Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi

iii

ABSTRAK
FANI ALFI YANTI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Dibimbing
oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.
Produktivitas kelapa sawit sangat tergantung pada proses penyerbukan. Elaeidobius
kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit.
Populasi kumbang ini dipengaruhi oleh faktor natalitas, mortalitas, dan migrasi. Penelitian ini
bertujuan mempelajari populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit dan faktorfaktor lingkungan di Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Pengamatan populasi dilakukan
dengan metode stratified random sampling pada spikelet bunga jantan di tiga blok pada bulan Juni,
Agustus, dan Oktober 2010. Perhitungan rasio seks kumbang dilakukan di laboratorium dengan
bantuan mikroskop stereo. Hubungan faktor lingkungan dan jumlah populasi kumbang dianalisis
dengan korelasi Pearson. Populasi kumbang E. kamerunicus tertinggi ditemukan pada bulan
Agustus. Populasi kumbang di Sukamaju masih di bawah jumlah minimum untuk penyerbukan
optimum. Selama pengamatan, rasio seks kumbang betina dan jantan kelapa sawit adalah 3:1.
Curah hujan memiliki pengaruhpaling besar terhadap populasi kumbang di antara parameter
lingkungan yang diukur.
Kata kunci : Kelapa sawit, populasi, Elaeidobius kamerunicus, rasio seks, faktor lingkungan
ABSTRACT
FANI ALFI YANTI. Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust Population in Oil Palm (Elaeis

guineensis Jacq) at PTPN VIII Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Supervised by TRI
ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.
High productivity of oil palm is affected bypollination. Elaeidobius kamerunicus is weevil
pollinator that can increase fruit set of oil palm. Weevil population was influenced by natality,
mortality, and migration. The objective of this research were to study weevil E. kamerunicus
population and environmental factors on oil palm estate at Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. Weevil
population were observed by stratified random sampling method in male flowers were located at
three blocks of the estate on Juny, August, and October 2010. Sex ratio of female and male weevil
was counted. Relationship between environmental factors and weevil population were analyzed by
Pearson correlation. The highest population of weevil occured in August.Weevil population at
Sukamaju was lower than the minimum weevil population for optimum pollination. Sex ratio of
female and male weevil during observation was 3:1. Rainfall has the highest effect to weevil
population among parameters measured.
Key word : Oil palm, population, Elaeidobius kamerunicus, sex ratio, environmental factors.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius

kamerunicus
Faust
merupakan serangga yang berperan dalam
penyerbukan kelapa sawit. Kumbang yang
berasal dari Kamerun, Afrika ini, berukuran
kecil (panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 mm)
dan berwarna coklat kehitaman (Syed et al.
1986). Menurut Hasibuan et al. (2002),
kumbang ini pertama kali dilepas di kebun
percobaan kelapa sawit Sungai Pancur,
Sumatra Utara. Kumbang E. kamerunicus
bersifat hostspesific, mampu beradaptasi
pada musim basah dan musim kering, dan
dapat memindahkan serbuk sari dengan
kualitas yang sama pada tanaman muda
maupun tanaman tua (Siregar 2006).
E. kamerunicus merupakan kumbang
moncong yang termasuk ordo Coleoptera,
famili Curculionidae, dan sub-famili
Delominae. Kehidupan kumbang ini

bergantung pada bunga jantan kelapa
sawit.Saat kumbang ini berada di bunga
jantan dan merayap pada spikelet, butiran
polen melekat pada tubuhnya. Polen akan
jatuh pada stigma saat kumbang ini
mengunjungi bunga betina (Ponnamma et
al.1986). Ponnamma (1999) melaporkan
bahwa E. kamerunicus dapat meningkatkan
nilai fruitset dari 36,9 menjadi 78,3%. Nilai
ini dapat dicapai dengan adanya populasi
kumbang E. kamerunicusminimum sekitar
20.000 per hektar.
Komoditas pekebunan kelapa sawit di
Indonesia telah berkembang dari Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera
Barat, Sumatera
Selatan, Bengkulu,
Lampung, Kepulauan Bangka Belitung,
Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua. Produksi kelapa sawit di

