Risiko Produksi Susu Sapi Segar pada Erif Farm di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

RISIKO PRODUKSI SUSU SAPI SEGAR
PADA ERIF FARM DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

SITI ROCHMAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko
Produksi Susu Sapi Segar pada Erif Farm di Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor, Jawa Barat” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Siti Rochmah
H34124009

3

ABSTRAK
SITI ROCHMAH. Risiko Produksi Susu Sapi Segar pada Erif Farm di Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
Peternakan merupakan bagian dari sektor agribisnis yang potensial
dikembangkan di Indonesia dengan sapi perah sebagai salah satu komoditi dari
subsektor peternakan tersebut. Usaha agribisnis peternakan sapi perah
menghadapi berbagai macam risiko dalam kegiatan produksinya. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi,
menganalisis probabilitas dan dampak sumber risiko produksi, dan merumuskan
alternatif strategi sebagai penanganan setiap sumber risiko pada peternakan sapi
perah Erif Farm. Metode yang digunakan untuk menghitung probabilitas dan
dampak adalah z-score dan Value at Risk (VaR). Sumber risiko produksi yang ada

pada Erif Farm adalah kualiatas dan kuantitas ampas tahu, penyakit, dan kondisi
pakan hijauan. Kemungkinan sumber risiko terbesar adalah penyakit dengan
probabilitas 74.54% dan dampak sebesar Rp 595 495, kemudian kualitas dan
kuantitas ampas tahu dengan probabilitas 34.46% dan dampak sebesar Rp 353
826, serta kondisi pakan hijauan dengan probabilitas 21.77% dan dampak sebesar
Rp 378 973. Alternatif strategi mitigasi dan preventif dilakukan untuk menangani
sumber risiko penyakit dan dua sumber risiko lainnya hanya menggunakan
strategi preventif.
Kata Kunci : peternakan, produksi, risiko, sapi, susu

ABSTRACT
SITI ROCHMAH. Production Risk of Fresh Milk in Erif Farm Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat. Supervised by ANNA FARIYANTI.
Livestock is one sector of agribusiness that potentially to be developed in
Indonesia which dairy cows as one of the commodities from livestock subsector.
Agribusiness livestock of dairy cows face a variety of risks in its production
activities. The purpose of this study is to identify the sources of production risk,
analyzing the probability and impact of risk, and also risk management strategies
to analyze alternatives as the handling for each sources of risk on Erif Farm. The
methods used for calculating the probability and impact are z-score and Value at

Risk (VaR). The sources of the risk on Erif Farm consists of the quality and
quantity of pulp, diseases, and conditions of green feed. The highest probability of
risk is because by diseases with 74.54% probability and the impact of Rp 595 495,
and then quality and quantity of pulp with 34.46% probability and the impact of
Rp 353 826, and conditions of green feed with 21.77% probability and the impact
of Rp 378 973. Mitigation and preventive alternative strategies can be performed
for source of risk of diseases and the other two sources of risk only performed by
preventive strategies.
Keywords : cow, livestock, milk, production, risk

4

RISIKO PRODUKSI SUSU SAPI SEGAR
PADA ERIF FARM DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

SITI ROCHMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

5

Judul skripsi
Nama
NRP

: Risiko Produksi Susu Sapi Segar pada Erif Farm di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
: Siti Rochmah
: H34124009


Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 ini ialah analisis
risiko produksi, dengan judul Risiko Produksi Susu Sapi Segar pada Erif Farm di

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak H. Erif Kemal Syarif selaku pemilik usaha
peterakan sapi perah Erif Farm yang telah memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian, Bapak drh. M. D. Satrio selaku manajer peternakan yang
telah membantu pengumpulan data, serta seluruh karyawan Erif Farm yang telah
memberikan waktu dan informasi secara rinci mengenai risiko produksi susu sapi
segar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Siti Rochmah

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

6
9
9
10

TINJAUAN PUSTAKA
Peternakan Sapi Perah
Sumber – Sumber Risiko
Dampak Risiko Terhadap Peternakan
Strategi Pengelolaan Risiko

10
10
13
13
14

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko

Sumber dan Jenis Risiko
Manajemen Risiko
Penanganan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional

15
15
15
16
17
20
21

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko

Analisis Dampak Risiko
Pemetaan dan Penanganan Risiko

23
23
23
24
24
25
25
27
28

GAMBARAN UMUM ERIF FARM
Sejarah Singkat Erif Farm
Struktur Organisasi Erif Farm
Tenaga Kerja
Kegiatan Produksi Pemerahan Susu Sapi Segar

29

29
30
33
33

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Sumber Risiko Produksi Susu Sapi Erif Farm
Analisis Probabilitas Risiko Produksi Susu Sapi Erif Farm
Analisis Dampak Risiko Produksi Susu Sapi Erif Farm
Pemetaan Risiko Produksi Susu Sapi Erif Farm

38
38
46
49
52

vi

Strategi Penanganan Risiko Produksi Susu Sapi Erif Farm

54

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

59

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Populasi ternak di Indonesia tahun 2009 hingga 2013 (000 ekor)
Nilai PDB tahun 2009 - 2012 (atas dasar harga berlaku)
PDRB peternakan tahun 2007 - 2011 (atas dasar harga berlaku) menurut
provinsi
Produksi susu sapi perah menurut provinsi
Populasi ternak Kabupaten Bogor
Produksi susu sapi perah Kabupaten Bogor
Rata-rata hasil pemerahan susu Erif Farm periode Juli - Desember 2013
Metode analisis untuk menjawab tujuan penelitian
Format pencatatan produksi susu yang hilang selama bulan Mei 2014
Jabatan dan tugas tenaga kerja di Erif Farm
Jumlah susu yang hilang untuk 19 ekor sapi akibat kualitas dan kuantitas
ampas tahu di peternakan sapi perah Erif Farm (Mei 2014)
Jumlah susu yang hilang untuk 19 ekor sapi akibat penyakit di peternakan
sapi perah Erif Farm (Mei 2014)
Jumlah susu yang hilang untuk 19 ekor sapi akibat kondisi pakan hijauan
di peternakan sapi perah Erif Farm (Mei 2014)
Hasil Perhitungan probabilitas sumber risiko kualitas dan kuantitas
ampas tahu di peternakan sapi perah Erif Farm (Mei 2014)
Hasil Perhitungan probabilitas sumber risiko penyakit di peternakan sapi
perah Erif Farm (Mei 2014)
Hasil Perhitungan probabilitas sumber risiko kondisi pakan hijauan di
peternakan sapi perah Erif Farm (Mei 2014)
Hasil perhitungan dampak sumber risiko kualitas dan kuantitas ampas
tahu di peternakan sapi perah Erif Farm pada tingkat harga Rp 12 000
Hasil perhitungan dampak sumber risiko penyakit di peternakan sapi
perah Erif Farm pada tingkat harga Rp 12 000
Hasil perhitungan dampak sumber risiko kondisi pakan hijauan di
peternakan sapi perah Erif Farm pada tingkat harga Rp 12 000
Perhitungan status sumber risiko pada peternakan Erif Farm

