Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kumai, Kalimantan Tengah

ABSTRAK
AMIN KRISTIANTO SAPUTRA. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.)
Di Kumai, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI
PRAWASTI.
Elaeidobius kamerunicus adalah polinator efektif pada tanaman kelapa sawit. Kumbang ini
bersifat monofag dan menyelesaikan siklus hidupnya pada bunga jantan kelapa sawit.
Penyerbukan oleh kumbang ini mampu meningkatkan produksi kelapa sawit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati populasi kumbang E. kamerunicus dan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap populasi kumbang. Penelitian ini meliputi pengamatan morfologi kumbang,
perhitungan populasi kumbang pada bunga jantan kelapa sawit dan pengukuran parameter
lingkungan yang terjadi di lapangan. Hubungan parameter lingkungan dengan populasi kumbang
dianalisis dengan program CANOCO 4.0. Populasi kumbang tinggi terjadi pada bulan Juli dan
rendah pada bulan Oktober. Ukuran populasi kumbang hasil penelitian ini di atas populasi
minimum untuk penyerbukan efektif. Populasi kumbang di lapangan berkaitan dengan jumlah
spikelet yang terbentuk pada bunga jantan. Curah hujan dan suhu memiliki pengaruh negatif
terhadap populasi kumbang.
Kata kunci: penyerbukan, kelapa sawit, Elaeidobius kamerunicus, parameter lingkungan

ABSTRACT
AMIN KRISTIANTO SAPUTRA. Population of Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust.

(Coleoptera: Curculionidae) as Oil Palm Pollinator (Elaeis guineensis Jacq.) in Kumai, Central
Borneo. Supervised by TRI ATMOWIDI and TARUNI SRI PRAWASTI.
Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. The weevil is
monophagous and complete their life cycle in male inflorescences of oil palm. Pollinating by the
weevils increase oil palm productivity. This research aimed to observe weevil population and the
relationship between environment factors and the weevil population. This research consist of
observing morphological of weevil, estimating the population with counting the weevil on male
inflorescences, and measuring the environment factors in the field. Relationship between
environment factors and the weevil population were analyzed by CANOCO 4.0. High population
of the weevil occurred in July and low in October. Population size of the weevil was above the
minimum population for effective pollination. Weevil population on the field related to the number
of spikelet of male inflorescences. Rainfall and temperature were negatively affect to the weevil
population.
Keyword: pollination, oil palm, Elaeidobius kamerunicus, environmental factors

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius kamerunicus Faust. adalah

kumbang penyerbuk kelapa sawit yang
efektif. Kumbang yang berasal dari negara
Kamerun, Afrika ini diintroduksi dari
Malaysia ke Indonesia atas kerjasama Pusat
Penelitian Marihat dengan PT PP. London
Sumatera dengan tenaga ahli R.A. Syed pada
tanggal 16 Juli 1982 (Siregar 2006).
Keberadaan kumbang E. kamerunicus
memberikan hasil yang signifikan pada
produksi kelapa sawit. Kumbang ini mampu
meningkatkan produksi minyak sawit 15%
dan inti sawit 25% (Sunarko 2007).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
penyerbuk yang efektif, karena spesies ini
memiliki inang spesifik pada tanaman kelapa
sawit yang menyelesaikan siklus hidupnya
pada bunga jantan kelapa sawit (Ponnamma et
al. 1986; Westerkamp & Gottsberger 2000;
Setliff 2007) dan bersifat monofag pada
kelapa sawit (Mangoensoekarjo 2005).

Penyerbukan
kumbang
ini
mampu
meningkatkan persentase buah yang terbentuk
(fruit set) sebesar 20% dari 50% ke 70%.
Hasil fruit set yang baik kelapa sawit adalah
di atas 75% (Susanto et al. 2007). Viabilitas
polen yang dapat dibawa kumbang ini sebesar
68.5% (Caudel et al. 2005).
Kelapa sawit merupakan tanaman
berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina
dihasilkan dalam satu pohon, tetapi
perkembangan atau pematangan bunga jantan
dan bunga betina pada kelapa sawit terjadi
pada waktu yang berbeda (Siregar 2006).
Anthesis bunga jantan kelapa sawit
berlangsung selama 4–5 hari, sedangkan
bunga betina berlangsung selama 36–48 jam
(Sunarko 2007; Labarca et al. 2009).

Perkembangan bunga jantan dan betina yang
berbeda tersebut menyebabkan penyerbukan
berlangsung secara silang (cross pollination).
Penyerbukan
pada
kelapa
sawit
diantaranya adalah melalui angin, serangga,
dan
manusia.
Sebelum
diintroduksi
Elaeidobius, penyerbukan pada perkebunan
kelapa sawit dilakukan dengan bantuan
manusia (assisted pollination). Penyerbukan
dengan manusia membutuhkan biaya dan
waktu yang lama. Dengan adanya kumbang
Elaeidobius penyerbukan berlangsung lebih
efektif. Penyerbukan terjadi saat bunga betina
reseptif dan mengeluarkan aroma minyak adas

sebagai
senyawa
penarik
kumbang.
Keberadaan populasi kumbang ini juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor

lingkungan
yang
berperan
dalam
mempengaruhi populasi meliputi suhu,
kelembaban, dan curah hujan (Mandiri 2010).
Ukuran populasi ini dapat mempengaruhi
penyerbukan yang terjadi pada tanaman
kelapa sawit. Penelitian terhadap keefektifan
penyerbukan kumbang ini di Indonesia telah
dilaporkan di Sumatera (Sunarko 2007) dan
Papua (Setliff 2007). Penelitian populasi E.
kamerunicus telah dilaporkan di Banten

(Kurniawan 2010), Kalimantan (Wibowo
2010; Mandiri 2010; Siregar 2010).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus
pada tanaman kelapa sawit.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Mei 2009 hingga Oktober 2009. Penelitian
dilakukan di Bagian Biosistematika dan
Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA
IPB, Bogor dan di perkebunan kelapa sawit
milik PT Astra Agro Lestari di Kumai,
Kalimantan Tengah.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan, yaitu kumbang
E. kamerunicus dari perkebunan kelapa sawit
milik PT Astra Agro Lestari di Kumai,

Kalimantan
Tengah.
Alat-alat
yang
dibutuhkan
adalah
plastik,
counter,
thermohygrometer, luxmeter, alat tulis,
gunting.
Metode Penelitian
Pengamatan Morfologi Kumbang
Pengamatan
morfologi
kumbang
dilakukan di Bagian Biosistematika dan
Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA
IPB dengan menggunakan mikroskop stereo.
Ciri-ciri yang diamati meliputi panjang tubuh,
bentuk tubuh, dan ciri khusus yang terdapat

pada kumbang jantan dan kumbang betina.
Pengukuran Populasi
Pengukuran populasi kumbang dilakukan
dengan cara mengambil sampel kumbang
pada 9 spikelet
bunga jantan anthesis
(Gambar 1), yaitu masing-masing 3 spikelet
dari bagian ujung, tengah, dan pangkal tandan
(Dhileepan 1994). Spikelet lalu dimasukkan
ke dalam kantung plastik yang selanjutnya

