Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

(1)

Lampiran 1. Data Riwayat Hidup

DATA RIWAYAT HIDUP

Nama : Dina Utami

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 14 Agustus 1992 Agama : Islam

Alamat : Jl. STM Suka Surya No. 18 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1998 lulus Taman Kanak-Kanak Al-Iman Padangsidempuan

2. Tahun 2004 lulus Sekolah Dasar Kemala Bhayangkari-1 Medan

3. Tahun 2007 lulus Sekolah Menengah Pertama Harapan-1 Medan

4. Tahun 2010 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCOPH periode 2012 2. Anggota Pemerintahan Mahasiswa FK USU periode 2013


(2)

LEMBAR PENJELASAN Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya Dina Utami, saat ini saya sedang menjalani program pendidikan Kedokteran Umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada siswa kelas V di SD Harapan-1 Medan tahun 2013”.

Masalah gizi ganda semakin meningkat di negara berkembang. Saat ini di Indonesia permasalahan gizi kurang (undernutrition) belum tuntas ditangani, sementara di sisi lain masalah gizi lebih (overnutrition) terjadi pada saat yang bersamaan. Beban gizi ganda ini memiliki dampak yang kurang baik terhadap status kesehatan anak di masa yang akan datang.

Pada penelitian ini, saya akan menimbang berat badan dengan timbangan injak dan mengukur tinggi badan yang diletakkan dalam posisi tergantung setinggi 2 meter dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Dan saya akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai konsumsi makanan dalam satu hari juga dilakukan pengulangan sebanyak dua kali.

Penelitian ini merupakan penelitian sosial, dan biaya penelitian ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada adik. Partisipasi adik dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan apapun. Hasil pemeriksaan dan jawaban tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain dan akan tetap dirahasiakan.

Jika selama penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas, maka adik dapat menghubungi saya, Dina Utami (081260105498).

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, ………..2013 Hormat Saya,


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian:

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN LEMAK DENGAN STATUS GIZI PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DI SD HARAPAN-1 MEDAN

TAHUN 2013 Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………

Umur : ………

Alamat : ………

Saya menyatakan bersedia / tidak keberatan untuk dilibatkan dan berpartisipasi dalam penelitian ini, pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ………2013 Peneliti Yang membuat Pernyataan


(4)

Kuesioner

Kode Responden

A. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Tempat Tanggal Lahir :

3. Jenis Kelamin :

4. Alamat :

5. Anak Ke :

6. Sakit yang diderita satu bulan terakhir : B. Karakteristik Orang Tua

Ayah

1. Nama :

2. Usia :

3. Pendidikan terakhir :

4. Pekerjaan :

5. Pendapatan rata-rata perbulan : Ibu

1. Nama :

2. Usia :

3. Pendidikan terakhir : 4. Pekerjaan : 5. Pendapatan rata-rata perbulan : C. Pengukuran Antropometri

Parameter

Kunjungan I Kunjungan II

1 2 1 2

Berat Badan (kg) Tinggi Badan


(5)

A. Anamnesis Makanan

Hari ke….

Waktu Makan

Nama Makanan

Bahan Makanan

Jenis Bahan Pangan

Banyaknya

URT g

Pagi/Jam

Selingan

Siang/Jam

Selingan

Malam/Jam


(6)

Umur AKE 2012 AKL 2012

Laki-laki

7-9 th 1850 72

10-12 th 2100 70

13-15 th 2475 83

16-18 th 2675 89

19-29 th 2725 91

30-49 th 2625 73

50-64 th 2325 65

65-79 th 1900 53

80+ th 1525 42

Perempuan

7-9 th 1850 72

10-12 th 2000 67

13-15 th 2125 71

16-18 th 2125 71

19-29 th 2250 75

30-49 th 2150 60

50-64 th 1990 53

65-79 th 1550 43

80+ th 1425 40


(7)

(8)

(9)

(10)

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010


(11)

Data Induk

NAMA

JENIS

KELAMIN USIA

KODE JENIS KELAMIN KODE ASUPAN ENERGI KODE ASUPAN LEMAK KODE STATUS GIZI

MRR LAKI-LAKI 10 1 3 1 4

RF LAKI-LAKI 9 1 2 1 3

HR LAKI-LAKI 10 1 3 3 4

MFE LAKI-LAKI 10 1 4 1 4

TF LAKI-LAKI 10 1 4 1 5

SP LAKI-LAKI 10 1 2 4 4

NA LAKI-LAKI 10 1 2 2 3

HAH LAKI-LAKI 10 1 2 4 4

MAN LAKI-LAKI 10 1 2 1 3

RP LAKI-LAKI 10 1 3 4 3

BA LAKI-LAKI 10 1 3 4 5

MB LAKI-LAKI 10 1 3 4 5

YK LAKI-LAKI 11 1 1 1 3

MAH LAKI-LAKI 10 1 4 3 5

DR LAKI-LAKI 9 1 2 2 3

MRG LAKI-LAKI 9 1 3 3 3

MAB LAKI-LAKI 10 1 3 2 5

MSN LAKI-LAKI 9 1 1 1 5

FM LAKI-LAKI 10 1 5 2 4

BV LAKI-LAKI 10 1 5 5 4

MRB LAKI-LAKI 10 1 2 3 3

RK LAKI-LAKI 10 1 2 2 3

MIS LAKI-LAKI 10 1 4 5 3


(12)