Indonesia telah meningkat selama sepuluh
tahun terakhir ini, dari tahun 1997-2007
sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang
mendukung
tanaman
ini
mencapai
produktivitas yang tinggi, diantaranya
adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung
lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk
(Sunarko 2009).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
merupakan tumbuhan berbatang tegak dan
tingginya mencapai 15-24 m. Bunga kelapa
sawit tersusun dalam malai, berwarna coklat
yang tumbuh dari ketiak pelepah daun.
Kelapa
sawit
merupakan
tumbuhan

monokotil
berumah
satu
yang
penyerbukannya terjadi secara silang. Bunga
jantan dan betina kelapa sawit memiliki

waktu matang yang tidak bersamaan (Pahan
2008). Hal ini menyebabkan perlunya
penyerbukan dengan bantuan kumbangE.
kamerunicus. Antesis bunga kelapa sawit
dicirikan dengan warna bunga kekuningan
dan dipenuhi oleh serbuk sari (Corley &
Tinker 2003), dan mengeluarkan bau harum
yang menyengat.
Beberapa penelitian tentang populasi
kumbang
telah
banyak
dilaporkan.

Kurniawan (2010) melaporkan bahwa
populasi kumbang paling tinggi pada
tanaman kelapa sawit di Banten terjadi pada
bulan Agustus. Jumlah populasi kumbang di
Kalimantan Tengah ditemukan tinggi pada
bulan Oktober (Wibowo 2010) dan bulan
Desember (Mandiri 2010). Hadi et al.
(2009) melaporkan ukuran populasi
serangga dapat berubah-ubah dalam batas
ruang dan waktu karena adanya natalitas,
mortalitas, dan migrasi. Adanya perubahan
iklim dan cuaca di Indonesia yang tidak
menentu akhir-akhir ini, dapat menyebabkan
ukuran populasi serangga penyerbuk
berubah. Penelitian tentang populasi
kumbang di Kebun Sukamaju, Sukabumi
belum pernah dilaporkan.Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari

populasi kumbang E. kamerunicus pada
tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Kebun
Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juni - Oktober 2010 di perkebunan kelapa
sawit milik PTPN VIII Kebun Sukamaju,
Kec. Cikidang, Kab. Sukabumi (Gambar 1),
dan di Bagian Biosistematika dan Ekologi
Hewan, Departemen Biologi, FMIPA,
Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit
Kebun Sukamaju, Sukabumi.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Elaeidobius
kamerunicus
Faust
merupakan serangga yang berperan dalam
penyerbukan kelapa sawit. Kumbang yang
berasal dari Kamerun, Afrika ini, berukuran
kecil (panjang ± 4 mm dan lebar ± 1,5 mm)
dan berwarna coklat kehitaman (Syed et al.
1986). Menurut Hasibuan et al. (2002),
kumbang ini pertama kali dilepas di kebun
percobaan kelapa sawit Sungai Pancur,
Sumatra Utara. Kumbang E. kamerunicus
bersifat hostspesific, mampu beradaptasi
pada musim basah dan musim kering, dan
dapat memindahkan serbuk sari dengan
kualitas yang sama pada tanaman muda
maupun tanaman tua (Siregar 2006).
E. kamerunicus merupakan kumbang
moncong yang termasuk ordo Coleoptera,

famili Curculionidae, dan sub-famili
Delominae. Kehidupan kumbang ini
bergantung pada bunga jantan kelapa
sawit.Saat kumbang ini berada di bunga
jantan dan merayap pada spikelet, butiran
polen melekat pada tubuhnya. Polen akan
jatuh pada stigma saat kumbang ini
mengunjungi bunga betina (Ponnamma et
al.1986). Ponnamma (1999) melaporkan
bahwa E. kamerunicus dapat meningkatkan
nilai fruitset dari 36,9 menjadi 78,3%. Nilai
ini dapat dicapai dengan adanya populasi
kumbang E. kamerunicusminimum sekitar
20.000 per hektar.
Komoditas pekebunan kelapa sawit di
Indonesia telah berkembang dari Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera
Barat, Sumatera
Selatan, Bengkulu,
Lampung, Kepulauan Bangka Belitung,

Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua. Produksi kelapa sawit di
Indonesia telah meningkat selama sepuluh
tahun terakhir ini, dari tahun 1997-2007
sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang
mendukung
tanaman
ini
mencapai
produktivitas yang tinggi, diantaranya
adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung
lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk
(Sunarko 2009).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
merupakan tumbuhan berbatang tegak dan
tingginya mencapai 15-24 m. Bunga kelapa
sawit tersusun dalam malai, berwarna coklat
yang tumbuh dari ketiak pelepah daun.
Kelapa
sawit

merupakan
tumbuhan
monokotil
berumah
satu
yang
penyerbukannya terjadi secara silang. Bunga
jantan dan betina kelapa sawit memiliki

waktu matang yang tidak bersamaan (Pahan
2008). Hal ini menyebabkan perlunya
penyerbukan dengan bantuan kumbangE.
kamerunicus. Antesis bunga kelapa sawit
dicirikan dengan warna bunga kekuningan
dan dipenuhi oleh serbuk sari (Corley &
Tinker 2003), dan mengeluarkan bau harum
yang menyengat.
Beberapa penelitian tentang populasi
kumbang
telah
banyak
dilaporkan.
Kurniawan (2010) melaporkan bahwa
populasi kumbang paling tinggi pada
tanaman kelapa sawit di Banten terjadi pada
bulan Agustus. Jumlah populasi kumbang di
Kalimantan Tengah ditemukan tinggi pada
bulan Oktober (Wibowo 2010) dan bulan
Desember (Mandiri 2010). Hadi et al.
(2009) melaporkan ukuran populasi
serangga dapat berubah-ubah dalam batas
ruang dan waktu karena adanya natalitas,
mortalitas, dan migrasi. Adanya perubahan
iklim dan cuaca di Indonesia yang tidak
menentu akhir-akhir ini, dapat menyebabkan
ukuran populasi serangga penyerbuk
berubah. Penelitian tentang populasi
kumbang di Kebun Sukamaju, Sukabumi
belum pernah dilaporkan.Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
populasi kumbang E. kamerunicus pada
tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Kebun
Sukamaju, Cikidang, Sukabumi.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juni - Oktober 2010 di perkebunan kelapa
sawit milik PTPN VIII Kebun Sukamaju,
Kec. Cikidang, Kab. Sukabumi (Gambar 1),
dan di Bagian Biosistematika dan Ekologi
Hewan, Departemen Biologi, FMIPA,
Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit
Kebun Sukamaju, Sukabumi.

2

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah gunting tanaman, plastik, counter,
luxmeter, thermometer, hygrometer, dan
mikroskop stereo. Bahan yang digunakan
adalah kumbang E. kamerunicus dan alkohol
70%.
Metode
Pengamatan Morfologi Kumbang E.
kamerunicus
Pengamatan
morfologi
kumbang
meliputi ciri khusus (moncong, tonjolan
pada elytra, dan rambut halus pada elytra)
imago
jantan
dan
betina
dengan
menggunakan mikroskop stereo.
Pengukuran Populasi dan Rasio Seks E.
kamerunicus
Pengamatan populasi ini dilakukan pada
bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010.
Pengukuran
populasi
kumbang
E.
kamerunicus dilakukan pada spikelet bunga
jantan dengan tingkat kematangan minimum
70%. Sampel kumbang diambil dari masingmasing 3 spikelet di bagian pangkal, tengah,
dan ujung tandan (Gambar 2b) dengan
metode
stratifiedrandom
sampling.
Pengukuran populasi dilakukan di tiga blok,
yaitu blok 29 (Lampiran 1), 54, dan 55
(Lampiran 2) dengan masing-masing blok
diamati 5 pohon berumur 5-6 tahun (Gambar
2a). Jumlah spikelet per tandan dihitung.
Jumlah kumbang per tandan dihitung dengan
mengalikan jumlah kumbang per spikelet
dengan jumlah spikelet.Selain itu, data
lingkungan diukur selama pengambilan
sampel populasi kumbang yang meliputi
suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

a
b
Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6
tahun (a); tandan bunga jantan
(b).
Rasio seks kumbang (betina : jantan)
dihitung dari sampel kumbang per pohon
tiap bloknya. Perhitungan rasio seks
dilakukan di laboratorium dengan bantuan
mikroskop stereo.

