Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica.

EFEKTIVITAS TEKNIK PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA
ARBUSKULA DARI SPORA TUNGGAL DENGAN TANAMAN
Centrosema pubescens DAN Pueraria javanica

ANNISA FITRIA RACHIM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Teknik
Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman
Centrosema pubescens dan Pueraria javanica adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Annisa Fitria Rachim
NIM D24110018

ABSTRAK
ANNISA FITRIA RACHIM. Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi Mikoriza
Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens dan
Pueraria javanica. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANUHARA KARTI dan
IWAN PRIHANTORO.
Ketersediaan hijauan yang terbatas disebabkan karena beberapa kendala,
seperti musim kemarau panjang, lahan yang terbatas, produktivitas hijauan yang
rendah dan manajemen budidaya yang belum optimal. Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa digunakan sebagai pupuk
hayati untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. FMA membutuhkan
tanaman inang untuk pertumbuhannya. Penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi efektifitas teknik perbanyakan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dari

spora tunggal dengan tanaman inang Centrosema pubescens dan Pueraria
javanica. Perlakuan pada penelitian ini yaitu perbedaan jenis FMA yang
digunakan pada inokulasi akar. P1= Gigaspora margarita, P2= Acaulospora
tuberculata, dan P3= Glomus etinucatun. Parameter yang diamati yaitu persentase
pertumbuhan tanaman, persentase keberhasilan infeksi FMA, jumlah spora dan
infeksi akar. Hasil menunjukkan jenis FMA yang paling efektif dari kultur tunggal
yaitu Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum dengan tanaman inang
Centrosema pubescens. Tanamana inang Pueraria javanica hanya efketif untuk
pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata.
Kata kunci: biofertilizer, Centrosema pubescens, FMA, fungi mikoriza arbuskula,
ketersediaan hijauan, Pueraria javanica

ABSTRACT
ANNISA FITRIA RACHIM. Efectivity of Multiply Arbuscular Mycorrhizal
Fungi Technique from Single Spore with Centrosema pubescens and Pueraria
javanica Plants. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan
IWAN PRIHANTORO.
Limited availability of forage was caused by few constraints, like dry
season, limited land, low productivity of forage, and cultivation management
which is not optimal. Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) is one of

microorganism that can be used to solve that problems. AMF needs host plant for
its growth. This research aimed to evaluate the efectivity of multiply technique
from a single spore by host plant Centrosema pubescens and Pueraria javanica.
The treatment of this research is the difference kind of AMF that being used to
roots inoculation. P1= Gigaspora margarita, P2= Acaulospora tuberculata, P3=
Glomus etinucatum. Parameters in this research are percentage of growth plants,
succeded infection precentage, the amount of spores and root infection. Result
shows that the most effective AMF from single spore are Acaulospora
tuberculata and Glomus etinucatum with the host plant Centrosema pubescens.
Pueraria javanica only effective to growth of Acaulospora tuberculata.
Key words: AMF, Arbuscular Mycorrhizal Fungi, biofertilizer, Centrosema
pubescens, forage availabity, Pueraria javanica

EFEKTIVITAS TEKNIK PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA
ARBUSKULA DARI SPORA TUNGGAL DENGAN TANAMAN
Centrosema pubescens DAN Pueraria javanica

ANNISA FITRIA RACHIM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Teknik Perbanyakan Fungi
Mikoriza Arbuskula dari Spora Tunggal dengan Tanaman Centrosema pubescens
dan Pueraria javanica”.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi efektivitas teknik
perbanyakan kultur tunggal fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman inang
Centrosema pubescens dan Pueraria javanica yang cepat dan efisien. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana

Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, Juni 2015

Annisa Fitria Rachim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ix
ix
ix

PENDAHULUAN


1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Materi

2

Rancangan

2

Analisis Data


3

Prosedur

3

Peubah

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Pertumbuhan Kultur Tunggal FMA

6

Penampang Melintang Akar Terinfeksi FMA dari Kultur Tunggal


7

Efektivitas Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal
FMA

8

Efektivitas Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA 10
SIMPULAN

11

SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12


LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

15

UCAPAN TERIMA KASIH

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8

Tingkat Kematian Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang
Kultur Tunggal FMA
Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Centrosema pubescens
Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Centrosema
pubescens
Tingkat Infektivitas FMA pada Centrosema pubescens
Tingkat Kematian Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur
Tunggal FMA
Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Pueraria javanica
Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Pueraria javanica
Tingkat Infektivitas FMA pada Pueraria javanica

9
9
9
9
10

10
10
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Teknik inokulasi spora tunggal FMA pada tanaman inang
Proses pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata
Penampakan preparat akar dengan mikroskop perbesaran 10x10

4
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil ANOVA terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens
Hasil ANOVA terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens
Hasil Uji Duncan terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens
Hasil Uji Duncan terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens

