Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

(1)

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius

kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI

PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

YANA KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah hasil karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Yana Kurniawan

NIM 352070081


(3)

ABSTRACT

YANA KURNIAWAN. Demographic and Population of Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) as Pollinator of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq). Supervised by BAMBANG SURYOBROTO and TRI ATMOWIDI.

Weevil, Elaeidobius kamerunicus is a main pollinator of oil palm. The species showed specificity in feeding, oviposition, and development in oil palm. The aims of this research were to study demography and population of E. kamerunicus in relation to fruit set of oil palm. Demographic study of the weevils was observed from eggs to imago. Weevil populations in male flowers of oil palm were measured by sampling method. Relationship between population size and environmental factors was analyzed by Principal Component Analysis (PCA). Results showed that in the average of development of eggs to imago were 17 days. Statistics demographic data of E. kamerunicus were: generation time (T) was 16 days, gross and reproductive rate (G and Ro) were 5 and 3 individuals, respectively, and intrinsic growth rate (r) was 0,029. Highest population size in oil palm in 3 and 6 years after planting, occurred in August (7.641 and 21.681 individuals per bunch), and lowest population occurred in Oktober (2.345 and 10.361 individuals per bunch). While in 12 years after planting, highest population occurred in July (22.449 individuals per bunch), and the lowest population occurred in December (10.959 individuals per bunch). Fruit set of oil palm in block E16 and E18 were 79,82 and 88,12 %, respectively.

Keyword: demographic study, population, Elaeidobius kamerunicus, weevil pollinator, oil palm.


(4)

RINGKASAN

YANA KURNIAWAN. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan TRI ATMOWIDI.

Kumbang Elaeidobius kamerunicus merupakan agens penyerbuk yang sangat penting dan paling efektif pada kelapa sawit. Sejak diintroduksi ke Indonesia tahun 1982 dari Afrika Barat, kumbang ini telah menggantikan penyerbukan buatan oleh manusia yang membutuhkan tenaga dan biaya besar. Selain itu, aplikasi kumbang ini dapat menaikkan produksi minyak sebesar 20% dan kualitas (nilai fruit set) tandan mengalami peningkatan dari 36,9 menjadi 78,3%.

Beberapa faktor yang menjadikan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator efektif pada kelapa sawit adalah bunga jantan kelapa sawit merupakan

host specific bagi siklus hidupnya dan sebagai sumber makanan berupa polen dan nektar. Kumbang E. kamerunicus memiliki rambut sehingga dapat membawa polen dari bunga jantan ke bunga betina, ukuran tubuh kumbang relatif kecil dan memiliki frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi.

Produksi tandan buah dan nilai fruit set kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah populasi E. kamerunicus. Perubahan jumlah populasi E. kamerunicus berpengaruh pada produksi dan fruit set tandan buah kelapa sawit. Beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia melaporkan adanya penurunan produksi tandan buah yang diprediksi adanya penurunan populasi E. kamerunicus di lapangan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mempelajari demografi dan daur hidup kumbang E. kamerunicus, (2) Mengkaji jumlah populasi E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit, dan (3) Mengkaji efektivitas E. kamerunicus dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit yang diukur dari fruit set.

Pengamatan demografi kumbang E. kamerunicus dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2009 di Laboratorium Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, dan di Laboratorium Biologi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten. Pengukuran populasi E. kamerunicus

dilakukan mulai bulan Mei sampai Desember 2009 di perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Sejahtera Puti Pesona, Astra Agro Lestari Tbk, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisalak Baru, Kabupaten Lebak, Banten.

Pengamatan demografi dimulai dengan pemeliharaan dan pengamatan biologi dan siklus hidup kumbang E. kamerunicus dalam enam kotak pemeliharaan. Ke dalam masing-masing kotak dimasukkan sepasang imago

E.kamerunicus dan satu spikelet bunga jantan anthesis. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari hari pertama pemeliharaan, meliputi lama tiap fase, ukuran tubuh, dan jumlah keturunan jantan dan betina. Pengamatan dilakukan dalam empat ulangan. Suhu udara dan kelembaban udara laboratorium dicatat selama pengamatan.


(5)

Analisis studi demografi (Price 1984) meliputi, laju reproduksi kotor (G), laju reproduksi bersih (Ro), waktu generasi (T), dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Peluang hidup masing-masing fase dihitung. Proporsi kumbang yang hidup (lx) dan hari pengamatan (x), diplotkan dalam kurva ketahanan hidup

(survivorship curve).

Pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur 3 dan 6 tahun di PTPN VIII Kebun Cisalak Baru mulai Agustus sampai Oktober 2009. Sedangkan pada kelapa sawit umur 12 tahun dilakukan di PT. GSPP pada bulan Mei sampai Desember 2009. Metode yang digunakan adalah metode sampling populasi kumbang pada tandan bunga jantan

anthesis, dengan cara mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah dan ujung tandan bunga jantan. Sampling dilakukan pada 5 pohon per blok. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap pengamatan populasi kumbang, meliputi suhu udara, kelembaban relatif udara, dan intensitas cahaya.

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan software Sigma Plot. Hubungan antara jumlah kumbang dengan faktor lingkungan dianalisis dengan korelasi Pearson dengan Program Minitab

dan Principal Component Analysis (PCA) dengan Program R seri 10.

Pengukuran fruit set dilakukan di PT. GSPP menggunakan metode sampling pada tiga tandan buah kelapa sawit per blok yang diamati populasi kumbangnya. Pengukuran fruit set dilakukan pada bulan Desember di blok E16 dan E18 dengan cara menghitung persentase buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan buah bukan hasil penyerbukan dalam satu tandan.

Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan masing-masing fase E. kamerunicus, yaitu telur adalah 2,4 hari, larva instar 1 adalah 3,13 hari, larva instar 2 adalah 2,79 hari, larva instar 3 adalah 3,50 hari, pupa adalah 4 hari, imago jantan adalah 18,17 hari, dan imago betina adalah 15,32 hari. Ukuran tubuh masing-masing fase, yaitu telur adalah 0,4 mm, larva instar 1 adalah 1,75 mm, larva instar 2 adalah 2,75 mm, larva instar 3 adalah 3,0 mm, pupa adalah 3,05 mm, ukuran tubuh imago jantan adalah 3,35 mm dan imago betina adalah 3,15 mm. Parameter lingkungan pada saat pengamatan adalah kelembaban 85%, suhu laboratorium 29 0C dengan suhu minimum 26 0C dan suhu maksimum 31 0C.

Dari hasil analisis demografi kumbang E. kamerunicus, didapatkan nilai rata-rata waktu generasi (T) adalah 16,34 hari, laju reproduksi kotor (G) adalah 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 3,12 individu, laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,029. Harapan hidup tertinggi terjadi pada fase telur yaitu 4,95 dan terendah pada fase imago yaitu 0,50. Fekunditas E. kamerunicus adalah 4,83 individu per imago betina dan mortalitas sebesar 23,0%, dengan tipe kurva ketahanan hidup tipe I.

Populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun paling tinggi pada bulan Agustus (7.641 individu dan 21.681 individu per tandan) dan paling rendah pada bulan Oktober (2.345 dan 10.361 individu per tandan). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi tertinggi pada bulan Juli (22.449 individu per tandan) dan terendah pada bulan Desember (10.959 individu per tandan).


(6)

Ukuran populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 tahun ditemukan tinggi pada pukul 08.00–10.00 dan ditemukan rendah pada pukul 10.01–12.00. Pada kelapa sawit umur 6 tahun, populasi kumbang tinggi pada pukul 08.01–10.00 dan populasi rendah pada pukul 14.01–16.00. Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi kumbang tinggi pada pukul 16.01–18.00 dan rendah pada pukul 08.01–10.00.

Hasil uji Principal Component Analysis data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3, 6 dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan waktu pengamatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ukuran populasi kumbang. Jumlah spikelet per tandan berpengaruh signifikan terhadap populasi kumbang per tandan.

Fruit set kelapa sawit di blok E16 dan E18 masing-masing sebesar 79,82% dan 88,12% dengan ukuran populasi kumbang masing-masing adalah 23.131 dan 20.413 individu per tandan.

Kata kunci: demografi, populasi, Elaeidobius kamerunicus, kumbang penyerbuk, kelapa sawit.


(7)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius

kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI

PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

YANA KURNIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

(10)

Judul Tesis : Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus

Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Nama : Yana Kurniawan NIM : G352070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Tri Atmowidi, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Demografi dan Populasi Kumbang

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dapat diselesaikan dengan baik.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Bambang Suryobroto dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si. sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan bantuannya selama menempuh studi S2. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Sih Kahono selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan koreksian dan saran untuk perbaikan tesis. Kepada seluruh staf pengajar mayor Biosains Hewan yang telah banyak memberikan ilmu selama menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten yang telah memberikan beasiswa Pascasarjana; Drs. Muhammad Nur, M.Pd Kepala LPMP Provinsi Banten yang telah memberikan izin tugas belajar S2 di IPB; seluruh pihak di PT. Gunung Sejahtera Puti Pesona dan PT. Astra Agro Lestari, Tbk yang telah memberikan bantuan dana dan fasilitas selama penelitian; KH. Mujiburrahman, M.Pd., Pimpinan Pondok Pesantren Modern Assa’adah Serang yang telah banyak memberikan bantuan; anak, istri, orang tua dan keluarga tercinta atas seluruh dukungan, semangat dan doa selama menyelesaikan studi; rekan-rekan Biosains Hewan angkatan 2007, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2010


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Oktober 1978 dari ayah Yayat Soepriatna dan ibu Tati Rosita. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA IPB, lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2007, penulis diterima di Mayor Bio Sains Hewan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai tenaga struktural di LPMP Provinsi Banten sejak tahun 2004. Bagian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Bagian Pengelolaan Laboratorium Sains, Seksi Fasilitasi Sumber Daya Pendidikan. Selain itu, penulis juga aktif sebagai tenaga struktural di Bagian Penelitian dan Pengembangan Pondok Pesantren Modern Assa’adah Serang, sejak tahun 2006.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ………. Tujuan Penelitian ………. Manfaat Penelitian ………... 1 2 3 TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

Taksonomi dan Morfologi E. kamerunicus Faust ………... Serangga Pengunjung Bunga Kelapa Sawit ……… Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) …. Ciri-ciri Bunga Jantan dan Betina Anthesis ………. 4 4 5 7 BAHAN DAN METODE ………. Waktu dan Tempat ………... Bahan dan Alat ……… Metode Penelitian ……… Studi Demografi ……… Pengukuran Populasi Kumbang E. kamerunicus ………... Penghitungan Fruit Set ……….. Analisis Data Populasi Kumbang E. kamerunicus ……… 8 8 8 9 9 11 12 13 HASIL ……….. 14

Studi Demografi ……….. Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus ……… Statistik Demografi E. kamerunicus ……….. Kurva Ketahanan Hidup (survivorship curve) E. kamerunicus... Populasi Kumbang E. kamerunicus ………. Penghitungan Fruit Set ………

14 14 15 16 16 21 PEMBAHASAN ………...

Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus ………... Demografi E. kamerunicus ……….. Populasi Kumbang E. kamerunicus ………. Waktu Efektif Pengamatan Populasi ………... Populasi Kumbang dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan …… Efektivitas Penyerbukan E. kamerunicus ………

23 23 25 26 27 28 29 KESIMPULAN DAN SARAN ……….

Kesimpulan ………..…… Saran ……….…...

30 30 31


(14)

DAFTAR PUSTAKA ………... 32 LAMPIRAN..………. 35


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Lama setiap fase dan ukuran tubuh telur, larva, pupa, dan imago E.

Kamerunicus ... 14 2. Statistik Demografi E. kamerunicus ... 15 3. Neraca kehidupan E. kamerunicus ... 16 4. Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter

lingkungan, jumlah spikelet per tandan, dan waktu pengamatan ... 21 5. Nilai fruit set tandan buah kelapa sawit ... 21


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Lapisan buah kelapa sawit ….……….. 6 2. Varietas buah kelapa sawit: dura (a), tenera (b), dan pisifera (c) ………... 7 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ... 9 4. Tandan bunga betina receptive (a), bunga betina (b), tandan bunga jantan

anthesis ... 10 5. Pohon kelapa sawit: umur 3 tahun (a), umur 6 tahun (b), dan umur 12

tahun (b) ………... 11 6. Sampling kumbang pada tandan bunga jantan ……….... 12 7. Tandan buah kelapa sawit (a), brondolan buah kelapa sawit (b)

……….. 13 8. Fase dalam siklus hidup kumbang E. kamerunicus ... 14 9. Kurva ketahanan hidup (survivorship) kumbang E. kamerunicus ... 16 10.Rata-rata jumlah populasi kumbang per tandan selama bulan Mei–

Desember pada kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun, dan 12 tahun ………. 17 11.Rata-rata jumlah spikelet per tandan selama bulan Mei–Desember pada

kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun, dan 12 tahun ……….. 17 12.Hubungan antara nilai rata-rata jumlah populasi kumbang per tandan

terhadap waktu pengamatan pada kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun, dan 12 tahun ………... 19 13.Hubungan antar populasi kumbang per tandan (KPT) dengan parameter

lingkungan di areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun, dan 12 tahun menggunakan metode PCA ………. 20 14.Tipe buah: buah hasil penyerbukan (i), buah hasil penyerbukan tidak


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data waktu perkembangan kumbang E. kamerunicus ……... 35 2. Data jumlah individi pada tiap-tiap fase ………... 36 3. Data populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 tahun .... 37 4. Data populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 6 tahun .... 39 5. Data populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 12 tahun .. 41 6. Data curah hujan tahun 2009 di PT. GSPP .………... 44


(18)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kumbang Elaeidobius kamerunicus merupakan agens penyerbuk yang sangat penting dan paling efektif pada kelapa sawit (Syed 1979, 1981; Ponnamma

et al. 1986, 1999). Sejak diintroduksikan ke Indonesia tahun 1982 dari Afrika Barat, kumbang ini telah menggantikan penyerbukan buatan yang dilakukan oleh manusia yang membutuhkan tenaga dan biaya besar (Eardley et al. 2006). Hampir semua perkebunan kelapa sawit di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan telah memanfaatkan E. kamerunicus sebagai penyerbuk (Sipayung & Lubis 1987).

Beberapa faktor yang menjadikan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator paling efektif pada kelapa sawit, yaitu bunga jantan kelapa sawit sebagai

host specific bagi siklus hidupnya mulai dari telur sampai imago kumbang, bunga jantan dan betina digunakan sebagai sumber makanan berupa polen dan nektar (O’Brien & Woodruff 1986). Pada tubuh kumbang ini terdapat rambut-rambut, sehingga ketika melakukan aktivitas pencarian pakan di bunga jantan, banyak polen menempel pada tubuhnya dan terbawa ke bunga betina saat kumbang ini mengambil nektar. Dengan demikian terjadi transfer polen dari bunga jantan ke bunga betina, sehingga penyerbukan pada bunga betina dapat terjadi. Selain itu, kumbang E. kamerunicus memiliki ukuran tubuh relatif kecil (sekitar 3 mm), sehingga mampu menjangkau bunga betina bagian dalam yang susunannya sangat rapat. Faktor lain yang menyebabkan E. kamerunicus sebagai polinator paling efektif pada kelapa sawit yaitu kumbang ini memiliki frekuensi kunjungan ke bunga betina paling tinggi (71,86%) dibandingkan serangga polinator lainnya (Mystrops costaricensis: 17.63%, E. subvittatus: 6,55%, Smicrips sp. dan Trips hawaiiensis: 1,87%) (Labarca et al. 2007).

Setelah memanfaatkan E. kamerunicus sebagai polinator kelapa sawit, terjadi kenaikan produksi minyak sebesar 20% (Syed 1982). Dengan adanya E. kamerunicus, menyebabkan penyerbukan bantuan oleh manusia tidak diperlukan lagi dan kualitas (nilai fruit set) tandan mengalami peningkatan (Dhileepan 1994). Ponnamma (1999) melaporkan setelah introduksi E. kamerunicus, nilai fruit set


(19)

adalah di atas 75% dan untuk mencapai nilai tersebut diperlukan jumlah E. kamerunicus sekitar 20.000 individu/ha (Hutauruk & Syukur 1985).

Berkaitan dengan peranan E. kamerunicus, Malaysia dan Indonesia saat ini menjadi produsen utama minyak sawit dunia. Produksi minyak sawit di kedua negara tersebut saat ini sama dengan di Kamerun yang merupakan salah satu negara penting penghasil minyak sawit di Afrika (Setyamidjaja 2006). Pada tahun 1980, di Malaysia produksi buah sawit sekitar 70.000 hektogram per hektar, dan meningkat pada tahun 2001 menjadi 122.000 hektogram per hektar (CABI Bioscience 2003). Bahkan pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit tertinggi pertama di dunia (44%) mengalahkan Malaysia (43%) (Oil World, GAPKI).

Produksi tandan buah kelapa sawit dan nilai fruit set-nya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah populasi E. kamerunicus. Perubahan jumlah populasi E. kamerunicus berpengaruh terhadap produksi dan fruit set tandan buah kelapa sawit (Harun & Noor 2002). Pada saat populasi E. kamerunicus tinggi, maka produksi tandan buah juga tinggi, sebaliknya jika populasi E. kamerunicus

rendah, maka produksi tandan buah kelapa sawit juga rendah. Beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia melaporkan adanya penurunan produksi tandan buah kelapa sawit, hal ini diprediksikan karena adanya penurunan populasi

E. kamerunicus di lapangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan populasi E. kamerunicus di lapangan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya naik-turunnya populasi.

Publikasi tentang biologi E. kamerunicus sampai saat ini masih sangat sedikit. Publikasi tahun 1978–1980 di Kamerun dan Malaysia oleh Syed (1982) yang mempelajari perkembangan E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago. Pengamatan siklus hidup dan populasi kumbang ini perlu dilakukan kembali dan di tempat yang berbeda, karena akhir-akhir ini terjadi perubahan iklim yang mungkin berpengaruh terhadap biologi E. kamerunicus.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mempelajari demografi dan daur hidup kumbang E. kamerunicus, (2) Mengkaji ukuran populasi E. kamerunicus di


(20)

perkebunan kelapa sawit, dan (3) Mengkaji efektivitas E. kamerunicus dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit yang diukur dari fruit set-nya.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu sebagai dasar dalam usaha perbanyakan (rearing) dan dalam pengontrolan populasi kumbang E. kamerunicus di lapangan sehingga populasi efektif untuk membantu penyerbukan per hektarnya dapat terpantau. Pengukuran efektivitas penyerbukan E. kamerunicus melalui fruit set yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menentukan tingkat efisiensi penyerbukan oleh E. kamerunicus.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi dan Morfologi E. kamerunicus Faust.

Kumbang E. kamerunicus termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili Curculionidae, dan genus Elaeidobius (Setliff 2007). Ciri-ciri morfologi E. kamerunicus, yaitu tubuh berwarna coklat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Di toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks, memiliki moncong pada bagian mulutnya sehingga kumbang ini disebut kumbang moncong (weevil).

Kumbang jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya ukuran tubuh jantan lebih besar dari betina, moncong jantan lebih pendek dari betina, permukaan tubuh jantan memiliki rambut-rambut lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat tonjolan.

