BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Kuisioner
Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat
setelah oviposisi hingga dikonsumsi sangat mempengaruhi kualitas telur. Telur sangat mudah rusakpecah, memiliki pori-pori yang dapat menyebabkan gas,
bakteri, dan udara masuk dan keluar dari telur Scenes et al. 2004. Penanganan yang tidak higienis merupakan jalur kontaminasi utama pada telur. Pengawasan
keamanan pangan melalui konsep safe from farm to table dengan penerapan Good Hygiene Practices
GHP sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan pangan yang aman.
Menjaring informasi melalui kuisioner dilakukan untuk mengetahui penerapan sanitasi dan higiene pada tingkat distribusi dan penjualan telur di pasar
tradisional di Provinsi Jawa Barat. Data kuisioner ini mencakup data pendidikan penjual, asal telur, frekuensi pengiriman, lama waktu penjualan telur, cara
penanganan telur di pasar, serta ada tidaknya penyuluhan tentang keamanan pangan khususnya penanganan telur. Adanya kuisioner ini diharapkan dapat
menggambarkan sanitasi yang diterapkan pada telur sebelum sampai pada konsumen.
Data pemasok atau produsen telur diketahui dari data jenis pemasok dan frekuensi pengiriman telur. Menurut hasil survei yang dilaksanakan, sebagian
besar pemasok telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok tetap 77. Di pasar tradisional Kabupaten Bogor dan Purwakarta,
semua toko pengecer menerima pasokan telur dari pemasok yang tetap 100, sedangkan beberapa pasar di Kabupaten Cianjur, Indramayu, dan Kota Cirebon
masih menerima pasokan dari pemasok tidak tetap 20 –40. Pasokan telur dari
pemasok yang tetap akan sangat mempengaruhi upaya pelaksanaan kontrol pada telur yang dijual di pasar-pasar tradisional. Adanya keluhan dari konsumen serta
kondisi fisik telur yang tidak baik, telur cepat busuk pada rentang waktu
penyimpanan normal, serta masalah-masalah lain yang muncul akan dapat dengan mudah ditelusuri dan dievaluasi hingga ke pemasokprodusen.
Frekuensi pengiriman telur dari pemasok ke penjual berbeda-beda sesuai kesepakatan, yaitu setiap 1
–2 hari, setiap 3 hari–1 minggu, setiap 2 minggu, dan setiap persediaan habis terjual. Sebagian besar pasar di lima kabupaten menerima
pasokan telur secara teratur, kecuali Kabupaten Indramayu yang hampir 80 toko pengecer di wilayah ini menerima pasokan telur setelah persediaan habis tidak
teratur. Hal ini dapat juga diartikan bahwa manajemen penjualan telur di Indramayu kurang baik, sehingga waktu penjualan telur hingga telur habis tidak
dapat diperkirakan. Dengan demikian monitoring pada telur yang dijual sulit untuk dilakukan. Frekuensi pengiriman telur di pasar Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Frekuensi pengiriman telur ke pasar tradisional Provinsi Jawa Barat
Frekuensi pengiriman telur berkaitan dengan lamanya telur berada di toko hingga terjual. Toko di pasar tradisional Kabupaten Bogor dan Purwakarta
memiliki waktu penjualan telur paling lama yaitu berturut-turut selama 8 hari dan 4 hari. Sedangkan toko di pasar tradisional Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Indramayu, dan kota Cirebon menjual telur selama 1 –2 hari. Data pengamatan
lama waktu penjualan telur dapat dilihat pada Tabel 7. Penyimpanan telur di pasar di Provinsi Jawa Barat tidak dilakukan dengan
pendinginan. Seluruh penjual telur 100 menyimpan telur tidak terjual pada suhu kamar. Lamanya penyimpanan dapat menjadi faktor pemicu terjadinya
kontaminasi pada telur. Menurut Standar Nasional Indonesia [SNI 3926: 2008]
Kabupaten Kota Frekuensi Pengiriman Telur n=25
1
–
2 hari 3 hari
–
1 minggu 2 minggu Persediaan habis
Kabupaten Cianjur 60
40 Kabupaten Indramayu
20 80
Kabupaten Bogor 80
20 Kota Cirebon
40 20
40 Kabupaten Purwakarta
40 20
20 20
tentang Telur Ayam Konsumsi, daya tahan telur ayam yang disimpan pada suhu kamar maksimal 14 hari, dengan kelembaban berkisar antara 80
–90. Penyimpanan dengan lemari pendingin 4
–7
o
C dapat meningkatkan daya tahan telur hingga 30 hari. Dengan demikian, masa simpan telur pada suhu kamar di
semua toko di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat berada dalam rentang penyimpanan normal yaitu kurang dari 14 hari.
Tabel 7 Lama waktu penjualan telur di pasar tradisional kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat
KabupatenKota Lama Telur Habis Terjual
hari Terlama
Tercepat Rata-rata
Kabupaten Cianjur 2.4
1 1.2
Kabupaten Indramayu 2.8
1.6 1.8
Kabupaten Bogor 9.6
4.2 7.6
Kota Cirebon 2.6
1.2 1.8
Kabupaten Purwakarta 7
1 3.6
Kesadaran untuk menghasilkan bahan makanan yang aman dan layak sangat dibutuhkan oleh setiap penjual telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat.
Hal itu harus selalu ditanamkan pada siapa saja khususnya pedagang untuk mencegah adanya bahaya penyakit. Dari kuisioner diketahui bahwa tingkat
pendidikan penjual telur di Provinsi Jawa Barat bervariasi mulai dari tidak sekolah 3.5, SD sederajat 31, SMP sederajat 31, SMA sederajat 31,
dan Perguruan tinggi 3.5. Tingkat pendidikan penjual telur yang relatif rendah dan beragam dapat mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan masyarakat tentang
pelaksanaan higiene dan sanitasi yang baik pada telur. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan tentang pentingnya
higiene telur adalah dengan cara penyuluhan. Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa jarang dilakukan penyuluhan
tentang bahaya cemaran mikroorganisme dan cara penanganan telur yang baik dan higienis di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat. Dari data tercatat dua orang
dari lima orang pedagang di Kabupaten Bogor pernah satu kali mendapatkan penyuluhan, sedangkan pedagang di kabupaten lain seperti Kabupaten Cianjur,
Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Purwakarta mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan dari pihak manapun.
4.2 Pengujian keberadaan Salmonella pada kuning telur