Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
2. Simpang tersebut simetris, artinya jarak dari garis stop terhadap titik
perpotongan untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris 3.
Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok
4. Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar daripada lebar
standar untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor 5.
Lajur membelik yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis utama lalu lintas, dan panjang lajur membelok harus mencukupi sehingga
arus membelok tidak menghambat pada lajur terus 6.
Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk mempermudah penyeberangan pejalan kaki dan penempatan tiang sinyal
kedua 7.
Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari garis lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok
mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus
8. Perhentian bus sebaiknya diletakkan setelah simpang, yaitu ditempat
keluar dan bukan ditempat pendekat Pola urutan lampu lalu lintas yang digunakan di Indonesia mengacu
pada pola yang dipakai di Amerika Serikat, yaitu : merah, kuning dan hijau. Hal ini untuk memisahkan atau menghindari terjadinya konflik akibat
pergerakan lalu lintas lainnya. Pemasangan lampu lalu lintas pada persimpangan ini dipisahkan secara koordinat dengan sistem kontrol waktu
secara tetap atau dengan bantuan manusia.
2.3.3.1 Analisa Simpang Sebidang Bersinyal
1. Data Masukan
a. Geometrik
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat,
yaitu dipisahkan menjadi dua atau sub pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan danatau belok kiri mendapat
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu
lintas dalam pendekat untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif W ditetapkan dengan
mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan keluar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.
b. Pengaturan Lalu lintas
1 Pengaturan waktu tetap umumnya dipilih bila simpang
tersebut merupakan bagian dari sistem sinyal lalu lintas terkoordinasi.
2 Pengaturan sinyal semi aktuasi detektor hanya dipasang
pada jalan minor atau tombol penyeberangan pejalan kaki umunya dipilih bila simpang tersebut terisolir dan terdiri
dari sebuah jalan minor atau penyeberangan pejalan kaki dan berpotongan dengan sebuah jalan arteri utama. Pada
keadaan ini sinyal selalu hijau untuk jalan utama bila tidak ada kebutuhan dari jalan minor.
3 Pengaturan sinyal aktuasi penuh adalah moda pengaturan
yang paling efisien untuk simpang terisolir diantara jalan- jalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu lintas yang
sama atau hampir sama. 4
Pengaturan sinyal terkoordinasi umumnya diperlukan bila jarak antara simpang bersinyal yang berdekatan adalah
kecil ≤ 200 m.
5 Fase Sinyal umumnya mempunyai dampak yang besar
pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu lintas sebuah simpang daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah
simpang bertambah dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal akan
efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya waktu hijau untuk konflik utama yang dipisahkan. Tetapi
dari sudut keselamatan lalu lintas, angka kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama antara lalu lintas
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
belok kanan dipisahkan dengan lalu lintas terlawan, yaitu dengan fase sinyal terpisah untuk lalu lintas belok kanan.
6 Belok Kiri Langsung sedapat mungkin digunakan bila
ruang jalan yang tersedia mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrean lalu lintas lurus dari pendekat
yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu lintas lurus dari fase lainnya yang masuk ke lengan simpang
yang sama. 7
Pemeriksaan Ulang Waktu Sinyal yang sering untuk menurunkan tundaan dan gas buangan.
8 Waktu Kuning sebaiknya dijadikan 5 detik pada sinyal
dijalan kecepatan tinggi. 9
Penempatan Tiang Sinyal dilakukan edemikian rupa sehingga setiap gerakan lalu lintas pada simpang
mempunyai dua tiang sinyal, yaitu : a
Sebuah sinyal utama ditempatkan didekat garis stop pada sisi kiri pendekat
b Sebuah sinyal kedua ditempatkan pada sisi kanan
pendekat Kondisi lingkungan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.29
Tabel 2.29 Tipe Lingkungan Jalan
Lingkungan Keterangan
Komersial
Pemukiman
Akses terbatas Tata guna lahan komersial misalnya pertokoan,
rumah makan, perkantoran dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas misalnya karena adanya penghalang
fisik, jalan samping, dll Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
c. Nilai normal variabel umum lalu lintas
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang baik. Nilai normal yang diberikan pada Tabel 2.30 sampai
Tabel 2.33 di bawah dapat digunakan untuk keperluan perencanaan sampai data yang lebih baik tersedia.
Tabel 2.30 Nilai Normal Faktor-k
Lingkungan Jalan Faktor-k ukuran jalan
1 juta ≤ 1 juta
Jalan di daerah komersil dan jalan arteri Jalan di daerah pemukiman
0,07 – 0,08 0,08 – 0,09
0,08 – 0,10 0,09 – 0,12
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.31 Nilai Normal Komposisi Lalu lintas
Ukuran kota Juta
penduduk Komposisi lalu lintas kendaraan
bermotor Ratio
kendaraan tak bermotor
UMMV Kend.
Ringan LV
Kend. Berat
HV Sepeda
motor MC
3 J 1,0 – 3,0 J
0,5 – 1,0 0,1 – 0,5 J
0,1 J 60
55,5 40
63 63
4,5 3,5
3,0 2,5
2,5 35,5
41 57
34,5 34,5
0,01 0,05
0,14 0,05
0,05
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.32 Nilai Normal Lalu lintas
Faktor Normal
Rasio jalan minor P
MI
Rasio belok kiri P
LT
Rasio belok kanan P
RT
Faktor smp, F
smp
0,25 0,15
0,15 0,85
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.33 Kelas Ukuran Kota
Ukuran kota Jumlah penduduk juta
Sangat kecil Kecil
Sedang Besar
Sangat besar 0,1
0,1 – 0,5 0,5 – 1,0
1,0 – 3,0 3,0
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
d. Arus Lalu lintas
Perhitungan dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih periode.
Arus lalu lintas Q untuk setiap gerakan belok kiri Q
LT
, lurus Q
ST
dan belok kanan Q
RT
dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang smp per jam dengan
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang emp untuk masing-masing pendekatan terlindung dan terlawan.
Jenis kendaran dibagi dalam beberapa tipe, seperti terlihat pada Tabel 2.34 dam memiliki nilai konversi pada tiap
pendekat seperti tersaji pada Tabel 2.35. Tabel 2.34 Tipe Kendaraan
No. Tipe Kendaraan
Definisi
1 2
3 4
Kendaraan tak bermotor UM Sepeda bermotor MC
Kendaraan ringan LV Kendaraan berat HV
Sepeda, becak Sepeda motor, colt, pick
up, station Wagon
Bus, truk Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.35 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang
Jenis Kendaraan Nilai emp untuk tiap pendekat
Terlindung P Berlawanan O
LV HV
MC 1,0
1,3 0,2
1,0 1,3
0,4 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Setiap pendekatan harus dihitung perbandingan belok kiri P
LT
dan belok kanan P
RT
dengan formula sebagai berikut:
smpjam Total
smpjam LT
P
LT
= ;
smpjam Total
smpjam RT
P
RT
= ......20
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Keterangan : LT : arus belok kiri smpjam
RT : arus belok kanan smpjam
e. Model Dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :
C = S x gc ...................21
Keterangan : C =
Kapasitas smpjam
S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrean dalam pendekat selama sinyal hijau smpjam smp
per-jam hijau g = Waktu hijau detik
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap yaitu antara dua awal
hijau yang berurutan pada fase yang sama Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal
dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu lintas lainnya.
2. Persinyalan