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius kamerunicus Faust. adalah
kumbang penyerbuk kelapa sawit yang
efektif. Kumbang yang berasal dari negara
Kamerun, Afrika ini diintroduksi dari
Malaysia ke Indonesia atas kerjasama Pusat

Penelitian Marihat dengan PT PP. London
Sumatera dengan tenaga ahli R.A. Syed pada
tanggal 16 Juli 1982 (Siregar 2006).
Keberadaan kumbang E. kamerunicus
memberikan hasil yang signifikan pada
produksi kelapa sawit. Kumbang ini mampu
meningkatkan produksi minyak sawit 15%
dan inti sawit 25% (Sunarko 2007).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
penyerbuk yang efektif, karena spesies ini
memiliki inang spesifik pada tanaman kelapa
sawit yang menyelesaikan siklus hidupnya
pada bunga jantan kelapa sawit (Ponnamma et
al. 1986; Westerkamp & Gottsberger 2000;
Setliff 2007) dan bersifat monofag pada
kelapa sawit (Mangoensoekarjo 2005).
Penyerbukan
kumbang
ini
mampu

meningkatkan persentase buah yang terbentuk
(fruit set) sebesar 20% dari 50% ke 70%.
Hasil fruit set yang baik kelapa sawit adalah
di atas 75% (Susanto et al. 2007). Viabilitas
polen yang dapat dibawa kumbang ini sebesar
68.5% (Caudel et al. 2005).
Kelapa sawit merupakan tanaman
berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina
dihasilkan dalam satu pohon, tetapi
perkembangan atau pematangan bunga jantan
dan bunga betina pada kelapa sawit terjadi
pada waktu yang berbeda (Siregar 2006).
Anthesis bunga jantan kelapa sawit
berlangsung selama 4–5 hari, sedangkan
bunga betina berlangsung selama 36–48 jam
(Sunarko 2007; Labarca et al. 2009).
Perkembangan bunga jantan dan betina yang
berbeda tersebut menyebabkan penyerbukan
berlangsung secara silang (cross pollination).
Penyerbukan

pada
kelapa
sawit
diantaranya adalah melalui angin, serangga,
dan
manusia.
Sebelum
diintroduksi
Elaeidobius, penyerbukan pada perkebunan
kelapa sawit dilakukan dengan bantuan
manusia (assisted pollination). Penyerbukan
dengan manusia membutuhkan biaya dan
waktu yang lama. Dengan adanya kumbang
Elaeidobius penyerbukan berlangsung lebih
efektif. Penyerbukan terjadi saat bunga betina
reseptif dan mengeluarkan aroma minyak adas
sebagai
senyawa
penarik
kumbang.
Keberadaan populasi kumbang ini juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor

lingkungan
yang
berperan
dalam
mempengaruhi populasi meliputi suhu,
kelembaban, dan curah hujan (Mandiri 2010).
Ukuran populasi ini dapat mempengaruhi
penyerbukan yang terjadi pada tanaman
kelapa sawit. Penelitian terhadap keefektifan
penyerbukan kumbang ini di Indonesia telah
dilaporkan di Sumatera (Sunarko 2007) dan
Papua (Setliff 2007). Penelitian populasi E.
kamerunicus telah dilaporkan di Banten
(Kurniawan 2010), Kalimantan (Wibowo
2010; Mandiri 2010; Siregar 2010).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus
pada tanaman kelapa sawit.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Mei 2009 hingga Oktober 2009. Penelitian
dilakukan di Bagian Biosistematika dan
Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA
IPB, Bogor dan di perkebunan kelapa sawit
milik PT Astra Agro Lestari di Kumai,
Kalimantan Tengah.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan, yaitu kumbang
E. kamerunicus dari perkebunan kelapa sawit
milik PT Astra Agro Lestari di Kumai,
Kalimantan
Tengah.
Alat-alat
yang
dibutuhkan
adalah
plastik,
counter,
thermohygrometer, luxmeter, alat tulis,
gunting.
Metode Penelitian
Pengamatan Morfologi Kumbang
Pengamatan
morfologi
kumbang
dilakukan di Bagian Biosistematika dan
Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA
IPB dengan menggunakan mikroskop stereo.
Ciri-ciri yang diamati meliputi panjang tubuh,
bentuk tubuh, dan ciri khusus yang terdapat
pada kumbang jantan dan kumbang betina.
Pengukuran Populasi
Pengukuran populasi kumbang dilakukan
dengan cara mengambil sampel kumbang
pada 9 spikelet
bunga jantan anthesis
(Gambar 1), yaitu masing-masing 3 spikelet
dari bagian ujung, tengah, dan pangkal tandan
(Dhileepan 1994). Spikelet lalu dimasukkan
ke dalam kantung plastik yang selanjutnya

2

dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang
per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet
yang diambil. Jumlah kumbang per tandan
dihitung dari ∑ kumbang per spikelet dikali ∑
spikelet per tandan. Lokasi pengambilan
kumbang berada pada blok A2, A11, dan G22
(Lampiran 1). Setiap lokasi digunakan 5
pohon sebagai ulangan.
ujung tandan

tengah tandan
pangkal tandan

Gambar 1 Sampling populasi E. kamerunicus
pada tandan bunga jantan kelapa
sawit. Sampel diambil masingmasing 3 spikelet dari bagian
ujung, tengah, dan pangkal tandan
.
Data Tandan Buah Segar (TBS)
Data TBS dari blok yang diamati populasi
kumbang di kebun diperoleh dari data TBS PT
GSPP, Astra Agro Lestari, Kumai,
Kalimantan Tengah. Data TBS diambil pada 5
bulan setelah pengamatan populasi kumbang,
yaitu bulan Oktober, November 2009 dan
Maret 2010.
Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengukuran
parameter
lingkungan,
meliputi suhu, kelembaban, intensitas cahaya,
dan curah hujan.
Analisis Data
Data populasi kumbang dan TBS
ditampilkan dalam grafik batang. Hubungan
antara populasi E. kamerunicus dengan suhu
udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan
curah hujan dianalisis dengan scatter plot
(program Sigma Plot) serta ditampilkan
persamaan regresi, korelasi Pearson, dan nila
p. Hubungan populasi kumbang dengan
lingkungan ditampilkan dalam biplot PCA
(program CANOCO 4.0).

