikan, nilai penjualan, bobot atribut jasa pelayanan dan normalisasi bobot.

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini kami akan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia.

2. Responden dijamin dan dilindungi dalam segala bentuk kerugian dalam penelitian ini.

3. Responden diberitahu tentang keuntunggan dari penelitian ini. 4. Tidak ada pemaksaan dalam pengisian kuesioner.

5. Responden dijaga kerahasiannya.

6. Untuk melakukan penelitian di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo terlebih dahulu mendapat ijin dari pimpinan rumah sakit.

7. Pemberian questioner ataupun wawancara dilakukan pada saat-saat suasana tenang di luar jam-jam sibuk Rumah Sakit.


(49)

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Ponorogo (pada saat itu diketuai oleh Ibu Hj. Asmibatan telah memiliki sebidang tanah dan bangunannya yang terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 18 Ponorogo, buku Tanah Hak Milik Nomor 200/ Kelurahan Bangunsari, luas tanah 872 meter persegi, surat ukur Nomor 1/ 1972 tanggal 19 Januari 1972, sertifikat tanggal 26 Juni 1972 tertulis atas nama Ny. Asminbatan, sebagai hak milik dan sekaligus pemilik anah dan bangunannya tersebut.

Kemudian untuk Rumah Bersalin ‘Aisyiyah yang telah ada pada saat itu adalah yang terletak di Jalan Diponegoro yang didirikan pada tahun 1962, ternyata kurang mendapat pasaran. Hal itu disebabkan karena kebanyakan anggota – anggota ‘Aisyiyah berdomisili dikota bagian Timur Ponorogo, sehingga beberapa anggota Aisyiyah merasa terlalu jauh kalau bersalin di Rumah Bersalin ‘Aisyiyah Jalan Diponegoro. Selanjutnya Ibu – ibu ‘Aisyiyah mempunyai gagasan untuk memanfaatkan tanah dan bangunan milik ‘Aisyiyah di Jalan Dr. Sutomo, yang dirasakan cukup strategis dan berada di ditengah kota Ponorogo. Penggunaan dan pemanfaatan tanah dan bangunan milik pimpinan Daerah Aisyiyah di Dr. Sutomo untuk kegiatan amal usaha ‘Aisyiyah


(50)

diurusi oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Ponorogo Bagian PKU yang pada saat itu diketuai Ibu Hj. Yahana Machfud Thohir.

Pada tahun 1994 mendapat Ijin Sementara Penyelenggaraan Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo sebagai Transformasi dari Rumah Sakit Anak dan Bersalin ‘Aisyiyah Ponorogo kepada Yayasan Muhammadiyah Daerah Ponorogo Kabupaten Dati II Ponorogo Propinsi Jawa Timur dengan Ijin Nomor 1889/ 10675/ 115.4/ 1994 tanggal 20 September 1994, diperpanjang lagi ijin penyelenggaraan pada tahun 1995 Dengan rahmat Allah SWT pada tahun 2010 RSU Aisyiyah Ponorogo mengadakan penambahan bangunan untuk pelayanan rawat inap pasien yang terdiri dari lantai 3. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang lebih luas dan sekaligus untuk memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkan berobat rawat inap sering terjadi penolakan dengan alasan adanya kamar pasien yang penuh. Kemudian untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal, maka pada tahun 2013 dilakukan pembangunan kembali untuk faslitas perkantoran dan beberapa fasilitas farmasi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang lebih luas dan pada akhir tahun 2014 fasilitas pelayanan umum, informasi dan ruang pendaftaran pasien serta untuk pembayaran atau bagian kasir. Dengan lokasi bangunan yang baru


(51)

Motto RSU ‘Aisyiyah Ponorogo

Layanan ku Ibadahku

Visi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo

Terwujudnya Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang islami dan menjadi pusat rujukan bagi masyarakat Ponorogo dan sekitarnya.