14
14
14
14

PENDAHULUAN
Populasi ternak khususnya ternak ruminansia di Indonesia cenderung
meningkat dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Ditjenak (2013), tingkat
kenaikan populasi sapi potong sebesar 7.3% di setiap tahunnya. Kenaikan
populasi ini menuntut peningkatan kebutuhan hijauan sebagai sumber pakan
utama ternak ruminansia. Ketersediaan hijauan pakan yang baik dan berkelanjutan
menentukan stabilitas produksi ternak. Namun, stabilitas ketersediaan hijauan
pakan cenderung terkendala di setiap tahunnya. Salah satu keterbatasan
ketersediaan hijauan yang kerap dihadapi adalah faktor musim. Keterbatasan air
pada musim kemarau akan menurunkan produksi hijauan. Hal ini memicu
kelangkaan dan kenaikan harga hijauan sehingga peternak tidak mampu membeli
dan ternak kekurangan pakan. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah
rendahnya lahan khusus untuk hijauan pakan dan tingginya alih fungsi lahan yang
menyebabkan menyusutnya produksi hijauan pakan. Kendala lain yang
menyebabkan ketersediaan hijauan terbatas yaitu rendahnya tingkat produktivitas
tanaman, kurang baiknya pemanfaatan teknologi dan manajemen budidaya
hijauan pakan.
Lahan yang biasa digunakan sebagai penyedia hijauan pakan tergolong
dalam lahan marginal. Lahan marginal memiliki tingkat kesuburan yang rendah.
Diperlukan teknologi pengolahan dan suplementasi pupuk hayati agar lahan
marginal tersebut dapat dimanfaatkan untuk lahan budidaya hijauan pakan. Fungi
Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa
digunakan sebagai pupuk hayati untuk membantu meningkatkan produktivitas
lahan dan kualitas hijauan. FMA ini sangat ramah lingkungan dan potensial untuk
dikembangkan. Akar tanaman yang terinfeksi hifa FMA akan mampu menyerap
unsur hara lebih baik, terutama unsur P. Selain itu FMA berperan juga dalam
produksi enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al
dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia
bagi tanaman (Rungkat 2009). FMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik
tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur. Menurut Wright dan Uphadhyaya
(1998), FMA menghasilkan senyawa glikoprotein dan asam organik melalui akar
eksternalnya yang berguna untuk mengikat butir-butir tanah menjadi agregat
mikro. Kemudian, melalui proses mekanis oleh hifa eksternal, agregat mikro akan
membentuk agregat makro yang mudah diserap tanaman. Bolan (1991)
melaporkan bahwa kecepatan masuknya unsur P ke dalam tanaman yang
terinfeksi hifa FMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dibandingkan dengan
yang tidak terinfeksi FMA. Tarafdar dan Marschner (1994) juga melaporkan
bahwa pemberian FMA pada tanaman kacang-kacangan dapat meningkatkan
serapan unsur mikro Cu dan Zn. Keberadaan infeksi FMA di tanaman ditunjukkan
pada penampakan hifa, arbuskula, vesikel, maupun spora di dalam preparat akar.
Hifa adalah sel-sel jamur yang terbentuk dari ujung ke ujung hingga membentuk
filamen benang (Salisbury dan Ross 1995). Smith dan Smith (1995) menyatakan
bahwa arbuskula dibentuk secara intra seluler oleh percabangan yang berulangulang dari infeksi hifa, sebagai tempat tukar menukar nutrien antara tanaman
inang dengan FMA. Arbuskula terbentuk setelah 2-3 hari tanaman inang terinfeksi
dengan siklus hidup 1-3 minggu. Materi yang terdapat pada arbuskula masuk ke

2
sel tanaman inang saat degenerasi. Lukiwati (2011) menyebtukan vesikula
berbentuk kantung, menyerupai gelembung yang dibentuk oleh ujung hifa.
Vesikula mengandung lemak dan digunakan sebagai tempat penyimpanan
sementara. Secara umum, vesikula terbentuk setelah pembentukan arbuskula dan
biasa terdapat pada tanaman dewasa.
Penggunaan FMA yang tepat dan berproduksi paling baik ini diharapkan
bisa meningkatkan produktivitas lahan dan hijauan yang ada di Indonesia.
Diantara kendala pemanfaatan FMA sebagai pupuk hayati adalah keterbatasan
sumber kultur starter tunggal maupun campuran yang berkualitas dan
permasalahan perbanyakan kultur starter yang tergantung dengan tanaman inang
dengan tingkat produktivitas yang bervariasi. Centrosema pubescens dan
Pueraria javanica merupakan jenis tanaman dengan tingkat produktivitas yang
cepat dan tinggi. Lukiwati dan Supriyanto (1995) menyatakan bahwa tanaman
Centrosema pubescens dan Pueraria javanica sesuai sebagai tanaman inang untuk
perbanyakan spora FMA. FMA yang tersedia dan secara umum diproduksi dalam
bentuk campuran beberapa jenis mikoriza atau biasa disebut mycofer.
Perlunya perbanyakan kultur tunggal atau isolat murni FMA perlu dilakukan
untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan sumber kultur starter yang dibutuhkan
dan untuk memenuhi kebutuhan sepesifik tahan terhadap kultur tunggal FMA.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi efektivitas teknik
perbanyakan kultur tunggal fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman inang
Centrosema pubescens dan Pueraria javanica yang cepat dan efisien.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 hingga Juni 2015. Lokasi
penelitian yaitu Laboratorium Agrostologi lantai 4 Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu petri dish disposable,
arloji glass, mikroskop, gelas preparat, cover glass, tabung film, timbangan digital,
botol semprot, spidol permanen, label, rak tanaman, lampu, bak plastik, pinset,
saringan, dan hand tally counter. Bahan yang digunakan meliputi Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) jenis Gigaspora margarita, Glomus etinucatum, Acaulospora
tuberculata, zeolit, tanaman Centrosema pubescens, tanaman Pueraria javanica,
aquades, alkohol 70%, sukrosa 60%, larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan
kloroks, dan larutan Staining Blue.
Rancangan
Penelitian efektivitas teknik perbanyakan kultur tunggal FMA ini dibagi
menjadi 2 unit. Perbedaan unit penelitian dari tanaman inang yang digunakan.
Unit I menggunakan tanaman inang Centrosema pubescens dan Unit II
menggunakan tanaman inang Pueraria javanica.