HASIL
Morfologi E. kamerunicus
Tubuh
kumbang
E.
kamerunicus
berbentuk oval, berwarna coklat kehitaman,

Bagian tubuh kumbang terdiri dari tiga
bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
Pada bagian kepala terdapat moncong yang
panjang dan terdapat antena pada pertengahan
moncong. Tiga pasang tungkai kumbang
terdapat pada toraks. Sayap kumbang terdiri
dari dua pasang. Sayap depan lebih tebal
disebut elytra dan sayap belakang tipis.
Kumbang jantan memiliki tubuh yang
lebih besar, dengan panjang 3–4 mm,
moncong pendek, rambut-rambut terlihat
jelas pada bagian abdomen dan elytra
kumbang. Ciri khusus lain kumbang jantan
adalah terdapat tonjolan pada pangkal elytra.
Kumbang betina memiliki ukuran tubuh yang
lebih kecil dibandingkan jantan, panjang
tubuh 2–3 mm, moncong lebih panjang
dibandingkan jantan, tidak ditemukan
rambut-rambut pada abdomennya, dan pada
pangkal elytra tidak ditemukan tonjolan
(Gambar 2).

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus betina
(a); jantan (b)
Populasi E. kamerunicus di Perkebunan
Populasi E. kamerunicus pada tanaman
kelapa sawit umur 3 tahun di PT. GSPP,
Kalimantan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober
bervariasi. Populasi kumbang tinggi pada
bulan Juli (22.695 individu per tandan) dan
rendah pada bulan Oktober (5.810 individu
per tandan). Dalam satu hektar, populasi
kumbang tinggi pada Juli (178.943 individu/
ha) dan rendah pada bulan Oktober (48.701
individu/ ha) (Gambar 3).
Jumlah spikelet pada bulan Mei, Juli, dan
Oktober bervariasi. Jumlah spikelet pada
bulan Mei sebanyak 105 spikelet per tandan,
bulan Juli sebanyak 80 spikelet per tandan,
dan bulan Oktober sebanyak 82 spikelet per
tandan (Gambar 4).
TBS
di
kebun
yang terbentuk
menunjukkan hasil yang berfluktuasi. TBS
tinggi terbenuk pada bulan Oktober (2527 ton/
ha) dan rendah bulan Maret (1509.95 ton/ ha).
TBS yang dihasilkan cenderung mengikuti
populasi kumbang walaupun pada bulan
Maret populasi kumbang cukup tinggi
(Gambar 5).

2

dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang
per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet
yang diambil. Jumlah kumbang per tandan
dihitung dari ∑ kumbang per spikelet dikali ∑
spikelet per tandan. Lokasi pengambilan
kumbang berada pada blok A2, A11, dan G22
(Lampiran 1). Setiap lokasi digunakan 5
pohon sebagai ulangan.
ujung tandan

tengah tandan
pangkal tandan

Gambar 1 Sampling populasi E. kamerunicus
pada tandan bunga jantan kelapa
sawit. Sampel diambil masingmasing 3 spikelet dari bagian
ujung, tengah, dan pangkal tandan
.
Data Tandan Buah Segar (TBS)
Data TBS dari blok yang diamati populasi
kumbang di kebun diperoleh dari data TBS PT
GSPP, Astra Agro Lestari, Kumai,
Kalimantan Tengah. Data TBS diambil pada 5
bulan setelah pengamatan populasi kumbang,
yaitu bulan Oktober, November 2009 dan
Maret 2010.
Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengukuran
parameter
lingkungan,
meliputi suhu, kelembaban, intensitas cahaya,
dan curah hujan.
Analisis Data
Data populasi kumbang dan TBS
ditampilkan dalam grafik batang. Hubungan
antara populasi E. kamerunicus dengan suhu
udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan
curah hujan dianalisis dengan scatter plot
(program Sigma Plot) serta ditampilkan
persamaan regresi, korelasi Pearson, dan nila
p. Hubungan populasi kumbang dengan
lingkungan ditampilkan dalam biplot PCA
(program CANOCO 4.0).

HASIL
Morfologi E. kamerunicus
Tubuh
kumbang
E.
kamerunicus
berbentuk oval, berwarna coklat kehitaman,

Bagian tubuh kumbang terdiri dari tiga
bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
Pada bagian kepala terdapat moncong yang
panjang dan terdapat antena pada pertengahan
moncong. Tiga pasang tungkai kumbang
terdapat pada toraks. Sayap kumbang terdiri
dari dua pasang. Sayap depan lebih tebal
disebut elytra dan sayap belakang tipis.
Kumbang jantan memiliki tubuh yang
lebih besar, dengan panjang 3–4 mm,
moncong pendek, rambut-rambut terlihat
jelas pada bagian abdomen dan elytra
kumbang. Ciri khusus lain kumbang jantan
adalah terdapat tonjolan pada pangkal elytra.
Kumbang betina memiliki ukuran tubuh yang
lebih kecil dibandingkan jantan, panjang
tubuh 2–3 mm, moncong lebih panjang
dibandingkan jantan, tidak ditemukan
rambut-rambut pada abdomennya, dan pada
pangkal elytra tidak ditemukan tonjolan
(Gambar 2).

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus betina
(a); jantan (b)
Populasi E. kamerunicus di Perkebunan
Populasi E. kamerunicus pada tanaman
kelapa sawit umur 3 tahun di PT. GSPP,
Kalimantan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober
bervariasi. Populasi kumbang tinggi pada
bulan Juli (22.695 individu per tandan) dan
rendah pada bulan Oktober (5.810 individu
per tandan). Dalam satu hektar, populasi
kumbang tinggi pada Juli (178.943 individu/
ha) dan rendah pada bulan Oktober (48.701
individu/ ha) (Gambar 3).
Jumlah spikelet pada bulan Mei, Juli, dan
Oktober bervariasi. Jumlah spikelet pada
bulan Mei sebanyak 105 spikelet per tandan,
bulan Juli sebanyak 80 spikelet per tandan,
dan bulan Oktober sebanyak 82 spikelet per
tandan (Gambar 4).
TBS
di
kebun
yang terbentuk
menunjukkan hasil yang berfluktuasi. TBS
tinggi terbenuk pada bulan Oktober (2527 ton/
ha) dan rendah bulan Maret (1509.95 ton/ ha).
TBS yang dihasilkan cenderung mengikuti
populasi kumbang walaupun pada bulan
Maret populasi kumbang cukup tinggi
(Gambar 5).

3

2 .5 e + 5

K u m b a n g /ta n d a n
K u m b a n g /h a

J u m la h k u m b a n g

2 .0 e + 5

Curah hujan yang terjadi di kebun
menunjukkan nilai yang tinggi pada bulan
Oktober (313 mm) dan terendah pada bulan
Juli (176 mm) (Gambar 6).