Misi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo

1. Memberikan pelayana kesehatan yang Islami sebagai sarana da'wah 2. Mewujudkan Sumber Daya Insani yang loyal dan profesional

3. Memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan memuaskan serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien dengan mengutamakan keselamatan pasien.

Tengaa medis yang berada di IGD Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo meliputi sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Medis IGD RSU ‘Aisyiyah ponorogo

No Tenaga medis Jumlah Status

Dokter umum 6 Penuh waktu

Dokter umum 5 Paruh waktu


(52)

Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo lebih dari 5 hari yang diambil dalam kurun waktu satu bulan (10 April 2016 sampai dengan 10 Mei 2016), kemudian untuk pasien yang tidak komunikatif dan anak-anak respondennya adalah keluarganya.

Berdasarkan dari data quisioner yang diperoleh menunjukkan karakteristik–karakteristik responden yang ditunjukkan dalam tabel-tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Umur Responden

Umur Jumlah Prosentase

18-30 tahun 22 22,9 %

31-40 tahun 34 35.4 %

41-50 23 24.0 %

Diatas 51 17 17.7 %

Jumlah 96 100 %

Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kelamin Responden.

Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

Laki-laki 43 45 %

Perempuan 53 55 %


(53)

SD 20 20.8 %

SMP 24 25 %

SMA 29 30.2 %

Universitas 16 16.7 %

Jumlah 96 100 %

Tabel 4.5 Disribusi Pekerjaan Responden.

Pekerjaan Jumlah Prosentase

Tidak Bekerja -

PNS 21 21.9 %

Pegawai Swasta 42 43,8 %

Wiraswasta 33 34.4 %

Jumlah 96 100 %

Tabel 4.6 Distribusi penghasilan responden

Penghasilan / bulan (Rp) Jumlah Prosentase

< 500.000,- 8 8.3 %

> 500.000 – 1Juta 26 27.1 %

>1Juta – 2Juta 32 33,3 %

>2Juta – 3juta 21 21.9 %

>3Juta 9 9.4 %


(54)

Belum Menikah 8 18.3 %

Jumlah 60 100 %

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini adalah menguji validitas quisioner dengan cara mengolah jawaban 96 responden terhadap setiap atribut pertanyaan dalam kuisioner untuk tingkat kepentingan dan kenyataan yang diterima pasien dengan menggunakan metode KMO and Bartlett͉s Test.

Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling (KMO) adalah indek perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya. Jika jumlah kuadrat koefisen korelasi parsial di antara seluruh pasangan variabel bernilai kecil jika dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO mendekati 1. Nilai KMO dianggap mencukupi jika lebih dari 0,5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling sebesar 0,580. Dengan demikian persyaratan KMO memenuhi persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5.


(55)

setiap pertanyaan

c. Jika setiap kuisioner menunjukkan factor loading > 0,40 dan mengelompok di satu kelompok (kelompok 1 atau 2) maka menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam suatu variabel adalah valid.

d. Jika terdapat variabel yang tidak mengelompok pada salah satu kelompok, dan memiliki factor loading < 0,40, maka variabel tersebut harus dikeluarkan atau dibuang

Dari hasil analisa output dari kuesioner layaman medis antara tingkat kepentingan yang ada didapatkan data sebagai berikut :

a. Nilai KMO Kuesioner adalah 0.68

b. Nilai Eigenvalue masing-masing pertanyaan adalah : 1

c. Terlihat bahwa data mengelompok di kelompok 1, dengan nilai factor loading > 0.40.

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .784

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 564.547

df 96

Sig. .000

Dengan demikian maka dapat dikelatahui bahwa nilai KMO kuisioner adalah 0,784.