MFH LAKI-LAKI 9 1 5 4 5

MDD LAKI-LAKI 10 1 1 3 4

F LAKI-LAKI 9 1 3 3 1

RR LAKI-LAKI 10 1 3 3 3

WSW LAKI-LAKI 11 1 1 2 2

PA LAKI-LAKI 10 1 1 3 3

DAL LAKI-LAKI 10 1 3 3 3

MRR LAKI-LAKI 10 1 1 4 3

MRB LAKI-LAKI 10 1 3 3 2

MAF LAKI-LAKI 9 1 5 5 5

MRA LAKI-LAKI 9 1 3 1 4

DA LAKI-LAKI 9 1 5 5 4

MSS LAKI-LAKI 10 1 5 5 3

F LAKI-LAKI 10 1 2 3 3

AN LAKI-LAKI 9 1 3 3 4

FP LAKI-LAKI 10 1 3 4 3

AH LAKI-LAKI 10 1 3 3 3

RM LAKI-LAKI 9 1 2 1 4

FA LAKI-LAKI 10 1 3 3 3

AH LAKI-LAKI 10 1 3 4 5

MRR LAKI-LAKI 9 1 4 4 4

RA PEREMPUAN 10 2 3 5 4

FC PEREMPUAN 9 2 2 1 5

NN PEREMPUAN 10 2 3 4 3

SN PEREMPUAN 9 2 5 3 5

SA PEREMPUAN 10 2 5 3 5

KS PEREMPUAN 9 2 3 3 4

AA PEREMPUAN 10 2 4 5 5

SA PEREMPUAN 10 2 3 2 3

TMJ PEREMPUAN 9 2 3 5 3

SRA PEREMPUAN 9 2 3 3 5

KS PEREMPUAN 9 2 2 2 5

FZ PEREMPUAN 9 2 3 5 5

FK PEREMPUAN 9 2 4 5 5

SA PEREMPUAN 9 2 4 1 5

MF PEREMPUAN 10 2 3 3 4

DH PEREMPUAN 9 2 4 1 4

CT PEREMPUAN 10 2 3 5 4

FS PEREMPUAN 10 2 3 4 3

NZA PEREMPUAN 11 2 2 5 5

GAN PEREMPUAN 9 2 4 5 5


(13)

CA PEREMPUAN 10 2 3 2 4

NN PEREMPUAN 10 2 3 5 3

AS PEREMPUAN 10 2 2 2 4

AC PEREMPUAN 10 2 2 3 4

KS PEREMPUAN 9 2 4 4 3

MH PEREMPUAN 9 2 3 2 3

FA PEREMPUAN 10 2 1 1 3

HF PEREMPUAN 11 2 3 3 5

TA PEREMPUAN 9 2 5 5 5

HS PEREMPUAN 9 2 1 3 4

VAN PEREMPUAN 9 2 3 3 3

SF PEREMPUAN 10 2 3 1 5

RK PEREMPUAN 9 2 1 1 2

J PEREMPUAN 10 2 1 5 5

NZ PEREMPUAN 11 2 3 5 5

FS PEREMPUAN 10 2 2 4 3

ANN PEREMPUAN 9 2 4 4 5

SAL PEREMPUAN 10 2 5 5 4

NW PEREMPUAN 9 2 4 3 5

A PEREMPUAN 9 2 3 3 5

RR PEREMPUAN 9 2 3 3 4

CF PEREMPUAN 10 2 3 4 5

NS PEREMPUAN 10 2 2 2 3

BM PEREMPUAN 10 2 3 3 3

FA PEREMPUAN 9 2 4 4 3

SS PEREMPUAN 10 2 1 3 3

SY PEREMPUAN 10 2 3 3 3

D PEREMPUAN 10 2 5 3 5

AA PEREMPUAN 10 2 5 5 4

KK PEREMPUAN 10 2 4 5 4

N PEREMPUAN 10 2 5 4 4

RR PEREMPUAN 10 2 4 3 4

CHF PEREMPUAN 10 2 3 3 4


(14)

Output Usia Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 9.00 35 35.0 35.0 35.0

10.00 59 59.0 59.0 94.0

11.00 6 6.0 6.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Jenis Kelamin Frequen

cy Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid LAKI-LAKI 45 45.0 45.0 45.0

PEREMPUAN 55 55.0 55.0 100.0 Total 100 100.0 100.0

Status Gizi Laki-laki Frequency Percent

Valid

Percent Cumulative Percent

Valid KURUS 1 1.0 2.2 2.2

SEDANG 2 2.0 4.4 6.7

NORMAL 20 20.0 44.4 51.1

GEMUK 13 13.0 28.9 80.0

OBESITAS 9 9.0 20.0 100.0

Total 45 45.0 100.0

Total 100 100.0


(15)