3
Perlakuan
Rancangan yang digunakan pada kedua jenis unit sama yaitu Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 25 ulangan. Perlakuan
dilakukan dengan membedakan jenis mikoriza yang diinokulasi ke akar tanaman
Perlakuan tersebut meliputi:
P1: inokulasi dengan FMA jenis Gigaspora margarita
P2: inokulasi dengan FMA jenis Acaulospora tuberculata
P3: inokulasi dengan FMA jenis Glomus etinucatum
Model
Model matematis percobaan untuk Unit I dan Unit II yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
i
: Perlakuan 1, 2, 3
j
: Ulangan 1, 2, 3, ...... 25
Yij : Perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ
: Nilai rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
εij : Pengaruh galat

Analisis Data
Analisis data yang dilakukan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan ke uji Duncan (Steel dan Torie 1995) apabila terjadi perbedaan yang
nyata antar perlakuan. Data diolah menggunakan program SPSS 16.
Prosedur
Persiapan Media Tanam
Media tanam zeolit dibersihkan dengan cara dicuci hingga bersih kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari. Petri dish disposable yang akan digunakan
sebagai tempat menanam disiapkan dan disterilkan dengan alkohol 70%. Ujung
petri dish disposable diberi lubang sekitar 2 cm untuk tumbuhnya tanaman inang.
Zeolit yang sudah bersih dan kering dimasukkan ke dalam petri dish disposable
dan siap untuk digunakan.
Persiapan Tanaman Inang
Persiapan tanaman inang diawali dengan penyemaian benih tanaman
Centrosema pubescens untuk penelitian Unit I dan penyemaian benih tanaman
Pueraria javanica untuk penelitian Unit II. Sebelum disemai, dilakukan
scarifikasi pada benih tanaman dengan cara benih dilarutkan di aquades dan
didiamkan sebentar. Benih yang terapung di permukaan tidak digunakan. Setelah
itu, benih kembali direndam larutan kloroks 100% selama 7 menit. Lalu dibilas
dengan aquades hingga bersih. Benih tersebut kembali direndam dengan air
hangat (±70oC) selama 24 jam. Benih-benih tersebut ditanamkan pada nampan
dengan media tanam zeolit yang sudah bersih dan disiram aquades. Tanaman

4
disiram sebanyak satu kali sehari dan dipelihara hingga umur 1 minggu. Tanaman
yang telah berkecambah dengan baik dipilih sebagai inang FMA.
Isolasi FMA Tunggal
Sumber FMA yang digunakan adalah FMA unggul dalam bentuk campuran
(mycofer). Isolasi FMA tunggal dengan metode tuang saring basah (Pacioni 1992)
menggunakan saringan bertingkat (1000 μm, 250 μm, dan 45 μm). Dibawah
mikroskop, spora FMA diamati dan dipilih yang kondisinya baik, pengambilan
menggunakan pinset dibawah mikroskop terlihat bulat, utuh, dan segar. Kemudian
dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu Gigaspora margarita, Acaulospora
tuberculata, dan Glomus etinucatum. Setelah itu, setiap satu spora diinokulasikan
ke akar tanaman inang dengan cara ditempelkan pada cabang akar (bukan akar
utama) untuk satu tanaman ditempelkan satu spora. Setiap satu tanaman yang
telah diinokulasikan FMA ditanamkan ke media zeolit yang telah disiapkan di
dalam petri dish disposable dan diberi label sesuai perlakuan serta ditandai
dengan spidol permanen dimana peletakan spora awal. Kemudian diletakkan pada
rak terspisah sesuai dengan jenis tanaman dan FMA.

Tanaman
inang
Zeolit
Spora FMA

(a)

(b)

Gambar 1 (a) Teknik inokulasi spora tunggal FMA pada tanaman inang dan (b)
penempelan spora tunggal pada akar tanaman inang
Pemeliharaan dan Pemanenan
Tanaman dipelihara selama 3 bulan. Selama pemeliharaan tanaman disiram
sebanyak 2 hari sekali. Selama 1 minggu terakhir dalam masa pemeliharaan
frekuensi penyiraman dikurangi menjadi 3 hari sekali. Pertumbuhan spora diamati
selama 3 bulan dengan bantuan mikroskop. Setelah 3 bulan, diamati dibawah
mikroskop tanaman yang sporanya sudah berkembang. Tanaman yang sporanya
sudah berkembang dan mengalami perbanyakan dilakukan stressing dengan tidak
disiram sampai tanaman layu dan kering. Kemudian siap diamati jumlah spora
dan infeksi akarnya.