(56)

Pertanyaan3 1.000 .712

Pertanyaan4 1.000 .705

Pertanyaan5 1.000 .821

Pertanyaan6 1.000 .834

Pertanyaan7 1.000 .691

Pertanyaan8 1.000 .661

Pertanyaan9 1.000 .647

Pertanyaan10 1.000 .671

Pertanyaan11 1.000 .628

Pertanyaan12 1.000 .762

Pertanyaan13 1.000 .614

Pertanyaan14 1.000 .617

Rotated Component Matrixa

Component

1 2

Pertanyaan1 .922 .684

Pertanyaan2 .689 .608

Pertanyaan3 .834 .696

Pertanyaan4 .834 .617

Pertanyaan5 .842 .658

Pertanyaan6 .913 .647

Pertanyaan7 .725 .638

Pertanyaan8 .834 .635

Pertanyaan9 .681 .634

Pertanyaan10 672 .877

Pertanyaan11 .628 .687

Pertanyaan12 .687 .821

Pertanyaan13 .825 .657

Pertanyaan14 .658 .632

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

a. Rotation converged in 3 iterations.

Nilai Eigenvalue masing-masing pertanyaan adalah 1 sesuai dengan kriteria kedua yaitu > 1.


(57)

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur keandalan dari hasil pengukuran kuisioner. Reliabilitas diartikan bahwa beberapa kalipun suatu atribut pertanyaan dalam kuisioner bila ditanyakan dalam respon yang berbeda maka akan memberikan hasil yang sama dengan responden sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan nilai cronbrach yang diolah dengan SPSS.

Suatu kuesioner dikatakan reliabilitas bila jawaban responden konsisten dari waktu ke waktu dan memberikan nilai cronbach͉s alpha >

0.6, semakin tinggi nilai cronbach͉s alpha maka semakin tinggi pula

reliabilitas kuesioner tersebut. Berdasarkan data yang didapat nilai cronbach͉s alpha seperti berikut:

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.847 .781 14

Uji reliabilitas untuk layanan medis dapat disampaikan bahwa nilai cronbach͉s alpha dari data yang didapat adalah 0,847 ( > 0.6) sehingga


(58)

hasil dari gap negatif tingkat kepentingan dan kenyataan yang diterima oleh pasien. Voice of customer adalah tahapan awal untuk menyusun House Of Quality dengan metode Quality Function Deployment (QFD). Hasil tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Tingkat Kepentingan Layanan Medis.

No Atribut

Tingkat Kepentingan 1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan

pasien.

4,89 2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak

berbelit-belit.

4,67 3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi

dokter dalam menetapkan diagnose penyakit

4,92 4 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan. 4,96 5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien. 4,81 6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan

tepat.

4,65 7 Dokter memberikan keterangan yang jelas

tentang penyakit pasien.

4,91 8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan

keluarganya.

4,14

9 Perhatian kusus pada setiap pasien. 4,18

10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan pelayanan pada pasien.

3,98 11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan

yang diberikan dokter.

4,05

12 Menghormati hak dan pendapat pasien 3,83

13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status sosial.

3.97 14 Penampilan fisik dokter saat bertugas. 3,91


(59)

1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien.

4,27 2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak

berbelit-belit.

4,75 3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi

dokter dalam menetapkan diagnose penyakit

4,54 4 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan. 4,98 5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien. 4,53 6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan

tepat.

4,83 7 Dokter memberikan keterangan yang jelas

tentang penyakit pasien.

4,21 8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan

keluarganya.

4,03

9 Perhatian kusus pada setiap pasien. 4,00

10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan pelayanan pada pasien.

4,09 11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan

yang diberikan dokter.

4,09

12 Menghormati hak dan pendapat pasien 3,88

13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status sosial.

4.03 14 Penampilan fisik dokter saat bertugas. 3,96

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Gap Antara Tingkat Kepentingan (harapan) dengan Tingkat Kepuasan Layanan Medis.

No Atribut

Tingkat Kepentingan

Tingkat

Kepuasan Gap

1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien.

4,89 4,27 -0,62

2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit.

4,67 4,75 0,08

3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit


(60)

6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan tepat.

4,65 4,57 -0,08

7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.

4,91 4,21 -0,70

8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya.