B. Serangga Pengunjung Bunga Kelapa Sawit

Pengamatan Wilder (1998) yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit Costa Rica sebelah selatan, dilaporkan 11 spesies serangga pengunjung bunga kelapa sawit, diantaranya E. kamerunicus, 5 spesies lalat, 2 spesies lebah, 2 spesies tabuhan, dan satu spesies semut. Dari 11 spesies serangga tersebut, serangga yang paling dominan adalah E. kamerunicus, diikuti kelompok semut, lalat, dan tabuhan. Lebah mengunjungi bunga betina ketika serangga dominan lainnya sedikit. Pada bunga kelapa sawit di Banten ditemukan Thrips hawaiinensis Morgan dan ngengat Pyroderces sp. (Pardede 1990) sebagai serangga asli di daerah tersebut yang membantu penyerbukan bunga kelapa sawit.

Di Indonesia dan Malaysia, dilaporkan serangga yang membantu penyerbukan tanaman kelapa sawit, umumnya adalah Thrips hawaiinensis

Morgan (Thysanoptera) dan E. kamerunicus Faust (Coleoptera) (Sipayung & Soedharto 1982). Selain E. kamerunicus, terdapat spesies lain dari genus


(22)

(O’Brien 1986), tetapi yang paling efektif adalah E. kamerunicus (Labarca et al.

2007; Moura et al. 2008).

C. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kelapa sawit (E. guineensis) merupakan tanaman monokotil yang termasuk dalam divisi Magnoliophyta (Tracheophyta), kelas Liliopsida (Angiospermae), ordo Arecales, familia Arecaceae, genus Elaeis, dan spesies

Elaeis guineensis Jacq (Corley & Tinker 2003).

Seperti tanaman palma lainnya, daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah berwarna hijau muda. Tanaman kelapa sawit sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam, bentuk daun termasuk majemuk menyirip dan tersusun rozet pada ujung batang. Tiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Bilangan pelepah yang dihasilkan meningkat dari 30 hingga 40 ketika berumur tiga hingga empat tahun dan kemudian menurun 18 sampai 25 pelepah. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga mirip dengan tanaman kelapa. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu, juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi (Kee et al. 2004).

Bunga jantan dan betina pada tanaman kelapa sawit terletak pada tandan bunga yang berbeda dan waktu anthesis tidak bersamaan. Hal ini menyebabkan penyerbukan sendiri jarang terjadi dan perlu agens untuk penyerbukan silang ataupun penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan perlu dilakukan karena jumlah bunga jantan lebih sedikit dibandingkan bunga betina. Selain itu, yang menyebabkan perlunya penyerbukan buatan adalah kelembaban yang tinggi atau musim hujan yang panjang. Penyerbukan buatan yang telah dilakukan seperti penyerbukan buatan dengan bantuan manusia atau serangga. Penyerbukan buatan yang dibantu oleh manusia dilakukan setelah kegiatan kastari (pembuangan bunga kelapa sawit dari pohonnya) dihentikan. Penyerbukan oleh manusia dilakukan pada saat tanaman memiliki bunga betina yang sedang anthesis, sedangkan


(23)

penyerbukan oleh serangga umumnya dilakukan oleh serangga penyerbuk E. kamerunicus. Serangga penyerbuk dilepas pada saat bunga betina sedang

reseptive. Keuntungan penyerbukan oleh kumbang ini, yaitu menghasilkan tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15%, dan produksi inti meningkat sampai 30%.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung varietasnya. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu eksoskarp: bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, mesoskarp: serabut buah, dan endoskarp: cangkang pelindung inti (Setyamidjaja 2006) (Gambar 1).

Gambar 1. Lapisan buah kelapa sawit. Lapisan eksokarp (a), lapisan mesocarp (b), lapisan endocarp (c), endosperm/kernel (d).

Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Berdasarkan tebal tipisnya tempurung, kelapa sawit dibedakan menjadi 3, yaitu :

dura, yaitu kelapa sawit yang memiliki tempurung tebal, yaitu sekitar 3 - 5mm

pisifera, yaitu kelapa sawit yang memiliki tebal tempurung tipis a b c d


(24)

tanera, yaitu kelapa sawit yang memiliki tebal tempurung sedang, yaitu sekitar 2 - 3 mm (Setyamidjaja2006) (Gambar 2).

D. Ciri-ciri Bunga Jantan dan Betina Anthesis

Ciri-ciri bunga jantan kelapa sawit yang sedang anthesis adalah bunga berwarna kuning, mengeluarkan aroma yang menjadi attractant bagi kumbang E. kamerunicus, dan pada permukaan spikelet bunga banyak terdapat serbuk sari (polen). Sedangkan ciri-ciri bunga betina receptive adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir, serta mengeluarkan aroma. Aroma atau bau harum yang dihasilkan oleh bunga jantan lebih kuat dibandingkan aroma yang dihasilkan bunga betina (Corley & Tinker 2003).

Gambar 2. Varietas buah kelapa sawit: dura (a), tenera (b), dan pisifera (c). a

b


(25)

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan Desember 2009. Pengamatan demografi kumbang E. kamerunicus dilakukan di Laboratorium Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, dan di Laboratorium Biologi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten. Sedangkan pengukuran populasi E. kamerunicus dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Sejahtera Puti Pesona, Astra Agro Lestari Tbk, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisalak Baru, Kabupaten Lebak, Banten.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu kumbang E. kamerunicus sebagai objek pengamatan dan etanol 70% untuk mengawetkan sampel kumbang. Sedangkan alat yang digunakan adalah kotak pengamatan untuk tempat pemeliharaan dan pengamatan biologi E. kamerunicus, mikroskop stereo untuk membantu pengamatan E. kamerunicus yang berukuran kecil, kantung plastik untuk membungkus spiekelet bunga jantan kelapa sawit pada saat pengambilan sampel populasi E. kamerunicus, gunting tanaman untuk memotong spikelet bunga jantan kelapa sawit, counter untuk membantu penghitungan populasi E. kamerunicus, tangga untuk membantu naik ke atas pohon kelapa sawit, kamera untuk dokumentasi pengamatan, termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban, lux meter untuk mengukur intensitas cahaya, tali dan alat tulis (Gambar 3).


(26)

Gambar 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian: termohigrometer (a),

counter (b), gunting tanaman (c), kotak pengamatan (d), mikroskop stereo (e), lux meter (f), dan tangga (g).

C. Metode Penelitian

1. Studi Demografi E. kamerunicus

a. Pemeliharaan (rearing) Kumbang E. kamerunicus

Pemeliharaan kumbang dilakukan dalam kotak pemeliharaan sebanyak 6 kotak, berupa kotak plastik (ukuran 20 x 15 x 15 cm) yang ditutup dengan kain kasa. Dalam kotak pemeliharaan dimasukkan sepasang imago E. kamerunicus dan satu spikelet bunga jantan anthesis

steril. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari hari pertama pemeliharaan. Penyediaan spikelet bunga jantan anthesis steril dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan mengambil spikelet mulai anthesis

dengan tingkat kemekaran bunga sekitar 2%, dimana belum ada kumbang

E. kamerunicus yang hinggap pada bunga tersebut. Cara kedua adalah dengan mengurung tandan bunga jantan yang belum anthesis

menggunakan kain kasa supaya tidak ada kumbang E. kamerunicus yang

c d

b a


(27)

hinggap. Bunga jantan ini kemudian diambil ketika sudah anthesis dengan tingkat kemekaran bunga sekitar 80% (Gambar 4).

a b c

Gambar 4. Tandan bunga betina receptive (a), bunga betina (b), tandan bunga jantan anthesis (c).

b. Pengamatan Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Pengamatan biologi dan siklus hidup E. kamerunicus dilakukan setiap hari dengan mengamati telur, larva, pupa dan imago yang dihasilkan. Pengamatan meliputi lama tiap fase, ukuran tubuh, dan jumlah keturunan jantan dan betina. Karena mengalami kesulitan dalam pengamatan, jumlah telur diasumsikan sama dengan jumlah larva instar 1.

Pengamatan siklus hidup digunakan 6 kotak dan dilakukan 4 ulangan. Hari pertama dilakukan pengamatan telur, apabila belum ditemukan telur pengamatan dilanjutkan pada hari berikutnya sampai ditemukan telur ataupun larva. Telur ataupun larva yang ditemukan diamati setiap hari sampai menjadi imago. Selain itu, dilakukan pengukuran parameter lingkungan setiap hari pada pukul 10.00 WIB di dalam laboratorium meliputi suhu udara (minimum dan maksimum), dan kelembaban udara.

c. Analisis Demografi

Analisis statistik demografi (Price 1984) meliputi laju reproduksi kotor (G = ∑mx); laju reproduksi bersih (Ro = ∑ lx mx); waktu generasi (T


(28)

Penghitungan peluang hidup menggunakan rumus sebagai berikut, x: kelas umur cohort (hari); ax: banyaknya individu yang hidup setiap umur pengamatan; lx: proporsi yang hidup pada umur x (lx = ax/ao); dx:

banyaknya individu yang mati di setiap kelas umur; qx: proporsi mortalitas pada masing-masing umur (qx = dx/ax); Lx: jumlah rata-rata individu pada

kelas umur x dan kelas umur berikutnya (Lx = (l x + lx+1) / 2); Tx: jumlah

individu yang hidup pada kelas umur x (Tx = ∑ Lx); ex: harapan hidup

pada setiap kelas umur x (ex = Tx / lx); mx = jumlah anak betina yang lahir

pada umur x. Proporsi kumbang yang hidup (lx) dengan hari pengamatan

(x) kemudian diplotkan dalam kurva ketahanan hidup (survivorship curve).

