III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit
Hutan Departemen Silvikultur.
3.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk keperluan penelitian adalah: program SPSS, tally sheet
, sungkup. Bahan-bahan untuk penelitian ini adalah bibit sengon usia satu setengah bulan, kayu diameter 3, 4, dan 5 cm, PDA Potato Dextrose Agar
serta isolat Ganoderma spesies 1sampel dari tanaman lamtoro di daerah Ciamis dan spesies 2 sampel dari tanaman sengon di daerah Ciamis yang berasal dari
koleksi Laboratorium Patologi Hutan dan selanjutnya akan disebut SP1 dan SP2.
3.3. Tahapan Kerja
Penelitian ini memerlukan beberapa tahapan kerja. Tahapan-tahapan tersebut adalah penyiapan alat dan bahan penelitian, penyapihan dan
pemeliharaan, pemberian perlakuan, pengamatan perlakuan dan pengambilan data serta analisis data.
3.3.1. Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penyiapan tanah steril dan foodbase berupa potongan kayu berdiameter 3, 4 dan 5 cm serta foodbase berupa media PDA.
Untuk penyediaan tanah steril dilakukan dengan mengukus autoclaving media tanah yang sudah tercampur kompos dan arang sekam dengan perbandingan 2:1:1.
Autoclaving dilakukan dengan waktu berdekatan dengan penyapihan agar kondisi
tanah hasil pengukusan dalam kantong plastik tidak terkontaminasi. Sedangkan
penyiapan foodbase berupa media PDA dilakukan dengan dua cara yaitu yang tidak diinokulasikan maupun yang diinokulasikan.
PDA yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp. penyiapannya cukup dengan membuat media PDA steril yang kemudian diletakkan di dalam polybag
saat penyapihan. Penyiapan media PDA yang diinokulasikan Ganoderma spp. dilakukan bersamaan dengan penyiapan potongan kayu yang juga diinfeksikan
jamur tersebut. Isolat Ganoderma spp. yang telah dibiakan dalam kultur steril dipermudakan ke dalam toples steril berisi PDA. Pada perlakuan foodbase kayu,
PDA yang sudah dipenuhi miselium dimasukkan kayu dan diinkubasi selama 1-2 bulan. Tingkat kematangan biakan dapat cukup terlihat baik dari morfologi jamur
maupun penyebarannya pada PDA maupun kayu-kayu dalam toples.
Gambar 1 Persiapan sterilisasi tanah dengan autoclave.
Gambar 2 A. Perebusan potongan kayu untuk bahan foodbase; B. Pembungkusan foodbase
setelah perebusan sebelum proses autoclaving agar steril; C. Pembuatan bedengan untuk penempatan bibit sengon setelah
penyapihan.
Pada potongan kayu yang tidak diinokulasikan, penyediaannya cukup dilakukan dengan menguliti batang kayu sengon yang sebelumnya telah dipotong
dengan panjang 5cm dan diameter yang bervariasi yaitu 3, 4 dan 5 cm. Kemudian
A B
C
potongan-potongan kayu ini direbus dalam panci selama beberapa jam sebelum di autoclave
agar lebih steril. Jumlah potongan kayu maupun media PDA yang digunakan sebagai foodbase disesuaikan dengan kebutuhan perlakuan
pengamataan bibit sengon.
3.3.2. Penyapihan dan Pemeliharaan
Untuk penyapihan dilakukan pada sore hari untuk mencegah kematian bibit akibat stres. Hal ini menyebabkan penyapihan tidak dapat dilakukan secara
langsung, melainkan bertahap. Penyapihan juga dilakukan tiap perlakuan agar mudah dalam penyusunan tanaman. Setelah penyapihan biasanya anakan sengon
akan sedikit layu selama satu atau dua hari sebelum beradaptasi dari stres.
3.3.3. Pemberian Perlakuan
Terdapat dua mayor perlakuan dalam penelitian ini yaitu perlakuan tanpa inokulasi dan perlakuan inokulasi. Tiap perlakuan terdiri dari tiga blok
pengamatan yang dianggap sama dan tiap bloknya terdiri dari empat tanaman sebagai ulangan. Perlakuan tanpa inokulasi adalah semua kombinasi perlakuan
akar maupun perlakuan foodbase. Perlakuan foodbase sendiri terbagi menjadi dua yaitu foodbase berupa potongan kayu sengon dengan ukuran bervariasi diameter
3, 4 dan 5 cm dan foodbase berupa PDA yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp. Jumlah keseluruhan perlakuan ini adalah 10 perlakuan.
Tabel 1. Jenis-jenis perlakuan yang diterapkan pada bibit sengon
Mayor No
Per Jenis Perlakuan
Perlakuan akar Foodbase
Jenis Ganoderma
Potong Tidak PDA Potongan Kayu
SP1 SP2 3
cm 4 cm 5
cm 1
√ - - - - - - - 2
- √ - - - - - -
Perlakuan 3 - √ - √ - - - -
Tanpa 4 -
√ - - √ - - - Inokulasi 5 -
√ - - - √ - - 6
√ - - √ - - - - 7
√ - - - √ - - -
8 √ - - - - √ - -
9 -
√ √ - - - - -
Tabel. 1 Lanjutan
Mayor No
Per Jenis Perlakuan
Perlakuan akar Foodbase
Jenis Ganoderma
Potong Tidak PDA Potongan Kayu
SP1 SP2 3
cm 4 cm 5
cm 10
√ - √ - - - - - 11
‐ √
‐ √
‐ ‐
√ ‐
12 ‐
√ √
‐ ‐
‐ √
‐ 13
√ - - √ - - √ - 14
√ -
√ -
- -
√ - 15
‐ √
‐ ‐
√ ‐
√ ‐
16 √
‐ ‐
‐ √
‐ √
‐ 17
‐ √
‐ ‐
‐ √
√ ‐
18 √
‐ ‐
‐ ‐
√ √
‐ 19
‐ √
‐ ‐
‐ √
√ ‐
Perlakuan 20 ‐
√ ‐
‐ √
‐ ‐
√ Inokulasi 21
√ ‐
‐ ‐
√ ‐
‐ √
22 ‐
√ √
‐ ‐
‐ ‐
√ 23
√ ‐
√ ‐
‐ ‐
‐ √
24 ‐
√ ‐
√ ‐
‐ ‐
√ 25
√ ‐
‐ √
‐ ‐
‐ √
Perlakuan inokulasi adalah kombinasi dari berbagai perlakuan akar, pemberian foodbase yang diinokulasikan dengan jamur Ganoderma spp.. Jenis
Ganoderma spp. itu didapatkan juga dimasukkan dalam sebuah kombinasi.
Kombinasi pemberian foodbase seperti pada perlakuan tanpa inokulasi terbagi dua yaitu PDA dan potongan sengon, dimana, pada perlakuan dengan potongan
sengon terdapat kombinasi ukuran variasi 3, 4 dan 5 cm. Jumlah total untuk perlakuan inokulasi ini adalah 15 perlakuan.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah perlakuan penyiraman, penyemprotan insektisida serta penyiangan bila diperlukan. Untuk keperluan
pengamatan biasanya dilakukan tiap 3-5 hari sekali untuk tiap pengamatan yang dibantu dengan tally sheet.
3.3.4. Pengamatan Perlakuan dan Pengambilan Data
Parameter yang diukur adalah perkembangan jumlah anak daun, tinggi bibit dan nisbah pucuk akar. Tinggi bibit yang diukur adalah dari pangkal batang
bawah hingga pucuk teratas yang dilakukan dengan menggunakan penggaris. Data yang didapat kemudian dituliskan pada tally sheet yang telah dipersiapkan.
Pengolahan data akhir ini selain memperhitungkan pengaruh Ganoderma spp. terhadap bibit sengon P. falcataria, juga memperhitungkan pengaruh ukuran
potongan kayu, jenis tumbuhan dimana Ganoderma spp. induk tumbuh maupun pengaruh dari pemotongan akar terhadap kedua parameter yang diuji.
Pengambilan data guna perhitungan nisbah pucuk akar dilakukan pada akhir pengamatan. Data diambil dengan memanen tanaman sengon yang diberikan
perlakuan inokulasi Ganoderma spp., memeriksa ada atau tidaknya tubuh buah Ganoderma
spp. pada media sebelum kemudian membersihkannya untuk keperluan dokumentasi. Bibit-bibit yang telah dipanen dan dibersihkan tersebut
kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis perlakuannya untuk kemudian dipisahkan bagian akar dengan bagian pucuk batangnya. Bagian bibit yang
digolongkan sebagai akar adalah bagian tanaman yang berada tepat di bawah letak cabang ataupun bekas cabang pertama dari pangkal.