1 .5 e + 5

350
1 .0 e + 5

300

0 .0

M ei

J u li

O k to b e r

B u la n

C u ra h h u ja n (m m )

5 .0 e + 4

250

200

150

100

Gambar 3 Jumlah individu E. kamerunicus
per tandan dan per hektar pada
bulan Mei, Juli, dan Oktober.
Standard error ditunjukkan pada
setiap bar

50

0

M ei

J u li

O k to b e r

B u la n

Gambar 6 Curah hujan di kebun pada
Bulan Mei, Juli, dan Oktober

180

J u m la h s p ik e le t p e r ta n d a n

160

140

120

100

80

60

40

20

0

M ei

J u li

O k to b e r

B u la n

Gambar 4

Rata-rata jumlah spikelet per
tandan pada bulan Mei, Juli, dan
Oktober.
Standard
error
ditunjukkan pada setiap bar

Gambar 5 Tandan buah segar (TBS) yang
terbentuk setelah 5 bulan masa
penyerbukan. Data TBS diperoleh
dari PT GSPP, Astra Agro
Lestari,
Kumai,
Kalimantan
Tengah

Hubungan E. kamerunicus dengan Faktor
Lingkungan
Parameter lingkungan di perkebunan
menunjukkan kisaran yang bervariasi pada
bulan pengamatan. Suhu rata-rata tertinggi
pada bulan Oktober (38.1 oC) dan terendah
pada bulan Juli (34.5oC). Kelembaban relatif
di lokasi perkebunan tertinggi pada bulan Juli
(63.15%) dan terendah pada bulan Oktober
(53%). Intensitas cahaya di perkebunan
tertinggi pada bulan Oktober (46393.33 lux)
dan terendah pada bulan Juli (36371.33 lux)
(Tabel 1).
Nilai
korelasi
antara
parameter
lingkungan dengan populasi kumbang
ditampilkan pada Tabel 2 dan gambaran
visual hubungan ini terdapat pada biplot
Gambar 8. Jumlah spikelet per tandan
menujukkan hubungan yang signifikan dan
berkorelasi positif terhadap populasi kumbang
(r= 0.488, p= 0.00377). Parameter suhu dan
curah hujan menunjukkan hubungan yang
signifikan tetapi berkorelasi negatif dengan
populasi kumbang (r= -0.440, p= 0.00452 dan
r= -0.557, p= 0.00019). Kelembaban relatif
dan intensitas cahaya berkorelasi positif dan
tidak signifikan terhadap populasi kumbang.

4

Tabel 1 Parameter lingkungan pada bulan pengamatan. Angka dalam kurung menunjukkan nilai
kisaran
Bulan

Parameter lingkungan
o

Suhu ( C)

Kelembaban (%)

Intensitas cahaya (lux)

Mei

34,5 (30,5 - 38)

63,15 (58 - 72)

39445

Juli

35,17 (29 - 41)

55,73 (45 - 74)

36371.33 (11770 - 92700)

Oktober

38,1 (35 - 42)

53

46393.33 (12000 - 88400)

(34 - 69)

(16650 103300)

Tabel 2 Korelasi Pearson, nilai p, dan persamaan regresi antara jumlah kumbang dengan
jumlah spikelet per tandan dan parameter lingkungan
Parameter

Populasi Kumbang
r

p value

Persamaan regresi

Spikelet/tandan

0.488

0.00377

y = 190.8x - 870.5

Suhu

-0.440

0.00452

y = -1850.x + 82537

Kelembaban

0.244

0.130

Intensitas cahaya
Curah hujan

-0.252
-0.557

0.117
0.00019

(a)

y = 377.4x – 5603
y = -0.129x + 21028
y = -123.4x + 45903

(b)
y = -1850x + 82537
r = -0.440
r2= 0.193

(c)

(d)

y = -123.4x + 45903
r2= 0.859

Gambar 7 Scatter plot antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu (a), kelembaban udara (b),
intensitas cahaya (c), dan curah hujan (d)

5

Gambar

8

Biplot PCA antara faktor
lingkungan
dan
jumlah
spikelet per tandan dengan E.
kamerunicus

PEMBAHASAN
E. kamerunicus merupakan serangga dari
ordo Coleoptera. Kumbang ini termasuk ke
dalam famili Curculionidae yang memiliki ciri
moncong yang panjang dan terdapat antena
pada pertengahan moncong (Borror et al.
1996).
Moncong ini berfungsi dalam
pencarian pakan dan melakukan pengeboran
pada jaringan tanaman.
Kumbang
ini
mampu terbang jauh dan lincah. Jika
terganggu, kumbang akan menyembunyikan
diri di bawah polen pada bunga jantan dan
menjatuhkan diri ke tanah. Rambut-rambut
yang
terlihat jelas pada kumbang jantan
memungkinkan polen terbawa lebih banyak
dibandingkan dengan kumbang betina.
Populasi kumbang di PT GSPP Kumai,
Kalimantan Tengah pada bulan Mei, Juli, dan
Oktober menunjukkan nilai yang berfluktuasi.
Populasi kumbang tinggi pada bulan Juli
(22.695 individu per tandan) dan rendah
pada bulan Oktober (5.810 individu per
tandan). Kurniawan (2010) melaporkan
populasi kumbang tinggi ditemukan pada
bulan Juli dan pada bulan Oktober lebih
rendah populasi kumbang dari bulan Juli.
Pada penelitian lain, Wibowo (2010)
melaporkan populasi kumbang pada bulan
Oktober lebih tinggi dari bulan Juli dan Mei.
Perbedaan
populasi
ini
kemungkinan
berkaitan dengan jumlah spikelet yang
terbentuk, sebagai sumber makanan, yaitu
polen. Populasi kumbang per hektar tinggi
pada bulan Juli (178.943 individu per hektar)