2. Pengukuran Populasi Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun (Gambar 5). Metode yang digunakan adalah metode sampling populasi kumbang pada tandan bunga jantan anthesis, dengan cara mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah dan ujung tandan bunga jantan (Dhileepan 1994) (Gambar 6).

a b c

Gambar 5. Pohon kelapa sawit: umur 3 tahun (a), umur 6 tahun (b), dan umur 12 tahun (c)


(29)

Jumlah kumbang yang didapatkan dari 9 spikelet yang diambil kemudian dihitung dan dirata-ratakan jumlah kumbang per spikeletnya. Selain itu, dihitung juga jumlah spikelet per tandan. Jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan dihitung untuk mengetahui jumlah kumbang per tandan. Sampling dilakukan pada 5 pohon per blok (1000 m x 300 m).

Pengamatan populasi kumbang pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Kebun Cisalak Baru. Pengamatan dilakukan di dua blok, yaitu blok A dan C untuk 3 tahun, dan blok B dan D untuk 6 tahun. Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus, September dan Oktober 2009. Pengamatan populasi kumbang pada kelapa sawit umur 12 tahun dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik PT. GSPP di empat blok, yaitu blok E16, E18, E20 dan F18, dilakukan pada bulan Mei, Juli, Oktober dan Desember 2009.

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap pengamatan populasi kumbang. Parameter yang diukur meliputi suhu dan kelembaban relatif udara dengan menggunakan termohigrometer dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter.

3. Pengukuran Fruit Set.

Pengukuran fruit set tandan buah dilakukan di PT. GSPP menggunakan metode sampling. Pengukuran pada 3 tandan buah kelapa sawit per blok. Pengukuran dilakukan pada bulan Desember 2009 di blok E16 dan E18 yang merupakan blok yang diamati populasi kumbangnya.

Pengukuran dengan cara menghitung persentase tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan tipe buah bukan hasil penyerbukan dalam satu tandan

Ujung Tengah

Pangkal


(30)

(Gambar 7.a) (Dhileepan 1994). Penghitungan buah dengan cara mencacah tandan buah kelapa sawit, kemudian dihitung jumlah butiran buah dalam satu tandan (Gambar 7.b). Jumlah buah hasil penyerbukan dan bukan hasil penyerbukan per tandannya dipersentasekan dan nilai persentase tersebut merupakan nilai fruit set per tandan buah kelapa sawit.

a b Gambar 7. Tandan buah kelapa sawit (a), brondolan (buah terlepas dari

tandan) buah kelapa sawit (b).

4. Analisis Data Populasi Kumbang E. kamerunicus

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan Sigma Plot. Hubungan antara jumlah kumbang dengan faktor lingkungan dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson Program Minitab dan Principal Component Analysis (PCA) Program R seri 10.


(31)

HASIL

A. Studi Demografi

1. Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Hasil pengamatan di laboratorium yang dilakukan mulai bulan Februari sampai Mei 2009 menunjukkan bahwa kumbang E. kamerunicus

mengalami siklus hidup lengkap (metamorfosis sempurna), mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Gambar 8).

a b c

d e

Gambar 8. Fase dalam siklus hidup kumbang E. kamerunicus: telur (a), larva (b), pupa (c), imago betina (d), imago jantan (e).

Waktu yang diperlukan untuk perkembangan kumbang dari telur sampai menjadi imago rata-rata 17 hari (12–21 hari). Rincian waktu yang diperlukan pada tiap-tiap fase tercantum pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1. Lama setiap fase dan ukuran tubuh telur, larva, pupa, dan imago E. kamerunicus.

Fase Lama (hari) Panjang Tubuh (mm) Rerata (kisaran) Rerata (kisaran) Telur 02,40 (02–03) 0,45 (0,3–0,6) Larva Instar 1

Larva Instar 2 Larva Instar 3

03,13 (02–04) 02,79 (02–04) 03,50 (02–06)

1,50 (1,0–1,9) 2,75 (2,7–3,0) 3,00 (2,9–3,2) Pupa 03,96 (03–06) 3,05 (2,9–3,2) Imago Jantan

Imago Betina

18,17 (09–31) 15,32 (05–21)

3,35 (3,0–3,5) 3,15 (2,9–3,3)


(32)

Ukuran telur rata-rata 0,45 mm, larva instar 1 rata-rata 1,50 mm, larva instar 2 rata-rata 2,75 mm, larva instar 3 rata-rata 3,0 mm, pupa rata-rata 3,05 mm, ukuran tubuh imago jantan rata-rata 3,35 mm, dan imago betina rata-rata 3,15 mm (Tabel 1).

Parameter lingkungan pada saat pengamatan di laboratorium adalah rata-rata kelembaban 85% (78–92%), suhu udara 29 0C (27–31 0C) dengan suhu minimum 26 0C (25–28 0C) dan suhu maksimum 31 0C (29–31 0C).

2. Statistik Demografi E. kamerunicus

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai rata-rata waktu generasi (T) E. kamerunicus yaitu 16,34 hari, laju reproduksi kotor (G) yaitu 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) yaitu 3,12 individu, dan laju pertumbuhan intrinsik (r) yaitu 0,029 (Tabel 2).

Tabel 2. Statistik demografi kumbang E. kamerunicus di laboratorium

Ulangan G Ro T R

1 6 3,25 16,54 0,031

2 4 2,62 15,62 0,027

3 4 2,37 16,1 0,023

4 6 4,25 17,12 0,037

Rata-rata 5 3,12 16,34 0,029

Keterangan: G: laju reproduksi kotor, Ro: laju reproduksi bersih, T: waktu generasi, r: laju pertumbuhan intrinsik

Peluang hidup tertinggi terdapat pada fase telur, yaitu sebesar 4,95 dan peluang hidup terendah pada fase imago yaitu 0,50. Fekunditas E. kamerunicus sebesar 4,83 telur per imago betina dan total mortalitas dari telur sampai imago sebesar 23,0% (Tabel 3) (Lampiran 2).


(33)

Tabel 3. Neraca kehidupan E. kamerunicus Fase ∑ Hidup

(ax)

∑ Mati (dx)

% Mati (qx)

Harapan Hidup (ex) Telur

Larva 1

4,83 4,83

0,00 0,49

0 4,9

4,95 3,95 Larva 2 4,59 0,81 8,5 3,13 Larva 3 4,20 0,25 2,9 2,38 Pupa 4,08 0,57 6,7 1,43

Imago 3,81 0,50

Total 2,12 23,0%

3. Kurva Ketahanan Hidup (survivorship curve) E. kamerunicus

Tipe kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus sebagai hasil plot antara proporsi yang hidup (lx) dengan lama hidup (x)adalah kurva tipe I (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva ketahanan hidup (survivorship) kumbang E. kamerunicus

B. Populasi Kumbang E. kamerunicus

Hasil pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun paling tinggi pada bulan Agustus (7.641 individu dan 21.681 individu per tandan) dan paling rendah pada bulan Oktober (2.345 individu dan 10.361 individu per tandan) (Lampiran 3 dan 4). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi E. kamerunicus tertinggi terjadi pada bulan Juli, yaitu sekitar 22.499 individu per tandan dan terendah pada bulan Desember, yaitu sekitar 10.959 individu/tandan (Gambar 10) (Lampiran 5).


(34)

a b c

Gambar 10. Rata-rata jumlah populasi kumbang per tandan pada bulan Mei– Desember pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Jumlah spikelet per tandan bunga jantan pada kelapa sawit umur 3 tahun tertinggi pada bulan September, yaitu sebanyak 103 spikelet per tandan, dan terendah pada bulan Oktober, yaitu sebanyak 66 spikelet per tandan. Pada kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah spikelet per tandan tertinggi pada bulan Agustus, yaitu sebanyak 146 spikelet per tandan dan terendah bulan September, yaitu 116 spikelet per tandan. Pada kelapa sawit umur 12 tahun, jumlah spikelet per tandan tertinggi pada bulan Juli, yaitu 216 spikelet per tandan dan terendah pada bulan Oktober, yaitu 170 spikelet per tandan (Gambar 11).

Bulan Bulan Bulan

a b c

Gambar 11. Rata-rata jumlah spikelet per tandan pada bulan Mei–Desember pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b) dan 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Bulan Jm l k u m b an g p er t an d an 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Agst Sept Okt Bulan Jm l k u m b an g p er ta n d an 0 2000 4000 6000 8000 10000

Agst Sept Okt

Bulan

0 1 2 3 4 5

Jm l K u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Mei Jul Okt Des

Bulan Jm l sp ik el et p er t an d an 0 50 100 150 200

Agt Sep Okt 0 1 2 3 4 5

Jm l sp ik el et p er t an d an 0 50 100 150 200 250

Mei Jul Okt Des

Jm l sp ik el et p er t an d an 0 20 40 60 80 100 120 140


(35)

Hubungan antara jumlah populasi E. kamerunicus yang didapatkan dengan waktu pengamatan, menunjukan bahwa jumlah individu kumbang E. kamerunicus

pada kelapa sawit umur 3 tahun tertinggi pada waktu pengambilan pagi hari (08.01-10.00 = 7.164 individu per tandan) dan terendah di pagi menjelang siang (10.01-12.00 = 2.545 individu per tandan) (Gambar 12.A). Pada kelapa sawit umur 6 tahun, jumlah individu kumbang tertinggi didapatkan pada waktu pengambilan pagi hari (08.01-10.01 = 27.339 individu per tandan) dan terendah pada sore hari (14.01-16.00 = 8.071 individu per tandan) (Gambar 12.B). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, jumlah individu kumbang tertinggi didapatkan pada waktu pengambilan sore hari (16.01-18.00 = 24.784 individu per tandan) dan terendah pada pagi hari (08.01-10.00 = 12.925 individu per tandan) (Gambar 12.C).


(36)

Gambar 12. Hubungan antara jumlah individu kumbang per tandan dengan waktu pengamatan pada kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan umur 12 tahun (c). Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

Hasil uji PCA (Principal Component Analysis) data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan waktu pengamatan, tidak memiliki pengaruh yang signifikan, sedangkan jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang per tandan (Gambar 13; Tabel 4).