4,14 4,03 -0,11

9 Perhatian kusus pada setiap pasien.

4,18 4,00 -0,18

10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan pelayanan pada pasien.

3,98 4,09 0,11

11 Perasaan aman dan

kepercayaan atas pelayanan yang diberikan dokter.

4,05 4,09 0,04

12 Menghormati hak dan pendapat pasien

3,83 3,88 0,05

13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa

membedakan status sosial.

3,97 4,03 0,06

14 Penampilan fisik dokter saat bertugas.

3,91 3,96 0,05

Berdasar tabel 4.10, maka dapat diketahui bahwa telah terjadi gap negatif yang merupakan customer needs.


(61)

2 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit

3 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan 4 Kecepatan dokter dalam menangani pasien

5 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan tepat

6 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.

7 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya 8 Perhatian kusus pada setiap pasien

b. Hasil dari Tehnical Respon (How’s)

Technical Respon merupakan sebuah rencana (upaya) yang diberikan oleh manajemen (RS) untuk menyikapi Customer Voice yang disampaikan pada pihak manajemen (dalam hal ini tim pengendali mutu rumah sakit). Tehnical respon ini merupakan hasil wawancara dan pembahasan dengan pihak manajemen tentang upaya apa yang akan dilakukan oleh pihak manajemen untuk meningkatkan mutu pelayanan medis terhadap yang dibutuhkan pasien, sesuai dengan gap negatip yang disampaikan oleh peneliti ke pihak manajemen. Respon teknik yang direncanakan pihak manajemen untuk meningkatkan mutu layanan medis, adalah sebagai berikut:


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A 1994, Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Yayasan Ikatan Dokter Indonesia

Azwar, A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan =. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Aniroen 1994, Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Departement

Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Jakarta.

Buchori, Alma, 2009, Managemen Pemasaran dan Pemasaran jasa, Alfabeta, Bandung.

Berry, L ; Pasuraman & Zeitham 1991; Marketing Service : Competing Through Quality, The Free Press, New York.

Cohan, Lou 1995, Quality Function Deployment, How make QFD For You, Addisan – Wasley Publising Company, Massachusetts.

De Felicer F, Petrilloz A „ A Multiple Choice Decision Analisis : a.n integrated QFD-AHP model For The Assesment Of Customer Need’, International Journal Of Enginering, Vol : 8 no.9, hh 25-38.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI, 2008

Donabedian, A 1980, The Definition of Quality and Approaches its Assesment, Ann Arbor Michigan , Health Administration Press Vol I

Delgado, DJ. Aspinwall, E.M : „QFD Methodologi And Practical Application-A Review͉ Journal Of University Of Birmingham Scool Of Enginering Vol Mei 2003, hh 1-5.

Djuhaeni, H, 1993, Manajemen Pelayanan Medis dan Keperawatan, Hospital Management Training, Persi.

Engel, JF , Blackwell .R.D and Miniard , P.W 1994, Perilaku konsumen Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta

Gaffar, LOD 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(2)

Georgion, Andreas, C „A Combined QFD, AHP and ANP Approachtor Quality Improvement and Capacity Expansion In The Greek Banking Sector : Same Preliminary Result, Journal Of Departement Of Business Administration, Macedonia University.

Hamidullah, R. Alebar, S. Noor, W : QFD As Tool For Improvement Of Gr Dashboard͉ Journal Of Quality and Tecnology Management, Vol 17 no : 1, hh. 1-22, June 2010.

Husein, S. Abdulraoof, M : „ Enhancing Product Planing Via Utilizing Quality Function Deployment With Fuzzy Logic͉. International Journal Of Digital Content Tecnology and It͉s Application, Vol 5, no 3, 2011.

Irawanm, H 2003, 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, Ed.3, PT Elex Media Komputendo, Jakarta.

Jandaghi G Naghi Amir, A. Molaee, A „A Quality Function Deployment Approach To HR Strategy Formation and Prioritization : Meeting Client Satis Faction In Service Organization͉ Africa Journal Of Business Management Vol 4, hh 3531-3521, November 2010.