Setelah pemisahan pucuk dan akar, dilakukan penimbangan berat untuk akar maupun batang tiap bibit untuk mengetahui berat basah akar maupun pucuk
dari bibit yang dipanen. Setelah pengukuran berat basah dilakukan, bagian-bagian bibit tersebut dibungkus dengan kertas untuk segera dimasukan ke dalam oven
selama 24 jam dengan suhu 110 C. Setelah pengovenan selesai, dilakukan
penimbangan kedua baik untuk akar maupun pucuk tiap-tiap bibit untuk menghitung berat kering oven akar maupun pucuk. Untuk mencari nisbah pucuk
digunakan untuk mencari perhitungan nisbah pucuk akar dengan rumus: Nisbah pucuk akar = mpma
Keterangan: mp
= massa
pucuk ma
= massa
akar
Catatan: massa yang digunakan adalah massa kering
3.3.5. Analisis Data
Rancangan percobaan menggunakan RAL dilakukan berdasarkan asumsi bahwa penelitian dilakukan pada kondisi yang homogen. Kehomogenan
percobaan didasarkan pada percobaan yang hanya membutuhkan unsur pembedaan dari perlakuan yang diberikan. Perhitungan dilakukan dengan
penggunaan SPSS, sedangkan uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Pengamatan terhadap berbagai perlakuan penelitian selama 60 hari menunjukkan adanya pengaruh jamur busuk akar pada bibit tanaman sengon.
Pengaruh ini berbeda tergantung pada perlakuan inokulasi, patogenitas jamur busuk akar. Adapun pengaruh luar termasuk galat saat penelitian dilakukan terjadi
namun pengaruh tersebut sedikit dan tidak mempengaruhi keseluruhan penelitian secara nyata.
4.1.1. Hasil Pertumbuhan Tanaman
Pengamatan selama 60 hari selama penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan tanpa inokulasi perlakuan 1sampai dengan 10 memiliki
pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan inokulasi perlakuan 11 sampai dengan 25. Data tersebut juga menunjukkan bahwa stres tanaman setelah
penyapihan cukup mempengaruhi pertumbuhan setidaknya pada satu minggu pertama setelah penyapihan. Pengaruh yang paling nyata adalah dari parameter
pertambahan jumlah anak daun, dimana satu minggu pertama pengamatan keseluruhan perlakuan mengalami penurunan jumlah anak daun.
Pada perlakuan tanpa inokulasi, rataan jumlah anak daun yang didapat tepat setelah penyapihan dilakukan adalah 27,92 helai dan pengamatan yang
dilakukan antara hari ke-3 dan seminggu setelah penyapihan menunjukkan penurunan rataan jumlah anak daun menjadi 23,35 helai. Sedangkan rataan
pertumbuhan jumlah anak daun pada perlakuan inokulasi pada tepat setelah penyapihan dan beberapa hari setelahnya tidak menunjukkan perbedaan
mencolok, dimana, rataan jumlah anak daun tepat setelah penyapihan adalah 15,14 helai dan rataan jumlah anak daun beberapa hari setelahnya adalah 13,64
helai. Penurunan rataan tinggi dan jumlah anak daun yang terjadi pada bibit
sengon terjadi karena stress bibit akibat perpindahan media. Secara lengkap rataan pertumbuhan ditunjukan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi dan anak daun bibit sengon selama 60 hari
No. Perlakuan
Rataan pertumbuhan tiap pengamatan Tinggi cm
Anak Daun helai Bln 1
Bln 2 Bln 1
Bln 2 1.
Pemotongan akar tanpa foodbase
17,21 18,89
23,31 20,34
2. Tanpa potong tanpa
foodbase 18,82
18,83 29,64
37,02 3. Potongan
3cm tanpa
potong 20,35
21,69 26,55
24,09 4. Potongan
4cm tanpa
potong 21,35
21,79 21,35
22,78 5. Potongan
5cm tanpa
potong 18,18
20,29 22,68
19,97 6. Potongan
3cm potong
akar 19,95
20,80 28,26
26,75 7. Potongan
4cm potong
akar 20,33
22,19 25,58
22,88 8. Potongan
5cm potong
akar 7,72
9,19 21,53
25,35 9.
PDA tanpa potong 16,44
18,85 21,33 24,48 10.
PDA potong akar 8,58
9,34 22,67 24,50 11.
Potongan 3cm SP1 tanpa potong
15,40 12,21
31,53 28,00
12. PDA SP1
tanpa potong
12,25 9,71
32,15 27,21
13. Potongan 3cm
SP1 potong akar
11,36 9,85
29,23 25,41
14. PDA SP1 potong akar
13,85 11,07
35,69 28,44
15. Potongan 4cm SP1 tanpa
potong 12,64
11,31 32,27
28,72 16. Potongan
4cm SP1
potong akar 10,09
9,01 22,39
23,19 17.
Potongan 5cm SP1 tanpa potong
8,89 7,93
27,00 25,36
18. Potongan 5cm
SP1 potong akar
11,33 10,60
25,58 18,21
19. Potongan 4cm SP2 tanpa
potong 18,55
12,90 29,17
16,92 20. Potongan
4cm SP2
potong akar 14,78
11,83 34,42
19,42 21. PDA
SP2 tanpa
potong 18,78
9,52 34,33
18,25 22.
PDA SP2 potong akar 15,00
9,78 26,67
17,58 23.
Potongan 3cm SP2 tanpa potong
17,02 10,90
31,17 17,42
24. Potongan 3cm
SP2 potong akar
14,52 8,78
35,58 18,17
Tabel 3. Rataan pertumbuhan tepat setelah dan seminggu setelah penyapihan
No. Perlakuan
Rataan pertumbuhan tepat setelah dan seminggu setelah penyapihan
Tinggi cm Anak Daun helai
Setelah 1 Minggu
Setelah 1 Minggu
1. Pemotongan akar tanpa
foodbase 16,87
16,58 23,93
22,60 2.
Tanpa potong tanpa foodbase
19,38 18,50
20,43 32,50
3. Potongan 3cm
tanpa potong
19,94 20,36
26,43 25,87
4. Potongan 4cm
tanpa potong
24,73 20,52
21,47 21,27
5. Potongan 5cm
tanpa potong
19,03 17,99 24,20 21,67 6. Potongan
3cm potong
akar 21,46
20,32 25,57
24,88 7. Potongan
4cm potong
akar 20,36
20,38 25,70
25,10 8. Potongan
5cm potong
akar 7,08 8,10 20,00 21,75
9. PDA tanpa potong
16,75 15,85
21,50 20,75
10. PDA potong akar
8,39 8,56
23,08 22,17
11. Potongan 3cm SP1 tanpa
potong 19,18 14,22 32,67 33,08
12. PDA SP1
tanpa potong
13,97 12,89
27,08 36,17
13. Potongan 3cm
SP1 potong akar
9,48 15,11
11,42 39,00
14. PDA SP1 potong akar
16,78 12,73
35,00 38,25
15. Potongan 4cm SP1 tanpa
potong 11,67
13,93 18,00
44,00 16. Potongan
4cm SP1
potong akar 8,90
10,92 15,17
27,33 17.
Potongan 5cm SP1 tanpa potong
8,89 9,40
19,00 32,42
18. Potongan 5cm
SP1 potong akar
11,03 11,63
26,08 25,08
19. Potongan 4cm SP2 tanpa
potong 18,55
18,85 29,17
29,08 20. Potongan
4cm SP2
potong akar 14,78
11,83 34,42
31,83 21. PDA
SP2 tanpa
potong 18,78
19,03 34,33
18,25 22.
PDA SP2 potong akar 15,00
15,41 26,67
17,58 23.
