Dalam praktek, perbedaan tersebut tidak setegas itu. Keanggotaan kelompok kepentingan dan keanggotaan partai politik sering tumpang tindih, dan
lebih-lebih lagi, kelompok kepentingan sering terlibat dalam penyeleksian calon- calon keanggotaan partai politik dan selalu berusaha agar anggota-anggotanya
terwakili dalam komisi-komisi yang dibentuk oleh pemerintah. Kadang-kadang pula kelompok kepentingan bahkan berkembang menjadi partai politik.
A. Jenis-jenis Kelompok Kepentingan
Sebagaimana dikatakan oleh Gabriel A. Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews : 2000 : 53, bahwa kelompok-kelompok kepentingan berbeda-beda
dalam struktur, gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya. Perbedaan tersebut sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial
suatu bangsa. Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasar keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama, ataupun berdasarkan isu-isu
kebijaksanaan – kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang berdasarkan pada bidang pekerjaan
atau profesi. Berikut ini adalah beberapa jenis kelompok kepentingan yang dikenal, diantaranya adalah :
1. Kelompok Anomik
Kelompok-kelompok anomik ini terbentuk secara spontan dan seketika, dan tidak memiliki nilai-nilai, norma-norma yang mengatur serta tidak terorganisir. Jenis
kelompok ini terbentuk tanpa ada yang merencanakan sebelumnya, terjadi begitu saja, yang mungkin penyebabnya adalah ketidakpuasan yang lama menumpuk
dan dilampiaskan seketika pada saat ada pemicu dan bubar dengan sendirinya. Jenis kelompok ini sering bertumpang tindih overlap dengan bentuk-bentuk
partisipasi politik nonkonvensional seperti demonstrasi, kerusuhan, tindak kekerasan politik dan sebagainya. Sehingga apa yang dianggap sebagai perilaku
anomik mungkin saja tidak lebih dari tindakan-tindakan kelompok terorganisir bukan kelompok anomik yang menggunakan cara-cara nonkonvensional seperti
kekerasan. Boleh jadi kelompok terorganisir yang oleh karena kepentingannya tidak terwakili secara memadai dalam sistem politik, melakukan suatu insiden yang
59
sepintas lalu terkesan terjadi secara spontan dan mengarah kepada ledakan yang tidak dapat dikendalikan lagi, bila salah memahami hakikat kejadian tersebut lalu
menganggapnya sebagai tindakan kelompok anomik. Kita harus hati-hati menilai, sebab sering kali yang nampak anomik itu kadang kala merupakan tindakan yang
direncanakan secara teliti oleh kelompok kepentingan yang terorganisir.
2. Kolompok Non-Assosiasional
Kelompok kepentingan non-assosiasional pada dasarnya sudah terorganisasi, akan tetapi jarang yang terorganisir dengan rapi dan kegiatannya
bersifat temporer. Kelompok ini berwujud seperti kelompok-kelompok keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingan
secara kadangkala melalui individu-individu, klik-klik, kepala keluarga, atau pemimpin agama.
Secara teoretis, kegiatan kelompok non-assosiasional terutama sekali merupakan ciri masyarakat belum maju, di mana kesetiaan kesukuan atau
keluarga-keluarga bangsawan mendominasi kehidupan politik. Akan tetapi dalam negara industri majupun, kelompok non-assosiasional seperti keluarga-keluarga
yang masih berpengaruh, tokoh-tokoh kedaerahan, serta pemimpin-pemimpin agama seringkali menerapkan pengaruhnya yang seringkali lebih besar dari
pengaruh kelompok professional. Sarana yang sering digunakan jenis kelompok ini untuk mempengaruhi pemerintah biasanya pertemuan-pertemuan informal yang
sering dihadiri oleh pejabat pemerintah maupun pimpinan partai.
3. Kelompok Institusional