1
2
3
4
5
5
8
24
26
32
40
43
45
47
48
49
50
51
51
52

vii

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Grafik produksi susu dan kadar lemak
Proses pengelolaan dan risiko perusahaan
Peta risiko
Preventif dan mitigasi risiko
Kerangka pemikiran operasional
Layout peta risiko
Struktur organisasi Erif Farm
Membersihkan kandang dan memandikan sapi
Pemberian pakan konsentrat
Mencuci dan mengeringkan ambing sapi
Pemerahan manual dan menggunakan mesin
Pencelupan puting (dipping)
Pemberian pakan hijauan
Perubahan kualitas campuran ampas tahu akibat lama penyimpanan
Hasil pemerahan susu karena mastitis
Pakan hijauan dengan kondisi daun muda dan tua
Pemetaan masing-masing sumber risiko produksi susu sapi
Pergeseran probabilitas dan dampak sumber risiko penyakit

11
18
19
20
22
28
31
34
35
35
36
37
37
41
42
46
53
55

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

Perhitungan analisis probabilitas dan dampak kehilangan susu 19
sapi akibat sumber risiko penyakit (Mei 2014)
Perhitungan analisis probabilitas dan dampak kehilangan susu 19
sapi akibat sumber risiko kualitas dan kuantitas campuran ampas
(Mei 2014)
Perhitungan analisis probabilitas dan dampak kehilangan susu 19
sapi akibat sumber risiko kondisi pakan hijauan (Mei 2014)

ekor
59
ekor
tahu
60
ekor
61

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki karakteristik laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup baik diikuti dengan laju pertumbuhan
penduduk yang pesat. Peningkatan jumlah penduduk tersebut memberikan
dampak yang besar terhadap peningkatan permintaan suatu produk dalam
masyarakat. Potensi cukup tinggi yang dimiliki Indonesia adalah pada subsektor
peternakan. Jenis usaha peternakan yang banyak berkembang di Indonesia antara
lain adalah peternakan sapi, baik itu sapi perah dan sapi potong, kambing, ayam
pedaging dan petelur. Potensi subsektor peternakan terlihat dari jumlah populasi
ternak yang terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Menurut data BPS
Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2013, data populasi ternak di Indonesia
mengalami peningkatan mulai dari tahun 2011 sebesar 13 persen, kemudian di
tahun 2012 meningkat kembali sebesar 5 persen, dan yang terakhir hingga tahun
2013 meningkat kembali sebanyak 7 persen. Data mengenai jumlah populasi
ternak di Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Populasi ternak di Indonesia tahun 2009 hingga 2013 (000 ekor)
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013*
Utama
Sapi
12 760
13 582
14 824
15 981
16 607
Potong
Sapi Perah
475
488
597
612
636
Kerbau
1 933
2 000
1 305
1 438
1 484
Kuda
399
419
409
437
454
Kambing
15 815
16 620
16 946
17 906
18 576
Domba
10 199
10 725
11 791
13 420
14 560
Babi
6 975
7 477
7 525
7 900
8 246
Ayam
249 963
257 544
264 340
274 564
290 455
Buras
Ayam Ras
111 418
105 210
124 636
138 718
147 279
Petelur
Ayam Ras
1 026 379
986 872
1 177 991
1 244 402 1 355 288
Pedaging
Itik
40 676
44 302
43 488
49 295
50 931
Sumber: BPS dari Direktorat Jenderal Peternakan, 2013 (Diolah)
Catatan : *Angka Sementara

Peningkatan jumlah populasi ternak di Indonesia menggambarkan bahwa
subsektor peternakan perlu dikembangkan, karena subsektor ini dapat
memberikan kontribusi besar bagi pertanian Indonesia. Kontribusi subsektor

2

peternakan terhadap pertanian Indonesia akan sangat ditentukan oleh seberapa
besar kemampuan pelaku usaha dalam subsektor ini mengembangkan usaha
peternakan tersebut agar mempunyai prospek yang baik di pasaran. Terkait
dengan hal tersebut, usaha peternakan yang dikembangkan diharapkan mampu
menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing. Kontribusi subsektor
peternakan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai PDB tahun 2009 - 2012 (atas dasar harga berlaku)
Niai PDB (dalam milyar rupiah)
Lapangan
No.
Usaha
2009
2010
2011*)
2012**)
1 Pertanian
857 196.8
985 470.5 1 091 447.3
1 190 412.4
a. Tanaman
419 194.8
482 377.1
529 968
574 330
Bahan
Makanan
b. Perkebunan
111 378.5
136 048.5
153 709.3
159 753.9
c. Peternakan
104 883.9
119 371.7
129 297.7
146 089.7
d. Kehutanan
e. Perikanan

45 119.6
176 620

48 289.8
199 383.4

51 781.3
226 691

54 906.5
255 332.3

Sumber : Badan Pusat Statistik dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013
Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara

Berdasarkan informasi dalam Tabel 2, diketahui bahwa secara keseluruhan
nilai PDB sektor lapangan usaha pertanian (tanaman hingga perikanan) terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terkait dengan peningkatan tersebut,
salah satu sub usaha pertanian yaitu peternakan mampu menghasilkan produkproduk yang dapat bersaing. Potensi pasar yang cukup menjanjikan dari sektor
peternakan baik pasar lokal maupun pasar internasional menunjukan bahwa
peternakan termasuk dalam sektor unggulan yang dapat bersaing dengan sektor
lain. Dari sisi volume, impor peternakan meningkat, diantaranya disebabkan oleh
peningkatan impor hasil ternak sebesar 12.85% dari 0.91 juta ton pada tahun 2011
menjadi 1.02 juta ton pada tahun 2012. Neraca ekspor–impor peternakan
menunjukan pada tahun 2011-2012 cenderung masih mengalami defisit, yaitu
nilai impor lebih besar dari pada nilai ekspor. Defisit neraca ekspor–impor
peternakan dalam kurun waktu 2011-2012 mengalami peningkatan sebesar
48.13% dari defisit sebesar US$ 1 445.73 juta US$ pada tahun 2011 menjadi
defisit sebesar US$ 2 141.57 juta pada tahun 2012 (Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan, 2013). Keadaan defisit tersebut mengindikasikan bahwa
Indonesia masih kekurangan pasokan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita
terhadap sektor peternakan. Artinya, peluang pasar terhadap sektor peternakan ini
masih sangat luas untuk dikembangkan. Salah satu daerah di Indonesia yang
mempunya potensi untuk pengembangan usaha di bidang peternakan adalah
Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dapat terlihat dari besarnya kontribusi Provinsi
Jawa Barat terhadap PDRB melalui subsektor peternakan, seperti yang disajikan
dalam Tabel 3.