Potongan 3cm SP2 tanpa 17,02
17,51 31,17
30,83
potong 24. Potongan
3cm SP2
potong akar 14,52
14,83 35,58
33,92
Hasil yang ditunjukan oleh Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa inokulasi memiliki pertumbuhan jumlah anak daun bibit yang
lebih stabil dan positif bila dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Pada perlakuan inokulasi keterhambatan pertumbuhan jumlah daun dialami oleh hampir
seluruh bibit, walaupun begitu ada keterhambatan pertumbuhan anak daun pada perlakuan tanpa inokulasi. Perlakuan tanpa inokulasi tersebut diantaranya adalah
perlakuan potong akar tanpa foodbase nomor 1, foodbase potongan kayu 3 cm tanpa pemotongan akar nomor 3, foodbase potongan kayu 5 cm tanpa
pemotongan akar nomor 5, foodbase potongan 3cm dengan potong akar nomor 6 dan foodbase potongan 3cm dengan pemotongan akar nomor 7 yang masing-
masing mengalami penurunan rataan jumlah daun sebesar 2,97; 2,46; 2,71; 1,51 dan 2,70 helai untuk hasil selisih rataan bulan pertama dan kedua. Penyebab
terjadinya penurunan lebih dikarenakan faktor eksternal yang bervariasi diantaranya adalah ulat daun hijau Eurema hecabe dan kutu daun putih
Paracoccus marginatus. Pengukuran pertambahan anak daun dilakukan dengan menghitung selisih jumlah anak daun dengan pengukuran sebelumnya.
Gambar 3 Hama yang ditemukan pada bibit sengon A. Paracoccus marginatus; B. Eurema hecabe.
Pada pengukuran tinggi bibit sengon, perlakuan tanpa inokulasi menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan inokulasi.
Hasil pertumbuhan tinggi terbaik didapatkan dari perlakuan tanpa inokulasi dengan potongan kayu 5cm tanpa potong akar sebesar 2,11 cm sedangkan rataan
pertumbuhan terburuk dengan disertai kematian banyak pucuk tertinggi A
B
5 1 0
1 5 2 0
2 5 3 0
3 5 4 0
B l n 1
M g 2
B l n 1
M g 4
B l n 2
M g 2
B l n 2
M g 4
t i n g g i c m
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 Mg
2 Bln
2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 Mg
2 Bln
2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai 5
10 15
20 25
30 35
40
B ln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 Mg
2 Bln
2 Mg 4
5 1 0
1 5 2 0
2 5 3 0
3 5 4 0
B ln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 M g
2 Bln
2 M g 4
didapatkan dari perlakuan inokulasi Ganoderma SP2 dengan foodbase PDA tanpa pemotongan akar sebesar -9,26 cm. Sama seperti pengukuran rataan pertumbuhan
anak daun bibit sengon, pengukuran rataan pertumbuhan tinggi bibit sengon merupakan hasil selisih rataan bulan pertama dan kedua.
B
C D
E F
G H
A
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg
2 Bln
1 M g 4
B ln 2 Mg
2 Bln
2 M g 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 Mg
2 Bln
2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg
2 Bln
1 Mg 4
Bln 2 Mg
2 Bln
2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
Keterangan: A
. Pemotongan akar tanpa foodbase; B.Tanpa potong tanpa foodbase; C. Potongan 3cm tanpa potong; D. Potongan 4cm tanpa potong; E. Potongan 5cm tanpa potong; F. Potongan 3cm potong akar; G. Potongan 4cm
potong akar; H. Potongan 5cm potong akar.
Gambar 4 Pertambahan tinggi cm dan jumlah anak daun helai bibit sengon dari perlakuan A sampai dengan perlakuan H.
I J
K L
M N
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1
Mg 2
Bln 1
Mg 4
Bln 2
Mg 2
Bln 2
Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2Bln 1 Mg 4Bln 2 Mg 2Bln 2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
B ln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
tinggi cm
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1 Mg 2
Bln 1 Mg 4
Bln 2 Mg 2
Bln 2 Mg 4
O P
Keterangan: I
. PDA tanpa potong; J. PDA potong akar; K. potongan 3cm SP1 tanpa potong; L. PDA SP1 tanpa potong; M
. potongan 3cm SP1 potong akar; N. PDA SP1 potong akar; O. potongan 4cm SP1 tanpa potong; P.
potongan 4cm SP1 potong akar.
Gambar 5 Pertambahan tinggi cm dan jumlah anak daun helai bibit sengon dari perlakuan I sampai dengan perlakuan P.
Q R
S T
U V
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1
Mg 2
B ln 1
Mg 4
Bln 2
Mg 2
Bln 2
Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai 5
10 15
20 25
30 35
40
Bln 1
Mg 2
B ln 1
Mg 4
Bln 2
Mg 2
Bln 2
Mg 4
tinggi cm
5 10
15 20
25 30
35 40
Bln 1
Mg 2
B ln 1
Mg 4
Bln 2
Mg 2
Bln 2
Mg 4
tinggi cm
jumlah leaflets
helai
W X
Keterangan: Q
. potongan 5cm SP1 tanpa potong; R. potongan 5cm SP1 potong akar; S. potongan 4cm SP2 tanpa potong; T
. potongan 4cm SP2 potong akar; U. PDA SP2 tanpa potong; V. PDA SP2 potong akar; W. potongan 3cm SP2 tanpa potong; X. potongan 3cm SP2 potong akar.
Gambar 6 Pertambahan tinggi cm dan jumlah anak daun helai bibit sengon dari perlakuan Q sampai dengan perlakuan X.
Perkembangan bibit sengon dari berbagai perlakuan yang diaplikasikan seperti pada gambar di atas menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi jamur busuk
akar pada bibit sengon mempengaruhi pertumbuhan bibit sengon. Gejala ini umumnya muncul pada bulan kedua. Pada mulanya bibit sengon terlihat merana
dan kemudian diikuti dengan kerontokan daun dan kematian pucuk pertama. Gejala ini akan semakin tampak pada pengamatan-pengamatan berikutnya. Pada
akhir bulan kedua, tercatat beberapa jamur busuk akar memunculkan tubuh buahnya.
A B
Gambar 7 A. Tubuh buah Ganoderma spp. Yang muncul pada polybag bibit sengon; B. Potongan akar yang membusuk yang disebabkan infeksi
jamur busuk akar.
Gambar 8 A. Pertambahan tinggi cm dan jumlah anak daun helai bibit sengon pada perlakuan tanpa inokulasi; B. Pertambahan tinggi dan
jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi. A
B
4.1.2. Perbandingan Hasil Berbagai Aplikasi Perlakuan
Penelitian ini memiliki berbagai perlakuan yang diaplikasikan kepada bibit sengon. Perlakuan-perlakuan tersebut adalah pemotongan akar, variasi ukuran
potongan kayu, variasi jenis foodbase dan variasi jenis Ganoderma sp.. Perbandingan pertumbuhan terhadap berbagai jenis aplikasi perlakuan akan
menunjukkan nyata atau tidaknya pengaruh tiap perlakuan terhadap pertumbuhan bibit sengon.
4.1.2.1. Perbandingan Pengaruh Jenis Ganoderma spp.
Perhitungan terhadap perlakuan ini dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan antara bibit sengon yang diinokulasikan Ganoderma SP1 dengan
bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jamur Ganoderma SP2 lebih bersifat patogenik dibanding
jamur Ganoderma SP1. Hal tersebut dapat terlihat dari rataan pertumbuhan bibit sengon baik pada parameter jumlah anak daun maupun tinggi.
A B
Gambar 9 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur Ganoderma SP1; B.
Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur Ganoderma SP2.
4.1.2.2. Perbandingan Pengaruh Pemotongan Akar
Perhitungan perbandingan pengaruh pemotongan akar dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan antara bibit sengon dengan pemotongan akar dan
bibit sengon tanpa pemberian pemotongan akar. Hasil pada parameter
pertambahan jumlah anakan daun menunjukkan bahwa bibit sengon pada perlakuan inokulasi yang diberikan pemotongan akar memiliki selang
pertambahan daun -3,19 sampai -8,68. Pertambahan jumlah anak daun pada bibit tanpa pemotongan akar memiliki selang antara -3,58 sampai -9,07. Nilai minus ini
terjadi akibat berkurangnya rataan jumlah anak daun pada bibit antara perhitungan awal pengamatan dan akhir pengamatan pada penelitian. Namun, hasil tersebut
menunjukkan bahwa rataan perhitungan jumlah anak daun pada bibit yang dipotong akarnya memiliki hasil yang lebih baik dibanding rataan jumlah anakan
daun pada bibit sengon tanpa pemotongan akar. Rataan nilai pertambahan jumlah daun bibit sengon pada perlakuan
inokulasi dengan pemotongan akar adalah -5,94. Rataan nilai pertambahan jumlah daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi tanpa pemotongan akar adalah -6,32.
