Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit Elaeis guneensis Jacq di PTPN VIII Cimulang, Bogor

3

ABSTRAK
ENGGAR RENO HARUMI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust
pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Cimulang,
Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.
Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) adalah
polinator pada tanaman kelapa sawit, yang telah digunakan di Indonesia sejak
tahun 1983. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi kumbang E.
kamerunicus dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Populasi
kumbang diamati pada bunga jantan kelapa sawit dengan metode stratified
random sampling pada bulan Juli, October, dan November 2010. Hubungan
antara faktor-faktor lingkungan dan populasi kumbang dianalisis dengan korelasi
Pearson, menggunakan software SigmaPlot versi 11.0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa populasi kumbang pada bulan November lebih tinggi
dibandingkan pada bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang dipengaruhi oleh
curah hujan dan jumlah spikelet per tandan.

ABSTRACT
ENGGAR RENO HARUMI. Population of Weevil Elaeidobius kamerunicus
Faust on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in PTPN VIII Cimulang, Bogor.

Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) is a weevil pollinator
of oil palm which used in Indonesia since 1983. The aim of the research were to
study the population of weevil and the environmental factors that affected the
population of weevil. Weevil populations were observed in male flower of oil
palm by stratified random sampling in July, October, and November. Relationship
between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson’s
correlation using SigmaPlot software version 11.0. Results showed that
population of the weevil in November was higher than that in July and October.
The population of weevil was affected by number of spikelet per bunch and rain
fall.

 
 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius

kamerunicus
Faust
merupakan kumbang moncong (weevil),
yang termasuk dalam ordo Coleoptera dan
famili
Curculionidae.
Kumbang
ini
berukuran kecil (panjang +4 mm dan lebar
+1,5 mm) dan berwarna cokat kehitaman
(Syed et al. 1982). Kumbang ini mengalami
metamorfosis sempurna (holometabola),
yakni siklus hidupnya terdiri dari telur-larvapupa-imago. E. kamerunicus memiliki peran
dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit.
Penyerbukan terjadi karena kumbang ini
tertarik dengan aroma bunga jantan,
kemudian mendekati, dan saat hinggap di
bunga jantan, serbuk sari akan melekat di
tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina
yang mekar (reseptif), serbuk sari akan

terlepas dari kumbang dan menyerbuki
bunga betina (Risza 1994, Setyamidjaja
2006). Selain itu, kumbang ini tidak
berbahaya dan tidak mengganggu tanaman
lain, karena kumbang ini hanya dapat makan
dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa
sawit (Syed et al. 1982).
E. kamerunicus didatangkan dari negara
Kamerun (Afrika) pada tahun 1983 dan
dilepas pertama kali di kebun percobaan
kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatera Utara
(Lubis 1992). Serangga penyerbuk ini
kemudian menyebar dan berperan penting
dalam proses penyerbukan tanaman kelapa
sawit di seluruh Indonesia, termasuk
perkebunan PTP Nusantara VIII Cimulang,
Bogor.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
dipelopori oleh Adrien Hallet, seorang
berkebangsaan

Belgia,
yang
telah
mempunyai pengalaman menanam kelapa
sawit di Afrika. Pada tahun 1957-1958
perusahaaan-perusahaan Belanda yang ada
di
Indonesia,
termasuk
perkebunan,
mengalami proses nasionalisasi sehingga
menjadi perusahaan milik Negara, yang kini
disebut Perseroan Terbatas Perkebunan
Negara (PTPN) (Lubis 1992). Permintaan
akan minyak sawit dari dalam maupun luar
negeri mendorong pengusaha perkebunan
untuk melakukan pemeliharaan yang intensif
pada pertanaman kelapa sawit (Risza 1994).
Menurut Coley (1976), ada tiga jenis
kelapa sawit, yaitu Elaeis guineeensis Jacq

(ditanam di Indonesia, berasal dari Afrika),
E. melanocca, dan E. odora (Barcella
odora). Ada beberapa varietas tanaman
kelapa sawit yang telah dikenal seperti dura,

pisifera, tenera, dan diwikka-wakka (Fauzi
2006).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
berasal dari Afrika Barat. Spesies palm
tropika ini bnyak ditanam di kawasan garis
khatulistiwa. Pohon kelapa sawit tumbuh
tegak dapat mencapai 15-20 m (Hartley
1977). Kelapa sawit termasuk ke dalam
Angiospermae, famili Arecaceae, dan genus
Elaeis.
Kelapa
sawit
adalah
tanaman
monoecious, yaitu bunga jantan dan betina

ditemukan dalam satu tanaman. Bunga
jantan dan betina matang (anthesis) pada
waktu yang berbeda atau sangat jarang
terjadi
bersamaan
(Hartley
1977).
Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan
angin atau serangga, tetapi biasanya kurang
efektif sehingga jumlah buah yang
dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap
tandannya. Oleh karena itu, untuk
memperoleh tandan-tandan dengan jumlah
buah yang optimal, penyerbukan dapat
dibantu melalui penyerbukan bantuan
(assisted pollination). Penyerbukan kelapa
sawit paling efektif menggunakan E.
kamerunicus, yang bersifat spesifik dan
beradaptasi baik pada musim basah maupun
kering (Setyamidjaja 2006).

Nilai fruit set kelapa sawit yang baik
adalah diatas 75 persen dan untuk mencapai
nilai tersebut diperlukan jumlah E.
kamerunicus sekitar 20.000 individu/ha
(Hutauruk & Syukur 1985). Penyerbukan
oleh E. kamerunicus pada tanaman kelapa
sawit dapat meningkatan hasil buah segar
per tandan, peningkatan berat tandan, dan
peningkatan tandan yang diproduksi. Berat
tandan rata-rata mengalami peningkatan dari
14.1 kg menjadi 28.6 kg, hasil buah segar
per tandan mengalami kenaikan sekitar 12
persen, dan biji meningkat dari 4.4 persen
menjadi 6.2 persen (Chan et al. 1987).
Perubahan ukuran populasi kumbang E.
kamerunicus berpengaruh terhadap produksi
dan fruit set kelapa sawit. Pada saat populasi
E. kamerunicus tinggi, maka diduga fruit set
juga tinggi. Sebaliknya, jika populasi E.
kamerunicus rendah, diduga fruit set juga

rendah (Harun & Noor 2002). Oleh
karenanya, perlu dilakukan pengamatan
populasi E. kamerunicus di lapangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi naik
turunnya ukuran populasi.
Penelitian
tentang
populasi
E.
kamerunicus
telah
dilakukan
oleh
Kurniawan (2010) di Banten, Mandiri