3

Tabel 3 PDRB peternakan tahun 2007 - 2011 (atas dasar harga berlaku) menurut
provinsi
Niai PDRB (dalam milyar rupiah)
No.
Provinsi
2007
2008
2009
2010*)
2011**)
Jawa Barat
8 074
9 852
11 903 11 985
12 131
1
Jawa Tengah
8 876
10 271 11 515 12 888
14 191
2
3
Jawa Timur
16 578
19 081 21 061 23 290
26 497
Sumber : Badan Pusat Statistik dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013
Keterangan : *) Angka sementara ; **) Angka sangat sementara

Peternakan
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
dengan
mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak dengan harapan
mendapatkan manfaat dan hasil atau imbalan dari kegiatan tersebut untuk
kepentingan manusia. Kegiatan peternakan tidak hanya terbatas pada
pemeliharaan saja, tapi juga bagaimana tujuan yang ditetapkannya dengan
memanfaatkan kekayaan biotik ternak, yaitu sumberdaya fisik, benih, bibit
dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin, budidaya dan pengembangbiakan, panen,
pascapanen, pengolahan, serta pemasaran. Terdapat dua golongan dalam kegiatan
di bidang peternakan, yaitu peternakan hewan besar, seperti sapi, kerbau, dan
kuda, sedangkan golongan kedua adalah peternakan hewan kecil, seperti ayam,
kelinci, dan lain-lain. Salah satu hewan ternak yaitu sapi perah memberikan
imbalan atau hasil bagi kepentingan manusia berupa susu sebagai produk
utamanya.
Peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha perekonomian yang
bergerak di bidang peternakan dimana fokus utama kegiatan usaha tersebut adalah
ternak sapi perah dengan hasil utama berupa susu segar. Komoditi sapi perah
merupakan salah satu komoditi dari subsektor peternakan yang dapat membantu
memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia setiap harinya.
Minimnya konsumsi susu masyarakat berbanding lurus dengan produksi susu
segar di dalam negeri yang hanya 700 ribu ton. Ketua Dewan Persusuan Nasional,
Teguh Boediyana mengakui, produksi susu segar nasional sampai sekarang belum
mampu memenuhi kebutuhan susu dalam negeri dan mengungkapkan beberapa
fakta miris soal persusuan Indonesia masih sangat nyata, misalnya 79% pasokan
susu di dalam negeri berasal dari impor, konsumsi susu per kapita Indonesia
masih terendah se-ASEAN, bahkan kalah dengan Malaysia1. Menurut Beliau,
yang paling ironis adalah produksi susu nasional hanya dapat memenuhi 21% dari
kebutuhan susu 250 juta penduduk Indonesia, artinya 79% suplai susu nasional
dipasok impor dari Selandia Baru dan Australia. Dengan demikian, agar
kebutuhan akan susu segar tercukupi, pemerintah melalui Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan telah memasang target pada tahun 2020 pasokan susu segar
mencapai 3 miliar liter2.

1

http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/produksi-turun-impor-susu-makin-besar.php
(jumat, 25-04-14 ; 21.35)
2
http://tabloidsinartani.com/content/read/konsumsi-susu-masih-minim/ (kamis, 27-03-14 ; 10.34)

4

Salah satu cara yang diambil oleh pemerintah untuk menembus target yang
telah dibuat tahun 2020 tersebut adalah mengembangkan beberapa lokasi ternak
perah di Indonesia. Sentra-sentra peternakan sapi perah tersebar di beberapa
wilayah di Indonesia yang dikelomppokkan menjadi sentra susu sapi perah di
Pulau Jawa dan sentra sapi perah di luar Pulau Jawa. Jumlah produksi susu sapi
dari beberapa sentra sapi perah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi susu sapi perah menurut provinsi
Produksi susu sapi perah (ton)
No
Provinsi
2009
2010
2011
2012
1 Pulau Jawa
Jawa Barat
255 348 262 177 302 603 281 438
Jawa Tengah
91 762 100 150 104 141 105 516
Jawa Timur
461 880 528 100 551 977 554 312
2 Luar Pulau Jawa
Sumatera Barat
1 264
1 264
741
988
Lampung
178
110
162
279
Kalimantan Selatan
129
146
168
307
2 778
2 794
3 363
3 000
Sulawesi Selatan

2013*)
293 107
107 982
560 398
1 028
360
399
3 175

Sumber :Direktorat Jenderal Peternakan, 2013
Keterangan : *) Angka sementara

Peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha yang cocok untuk
dikembangkan di daerah dataran tinggi. Syarif (2011) lokasi peternakan sapi
perah bisa di dataran rendah (100 – 500 m di atas permukaan laut) hingga dataran
tinggi (lebih dari 500 m di atas permukaan laut). Namun, akan lebih baik jika
peternakan berada di dataran tinggi dengan suhu udara yang rendah rata-rata di
bawah 30o C, karena suhu yang dingin dapat menekan pertumbuhan bakteri pada
susu yang telah diperah dan produktivitasnya dapat semakin meningkat.
Pemilihan lokasi dengan karakteristik sapi perah sangat penting diketahui, karena
ternak sapi perah sangat sensitif terhadap iklim. Kondisi geografis yang demikian
dibutuhkan untuk menunjang kemampuan adaptasi sapi perah. Kebanyakan sapi
perah yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Fries Holland (FH). Sapi
perah FH cenderung lebih baik dipelihara pada daerah-daerah beriklim dingin atau
di daerah-daerah ketinggian lebih dari 800 m dari permukaan laut. Menurut data
yang ada dalam Tabel 4, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah produksi
susu terbesar kedua setelah Jawa Timur yang sejak tahun 2009 mengalami
peningkatan hingga tahun 2013 dan hanya di tahun 2011 saja mengalami
penurunan sekitar 7.5 persen dari tahun 2010. Hal tersebut didukung pula dengan
kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan yang cocok dalam pengembangan
peternakan sapi perah di Jawa Barat. Terdapat beberapa daerah di Jawa Barat
yang menjadi sentra peternakan sapi perah, salah satunya adalah Kabupaten
Bogor. Jumlah populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bogor mengalami
peningkatan dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Hal tersebut dapat dilihat melalui
data yang disajikan pada Tabel 5.