W a k t u

Jm l k u m b an g p er ta n d an (i n d iv id u ) 0 2 0 0 0 4 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0

06.00-08.00 08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00

a

W a k t u

Jm l k u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0 0

08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00 16.01-18.00

b Jm l k u m b an g p er t an d an (i n d iv id u ) 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0 0 4 0 0 0 0

W a k t u

08.01-10.00 10.01-12.00 12.01-14.00 14.01-16.00


(37)

Gambar 13. Hubungan antara populasi kumbang per tandan (KPT), dengan parameter lingkungan (intensitas cahaya (IC), suhu udara (S), kelembaban relative (RH)), waktu pengamatan (W), dan jumlah spikelet per tandan (SPT) di areal kelapa sawit umur 3 tahun (a), 6 tahun (b), dan 12 tahun (c) menggunakan metode PCA.

b

c a


(38)

Tabel 4. Korelasi antara populasi kumbang per tandan dengan parameter lingkungan, jumlah spikelet per tandan, dan waktu pengamatan.

Parameter

KPT pada Kelapa Sawit

Umur 3 Tahun Umur 6 Tahun Umur 12 Tahun

Korelasi Nilai P Korelasi Nilai P Korelasi Nilai P

Suhu Udara -0,305 0,102 -0,047 0,722 -0,077 0,596

Kelembaban Relatif -0,058 0,760 -0,292 0,023 0,020 0,890

Intensitas Cahaya -0,332 0,073 -0,215 0,099 -0,001 0,996

Spikelet per Tandan 0,463 0,010 0,729 0,000 0,409 0,003

Waktu Pengamatan -0,328 0,077 -0,188 0,150 0,218 0,127

Parameter lingkungan di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 tahun dan 6 tahun adalah suhu udara rata-rata sebesar 29,57 0C (27–35 0C), kelembaban relatif udara 79,68% (64–81%), intensitas cahaya 5792,33 lux (458–31.200 lux), dan curah hujan rata-rata selama bulan Agustus sampai Oktober sebesar 86,33 mm. Sedangkan untuk areal perkebunan kelapa sawit umur 12 tahun, suhu udara rata-rata 32,09 0C (28–36 0C), kelembaban relatif 71,64% (54–85%), dan intensitas cahaya 2958,7 lux (33–31200 lux), dan curah hujan rata-rata selama bulan Mei sampai Desember sebesar 200 mm.

C. Penghitungan Fruit Set

Pada penghitungan fruit set yang dilakukan pada bulan Desember, didapatkan nilai fruit set di blok E16 sebesar 79,82%, dan di blok E18 sebesar 88,12% (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai fruit set tandan buah kelapa sawit

Blok Rata-rata ∑ buah ∑ Total Buah

% Buah Fruit set

(A + B)

A B C A B C

E 16 1509 89 418 2016 75,10 4,72 20,18 79,82

E 18 1778 59 198 2035 85,45 2,67 11,88 88,12

Penentuan tipe buah hasil penyerbukan dan tipe buah bukan hasil penyerbukan berdasarkan ukuran, warna dan ada tidaknya biji dalam buah (Gambar 14). Tipe buah hasil penyerbukan berukuran besar (panjang: 3-4,5 cm; diameter: 2-3 cm), berwarna ungu kekuningan sampai kemerahan, dan terdapat


(39)

biji dalam buah. Sedangkan tipe buah bukan hasil penyerbukan (buah partenokarpi) berukuran kecil (panjang: 2-3 cm; diameter: 1 cm), berwarna putih atau ungu keputihan, dan tidak terdapat biji dalam buah.

Gambar 14. Tipe buah: buah hasil penyerbukan (i), buah hasil penyerbukan tidak sempurna (ii), buah bukan hasil penyerbukan (partenokarpi) (iii).

i

ii iii


(40)

PEMBAHASAN

A. Biologi dan Siklus Hidup E. kamerunicus

Kumbang E. kamerunicus mengalami siklus hidup lengkap (metamorfosis sempurna) mulai dari telur, larva, pupa dan imago. Pada penelitian ini, telur berhasil ditemukan tetapi jumlahnya tidak diketahui. Ukurannya yang kecil dan menyerupai polen bunga jantan kelapa sawit, menjadi penyebab sulitnya mendapatkan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, telur bersifat lunak, sehingga ketika proses pencarian kemungkinan besar telur banyak yang rusak. Karena hal tersebut, kemungkinan tidak tepatnya dalam penghitungan telur cukup besar. Maka dalam penelitian ini jumlah telur diasumsikan sama dengan jumlah larva instar 1.

Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan bagi perkembangan kumbang E. kamerunicus dari telur sampai menjadi imago rata-rata 17 hari. Rincian waktu yang diperlukan pada tiap-tiap fase, adalah fase telur membutuhkan waktu sekitar 2,4 hari, fase larva instar 1 membutuhkan waktu 3,13 hari, fase larva instar 2 membutuhkan waktu 2,79 hari, dan fase larva instar 3 membutuhkan waktu 3,50 hari. Total waktu yang diperlukan pada fase larva yaitu sekitar 9,42 hari. Fase pupa membutuhkan waktu selama 4 hari. Pada fase ini, kumbang tidak banyak melakukan aktivitas dan sebagian besar waktunya digunakan untuk pembentukan organ-organ tubuh. Lama hidup imago jantan adalah 18,17 hari dan imago betina adalah 15,32 hari. Munculnya imago betina lebih cepat dibandingkan imago jantan. Imago betina muncul rata-rata pada hari ke 13, sedangkan imago jantan rata-rata pada hari ke 15 dari telur. Lama hidup imago betina (15,32 hari) lebih cepat dibandingkan masa hidup imago jantan (18,17 hari).

Telur E. kamerunicus memiliki memiliki ciri warna putih, kulit licin dan mengkilap, serta berbentuk lonjong. Induk betina meletakkan telur di permukaan bawah spikelet di antara anther bunga jantan, dimana perkembangannya diduga dipengaruhi oleh cendawan yang tumbuh pada permukaan spikelet. Cendawan tersebut menyebabkan suhu di sekitar permukaan spikelet menjadi hangat, sehingga menjadi pemicu perkembangan telur sampai menetas menjadi larva.


(41)

Fase larva mengalami pertumbuhan tubuh cukup signifikan, yaitu dari ukuran tubuh sekitar 1,75 mm pada larva instar 1, menjadi 3,0 mm pada fase larva instar 3. Pertumbuhan tubuh yang signifikan ini disebabkan aktivitas makan pada fase ini cukup tinggi. Pada fase pupa, tidak melakukan aktivitas makan dan lebih terfokus pada perkembangan organ-organ tubuh, seperti organ reproduksi, tungkai, sayap, moncong dan sebagainya.

Larva memiliki ciri tubuh berwarna kuning cerah, permukaannya mengkilap dan ditumbuhi rambut halus (Susanto 2007). Larva terdiri atas tiga instar, yaitu instar ke 1, instar ke 2, dan instar ke 3 (Hussein & Rahman 1991). Dari hasil pengamatan, penentuan fase instar didasarkan pada ukuran, warna, dan bentuk tubuhnya. Instar ke 1 memiliki ciri ukuran sekitar 1,75 mm, kepala menyatu dengan tubuh, bentuk ramping, dan warna kuning muda. Instar ke 2 memiliki ciri ukuran sekitar 2,78 mm, lebih panjang dan gemuk dari instar ke 1, kepala menyatu dengan tubuh, warna kuning cerah, dan tubuh ditumbuhi rambut lebih banyak dan lebih panjang. Sedangkan instar ke 3 dicirikan oleh ukuran sekitar 3,0 mm, warna kuning gelap, rambut lebih pendek dan sedikit, bentuk kepala lebih bulat dan dapat dibedakan dengan badannya, serta berwarna coklat tua. Perkembangan larva dari instar ke 1 sampai instar ke 3 terjadi di dalam kantung kecil bunga jantan dan memakan bahan-bahan yang terdapat dalam kantung tersebut. Howard et al. (2001), melaporkan selain berfungsi sebagai tempat perkembangan larva E. kamerunicus, kantong bunga jantan juga sebagai sumber makanan. Selama fase larva, E. kamerunicus menghabiskan sebanyak 3 sampai 5 kantung bunga jantan kelapa sawit.

Pupa memiliki ciri ukuran tubuh sekitar 3,05 mm, berwarna kuning cerah, bentuk menyerupai imago (eksrata), dan beberapa organ sudah mulai terbentuk, seperti mata, moncong, tungkai, dan sayap. Fase pupa menghabiskan waktunya di dalam kantung bunga jantan dan tidak banyak melakukan pergerakan sampai menjadi imago.

Imago E. kamerunicus keluar dari kantung bunga jantan melalui lubang pada bagian atas. Pada fase ini, sudah bisa dibedakan antara kumbang jantan dan betina. Perbedaan antara imago jantan dan betina, yaitu jantan ukuran tubuhnya lebih besar (3,35 mm) dari imago betina, moncong lebih pendek, terdapat rambut


(42)

pada tubuhnya dan sepasang tonjolan pada bagian pangkal elytra. Imago betina memiliki tubuh lebih kecil (3,15 mm), bentuk punggung membulat dan berwarna coklat mengkilap, moncong lebih panjang, rambut pada tubuhnya lebih halus dan pendek dari imago jantan, dan tidak terdapat tonjolan pada pangkal elytra. Lama hidup imago jantan (18,17 hari) lebih lama dari betina (15,32 hari).