Status Gizi perempuan Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SEDANG 1 1.0 1.8 1.8

NORMAL 16 16.0 29.1 30.9

GEMUK 17 17.0 30.9 61.8

OBESITAS 21 21.0 38.2 100.0 Total 55 55.0 100.0

Total 100 100.0

Asupan Energi Laki-laki Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent Valid DEFISIT 7 7.0 15.6 15.6

KURANG 10 10.0 22.2 37.8

CUKUP 17 17.0 37.8 75.6

BAIK 5 5.0 11.1 86.7

LEBIH 6 6.0 13.3 100.0

Total 45 45.0 100.0

Total 100 100.0

Asupan Energi Perempuan Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid DEFISIT 5 5.0 9.1 9.1

KURANG 7 7.0 12.7 21.8

CUKUP 23 23.0 41.8 63.6

BAIK 12 12.0 21.8 85.5

LEBIH 8 8.0 14.5 100.0

Total 55 55.0 100.0


(16)

Asupan Lemak Laki-laki Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid DEFISIT 9 9.0 20.0 20.0

KURANG 6 6.0 13.3 33.3

NORMAL 14 14.0 31.1 64.4

BAIK 10 10.0 22.2 86.7

LEBIH 6 6.0 13.3 100.0

Total 45 45.0 100.0

Total 100 100.0

Asupan Lemak Perempuan Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid DEFISIT 7 7.0 12.7 12.7

KURANG 6 6.0 10.9 23.6

NORMAL 19 19.0 34.5 58.2

BAIK 8 8.0 14.5 72.7

LEBIH 15 15.0 27.3 100.0 Total 55 55.0 100.0

Total 100 100.0

STATUSGIZI1 * ASUPANENERGI1 Crosstabulation ASUPANENERGI1

Total DEFISIT KURANG CUKUP BAIK LEBIH

STATUS GIZI1

KURUS 0 0 1 0 0 1

SEDANG 2 0 1 0 0 3

NORMAL 6 9 16 4 1 36

GEMUK 2 5 11 5 7 30

OBESITAS 2 3 11 8 6 30


(17)

STATUSGIZI1 * ASUPANLEMAK1 Crosstabulation ASUPANLEMAK1

Total DEFISIT KURANG CUKUP BAIK LEBIH

STATUS GIZI1

KURUS 0 0 1 0 0 1

SEDANG 1 1 1 0 0 3

NORMAL 4 6 13 8 5 36

GEMUK 6 3 10 4 7 30

OBESITAS 5 2 8 6 9 30

Total 16 12 33 18 21 100

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 12.305a 4 .015 Likelihood Ratio 13.957 4 .007 Linear-by-Linear

Association

11.200 1 .001

N of Valid Cases 100

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5.061a 4 .281 Likelihood Ratio 6.398 4 .171 Linear-by-Linear

Association

4.329 1 .037

N of Valid Cases 100


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Aeni N. 2008. Hubungan Antara Asupan Energi, Protein dan Faktor Lain dengan Status Gizi Baduta (0-23 Bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya Tahun 2008.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Amarantos, E., A. Martinez., J. Dwyer. 2001. Nutrition and Quality of Life in

Older Adult. Journal of Gerontology SERIES A. Volume 56A. The Gerontology Society of America.

Arisman, M.B. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Australian Guideline. 2012. Management of Overweight and Obesity in Adult, Adolescents and Children. Clinical Practice Guideline for Primary Care Health Proffesional. Australian Health Government.

Baliwati, Y.F., Khomsan, A., Dwiriani, C.M. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Barasi, M.E. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Berkey, C.S., Rockett, H. R. H., Field, A.E. 2013. Activity, Dietary Intake, and Weight Changes in a Longitudinal Study of Preadolescent and Adolescent Boys and Girls. Journal of American Academy of Pediatrics.

Blossner, M., Onis, M. 2005. Malnutrition Quantifying the Health Impact at National and Local Level. Enviromental Burden of Disease Series No. 12. World Helth Organization Nutrition for Health and Development Protection of the Human Environment.

Caufield, L.E., Onis, M., Blossner, M., Black, R.E. 2004. Undernutrition as an underlying cause of child deaths associated with diarrhea, pneumonia, malaria and mesles. The American Society for Clinical Nutrition.

CDC. 2013. A Growing Problem. What Causes Childhood Obesity. Center for Disease Control and Prevention

Chuluq, Fadhilah, Bahabol. 2013. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Kelas V Kecamatan Dekai Suku Momuna Provinsi Papua. Program Studi Kedokteran, Universitas Brawijaya.


(19)

Dahlan, M.S. 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Depkes. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Menuju Indonesia Sehat 2010. Departemen Kesehatan RI.

. 2004. Garis Besar Haluan Negara.

Diunduh:

2013.

FAO. 2009. Undernourishment Around the World. The State of Food Insecurity in the World. Food and Agriculture Organization of United Nation.

Fleck, H., Munves, E. 1998. Introduction to Nutrition. NewYork: Macmillan Company.

Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. UGM.