Analisis Data.
Data populasi kumbang disajikan dalam
bentuk grafik batang menggunakan software
SigmaPlot versi 11.0.Hubungan faktor
lingkungan dengan jumlah kumbang
digambarkan dengan scatter plot dan uji
korelasi Pearson dengan menampilkan nilai
p.

HASIL
Morfologi E. kamerunicus
Tubuh E. kamerunicus berwarna coklat
kehitaman dan berbentuk elips memanjang.
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang ini
memiliki moncong di bagian depan kepala.
Imago jantan memiliki tubuh yang lebih
besar dibandingkan dengan betina, dengan
panjang tubuh ± 4 mm, moncong lebih
pendek (± 0,8 mm), terdapat rambut-rambut
halus di bagian abdomen, dan terdapat
tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3a).
Sedangkan imago betina memiliki tubuh
yang lebih ramping, dengan panjang tubuh ±
3 mm, moncong panjang(± 1,1 mm) dan
tidak terdapat rambut-rambut halus serta
tonjolan di tubuhnya (Gambar 3b).

a

b
Gambar 3 Imago kumbang jantan (a) dan
imago kumbang betina (b).
Populasi Kumbang E. kamerunicus
Populasi kumbang E. kamerunicus di
perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII
Kebun Cikidang, Sukabumi ditemukan
tinggi
pada bulan
Juni (976
individu/tandan) dan Agustus (1000
individu/tandan) dan rendah pada bulan
Oktober (795 individu/tandan) (Gambar 4).

2

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah gunting tanaman, plastik, counter,
luxmeter, thermometer, hygrometer, dan
mikroskop stereo. Bahan yang digunakan
adalah kumbang E. kamerunicus dan alkohol
70%.
Metode
Pengamatan Morfologi Kumbang E.
kamerunicus
Pengamatan
morfologi
kumbang
meliputi ciri khusus (moncong, tonjolan
pada elytra, dan rambut halus pada elytra)
imago
jantan
dan
betina
dengan
menggunakan mikroskop stereo.
Pengukuran Populasi dan Rasio Seks E.
kamerunicus
Pengamatan populasi ini dilakukan pada
bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010.
Pengukuran
populasi
kumbang
E.
kamerunicus dilakukan pada spikelet bunga
jantan dengan tingkat kematangan minimum
70%. Sampel kumbang diambil dari masingmasing 3 spikelet di bagian pangkal, tengah,
dan ujung tandan (Gambar 2b) dengan
metode
stratifiedrandom
sampling.
Pengukuran populasi dilakukan di tiga blok,
yaitu blok 29 (Lampiran 1), 54, dan 55
(Lampiran 2) dengan masing-masing blok
diamati 5 pohon berumur 5-6 tahun (Gambar
2a). Jumlah spikelet per tandan dihitung.
Jumlah kumbang per tandan dihitung dengan
mengalikan jumlah kumbang per spikelet
dengan jumlah spikelet.Selain itu, data
lingkungan diukur selama pengambilan
sampel populasi kumbang yang meliputi
suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

a
b
Gambar 2 Tanaman kelapa sawit umur 6
tahun (a); tandan bunga jantan
(b).
Rasio seks kumbang (betina : jantan)
dihitung dari sampel kumbang per pohon
tiap bloknya. Perhitungan rasio seks
dilakukan di laboratorium dengan bantuan
mikroskop stereo.

Analisis Data.
Data populasi kumbang disajikan dalam
bentuk grafik batang menggunakan software
SigmaPlot versi 11.0.Hubungan faktor
lingkungan dengan jumlah kumbang
digambarkan dengan scatter plot dan uji
korelasi Pearson dengan menampilkan nilai
p.

HASIL
Morfologi E. kamerunicus
Tubuh E. kamerunicus berwarna coklat
kehitaman dan berbentuk elips memanjang.
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang ini
memiliki moncong di bagian depan kepala.
Imago jantan memiliki tubuh yang lebih
besar dibandingkan dengan betina, dengan
panjang tubuh ± 4 mm, moncong lebih
pendek (± 0,8 mm), terdapat rambut-rambut
halus di bagian abdomen, dan terdapat
tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3a).
Sedangkan imago betina memiliki tubuh
yang lebih ramping, dengan panjang tubuh ±
3 mm, moncong panjang(± 1,1 mm) dan
tidak terdapat rambut-rambut halus serta
tonjolan di tubuhnya (Gambar 3b).

a

b
Gambar 3 Imago kumbang jantan (a) dan
imago kumbang betina (b).
Populasi Kumbang E. kamerunicus
Populasi kumbang E. kamerunicus di
perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII
Kebun Cikidang, Sukabumi ditemukan
tinggi
pada bulan
Juni (976
individu/tandan) dan Agustus (1000
individu/tandan) dan rendah pada bulan
Oktober (795 individu/tandan) (Gambar 4).