B. Demografi Kumbang E. kamerunicus

Dari hasil perhitungan didapatkan rata-rata nilai waktu generasi (T) sebesar 16,34 hari, artinya waktu yang dibutuhkan oleh kumbang untuk perkembangannya mulai dari telur sampai menjadi imago rata-rata membutuhkan waktu sekitar 16 hari. Waktu generasi (T) merupakan waktu yang dibutuhkan kumbang untuk dapat menghasilkan keturunan (Young 1978). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Dhileepan (1994) dan Hussein & Rahman (1991) yang mendapatkan nilai rata-rata waktu generasi 17,9 hari dan 15,4 hari. Laju reproduksi kotor (G) adalah pendugaan jumlah total keturunan betina (Price 1984). Hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata G adalah 5 individu betina, artinya induk betina menghasilkan keturunan sebanyak 5 individu betina. Laju reproduksi bersih (Ro) yaitu jumlah keturunan betina yang akan menggantikan induk betina dalam satu generasi (Southwood 1978). Pertumbuhan populasi yang sebenarnya tergantung pada jumlah laju reproduksi bersih. Rata-rata nilai Ro yang didapatkan sebesar 3,12 individu, artinya keturunan betina yang dihasilkan dari satu pasang imago sebanyak 3 individu. Hampir sama dengan laporan Hussein & Rahman (1991) yang mendapatkan nilai Ro sebesar 3,46. Nilai ini menunjukkan peningkatan ataupun penurunan populasi (Tobing et al. 2007). Jika Ro > 1 menunjukkan terjadinya peningkatan populasi, artinya populasi kumbang meningkat. Laju pertumbuhan intrinsik (r) yaitu tingkat kenaikan pertumbuhan populasi dalam keadaan konstan. Didapatkan nilai r rata-rata sebesar 0,029 yang artinya akan terjadi peningkatan E. kamerunicus sebesar 0,029 kali. Sedangkan Hussein & Rahman (1991) mendapatkan nilai r sebesar 0,085.

Peluang hidup tertinggi pada fase telur, diduga karena fase ini belum banyak terpengaruh oleh faktor luar, seperti serangan cacing parasit, tungau, ataupun pengaruh dari kondisi lingkungan. Selain itu, dalam penelitian ini jumlah


(43)

telur diasumsikan sama dengan jumlah larva, sehingga pada fase ini tidak ada kematian. Sedangkan pada fase imago peluang hidupnya rendah diduga karena pengaruh faktor luar, terutama adanya serangan cacing parasit. Penyebab lain adalah karena faktor lingkungan pada saat pengamatan di laboratorium yang mungkin kurang sesuai dengan kondisi lingkungan di alam, misalnya imago menjadi stres.

Tingkat mortalitas pada fase larva instar 2 tinggi (sekitar 8,5%) dibandingkan fase lain. Hal ini diduga karena tubuh larva yang masih rentan terhadap serangan parasit ataupun pengaruh pada saat pengamatan yang menyebabkan larva stress dan mengalami kematian. Hasil pengamatan pada fase pupa dan imago dalam penelitian ini, kematian sebagian besar diduga disebabkan oleh serangan cacing (nematoda) parasit. Satu individu pupa ataupun imago dapat diserang oleh cacing parasit dalam jumlah banyak, yaitu sekitar 100 ekor (Poinar

et al. 2003). Dari beberapa laporan, cacing parasit pada E. kamerunicus adalah

Cylindrocorpus inevectus yang ditemukan di bawah elytra imago kumbang dan bunga kelapa sawit (Poinar et al. 2003), serta nematoda Elaeolenchus parthenonema (Poinar et al. 2002). Selain disebabkan cacing parasit, kematian pada fase imago disebabkan karena telah mencapai umur maksimumnya (aging/longevity maksimum). Kurva ketahanan hidup kumbang E. kamerunicus

adalah tipe kurva I, yaitu mortalitas tinggi terjadi pada usia dewasa (fase imago = 6,7%). Dalam penelitian ini selain pada fase imago, kematian juga tinggi pada instar ke 2 (8,5%). Hal ini diduga karena tubuh instar ke 2 yang masih rentan terhadap serangan parasit ataupun pengaruh pada saat pengamatan yang menyebabkan stress dan mengalami kematian.

C. Populasi Kumbang E. kamerunicus

Hasil pengukuran populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun tertinggi terjadi pada bulan Agustus, yaitu 7.641 dan 21.681 individu per tandan, dan terendah pada bulan Oktober, yaitu 2.345 dan 10.361 individu per tandan. Pada kelapa sawit umur 12 tahun, jumlah individu tertinggi pada bulan Juli, yaitu sekitar 22.499 individu per tandan dan populasi terendah pada bulan Desember, yaitu sekitar 10.959 individu per tandan. Populasi tersebut sesuai


(44)

dengan Moura et al. (2008), bahwa populasi E. kamerunicus tertinggi pada bulan Juli, yaitu sekitar 30.000 individu per tandan.

Pada kelapa sawit umur 3 tahun, pada bulan September dan Oktober populasi kumbang mengalami penurunan. Hal ini diduga karena jumlah spikelet per tandan pada bulan Oktober (66 spikelet) lebih sedikit dibandingkan bulan September (103 spikelet). Faktor cuaca, pada bulan Oktober yang mulai memasuki musim hujan (curah hujan bulanan = 140 mm) juga kemungkinan berpengaruh terhadap ukuran bunga (tandan). Pada kelapa sawit umur 6 tahun, penurunan populasi diduga karena faktor cuaca pada saat pengamatan. Selain itu, juga karena pada bulan Oktober terjadi serangan hama ulat api (Thosea sp.) yang

memakan daun kelapa sawit, sehingga daun menjadi rusak. Hal ini diduga berpengaruh

terhadap perkembangan dan ukuran tandan bunga jantan dan jumlah populasi kumbang.

Populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 12 tahun, bulan Mei dan Juli, mengalami peningkatan dari populasi sekitar 14.778 individu per tandan menjadi 22.499 individu per tandan. Sedangkan dari bulan Juli hingga Desember populasi kumbang mengalami penurunan, dari populasi 22.499 individu per tandan menjadi 15.991 individu per tandan pada bulan Oktober, dan mengalami penurunan kembali pada bulan Desember menjadi 10.959 individu per tandan. Peningkatan jumlah populasi E. kamerunicus pada bulan Juli diduga karena peningkatan jumlah spikelet per tandan, dimana pada bulan Juli jumlah spiklet per tandan lebih tinggi dibandingkan bulan Mei, Oktober, dan Desember. Penurunan populasi pada bulan Juli dan Oktober diduga karena jumlah spikelet per tandan yang berkurang, sedangkan penurunan populasi pada bulan Desember diduga karena faktor cuaca.

D. Waktu Efektif Pengamatan Populasi

Waktu pengamatan efektif yang diasumsikan dengan jumlah individu E. kamerunicus terbanyak yang didapatkan per interval waktu. Pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun, paling efektif di pagi hari (pukul 08.01-10.00) dengan jumlah sekitar 7.164 dan 27.339 individu per tandan. Waktu pengamatan kurang efektif pada kelapa sawit umur 3 tahun pada pukul 10.01-12.00, karena hanya didapatkan


(45)

2.545 individu kumbang per tandan. Pada kelapa sawit umur 6 tahun, waktu pengamatan kurang efektif terjadi pada sore hari pukul 14.01-16.00, didapatkan populasi sekitar 8.071 individu per tandan. Beberapa serangga polinator memiliki waktu puncak aktivitas harian pada pagi hari, seperti dilaporkan Anendra (2010), yaitu serangga polinator Apis cerana, memiliki puncak aktivitas harian di pagi hari, yaitu pukul 07.20-09.00 WIB dan 08.20-10.00 WIB.

Untuk di kelapa sawit umur 12 tahun, pengamatan paling efektif dilakukan pada sore hari, yaitu antara pukul 16.01–18.00 didapatkan rata-rata jumlah E. kamerunicus yang didapatkan 24.784 individu per tandan. Interval waktu efektif kedua dan ketiga, yaitu pada pukul 14.01–16.00 WIB dan pukul 10.01-12.00 WIB, didapatkan rata-rata jumlah E. kamerunicus sebanyak 20.829 dan 15.340 individu per tandan. Waktu pengamatan yang kurang efektif yaitu pada pagi hari (pukul 06.00–09.00 WIB) dengan rata-rata jumlah E. kamerunicus sekitar 13.649 individu per tandan. Waktu pengamatan efektif populasi kumbang pada kelapa sawit umur 12 tahun terjadi pada sore hari. Hal ini diduga karena cuaca pada waktu pengamatan, khususnya pada bulan Oktober dan Desember sedang musim hujan (curah hujan bulan Oktober = 313 mm, dan bulan Desember = 327 mm). Seperti yang dilaporkan oleh Ponnamma (1999), bahwa populasi E. kamerunicus

yang tersebar pada bunga jantan rendah pada sore hari, kecuali selama musim hujan. Selain itu, populasi E. kamerunicus pada sore hari yang tinggi disebabkan karena pada sore hari kumbang tidak banyak melakukan aktivitas, sehingga banyak individu berkumpul pada bunga jantan kelapa sawit.

E. Populasi Kumbang dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi serangga polinator. Suhu udara merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi distribusi, pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas serangga (Young 1982). Pada saat suhu rendah, serangga penyerbuk membutuhkan energi yang lebih besar daripada saat suhu tinggi (Price 1984). Hasil pengamatan di areal perkebunan kelapa sawit umur 12 tahun pada saat pengamatan, suhu udara berkisar antara 28– 36 0C, kelembaban relatif udara 54–85%, dan intensitas cahaya 5600–178.500 lux. Di areal perkebunan kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun, suhu udara berkisar antara


(46)

27–35 0C, kelembaban relatif udara berkisar antara 64–81%, dan intensitas cahaya berkisar antara 458–31.200 lux. Hasil uji PCA (Principal Component Analysis) data parameter lingkungan di areal perkebunan kelapa sawit umur 3, 6 dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif, dan intensitas cahaya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang signifikan dan korelasinya positif terhadap populasi kumbang per tandan. Hal ini berarti bahwa jumlah spikelet per tandan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya populasi kumbang per tandan. Jika jumlah spikelet per tandan tinggi, maka populasi kumbang juga tinggi. Sebaliknya jika jumlah spikelet per tandan rendah, maka jumlah populasi per tandan juga rendah.