Hardinsyah, Riyadi, H., Napitupulu, V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Potein, Lemak dan Karbohidrat. Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi VIII, Jakarta.

Hidayati, S. N., Irawan, R., Hidayat, B. 2009. Obesitas pada Anak. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair.

Hu, F., Zhang, Y., Song, Y. 2013. Lipid Metabolism, Metabolic Syndrome, and Cancer. Intech.

Judarwanto, Widodo. 2005. Prilaku Makan Anak Sekolah.

Kaisari, P., Yannakoulia, M., Panagiotakos, D. B., 2013. Eating Frequency and Overweight and Obesity in Children and Adolescents : A Meta-analysis.

American Academy of Pediatrics.

Karundeng, G. 2011. Hubungan Antara Asupan Energi dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Kelas III-V SD GMIM Tomohan Sulawesi Utara.

Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010. 2007. Standar Antropometri Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.

Levin, B. 2013. Disorder of Carbohydrate Digestion and Absorption. Published by group bmj.com downloaded from [jcp.bmj.com] April 27, 2013.


(20)

Makelew Y. M., Kawengian, S. E. S., Malonda, N. S. H. 2013. Hubungan Antara Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan Kelas 5 SDN 1 Tounelet dan SD Katolik St. Monica Kecamatan Langowan Barat. Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

Manuel-y-Keenoy, B., Gallardo, L.P. 2012. Metabolic Impact of the Ammountand Type of Dietary Carbohydrates as the Risk of Obesity and Diabetes. The Open Nutritional Journal, Volume 6.

McPherson, R. S., Nichaman, M. Z., Kohl, H.W. 2011. Intake and Food Sources of Dietary Fat Among Schoolchildren in The Woodlands Texas. Journal of the American Academy of Pediatrics.

Muhilal, Jalal. F., Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Dalam Pangan dan Gizi Masa Depan Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Bangsa. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta: LIPI. Mo-suwan, Ladda. 1998. Effect of a Controlled Trial of a School-Based Exercise

Program on the Obesity Indexes of Preschool Children. The American Journal of Clinical Nutrition.

Nur’aini. 2009. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Onis, M., Brown, D., Blossner, M., Black, E. 2012. Level and Trend in Child Malnutrtion. United Nation Children Fund-World Health Organization-The World Bank.

Rachma. Djuwita. 1999. Hubungan antara status konsumsi energi dengan status gizi anak umur 6-18 tahun penghuni PSAA di DKI Jakarta Tahun 1999.

Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sameera, K., Amar, K. 2012. Childhood Obesity: A Global Public Health Crisis.

International Journal of Preventive Medicine, Volume 3.

Scottish Intercollegiate Guideline Network. 2012. Management of Obesity. A National Clinical Guideline.


(21)

Sediaoetama, A.D. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

Siagian, A. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga.

Sizer, F., Whitney, E. 2006. Nutrition Concept and Controversies. International Student Edition. Tenth edition. USA: Thompson Wadsworth.

Supariasa, D.N., Bakri. B., Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Wardlaw, G.M., Disilvestro, H. 2004. Perspective Nutrition. Sixth edition.

McGrawHill.

World Health Organization. 2009. Global Health Risk Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risk.


(22)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep dalam menilai status gizi anak dapat dijabarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Berikut ini adalah defenisi operasional dari penelitian yang akan dilakukan:

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Penelitian

Definisi Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur Asupan Energi dan Lemak Jumlah energi dan lemak yang diperoleh dari asupan makanan 24 jam. Formulir metode

recall 24 jam.

Diperoleh dengan mengukur dari asupan makanan sebanyak dua kali dengan menggunakan metode food recall 24 jam.

Klasifikasi tingkat asupan energi dan lemak dibagi atas:

- Lebih bila asupan energi dan lemak >110% AKG - Baik bila

asupan energi dan lemak 100-110% AKG, - Sedang bila

asupan energi dan lemak

80-Ordinal Status Gizi Energi

Lemak Asupan Makan


(23)

Definisi Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur 99% AKG,

- Kurang bila asupan energi dan lemak 70-80%,

- Defisit bila asupan energi dan lemak <70%. Status gizi Keadaan tubuh seseorang sebagai manifestasi dari asupan zat gizi. IMT/U dan dinilai menurut SK Menkes 2010.

Mengumpulkan data dari pemeriksaan antropometri (IMT/U) kemudian

disesuaikan berdasarkan jenis kelamin dan usia.

-Sangat Kurus bila status gizi <-3SD, -Kurus bila

status gizi-3SD sampai dengan <-2SD, -Normal bila status gizi-2SD sampai dengan 1SD, -Gemuk bila status gizi >1SD sampai dengan 2SD, -Obesitas bila status gizi >2SD. Ordinal Berat Badan Penimbanga n seluruh tubuh yang merupakan hasil rata-rata dari dua kali pengukuran. Timbangan injak (kapasitas maksimum 120 kg, ketelitian,1 kg).

Timbangan injak diletakkan di bidang yang datar, kemudian jarum harus menunjukkan angka nol, lalu masing-masing responden diminta membuka alas kaki, memakai pakaian seminimal mungkin. Responden diminta naik keatas timbangan injak, angka yang ditunjuk jarum merupakan berat badan responden dalam kilogram.