dan rendah pada bulan Oktober (48.701
individu per hektar). Ukuran populasi
kumbang pada bulan Mei, Juli, dan Oktober
melebihi ukuran minimun populasi kumbang
dalam melakukan penyerbukan yang efektif.
Susanto et al. (2007) melaporkan jumlah
yang
efektif
untuk
menyerbuki
tanaman kelapa sawit adalah 20.000 kumbang
per hektar. Ukuran populasi ini jauh lebih
besar dari ukuran populasi minimum untuk
penyerbukan kelapa sawit.
Telah
diketahui
bahwa
kumbang
Elaeidobius mampu meningkatkan produksi
kelapa sawit. Fruit set yang terbentuk
berfluktuasi
sepanjang
tahun
pada
perkebunan. Fruit set adalah persentase antara
buah yang terbentuk dengan total buah yang
ada. TBS yang dihasilkan di kebun
berfluktuasi pada 5 bulan setelah populasi
kumbang. TBS yang dihasilkan cenderung
mengikuti fluktuasi populasi kumbang. Pada
bulan Maret, TBS yang dihasilkan rendah dan
populasi kumbang juga rendah, tetapi populasi
kumbang masih berada di atas ukuran
populasi optimum kumbang dalam melakukan
penyerbukan dalam satu hektar (Gambar 5).
Sepanjang tahun hasil tandan buah kelapa
sawit berfluktuasi dan juga populasi kumbang
yang juga berfluktuasi. Dhileepan (1994)
melaporkan hubungan antara populasi
kumbang dengan produksi tandan buah tidak
menunjukkan hubungan yang linier sepanjang
tahun. Ada kondisi saat produksi tandan
tinggi populasi kumbang menunjukkan jumlah
yang minimum dibandingkan bulan-bulan
yang lain. Tetapi kisaran populasi dalam satu
hektar menunjukkan kisaran di atas populasi
efektif.
Hubungan yang signifikan diperlihatkan
jumlah spikelet yang terbentuk (p= 0.003775).
Jumlah spikelet yang terbentuk (105 spikelet
per tandan) ditemukan pada bulan Mei dan
terendah (80 spikelet per tandan) pada bulan
Juli (Gambar 4). Semakin tua umur kelapa
sawit maka spikelet yang terbentuk semakin
banyak. Setiap tahun rata-rata spikelet pada
bunga jantan akan bertambah 13 spikelet/
tahun (Wahyono et al. 1996). Wibowo (2010)
juga melaporkan jumlah spikelet pada
tanaman kelapa sawit umur 6 tahun rata-rata >
100 dan jumlah kumbang tertinggi sebanyak
46.000 kumbang per tandan. Jumlah spikelet
ini berpengaruh terhadap jumlah polen yang
dihasilkan.
Curah hujan tertinggi pada bulan Oktober
(313 mm) (Gambar 6) memberikan pengaruh
pada populasi E. kamerunicus. Jumlah
individu E. kamerunicus pada bulan Oktober

6

yang rendah diduga karena tingginya curah
hujan. Chinchilla & Richardson (1991)
melaporkan pada bulan Oktober merupakan
bulan yang jumlah individu kumbang
mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Pada bulan ini curah hujan tinggi. Penurunan
jumlah kumbang pada musim hujan (wet
season) juga disebabkan oleh munculnya
nematoda yang bersifat parasit pada kumbang.
Adanya nematoda, seperti Elaeolenchus
parthenonema
dilaporkan
berpengaruh
terhadap kumbang. Infeksi nematoda yang
tinggi dapat menurunkan produksi telur yang
dihasilkan oleh kumbang. Tetapi, efek
nematoda terhadap kumbang jantan masih
belum diketahui (Poinar et al. 2002). Selain
Elaeolenchus
parthenonema,
nematoda
Cylindrocorpus inevectus sp. juga ditemukan
di tubuh kumbang. Nematoda ini berkembang
biak di bunga jantan dan menginfeksi
kumbang pada fase larva. Saat dewasa, di
bawah elytra kumbang ditemukan banyak
nematoda spesies ini. Keberadaan nematoda
ini menyebabkan kumbang sulit untuk terbang
(Poinar et al. 2003).
Suhu udara di perkebunan menunjukkan
kisaran yang bervariasi setiap bulan
pengamatan. Suhu rata-rata tertinggi pada
bulan Oktober (38.1 oC) dan terendah pada
bulan Juli (34.5oC) (Tabel 1). Dalam scatter
plot pada Gambar 7.a, suhu udara
menunjukkan hubungan regresi negatif
dengan populasi kumbang (r= -0.440, p=
0.00452). Suhu merupakan salah satu
komponen yang mempengaruhi distribusi,
pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas
serangga (Young 1982). Pada kondisi ini,
kumbang cenderung berada di bunga jantan
kelapa sawit. Saat suhu rendah, polinator
membutuhkan energi yang cukup besar untuk
melakukan aktivitas polinasi (Price 1984).
Kelembaban relatif dan intensitas cahaya
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
dengan populasi kumbang (Gambar 7.b & 7.c;
Tabel 2). Dalam PCA (Gambar 8),
kelembaban menunjukkan pengaruh positif
walaupun korelasinya rendah. Dhileepan
(1994) juga melaporkan kelembaban relatif
memiliki hubungan yang positif terhadap
jumlah kumbang. Kelembaban yang terjadi
berpengaruh terhadap polen.

SIMPULAN
Populasi E. kamerunicus di Kumai,
Kalimantan Tengah pada bulan Mei dan Juli

lebih tinggi dibandingkan dengan bulan
Oktober. Ukuran populasi kumbang di kebun
lebih
dari
cukup untuk melakukan
penyerbukan optimum dalam satu hektar.
Jumlah spikelet per tandan dan kelembaban
udara berpengaruh signifikan dengan populasi
kumbang. Suhu dan curah hujan menunjukkan
pengaruh negatif terhadap populasi kumbang.

SARAN
Perlu dilakukan perhitungan sex ratio
antara E. kamerunicus jantan dan betina untuk
siklus hidup yang terjadi pada bunga jantan
kelapa sawit. Perlu dilakukan pengamatan
frekuensi kunjungan kumbang terhadap bunga
betina kelapa sawit sehingga diketahui waktu
penyerbukan yang dilakukan oleh E.
kamerunicus. Pengamatan populasi kumbang
sebaiknya dilakukan setiap bulan untuk
melihat dinamika yang lebih detil dan
pengukuran fruit set perlu dilakukan yang
dikaitkan dengan populasi kumbang.

DAFTAR PUSTAKA
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996.
Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi
Keenam. Partosoedjono S, penerjemah;
Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University
Press.
Terjemahan dari: An Introduction to The
Study of Insects.
Caudel R et al. 2005. Polinazacion por
insectos en palma de Aceite: una
comparacion de la viabilidad y
sostenibilidad a largo plazo de
Elaeidobius kamerunicus en Papua Nueva
Guinea, Indonesia, Costa Rica y Ghana.
Palmas 26(1):29-46.
Chinchilla CM, Richardson DL. 1991.
Pollinating insects and the pollination of
oil palms in Central America. ASD Oil
palm Papers 2:1-18.
Dhileepan K. 1994. Variation in population of
the introduced pollinating weevil
(Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera:
Curculionidae) and its impact on fruit set
of oil palm (Elaeis guineensis) in India.
Bull Entomol Resrc 84: 477-485.
Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi
kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.