 
 

 


2

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan
Tengah.
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari populasi E. kamerunicus di
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cimulang, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII
Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan
sampel kumbang dan pengamatan morfologi
kumbang
dilakukan

di
Bagian
Biosistematika dan Ekologi Hewan,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus
Pengukuran populasi kumbang dilakukan
dengan mengambil 9 spikelet per tandan,
yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga
jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun,
varietas SPO573B, yang sedang anthesis
dengan metode stratified random sampling
(Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan
diketahui dengan menghitung jumlah
kumbang per spikelet dan jumlah spikelet
per tandan. Pengukuran populasi dilakukan
5 pohon per blok. Lokasi pengambilan

sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19,
20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan
populasi kumbang dilakukan pada bulan
Juli, Oktober, dan November. Pengukuran
data lingkungan meliputi suhu udara,
kelembaban udara, intensitas cahaya, dan
curah hujan, dilakukan untuk mendukung
data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah kumbang
E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah
gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter,
thermometer, hygrometer, mikroskop stereo,
dan kamera.
Metode
Pengamatan Morfologi dan Penghitungan
Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus
Pengamatan morfologi kumbang jantan
dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri
khusus yang terdapat pada kumbang jantan
dan betina, serta ciri-ciri lainnya.
Penghitungan rasio seks kumbang dihitung
pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu
sampel kumbang dari satu pohon per blok.
Penentuan rasio seks kumbang dilakukan
dengan menghitung jumlah individu
kumbang betina dan kumbang jantan dengan
bantuan mikroskop stereo dan counter.

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang
pada bunga jantan kelapa sawit.
Analisis data
Data populasi kumbang pada setiap
waktu pengambilan, disajikan dalam grafik
batang. Hubungan antara jumlah kumbang
dan faktor lingkungan, dianalisis dengan
scatter plot, korelasi Pearson dan regresi,
dan penghitungan nilai p, dengan software
SigmaPlot versi 11.0.
HASIL
Morfologi dan Populasi Kumbang E.
kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit
Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang
sayap, yaitu sepasang sayap depan yang
tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang
tipis (membranous). Kumbang jantan dan
betina memiliki beberapa perbedaan,
diantaranya betina memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil (2-3 mm), moncong

 

 

2

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan
Tengah.
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari populasi E. kamerunicus di
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cimulang, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII
Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan
sampel kumbang dan pengamatan morfologi
kumbang
dilakukan
di
Bagian
Biosistematika dan Ekologi Hewan,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus
Pengukuran populasi kumbang dilakukan
dengan mengambil 9 spikelet per tandan,
yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga
jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun,
varietas SPO573B, yang sedang anthesis
dengan metode stratified random sampling
(Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan
diketahui dengan menghitung jumlah
kumbang per spikelet dan jumlah spikelet
per tandan. Pengukuran populasi dilakukan
5 pohon per blok. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19,
20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan
populasi kumbang dilakukan pada bulan
Juli, Oktober, dan November. Pengukuran
data lingkungan meliputi suhu udara,
kelembaban udara, intensitas cahaya, dan
curah hujan, dilakukan untuk mendukung
data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah kumbang
E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah
gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter,
thermometer, hygrometer, mikroskop stereo,
dan kamera.
Metode
Pengamatan Morfologi dan Penghitungan
Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus
Pengamatan morfologi kumbang jantan
dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri
khusus yang terdapat pada kumbang jantan
dan betina, serta ciri-ciri lainnya.
Penghitungan rasio seks kumbang dihitung
pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu
sampel kumbang dari satu pohon per blok.
Penentuan rasio seks kumbang dilakukan
dengan menghitung jumlah individu
kumbang betina dan kumbang jantan dengan
bantuan mikroskop stereo dan counter.

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang
pada bunga jantan kelapa sawit.
Analisis data
Data populasi kumbang pada setiap
waktu pengambilan, disajikan dalam grafik
batang. Hubungan antara jumlah kumbang
dan faktor lingkungan, dianalisis dengan
scatter plot, korelasi Pearson dan regresi,
dan penghitungan nilai p, dengan software
SigmaPlot versi 11.0.
HASIL
Morfologi dan Populasi Kumbang E.
kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit
Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang
sayap, yaitu sepasang sayap depan yang
tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang
tipis (membranous). Kumbang jantan dan
betina memiliki beberapa perbedaan,
diantaranya betina memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil (2-3 mm), moncong

 

3

panjang, dan terdapat rambut-rambut halus.
Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih
panjang (3-4 mm), moncong lebih pendek,
terdapat rambut-rambut halus yang lebih
banyak di bagian abdomen dari kumbang
betina, dan terdapat tonjolan di pangkal
elytra (Gambar 3). Rasio kumbang betina
dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa
sawit pada bulan Juli, Oktober, dan
November adalah 4:1.
Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan
kelapa sawit pada bulan Juli,
Oktober, dan November 2010.
Garis
bar
pada
grafik
menunjukkan standar error.

i

Jumlah spikelet per tandan ditemukan
lebih tinggi pada bulan Juli, yaitu 116
spikelet/tandan dan jumlah spikelet relatif
sama pada bulan lain (Gambar 5).

(a)
ii

iii

i

(b)
Gambar 3 Kumbang
E.
kamerunicus
betina (a), moncong (i), tonjolan
elytra (ii), bulu-bulu halus (iii),
kumbang E. kamerunicus jantan
(b).
Populasi kumbang di kebun kelapa sawit
milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor pada
bulan November (3.598 individu/tandan)
lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober
(1.400 individu/tandan) dan Juli (2.143
individu/tandan) (Gambar 4).

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan
selama bulan Juli, Oktober, dan
November 2010. Garis bar pada
grafik menunjukkan standar
error
Curah hujan pada bulan Juli (158 mm)
lebih rendah dibandingkan dengan bulan
Oktober (246 mm) dan bulan November
(339 mm) (Gambar 6).

Gambar 6 Curah hujan selama bulan Juli,
Oktober, dan November 2010.
Garis
bar
pada
grafik
menunjukkan standar error.