Berat badan dalam kilogram. Rasio Tinggi Badan Jarak dari puncak tertinggi kepala pada posisi tegak sampai ke permukaan tempat berdiri yang merupakan hasil rata-Microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Mempelkan microtoise pada dinding yang lurus, datar setinggi tepat 2 meter. Angka nol pada lantai yang datar dan rata. Lepaskan alas kaki. Anak harus berdiri tegak seperti sikap sempurna kaki lurus, tumit, pantat,

punggung dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka

Tinggi badan dalam sentimeter.


(24)

Definisi Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur rata dari dua

kali

pengukuran.

menghadap lurus dengan pandangan kedepan. Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus

menempel pada dinding. Baca skala yang tampak pada lubang dalam gulungan

microtoise. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur.

Usia Usia adalah

lamanya keberadaan atau kehidupan seseorang yang diukur dalam satuan waktu.

Wawancara Usia dalam

tahun

Interval

3.3. Hipotesa

H0: Tidak ada hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada

siswa kelas V di SD Harapan-1 Medan.

H1: Ada hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada siswa


(25)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi dan lemak pada siswa kelas V Sekolah Dasar di SD Harapan-1 Medan tahun 2013.

4.2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan di SD Harapan-1 di Medan Maimoon, Kota Medan. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi tersebut dengan alasan yaitu, keadaan sosial-ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi. Dimana SD Harapan-1 Medan mewakili peserta didik yang berasal dari sosial ekonomi menengah ke atas. Pengambilan data dilaksanakan pada 21 Agustus-6 September 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penilitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak SD kelas V di SD Harapan-1 Medan berjumlah 100 orang. Populasi diambil dari siswa kelas V Sekolah Dasar dengan alasan siswa tersebut dapat memahami tentang pertanyaan yang disajikan dari kuisioner sehingga diharapkan dapat mengurangi bias yang ditimbulkan atas ketidakpahaman terhadap pertanyaan.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dari tempat penelitian diambil sebanyak 100 orang dari siswa kelas V SD Harapan-1 Medan dengan metode total sampling.


(26)

4.4. Metode Pengolahan Data

Data yang dikumpul terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data berat badan, tinggi badan, asupan energi dan lemak. Sedangkan data sekunder terdiri atas informasi tentang sekolah.

Data identitas responden dikumpulkan menggunakan formulir yang berisikan informasi tentang nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat. Selanjutnya diukur berat badan, tinggi badan, serta dikumpulkan data asupan energi dan lemak melalui metode food recall.

Pengumpulan data berat badan dilakukan menggunakan timbangan injak. Angka yang ditunjuk jarum pada timbangan merupakan berat badan responden dalam satuan kilogram. Penimbangan dilakukan sebanyak dua kali untuk selanjutnya diperoleh nilai rata-rata berat badan.

Pengumpulan data tinggi badan dilakukan menggunakan microtoise. Angka yang tampak pada skala dalam lubang gulungan microtoise menunjukkan tinggi anak yang diukur. Pengukuran tinggi badan dilakukan sebanyak dua kali untuk selanjutnya diperoleh nilai rata-ratanya.

Untuk mendapatkan status gizi diperoleh dengan cara memasukkan data berat badan dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter akan dimasukkan kedalam rumus IMT berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m). Selanjutnya data IMT dibandingkan dengan umur sesuai dengan SK Menkes 2010.

Data dari food recall akan diolah dengan menggunakan program

nutrisurvey. Hasil olahan nutrisurvey akan memberikan hasil asupan zat gizi perhari dari responden. Selanjutnya hasil persentase AKG yang dirata-ratakan dari pengumpulan data dikategorikan berdasarkan klasifikasi asupan energi dan lemak menurut Supariasa, Bakri, dan Fajar (2002).

4.6. Metode Analisis Data

Data yang sudah terkumpul akan diolah menggunakan Statistic Package for Social Sciences (SPSS) dan kemudian dianalisis secara statistik meliputi analisis deskriptif yang menyajikan data-data asupan energi, asupan lemak dan


(27)

status gizi dalam bentuk tabel dan grafik distribusi lalu data yang sudah terkumpul, diolah dan kemudian dianalisis secara analitik untuk menguji hipotesis, variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Squre.

Apabila probabilitas (p) lebih kecil daripada α (p<0,05) maka hipotesis Ho ditolak

berarti ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan energi dan lemak. Jika sebaliknya hipotesis Ho diterima maka tidak ada hubungan yang signifikan.


(28)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

SD Harapan-1 Medan merupakan lokasi penelitian ini. SD Harapan-1 Medan merupakan bagian sekolah yang tidak terpisahkan dari Yayasan Pendidikan Harapan (Yaspendhar) yang terletak di Jl Imam Bonjol No 35 Medan Kecamatan Medan Maimoon. Sekolah Dasar ini memiliki jumlah total 574 siswa. Sampel penelitian ini adalah anak kelas V SD Harapan-1 Medan yang terdiri atas 45 anak laki-laki dan 55 anak perempuan.