6

yang rendah diduga karena tingginya curah
hujan. Chinchilla & Richardson (1991)
melaporkan pada bulan Oktober merupakan
bulan yang jumlah individu kumbang
mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Pada bulan ini curah hujan tinggi. Penurunan
jumlah kumbang pada musim hujan (wet
season) juga disebabkan oleh munculnya
nematoda yang bersifat parasit pada kumbang.
Adanya nematoda, seperti Elaeolenchus
parthenonema
dilaporkan
berpengaruh
terhadap kumbang. Infeksi nematoda yang
tinggi dapat menurunkan produksi telur yang
dihasilkan oleh kumbang. Tetapi, efek
nematoda terhadap kumbang jantan masih
belum diketahui (Poinar et al. 2002). Selain
Elaeolenchus
parthenonema,
nematoda
Cylindrocorpus inevectus sp. juga ditemukan
di tubuh kumbang. Nematoda ini berkembang
biak di bunga jantan dan menginfeksi
kumbang pada fase larva. Saat dewasa, di
bawah elytra kumbang ditemukan banyak
nematoda spesies ini. Keberadaan nematoda
ini menyebabkan kumbang sulit untuk terbang
(Poinar et al. 2003).
Suhu udara di perkebunan menunjukkan
kisaran yang bervariasi setiap bulan
pengamatan. Suhu rata-rata tertinggi pada
bulan Oktober (38.1 oC) dan terendah pada
bulan Juli (34.5oC) (Tabel 1). Dalam scatter
plot pada Gambar 7.a, suhu udara
menunjukkan hubungan regresi negatif
dengan populasi kumbang (r= -0.440, p=
0.00452). Suhu merupakan salah satu
komponen yang mempengaruhi distribusi,
pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas
serangga (Young 1982). Pada kondisi ini,
kumbang cenderung berada di bunga jantan
kelapa sawit. Saat suhu rendah, polinator
membutuhkan energi yang cukup besar untuk
melakukan aktivitas polinasi (Price 1984).
Kelembaban relatif dan intensitas cahaya
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
dengan populasi kumbang (Gambar 7.b & 7.c;
Tabel 2). Dalam PCA (Gambar 8),
kelembaban menunjukkan pengaruh positif
walaupun korelasinya rendah. Dhileepan
(1994) juga melaporkan kelembaban relatif
memiliki hubungan yang positif terhadap
jumlah kumbang. Kelembaban yang terjadi
berpengaruh terhadap polen.

SIMPULAN
Populasi E. kamerunicus di Kumai,
Kalimantan Tengah pada bulan Mei dan Juli

lebih tinggi dibandingkan dengan bulan
Oktober. Ukuran populasi kumbang di kebun
lebih
dari
cukup untuk melakukan
penyerbukan optimum dalam satu hektar.
Jumlah spikelet per tandan dan kelembaban
udara berpengaruh signifikan dengan populasi
kumbang. Suhu dan curah hujan menunjukkan
pengaruh negatif terhadap populasi kumbang.

SARAN
Perlu dilakukan perhitungan sex ratio
antara E. kamerunicus jantan dan betina untuk
siklus hidup yang terjadi pada bunga jantan
kelapa sawit. Perlu dilakukan pengamatan
frekuensi kunjungan kumbang terhadap bunga
betina kelapa sawit sehingga diketahui waktu
penyerbukan yang dilakukan oleh E.
kamerunicus. Pengamatan populasi kumbang
sebaiknya dilakukan setiap bulan untuk
melihat dinamika yang lebih detil dan
pengukuran fruit set perlu dilakukan yang
dikaitkan dengan populasi kumbang.

DAFTAR PUSTAKA
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996.
Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi
Keenam. Partosoedjono S, penerjemah;
Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University
Press.
Terjemahan dari: An Introduction to The
Study of Insects.
Caudel R et al. 2005. Polinazacion por
insectos en palma de Aceite: una
comparacion de la viabilidad y
sostenibilidad a largo plazo de
Elaeidobius kamerunicus en Papua Nueva
Guinea, Indonesia, Costa Rica y Ghana.
Palmas 26(1):29-46.
Chinchilla CM, Richardson DL. 1991.
Pollinating insects and the pollination of
oil palms in Central America. ASD Oil
palm Papers 2:1-18.
Dhileepan K. 1994. Variation in population of
the introduced pollinating weevil
(Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera:
Curculionidae) and its impact on fruit set
of oil palm (Elaeis guineensis) in India.
Bull Entomol Resrc 84: 477-485.
Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi
kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK
TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KUMAI, KALIMANTAN TENGAH

AMIN KRISTIANTO SAPUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

7

(Coleoptera: Curculionidae) sebagai
penyerbuk
kelapa
sawit
(Elaeis
guineensis Jacq.) [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Labarca MV, Portillo A, Portillo E, Morales
E. 2009. Reproductive structures and the
oil palm (Elaeis guineensis Jacq.)
pollination by insects in three commercial
fields in Zulia State, Venezuela. Rev Fac
Agron (LUZ) 26: 303-320.
Mandiri TL. 2010. Populasi kumbang
penyerbuk Elaeidobius kamerunicus
Faust pada kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) umur enam tahun
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Mangoensoekarjo S. 2005. Manajemen
Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Mohd
BWA. 2002. Elaeolenchus parthenonema
n.g.,n.sp.(nematoda:
sphaerularioidea:anandranematidaen.fam.
) parasitic in the palm-pollinating weevil
Elaeidobius kamerunicus Faust, with a
phylogenetic
synopsis
of
the
aphaerularioidea Lubbock, 1981. Syst
Parasitol 52: 219-225.
Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Mohd
BWA. 2003. Cylindrocorpus inevectus
sp. N. associated with the oil palm
weevil, elaeidobius kamerunicus (Faust)
(Coleoptera: Curculionidae), with a
synopsis
of
the
family
Cylindrocorporidae and establishment of
Longibuccidae n. fam. (Diplogastroidea:
Nematoda). Nematology 5: 183-190.
Ponnama KN, Dhileepan K, Sasidharan VG.
1986. Record of the pollinating weevil
Elaeidobius
kamerunicus
(Faust)
(Coleoptera: Curculionidae) in oil palm
plantations of Kerala. Curr Sci 55: 992.

Price PW. 1975. Insect Ecology. Ed ke-3.
New York: J Wiley.
Setliff GP. 2007. Annotated Checlist of
Weevils (Coleoptera: Curculionidae).
New Zealand: Magnolia Press.
Siregar DS. 2010. Populasi kumbang
Elaeidobius
kamerunicus
sebagai
penyerbuk
kelapa
sawit
(Elaeis
guineensis Jacq) umur dua belas tahun
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit: Minyak
nabati Berprospek Tinggi. Medan: USU
Respository.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya
dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Susanto S, Rolettha YP, Agus EP. 2007.
Elaeidobius kamerunicus: Serangga
Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.
Tandon R et al. 2001. Pollinating and pollenpistil Interaction in oil palm, Elaeis
guineensis. Ann Bot 87: 831-838.
Wahyono T, Nurkhoiry R, Agustira MA.
1996. Profil Kelapa Sawit di Indonesia.
Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Westerkamp C, Gottsberger G. 2000.
Diversity pays in crop pollination. Crop
Sci 40: 1209-1222.
Wibowo ES. 2010. Dinamika populasi
kumbang
Elaeidobius
kamerunicus
(Curculionidae : Coleoptera) sebagai
penyerbuk
kelapa
sawit
(Elaeis
guineensis Jacq.) umur enam tahun
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Young AM. 1982. Population Biology of
Tropical Insect. New York: Plenum Pr.