 
 

 

4

Populasi
E.
kamerunicus
dalam
Kaitannya
dengan
Parameter
Lingkungan
Hasil pengukuran parameter lingkungan
di lokasi perkebunan, selama bulan Juli,
Oktober, dan November menunjukkan suhu
udara berkisar 30-31°C, kelembapan relatif
udara berkisar 64-74%, dan intensitas
cahaya berkisar 1100-5500 lux (Tabel 1).

Tabel 1 Parameter lingkungan di perkebunan selama bulan pengamatan populasi kumbang E.
kamerunicus
Bulan

Suhu (°C)

Parameter Lingkungan
Kelembapan (%)

31,19
67,8
(30,92-31,46)
(66,48-69,12)
31,48
72,83
Oktober
(30,13-31,83)
(71,12-74,54)
31
66,3
November
(30,76-31,24)
(64,84-67,76)
Ket: Angka berupa rata-rata dan kisaran minimum-maksimum
Juli

Intensitas Cahaya (lux)
3781
(1768-5549)
1449
(1150-1748)
3031
(2548-3478)

Hasil pengamatan selama bulan Juli,
Oktober, dan November, kumbang E.
kamerunicus banyak ditemukan pada kisaran
suhu udara 30-33°C, kelembapan relatif 6274%, dan intensitas cahaya 1000-4500 lux
(Gambar 7 a, b, c).

(a)

(b)

(c)
Gambar 7 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan suhu udara (a), kelembapan
relatif (b), dan intensitas cahaya (c).

 

5

Populasi kumbang per tandan berkorelasi
positif dengan curah hujan (y = 8,187x +
352,7 dan r2 = 0,439) (Gambar 8).

Hasil uji korelasi Pearson dan uji
signifikansi data lingkungan pada areal
kelapa sawit menunjukkan bahwa suhu
udara, kelembapan relatif, intensitas, cahaya,
curah hujan, dan jumlah spikelet per tandan,
tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap populasi kumbang per tandan.
Jumlah spikelet per tandan memiliki
pengaruh yang cukup besar (p = 0,0622)
terhadap populasi kumbang. Nilai korelasi
curah hujan dengan populasi kumbang
paling tinggi (r = 0,663) dibandingkan
dengan parameter lingkungan lain (Tabel 2).

Gambar 8 Hubungan antara
populasi
kumbang per tandan dengan
curah hujan.

Tabel 2 Korelasi Pearson (r) dan nilai p antara populasi kumbang per tandan dengan jumlah
spikelet per tandan dan parameter lingkungan.
Parameter
Suhu Udara
Kelembaban Relatif
Intensitas Cahaya
Jumlah Spikelet per Tandan
Curah Hujan

Populasi Kumbang per Tandan
Korelasi Pearson (r)
r2
0,188
0,035
0,0238
0,0006
0.113
0,012
0,280
0,078
0,663
0,439

PEMBAHASAN
Kumbang E. kamerunicus memiliki ciriciri morfologi, yaitu bentuk elips
memanjang, agak ramping, tepian prothorax
yang tajam. E. kamerunicus berwarna hitam,
berwarna
agak
kekuningan
hingga
kemerahan. Elytra memiliki seta emas
(O’Brien 1986) dan tungkai tiga pasang
yang terletak pada bagian toraks. Kumbang
ini memiliki moncong dan bagian mulut
terdapat di ujung mocong. Kumbang ini
disebut kumbang moncong (weevil).
Populasi kumbang di Cimulang, Bogor
ditemukan tinggi pada bulan November
(3.598 individu/tandan) dan rendah pada
bulan Oktober (1.400 individu/tandan)
(Gambar 4). Berdasarkan penelitian
sebelumnya, Wibowo (2010) melaporkan
populasi kumbang di Kalimantan Tengah
pada bulan Mei, Juli, dan Oktober 2009
masing-masing sebanyak 25.000, 35.000,
dan 46.000. Wibowo (2010) menduga
tingginya populasi kumbang di bulan
Oktober 2009 berkaitan dengan tingginya

Nilai Signifikansi (p)
0,216
0,877
0,460
0,0622
0,539

sumberdaya polen (serbuk sari) yang
ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet
per tandan pada bulan tersebut. Polen terdiri
dari 15-30% protein, lemak, vitamin dan
unsur penting lainnya (Schoonhoven & van
Loon 1998). Berdasarkan pengukuran,
populasi kumbang pada bulan Juli dan
November cukup untuk penyerbukan
minimum tanaman kelapa sawit. Menurut
Syed & Salleh (1987), dibutuhkan 1500
kumbang E. kamerunicus dewasa untuk
dapat menyerbuki bunga betina hingga
mencapai tingkat polinasi minimum yang
dapat diterima atau sekitar 50 persen hasil
buah.
Pada bulan Juli, Oktober, dan November,
jumlah spikelet ditemukan relatif sama.
Jumlah spikelet per tandan pada bulan
Oktober (107 spikelet) lebih sedikit
dibandingkan dengan spikelet pada bulan
Juli (116 spikelet), November (115 spikelet)
(Gambar 5). Hubungan antara jumlah
spikelet per tandan dengan populasi
kumbang memiliki nilai korelasi 0,280 dan p
= 0,0622 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan

 
 

 