5

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 5 Populasi ternak Kabupaten Bogor
Jumlah Populasi (ekor)
Jenis Ternak
2010
2011
2012
Sapi Potong
18 068
27 086
25 802
Sapi Perah
7 288
8 973
9 487
Kerbau
19 908
23 696
23 563
Kambing PE
4 957
5 097
6 139
Kambing Non PE
114 380
118 889
124 710
Domba
280 798
221 873
214 408
Babi
4 734
4 102
3 895
Ayam Ras Petelur
4 371 042
4 438 536
4 580 155
Ayam Ras Pedaging
15 771 780
17 175 302
17 684 762

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (diolah)

Selain jumlah populasi ternak yang terus bertambah, jumlah produksi susu
sapi di Kabupaten Bogor juga selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah produksi tertinggi
adalah Kecamatan Cisarua. Kecamatan Cisarua yang terletak di dataran tinggi
sangat memadai untuk digunakan dan dimanfaatkan dalam pengembangan usaha
peternakan sapi perah. Oleh karena itu, banyak peternakan-peternakan sapi perah
yang berkembang di Kecamatan Cisarua tersebut. Tabel 6 menyajikan data
mengenai beberapa daerah di Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah produksi
susu tertinggi di tahun 2011 dan 2012.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Tabel 6 Produksi susu sapi perah Kabupaten Bogor
Produksi susu sapi perah (liter)
Kecamatan
2011
2012
Dramaga
74 880
228 563
Ciomas
37 440
0
Tamansari
53 664
53 027
Rancabungur
14 976
0
Ciampea
58 656
49 370
Tenjolaya
36 192
18 285
Pamijahan
1 240 512
1 248 870
Cibungbulang
1 807 104
1 804 737
Nanggung
19 968
5 486
Parung
4 992
10 971
Gunung Sindur
39 936
7 314
Ciseeng
21 216
16 457
Kemang
230 036
340 102
Rumpin
188 448
182 851
Cisarua
1 876 992
2 548 939
Megamendung
622 752
760 659
Ciawi
1 867 008
1 870 563

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (diolah)
Keterangan : Data hasil pendataan Disnakkan Kab. Bogor per 31 Desember 2012

6

Sama seperti usaha agribisnis pada umumnya, usaha peternakan sapi perah
juga akan menghadapi beberapa kendala yang mungkin kita kenal sebagai
hambatan. Seperti yang telah kita ketahui dalam kegiatan agribisnis khususnya
kegiatan budidaya, pengusaha dihadapkan pada risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan subsektor lainnya. Beternak sapi perah ini umumnya
dipengaruhi oleh topografi atau keadaan alam sekitar, serta bagaimana proses
untuk menghasilkan output berupa susu segar. Risiko yang mungkin akan sering
ditemukan dalam usaha peternakan sapi perah adalah risiko produksi. Berdasarkan
hasil penelitian Maulida (2013) mengenai tatalaksana kesehatan peternakan sapi
perah rakyat di KTTSP Baru Sireum menunjukkan bahwa peternak sapi perah
masih sering menghadapi beberapa sumber risiko dalam produksi hasil
pemerahan, yaitu berkaitan dengan penyakit, pakan, kurangnya pengetahuan dan
keterampilan peternak, serta masih melekatnya budaya pola berfikir jangka
pendek tanpa memperhatikan kelangsungan usaha sapi perah jangka panjang.
Beberapa sumber risiko produksi pada peternakan sapi perah tersebut akan
berpengaruh pada susu segar yang dihasilkan nantinya dan mengakibatkan pada
penerimaan peternak sapi perah menjadi berkurang karena output yang dihasilkan
juga berkurang. Oleh karena itu, kemampuan mengelola risiko yang baik dan juga
tepat sangat diperlukan oleh setiap peternak untuk meminimalkan timbulnya
risiko agar usaha peternakan sapi perah ini dapat memberikan keuntungan yang
sesuai dengan harapan peternak.
Salah satu peternakan sapi perah dengan jumlah rata-rata produksi tertinggi
di Kecamatan Cisarua adalah Erif Farm. Meskipun terbilang sukses dalam
mengembangkan usaha peternakan sapi perah, namun Erif Farm sering kali
menemui beberapa risiko yang harus dihadapi dalam menjalankan usahanya.
Salah satu risiko yang sering kali dihadapi oleh Erif Farm adalah risiko produksi
pada saat proses produksi pemerahan susu. Risiko produksi yang mungkin terjadi
pada saat proses pemerahan akan berdampak pada menurunnya jumlah produksi
susu di Erif Farm. Selanjutnya, hal tersebut dapat juga bisa berdampak pada
penurunan jumlah penerimaan pada usaha yang dijalankan Erif Farm, meskipun
harga jualnya terbilang stabil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah
penerimaan Erif Farm disebabkan oleh jumlah produksi susu yang berfluktuasi.
Risiko yang dihadapi pada saat proses pemerahan perlu diperhitungkan untuk
meminimalisasi kemungkinan kerugian yang dihadapi oleh Erif Farm. Jadi, risiko
poduksi yang dihadapi pada saat proses pemerahan susu perlu diketahui lebih
lanjut agar dapat diketahui strategi-strategi yang perlu dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya risiko. Selanjutnya, pengaplikasian strategi
terhadap risiko yang terjadi pada saat proses pemerahan susu diharapkan dapat
membuat produksi susu pada Erif Farm menjadi lebih optimal.

Perumusan Masalah

Sapi perah merupakan hewan ternak penghasil susu segar. Produk susu
tersebut dapat langsung dikonsumsi setelah melalui proses pasteurisasi dan
sterilisasi. Kondisi yang demikian menggambarkan bahwa usaha peternakan sapi

