10 lemak hewan.Emisi siklus hidup keseluruhan CO
2
dari 100 biodiesel adalah 78,45 lebih rendah daripetrodiesel. Biodiesel memiliki titik nyala
yang relatif tinggi sekitar 150
o
C yang membuatnya lebih stabil dan aman untuk transportasi dibandingkan minyak solar
[21]
. Berikut ini merupakan persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI
tahun 2006 dapat disajikan pada tabel 2.4: Tabel 2.4 Persyaratan Kualitas Biodiesel [22]
Parameter dan Satuannya Batas Nilai
Massa jenis pada 40 °C, kgm
3
850 – 890 Viskositas kinematik pada 40 °C, mm
2
s cSt 2,3 – 6,0
Angka setana Min. 51
Titik nyala mangkok tertutup, °C Min. 100
Titik kabut, °C Maks. 18
Kororsi bilah tambaga, 3 jam, 50 °C Maks. No 3
Residu karbon, berat Maks. 0,05
- Dalam contoh asli
maks. 0,03 -
Dalam 10 ampas distilasi Air dan sedimen volume
Maks. 0,05 Temperatur distilasi 90, °C
Maks. 360 Abu tersulfatkan, berat
Maks. 0,02 Belerang, ppm-b mgkg
Maks. 100 Fosfor, ppm-b mgkg
Maks. 10 Angka asam, mg-KOHg
Maks. 0,8 Gliserol bebas, berat
Maks. 0,02 Gliserol total, berat
Maks. 0,24 Kadar ester alkil, berat
Min. 96,5 Angka iodium, g-12100 g
Maks. 115 Uji Halphen
Negatif
2.3.2 Proses Pembuatan Biodiesel
a. Secara Kimiawi Transesterifikasi secara kimia menggunakan proses katalis alkali
cukup sukses dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel metil
11 ester. Meskipun reaksi transesterifikasi dengan katalis alkali menghasilkan
tingkat konversi yang tinggi dan waktu reaksi yang cepat namun reaksi tersebut mempunyai kekurangan yakni energi besar intensive, gliserin sulit
dipulihkan recovery, katalis dibuang dan perlu pengolahan, asam lemak bebas dan air bercampur dengan reaksi [23].
Secara umum produksi biodieselyang sekarang ini menggunakan proses transesterifikasi trigliserida. Transesterifikasi disebut juga alkoholis
atau metanolis yaitu proses penggantian alkohol ester gliserol dengan alkohol lain. Alkoholis lemak umumnya menggunakan alkohol rantai
pendek dengan katalis kimia asam atau basa atau biokatalis enzimatik. Penggunaan katalis kimia dalam proses produksi biodiesel memiliki
beberapa kelemahan, yaitu 1 memerlukan kemurnian bahan baku yang tinggi kadar asam lemak bebas kurang dari 2, 2 dapat menimbulkan
limbah cair dan biaya pemurnian produk yang tinggi dan 3 penggunaan katalis kimia dapat mengakibatkan sulitnya dilakukan proses pemisahan
katalis setelah proses. Kelemahan dari katalis kimia ini, dapat diperkecil dengan penggunaan
katalis enzim khususnya lipase. Katalis enzim memiliki beberapa kelebihan antara lain : 1 bersifat spesifik sehingga pembuatan produk samping dapat
dihindari, 2 temperatur dan tekanan rendah untuk rendah untuk proses reaksi sehingga akan berpengaruh untuk pengurangan biaya produksi
terutama utilitas, 3 katalis enzim lebih ramah lingkungan dan 4 proses pemisahan gliserol dapat dilakukan tanpa perlu dilakukan proses pemurnian
[1].
b. Secara Enzimatis Proses transesterifikasi dengan enzim cenderung mempunyai
kelebihan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas hasil konversi minyak nabati menjadi minyak biofuelbiodiesel. Keuntungan aplikasi katalis enzim
lipase dibandingkan dengan katalis alkali dalam peningkatan kuantitas dan kualitas konversi minyak nabati ke biodiesel meliputi temperatur kerja lebih
rendah 30
o
C – 40
o
C, tanpa busa, hasil konversi metil ester tinggi, bersifat murni mudahtanpa pemurnian, gliserol mudah dipulihkan
12 recovery dan tidak terpengaruh kandungan air. Namun proses
transesterifikasi secara enzimatik masih terfokus pada kajian ekonomis sehubungan pengadaan enzim lipase yang masih relatif mahal. Produksi
enzimlipase secara mandiri asli indigenous menjadi faktor penting untuk mendukung proses transesterifikasi secara enzimatik. Beberapa enzim lipase
indigenous telah dibuat dan diaplikasikan untuk proses hidrolisis, esterifikasi dan tranesterifikasi secara enzimatik meliputi enzim ekstrak kecambah biji
wijen, dedak padi, bromelin, protease, ragi tempe [23].
2.4 ENZIM LIPASE SEBAGAI BIOKATALIS