3

Tabel 1 Rata-rata jumlah kumbang per spikelet, jumlah spikelet, dan jumlah kumbang per tandan
pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober 2010.
Bulan

Curah hujan bulanan pada bulan Oktober
(410 mm) lebih tinggi dibandingkan pada
bulan Juni (347 mm) dan Agustus (261 mm)
(Gambar 6).

Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan pada
bulan Juni, Agustus, dan Oktober
2010. Garis bar pada grafik
menunjukkan standard error.
Jumlah spikelet per tandan pada bulan
Juni
(92 spikelet/tandan), Agustus (89
spikelet/tandan)
dan
Oktober
(90
spikelet/tandan) relatif sama (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan pada
bulan Juni, Agustus, Oktober
2010. Garis bar pada grafik
menunjukkan standard error.

Gambar 6 Curah hujan bulanan pada bulan
Juni, Agustus, Oktober 2010.
Selama bulan pengamatan (Juni, Agustus,
dan Oktober 2010), rasio jumlah kumbang
betina dan kumbang jantan di bunga jantan
kelapa sawit masing-masing adalah 3:1.
Hubungan Populasi Kumbang dengan
Parameter Lingkungan
Di lokasi pengamatan, suhu udara
berkisar antara 30-39°C, kelembaban udara
berkisar antara 37-68 %, intensitas cahaya
berkisar antara 500-13.500 lux (Tabel 1).
Curah hujan rata-rata dari bulan Juni,
Agustus, Oktober 2010 sebesar 335,4 mm.
Kumbang E. kamerunicus ini banyak
ditemukan di area perkebunan pada kisaran
suhu udara 31-39°C, kelembaban relatif
udara 49-62%, dan intensitas cahaya dengan
kisaran 2000-8000 lux (Gambar 7).

4

Tabel 2Parameter lingkungan di lokasi pengamatan dari bulan Juni 2010, Agustus 2010, dan
Oktober 2010.
Parameter

Juni 2010

Agustus 2010

Oktober 2010

Suhu Udara (°C)

35,6 (33-39)

31,9 (30,3-33,4)

32,3 (29,5-36,5)

Kelembaban Relatif (%)

56,8 (49-63)

57,7 (49-63)

53,2 (37-68)

Intensitas Cahaya (lux)

4.295 (1.080-11.500)

4.312 (510-13.270)

4.178 (1.190-13.480)

Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap parameter dan angka di dalam kurung
merupakan nilai maksimum dan minimum.

Hubungan antara populasi kumbang
dengan curah hujan bulanan adalah
negatif.Semakin tinggi curah hujan, maka
semakin
rendah
populasi
kumbang,
walaupun curah hujan tidak berkorelasi
secara signifikan dengan populasi kumbang
per tandan (p=0,322) (Gambar 8, Tabel 3).

a

Gambar
b

c
Gambar 7 Sebaran populasi kumbang per
tandan dalam kaitannya dengan
suhu udara (a), kelembaban
udara (b), dan intensitas cahaya
(c).

8

Hubungan antara populasi
kumbang per tandan dengan
curah hujan (mm).

5

Tabel 3 Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter lingkungan dan jumlah
spikelet per tandan.
Parameter
Suhu Udara
Kelembaban Relatif
Intensitas Cahaya
Jumlah curah hujan
Jumlah Spikelet per Tandan

Populasi Kumbang per Tandan
Korelasi Pearson (r)
r2
Nilai Signifikansi (p)
0,103
-0,0218
0.0820
-0,8751
0,132

