51 membandingkan ketentuan hukum atau praktik politik negara lain yang menerapkan pemilu
nasional serentak.
B. Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini merupakan data sekunder, yang terdiri dari: 1. Bahan Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang terdiri dari norma atau kaidah
dasar, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan. 2. Bahan Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
primer, dalam hal ini berupa, buku-buku, makalah, hasil penelitian, atau karya ilmiah lainnya, khususnya yang berhubungan dengan pemilu, putusan Mahkamah Konstitusi
dan pemilu serentak di berbagai Negara.
3. Bahan Tersier, yaitu bahan yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan primer maupun bahan sekunder, yaitu berupa kamus-kamus dan ensiklopedi.
C. Pengumpulan Penelitian
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan dua cara:
1. Penelitian kepustakaan Library Research. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara inventarisasi, identifikasi dan mempelajari secara cermat mengenai bahan hukum
yang bersumber dari: buku, makalah atau kertas kerja, laporan penelitian, majalah, serta bahan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian yang dikaji.
2. Studi Dokumentasi. Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi, identifikasi dan mempelajari secara cermat mengenai dokumen-
dokumen yang terkait dengan permasalahan yang dikaji. 3. Wawancara dengan nara sumber yang berkompeten di bidang pemilu dari kalanggan
ahli hukum dan ahli politik
D. Analisis Data
Data hasil penelitian melalui studi dokumen tersebut dianalisis dengan menggunakan metode content analysis. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa bahan dari hasil studi
pustaka dan studi dokumen terhadap bahan-bahan primer, sekunder dan tersier yang selanjutnya masih didukung atau dilengkapi dengan hasil wawancara danatau kuesioner dari
para informan narasumber yang dianalisis dengan menerapkan metode: content analysis dan sinkronisasi. Seluruh bahan-bahan yang telah terkumpul, dilakukan inventarisasi dan
sistematisasi, selanjutnya dikaji, dan dianalisis keterkaitannya dengan permasalahan yang
52 dikaji. Metode analisis yang terakhir dalam penelitian ini adalah metode taraf sinkronisasi.
Bahan-bahan yang telah diketahui isi atau muatannya, dan telah dilakukan komparasi sehingga diketahui unsur-unsur perbedaan dan kesamaan-kesamaannya, kelebihan dan
kelemahannya, maka perlu dikaji dan analisis mengenai keselarasannya sinkronisasi antara isi atau muatan bahan yang satu dengan yang lainnya. Dengan melalui tiga metode analisis
tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menarik atau menemukan desain pemilu serentak yang tepat dilihat dari perspekstif yuridis dan politik.
53
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Idenfitikasi Problem Penataan Pemilu Serentak
Pemilu merupakan sebuah agenda rutin demokratisasi Indonesia dalam ajang pemilihan pemimpin. Demokrasi adalah konsepsi pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh
rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi di Indonesia mengalami berbagai perkembangan dalam konteks pembangunan kebebasan sebuah negara untuk menentukan
pemimpinnya. Pemimpin yang baik menjadi dambaan masyarakat dalam menggerakkan sendi-sendi pemerintahan untuk kesejaheraan rakyat sebagai konsekuensi konkrit daam
sebuah negara. Melalui pemilu, masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih para wakil di pemerintahan seagai aspirasi dan perwakilan bagi rakyat dalam berbagai kebijakan dan
implementasi kenegaraan. Demokrasi selama lebih dari 15 tahun yang dibangun atas kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan, semakin hilang kendali dan keluar dari jalur orientasinya. Pembangunan demokrasi tidak bisa dipisahkan dari sistem pemerintahan Indonesia saat ini,
yaitu sistem presidensiil. Sistem presidensiil memberikan wewenang secara penuh kepada presiden dalam pengambilan kebijakan strategis yang sudah diatur dalam ketentuan undang-
undang. Realitasnya, parlementer mendominasi segala bentuk formalasi kebijakan presiden. Sistem presiden menjadi ―dangkal‖ dengan semakin menguatnya ‗tangan‖ parlemen dalam
mengatur dan merancang formulasi kebijakan. Setiap formula kebijakan harus melalui DPR, apakah program itu layak atau tidak, apakah dapat diimplementasikan atau tidak, apakah
bermanfaat atau tidak.
52
Hal ini terjadi akibat implikasi dari sistem pemilu yang memisahkan antara pemilu legislatif DPR, DPD, DPRD dan pemilu eksekutif Presiden dan Wakil
Presiden dengan ketentuan presidential threshold dan suara suara terbanyak. Begitu pula dengan sistem partai politik multipartai yang ada di Indonesia, menjadi problematika
tersendiri dalam menjalankan sistem presidensiil. Terlalu bayaknya parpol dalam parlemen, menjadikan in efisiensi di dalam sistem presidensiil.
Menurut Lili Romli yang dikutip oleh Hayat bahwa problematika desain konstitusi bersifat ambiguitas, sehingga demokrasi presidensial yang terbentuk tidak berjalan efektif.
Selain itu, amandemen konstitusi melakukan purifikasi demokrasi presidensial, tetapi dalam praktek pemerintahan ciata rasa yang dibangun masih terasa parlementer. Ditambah dengan
sistem partai yang multipartai masih belum kompatibel dengan sistem presidensiil. Untuk
52
Hayat, Korelasi Pemilu Serentak Dengan Multi Partai Sederhana Sebagai Penguatan Sistem Presidensiil, jurnal konstitusi volume 11 nomor 3 September 2014, hlm.470