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK
TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KUMAI, KALIMANTAN TENGAH

AMIN KRISTIANTO SAPUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
AMIN KRISTIANTO SAPUTRA. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.)
Di Kumai, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI
PRAWASTI.
Elaeidobius kamerunicus adalah polinator efektif pada tanaman kelapa sawit. Kumbang ini
bersifat monofag dan menyelesaikan siklus hidupnya pada bunga jantan kelapa sawit.
Penyerbukan oleh kumbang ini mampu meningkatkan produksi kelapa sawit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati populasi kumbang E. kamerunicus dan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap populasi kumbang. Penelitian ini meliputi pengamatan morfologi kumbang,
perhitungan populasi kumbang pada bunga jantan kelapa sawit dan pengukuran parameter
lingkungan yang terjadi di lapangan. Hubungan parameter lingkungan dengan populasi kumbang
dianalisis dengan program CANOCO 4.0. Populasi kumbang tinggi terjadi pada bulan Juli dan
rendah pada bulan Oktober. Ukuran populasi kumbang hasil penelitian ini di atas populasi
minimum untuk penyerbukan efektif. Populasi kumbang di lapangan berkaitan dengan jumlah
spikelet yang terbentuk pada bunga jantan. Curah hujan dan suhu memiliki pengaruh negatif
terhadap populasi kumbang.
Kata kunci: penyerbukan, kelapa sawit, Elaeidobius kamerunicus, parameter lingkungan

ABSTRACT
AMIN KRISTIANTO SAPUTRA. Population of Weevil Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) as Oil Palm Pollinator (Elaeis guineensis Jacq.) in Kumai, Central
Borneo. Supervised by TRI ATMOWIDI and TARUNI SRI PRAWASTI.
Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. The weevil is
monophagous and complete their life cycle in male inflorescences of oil palm. Pollinating by the
weevils increase oil palm productivity. This research aimed to observe weevil population and the
relationship between environment factors and the weevil population. This research consist of
observing morphological of weevil, estimating the population with counting the weevil on male
inflorescences, and measuring the environment factors in the field. Relationship between
environment factors and the weevil population were analyzed by CANOCO 4.0. High population
of the weevil occurred in July and low in October. Population size of the weevil was above the
minimum population for effective pollination. Weevil population on the field related to the number
of spikelet of male inflorescences. Rainfall and temperature were negatively affect to the weevil
population.
Keyword: pollination, oil palm, Elaeidobius kamerunicus, environmental factors

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust.
(Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK
TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KUMAI, KALIMANTAN TENGAH

AMIN KRISTIANTO SAPUTRA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul : Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera:
Curculionidae) Sebagai Kumbang Penyerbuk Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kumai, Kalimantan Tengah
Nama : Amin Kristianto Saputra
NRP : G341051728

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Tri Atmowidi, M.Si.
NIP 196708271993031003

Dra. Taruni Sri Prawasti
NIP 195511301983032003

Mengetahui :
Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini berjudul Populasi Kumbang
Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) di Kumai, Kalimantan Tengah yang dilaksanakan pada bulan Mei
sampai bulan Oktober 2009 bertempat di perkebunan kelapa sawit milik PT ASTRA Agro Lestari
di Kumai, Kalimantan Tengah dan Laboratorium Biosistematika Hewan Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Dra. Taruni Sri Prawasti
selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya selama melaksanakan
penelitian serta kepada Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si. selaku penguji atas saran yang telah
diberikan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Pak Saiful, Pak Adi, Pak Bagyo, Pak Dian,
Pak Satiyoso, dan Mbak ‘Mess’ selaku pihak PT ASTRA Agro Lestari yang telah banyak
membantu dalam peneliian ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibuku Marsiah yang selalu sabar mendidikku,
Bapakku Langgeng Amindoyo yang selalu menasihatiku, kedua adikku; Ari yang supel dan Okky
pendiam yang cerdas atas doa, pengertian, kesabaran dan kasih sayang yang telah diberikan.
Terima kasih penulis ucapkan juga kepada sahabatku Jimmy dan Sondhy yang selalu mengerti
akan diriku, karibku Ujang, Akbar, Jaka, Anto dan Bram yang selalu ada dan dekat. Mbaku Mbae
Ulya yang selalu mengajarkanku tentang keluarga dan visi, teman perjuangan penelitian Ednan,
Pak Yana, Pak Naryo, Tedy, Amalia, Dedi, Monika, Dara, Iqbal, Fani dan Enggar yang selalu
memberi semangat, sahabatku Ika Rezza dan Ayu Setianingrum yang tak pernah lupa, temantemanku yang selalu ramai Dina, Nina, Qotrunada, Falin, dan Dewi, teman-temanku sebagai
tempatku belajar Silvy, Diaz, Ardo, Femi, Ari, Sri, Isniani, Ade, Indra, Ika E, Resti, Upik, Ruri,
Ghita Yasaningthias, Amanda, Januar, Syampadzin Nurroh dan teman-teman Biologi angkatan 41,
42 dan 43 yang lain atas kebersamaan selama penelitian. Tak lupa penulis ucapkan kepada
pembimbing dan contohku di kampus Bu Nissa pembimbing akademikku, Bu Rita pembimbing
Studi Lapanganku, Bu Hilda pembimbing Praktik Lapanganku, Pak Hamim, Pak Ence, Pak
Miftah, Bu Tri, Bu Agustin, Bu Rini, Bu Nunik, Pak Qoyyim, Bu Gayuh, Bu Utut, Bu Wita, Pak
Achamad, Pak Bambang, Bu Rika, Bu Tatik, Bu Dorly, dan Pak Dede. Keluarga Departemen yang
selalu membantu Pak Agus, Pak Adi, Pak Edi, Bu Kokoy, Pak Enjang, Pak Jaka, Pak Kusmayadi,
Pak Kus, Mba Febi, Bu Glen, Bu Anis, Bu Ety, Bu Imut, Mba Yenny, Mba Yunny, Pak Endang,
Pak Pepen, Pak Rusna, Pak Parman, Mba Tini, Teh Wiwi, Pak Yadi, Pak Sutisna, Bu Retno, dan
Paman Jhonny. Tak lupa teman akhirku menulis Marwiyati.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2011