jumlah spikelet per tandan dan populasi
kumbang per tandan berkorelasi positif,
walaupun secara statistik tidak signifikan.
Mandiri (2010) dan Wibowo (2010)
melaporkan bahwa jumlah spikelet per
tandan memiliki korelasi positif terhadap
populasi kumbang E. kamerunicus.
Populasi kumbang dapat dipengaruhi
oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik
yang diukur dalam penelitian ini adalah
curah hujan, suhu udara, kelembapan relatif,
dan intensitas cahaya. Curah hujan pada
bulan November (339 mm) lebih tinggi
dibandingkan bulan Juli dan Oktober
(Gambar 6). Dhellepan dan Nampoothiri
(1989) menyatakan E. kamerunicus dapat
bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih
aktif pada saat kering. Curah hujan bulan
Oktober (246 mm) lebih tinggi dibandingkan
dengan bulan Juli (158 mm) (Gambar 6).
Hasil uji korelasi Pearson, menunjukkan
hubungan positif antara curah hujan dengan
populasi kumbang per tandan meskipun
tidak signifikan (r = 0,663, p = 0,539) (Tabel
2). Kurniawan (2010) menyatakan curah
hujan kemungkinan berpengaruh terhadap
penurunan
populasi
kumbang.
Di
Kalimantan Tengah, bulan Oktober (140
mm), curah hujan yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap ukuran bunga
(tandan). Berdasarkan data yang diperoleh,
curah hujan memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap populasi kumbang per tandan
dibandingkan parameter lingkungan lainnya.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi
yang lebih tinggi (r = 0,663, r2 = 0,439, y =
8,187x + 352,7) (Gambar 8, Tabel 2). Moura
et al. (2008) melaporkan bahwa populasi
kumbang E. kamerunicus di Brazil
dipengaruhi oleh curah hujan dan suhu
udara.
Pengukuran suhu udara terhadap
populasi kumbang tertinggi terdapat pada
kisaran suhu 30-33°C (rata-rata suhu
31,22°C) (Gambar 7a). Wibowo (2010)
melaporkan bahwa kumbang E. kamerunicus
banyak ditemukan pada suhu 32-36°C. Pada
suhu 30°C, koloni lebah dapat beraktivas
dan berkembang dengan baik (Barth 1991).
Pada kisaran suhu tersebut, kumbang E.
kamerunicus juga beraktivitas secara
optimum dalam mencari pakan. Suhu
merupakan salah satu komponen relung
yang mempengaruhi distribusi serangga
(Young
1982),
serta
pertumbuhan,
perkembangan dan aktivitas serangga
(Speigh et al. 1999). Dalam penelitian ini,
suhu udara tidak berpengaruh secara

6

signifikan terhadap populasi kumbang per
tandan (r = 0,188, p = 0,216) (Tabel 2).
Pengukuran kelembapan relatif udara di
lokasi perkebunan berkisar 62-74% (ratarata 68,98%) (Gambar 7b). Mandiri (2010)
melaporkan populasi kumbang ditemukan
tinggi pada kisaran 70-80%. Menurut
Sastrodiharjo (1984), kelembapan udara
memiliki dampak secara tidak langsung
terhadap kehidupan populasi serangga.
Kelembapan relatif udara tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap jumlah kumbang
per tandan (r = 0,0238, p = 0,877) (Tabel 2).
Dhileepan (1994) melaporkan di India
bahwa kelembaban relatif udara memiliki
korelasi positif dengan populasi E.
kamerunicus.
Pengukuran intensitas cahaya di lokasi
perkebunan berkisar antara 900-4500 lux
(rata-rata 2753 lux) (Gambar 7c). Mandiri
(2010)
melaporkan
bahwa
populasi
kumbang tinggi pada kisaran 600-5000 lux.
Variasi intensitas cahaya berhubungan
dengan waktu pengukuran (pagi atau siang).
Sinar matahari merupakan faktor penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kumbang biasanya beraktivitas
pada pagi hari (Labarca et al. 2007).
Hubungan antara intensitas cahaya dengan
populasi kumbang per tandan memiliki nilai
korelasi 0,133 dan p = 0,460 (Tabel 2). Hal
ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya
tidak berkorelasi secara signifikan terhadap
populasi kumbang per tandan.
Disamping faktor abiotik, populasi
kumbang juga dipengaruhi faktor biotik.
Faktor biotik yang mempengaruhi populasi
kumbang diantaranya adalah predator,
parasitoid, dan penyakit. Predator yang
menyerang larva dan pupa E. kamerunicus
adalah tikus. Cacing parasit yang
menyerang kumbang E. kamerunicus, yaitu
Cylindrocorpus inevectus (Poinar et al.
2003),
dan
nematoda
Elaeolenchus
parthenonema (Poinar et al. 2002).
Rasio seks kumbang E. kamerunicus
betina dan jantan di bunga jantan kelapa
sawit pada bulan Juli, Oktober, dan
November masing-masing 4:1, 3:1, dan 7:1
dengan rata-rata 4:1. Kumbang betina lebih
dominan pada bunga jantan kelapa sawit
dibandingkan kumbang jantan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh jumlah imago
kumbang betina yang mampu bertahan
hidup cukup tinggi sehingga mengalami
peningkatan populasi yang lebih banyak di
masa mendatang. Selain itu, siklus hidup
betina lebih lama, yaitu berkisar 14-25 hari

 

7

dibandingkan dengan lama hidup imago
jantan, yaitu 10-20 hari (Sholehana 2010)
dengan nisbah kelamin betina/jantan 7:5
(Novalia 2010). Populasi kumbang betina di
perkebunan akan semakin meningkat di
masa mendatang.
SIMPULAN
Populasi
E.
kamerunicus
pada
perkebunan kelapa sawit di PTPN VIII
Cimulang, Bogor ditemukan tinggi pada
bulan November dibandingkan bulan Juli
dan Oktober. Populasi kumbang di kebun
cukup untuk penyerbukan minimum.
Populasi kumbang yang tinggi terjadi pada
saat curah hujan tinggi. Kumbang E.
kamerunicus betina di kebun 4 kali lebih
banyak dibandingkan kumbang jantan.
DAFTAR PUSTAKA
Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The
Biology of Partnership. New Jersey:
Princetin Univ Pr.
Chan KW, Yong YY, Ahmad A, Goh KHM.
1987. Comparison of the yield, bunch
and oil characteristics and their
heretabilities before and after the
introduction of pollinating weevils
(E. kamerunicus) in the oil palm (E.
guineensis) in Malaysia. Inter. Oil
Palm/Palm Oil Conf.-Progress and
Prospects. June 23-26, 1987. Kuala
Lumpur, Malaysia.
Dheleepan
K,
Nampoothiri.
1989.
Pollination potential of introduced
weevil, Elaeidobius kamerunicus in
oil
palm
(Elaeis
guineensis)
plantation. J. Agr Sci 59:517-521.
Dhileepan K. 1994. Variation in populations
of the introduced pollinating weevil
(Elaeidobius
kamerunicus)
(Coleoptera: Curculionidae) and its
impact on fruit set of oil palm (Elaeis
guineensis) in India. Bull Entomol
Res 84: 477-485.
Fauzi Y, Widyastuti YE, Iman S, Hartono R.
2006. Kelapa Sawit: Budidaya,
Pemanfaatan Hasil dan Limbah,
Analisis Usaha dan Pemasaran.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. London :
Longmans Group Ltd.
Harun MH, Noor MRMD. 2002. Fruit Set
and Oil Palm Bunch Components. J.
Oil Palm Res 14:24-33.