Aktivitas siswa SD Harapan-1 dimulai dari pukul 07.15-13.45 pada Hari Senin sampai kamis dan 07.15-11.45 dari Hari Jumat sampai Sabtu. Adapun fasilitas yang disediakan SD Harapan-1 untuk siswa, tiap angkatannya dibagi dalam 3 kelas yang rata-rata perkelasnya terdiri atas 33 siswa, memiliki dua buah kantin yang menyediakan berbagai jenis aneka makanan dan jajanan seperti nasi goreng, nasi soto nasi ayam kentaki, bakso, sate, kentang goreng, burger, spaghetti mie ayam, dan berbagai macam cemilan lainnya. Siswa melaksanakan pelajaran olahraga di Lapangan Ahmad Yani yang terletak di depan gedung Yaspendhar, memiliki beberapa ekstrakulikuler seperti basket, band, ilmu teknologi, cabaret, pramuka, karya tulis, scrabble, dan paduan suara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan pada 100 orang responden yang merupakan siswa SD Harapan-1 Medan. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang diamati kelompok umur, jenis kelamin, status gizi, asupan energi dan asupan lemak.

5.1.2.1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden, rata-rata umur anak adalah 10 tahun sebanyak 59 orang (59%), umur terendah adalah 9 tahun sebanyak 35 orang (35%), dan umur tertingg adalah 11 tahun sebanyak 6 orang (6%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.


(29)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah (orang) Persentase %

9 35 35

10 59 59

11 6 6

Total 100 100

5.1.2.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 responden, jenis kelamin laki-laki berjumlah 45 orang (45%) sedangkan jenis kelamin perempuan berjumlah 55 orang (55%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase %

Laki-laki 45 45

Perempuan 55 55

Total 100 100

5.1.3. Status Gizi

Dari 100 responden yang menjadi sampel penelitian, diperoleh status gizi berdasarkan IMT pada kelompok laki-laki tergolong sangat kurus 1 orang (2%), kurus 2 orang (5%), normal 20 orang (44%), gemuk 13 orang (28%), dan obesitas 9 orang (20%). Sedangkan pada kelompok perempuan tidak satu pun orang yang tergolong sangat kurus, kurus 1 orang (2%), normal 16 orang (29%), gemuk 17 orang (31%), dan obesitas 21 orang (38%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 5.3.


(30)

Gambar 5.1 Hasil Pengukuran Status Gizi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

5.1.4. Asupan Energi

Dari 100 orang responden yang menjadi sampel penelitian diperoleh data asupan energi berdasarkan AKG, pada kelompok laki-laki untuk asupan energi terbagi atas, defisit sebanyak 7 orang (16%), kurang sebanyak 10 orang (22%), sedang 17 orang (38%), baik 5 orang (11%), dan lebih sebanyak 6 orang (13%). Dan untuk kelompok perempuan, defisit sebanyak 5 orang (9%), kurang sebanyak 7 orang (12%), sedang sebanyak 23 orang (42%), baik 12 orang (22%), dan lebih sebanyak 8 orang (14%) . Hal ini dapat dilihat di gambar 5.5.

0 5 10 15 20 25

sangat kurus kurus normal gemuk obesitas

laki-laki perempuan Jlh siswa (org)


(31)

Gambar 5.2 Hasil Pengukuran Asupan Energi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

5.1.5. Asupan Lemak

Dari 100 responden yang menjadi sampel penelitian diperoleh data asupan lemak berdasarkan A KG, pada laki-laki dikelompokkan atas defisit sebanyak 9 orang (20%), kurang sebanyak 6 orang (13%), sedang sebanyak 14 orang (31%), baik sebanyak 10 orang (22%), dan lebih 6 orang (13%). Dan dari kelompok perempuan dikelompokan atas defisit 7 orang (13%), kurang sebanyak 6 orang (11%), sedang sebanyak 19 orang (34%), baik sebanyak 8 orang (42%), dan lebih sebanyak 15 orang (27%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 5.7.

0 5 10 15 20 25

defisit kurang cukup baik lebih laki-laki perempuan

Jumlah siswa (org)


(32)

Gambar 5.3 Hasil Pengukuran Asupan Lemak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

5.1.6. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi

Sebanyak 100 responden yang diperiksa dan diwawancarai data dikumpulkan dan dianalisis melalui uji hipotesis chi square. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status gizi diawali dengan membuat tabulasi silang antar kedua variabel. Dari 60 orang siswa yang memiliki status gizi gemuk sampai obesitas sebesar 71% siswa yang memiliki asupan energi cukup sampai lebih. Dapat dilihat dari tabel 5.3. Dan secara statistik dari penelitian, didapatkan rata-rata status gizi sebesar 21.54 dengan standart deviasi 5,01140 dan rata-rata asupan energi sebesar 1838,57 dengan standart deviasi 323,69956. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.4.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

defisit kurang cukup baik lebih

laki-laki perempuan Jumlah siswa

(

org

)


(33)

Tabel 5.3 Tabulasi Silang Asupan Energi dengan Status Gizi pada Responden

Status Gizi Asupan Energi Total

Defisit Kurang Cukup Baik Lebih Sangat

Kurus

0 0 1 0 0 1

Kurus 2 0 1 0 0 3

Normal 6 9 16 4 1 36

Gemuk 2 5 11 5 7 30

Obesitas 2 3 11 8 6 30

Total 12 17 40 17 14 100

Dari hasi uji statistik diperoleh bahwa nilai p sebesar 0,015. Karena nilai p lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis satu dalam penelitian ini diterima. Disimpulkan bahwa ada hubungan asupan energi dengan status gizi. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 7.