Nilai rataan ini menunjukkan bahwa rataan pertambahan daun bibit sengon yang dipotong akarnya lebih baik dibanding rataan pertambahan daun bibit sengon
yang tidak dipotong akarnya. Hasil pada perlakuan inokulasi menunjukkan bahwa bibit sengon dengan
pemotongan akar memiliki nilai rataan pertambahan anak daun yang lebih besar dibandingkan dengan bibit sengon tanpa pemotongan akar. Pada bibit sengon
dengan pemotongan akar rataan pertambahan anak daunnya adalah 5,10 sedangkan rataan pertambahan anak daun pada bibit sengon tanpa pemotongan
akar hanya 0,60. Tabel 4. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada
perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar
Hasil rataan pertumbuhan bibit sengon pada parameter tinggi menunjukkan hasil yang sama seperti pada parameter daun di mana bibit sengon
dengan perlakuan pemotongan akar menunjukkan hasil yang lebih positif dibanding bibit sengon yang tidak dipotong akarnya. Pada perlakuan inokulasi,
No. Perlakuan akar
Rataan helai
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
Dengan potong akar -5,94
-8,69 -3,19
2. Tanpa potong akar
-6,32 -9,07
-3,58
bibit sengon yang dipotong akarnya memiliki selang pertambahan tinggi antara - 0,75 sampai -3,65, sedangkan selang pertambahan tinggi pada bibit sengon yang
tidak dipotong akarnya adalah antara -1,59 sampai -4,48. Rataan nilai pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi
dengan pemotongan akar adalah -2,20 sedangkan Rataan nilai pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi tanpa pemotongan akar adalah -3,04. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa seperti pada pertambahan anak daun pemotongan akar juga memberikan hasil yang lebih positif dibanding pertambahan tinggi bibit
sengon yang tidak dipotong akarnya. Tabel 5. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan
inokulasi pada pengamatan perlakuan akar
Pada perlakuan tanpa inokulasi rataan pertambahan tinggi bibit sengon yang dipotong akarnya memiliki hasil yang lebih besar dibanding bibit sengon
yang tidak dipotong akarnya. Nilai rataan pertambahan tinggi bibit sengon dengan pemotongan akar adalah 1,78 cm dan 1,55 cm pada pertambahan tinggi bibit
sengon tanpa pemotongan akar. Hasil pada rataan pertambahan jumlah anak daun dan pertambahan tinggi bibit sengon dengan jelas menunjukkan bahwa
pemotongan akar berkorelasi positif dengan pertumbuhan bibit sengon.
No. Perlakuan akar
Rataan cm
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
Dengan potong akar -2,20
-3,65 -0,75
2. Tanpa potong akar
-3,03 -4,48
-1,59
A B
Gambar 10 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan pemotongan akar; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak
daun bibit sengon pada perlakuan tanpa pemotongan akar.
4.1.2.3. Perbandingan Pengaruh Ukuran Potongan Kayu
Dalam penelitian ini, selain terdapat perlakuan akar juga terdapat perlakuan diferensiasi ukuran foodbase potongan kayu. Potongan kayu yang
diaplikasikan pada bibit sengon adalah potongan kayu dengan panjang 5 cm namun dengan ukuran diameter yang saling berbeda. Ukuran diameter potongan
kayu dalam penelitian ini adalah 3, 4 dan 5 cm. Semua ukuran diameter yang bervariasi tersebut disebar merata pada tiap perlakuan sehingga perlakuan-
perlakuan tersebut mendapatkan tiap ukuran potongan kayu secara seimbang. Hasil perhitungan terhadap pengaruh ukuran foodbase pada pertambahan
jumlah anak daun bibit sengon menunjukkan bahwa bibit sengon berturut-turut lebih terhambat pada potongan kayu ukuran diameter 3, 4 dan 5 cm. Pada ukuran
potongan kayu 5 cm selang rataan pertambahan jumlah anak daun adalah antara 0,74 sampai -7.02, sedangkan untuk ukuran potongan kayu 4 cm selang rataan
pertambahan jumlah anak daunnya antara -2,31 sampai -8,65. Rataan terburuk pada pertambahan jumlah daun adalah pada potongan kayu ukuran 3 cm dengan
selang antara -5,61 sampai -11,94. Nilai selang tersebut merupakan hasil perhitungan pada baik perlakuan tanpa inokulasi maupun perlakuan inokulasi.
Nilai minus terjadi karena tingkat keguguran anak daun pada perlakuan inokulasi jauh lebih nyata dibanding nilai pertambahan anak daun pada perlakuan tanpa
inokulasi. Nilai rataan pertambahan jumlah anak daun untuk ukuran diameter
potongan kayu 5 cm adalah -3,14; untuk ukuran diameter potongan kayu 4 cm adalah -5,48 dan untuk ukuran diameter potongan kayu 5 cm adalah -8,78. Hasil
tersebut dapat terlihat pada Tabel 8 di bawah. Pengamatan terhadap parameter pertambahan tinggi bibit sengon
menunjukkan hasil yang sama seperti pada parameter pertambahan jumlah anak daun bibit sengon. Pada perhitungan terhadap hasil pengamatan parameter tinggi,
nilai terbesar pertambahan tinggi bibit sengon adalah pada potongan kayu diameter ukuran 5 cm, kemudian disusul potongan kayu diameter ukuran 4 cm
dan yang terakhir adalah potongan kayu diameter ukuran 3 cm. Selang rataan pertambahan tinggi untuk ketiga ukuran diameter tersebut adalah 2,68 cm sampai
-1,43 cm untuk potongan kayu ukuran diameter 5 cm, -0,87 cm sampai -4,22 cm untuk potongan kayu ukuran diameter 4 cm dan -3,28 cm sampai -6,53 cm untuk
potongan kayu ukuran diameter 3 cm.
Gambar 11 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 3 cm; B.
Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 4 cm; C.
Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 5 cm.
Tabel 6. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter
potongan kayu
No. Ukuran potongan kayu
Rataan helai
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
5 cm -3,14
-7,02 0,74
2. 4 cm
-5,48 -8,65
-2,31 3.
3 cm -8,78
-11,94 -5,61
A B
C
Perhitungan rataan pertambahan tinggi bibit sengon pada potongan kayu ukuran diameter 5 cm juga lebih baik dari potongan kayu ukuran diameter 4 cm
dan 3 cm. Rataan untuk potongan kayu dengan ukuran diameter 5 cm adalah 0,63 cm, sedangkan untuk rataan pertambahan tinggi potongan kayu dengan ukuran
diameter 4 cm adalah -2,54 cm dan untuk rataan pertambahan tinggi bibit sengon pada potongan kayu ukuran diameter 3 cm adalah -4,85 cm.
Tabel 7.Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter potongan kayu
4.1.2.4. Perbandingan Pengaruh Jenis Foodbase
Penelitian ini menggunakan dua jenis foodbase pada perlakuannya yaitu PDA dan potongan kayu dengan berbagai ukuran diameter. Perbandingan tingkat
pertumbuhan antara kedua jenis foodbase tersebut dilakukan dengan maksud mendapatkan data perbandingan foodbase basah dengan foodbase kering serta
perbandingan antara foodbase kayu dengan foodbase bukan kayu terkait efeknya terhadap penularan Ganoderma spp. ke bibit sengon.
Tabel 8. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase
Pada perhitungan parameter pertambahan jumlah anak daun foodbase PDA menunjukkan tingkat hambatan yang jauh lebih tinggi dibanding foodbase kayu.
Hal ini terlihat baik dari selang rataan maupun rataan pertambahan jumlah anak
No. Ukuran potongan kayu
Rataan cm
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
5 cm 0,63
-1,42 2,68
2. 4 cm
-2,54 -4,22
-0,87 3.
3 cm -4,85
-6,53 -3,18
No. Jenis foodbase
Rataan helai
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
Potongan kayu -4,77
-11,21 1,68
2. PDA
-11,81 -18,00
-5,62
daun pada bibit sengon. Selang rataan pertambahan jumlah anak daun pada foodbase
kayu adalah 1,68 sampai -11,21 sedangkan untuk foodbase PDA selang rataan pertambahan jumlah anak daunnya adalah -5,62 sampai -18,00. Sedangkan
untuk rataan pertambahan jumlah anak daun untuk foodbase potongan kayu adalah -4,77 dan untuk foodbase potongan kayu rataan pertambahan jumlah anak
daunnya adalah -11,81. Hasil yang ditunjukan baik pada selang rataan maupun rataan pertambahan jumlah anak daun mengindikasikan bahwa bibit sengon yang
diinokulasikan dengan menggunakan foodbase basah seperti PDA lebih terhambat pertumbuhannya dari parameter pertambahan jumlah anak daun.