7

perah akan berkembang seiring dengan permintaan produk susu itu sendiri.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan,
maka konsumsi susu juga akan semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa terdapat prospek yang cukup cerah terhadap usaha agribisnis peternakan
sapi perah di Indonesia. Salah satu peternakan sapi perah dengan jumlah
produksi tertinggi di Kecamatan Cisarua adalah Erif Farm. Erif Farm berdiri pada
tahun 1986 berlokasi di Kampung Darussalam, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor.Peternakan ini didirikan oleh sepasang suami istri, yaitu Bapak Hj. Erif
Kemal Syarif dan Ibu Hj. Tuti Sulastri. Erif Farm merupakan peternakan yang
mengusahakan sapi perah dengan komoditi utama yang diproduksi berupa susu
segar.
Saat ini Erif Farm dapat memproduksi susu sebanyak 1 300 – 1 500 liter
susu segar per hari. Susu yang diproduksi oleh Erif Farm termasuk susu dengan
kualitas Grade 1. Sehingga harga jual susu yang diproduksi oleh Erif Farm pun
terbilang cukup tinggi karena kualitasnya yang baik. Usaha peternakan sapi perah
Erif Farm terus berkembang hingga saat ini memiliki jumlah luas lahan seluas 2
000 m2 dengan jumlah populasi ternaknya mencapai lebih dari 200 ekor sapi. Erif
Farm menjalin kerja sama dengan pihak Cimory dalam menjual produksi susu
segarnya hingga saat ini. Cimory merupakan konsumen utama dari susu segar
yang diproduksi oleh Erif Farm. Kerja sama yang dijalin antara Erif Farm dan
Cimory terus berkelanjutan hingga saat ini dan sejak tahun 2014 awal Erif Farm
mulai menjalin kerja sama juga dengan pihak industri pengolahan susu Frissian
Flag.
Pemasaran susu segar antara Erif Farm dan Cimory dilakukan tanpa
perantara. Erif Farm memang sudah tidak memasarkan produk susunya melalui
KUD Giri Tani tetapi masih terdaftar sebagai anggota. Hingga saat ini seluruh
pendapatan Erif Farm berasal dari hasil penjualan susu segarnya ke Cimory,
Frisian Flag, dan konsumen yang datang langsung ke Erif Farm. Perolehan
penjualan ke IPS dicatat setiap harinya oleh pihak pembeli, yaitu Cimory dan
Frisiann Flag. Pencatatan akan diakumulasikan untuk jangka waktu per dua
minggu. Hal–hal yang termasuk dalam pencatatan tersebut antara lain jumlah
pengiriman masing-masing pagi dan sore, hasil uji laboratorium susu, harga jual
susu dan jumlah pendapatan Erif Farm setiap harinya. Pembayaran tagihan akan
dilakukan setiap 19 hari sekali melalui cara pembayaran yang telah disepakati.
Sedangkan jumlah penjualan susu dari konsumen yang datang langsung ke Erif
Farm dilakukan oleh petugas tata usaha yang ada di Erif Farm.
Jumlah pendapatan Erif Farm dipengaruhi oleh fluktuasi jumlah produksi
susu segarnya. Harga jual susu kepada IPS ditentukan berdasarkan hasil uji
laboratorium dari setiap pengiriman susu ke IPS. Harga jual susu ke IPS
bervariasi antara Rp 8 000 sampai Rp 11 000 per liternya sesuai dengan kualitas
susu yang dihasilkan pihak Erif Farm. Jadi, dapat dikatakan bahwa Erif Farm
tidak menghadapi hambatan dari segi pemasaran.
Beberapa hal yang dilakukan pada saat proses pemerahan sering kali
mempengaruhi jumlah produksi susu segar di Erif Farm. Sapi laktasi tidak dapat
memproduksi susu secara optimal apabila sedang mengalami mastitis, yaitu
semacam peradangan pada ambing sapi. Hal tersebut diakibatkan karena proses
pemerahan sebelumnya dilakukan tidak sampai tuntas sehingga mengakibatkan
penyakit pada sapi tersebut. Kondisi yang demikian juga menyebabkan sapi

8

menjadi tidak optimal dalam memproduksi susu. Hal lain yang dapat mengurangi
jumlah produksi susu segar adalah proses IB yang kurang terjadwal, sehingga
pada saat yang bersamaan terdapat beberapa sapi yang sedang mengalami fase
kering kandang. Hal ini sering kali sangat mempengaruhi jumlah produksi susu
segar. Selain itu, proses perawatan dan pemberian pakan juga sering kali
mempengaruhi jumlah produksi susu pada saat sapi diperah. Keterlambatan proses
pemberian pakan sebelum pemerahan mengakibatkan jumlah susu yang diperah
menjadi kurang optimal. Pemberian jumlah pakan yang tidak sesuai dengan
takaran juga sering kali menyebabkan susu segar yang diperah menjadi lebih
sedikit. Beberapa hal tersebut diduga sebagai penyebab berfluktuasinya jumlah
produksi susu segar pada Erif Farm. Fluktuasi produksi susu sapi dapat dilihat
pada Tabel 7 yang menyajikan data mengenai rata-rata produksi pemerahan susu
sapi untuk periode Juli hingga Desember 2013.

Tabel 7 Rata-rata hasil pemerahan susu Erif Farm periode Juli - Desember 2013
Rata-Rata Hasil Pemerahan Susu per Bulan
Sapi
(liter)
Periode
Laktasi
(ekor)
Pagi
Sore
Jumlah
763.7
525.9
1 289.6
81
Juli 2013
782.9
551.6
1 334.5
85
Agustus 2013
762.8
522.5
1 285.3
82
September 2013
721.6
480.7
1 202.3
77
Oktober 2013
702.3
463.9
1 166.2
73
November 2013
718.9
476.5
1 195.4
76
Desember 2013
Sumber : pembukuan hasil produksi susu sapi Erif Farm

Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui data rata-rata hasil
pemerahan susu per bulan pada Erif Farm dari bulan Juli hingga Desember 2013.
Jumlah rata-rata hasil pemerahan susu diperoleh dari jumlah rata-rata pemerahan
pagi ditambah dengan jumlah rata-rata pemerahan sore. Berdasarkan data rata-rata
hasil pemerahan susu periode Juli hingga Desember 2013 diketahui bahwa jumlah
rata-rata pemerahan tidak berbanding lurus dengan jumlah sapi laktasi yang ada.
Rata-rata hasil pemerahan susu pada bulan Juli 2013 diketahui sebanyak 1 289.6
liter dengan jumlah sapi laktasi 81 ekor. Tapi, dapat dilihat pada bulan Oktober
2013 memiliki jumlah rata-rata pemerahan susu yang tidak jauh berbeda dari
bulan Juli yaitu sebanyak 1 202.3 liter dengan jumlah sapi laktasi sebanyak 77
ekor. Selain itu, rata-rata pemerahan susu untuk bulan Desember 2013 adalah
sebanyak 1 195.4 liter dengan jumlah sapi laktasi sebanyak 76 ekor. Selisih
jumlah rata-rata hasil pemerahan antara bulan Juli dengan bulan Oktober terlihat
signifikan jika dibandingkan dengan selisih jumlah sapi laktasi pada bulan
tersebut yang hanya berkurang sebanyak 4 ekor. Kondisi demikian
memperlihatkan sesuatu yang berbeda antara rata-rata hasil pemerahan susu
dengan jumlah sapi laktasi setiap bulannya. Terlihat sama pada bulan Oktober
dengan Desember juga memiliki selisih jumlah rata-rata hasil pemerahan susu
sebanyak 6.9 liter dan jumlah sapi laktasi sebanyak 1 ekor. Hal-hal tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran bahwa ada sesuatu hal yang mempengaruhi jumlah