Amin Kristianto Saputra

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok tanggal 06 Juni 1987, putra pertama dari tiga bersaudara dari
Bapak Langgeng Amindoyo dan Ibu Marsiah. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMUN I Depok
dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah di Insitut Pertanian Bogor melalui jalur
SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Tahun 2006 penulis masuk program studi Biologi,
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan ekstrakulikuler di
BEM FAPERTA (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian) dalam bidang Informasi dan
Komunikasi tahun 2005, WMH (Wahana Muslim HIMABIO) dalam bidang Syiar tahun 2007 dan
2008, sebagai asisten praktikum Biologi Dasar, Ekologi Dasar, Fungsi Hayati Hewan, Fisiologi
Tumbuhan, dan Ilmu Lingkungan di tahun 2009, sebagai panitia di LCTB (Lomba Cepat Tepat
Biologi) tahun 2007, sebagai panitia Masa Penyambutan Mahasiswa Baru Departemen Biologi
tahun 2008, sebagai panitia Seminar Nasional Gaharu tahun 2009, sebagai panitia Seminar
Internasional IAFI tahun 2009, sebagai MC (Master of Ceremony) Seminar Nasional Revolusi
Sains tahun 2008, MUNAS (Musyawarah Nasional) Biologi tahun 2008, dan SIMBIOSIS
(Seminar Biologi Klinis) tahun 2010. Di luar perkuliahan penulis pernah tergabung dalam Tim
Pengenalan Budidaya Jamur Tiram di Desa Purwasari dan SMU Darussalam tahun 2009, Tim
Training Budidaya Jamur Tiram tahun 2008-2010, dan menjadi volunteer di HPAI project oleh
CIVAS dan FAO tahun 2010. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktik Lapang dengan
judul Analisis D(+)-Biotin pada Produk Effervescent Secara Mikrobiologi dengan Metode
Turbidimetri di PT Bayer Indonesia-Cimanggis Plant.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................

viii

PENDAHULUAN ............................................................................................................
Latar Belakang ..............................................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................................
Waktu dan Tempat ........................................................................................................

1
1
1
1

BAHAN DAN METODE .................................................................................................
Bahan dan Alat..............................................................................................................
Metode
Pengamatan Morfologi Kumbang ...........................................................................
Pengukuran Populasi..............................................................................................
Pengukuran Tandan Buah Segar (TBS) ..................................................................
Pengukuran Parameter Lingkungan ........................................................................
Analisis Data .........................................................................................................

1
1
1
1
2
2
2

HASIL ..............................................................................................................................
Morfologi E. kamerunicus ............................................................................................
Populasi E. kamerunicus di Perkebunan .......................................................................
Hubungan E. kamerunicus Dengan Faktor Lingkungan .................................................

2
2
2
3

PEMBAHASAN...............................................................................................................

5

SIMPULAN .....................................................................................................................

6

SARAN.............................................................................................................................

6

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

6

LAMPIRAN .....................................................................................................................

8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sampling populasi E. kamerunicus pada tandan bunga jantan kelapa sawit ...................
2
2 Kumbang Elaeidobius kamerunicus ..............................................................................
2
3 Rata-rata jumlah populasi E. kamerunicus per tandan dan per hektar pada bulan Mei,
Juli, dan Oktober ...........................................................................................................
3
4 Rata-rata jumlah spikelet per tandan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober .........................
3
5 Tandan buah segar (TBS) yang terbentuk setelah 5 bulan masa penyerbukan .................
3
6 Curah hujan yang terjadi antara bulan Mei, Juli, dan Oktober .........................................
3
7 Scatter plot populasi E. kamerunicus dengan faktor lingkungan ....................................
4
8 Biplot PCA antara faktor lingkungan dan jumlah spikelet per tandan dengan
E. kamerunicus .............................................................................................................
5

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Keadaan parameter lingkungan pada bulan pengamatan .................................................
4
2 Korelasi Pearson, p value, dan persamaan regresi populasi kumbang dengan faktor
lingkungan ..................................................................................................................
4

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi pengamatan .................................................................................................
9

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius kamerunicus Faust. adalah
kumbang penyerbuk kelapa sawit yang
efektif. Kumbang yang berasal dari negara
Kamerun, Afrika ini diintroduksi dari
Malaysia ke Indonesia atas kerjasama Pusat
Penelitian Marihat dengan PT PP. London
Sumatera dengan tenaga ahli R.A. Syed pada
tanggal 16 Juli 1982 (Siregar 2006).
Keberadaan kumbang E. kamerunicus
memberikan hasil yang signifikan pada
produksi kelapa sawit. Kumbang ini mampu
meningkatkan produksi minyak sawit 15%
dan inti sawit 25% (Sunarko 2007).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
penyerbuk yang efektif, karena spesies ini
memiliki inang spesifik pada tanaman kelapa
sawit yang menyelesaikan siklus hidupnya
pada bunga jantan kelapa sawit (Ponnamma et
al. 1986; Westerkamp & Gottsberger 2000;
Setliff 2007) dan bersifat monofag pada
kelapa sawit (Mangoensoekarjo 2005).
Penyerbukan
kumbang
ini
mampu
meningkatkan persentase buah yang terbentuk
(fruit set) sebesar 20% dari 50% ke 70%.
Hasil fruit set yang baik kelapa sawit adalah
di atas 75% (Susanto et al. 2007). Viabilitas
polen yang dapat dibawa kumbang ini sebesar
68.5% (Caudel et al. 2005).
Kelapa sawit merupakan tanaman
berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina
dihasilkan dalam satu pohon, tetapi
perkembangan atau pematangan bunga jantan
dan bunga betina pada kelapa sawit terjadi
pada waktu yang berbeda (Siregar 2006).
Anthesis bunga jantan kelapa sawit
berlangsung selama 4–5 hari, sedangkan
bunga betina berlangsung selama 36–48 jam
(Sunarko 2007; Labarca et al. 2009).
Perkembangan bunga jantan dan betina yang
berbeda tersebut menyebabkan penyerbukan
berlangsung secara silang (cross pollination).
Penyerbukan
pada
kelapa
sawit
diantaranya adalah melalui angin, serangga,
dan
manusia.
Sebelum
diintroduksi
Elaeidobius, penyerbukan pada perkebunan
kelapa sawit dilakukan dengan bantuan
manusia (assisted pollination). Penyerbukan
dengan manusia membutuhkan biaya dan
waktu yang lama. Dengan adanya kumbang
Elaeidobius penyerbukan berlangsung lebih
efektif. Penyerbukan terjadi saat bunga betina
reseptif dan mengeluarkan aroma minyak adas
sebagai
senyawa