5
Peubah
Persentase Tanaman Mati
Tanaman yang mati dihitung presentasinya terhadap tanaman yang ditanam
pada awalnya. Perhitungan persentase dilakuan dengan rumus:

Persentase Tanaman Terinfeksi FMA
Tanaman yang tumbuh dan terinfeksi sempurna oleh spora FMA dihitung
presentasenya dibandingkan dengan tanaman yang spora FMAnya tidak tumbuh.
Perhitungan persentase dilakuan dengan rumus:

Jumlah Spora
Jumlah spora dihitung menggunakan metode tuang saring basah menurut
Pacioni (1992). Jumlah spora yang terbentuk dihitung dengan bantuan mikroskop
dan hand tally counter. Tanaman yang sudah dikeringkan kemudian dihitung satu
per satu tiap media tanam. Zeolit dan akar tanaman disaring menggunakan alat
sieving bertingkat. Set saringan (sieving) secara berurutan dari atas ke bawah
paling besar berukuran 1000 μm, 250 μm dan 45 μm. Akar tanaman diambil dan
dipisahkan untuk dibuat preparat, hasil sieving ukuran 250 μm dan 45 μm
diletakkan di cawan petri kaca untuk kemudian dihitung jumlah sporanya dibawah
mikroskop.
Infeksi Akar
Sebelum dihitung persentase infeksi, akar diwarnai. Pewarnaan sampel akar
dilakukan menggunakan metode pewarnaan Phillips dan Hayman (1970)
dimodifikasi Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor. Akar
yang diambil dari hasil sieving dicuci bersih di air mengalir kemudian direndam
larutan KOH 10% selama 24 jam. Langkah selanjutnya akar dicuci bersih dan
kembali direndam dengan larutan HCl 2% selama 24 jam. Akar dicuci kembali
sampai bersih di air mengalir kemudian diwarnai dengan larutan staining trypan
blue 0.05% dalam laktogliserin (gliserin, asam laktat, aquades = 2:2:1). Akar siap
dibuat preparat atau bisa disimpan hingga beberapa bulan.
Penghitungan infeksi mikoriza dilakukan dengan metode slide menurut
Brundrett et al. (1996). Sampel akar dipotong-potong sepanjang 1 cm dan disusun
secara berderet pada gelas obyek sebanyak 10 potong dan dibuat 2 gelas obyek
per sampel. Keberadaan endomikoriza pada akar tanaman diketahui dengan
melihat adanya struktur hifa eksternal, hifa internal, vesikula, arbuskula dan spora
dari sampel akar yang diamati di bawah mikroskop. Selanjutnya persentase akar
yang terinfeksi dihitung dengan menggunakan rumus:

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian efektivitas teknik perbanyakan FMA dari kultur tunggal awalnya
menggunakan 3 jenis tanaman inang, yaitu Centrosema pubescens, Pueararia
javanica, dan Sorghum bicolor. Namun, pertumbuhan tanaman Sorghum bicolor
kurang baik dan mati sehingga tidak bisa dilanjutkan pengamatannya. Faktor
utama yang menyebabkan kematian Sorghum bicolor adalah cahaya. Sorghum
bicolor tergolong tanaman C4 dengan kebutuhan cahaya lebih tinggi daripada
tanaman C3. Centrosema pubescens dan Pueraria javanica tergolong tanaman C3.
Salah satu sifat tanaman tanaman C4 antara lain daun mempunyai laju fotosintesis
tinggi, fotorespirasi dan transpirasi rendah, serta efisien dalam penggunaan air
(Matsetio 2014). Hasil penelitian Chalimah et al. (2007) menunjukkan bahwa
sorghum merupakan tanaman inang kompatibel terhadap perbanyakan Gigaspora
margarita dan Acaulospora tuberculata kultur pot (in vivo) di rumah kaca.
Karakteristik Pertumbuhan Kultur Tunggal FMA
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikroorganisme yang bersifat
obligat dan sangat tergantung oleh tanaman inangnya. Tanaman inang yang cocok
akan membantu dalam pertumbuhan dan perbanyakan spora. Chalimah et al.
(2007) menyatakan bahwa faktor penentu di dalam perbanyakan spora meliputi
perkecambahan spora, karena perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman,
dan hifa yang berkembang, kemudian perkembangan tersebut diikuti oleh
sporulasi (proses terbentuknya spora). Sporulasi memiliki banyak faktor untuk
bisa maksimal, antara lain lingkungan, jenis inang, kemampuan infektif dan
efektif spora, dan lama waktu inkubasi (Sancayaningsih 2005). Manfaat FMA
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu untuk tanaman, ekosistem, dan bagi
manusia. Bagi tanaman, FMA sangat berguna untuk meningkatkan serapan hara,
khususnya unsur fosfat (P). Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya
hara P ke dalam hifa FMA dapat mencapai enam kali lebih cepat pada akar
tanaman yang terinfeksi FMA dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi FMA.
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan spora teramati tumbuh baik
pada tanaman inang Centrosema pubescens dengan infeksi spora dari jenis FMA
Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum, sedangkan tanaman inang
Pueraria javanica pertumbuhan baik pada jenis Acaulospora tuberculata.
Acaulospora sp. sering ditemukan pada tanah. Berbentuk bulat maupun agak bulat
dengan ukuran 78-114 hingga 99-105 x 114-120μm (Wicaksono et al. 2014).
Proses pertumbuhan Acaulospora tuberculata dari hasil penelitian akan diuraikan
melalui Gambar 2.