Hutauruk CH, Syukur S. 1985. Seangga
Penyerbuk Kelapa Sawit di Cote
d’Ivore, Benin dan Republic du
Cameroun Afrika Barat. Bull Pusat
Penelitian Marihat 5: 29-42.
Kurniawan Y. 2010. Demografi dan
Populasi
Kumbang
Elaeidobius
kamerunicus Faust (Coleoptera:
Curculionidae) sebagai Penyerbuk
Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq).
[Tesis].
Bogor:
Program
Pascasarjana,
Institut
Pertanian
Bogor.
Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007.
Relationship Between Inflorescences,
Climate and the Pollinating in Oil
Palm (Elaeis guineensis Jacquin)
Plantation Located in South Lake of
Maracaibo, Zulia State. Rev. Fac.
Agron. (LUZ). 24:303-320.
Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq) di Indonesia. Bandar
Kuala, Sumatera Utara: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Marihat.
Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang
Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus
Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis
guinensis Jacq) Umur Enam Tahun.
[Skripsi].
Bogor:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Moura JIL et al. 2008. Pollination of Oil
Palm by Weevil in Southern Bahia,
Brazil. Agropec 3: 289-294.
Novalia M. 2010. Demografi dan
Perbanyakan Kumbang Elaeidobius
kamerunicus Sebagai Penyerbuk
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq). [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matenatika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First
Record in United States and South
America of the African Oil Palm
Weevils, Elaeidobius subvittatus
(Faust) and Elaeidobius kamerunicus
(Faust) (Coleoptera:Curculionidae).
Entomol Circ : 284.
Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid
MB.
2002.
Elaeolenchus
parthenonema n. g., n. sp.
(Nematoda:
Sphaerularioidea:
Anandranematidae n. fam.) parasitic
in the palm-pollinating weevil
Elaeidobius kamerunicus Faust, with
a phylogenetic synopsis of the
Sphaerularioidae Lubbock, 1981. Syst
Parasitol 52: 219-225.

 
 

 

1

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 

1

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 

2

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 

3

ABSTRAK
ENGGAR RENO HARUMI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust
pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Cimulang,
Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.
Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) adalah
polinator pada tanaman kelapa sawit, yang telah digunakan di Indonesia sejak
tahun 1983. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi kumbang E.
kamerunicus dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Populasi
kumbang diamati pada bunga jantan kelapa sawit dengan metode stratified
random sampling pada bulan Juli, October, dan November 2010. Hubungan
antara faktor-faktor lingkungan dan populasi kumbang dianalisis dengan korelasi
Pearson, menggunakan software SigmaPlot versi 11.0. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa populasi kumbang pada bulan November lebih tinggi
dibandingkan pada bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang dipengaruhi oleh
curah hujan dan jumlah spikelet per tandan.

ABSTRACT
ENGGAR RENO HARUMI. Population of Weevil Elaeidobius kamerunicus
Faust on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in PTPN VIII Cimulang, Bogor.
Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) is a weevil pollinator
of oil palm which used in Indonesia since 1983. The aim of the research were to
study the population of weevil and the environmental factors that affected the
population of weevil. Weevil populations were observed in male flower of oil
palm by stratified random sampling in July, October, and November. Relationship
between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson’s
correlation using SigmaPlot software version 11.0. Results showed that
population of the weevil in November was higher than that in July and October.
The population of weevil was affected by number of spikelet per bunch and rain
fall.

 
 

 

4

Judul : Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PTPN VIII Cimulang, Bogor
Nama : Enggar Reno Harumi
NRP : G34062712

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Tri Atmowidi, M. Si.
NIP 196708271993031003

Yana Kurniawan, M. Si.
NIP 197810082003121001

Mengetahui:
Ketua Departemen Biologi,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si.
NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus:

 

5

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya ilmiah
ini. Penelitian karya ilmiah yang berjudul “Populasi Kumbang (Elaeidobius
kamerunicus Faust) pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di
PTPN VIII Cimulang, Bogor” dilaksanakan pada bulan Juli hingga November
2010. Penelitian ini merupakan salah satu syarat penulisan skripsi sebagai tugas
akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tri Atmowidi, M. Si. dan Yana
Kurniawan, M. Si. yang telah membimbing penulis dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
di PTPN VIII Kebun Cimulang, Bogor atas bantuan selama penelitian. Terima
kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kakak, dan seluruh keluarga besar
atas dukungan, doa, serta bantuan dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Iqbal Kusnandarsyah, Fani Alfi Yanti,
Kak Ednan, Kak Amin, Kak Tedy, Kak Dedi, dan Dara atas bantuan dan
kerjasama dalam penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga
kepada seluruh rekan-rekan Biologi 43, Asri, Indah, Risti, Vina, dan Dimas
Febriatmoko atas bantuan, dukungan, dan tawa yang selalu ada, serta seluruh
rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungannya
selama ini.
Penulis juga berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.

Bogor, Februari 2011

Enggar Reno Harumi

 
 

 

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1988, dari Ayah M.
Khumaedi dan Ibu Yohanah Lombogia. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SDN Harapan Jaya III, lulus pada tahun
2000 kemudian melanjutkan ke SLTPN 5 Bekasi, lulus tahun 2003. Tahun 2006
penulis lulus dari SMAN 4 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB
melalui jalur SPMB dan setahun berikutnya penulis diterima di Mayor Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Minor Manajemen
Fungsional.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Biologi Dasar pada semester genap tahun ajaran 2010/2011 dan menjadi anggota
BPH (Badan Pengawas Himabio) pada tahun 2008/2009.

 

7

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………………………….…………..… vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………......… viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. viii
PENDAHULUAN …………………………………………………………..… 1
Latar Belakang …………………………………………………………..… 1
Tujuan Penelitian …………………………………………..………………. 2
BAHAN DAN METODE ……………………………………………………... 2
Waktu dan Tempat ………………………………………………………… 2
Alat dan Bahan ……………………………………...…………………… 2
Metode …………………………………………………………………….. 2
HASIL………………………………………………………………………….. 2
Morfologi dan Populasi Kumbang E. kamerunicus di Perkebunan
Kelapa Sawit ………………………………………………………………. 2
Populasi E. kamerunicus dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan… 4
PEMBAHASAN ………………………………………………………………... 5
SIMPULAN ……………………………………………………………….……. 7
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..… 7
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 10

 
 

 

8

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Parameter lingkungan selama bulan pengamatan populasi
kumbang E. kamerunicus.…………………………………………
2 Korelasi Pearson (r) dan nilai p antara populasi kumbang per
tandan dengan jumlah spikelet per tandan dan parameter
lingkungan …………………………………………………….