9

produksi susu sapi selain jumlah sapi laktasi. Jadi, berdasarkan kondisi yang
demikian dapat diindikasikan terdapat beberapa sumber risiko lain yang mungkin
dihadapi dalam usaha peternakan sapi perah Erif Farm yang berpengaruh pada
jumlah produksi susunya.
Setelah sumber-sumber risiko tersebut diketahui, maka dapat diperkirakan
seberapa besar kemungkinan terjadinya sumber risiko tersebut beserta dampak
dari setiap sumber risikonya. Berdasarkan hasil penghitungan probabilitas dan
dampak tersebut maka dapat ditentukan strategi penanganan yang cocok untuk
diaplikasikan kepada setiap sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Erif Farm.
Dengan demikian, diharapkan Erif Farm mampu mengoptimalkan usahanya
melalui penjualan susu segar dari hasil produksi peternakan sapi perahnya.
Berdasarkan kondisi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka akan
menarik jika dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sumber risiko apa saja
yang dihadapi Erif Farm pada saat memproduksi susu segar. Identifikasi
mengenai sumber risiko terebut perlu dilakukan untuk mengetahui probabilitas
dari sumber-sumber risiko yang dihadapi Erif Farm. Sehingga diharapakan
dampak risiko yang mungkin terjadi dapat diminimalisasi melalui strategi
penanganan risiko yang sesuai untuk diterapkan pada setiap sumber risiko.
Berdasarkan uraian di atas maka, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apa saja yang menjadi sumber risiko produksi susu segar pada Erif Farm ?
2. Berapa besar probabilitas dan dampak dari setiap sumber produksi susu segar
pada Erif Farm ?
3. Bagaimana alternatif strategi penanganan untuk setiap risiko produksi susu
segar pada Erif Farm ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi susu segar pada Erif Farm
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko produksi susu segar pada Erif Farm
3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam penanganan risiko
produksi susu segar pada Erif Farm

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya :
1. Bagi perusahaan, diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam hal
pengambilan keputusan yang dilakukan pihak perusahaan dalam mengelola
usaha produksi susu segar pada Erif Farm

10

2. Bagi pembaca, sebagai tambahan informasi dan wawasan untuk dijadikan
bahan rujukan penelitian lebih lanjut mengenai risiko produksi susu segar
3. Bagi penulis, memberikan pengalaman nyata dalam menganalisis dan
memecahkan permasalahan serta menerapkan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan

Ruang Lingkup Penelitian

1.
2.

3.

4.

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan ini antara lain :
Topik yang dikaji dalam penelitian ini adalah produksi susu sapi segar di Erif
Farm.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 ekor sapi dengan
umur laktasi 2 sampai 4 tanpa diketahui bulan berjalan selama masa laktasi
pada setiap sapi.
Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara dan
diskusi langsung dengan pihak Erif Farm dan data sekunder berupa data
produksi harian susu segar pada bulan Mei 2014.
Lingkup kajian masalah yang diteliti difokuskan pada analisis risiko produksi
serta alternatif strategi penanganan risiko.

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah merupakan sebuah usaha dimana input utama
yang digunakan adalah sapi perah untuk menghasilkan susu sebagai output
utamanya. Output berupa susu tersebut, kemudian diperjualbelikan baik dalam
bentuk segar atau melalui proses pengolahan sebelumnya. Menurut keputusan
Menteri Pertanian No 422/pst/05.210/7/2001, sapi perah adalah ternak dan bibit
sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Kunci keberhasilan
dalam pemeliharaan sapi perah adalah pada pengetahuan dan pengertian terhadap
ternak yang dipelihara.Pemeliharaan merupakan seni dan ilmu uang
mengkombinasikan ide, fasilitas, materi, dan tenaga kerja dalam menghasilkan
dan memasarkan produk yang berharga. Tenaga kerja, lahan, peralatan, pakan
ternak, dan input-input lainnya akan diubah menjadi susu dalam pemeliharaan
susu sapi perah.

11

Pemeliharaan Sapi Laktasi
Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi (antara waktu beranak
sampai masa kering). Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Setelah
sapi melahirkan, kira-kira setengah jam setelah itu produksi susu sudah keluar dan
saat itulah masa laktasi dimulai. Masa laktasi sapi dimulai sejak sapi tersebut
berproduksi hingga masa kering tiba. Masa kering adalah masa dimana sapi yang
sedang berproduksi dihentikan pemerahannya untuk mengakhiri masa laktasi.
Dengan demikian, masa laktasi sapi perah berlangsung selama 10 bulan atau
kurang lebih 305 hari setelah dikurangi hari-hari untuk colostrum (susu untuk
pedet), sedangkan masa kering biasanya berlangsung selama 2 bulan atau 60 hari
dan masa kering tersebut akan berakhir pada saat sapi yang bersangkutan
melahirkan, karena beberapa saat kemudian sapi yang melahirkan tersebut akan
kembali mengeluarkan air susu (Ako, 2012). Sesudah sapi mengalami masa
laktasi selama lebih kurang 10 bulan, sapi dapat dihentikan pemerahannya untuk
mempersiapkan masa produksi berikutnya. Kadar lemak susu mulai menurun
setelah 1 – 2 bulan masa laktasi. Kemudian, setelah 2-3 bulan masa laktasi kadar
lemak susu mulai konstan dan pada akhir laktasi akan meningkat sedikit. Lebih
jelasnya mengenai masa laktasi sapi perah dengan hasil produksi susu yang
dihasilkannya dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1 Grafik produksi susu dan kadar lemak
Sumber : AAK, 2005

Pemeliharaan sapi laktasi menurut Susilorini (2008) merupakan suatu
pekerjaan yang rutin dilakukan secara optimal agar susu yang dihasilkan nantinya
berkualitas dengan kuantitas yang optimal juga. Beberapa kegiatan rutin yang
dilakukan dalam masa pemeliharaan sapi laktasi atau sapi yang sedang dalam
masa produksi antara lain, pembersihan kandang dan peralatan, pembersihan
tubuh sapi, pemberian exercise, pemerahan, pemberian pakan, dan pencatatan
(recording).