Joby, John 1996 Patient Satisfaction : The Impact of Past Experience. Journal of Health Care Marketing , ISSN : 033252 Vol :12.

Kasim, M. Zuhair, A. Moosa, A : „An Intelligent Quality Function Deployment (IQFD) For Manufacturing Process Enveroment͉, Journal Of JJMIE, Jordan, Vol 3, no 1 hh 23-30, 2009.

Kotler P, Keller K.L, 2008, Marketing Management. 13th Singapore : Prentice Hall, Pearson Education International. Singapore.

Nadeem, T. : „Academic Management and Implementation Of The QFD Approach͉, Journal Of ASBBS Annual Conference, Vol 18, no 1, Las Vegas, Pebruary 2011

Olhager, J. Martin West, B : „The House Of Flexibility : using the QFD approach to deploy manufacturing flexibility͉ Journal Of Departement Of Production Economies, Sweden, Vol 22, no 1,

Raissi, S. Izadi, M. Saatis, S : „Prioritizing Enginering Characteristic In QFD Using Fuzzy Common Set Of Weight Method͉ American Journal Of Scientific Research ISSN, vol 49 hh 34-49, 2012

Rangkuti, F 2003, Measuring Customer Satisfaction, Ed 2, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


(3)

Singgih, ML. Ardhiyani, N : „Integrating Servgual With KANO Into Quality Function Deployment (QFD) For Better Quality Of Services Case Study : PT Pos Indonesia, Branch Office Of Sidoarjo͉, Journal Of National Taiwan University Vol Juli, hh 419, 2010

Siraj, F. Nordin, N. Yusaff, N : „ Quality Function Deployment Analisis Based On Neural Network and Statistical Result’, Juornal IJSSST, Vol 9, no.2, May 2008

Sugiyono 2008, Metode penelitian Kwalitatif, Kwanlitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung

Suharsimi, Arikunto 2006, Metode Penelitian, suatu pendekatan Praktik, Alfabeta, Bandung

Supriyanto 2010, Pemasaran Industri jasa Kesehatan, Andy offset, Yogyakarta Suyudi 2011, Menjadi Seniman Organisasi, Bina rupa, Jakarta

Taha, A „Streamline E-Information Service For Virtual Users : A Quality Function Deployment (QFD) Approach͉, Journal Of Asia Pasific Conterence, Vol April 2006 hh 141-147, 2006

Tjiptono, F 1996, Management Jasa, Ed I, Andi offset, Yogyakarta Tjiptono, F 1998, Strategi Pemasaran, Andy offset, Yogyakarta

Tjiptono, F 2002, Total Quality Management, Ed Revisi, Penerbit Andy offset Yogyakarta

T. Respati, Djoreban B, maryani H, Penerapan Metode Barber Johnson untuk Menilai Efisiensi Pelayanan Rumah Sakit di Indonesia, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2001;4(1).

T. Kuntjoro & Najori, Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau (Tesis). UGM, Yogyakarta.2010.

Wiyono, D. 1997 Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan.. Cetakan pertama. Penerbit Airlangga University Press

Zurianah, 2005, Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Kontrak dan Non Kontrak Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Rekso Waluyo Mojokerto, Tesis Universitas Airlangga Surabaya.

Zeithamal, Valerie A, Bitner, Mary Jo., (2000), Services Marketing, Irwin Mc Graw Hill, Boston


(4)

KUISIONER UNTUK MENGETAHUI TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN TEHADAP MUTU PELAYANAN MEDIS DAN INSTALASI GAWAT DRURAT (IDG)

RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan RSU ‘Aisyiyah Ponorogo serta untuk membere kan pelayanan yang memuaskan kepada pasien dan keluarganya, maka kami mohon kerlaannya untuk berpartisipasi mengisi kuisioner beikut. Pengisisian kuisioner bersifat rahasia dan tidak mempunyai konsekuensi apapun terhadap saudara/keluarga saudra. Atas kesediaan kami ucapkan temakasih.