7

hifa

(a)

saccule

(b)

saccule
(c)
(d)
Gambar 2 Proses pertumbuhan spora Acaulospora tuberculata (a) fase awal
penempelan spora pada tanaman inang, (b) saccule mulai tumbuh, (c)
tumbuh spora baru, (d) pertumbuhan jumlah spora.
Acaulospora tuberculata memiliki bentuk globos atau subglobos berwarna
orange-kemerahan hingga merah-kecoklatan. Tahap awal perkembangan spora
Acaulospora tuberculata yaitu pembesaran dari subtending hyphae (saccule neck)
menjadi hyphal terminus (saccule) yang mirip spora. Kemudian akan mucul
bulatan kecil diantara saccule dan saccule neck yang semakin lama semakin
membesar dan membentuk spora. Saccule akan rusak seiring berkembangnya
spora dan isinya akan masuk ke dalam spora (INVAM 2014).
Penampang Melintang Akar Terinfeksi FMA dari Kultur Tunggal
Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi akar, FMA dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu ektomikoriza dan endomokoriza (Rao dan
Shuba 1994). Jenis fungi endomokoriza memiliki jaringan hifa yang masuk ke
dalam sel korteks, membentuk struktur yang khas seperti oval yang disebut
vesikula atau bercabang yang disebut arbuskula. Dengan demikian, jenis fungi
endomokoriza disebut pula sebagai fungi mikoriza arbuskula atau mikoriza
vesikula. Jenis ektomikoriza memiliki jaringan hifa yang tidak masuk sampai ke
sel korteks, tetapi berkembang di antara sel tersebut membentuk mantel pada
permukaan akar. Ciri lain dari fungi endomokoriza adalah tidak memiliki batang
tubuh dan tidak dapat diperbanyak tanpa tanaman inang, sedangkan fungi
ektomokoriza memilik batang tubuh dengan bentuk dan warna yang beragam dan
dapat diperbanyak tanpa tanaman inang. Keberadaan FMA pada akar tanaman
memiliki peran penting karena dapat membantu meningkatkan hasil tanaman.
Salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu perkecambahan spora,
karena perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman dan hifa yang berkembang
(Chalimah et al. 2007).

8
Infeksi akar ditunjukkan pada penampakan arbuskula, vesikel, hifa, maupun
spora di dalam preparat akar. Perhitungan persentase akar terinfeksi pada
penelitian ini dilakukan terhadap penampakan tersebut. Hasil yang terlihat pada
penelitian yaitu adaya infeksi akar dengan penampakan spora, arbuskula, dan hifa
yang bisa dilihat pada Gambar 2.

kosong
spora

arbuskula

hifa

Gambar 3 Penampakan preparat akar dengan mikroskop perbesaran 10x10
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu faktor luar dan
dalam. Faktor luar yaitu fotosintat yang dihasilkan oleh inang yang akan
mempengaruhi penyebaran hifa yang berperan terhadap infeksi akar, pH media
tanam, persediaan fosfor, dan potensi air. Faktor dalam meliputi inefektivitas,
penyerangan, agresif dan kepadatan propagul (Chalimah et al. 2007). Infektivitas
adalah jumlah akar tanaman terinfeksi oleh FMA tanpa melihat kemampuan
menginfeksi dan penyebaran hifa jenis lain. Infektivitas tersebut sangat
bergantung pada banyak inokulum atau kepadatan inokulum, dan penempatan
inokulum (Wilson dan Tommerup 1992).
Efektivitas Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal
FMA
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu fungi yang hidup di
dalam tanah. Fungi ini selalu berasosiasi dengan tanaman tingkat tinggi dan
keduanya saling memberikan keuntungan (Nuhamara 1993). FMA dapat
bersimbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman, seperti tanaman
pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan tanaman pakan.
Centrosema pubescens adalah tanaman yang berasal dari Amerika Selatan
dan telah ditanam di daerah tropik dan sub tropik. Centrosema pubescens
merupakan tanaman yang tahan keadaan kering dan dapat hidup dibawah naungan
serta lahan yang tergenang air (Ibrahim 1995). Kandungan nutrisi tanaman ini
terdiri dari protein kasar 23.6%, serat kasar 31.6%, abu 8.2%, lemak kasar 3.6%
dan BETN 32.8% (Gohl 1981). Centrosmea pubescens merupakan salah satu
hijauan yang disukai oleh ternak dengan produksi bahan kering ± 12 ton/ha/tahun.
Legum ini responsif terhadap pupuk P (Soetopo 1988). Tanaman ini cocok
dijadikan tanaman inang untuk FMA yang akan diproduksi. Pemilihan tanaman
inang yang tepat untuk FMA perlu diperhatikan karena akan adanya interaksi
antara tanaman inang, jenis FMA komposisi media tanam, dan iklim selama
pertumbuhannya.