12

1. Pembersihan Kandang dan Peralatan
Sebelum kegiatan pemerahan dilakukan, pembersihan kandang dan
peralatan ini perlu dilakukan setiap hari. Hal tersebut dilakukan agar kandang
sapi tidak kotor, karena jika kandang kotor dapat menjadi sarang bagi penyakit
maupun parasit yang dapat mengganggu kesehatan sapi, serta mempengaruhi
mutu dan jumlah produksi susu. Beberapa penyakit yang sering menyerang
sapi laktasi adalah Mastitis (radang ambing oleh bakteri yang masuk ke dalam
lubang puting); Brucellosis (keguguran karena kuman Brucella); Tuberculosis;
penyakit mulut dan kuku (mulut berbusa dan penuh luka); Salmonellosis
(gejala diare dan suhu tubuh tinggi); Milk Fever (kekurangan kalsium dalam
darah yang menyebabkan kelumpuhan); serta Ketosis (gangguan metabolisme
karbohidrat).
2. Pembersihan Tubuh Sapi
Badan sapi perah laktasi harus selalu dijaga kebersihannya dari kotoran,
lumpur, atau air kencing agar selalu terjaga kesehatan kulitnya. Kulit yang
bersih akan sangat membantu dalam evaporasi atau mengeluarkan keringat
agar suhu tubuh sapi tetap normal. Selain itu, pembersihan pada tubuh sapi ini
dilakukan agar air susu yang dihasilkan benar-benar bersih.
3. Pemberian Exercise
Sapi yang dikandangkan secara terus menerus perlu secara rutin dilepas di
tempat exercise selama kurang lebih 1 – 2 jam dalam sehari agar mendapat
sinar matahari dan kesempatan bergerak bebas untuk memperlancar peredaran
darah, serta kesehatan kulit dan kuku. Pemberian exercise yang cukup juga
dapat menaikkan produksi air susu.
4. Pemerahan
Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapat perhatian khusus,
karena kegiatan ini akan berpengaruh besar pada produksi susu baik kualitas
ataupun kuantitasnya. Sapi pada umumnya diperah dua kali dalam sehari, yaitu
pada pagi dan sore hari, tapi dapat juga diperah hingga tiga sampai empat kali
tergantung kemampuan produksi sapi yang bersangkutan.
5. Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi laktasi disesuaikan dengan bobot badannya,
jumlah produksi susu yang dihasilkan, serta kandungan lemak dari susu
tersebut. Beberapa saran dalam pemberian pakan agar produksi susu yang
dihasilkan tinggi antara lain, hijauan berkualitas bagus (tidak mengandung
bahan kering), konsentrat yang diberikan harus berkualitas dan bertahap
sebanyak 8-10 kg per hari tergantung bobot badannya, serta kurangnya
konsentrat sementara sifatnya dapat mengakibatkan penurunan produksi susu.
6. Pencatatan (Recording)
Pencatatan dalam usaha peternakan sapi perah merupakan hal penting yang
harus dilakukan, karena dengan adanya informasi dari pencatatan akan dapat
diketahui secara pasti hal-hal apa saja yang menimbulkan penyimpangan dari
usaha peternakan sapi perah tersebut. Recording yang perlu dilakukan dalam
usaha peternakan sapi perah ini adalah pencatatan identitas, penjualan ternak,
perkawinan, kebuntingan, dan produksi susu (harian, mingguan, bulanan).

13

Sumber – Sumber Risiko
Setiap kegiatan produksi berbagai usaha pada dasarnya mengandung
berbagai risiko dan ketidakpastian. Berbagai sumber risiko dalam kegiatan
produksi tersebut bisa berasal dari faktor alam dan lingkungan. Identifikasi
sumber risiko yang dihadapi setiap usaha dapat dilihat dari apakah sumber risiko
tersebut sering dihadapi oleh kegiatan produksi usaha tersebut atau tidak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pinto (2011), Amelia (2012),
dan Simanjuntak (2013) mengenai analisis risiko produksi peternakan ayam
broiler memiliki sumber-sumber risiko produksi yang sering dihadapi, yaitu
perubahan cuaca, hama dan penyakit. Penelitian Pinto menambahkan bahwa
sumber risiko lainnya yang dihadapi adalah kepadatan ruang, dan penelitian
Amelia menambahkan juga ayam broiler afkir sebagai salah satu sumber risiko
produksi lain yang dihadapi dalam usaha peternakan ayam broiler. Ketiga
penelitian terdahulu tersebut membahas mengenai risiko yang dihadapi peternak
yaitu berupa mortalitas ayam yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Risiko produksi dalam usaha peternakan ayam broiler juga dapat
dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan, vaksin, kondisi cuaca tidak menentu,
dan tenaga kerja (Nugraha (2011)). Obat-obatan dan vaksin menjadi faktor-faktor
yang dapat mengurangi risiko, sedangkan tenaga kerja yang kurang baik dan
kondisi cuaca yang tidak menentu dapat menjadi sumber risiko produksi ayam
broiler. Sementara itu, dalam penelitian Maulida (2013) mengenai tatalaksana
kesehatan peternakan sapi perah rakyat di KTTSP Baru Sireum masih sering
dihadapi beberapa sumber risiko produksi yang harus diperhatikan dalam usaha
peternakan sapi perah adalah berkaitan dengan penyakit, pakan, kurangnya
pengetahuan dan keterampilan peternak, serta masih melekatnya budaya pola
berfikir jangka pendek tanpa memperhatikan kelangsungan usaha sapi perah
jangka panjang
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai risiko produksi,
dapat diketahui bahwa pada umumnya risiko yang terjadi sangat bergantung pada
karakteristik dan lokasi usahanya. Demikian juga dalam kegiatan produksi di
sektor peternakan yang memiliki banyak risiko dan ketidakpastian dalam
pengusahaannya, karena sektor usaha tersebut berhubungan langsung dengan
makhluk hidup sebagai objek usahanya. Namun, sumber risiko produksi yang
paling sering dihadapi oleh pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya adalah
hama dan penyakit, faktor cuaca dan iklim, serta kesalahan teknis sumberdaya
manusia (Human Error). Setiap sumber risiko perlu diketahui agar mempermudah
dalam melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui dampak dan akibat serta
dapat menentukan alternatif solusi dalam mengatasi risiko.