Tabel 9. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase
Gambar 12 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase berupa potongan kayu berbagai diameter; B.
Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase berupa PDA.
Hasil perhitungan pada parameter pertambahan tinggi bibit tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan pada parameter pertambahan jumlah anak daun.
Hasil perhitungan pada parameter tinggi menunjukkan bahwa foodbase berupa PDA menunjukkan tingkat hambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
foodbase berupa potongan kayu. Selang rataan pertambahan tinggi yang
No. Jenis foodbase
Rataan cm
Selang kepercayaan 95 Batas bawah
Batas atas 1.
Potongan kayu -1,52
-4,07 1,04
2. PDA
-7,17 -9,63
-4,72
A B
ditunjukan oleh bibit yang diinokulasikan foodbase PDA adalah -4,72 cm sampai -9,63 cm, sedangkan selang rataan pertambahan tinggi yang ditunjukan oleh bibit
yang diinokulasikan foodbase berupa potongan kayu adalah 1,04 cm sampai -4,07 cm. Perhitungan pada rataan pertambahan tinggi bibit juga menunjukkan hasil
yang sama di mana bibit yang diinokulasikan dengan foodbase PDA memiliki tingkat hambatan pertumbuhan dengan nilai -7,17 cm dibandingkan dengan nilai
rataan pertambahan tinggi bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase berupa potongan kayu sebesar -1,52 cm. Secara keseluruhan hasil nilai selang
rataan maupun rataan pertambahan tinggi bibit sengon dapat dilihat pada tabel berikut.
4.1.3. Hasil Pengukuran Nisbah Pucuk Akar
Perhitungan nisbah pucuk akar digunakan sebagai indikator kesuburan tanaman saat mereka hidup. Semakin seimbang perhitungan tersebut, maka,
kemungkinan tanaman tersebut subur saat hidup semakin tinggi. Pengukuran nisbah pucuk akar pada penelitian ini sedikit banyak memperlihatkan pengaruh
infeksi jamur Ganoderma spp. pada tanaman. Implikasi yang ditimbulkan Ganoderma
spp. terhadap nisbah pucuk akar bibit sengon dapat terjadi pada pucuk maupun akar.
Tabel 10. Hasil perhitungan nisbah pucuk akar bibit sengon
No. Perlakuan
Rataan 1.
SP2 potongan 3 cm tanpa potong akar 2,30
2. SP2 PDA tanpa potong akar
1,94 3.
SP2 potongan 3 cm potong akar 1,54
4. SP1 PDA potong akar
1,54 5.
SP2 potongan 4 cm tanpa potong akar
1,52 6.
SP1 potongan 3 cm tanpa potong akar 1,50
7. SP1 PDA tanpa potong akar
1,41 8.
SP1 potongan 4 cm tanpa potong akar 1,26
9. SP1 potongan 3 cm potong akar
1,15 10.
SP2 PDA potong akar 1,05
11. SP2 potongan 4 cm potong akar
0,98
12. SP1 potongan 5 cm tanpa potong akar
0,77 13.
SP1 potongan 5 cm potong akar 0,74
14. SP1 potongan 4 cm potong akar
0,73 Rataan Total
1,31
Pada perhitungan data hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas rataan tiap blok pada masing-masing perlakuan memiliki nilai nisbah pucuk akar
di atas 1 satu. Hasil pada tabel tersebut menunjukkan perbandingan yang tidak seimbang antara massa pucuk dan akar pada bibit sengon.
Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan nisbah pucuk akar terbesar berasal dari perlakuan inokulasi Ganoderma SP2 dengan foodbase potongan kayu
berukuran 3 cm tanpa potong akar, sedangkan yang terkecil adalah perlakuan inokulasi Ganoderma SP1 yang dipotong akarnya dengan foodbase potongan
kayu ukuran 4 cm. Nilai kecil perhitungan nisbah pucuk akar pada tabel 12 menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tidak baik karena pengaruh luar
termasuk Ganoderma spp. yang diinokulasikan. Hasil rataan nisbah pucuk akar pada tabel kurang lebih sesuai dengan hasil pertambahan tinggi bibit maupun
pertambahan jumlah daun dengan menggunakan SPSS. Hal ini menunjukkan bahwa nilai nisbah pucuk akar terpampang pada tabel merupakan hasil dari
gangguan Ganoderma spp..
4.2. Pembahasan
Hasil akhir penelitian memperlihatkan adanya pertambahan jumlah anak daun pada anakan sengon dalam blok perlakuan tanpa inokulasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan tanpa inokulasi tidak mengganggu pertumbuhan bibit secara nyata. Hal ini berbeda dengan hasil pengamatan pada perlakuan
inokulasi. Perlakuan inokulasi menyebabkan jumlah anak daun menurun. Penurunan jumlah anak daun tersebut tersebut diakibatkan oleh layunya anakan
sengon akibat perlakuan yang diaplikasikan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi Ganoderma spp. mengakibatkan gangguan
pertumbuhan bibit sengon yang nyata.
Peningkatan gangguan tersebut diperjelas dengan hasil perhitungan SPSS di mana terdapat pengaruh nyata dari berbagai aplikasi perlakuan yang diterapkan.
Uji patogenitas jamur Ganoderma SP1 dan SP2 pada anakan sengon dengan SPSS juga memperlihatkan bahwa patogenitas jenis yang lebih tinggi didapatkan dari
Ganoderma SP2.
Hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan anakan yang diamati memperlihatkan adanya kecenderungan pertambahan tinggi positif bagi seluruh
perlakuan tanpa inokulasi. Kecenderungan positif ini menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik pada bibit tanaman dengan perlakuan tanpa
inokulasi. Berbeda dengan perlakuan tanpa inokulasi, perlakuan inokulasi menyebabkan adanya kecenderungan pertumbuhan negatif terhadap
pertumbuhannya. Pengamatan terhadap perlakuan inokulasi yang memiliki kecenderungan pertumbuhan tinggi negatif adalah mungkin. Pengukuran tinggi
bibit menurut Permenhut No.3 tahun 2004 adalah pengukuran tinggi bibit tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas dengan satuan
sentimeter. Dari definisi di atas dapat dikatakan penurunan nilai perlakuan tanpa inokulasi untuk variabel tinggi dapat saja terjadi pada perlakuan. Kecenderungan
ini menunjukkan bahwa pada perlakuan inokulasi jamur Ganoderma spp. sangat mempengaruhi perkembangan bibitnya. Ini disebabkan karena jamur ini
menyerang sistem akar yang pada akhirnya membawa “Domino effect”. Efek ini akan segera menjalar ke sistem respirasi pada daun karena unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman menjadi sangat berkurang. Menurut Rusdiana et al. 2000, akar merupakan pintu masuk bagi hara dan air dari tanah yang sangat
penting untuk proses fisiologi pohon. Dengan demikian jika fungsi bagian akar terganggu maka pertumbuhan bagian pucuk akan terganggu pula.
Pengamatan secara langsung terhadap anakan sengon khususnya untuk perlakuan inokulasi menunjukkan bahwa Ganoderma spp. yang diinokulasikan
pada bibit sengon tidak semuanya sangat mempengaruhi bentuk fisik bibit. Munculnya hipotesis ini disebabkan oleh kemunculan beberapa tubuh buah dari
jamur Ganoderma spp. yang tidak disertai dengan kerusakan bibit sengon namun bibit tersebut tidak terlihat layu.