4

5

DAFTAR GAMBAR

1 Perkebunan Kelapa Sawit ................................................................
2 Pengambilan sampel kumbang pada spikelet bunga jantan ……….
3 Kumbang E. kamerunicus betina (a) dan Kumbang E. kamerunicus
jantan (b) …………………………………………………...……....
4 Jumlah kumbang per tandan kelapa sawit pada bulan Juli,
Oktober, dan November 2010 ……………………….…………….
5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Juli, Oktober, dan
November 2010 …………………………………………………....
6 Curah hujan selama bulan Juli, Oktober, dan November 2010 ........
7 Hubungan antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu udara
(a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c) ......................
8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah
hujan ……………………………………………………………….

Halaman
2
2
3
3
3
3
4
5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang,
Bogor ................................................................................................

10

 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Elaeidobius
kamerunicus
Faust
merupakan kumbang moncong (weevil),
yang termasuk dalam ordo Coleoptera dan
famili
Curculionidae.
Kumbang
ini
berukuran kecil (panjang +4 mm dan lebar
+1,5 mm) dan berwarna cokat kehitaman
(Syed et al. 1982). Kumbang ini mengalami
metamorfosis sempurna (holometabola),
yakni siklus hidupnya terdiri dari telur-larvapupa-imago. E. kamerunicus memiliki peran
dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit.
Penyerbukan terjadi karena kumbang ini
tertarik dengan aroma bunga jantan,
kemudian mendekati, dan saat hinggap di
bunga jantan, serbuk sari akan melekat di
tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina
yang mekar (reseptif), serbuk sari akan
terlepas dari kumbang dan menyerbuki
bunga betina (Risza 1994, Setyamidjaja
2006). Selain itu, kumbang ini tidak
berbahaya dan tidak mengganggu tanaman
lain, karena kumbang ini hanya dapat makan
dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa
sawit (Syed et al. 1982).
E. kamerunicus didatangkan dari negara
Kamerun (Afrika) pada tahun 1983 dan
dilepas pertama kali di kebun percobaan
kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatera Utara
(Lubis 1992). Serangga penyerbuk ini
kemudian menyebar dan berperan penting
dalam proses penyerbukan tanaman kelapa
sawit di seluruh Indonesia, termasuk
perkebunan PTP Nusantara VIII Cimulang,
Bogor.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
dipelopori oleh Adrien Hallet, seorang
berkebangsaan
Belgia,
yang
telah
mempunyai pengalaman menanam kelapa
sawit di Afrika. Pada tahun 1957-1958
perusahaaan-perusahaan Belanda yang ada
di
Indonesia,
termasuk
perkebunan,
mengalami proses nasionalisasi sehingga
menjadi perusahaan milik Negara, yang kini
disebut Perseroan Terbatas Perkebunan
Negara (PTPN) (Lubis 1992). Permintaan
akan minyak sawit dari dalam maupun luar
negeri mendorong pengusaha perkebunan
untuk melakukan pemeliharaan yang intensif
pada pertanaman kelapa sawit (Risza 1994).
Menurut Coley (1976), ada tiga jenis
kelapa sawit, yaitu Elaeis guineeensis Jacq
(ditanam di Indonesia, berasal dari Afrika),
E. melanocca, dan E. odora (Barcella
odora). Ada beberapa varietas tanaman
kelapa sawit yang telah dikenal seperti dura,

pisifera, tenera, dan diwikka-wakka (Fauzi
2006).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
berasal dari Afrika Barat. Spesies palm
tropika ini bnyak ditanam di kawasan garis
khatulistiwa. Pohon kelapa sawit tumbuh
tegak dapat mencapai 15-20 m (Hartley
1977). Kelapa sawit termasuk ke dalam
Angiospermae, famili Arecaceae, dan genus
Elaeis.
Kelapa
sawit
adalah
tanaman
monoecious, yaitu bunga jantan dan betina
ditemukan dalam satu tanaman. Bunga
jantan dan betina matang (anthesis) pada
waktu yang berbeda atau sangat jarang
terjadi
bersamaan
(Hartley
1977).
Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan
angin atau serangga, tetapi biasanya kurang
efektif sehingga jumlah buah yang
dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap
tandannya. Oleh karena itu, untuk
memperoleh tandan-tandan dengan jumlah
buah yang optimal, penyerbukan dapat
dibantu melalui penyerbukan bantuan
(assisted pollination). Penyerbukan kelapa
sawit paling efektif menggunakan E.
kamerunicus, yang bersifat spesifik dan
beradaptasi baik pada musim basah maupun
kering (Setyamidjaja 2006).
Nilai fruit set kelapa sawit yang baik
adalah diatas 75 persen dan untuk mencapai
nilai tersebut diperlukan jumlah E.
kamerunicus sekitar 20.000 individu/ha
(Hutauruk & Syukur 1985). Penyerbukan
oleh E. kamerunicus pada tanaman kelapa
sawit dapat meningkatan hasil buah segar
per tandan, peningkatan berat tandan, dan
peningkatan tandan yang diproduksi. Berat
tandan rata-rata mengalami peningkatan dari
14.1 kg menjadi 28.6 kg, hasil buah segar
per tandan mengalami kenaikan sekitar 12
persen, dan biji meningkat dari 4.4 persen
menjadi 6.2 persen (Chan et al. 1987).
Perubahan ukuran populasi kumbang E.
kamerunicus berpengaruh terhadap produksi
dan fruit set kelapa sawit. Pada saat populasi
E. kamerunicus tinggi, maka diduga fruit set
juga tinggi. Sebaliknya, jika populasi E.
kamerunicus rendah, diduga fruit set juga
rendah (Harun & Noor 2002). Oleh
karenanya, perlu dilakukan pengamatan
populasi E. kamerunicus di lapangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi naik
turunnya ukuran populasi.
Penelitian
tentang
populasi
E.
kamerunicus
telah
dilakukan
oleh
Kurniawan (2010) di Banten, Mandiri