Dampak Risiko Terhadap Peternakan

Risiko yang dihadapi setiap pelaku usaha dapat diukur dengan
menggunakan beberapa alat ukur. Setiap alat ukur risiko digunakan untuk

14

mengukur besarnya risiko yang dihadapi dalam menjalankan suatu usaha dan
untuk meminimalisir kerugian yang akan dihadapi oleh pelaku usaha. Selain
untuk meminimalisir kerugian, alat ukur risiko juga digunakan untuk mengukur
probabilitas dan dampak yang ditimbulkan akibat adanya risiko dalam suatu
usaha. Jika hasil perhitungan dari alat ukur risiko semakin kecil, maka alat ukur
tersebut menggambarkan risiko yang dihadapi pun semakin kecil.
Penelitian mengenai risiko produksi terdahulu banyak yang menggunakan
metode analisis Variance untuk mengukur tingkat risiko dari usaha yang sedang
diteliti. Nugraha (2011) menggunakan metode analisis variance dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi ayam broiler pada
kasus peternak plasma Cv Dramaga Unggas Farm. Selain itu, metode analisis
variance, standard deviation dan coefficient variation juga dapat digunakan untuk
mengukur seberapa besar risiko dalam usaha peternakan seperti yang dilakukan
Santoso (2011) mengenai penelitian risiko usaha pemotongan ayam broiler di
Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian mengenai
peternakan ayam broiler oleh Pinto (2011), Amelia (2012), dan Simanjuntak
(2013) adalah bertujuan untuk melakukan pemetaan risiko. Pengukuran risiko
yang digunakan oleh ketiga peneliti ini adalah memulainya dari identifikasi
sumber risiko yang dihadapi oleh perusahaan, mengukur probabilitas atau
kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang
ada dengan menggunakan metode nilai standar (analisis z-score), dan dampak
yang disebabkan oleh risiko yang dihadapi dapat dihitung dengan menggunakan
analisis Value at Risk (VaR), mengklasifikasi sumber risiko ke dalam peta risiko,
kemudian mengidentifikasi strategi penanganan risiko yang dihadapi perusahaan.

Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko sangat diperlukan untuk meminimalisir risiko
yang terjadi pada suatu perusahaan. Strategi yang akan digunakan harus sesuai
dengan sumber-sumber risiko yang ada setelah dilakukannya pengidentifikasian
terlebih dahulu terhadap sumber-sumber risiko yang terjadi dalam suatu usaha.
Semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh pelaku usaha, maka strategi yang akan
ditentukan dalam pengelolaannya pun akan lebih maksimal untuk mencapai target
dari setiap usaha yang telah ditentukan agar risiko yang tinggi tersebut dapat
diatasi oleh manajemen perusahaan.
Maulida (2013) dalam penelitiannya mengenai tatalaksana kesehatan
peternakan sapi perah menyebutkan bahwa dalam menghadapi setiap risiko yang
mungkin terjadi harus dilakukan pencegahan, seperti manajemen pemeliharaan
kandang, pakan, dan sumber air; manajemen kesehatan dengan pemberian vaksin
dan Brucellosis; serta manajemen sanitasi dengan menjaga kebersihan sapi perah,
kandang, peralatan, dan orang yang memelihara.
Penelitian yang dilakukan oleh Pinto (2011), untuk mengurangi risiko dalam
usaha peternakan ayam broiler dapat dilakukan adalah dengan upaya preventif dan
mitigasi Strategi preventif yang dapat dilakukan pada usaha peternakan ayam

15

adalah dengan memasang jaring kawat pada seluruh bagian kandang untuk
mencegah serangan hama predator, memasang ventilasi bantuan untuk
mempercepat sirkulasi udara dan tidak mengganggu perkembangan ayam, serta
meningkatkan kedisplinan anak kandang dalam menjaga saran prasarana seperti
sumur sebagai sumber air minum serta menjaga perlakuan yang bersifat
operasional agar tetap steril dan melakukan penyemprotan menggunakan
insectysida untuk menghindari bertumbuh kembangnya kutu dan parasit lainnya
pada ayam broiler. Selain itu, contoh lain srategi preventif adalah dalam penelitian
mengenai ayam broiler juga adalah membentuk kelompok ternak plasma serta
memperbaiki fasilitas yang ada dalam usaha peternakan (Amelia (2012)).
Selain strategi preventif, adapula strategi penanganan risiko lainnya yaitu
strategi mitigasi. Salah satu strategi mitigasi yang dapat dilakukan dalam
pengelolaan risiko yang dihadapi dalam penelitian Santoso (2011) mengenai
risiko usaha pemotongan ayam broiler adalah membuka rumah makan, menjadi
supplier ayam hidup, memperhatikan kejadian penting yang dapat mengancam
usahanya, relokasi tempat pemotongan, serta mengikuti aturan pemerintah daerah
dalam membayar retribusi pemotongan. Sementara itu, dalam penelitian Amelia
(2012) strategi mitigasi yang dilakukan dalam menghadai risiko produksi ayam
broiler adalah perawatan intensif untuk ayam yang terkena penyakit dan
mengelompokkan ayam broiler yang afkir dalam kandang yang terpisah.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, strategi dalam menghadapi
risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi.
Strategi preventif dilakukan untuk menghindari risiko yang terjadi, sedangkan
startegi mitigasi dilakukan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi.
Beberapa contoh strategi preventif dan strategi mitigasi yang telah diuraikan
dalam penelitian terdahulu menggambarkan bahwa, strategi pengelolaan risiko
yang dilakukan oleh setiap perusahaan adalah berbeda dan disesuaikan dengan
karakteristik usaha dan sumber-sumber risiko yang dihadapi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Risiko
Risiko dalam setiap usaha menunjukan peluang dari suatu kondisi yang
dapat diukur oleh pembuat keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan hasil
yang ditentukan dari setiap keputusan tersebut. Peluang terhadap suatu kejadian
dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam
mengelola suatu kegiatan usaha. Tingkat ketidakpastian dapat dihitung dari
besarnya perolehan informasi yang didapat. Setiap perolehan informasi tersebut
adalah pembeda antara risiko dan ketidakpastian. Tetapi, jika terdapat informasi
untuk menghitung probabilitas kejadian masing-masing skenario maka

16

ketidakpastian dapat berubah menjadi risiko. Oleh karena itu, istilah risiko dan
ketidakpastian sangat identik dan risiko terkait dengan keadaan adanya
ketidakpastian yang terukur secara kuantitatif.
Definisi yang paling mendasar mengenai risiko adalah suatu ketidakpastian
yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Pengertian lain risiko juga
dapat diartikan ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan dan dapat menyebabkan
kerugian atau kehilangan. Sedangkan pengertian risiko menurut Robison dan
Barry (1987) adalah suatu kejadian merugikan perusahaan dimana kejadian
tersebut dapat diketahui oleh pelaku usaha sebagai pembuat keputusan. Umumnya,
peluang terhadap suatu kejadian dalam suatu kegiatan usaha dapat ditentukan oleh
pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola
kegiatan usaha. Risiko yang dihadapi dalam suatu usaha sangat erat kaitannya
dengan ketidakpastian (uncertainty) yang berpengaruh pada risiko yang akan
dihadapi sebuah perusahaan, akan tetapi risiko dan ketidakpasti