5.1.7. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi

Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status gizi diawali dengan membuat tabel tabulasi silang antara variabel status gizi dengan asupan lemak. Dari penelitian, dari 60 orang siswa yang memiliki status gizi gemuk sampai obesitas sebesar 73% siswa yang memiliki asupan lemak cukup sampai lebih. Hal ini dapat dilihat di tabel 5.5. Lalu didapatkan rata-rata status gizi sebesar 21,53 dengan standart deviasi 5,01140 dan rata-rata asupan lemak sebesar 62,78 dengan standart deviasi 16,64385. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.6.


(34)

Tabel 5.5 Tabulasi Silang Asupan Lemak dengan Status Gizi Responden

Status Gizi

Asupan Lemak Total

Defisit Kurang Cukup Baik Lebih

Sangat Kurus 0 0 1 0 0 1

Kurus 1 1 1 0 0 3

Normal 4 6 13 8 5 36

Gemuk 6 3 10 4 7 30

Obesitas 5 2 8 6 9 30

Total 16 12 23 18 21 100

Dari hasi uji statistik didapati bahwa nilai p yang diperoleh sebesar 0,281. Karena nilai p lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan status gizi dengan asupan lemak. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 7.

5.2. Pembahasan 5.2.1. Status Gizi

Hasil analisis penilaian status gizi yang dilakukan dengan perhitungan BB dan TB untuk mendapatkan IMT. Kemudian dikategorikan menurut SK Menkes 2010. Dikatakan sangat kurus jika <-3SD, kurus -3SD sampai dengan <-2SD, normal -2SD sampai dengan 1SD, gemuk >1SD sampai dengan 2SD, dan obesitas >2SD.

Keadaaan akibat keseimbangan antara asupan, penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Bila tubuh memperoleh asupan gizi yang optimal status gizi yang baik akan tercapai untuk pertumbuhan fisik, proses pemulihan perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan yang baik (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).


(35)

Pada penelitian ini diperoleh 22 orang (49%) dari kelompok laki-laki mengalami status gizi gemuk-obesitas. Dan pada kelompok perempuan mengalami status gizi gemuk-obesitas sebanyak 38 orang (69%).

Menurut CDC (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas konsumsi minuman berkalori dan makanan yang kurang sehat di sekolah, misalnya dari kantin sekolah, bazaar di sekolah, atau saat festival olahraga. Periklanan makanan yang kurang sehat, iklan makanan yang tinggi kalori, gula, garam dan lemak banyak disiarkan di televisi. Kurangnya aktifitas fisik di sekolah, pelajaran olahraga yang hanya ada sekali seminggu. Peningkatan moderenisasi transportasi, mengkonsumsi makanan dengan porsi lebih dan tinggi kalori, media entertainment seperti televisi, komputer, video game, cell phone, dan film menjadi faktor yang turut berkontribusi menurunkan aktifitas fisik dan meningkatkan pemasukan kalori saat melakukan aktifitas ini karena diselingi dengan mengemil makanan.

Secara persentatif ada kecenderungan status gizi gemuk-obesitas lebih banyak pada kelompok perempuan, kemungkinan disebabkan karena anak perempuan memiliki aktifitas fisik yang lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki dan aktivitas fisik yang rendah merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas (Hadi dan Hamam, 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian Mo-suwon (1998) dalam efek obesitas pada anak sekolah di Thailand yang dikaitkan aktivitas fisik.

5.2.2. Asupan Energi

Pada penelitian ini data yang didapat dengan metode food recall

dipersentasekan berdasarkan AKG menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. Dikatakan asupan energi defisit jika <70% AKG, kurang jika 70-80% AKG, cukup jika 80-100% AKG, baik jika 100-110%, dan lebih jika >110% AKG.

Dari hasil penelitian diperoleh asupan energi pada kelompok laki-laki defisit sebanyak 7 orang (16%), kurang sebanyak 10 orang (22%), sedang sebanyak17 orang (38%), baik sebanyak 5 orang (11%), dan lebih sebanyak 6 orang (14%). Dan untuk kelompok perempuan, defisit sebanyak 5 orang (9%),


(36)

kurang sebanyak 7 orang (12%), sedang sebanyak 23 orang (42%), baik sebanyak 12 orang (22%), dan lebih sebanyak 8 orang (14%).

Menurut Judarwanto (2005), salah satu faktor yang menyebabkan masalah asupan energi pada anak dikarenakan anak-anak usia sekolah hanya menyukai makanan-makanan tertentu dan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan jajan anak terutama saat di sekolah.