9
Tanaman Centrosema pubescens diinokulasi FMA tunggal dengan jenis
yang berbeda dan menghasilkan respon yang berbeda dalam kurun waktu yang
sama. Hasil penelitian menunjukkan respon antara lain kematian tanaman,
keberhasilan infeksi FMA, jumlah spora yang berkembang dari kultur tunggal,
dan persentase infeksi FMA pada akar. Data selengkapnya akan disajikan pada
Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 1 Tingkat Kematian Centrosema pubescens sebagai Tanaman Inang Kultur
Tunggal FMA
Jenis FMA
Kematian Tanaman (%)
Gigaspora margarita
0
Acaulospora tuberculata
4
Glomus etinucatum
52
Tabel 2 Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Centrosema pubescens
Jenis FMA
Tanaman Terinfeksi FMA (%)
Gigaspora margarita
12
Acaulospora tuberculata
88
Glomus etinucatum
50
Tabel 3 Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Centrosema
pubescens
Jenis FMA
Rataan Jumlah Spora
Gigaspora margarita
2.3 ± 0.58b
Acaulospora tuberculata
521.19 ± 238.99a
Glomus etinucatum
635.25 ± 282.29a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P < 0.05)

Tabel 4 Tingkat Infektivitas FMA pada Centrosema pubescens
Jenis FMA
Rataan Infeksi Akar (%)
Gigaspora margarita
12.303 ± 8.64b
Acaulospora tuberculata
57.703 ± 18.09a
Glomus etinucatum
51.124 ± 15.17a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P < 0.05)

Persentase kematian tanaman terendah terdapat pada hasil inokulasi jenis
FMA Gigaspora margarita yaitu 0 %, sedangkan persentase kematian tertinggi
dari inokulasi Glomus etinucatum sebesar 52 %. Tanaman terinfeksi FMA
dihitung dari tanaman yang hidup, persentase teringgi pada Acaulospora
tuberculata yaitu sebesar 88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis
Acaulospora tuberculata terbaik untuk infeksi FMA dari kultur tunggal.
Spora FMA akan berkembang baik pada tanaman inang yang kompatibel.
Berdasarkan hasil Uji Lanjut yang dilakukan, menunjukkan bahwa tanaman yang
diinokulasi jenis FMA Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum
memberikan pengaruh nyata (P < 0.05) terhadap jumlah spora yang dihasilkan.
Hasil menunjukkan bahwa perbanyakan spora dari kultur tunggal paling efektif di
tanaman Centrosema pubescens yaitu spora jenis Acaulospora tuberculata

10
dihasilkan spora sebanyak rata-rata 521, sedangkan dari kultur tunggal Glomus
etinucatum dihasilkan spora sebanyak rata-rata 635. Hasil tersebut sejalan dengan
persentase infeksi akar yang didapatkan. Terdapat perbedaan nyata (P < 0,05)
antara Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum terhadap Gigaspora
margarita.
Efektivitas Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal FMA
Pertumbuhan hifa FMA tidak akan optimal tanpa tanaman inang, hifanya
hanya mampu bertahan hidup diluar inang selama 20-30 hari (Smith et al. 2003).
Tanaman inang tersebut harus memiliki syarat: mikotropik, dapat beradaptasi
dengan keadaan iklim tempat asal FMA, tumbuh baik pada medium tumbuh,
tahan terhadap kekeringan dan penyakit (Sieverding 1991), toleran terhadap sifat
kimia tanah yaitu asam dan basa, memiliki perakaran yang banyak (Gunawan
1993). Rumput Puero (Pueraria javanica) merupakan tanaman yang sering
digunakan sebagai inang dalam perbanyakan inokulum (Struble dan Skipper
1988).
Pueraria javanica dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batang
stolonnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabangcabang. Pueraria javanica juga tahan terhadap tanah masam, tanah yang
kekurangan kapur dan phosphor, tahan permukaan air tinggi, dapat hidup di tanahtanah yang berat maupun berpasir. Namun, Pueraria javanica tidak tahan
terhadap penggembalaan berat atau pemotongan yang dilakukan sedemikian
sehingga sisa tanaman hanya tinggal sedikit di atas tanah (Reksohadiprodjo 1981).
Inokulasi kultur spora tunggal FMA dengan jenis yang berbeda
menghasilkan respon yang berbeda pada Pueraria javanica. Hasil penelitian
terhadap respon Pueraria javanica terhadap inokulasi spora akan disajikan pada
Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 5 Tingkat Kematian Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur
Tunggal FMA
Jenis FMA
Kematian Tanaman (%)
Gigaspora margarita
25
Acaulospora tuberculata
24
Glomus etinucatum
84
Tabel 6 Efektivitas FMA Tunggal dalam Menginfeksi Pueraria javanica
Jenis FMA
Tanaman Terinfeksi FMA (%)
Gigaspora margarita
5
Acaulospora tuberculata
63
Glomus etinucatum
0
Tabel 7 Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal FMA pada Pueraria javanica
Jenis FMA
Rataan Jumlah Spora
Gigaspora margarita
2±0
Acaulospora tuberculata
249.25 ± 174.97
Glomus etinucatum
0

11
Tabel 8 Tingkat Infektivitas FMA pada Pueraria javanica
Jenis FMA
Rataan Infeksi Akar (%)
Gigaspora margarita
ND
Acaulospora tuberculata
65.99 ± 13.31
Glomus etinucatum
0
Keterangan: ND = tidak ada data