I. IDENTITAS RSPONDEN

Nama : ... Alamat : ... No. Telp. : ... Umur : ... Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Pendidikan : Tidaksekolah/SD/SMP/SMA/Univesitas/Lainnya ………. Pekerjaan : Tidakbekerja/PNS/PegawaiSwasta/Wirausaha/ lain-lain

Sebutkan

………

Pendpatan/bulan :<500.000 / >500.000 – 1 Juta/ 1 Juta – 1.500.000/1.500.000-2 Juta

Status : Kawin / BelumKawin

Jumlah Keluarga : ... Status rsponden :Pasien / Keluargapasien

Penanggung biaya pengobatan :Sendiri/Keluarga/Peusahaan/Asuransi Tanggalmasuk : ...

II. Jawablah pertanyaan di bawah ini yang menyangkut penilaian anda tentang tingkat kepentingan pelayanan dan kenyataan yang anda terima selama anda berobat di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo, dengan memberikan tanda (x) pada kolom yang menurut anda paling cocok.

A. Tingkat kepentingan (Harapan) Pelayanan

SPg = SangatPenting Pg = Penting

B = BiasaSaja KPg = KurangPenting TPg = TidakPenting

B. Kenyataan Yang Diterima SP = SangatPuas

P = Puas

B = BiasaSaja KP = KurangPuas TP = TidakPuas


(5)

PELAYANAN MEDIS (Tingkat Kepentingan) N

O DAFTAR PERTANYAAN

TINGKAT KEPENTINGAN

SP

g Pg B

KP g

TP g

1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien

2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit

3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit 4 Keterampilan dokter dalam melakukan

tindakan

5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien 6 Pemeriksaan dan pengo-batan dokter teliti

dan tepat

7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien

8 Pehatian terhadap keluhan pasien dan keluar-ganya

9 Pehatian khusus pada setiap pasien

10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam membe-rikan pelayanan pada pasien

11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan yang diberikan dokter

12 Menghormati hak dan pendapat pasien

13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status social


(6)

PELAYANAN MEDIS (Tingkat Kepuasan) N

O DAFTAR PERTANYAAN

KENYATAAN DITERIMA

SP P B KP TP

1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien

2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit

3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit 4 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan 5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien 6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan

tepat

7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien

8 Pehatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya

9 Pehatian khusus pada setiap pasien

10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam membe-rikan pelayanan pada pasien

11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan yang diberikan dokter

12 Menghormati hak dan pendapat pasien

13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status social


Dokumen yang terkait

Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

10 125 85

Penerapan Metode Kano, Quality Function Deployment Dan Value Engineering Untuk Peningkatan Mutu Produk Sarung Tangan Karet

11 73 101

Aplikasi Kansei Engineering Dan Quality Function Deployment (QFD) Serta Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Pada Instalasi Hemodialisis

9 92 70

Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Menggunakan Metode Quality Function Deployment (Qfd); (Studi Kasus Japanese Mathematics Center Sakamoto Method Cabang Multatuli Medan)

8 152 80

Strategi Perbaikan Kualitas Pelayanan Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Pendekatan Blue Ocean Strategy di LotteMart Wholesale Medan

13 167 189

Integrasi Aplikasi Metode Quality Function Deployment (QFD) dengan Blue Ocean Strategy (BOS) untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Hotel, Studi Kasus: Hotel Grand Angkasa Internasional Medan

15 91 169

Perancangan Fasilitas Kerja Menggunakan Metode QFD (Quality Function Deployment) Dengan Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) Dan Memperhatikan Prinsip Ergonomi Di PT. Carsurindo

7 83 212

Rancangan Penggiling Buah Kopi Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus di UKM Tani Bersama

4 70 111

Perbaikan Rancangan Produk Menggunakan Metode Quality Function Deployment Dan Design For Manufacturing And Assembly

10 99 227

TESIS UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

0 0 24