 
 

 

2

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan
Tengah.
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari populasi E. kamerunicus di
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,
Cimulang, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII
Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan
sampel kumbang dan pengamatan morfologi
kumbang
dilakukan
di
Bagian
Biosistematika dan Ekologi Hewan,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus
Pengukuran populasi kumbang dilakukan
dengan mengambil 9 spikelet per tandan,
yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian
pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga
jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun,
varietas SPO573B, yang sedang anthesis
dengan metode stratified random sampling
(Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan
diketahui dengan menghitung jumlah
kumbang per spikelet dan jumlah spikelet
per tandan. Pengukuran populasi dilakukan
5 pohon per blok. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19,
20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan
populasi kumbang dilakukan pada bulan
Juli, Oktober, dan November. Pengukuran
data lingkungan meliputi suhu udara,
kelembaban udara, intensitas cahaya, dan
curah hujan, dilakukan untuk mendukung
data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah kumbang
E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah
gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter,
thermometer, hygrometer, mikroskop stereo,
dan kamera.
Metode
Pengamatan Morfologi dan Penghitungan
Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus
Pengamatan morfologi kumbang jantan
dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri
khusus yang terdapat pada kumbang jantan
dan betina, serta ciri-ciri lainnya.
Penghitungan rasio seks kumbang dihitung
pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu
sampel kumbang dari satu pohon per blok.
Penentuan rasio seks kumbang dilakukan
dengan menghitung jumlah individu
kumbang betina dan kumbang jantan dengan
bantuan mikroskop stereo dan counter.

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang
pada bunga jantan kelapa sawit.
Analisis data
Data populasi kumbang pada setiap
waktu pengambilan, disajikan dalam grafik
batang. Hubungan antara jumlah kumbang
dan faktor lingkungan, dianalisis dengan
scatter plot, korelasi Pearson dan regresi,
dan penghitungan nilai p, dengan software
SigmaPlot versi 11.0.
HASIL
Morfologi dan Populasi Kumbang E.
kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit
Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang
sayap, yaitu sepasang sayap depan yang
tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang
tipis (membranous). Kumbang jantan dan
betina memiliki beberapa perbedaan,
diantaranya betina memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil (2-3 mm), moncong

 

3

panjang, dan terdapat rambut-rambut halus.
Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih
panjang (3-4 mm), moncong lebih pendek,
terdapat rambut-rambut halus yang lebih
banyak di bagian abdomen dari kumbang
betina, dan terdapat tonjolan di pangkal
elytra (Gambar 3). Rasio kumbang betina
dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa
sawit pada bulan Juli, Oktober, dan
November adalah 4:1.
Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan
kelapa sawit pada bulan Juli,
Oktober, dan November 2010.
Garis
bar
pada
grafik
menunjukkan standar error.

i

Jumlah spikelet per tandan ditemukan
lebih tinggi pada bulan Juli, yaitu 116
spikelet/tandan dan jumlah spikelet relatif
sama pada bulan lain (Gambar 5).

(a)
ii

iii

i

(b)
Gambar 3 Kumbang
E.
kamerunicus
betina (a), moncong (i), tonjolan
elytra (ii), bulu-bulu halus (iii),
kumbang E. kamerunicus jantan
(b).
Populasi kumbang di kebun kelapa sawit
milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor pada
bulan November (3.598 individu/tandan)
lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober
(1.400 individu/tandan) dan Juli (2.143
individu/tandan) (Gambar 4).

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan
selama bulan Juli, Oktober, dan
November 2010. Garis bar pada
grafik menunjukkan standar
error
Curah hujan pada bulan Juli (158 mm)
lebih rendah dibandingkan dengan bulan
Oktober (246 mm) dan bulan November
(339 mm) (Gambar 6).

Gambar 6 Curah hujan selama bulan Juli,
Oktober, dan November 2010.
Garis
bar
pada
grafik
menunjukkan standar error.

 
 

 

4

Populasi
E.
kamerunicus
dalam
Kaitannya
dengan
Parameter
Lingkungan
Hasil pengukuran parameter lingkungan
di lokasi perkebunan, selama bulan Juli,
Oktober, dan November menunjukkan suhu
udara berkisar 30-31°C, kelembapan relatif
udara berkisar 64-74%, dan intensitas
cahaya berkisar 1100-5500 lux (Tabel 1).

Tabel 1 Parameter lingkungan di perkebunan selama bulan pengamatan populasi kumbang E.
kamerunicus
Bulan

Suhu (°C)

Parameter Lingkungan
Kelembapan (%)

31,19
67,8
(30,92-31,46)
(66,48-69,12)
31,48
72,83
Oktober
(30,13-31,83)
(71,12-74,54)
31
66,3
November
(30,76-31,24)
(64,84-67,76)
Ket: Angka berupa rata-rata dan kisaran minimum-maksimum
Juli

Intensitas Cahaya (lux)
3781
(1768-5549)
1449
(1150-1748)
3031
(2548-3478)

Hasil pengamatan selama bulan Juli,
Oktober, dan November, kumbang E.
kamerunicus banyak ditemukan pada kisaran
suhu udara 30-33°C, kelembapan relatif 6274%, dan intensitas cahaya 1000-4500 lux
(Gambar 7 a, b, c).

(a)

(b)

(c)
Gambar 7 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan suhu udara (a), kelembapan
relatif (b), dan intensitas cahaya (c).

 

5

Populasi kumbang per tandan berkorelasi
positif dengan curah hujan (y = 8,187x +
352,7 dan r2 = 0,439) (Gambar 8).

Hasil uji korelasi Pearson dan uji
signifikansi data lingkungan pada areal
kelapa sawit menunjukkan bahwa suhu
udara, kelembapan relatif, intensitas, cahaya,
curah hujan, dan jumlah spikelet per tandan,
tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap populasi kumbang per tandan.
Jumlah spikelet per tandan memiliki
pengaruh yang cukup besar (p = 0,0622)
terhadap populasi kumbang. Nilai korelasi
curah hujan dengan populasi kumbang
paling tinggi (r = 0,663) dibandingkan
dengan parameter lingkungan lain (Tabel 2).

Gambar 8 Hubungan antara
populasi
kumbang per tandan dengan
curah hujan.