Hasil inokulasi jenis FMA Gigaspora margarita memiliki persentase
kematian tanaman terendah yaitu 25 %, sedangkan yang diinokulasikan Glomus
etinucatum memiliki persentase kematian tertinggi yaitu 84 %. Persentase
tanaman terinfeksi FMA teringgi pada Acaulospora tuberculata yaitu sebesar
63 %. Jenis FMA Acaulospora tuberculata menunjukkan hasil terbaik untuk
infeksi FMA dari kultur tunggal.
Jumlah spora yang dihasilkan dari kultur tunggal FMA terbanyak diproduksi
oleh jenis FMA Acaulospora tuberculata yaitu dengan rataan 249. Jenis FMA
Glomus etinucatum tidak menghasilkan spora sama sekali pada tanaman Pueraria
javanica. Tingginya persentase kematian tanaman pada jenis FMA ini bisa
menjadi salah satu penyebab tidak terproduksinya spora, dari 16 % tanaman yang
hidup, tidak satupun menginfeksi Pueraria javanica. Hal ini menunjukkan bahwa
perbanyakan kultur tunggal FMA jenis Glomus etinucatum tidak cocok dengan
tanaman inang Pueraria javanica.
Infeksi akar pada jenis FMA Gigaspora margarita tidak didapatkan hasil.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya kontaminasi oleh spora dari jenis Acaulospora
tuberculata. Terdapat 229 spora FMA jenis Acaulospora tuberculata pada media
tanam Pueraria javanica yang diinokulasikan Gigaspora margarita. Hal ini
terjadi karena pemeliharaan tanaman diletakkan di satu wadah berdasarkan jenis
inangnya, sehingga memicu terjadinya kontaminasi misalnya pada saat
penyiraman spora Acaulospora tuberculata ikut terbawa dan diserap oleh tanaman
inang Gigaspora margarita. Hasil 0 yang didapat pada jenis Glomus etinucatum
disebabkan oleh tidak berkembangnya spora yang diinokulasikan. Jumlah spora
yang tidak berkembang ini menyebabkan tidak adanya infeksi akar. Salah satu
faktor yang mempengaruhi infeksi akar yaitu perkecambahan spora, karena
perkecambahan akan menginfeksi akar tanaman dan hifa yang berkembang
(Chalimah et al. 2007). Rataan persentase infeksi akar terbaik pada Pueraria
javanica yaitu dengan inokulasi kultur tunggal FMA Acaulospora tuberculata.

SIMPULAN
Perbanyakan FMA dari kultur spora tunggal FMA paling efektif pada jenis
Acaulospora tuberculata dan Glomus etinucatum dengan tanaman inang
Centrosema pubescens. Tanaman inang Pueraria javanica hanya efektif untuk
perbanyakan spora dari kultur tunggal FMA Acaulospora tuberculata.

12

SARAN
Kultur spora tunggal FMA yang sudah didapatkan dan diperbanyak
diproduksi massal sebagai sumber kultur tunggal.

DAFTAR PUSTAKA
Bolan NS. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake
of phosphorus by plants. Plant Soil 134: 189−207.
Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with
Mychorrizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): ACIAR
Monograph.
Chalimah S, Muhadiono, Aznam L, Haran S, Mathius NT. 2007. Perbanyakan
Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. dengan Kultur Pot di Rumah Kaca.
Biodiversitas Vol. 8: 1-12.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi Ternak 2000-2013. Jakarta (ID):
Badan Pusat Statistik.
Gohl BO. 1981. Tropical Feed: Feed Information, Summaries and Nutritive Value.
Rome (IT): FAO.
Gunawan AW. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas IImu Hayati.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ibrahim. 1995. Daya adaptasi rumput dan legume asal Ciat (Columbia) dan Csiro
(Australia) di Kalimantan Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi Peternakan 1995. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
INVAM. 2014. Acaulospora Gerd. and Trappe emend. Berch. West Virginia
University. http://invam.wvu.edu/ (diakses pada tanggal 20 Desember 2014)
Lukiwati DR, Supriyanto. 1995. Performance of three VAM species from India
for inoculum production in centro dan puero. International Workshop on
Biotechnology and Development Species for Industrial Timber Estates; Juni
27-29. Bogor (ID): LIPI Bogor. hlm 257-265.
Lukiwati DR. 2011. Penerapan Bioteknologi Mikoriza untuk Peningkatan
Produksi dan Kualitas Hijauan Pakan. Semarang (ID): Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Matsetio A. 2014. Jenis dan potensi fungi mikoriza asal tanah pasca tambang
batubara dalam mengendalikan penyakit busuk batang Fusarium sp. pada
tanaman jagung [skripsi]. Bengkulu (ID): Universitas Bengkulu.
Nuhamara ST. 1993. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program
Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Solo (ID): Universitas
Sebelas Maret.
Pacioni G. 1992. Wet Sieving and Decanting Techniques for the Extraction of
Spores of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi. San Diego (US):
Academic Press.