F. Efektivitas Penyerbukan E. kamerunicus

Penghitungan nilai fruit set di blok E16 dan blok E18 yang dilakukan pada bulan Desember menunjukkan bahwa populasi E. kamerunicus pada 6 bulan sebelumnya, yaitu bulan Juli, cukup efektif dalam membantu penyerbukan bunga betina kelapa sawit. Hal ini dilihat dari hasil penghitungan, didapatkan nilai fruit set di blok E16 sebesar 79,82%, dan di blok E18 sebesar 88,12% yang merupakan nilai fruit set yang baik. Nilai fruit set yang baik pada kelapa sawit adalah di atas 75% (Hutauruk & Syukur 1985). Sedangkan jumlah populasi pada bulan Juli di kedua blok tersebut sebanyak 23.131 dan 20.413 individu per tandan. Introduksi kumbang penyerbuk telah mengatasi rendahnya penyerbukan pada kelapa sawit (Syed et al 1982; Basri et al 1983). Kumbang ini bahkan dapat meningkatkan nilai

fruit set sampai 80% (Harun & Noor 2002).

Penghitungan fruit set dilakukan pada bulan Desember, yaitu 6 bulan setelah pengamatan populasi E. kamerunicus pada bulan Juli. Hal ini dilakukan karena dari proses penyerbukan sampai buah dipanen memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Oleh karena buah yang penyerbukannya dibantu oleh E. kamerunicus pada bulan Juli, dipanen dan dihitung nilai fruit set pada bulan Desember.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kumbang E. kamerunicus mengalami siklus hidup lengkap, yaitu mulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Waktu yang diperlukan dari telur sampai menjadi imago rata-rata 17 hari. Ukuran telur sekitar 0,4 mm, instar ke 1 sekitar 1,75 mm, instar ke 2 sekitar 2,75 mm, instar ke 3 sekitar 3,0 mm, pupa sekitar 3,05 mm, ukuran tubuh imago jantan sekitar 3,35 mm dan imago betina sekitar 3,15 mm. Nilai rata-rata waktu generasi (T) E. kamerunicus yaitu 16 hari, laju reproduksi kotor (G) yaitu 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) yaitu 3,12 individu, dan laju pertumbuhan intrinsik (r) yaitu 0,029. Fekunditas E. kamerunicus sebesar 4,83 telur per imago betina dan mortalitas dari telur sampai imago sebesar 23,0%. Peluang hidup tertinggi terdapat pada fase instar ke 1 sebesar 3,953, dan peluang hidup paling rendah pada fase imago, yaitu 1,238.

Populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Oktober. Sedangkan populasi

E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 12 tahun tertinggi pada bulan Juli dan terendah pada bulan Desember. Penurunan populasi diduga karena jumlah spikelet per tandan yang berkurang dan juga karena faktor perubahan cuaca. Selain itu, penurunan populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 6 tahun diduga karena adanya serangan hama ulat api (Thosea sp.).

Waktu pengamatan efektif populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun, di pagi hari, yaitu pukul 08.01-10.00, dan kurang efektif pada pukul 10.01-12.00 dan 14.01-16.00. Sedangkan untuk pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 12 tahun paling efektif dilakukan pada sore hari pukul 16.01-18.00 dan kurang efektif pada pukul 10.01-12.00.

Populasi kumbang per tandan tidak dipengaruhi secara signifikan dengan semua parameter lingkungan di areal perkebunan sawit umur 3, 6 dan 12 tahun. Sedangkan yang memiliki pengaruh signifikan dan korelasinya positif terhadap jumlah populasi kumbang adalah jumlah spikelet per tandan.


(48)

Populasi E. kamerunicus di blok E16 dan E18 cukup efektif dalam membantu penyerbukan kelapa sawit. Hal ini berdasarkan nilai fruit set di kedua blok tersebut di atas standar nilai fruit set yang baik.

B. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan kumbang penyerbuk ini, seperti pengaruh keberadaan cacing parasit dan cendawan pada spikelet. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian yang lebih intensif tentang demografi E. kamerunicus, baik yang dilakukan di laboratorium maupun di areal perkebunan. Pengamatan populasi E. kamerunicus perlu dilakukan tiap bulan, sehingga dinamika populasi per bulan dapat diketahui. Penggunaan insektisida perlu dibatasi, sehingga tidak mengganggu populasi E. kamerunicus di areal perkebunan.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anendra YC. 2010. Aktivitas Apis cerana Mencari Polen, Identifikasi Polen, dan Kompetisi Menggunakan Sumber Pakan dengan Apis mellifera [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Basri MW, Zulkifli M, Halim AH, Tayeb MD. 1987. The population census and the pollination efficiency of the weevil Elaeidobius kamerunicus in Malaysia. PORIM International Palm Oil Congress: 535-549.

Corley RHV, Tinker PB. 2003. The oil palm, 4th edition. United Kingdom. Blackwell Science, Oxford.

Dhileepan K. 1994. Variation in populations of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res, 84: 477-485. Eardley C, Roth D, Clarke J, Buchmann S, Gemmil B. 2006. Pollinators and

Pollination: A resource book for policy and practice. The African Pollinator Initiative (API). US Departement of State. First edition: 92.

Fauzi Y, Widyastuti YE, Imam S, Hartono R. 2006. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Harun MH, Noor MRMD. 2002 Fruit Set and Oil Palm Bunch Components. J. Oil Palm Res, 14/2: 24 – 33.

Howard FW, Abad RG, Moore D. 2001. Insect on Palms. CABI Publishing. Hussein MY, Rahman WHA. 1991. Life Tables for Elaeidobius kamerunicus

Faust (Coleoptera: Curculionidae) in Oil Palm. The Planter, 67: 3 – 8.

Hutauruk CH, Syukur S. 1985. Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit di Cote d’Ivoire, Benin dan Republic du Cameroun Afrika Barat. Bull Pusat Penelitian Marihat, 5: 29 – 42.

Kee NS, von Uexkull H, Hardter R. 2004. Botanical Aspects of the Oil Palm Relevant to Crop Management. Malaysia, Agromac Sdn.

Labarca MV, Portillo E,Narvaez yZ. 2007. Relationship between inflorescences, climate and the pollinating in oil palm (Elaeis guineensis Jacquin) plantations located in south lake of Maracaibo, Zulia state. Rev. Fac. Agron. (LUZ), 24: 303-320.

Moura JIL, Cividanes FJ, Filho LPS, Valle RR. 2008. Pollination of oil palm by weevils in Southern Bahia, Brazil. Pesq. Agropec. Bras 43: 289-294.


(50)

O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First Record in The United State and South America of The African Oil Palm Weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) and E. kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae). Entomol Cir: 284. Pardede D. 1990. Indigenous pollinator insects of oil palm at Kertarahardja,

Lebak and Kertajaya estates nucleus estate smallholder project V South Banten. Agris Record

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema

n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock, 1861. Syst Parasitol

52: 219–225.

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2003. Cylindrocorpus inevectus sp. n. associated with the oil palm weevil Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae), with s synopsis of the family Cylindrocorporidae and establishment of Longibuccidae n. fam. (Diplogastroidea: Nematoda). Nematology 5: 183 – 190.

Ponnamma KN, Dhileepan K, Sasidharan VG. 1986. Record of The Pollinating Weevil Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae) in Oil Palm Plantations of Kerala. Curr Sci 55: 19.

Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. AGRIS record, 75: 405-410.

Price PW. 1984. Insect Ecology. New York: John Wiley & Sons.

Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budi Daya, Panen dan Pengolahan. Jakarta: Kanisius.

Sipayung A, Lubis AU. 1987. Dampak Pelepasan Elaeidobius kamerunicus Faust di Indonesia dan Malaysia. Bull Pusat Penelitian Marihat, 7 (2): 7 – 14. Southwood TRE. 1978. Ecological Methods. Cambridge: The University Printing

House.

Susanto A, Purba RY, Prasetyo AE. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Kumbang Penyerbuk Kelapa Sawit. Jakarta: PPKS.

Syed RA. 1979. Studies on oil palm pollination by insect. Bull Entomol Res 69: 213-224.

Syed RA. 1981. Insect pollination of oil palm pollination: feasibility of introducing Elaeidobius spp. Into Malaysia. Oil Palm News 25: 2-16.


(51)

Syed RA. 1982. Insect pollination of oil palm: introduction, establishment, pollinating efeciency of Elaidobius kamerunicus in Malaysia. Commonwealth Institut of Biological Control (mimeo): 1-34.

Tobing MC, Nasution DB. 2007. Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata

(Fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Daun Macroshiponiela sanborni Gillete (Homoptera: Aphididae). Agritrop, 26 (3): 99-104.

Young AM. 1982. Population Biology of Tropical Insect. Ney York: Plenum Press.


