Rendemen Rajungan Karakteristik Protein dan Asam Amino Daging Rajungan (Portunus pelagicus) Akibat Pengukusan.

membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, batu karang tetapi sekali-kali dapat juga berenang ke permukaan perairan. Perbedaan ukuran dan bobot rajungan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pertumbuhan, jenis kelamin, umur, makanan dan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan. Hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan bahwa rajungan ditangkap pada saat kondisi gelombang laut tenang pada pukul 08.00 WIB pagi hari dan didaratkan di tempat pengumpul pada pukul 15.00 WIB untuk kemudian ditimbang oleh pedagang pengumpul.

4.2 Rendemen Rajungan

Rendemen adalah bagian dari suatu bahan baku yang dapat diambil dan dimanfaatkan. Rendeman merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas suatu bahan baku. Rajungan yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan preparasi dalam keadaan segar dan setelah pengukusan. Rendemen rajungan merupakan bagian tubuhnya yang masih bisa dipergunakan yang diperoleh dengan cara membedah rajungan, memisahkan daging dengan cangkang, kemudian memisahkan bagian daging dengan jeroan. Rendemen daging rajungan dapat dihitung berdasarkan persentase perbandingan bobot keseluruhan daging yang sudah diambil dari cangkang dan dipisahkan dari jeroan terhadap bobot total rajungan. Rendemen rajungan segar dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Persentase rendemen rajungan segar. Cangkang 51,62 Daging 35,77 Jeroan 12,61 Gambar 7 menunjukkan bahwa rajungan segar memiliki persentase rendemen tertinggi pada cangkang, yaitu sebesar 51,62, rendemen daging sebesar 35,77 dan rendemen jeroan mempunyai nilai yang terkecil sebesar 12,61. Rendemen hasil perikanan berbeda-beda tergantung dari ukuran, berat dan jenisnya. Rendemen total daging rajungan sebesar 25-35 dari berat tubuhnya dan besarnya rendemen ini dipengaruhi oleh kesegaran bahan baku, cara pengambilan dagingnya serta jenis kelamin rajungan dimana rajungan jantan memiliki nilai rendemen daging yang lebih besar bila dibandingkan dengan rajungan betina Indriyani 2006. Rajungan memiliki cukup besar bagian yang belum dimanfaatkan yakni bagian cangkang dan jeroannya. Tangko dan Rangka 2009 menyatakan bahwa limbah dari rajungan dapat dibuat kitosan sebagai pengganti formalin. Limbah yang dimaksud adalah kepala, kulit, ekor maupun kaki rajungan yang pada umumnya 25-50 dari berat rajungan. Potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi polisakarida, kitosan dan glukosamin. Ketiga produk ini mempunyai sifat mudah terurai dan tidak bersifat beracun sehingga sangat ramah lingkungan. Pemanfaatan cangkang rajungan ini menjadi bahan baku kitosan akan menerapkan proses produksi tanpa limbah zero waste. Rajungan setelah pengukusan mengalami perubahan jumlah rendemen. Pengukusan menyebabkan penyusutan berat rata-rata rajungan dari 76,69 gram menjadi 65,19 gram, atau mengalami penyusutan sebesar 14,99 dari berat rata- rata semula. Penyusutan rendemen rajungan terjadi karena selama pengukusan pada suhu 70-82 o C selama 28 menit menyebabkan kandungan air bebas yang terdapat pada daging, jeroan dan cangkang keluar sehingga terjadi pengurangan berat. Pengukusan merupakan salah satu proses pemanfaatan perlakuan panas yang penting dalam pengolahan rajungan melalui media air tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Keluarnya air dari rajungan juga menyebabkan beberapa komponen penting misalnya vitamin-vitamin larut air Vitamin B kompleks dan C, protein, lemak dan mineral berkurang, namun penurunan zat gizi yang diakibatkan pengukusan tidak sebesar perebusan Thamrin dan Prayitno 2008.

4.3 Hasil Analisis Kimia