13
Phillips JM, Haynam DS. 1970. Improveed Procedures for Clearing Roots and
Staining Parasitic and Vesicular-Arbuscular Fungi for Rapid Assesment of
Infection. Trans. Br. Mycol. Soc. 55:157-160.
Rao N, Shuba S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi
ke-2. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Yogyakarta (ID): Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada.
Rungkat JA. 2009. Peranan MVA dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman. FORMAS 4: 270-276.
Salisbury, FB, CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Bandung (ID):
Penerbit ITB.
Sancayaningsih RP. 2005. The effects of single and dual inoculations of
arbusscula mycorrhizal fungi on ploant growth and the EST and MDH
iszyme profiles of maize roots (Zea mays.L) grown on limited growth media.
[Disertasi]. Yogyakarta (ID): UGM.
Sieverding E. 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical
Agrosystems. Germany (DU): Eschborn.
Smith FA, Smith SE. 1995. Nutrient transfer in vesicular-arbuscular
mychorrizhas: a new model based on the distribution of ATP uses on
fungal and plant membranes. BIOTROPIA. 8:1-10.
Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate
phosphate supply to pints irrespective of growth responses. Plant
Physiology. 133:6-20.
Soetopo L. 1988. Bercocok Tanam. Jakarta (ID): CV Rajawali.
Steel RGD, JH Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka.
Struble JE, Skipper HD. 1988. Vesicular arbuscular mycorrhizal fungal spore
production as influenced by plant species. Plant Soil 109 :1194-1196
Suprapto. 2003. Pengembangan Sumber Daya Lahan dan Air di Indonesia. Dalam
FAO Invesment in Land and Water. Proceeding of Regional Consultation.
Tarafdar JC, Marschner H. 1994. Phosphatase activity in the rhizosphere and
hiphosphere of VA mycorrhizal wheat supplied with inorganic and organic
phosphorus. Soil Biol. Biochem. Vol 26, 387-395.
Wicaksono MI, Rahayu M, Samanhudi. 2014. Pengaruh pemberian mikoriza dan
pupuk organik terhadap pertumbuhan bawang putih. Caraka Tani – Jurnal
Ilmu Ilmu Pertanian Vol. XXIX No. 1, 35-44
Wilson JM, Tommerup IC. 1992. Interaction Between Fungal Symbionts. New
York (US): Chapman and Hall.
Wright SF, Uphadhyaya A. 1998. Survey of soils for aggregate stability and
glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular mycorrhizal
fungi. Plant Soil 198: 97−107.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil ANOVA terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens
SK
JK
db
KT
F
P
Perlakuan

816436.024

2

408218.012

Galat

1381368.655

25

5524.746

Total

2197804.679

27

7.388

.003

Lampiran 2 Hasil ANOVA terhadap Infeksi Akar pada Centrosema pubescens
SK
JK
db
KT
F
P
Perlakuan

5442.024

2

2721.012

Galat

7398.655

25

295.946

Total

12840.0679

27

9.194

.001

Lampiran 3 Hasil Uji Duncan terhadap Jumlah Spora pada Centrosema pubescens
Superskrip
Jenis Spora
N
b
a
1

3

2.3333

2

21

521.1905

3

4

635.2500

Lampiran 4 Hasil Uji Duncan terhadap Infeksi akar pada Centrosema pubescens
Superskrip
Infeski Akar
N
b
a
1

3

11.6667

2

4

50.7500

3

21

57.1905

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Surabaya, Jawa timur pada 20
Agustus 1993. Penulis merupakan anak kedua dan terakhir
dari Bapak Iriano Haroen dan Ibu Siti Rahma. Tahun 2011
penulis lulus dari SMA Yayasan Pupuk Kaltim Bontang
dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama
masa perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan
anggota aktif UKM ORYZA Baseball Softball IPB sejak
2011-2015, penulis juga aktif sebagai staff ahli Komisi II DPM Fapet IPB periode
2012/2013 sekaligus menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral II MPM KM IPB.
Penulis juga aktif sebagai panitia acara ISEE (International Scholarship Education
Expo) pada tahun 2011 dan panitia acara MPF D (Masa Pengenalan Fakultas
Peternakan) pada tahun 2013. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai acara
kemahasiswaan Fapet sebagai MC, pengisi acara, dan peserta Dekan Cup maupun
OMI. Penulis juga aktif berpartisipasi bersama Tim Softball IPB turut serta dalam
Telkom University Cup pada tahun 2014 dan sempat bergabung dengan Tim
Softball kota Bogor.

UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelsaikan penelitian dan
skripsi sebagai salah satu syarat mendapat gelar kesarjanaan dari program studi
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Papi (Ir.
Iriano Haroen) dan Mami (Siti Rahma) sebagai orang tua yang telah membantu
dalam berbagai hal baik berupa material maupun moral dan kasih sayangnya yang
tulus, kakak saya (Abu Bakar Abdul Karim Al-Mukmin, S.T) yang selalu menjadi
penyemangat untuk penulis.
Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK,
M.Si selaku pembimbing skripsi utama sekaligus sebagai pembimbing akademik
dan Dr. Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua atas segala
bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan.
Kepada Dr. Didid Diapari selaku dosen pembahas pada seminar 24 Desember
2014 dan Ir. Anita Sardiana Tjakradijaja, M.Rur. Sc serta Ir. Sri Rahayu, M.Si
selaku dosen penguji sidang akhir pada 10 Juli 2015.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Novita Chantika
Raharja selaku teman satu penelitian atas semua dukungan, suka duka, dan
bantuannya. Kepada Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Bioteknologi
Hutan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB,
Ghera Lozy Elio Hakim, S.P, sahabat dan teman-teman yang telah ikut membantu
serta keluarga DESOLATOR (INTP 48) atas semua dukungannya.