Pada aplikasi perlakuan pemotongan akar baik pada blok tanpa inokulasi maupun perlakuan inokulasi pertumbuhan terbaik didapatkan dari anakan-anakan
sengon dengan perlakuan pemotongan akar. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Deselina 1999 dimana pemotongan akar akan menghasilkan bibit yang lebih
vigor dan perakaran yang lebih kuat dibandingkan bibit yang tidak dipotong akarnya. Kecenderungan pertumbuhan positif ini terjadi pada kedua variabel
pengamatan baik pada pertambahan jumlah anak daun maupun pertambahan tinggi anakan. Pada pengamatan pertumbuhan anak daun, anakan-anakan tanpa
pemotongan akar memiliki rataan pertambahan jumlah daun yang lebih kecil dibanding anakan-anakan sengon yang dipotong akarnya. Sama seperti pada
pertumbuhan anak daun, pertumbuhan tinggi pada anakan-anakan sengon dengan pemotongan akar menghasilkan rataan pertambahan tinggi yang lebih positif
dibanding anakan-anakan sengon tanpa pemotongan akar. Nilai tersebut berlaku untuk keseluruhan blok pengamatan baik blok-blok perlakuan tanpa inokulasi
maupun blok-blok perlakuan inokulasi. Dengan adanya kecenderungan pertumbuhan yang lebih positif pemotongan akar pada perlakuan inokulasi
menunjukkan bahwa kecepatan infeksi Ganoderma spp. tidak lebih cepat dari penutupan luka akar anakan sengon akibat dari pemotongan. Kecepatan infeksi
Ganoderma spp. yang lebih lambat ini lebih disebabkan oleh pemotongan akar
dilakukan pada saat penyapihan, bersamaan dengan dimasukkannya inokulum Ganoderma
spp. pada foodbase baik potongan kayu maupun PDA. Pada saat awal penyapihan inokulum Ganoderma spp. belum beradaptasi dengan lingkungan
sekitar sehingga tingkat infeksinya terhadap anakan sengon menjadi lebih kecil. Hasil perhitungan pada pengaruh ukuran foodbase menunjukkan bahwa
bibit sengon yang diinokulasi dengan foodbase potongan kayu berukuran diameter 3 cm lebih terhambat pertambahan tinggi maupun jumlah daunnya dibanding
dengan foodbase potongan kayu dengan ukuran diameter 4 cm maupun 5 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ukuran diameter 3 cm foodbase berupa
potongan kayu lebih optimal dalam menularkan Ganoderma spp. dibanding kayu ukuran diameter 4 maupun 5 cm. Tingkat optimalitas ukuran tersebut
kemungkinan merupakan ukuran yang cocok untuk kematangan, kesiapan maupun tekanan dari lingkungan luar berbentuk media tumbuh bagi Ganoderma
spp. untuk berkembang dan menyebar ke media lain seperti akar tanaman yang ada di dekatnya.
Aplikasi diferensiasi
jenis foodbase
pada bibit tanaman sengon menunjukkan bahwa foodbase basah seperti PDA lebih mudah dalam menularkan
Ganoderma spp. ke akar tanaman dibanding foodbase kering. Hal ini terlihat dari
hasil perhitungan di mana bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase basah seperti PDA memiliki hambatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding
bibit sengon yang diinokulasikan foodbase kering seperti potongan kayu dari berbagai ukuran. Hasil tersebut terjadi pada kedua parameter yang diujikan baik
pertambahan tinggi maupun pertambahan jumlah anak daun. Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa perbedaan hambatan antara bibit sengon yang
diinokulasikan dengan PDA berbeda nyata dengan bibit sengon yang diinokulasikan dengan potongan kayu.
Penelitian ini juga menggunakan nisbah pucuk akar sebagai indikator kesuburan tanaman disaat mereka hidup. Nisbah pucuk akar adalah rasio massa
pucuk dibandingkan dengan massa akar. Nilai dari perhitungan ini menunjukkan kecenderungan letak penumpukan biomassa pada tanaman. Nilai nisbah pucuk
akar ditentukan perkembangan akar dan pucuk tanaman. Apabila akar tumbuh baik, maka pucuk juga tumbuh baik. Pertumbuhan pucuk tanaman baik dan
normal ditunjukkan nilai nisbah pucuk akar mendekati seimbang antara tajuk dan akar Chalimah et al. 2006. Pengukuran nisbah pucuk akar pada penelitian ini
sedikit banyak memperlihatkan pengaruh infeksi jamur Ganoderma spp. pada tanaman. Implikasi yang ditimbulkan Ganoderma spp. terhadap nisbah pucuk
akar bibit sengon dapat terjadi pada pucuk maupun akar. Nilai rataan yang didapat dari perhitungan nisbah pucuk akar menunjukkan hasil tidak jauh berbeda dengan
hasil pertambahan tinggi bibit maupun pertambahan jumlah daun dengan menggunakan SPSS. Dengan kata lain, hasil perhitungan tersebut adalah nilai
yang sama dengan nilai hasil gangguan pertumbuhan akibat inokulasi Ganoderma spp..
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Secara umum
perlakuan inokulasi
Ganoderma spp. terhadap anakan
sengon menunjukkan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan anakan sengon. Hal tersebut terlihat baik pada parameter tinggi maupun jumlah anak daun. Pada
perlakuan akar, bibit sengon yang dipotong akarnya menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding bibit sengon yang tidak dipotong akarnya.
Perhitungan pada uji patogenitas Ganoderma SP1 dan SP2 menunjukkan bahwa patogenitas Ganoderma SP2 lebih tinggi dibanding patogenitas
Ganoderma SP1. Hal tersebut ditunjukan oleh rataan pertumbuhan bibit sengon
yang lebih kecil pada blok yang diinokulasikan Ganoderma SP2 dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP1.
Pada aplikasi penggunaan foodbase terhadap bibit sengon menunjukkan bahwa bibit sengon yang diinokulasikan foodbase basah seperti PDA lebih rentan
dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase kering seperti potongan kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran foodbase potongan
kayu yang semakin kurang menghambat pertumbuhan bibit sengon adalah berturut-turut potongan kayu diameter 3, 4 dan 5 cm.
Hasil perhitungan nisbah pucuk akar NPA menunjukkan bahwa bibit- bibit sengon yang diinokulasikan Ganoderma spp. memiliki nilai NPA yang lebih
kecil dibanding bibit sengon yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp.. Hasil tersebut secara umum mendukung hasil perhitungan pada parameter tinggi
maupun anak daun.
5.2. Saran
Penelitian pengaruh infeksi Ganoderma spp. pada suatu jenis tanaman memiliki kemajemukan faktor yang tinggi di alam ikut mempengaruhi berbagai
tingkat infeksi Ganoderma spp. pada tanaman. Penelitian pengaruh infeksi Ganoderma
spp. pada sengon ini membutuhkan berbagai penyempurnaan termasuk penelitian lanjutan terhadap bagaimana memahami, mencegah maupun
mengatasi serangan Ganoderma spp. secara lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Chalimah, S., Muhadiono, Aznam, L., Haran. S., Toruan-Mathius, N. 2006. Perbanyakan Gigaspora sp dan Acaulospora sp dengan Kultur Pot di
Rumah Kaca. Jurnal Biodiversitas, 7 4: 12-19. Deselina 1999. Respon Semai Ampupu Eucalypthus urophylla ST Blake
Terhadap Pemotongan Akar, Input Fosfor dan Lama Tinggal di Persemaian. Skripsi. Bengkulu: Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Henessy, C., Daly A. 2007. Ganoderma Diseases. Darwin: Northern Territory Government, Plant Pathology, Diagnostic Services.
Hidayat, J. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung: Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan dan Indonesia Forest Seed Project. Hindayana, D., Judawi, D., Prihayanto, D., Luther, GC., Mangan, J., Untung, K.,
Sianturi, M., Warnodiharjo, M., Mundy, P., Riyatno 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao
. Edisi Kedua. Jakarta: Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
Departemen Pertanian. Irwanto 2006. Penilaian Kesehatan Hutan Tegakan Jati Tectona grandis dan
Eucalyptus Eucalyptus pellita pada Kawasan Hutan WANAGAMA I, http:naturehealthy.webs.comkesehatan_hutan.pdf
[15 Mei 2010]. Nusantara, AD. 2002. Tanggap Semai Sengon Paraserianthes falcataria L
Nielsen Terhadap Inolukasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium
sp.. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4: 62-70.
Nutter, GC. 1957. Turf Mangament: Better Turf for Better Golf, from the USGA Green Section. USGA Journal and Turf Management: University of
Florida, Department of Ornamental Horticulture 6 25-28.
Paterson, RRM. 2006. Ganoderma Disease of Oil Palm—A White Rot Perspective Necessary for Integrated Control. Universidade do Minho,
http:repositorium.sdum.uminho.ptbitstream182273491Paterson_Crop Protection25B15D.pdf
[17 Mei 2010]. Photita, W., Lumyong, S., Lumyong, P., Ho, WH., McKenzie EHC., Hyde KD.