Tabel 2 Korelasi Pearson (r) dan nilai p antara populasi kumbang per tandan dengan jumlah
spikelet per tandan dan parameter lingkungan.
Parameter
Suhu Udara
Kelembaban Relatif
Intensitas Cahaya
Jumlah Spikelet per Tandan
Curah Hujan

Populasi Kumbang per Tandan
Korelasi Pearson (r)
r2
0,188
0,035
0,0238
0,0006
0.113
0,012
0,280
0,078
0,663
0,439

PEMBAHASAN
Kumbang E. kamerunicus memiliki ciriciri morfologi, yaitu bentuk elips
memanjang, agak ramping, tepian prothorax
yang tajam. E. kamerunicus berwarna hitam,
berwarna
agak
kekuningan
hingga
kemerahan. Elytra memiliki seta emas
(O’Brien 1986) dan tungkai tiga pasang
yang terletak pada bagian toraks. Kumbang
ini memiliki moncong dan bagian mulut
terdapat di ujung mocong. Kumbang ini
disebut kumbang moncong (weevil).
Populasi kumbang di Cimulang, Bogor
ditemukan tinggi pada bulan November
(3.598 individu/tandan) dan rendah pada
bulan Oktober (1.400 individu/tandan)
(Gambar 4). Berdasarkan penelitian
sebelumnya, Wibowo (2010) melaporkan
populasi kumbang di Kalimantan Tengah
pada bulan Mei, Juli, dan Oktober 2009
masing-masing sebanyak 25.000, 35.000,
dan 46.000. Wibowo (2010) menduga
tingginya populasi kumbang di bulan
Oktober 2009 berkaitan dengan tingginya

Nilai Signifikansi (p)
0,216
0,877
0,460
0,0622
0,539

sumberdaya polen (serbuk sari) yang
ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet
per tandan pada bulan tersebut. Polen terdiri
dari 15-30% protein, lemak, vitamin dan
unsur penting lainnya (Schoonhoven & van
Loon 1998). Berdasarkan pengukuran,
populasi kumbang pada bulan Juli dan
November cukup untuk penyerbukan
minimum tanaman kelapa sawit. Menurut
Syed & Salleh (1987), dibutuhkan 1500
kumbang E. kamerunicus dewasa untuk
dapat menyerbuki bunga betina hingga
mencapai tingkat polinasi minimum yang
dapat diterima atau sekitar 50 persen hasil
buah.
Pada bulan Juli, Oktober, dan November,
jumlah spikelet ditemukan relatif sama.
Jumlah spikelet per tandan pada bulan
Oktober (107 spikelet) lebih sedikit
dibandingkan dengan spikelet pada bulan
Juli (116 spikelet), November (115 spikelet)
(Gambar 5). Hubungan antara jumlah
spikelet per tandan dengan populasi
kumbang memiliki nilai korelasi 0,280 dan p
= 0,0622 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan

 
 

 

jumlah spikelet per tandan dan populasi
kumbang per tandan berkorelasi positif,
walaupun secara statistik tidak signifikan.
Mandiri (2010) dan Wibowo (2010)
melaporkan bahwa jumlah spikelet per
tandan memiliki korelasi positif terhadap
populasi kumbang E. kamerunicus.
Populasi kumbang dapat dipengaruhi
oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik
yang diukur dalam penelitian ini adalah
curah hujan, suhu udara, kelembapan relatif,
dan intensitas cahaya. Curah hujan pada
bulan November (339 mm) lebih tinggi
dibandingkan bulan Juli dan Oktober
(Gambar 6). Dhellepan dan Nampoothiri
(1989) menyatakan E. kamerunicus dapat
bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih
aktif pada saat kering. Curah hujan bulan
Oktober (246 mm) lebih tinggi dibandingkan
dengan bulan Juli (158 mm) (Gambar 6).
Hasil uji korelasi Pearson, menunjukkan
hubungan positif antara curah hujan dengan
populasi kumbang per tandan meskipun
tidak signifikan (r = 0,663, p = 0,539) (Tabel
2). Kurniawan (2010) menyatakan curah
hujan kemungkinan berpengaruh terhadap
penurunan
populasi
kumbang.
Di
Kalimantan Tengah, bulan Oktober (140
mm), curah hujan yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap ukuran bunga
(tandan). Berdasarkan data yang diperoleh,
curah hujan memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap populasi kumbang per tandan
dibandingkan parameter lingkungan lainnya.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi
yang lebih tinggi (r = 0,663, r2 = 0,439, y =
8,187x + 352,7) (Gambar 8, Tabel 2). Moura
et al. (2008) melaporkan bahwa populasi
kumbang E. kamerunicus di Brazil
dipengaruhi oleh curah hujan dan suhu
udara.
Pengukuran suhu udara terhadap
populasi kumbang tertinggi terdapat pada
kisaran suhu 30-33°C (rata-rata suhu
31,22°C) (Gambar 7a). Wibowo (2010)
melaporkan bahwa kumbang E. kamerunicus
banyak ditemukan pada suhu 32-36°C. Pada
suhu 30°C, koloni lebah dapat beraktivas
dan berkembang dengan baik (Barth 1991).
Pada kisaran suhu tersebut, kumbang E.
kamerunicus juga beraktivitas secara
optimum dalam mencari pakan. Suhu
merupakan salah satu komponen relung
yang mempengaruhi distribusi serangga
(Young
1982),
serta
pertumbuhan,
perkembangan dan aktivitas serangga
(Speigh et al. 1999). Dalam penelitian ini,
suhu udara tidak berpengaruh secara

6

signifikan terhadap populasi kumbang per
tandan (r = 0,188, p = 0,216) (Tabel 2).
Pengukuran kelembapan relatif udara di
lokasi perkebunan berkisar 62-74% (ratarata 68,98%) (Gambar 7b). Mandiri (2010)
melaporkan populasi kumbang ditemukan
tinggi pada kisaran 70-80%. Menurut
Sastrodiharjo (1984), kelembapan udara
memiliki dampak secara tidak langsung
terhadap kehidupan populasi serangga.
Kelembapan relatif udara tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap jumlah kumbang
per tandan (r = 0,0238, p = 0,877) (Tabel 2).
Dhileepan (1994) melaporkan di India
bahwa kelembaban relatif udara memi