PEMBAHASAN
Tubuh
kumbang
E.kamerunicus
memiliki ciri yang sama seperti serangga
pada umumnya yakni memiliki kepala,
toraks, dan abdomen. Ukuran tubuh berkisar
antara 3-4 mm. Kumbang ini memiliki
moncong di bagian depan kepala. Kumbang
jantan memiliki moncong yang lebih pendek
dibandingkan kumbang betina. Selain itu,
ukuran yang lebih besar dan adanya tonjolan
di pangkal elytra serta rambut-rambut halus
pada tubuhnya sebagai pembeda antara
kumbang jantan dengan kumbang betina.
Populasi kumbang di Sukabumi pada
bulan Juni dan Agustus lebih tinggi
dibandingkan bulan Oktober. Hasil penelitian
ini sesuai dengan laporan Kurniawan (2010)
bahwa jumlah kumbang E. kamerunicus per
tandan di Banten tertinggi pada bulan
Agustus (21.681 individu/tandan) dan
populasi terendah pada bulan Oktober
(10.361 individu/tandan). Namun, populasi
kumbang hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan populasi kumbang di Banten.
Hal ini kemungkinan disebabkan curah hujan
bulanan rata-rata bulan Juni, Agustus, dan
Oktober 2010 di Sukabumi lebih tinggi
sebesar 335,4 mm dibandingkan curah hujan
rata-rata bulan Agustus, September, dan
Oktober 2009 di Banten sebesar 86,33 mm.
Labarca et al.
(2007) melaporkan
bahwajumlah tandan bunga jantan bervariasi
antara 3-6 tandan per hektar. Populasi
kumbang tinggi pada bulan Agustus (6.000
individu/ha) di Sukabumi masih di bawah
nilai populasi minimum (20.000 individu/ha)
untuk penyerbukan optimum kelapa sawit.
Menurut Syed & Salleh (1987), agar
mencapai polinasi minimum atau dapat
terbentuk 50% buah, diperlukan sekitar 1.500
kumbang E. kamerunicus per tandan untuk
menyerbuki bunga betina yang reseptif.
Kemungkinan rendahnya populasi kumbang

0,0107
0,500
0,000476
0,887
0,00672
0,593
0,765
0,322
0,0175
0,386
pada bulan Oktober dipengaruhi oleh
tingginya curah hujan.
Jumlah spikelet per tandan tidak
berkorelasi terhadap jumlah kumbang per
tandan (p= 0,386) (Tabel 3). Hasil ini
berbeda dengan penelitian Kurniawan 2010;
Wibowo 2010; Mandiri 2010 bahwa jumlah
spikelet per tandan berkorelasi secara
signifikan terhadap jumlah kumbang per
tandan. Labarca et al. (2007) juga
melaporkan bahwa ada korelasi positif yang
signifikan diantara kumbang E. kamerunicus
dengan jumlah antesis bunga jantan.
Menurut Meliala (2008), kumbang penyerbuk
banyak ditemukan pada hari kedua sampai
hari ketiga masa antesis. Jumlah kumbang
menurun pada hari keempat dan kelima, dan
sedikit ditemukan pada hari keenam. Rahayu
(2009) melaporkan bahwa puncak aktivitas
E. kamerunicus pada pagi hari sekitar pukul
10.00-11.00 WIB. Pengamatan terhadap
populasi kumbang di Sukabumi dilakukan
pada pukul 09.30-14.00 WIB yang
merupakan waktu puncak aktivitas.
Faktor-faktor
lingkungan
memiliki
pengaruh yang besar bagi serangga polinator,
salah satunya adalah suhu udara yang
mempengaruhi distribusi serangga (Young
1982). Populasi kumbang yang tinggi
ditemukan pada kisaran suhu antara 31-39°C.
Kurniawan (2010) melaporkan bahwa
populasi yang tinggi dicapai pada kisaran
suhu 27-35°C. Pada kisaran suhu tersebut, E.
kamerunicus lebih banyak melakukan
aktivitas mencari pakan. Menurut Mishra et
al. (2004), suhu efektif bagi polinator untuk
mengunjungi bunga pada kisaran 25-35°C.
Suhu berkorelasi positif terhadap jumlah
kumbang, walaupun suhu tidak berkorelasi
secara signifikan terhadap populasi kumbang
(p=0,500) (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan
laporan Mourou et al. (2008) bahwa populasi
E. kamerunicus tidak berkorelasi dengan
suhu (r= -0,15, p