2001. Fungi on Musa acuminata in Hong Kong. Fungal Diversity 6: 99- 106.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 4 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 2004,
http:www.dephut.go.idfilesl2_3_p03_04.pdf, [20 Februari 2010].
Pinckard, JA. 1952. Soil Sterilization. Florida State Horticultural Society, 286-
289. Rusdiana, O., Fakuara, Y., Kusmana, C., Hidayat, Y. 2000. Respon Pertumbuhan
Akar Tanaman Sengon Paraserienthes falcataria Terhadap Kepadatan dan Kandungan Air Tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika , 6 2: 45-53.
Turner, PD. 1981. Diseases and Disorders of the Oil Palm in Malaysia. Oxford University Press.
Zakaria, L., Kulaveraasingham, H., Guan, TS., Abdullah, F., Wan, HY. 2005. Random Amplified Polymorphic DNA RAPD and Random Amplified
Microsatellite RAMS of Ganoderma from Infected Oil Palm and Coconut Stumps in Malaysia. Asia Pacific Journal of Molecular Biology
and Biotechnology 13 1:23-24.
LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan jumlah anak daun
Sumber Jumlah
Kuadrat df
Rataan Kuadrat
F Sig.
Model Terkoreksi 3170,782a
7 452,969
3,121 ,016
Intersepsi 1847,759
1 1847,759
12,730 ,001
Jenis foodbase 1740,503
1 1740,503
11,991 ,002
Jenis jamur 2834,048
2 1417,024
9,763 ,001
Perlakuan akar 44,881
1 44,881
,309 ,583
Jenis foodbase jenis jamur
,000 .
. .
Jenis foodbase perlakuan akar
1,229 1
1,229 ,008
,927 Jenis jamur perlakuan
akar 183,194
2 91,597
,631 ,540
Jenis foodbase jenis Jamur perlakuan akar
,000 .
. .
Galat 3773,777
26 145,145
Total 8568,962
34 Total Terkoreksi
6944,559 33
R kuadrat = ,457 R kuadrat yang disesuaikan = ,310
Tabel 2. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan tinggi bibit
Sumber Jumlah
Kuadrat df
Rataan Kuadrat
F Sig.
Model Terkoreksi 923,750a
7 131,964
5,793 ,000
Intersepsi 556,277
1 556,277
24,422 ,000
Jenis foodbase 704,107
1 704,107
30,912 ,000
Jenis jamur 779,869
2 389,935
17,119 ,000
Perlakuan akar 9,750
1 9,750
,428 ,519
Jenis foodbase jenis jamur
,000 .
. .
Jenis foodbase perlakuan akar
32,670 1
32,670 1,434
,242
Jenis jamur perlakuan akar
61,515 2
30,757 1,350
,277 Jenis foodbase jenis
Jamur perlakuan akar ,000
. .
. Galat
592,231 26
22,778 Total
2048,601 34
Total Terkoreksi 1515,981
33 R kuadrat = ,609 R kuadrat yang disesuaikan = ,504
Tabel 3. Hasil annova perbandingan jenis Ganoderma spp. pada parameter pertambahan jumlah anak daun
Sumber Jumlah
Kuadrat df
Rataan Kuadrat
F Sig.
Model Terkoreksi 10666,148a
15 711,077
16,318 ,000
Intersepsi 2970,238
1 2970,238
68,163 ,000
Asal jamur 7954,994
2 3977,497
91,278 ,000
Perlakuan akar 2,752
1 2,752
,063 ,803
Ukuran kayu 432,385
2 216,192
4,961 ,013
Asal jamur perlakuan akar
343,817 2
171,909 3,945
,029 Asal jamur ukuran kayu
466,171 3
155,390 3,566
,025 Perlakuan akar ukuran
kayu 315,958
2 157,979
3,625 ,038
Asal jamur perlakuan akar ukuran_kayu
1418,446 3
472,815 10,850
,000 Galat
1394,424 32
43,576 Total
13864,387 48
Total Terkoreksi 12060,573
47 R kuadrat = ,884 R kuadrat yang disesuaikan = ,830
Tabel 4. Hasil annova perbandingan jenis Ganoderma spp. pada parameter pertambahan tinggi bibit
Sumber Jumlah
Kuadrat df
Rataan Kuadrat
F Sig.
Model Terkoreksi 1489,736a
15 99,316
8,184 ,000
Intersepsi 444,732
1 444,732
36,646 ,000
Asal jamur 1034,749
2 517,375
42,632 ,000
Perlakuan akar 7,342
1 7,342
,605 ,442
Ukuran kayu 53,275
2 26,638
2,195 ,128
Asal jamur perlakuan akar
43,288 2
21,644 1,783
,184 Asal jamur ukuran kayu
17,976 3
5,992 ,494
,689 Perlakuan akar ukuran
kayu 23,923
2 11,962
,986 ,384
Asal jamur perlakuan akar ukuran_kayu
135,148 3
45,049 3,712
,021
Galat 388,348
32 12,136
Total 2206,737
48 Total Terkoreksi
1878,084 47
R kuadrat = ,793 R kuadrat yang disesuaikan = ,696
UJI PATOGENITAS Ganoderma spp.
TERHADAP BIBIT TANAMAN SENGON Paraserienthes falcataria L Nielsen
IRFAN KEMAL PUTRA E44051803
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
UJI PATOGENITAS Ganoderma spp.
TERHADAP BIBIT TANAMAN SENGON Paraserienthes falcataria L Nielsen
IRFAN KEMAL PUTRA E44051803
Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Irfan Kemal Putra.
Uji Patogenitas Ganoderma spp. Terhadap Bibit Tanaman Sengon
Paraserienthes falcataria L Nielsen. Di bawah bimbingan ELIS NINA HERLIYANA
dan DARMONO TANIWIRYONO
Serangan Ganoderma spp. pada sengon Paraserienthes falcataria L Nielsen sebagai tanaman pelindung yang menyebabkan banyak perkebunan kopi maupun kakao mengalami kerugian. Hal
tersebut menegaskan pentingnya penelitian dalam mengetahui bagaimana cara inokulasi Ganoderma spp. untuk mencari cara pengendaliannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
inokulasi Ganoderma spp. pada bibit sengon. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010 dan bertempat di rumah kaca
Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan Departemen Silvikultur. Alat yang digunakan untuk keperluan penelitian adalah: program SPSS, tally sheet, sungkup. Bahan-bahan untuk
penelitian ini adalah bibit sengon usia satu setengah bulan, kayu diameter 3, 4, dan 5 cm, PDA Potato Dextrose Agar serta isolat Ganoderma spesies 1 sampel dari tanaman lamtoro di daerah
Ciamis dan spesies 2 sampel dari tanaman sengon di daerah Ciamis yang berasal dari koleksi Laboratorium Patologi Hutan dan selanjutnya akan disebut SP1 dan SP2. Terdapat dua mayor dalam
penelitian ini yaitu perlakuan tanpa inokulasi dan perlakuan inokulasi. Tiap perlakuan terdiri dari tiga blok pengamatan yang dianggap sama dan tiap bloknya terdiri dari empat tanaman sebagai ulangan.
Perlakuan tanpa inokulasi adalah semua kombinasi perlakuan akar maupun perlakuan foodbase. Perlakuan foodbase sendiri terbagi menjadi dua yaitu foodbase berupa potongan kayu sengon dengan
ukuran bervariasi diameter 3, 4 dan 5 cm dan foodbase berupa PDA Potato Dextrose Agar yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp. Jumlah keseluruhan perlakuan ini adalah 10 perlakuan.