(52)

Lampiran 1. Data waktu perkembangan kumbang E. kamerunicus. Tanggal Pengamatan: 4 - 30 Maret 2009

Kotak Pengamatan

Lama Waktu Perkembangan (hari)

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 2 3 3 4 4 20

2 - 4 3 4 3 22

3 2 3 3 3 6 23

4 2 3 2 3 3 10

5 - 3 2 2 3 13

6 3 4 2 2 5 19

Rata-rata 2.25 3.33 2.50 3.00 4.00 17.83 Tanggal Pengamatan: 20 Maret – 20 April 2009

Kotak Pengamatan

Lama Waktu Perkembangan (hari)

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 2 4 2 3 5 19

2 2 2 3 4 4 20

3 - 2 2 6 3 16

4 - 3 4 2 3 16

5 3 4 3 4 4 18

6 - 2 2 3 3 25

Rata-rata 2.33 2.83 2.67 3.67 3.67 19.00 Tanggal Pengamatan: 15 April – 5 Mei 2009

Kotak Pengamatan

Lama Waktu Perkembangan (hari)

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 3 3 3 4 4 20

2 2 4 4 4 3 18

3 - 3 3 3 6 16

4 - 3 3 3 3 14

5 3 3 4 5 3 20

6 2 4 2 3 5 16

Rata-rata 2.50 3.33 3.17 3.67 4.00 17.33 Tanggal pengamatan: 10 Juni – 10 Juli 2009

Kotak Lama Waktu Perkembangan (hari)

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 2 2 2 4 3 15

2 - 4 4 4 5 20

3 3 3 2 3 4 18

4 - 3 2 5 4 19

5 2 3 3 3 4 17

6 3 3 4 3 5 21


(53)

Lampiran 2. Data jumlah individi pada tiap-tiap fase. Tanggal Pengamatan: 4 Maret 2009

Kotak Pengamatan

Jumlah Individu

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 - 2 2 2 1 1

2 - 3 3 3 3 3

3 - 2 2 2 2 1

4 - 4 4 4 3 3

5 - 4 4 3 3 3

6 - 2 2 2 1 1

Rata-rata 2.83 2.83 2.67 2.17 2.00

Tanggal Pengamatan: 20 Maret 2009 Kotak

Pengamatan

Jumlah Individu

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 - 1 1 0 0 0

2 - 2 2 2 2 1

3 - 5 5 4 4 3

4 - 3 3 3 3 3

5 - 5 5 4 4 3

6 - 3 2 2 2 1

Rata-rata 3.17 3.00 2.50 2.50 1.83

Tanggal Pengamatan: 15 April 2009 Kotak

Pengamatan

Jumlah Individu

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 - 3 3 3 3 2

2 - 5 5 5 4 4

3 - 3 3 3 2 2

4 - 5 5 4 4 3

5 - 6 6 6 5 5

6 - 7 7 6 6 5

Rata-rata 4.83 4.83 4.50 4.00 3.50 Tanggal pengamatan: 10 Juni 2009

Kotak Pengamatan

Jumlah Individu

Telur Larva 1 Larva 2 Larva3 Pupa Imago

1 - 7 7 7 6 6

2 - 9 9 9 9 8

3 - 7 7 7 6 6

4 - 5 5 5 5 4

5 - 8 8 8 8 8

6 - 10 10 9 9 9


(54)

Lampiran 3. Data Populasi Kumbang E. kamerunicus pada Kelapa Sawit Umur 3 Tahun.

Pohon Waktu Σ Bunga

Σ

Spikelet/ Tandan

Σ Kumbang 3 Spikelet Σ

Kumbang 9 Spikelet Σ Kumbang / Spikelet Σ Kumbang /Tandan

Σ Bunga

Jantan Antesis/ha

Σ Bunga

Betina Antesis/ha Σ Kumbang / ha Intensitas Cahaya (lux) Suhu

(0C)

RH (%)

Jantan Betina Pangkal Tengah Ujung

Blok A (Jum'at 14 Agustus 2009 )

1 0700 1 0 72 127 275 239 641 71 5128 6 7 30768 600 27 84

2 07.21 1 0 55 183 381 103 667 74 4076 6 7 24457 1200 27 87

3 07.38 1 0 89 114 154 206 474 53 4687 6 7 28124 20000 27 83

4 08.01 1 0 64 249 221 165 635 71 4516 6 7 27093 3900 28 80

5 08.15 1 0 95 141 173 111 425 47 4486 6 7 26917 2950 28 88

Blok C (Sabtu, 15 Agustus 2009)

1 07.30 1 0 85 412 601 294 1307 145 12344 10 12 123439 528 27 80

2 07.55 1 0 112 222 259 230 711 79 8848 10 12 88480 587 27 78

3 08.20 1 0 124 604 274 526 1404 156 19344 10 12 193440 759 28 78

4 08.48 1 0 95 227 182 155 564 63 5953 10 12 59533 1286 28 76

5 09.11 2 0 91 215 248 232 695 77 7027 10 12 70272 2108 28 77

Blok A (Kamis, 24 September 2009)

1 13.05 2 0 70 60 61 19 140 16 1089 7 6 7622 16450 33 84

2 13.25 1 0 74 30 522 187 739 82 6076 7 6 42534 22000 31 91

3 13.55 1 0 143 99 47 61 207 23 3289 7 6 23023 31200 27 75

4 14.15 1 0 127 79 33 288 400 44 5644 7 6 39511 24600 28 91

5 14.35 1 0 118 158 65 64 287 32 3763 7 6 26340 18500 28 91

Blok C (Senin, 28 September 2009)

1 08.11 1 0 73 365 529 362 1256 140 10188 13 12 132438 771 27 83

2 08.40 1 0 105 123 362 267 752 84 8773 13 12 114053 1320 28 83

3 09.05 1 0 102 499 359 489 1347 150 15266 13 12 198458 1299 29 83

4 09.23 1 0 104 162 141 112 415 46 4796 13 12 62342 6620 29 83


(1)

Analisis studi demografi (Price 1984) meliputi, laju reproduksi kotor (G), laju reproduksi bersih (Ro), waktu generasi (T), dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Peluang hidup masing-masing fase dihitung. Proporsi kumbang yang hidup (lx) dan hari pengamatan (x), diplotkan dalam kurva ketahanan hidup (survivorship curve).

Pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur 3 dan 6 tahun di PTPN VIII Kebun Cisalak Baru mulai Agustus sampai Oktober 2009. Sedangkan pada kelapa sawit umur 12 tahun dilakukan di PT. GSPP pada bulan Mei sampai Desember 2009. Metode yang digunakan adalah metode sampling populasi kumbang pada tandan bunga jantan anthesis, dengan cara mengambil masing-masing 3 spikelet dari bagian pangkal, tengah dan ujung tandan bunga jantan. Sampling dilakukan pada 5 pohon per blok. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap pengamatan populasi kumbang, meliputi suhu udara, kelembaban relatif udara, dan intensitas cahaya.

Data populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang menggunakan software Sigma Plot. Hubungan antara jumlah kumbang dengan faktor lingkungan dianalisis dengan korelasi Pearson dengan Program Minitab dan Principal Component Analysis (PCA) dengan Program R seri 10.

Pengukuran fruit set dilakukan di PT. GSPP menggunakan metode sampling pada tiga tandan buah kelapa sawit per blok yang diamati populasi kumbangnya. Pengukuran fruit set dilakukan pada bulan Desember di blok E16 dan E18 dengan cara menghitung persentase buah kelapa sawit hasil penyerbukan dan buah bukan hasil penyerbukan dalam satu tandan.

Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan masing-masing fase E. kamerunicus, yaitu telur adalah 2,4 hari, larva instar 1 adalah 3,13 hari, larva instar 2 adalah 2,79 hari, larva instar 3 adalah 3,50 hari, pupa adalah 4 hari, imago jantan adalah 18,17 hari, dan imago betina adalah 15,32 hari. Ukuran tubuh masing-masing fase, yaitu telur adalah 0,4 mm, larva instar 1 adalah 1,75 mm, larva instar 2 adalah 2,75 mm, larva instar 3 adalah 3,0 mm, pupa adalah 3,05 mm, ukuran tubuh imago jantan adalah 3,35 mm dan imago betina adalah 3,15 mm. Parameter lingkungan pada saat pengamatan adalah kelembaban 85%, suhu laboratorium 29 0C dengan suhu minimum 26 0C dan suhu maksimum 31 0C.

Dari hasil analisis demografi kumbang E. kamerunicus, didapatkan nilai rata-rata waktu generasi (T) adalah 16,34 hari, laju reproduksi kotor (G) adalah 5 individu, laju reproduksi bersih (Ro) adalah 3,12 individu, laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah 0,029. Harapan hidup tertinggi terjadi pada fase telur yaitu 4,95 dan terendah pada fase imago yaitu 0,50. Fekunditas E. kamerunicus adalah 4,83 individu per imago betina dan mortalitas sebesar 23,0%, dengan tipe kurva ketahanan hidup tipe I.

Populasi kumbang E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 dan 6 tahun paling tinggi pada bulan Agustus (7.641 individu dan 21.681 individu per tandan) dan paling rendah pada bulan Oktober (2.345 dan 10.361 individu per tandan). Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi tertinggi pada bulan Juli (22.449 individu per tandan) dan terendah pada bulan Desember (10.959 individu per tandan).


(2)

Ukuran populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur 3 tahun ditemukan tinggi pada pukul 08.00–10.00 dan ditemukan rendah pada pukul 10.01–12.00. Pada kelapa sawit umur 6 tahun, populasi kumbang tinggi pada pukul 08.01–10.00 dan populasi rendah pada pukul 14.01–16.00. Pada kelapa sawit umur 12 tahun, populasi kumbang tinggi pada pukul 16.01–18.00 dan rendah pada pukul 08.01–10.00.

Hasil uji Principal Component Analysis data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3, 6 dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan waktu pengamatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ukuran populasi kumbang. Jumlah spikelet per tandan berpengaruh signifikan terhadap populasi kumbang per tandan.

Fruit set kelapa sawit di blok E16 dan E18 masing-masing sebesar 79,82% dan 88,12% dengan ukuran populasi kumbang masing-masing adalah 23.131 dan 20.413 individu per tandan.

Kata kunci: demografi, populasi, Elaeidobius kamerunicus, kumbang penyerbuk, kelapa sawit.


(3)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(4)

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius

kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI

PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

YANA KURNIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(5)

(6)

Judul Tesis : Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Nama : Yana Kurniawan NIM : G352070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Tri Atmowidi, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.