Perlakuan inokulasi adalah kombinasi dari berbagai perlakuan akar dan perlakuan foodbase yang diinokulasikan dengan jamur Ganoderma spp.. Jenis Ganoderma spp. itu juga dimasukkan dalam
sebuah kombinasi. Jumlah total untuk perlakuan inokulasi ini adalah 15 perlakuan. Secara umum hasil perhitungan perlakuan kontrol memiliki rataan pertumbuhan yang lebih baik
dibanding perlakuan inokulasi. Pengamatan terhadap perlakuan inokulasi yang memiliki kecenderungan pertumbuhan tinggi negatif adalah mungkin. Pengukuran tinggi bibit menurut
Permenhut No.3 tahun 2004 adalah pengukuran tinggi bibit tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas dengan satuan sentimeter. Dari definisi tersebut jika titik tumbuh teratas mati maka
titik tumbuh di bawahnya dapat menggantikan sehingga tinggi dapat berkurang. Perhitungan pada uji patogenitas Ganoderma SP1 dan SP2 menunjukkan bahwa patogenitas
Ganoderma
SP2 lebih tinggi dibanding patogenitas Ganoderma SP1. Hal tersebut ditunjukan oleh rataan pertumbuhan bibit sengon yang lebih kecil pada blok yang diinokulasikan Ganoderma SP2
dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP1. Pada aplikasi perlakuan pemotongan akar baik pada blok kontrol maupun perlakuan inokulasi
pertumbuhan terbaik didapatkan dari anakan-anakan sengon dengan perlakuan pemotongan akar. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Deselina 1999 dimana pemotongan akar akan menghasilkan bibit
yang lebih vigor dan perakaran yang lebih kuat dibanding bibit tanpa pemotongan akar. Dengan adanya kecenderungan pertumbuhan yang lebih positif pemotongan akar pada perlakuan inokulasi
menunjukkan bahwa kecepatan infeksi Ganoderma spp. tidak lebih cepat dari penutupan luka akar anakan sengon akibat dari pemotongan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran foodbase potongan kayu yang semakin kurang menghambat pertumbuhan bibit sengon adalah berturut-turut potongan kayu diameter 3, 4 dan 5 cm.
Hasil tersebut menunjukan bahwa ukuran diameter 3 cm foodbase berupa potongan kayu lebih optimal dalam menularkan Ganoderma spp. dibandingkan ukuran diameter 4 cm maupun 5 cm.
Aplikasi diferensiasi jenis foodbase pada bibit tanaman sengon menunjukan bahwa foodbase basah seperti PDA lebih mudah dalam menularkan Ganoderma spp. ke akar tanaman. Hal ini terlihat dari
hasil perhitungan di mana bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase basah seperti PDA menghambat pertumbuhan lebih tinggi dibanding bibit sengon yang diinokulasikan foodbase kering
seperti potongan kayu dari berbagai ukuran. Perhitungan Nisbah Pucuk Akar secara umum mendukung hasil perhitungan dengan SPSS.
Kata kunci: foodbase, Ganoderma spp., sengon
SUMMARY Irfan Kemal Putra.
Patogenity test of Ganoderma Ganoderma spp. over the sengon
seedlings Paraserienthes falcataria L Nielsen. Under supervision of ELIS NINA HERLIYANA
and DARMONO TANIWIRYONO
This research is based on the attack of Ganoderma spp to a protector plant, sengon. This attack has made a lot of coffee and cacao plantations suffers a great loss. Therefore, it is really important to do a
specific research on the process of the inoculation of Ganoderma spp, to prevent such attack. The aim of this research is to understand how the effect of the inoculation to the sengon seed.
This research was conducted from October 2009 - March 2010 and held in a greenhouse of Department of Silviculture and Forest Disease Laboratory of the Department of Silviculture. The tools
used for research purposes are: SPSS, tally sheet, lid. The materials for this research are the seeds sengon age one and a half months, the timber diameter 3, 4, and 5 cm, PDA Potato Dextrose Agar
and isolates of Ganoderma species 1 samples from lamtoro Ciamis area and species 2 sample from plants in the region sengon Ciamis derived from the collection of Forest Pathology Laboratory and
will be called SP1 and SP2. There are two majors in the research i.e. non inoculation and inoculation treatments. Each treatment consisted of three observation blocks that are considered equal and each
block consisted of four plants as replicates. The non inoculation treatments are all combinations of root and foodbase treatments. Foodbase treatment itself is divided into two i.e. wood piece with
varying size 3, 4, and 5 cm diameters and PDA Potato Dextrose Agar without inoculation of Ganoderma
spp.. The total of treatments are 10. Inoculation treatments are a combination of various treatments of root and foodbase which has inoculated with Ganoderma spp.. Type
of Ganoderma spp. were also included in a combination. The total number of inoculation is 15 treats. In general, the result of control treatments calculation has a better average growth compared to the
inoculation treatment. This result can be seen on the accretion parameter of heights and leaflets. It is possible to do the observation on the treatment of the inoculation with the negative growth tendencies.
The height measurement seed, according to the regulation of The Minister of Forestry no.3 in 2004, is the height measurement from the base of the plant seed to the top growing spot using centimeter unit.
From that definition, if the growing point is dead, then the growing spot underneath can be able to replace it, so the height will reduced.
The calculation on pathogenity test shows that Ganoderma SP2 has more pathogenic than Ganoderma SP1. This result can be seen on the heights of seeds that were inoculated with Ganoderma SP2 are
lesser than the heights of seeds that were inoculated with Ganoderma SP1. On the root treatment application, both controls and treatments blocks show the better growth from
sengon seedlings using root cutting treatment. This result corresponds with Deselina works 1999, where root cutting will produce more vigor seeds and stronger roots. This positive result of root
cutting application in inoculation treatment, tells us that infection rate of Ganoderma spp is slower than the healing process as the effect of the cutting.
The calculation of the effect on the size of sengon seedlings showed that inoculated seedlings in the wood with 3 centimeters diameter as a foodbase hampered both their height and leaflets growth
compared to the seedlings with 4 centimeters or 5 centimeters diameter in the same foodbase. This result indicates that wood pieces with 3 centimeters diameter as a foodbase, is more optimal in
transmitting Ganoderma spp, than the 4 or 5 centimeters. Application of foodbase type differentiation in sengon seedlings showed that wet foodbases such as
PDA is easier than dry foodbases such as wood pieces, in transmitting Ganoderma spp into plant’s roots. This can be seen from the calculation where the inoculated sengon seedlings with the wet
foodbase such as PDA, has a higher disruption than the dry one. These results occurred in either height or leaflets parameter. Root sprout ratio measurement in this research shows the effect of the
Ganoderma infection on the plant. General calculation of root sprout ratio will generally support the result using SPSS.
Keywords: foodbase, Ganoderma spp., P. falcataria
I . PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Hawksworth 1991 dalam Photita et al. 2001 menyebutkan terdapat kurang lebih 1,5 juta jenis jamur di seluruh dunia baik itu cendawan, kapang
maupun khamir, di mana dari jumlah tersebut baru terklasifikasi lima persennya saja. Diantara jamur-jamur tersebut ada yang menguntungkan, merugikan atau
masih belum diketahui potensinya secara antroposentris. Potensi menguntungkan jamur diantaranya digunakan sebagai bahan makanan Pleurotus ostreatus,
Auricularia auricula, Castanopsis cuspidata , fermentasi makanan dan minuman
Rhizopus oryzae, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, obat- obatan Penicillium chrysogenum, Penicillium notatum, antagonis Trichoderma
spp. terhadap Ganoderma spp. hingga mikoriza, sedangkan jamur merugikan biasanya merupakan parasit ataupun patogen pada manusia, hewan ataupun
tumbuhan yang berhubungan dengan kebutuhan manusia. Salah satu jenis jamur yang dianggap merugikan adalah Ganoderma spp..
Ganoderma spp. sendiri merupakan genus jamur dari divisi
basidiomycota ; subdivisi Hymenomicotina; kelas Heterobasidiomycetes; ordo
Tremellales dan famili Tremellaceae. Turner 1981 melaporkan bahwa paling
sedikit terdapat 15 spesies Ganoderma di berbagai tempat di dunia, yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang. Saat ini di seluruh dunia sudah
diidentifikasi 250 spesies Ganoderma namun masih terdapatnya tumpang tindihnya penamaan yang menyebabkan perkiraan jumlah spesies Ganoderma
spp. sebenarnya kurang dari angka tersebut. Pada saat ini serangan Ganoderma spp. terhadap sengon Paraserienthes
falcataria L Nielsen banyak terjadi sehingga mengkhawatirkan masyarakat dan
perusahaan yang mengusahakan sengon. Karena selain diusahakan sebagai sumber kayu pertukangan sengon biasa digunakan sebagai tanaman pelindung
perkebunan kopi maupun kakao. Serangan Ganoderma spp. pada sengon sebagai tanaman pelindung membuat banyak perkebunan kopi maupun kakao mengalami
kerugian. Serangan ini tidak hanya berdampak pada menurunnya total hasil kayu dari sengon namun juga hilangnya pohon pelindung bagi tanaman kopi dan kakao.
Hal tersebut menegaskan pentingnya penelitian dalam mengetahui bagaimana cara inokulasi Ganoderma spp. untuk mencari cara pengendaliannya.
1.2. Tujuan Penelitian