Dari hasil food recall pada penelitian ini ditemukan kecenderungan responden mengkonsumsi makanan yang sama pada 2 kali recall dan kebanyakan banyak mengkonsumsi makanan saat mereka berada di sekolah. Beberapa makanan yang dikonsumsi responden berupa nasi goreng dengan telur dan ayam goreng, nasi putih dengan ayam goreng, nasi dengan soto ayam, mie bakso, sate dengan lontong, kentang goreng, sosis goreng, burger, dan beberapa macam fast food lainnya. Dan untuk minuman sebagian besar responden mengkonsumsi susu setiap harinya sebagiannya ada yang mengkonsumsi susu dua kali sehari.

Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan anak usia sekolah pemasukan energi totalnya itu banyak berasal dari karbohidrat, protein dan lemak yang berlebih dimana karbohidrat itu kurang membuat kenyang dan karbohidrat yang tidak terpakai akan segera disimpan ke cadangan lemak tubuh, berbeda jika mengkonsumsi serat tinggi akan lebih cepat membuat kenyang saat waktu makan. Tapi konsumsi serat pada sebagian anak masi belum sesuai AKG (Berkey, Rockett dan Field, 2013).

Pada anak usia sekolah yang frekuensi makannya lebih sering per-harinya memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menderita obesitas dibanding dengan anak yang memiliki frekuensi makan yang lebih sedikit. Frekuensi makan yang sering berkaitan dengan metabolisme insulin, dimana ketika glukosa darah meningkat insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel untuk pembentukan energi (Kaisari, Yannakoulia dan Panagiotakos, 2013).

5.2.3. Asupan Lemak

Pada penelitian ini data yang didapat dengan metode food recall


(37)

Dikatakan asupan lemak untuk kelompok laki-laki baik jika >70 g, sedang jika diantara 69-56 g, kurang jika diantara 56-49 g, dan defisit jika <49 g. Dan untuk kelompok perempuan dikatakan baik jika >67 g, sedang jika diantara 66,33-53,6 g, kurang jika diantara 53,6-46,9 g, dan defisit jika <46,9 g.

Dan untuk asupan lemak kelompok laki-laki defisit sebanyak 9 orang (20%), kurang sebanyak 6 orang (13%), sedang sebanyak 14 orang (31%), baik sebanyak 10 orang (22%), dan lebih sebanyak 6 orang (13%). Dan dari kelompok perempuan dikelompokan atas defisit 7 sebanyak orang (13%), kurang sebanyak 6 orang (11%), sedang sebanyak 19 orang (34%), baik sebanyak 8 orang (14%), dan lebih sebanyak 15 orang (27%).

Di lokasi penelitian tersedia berbagai pilihan jajanan yang kebanyakan menggunakan metode penggorengan dalam pengolahannya. Jajanan seperti ini merupakan sumber makanan dengan kandungan lemak yang cukup tinggi yang cukup signifikan menyumbang asupan lemak harian pada siswa SD. Dari hasil

food recall kebanyak responden menggemari fast food yang mana turut menyumbang persentase lemak yang cukup tinggi.

Makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar (9 Kal/g), makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga meningkatkan selera makan dan akhirnya menjadi konsumsi yang berlebihan. Lemak mempunyai kapasitas tidak terbatas, sehingga apabila kelebihan asupan lemak akan disimpan dalam jaringan lemak (Hidayati, Irawan, Hidayat, 2009).

Anak usia sekolah yang mengkonsumsi lemak melebihi AKG memiliki tingkat BMI yang besar. Dimana konsumsi lemak yang berlebih juga akan meningkatkan kadar asam lemak dan kolesterol tubuh. Dimana ini merupakan resiko terjadinya Penyakit Jantung Iskemik. Disarankan sejak anak-anak dilakukan pembatasan asupan lemak jangan sampai berlebih untuk pencegahan penyakit saat dewasa (McPherson, Nichaman dan Kohl, 2011).

5.2.4. Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi

Dengan membandingkan status gizi berdasarkan SK Menkes 2010 dengan asupan energi berdasarkan AKG harian diperoleh bahwa hubungan yang signifian


(38)

antara status gizi dengan asupan energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan, dengan menggunakan uji statistik chi square (p < 0,05 dengan nilai p 0,015) menunjukkan hipotesa satu diterima dan berarti bahwa ada hubungan secara statistik antara asupan energi dengan status gizi untuk siswa kelas V SD Harapan-1 Medan.

Dengan membandingkan asupan lemak berdasarkan AKG harian dengan status gizi berdasarkan SK Menkes 2010 diperoleh bahwa hubungan yang tidak signifian antara status gizi dengan asupan energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan menggunakan uji statistik (p >0,05 dengan nilai p 0,28Harapan-1) menunjukkan hipotesa nol diterima dan berarti bahwa tidak ada hubungan secara statistik antara asupan lemak dengan status gizi untuk siswa SD Harapan-1 Medan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Chuluq, Fadhilah, dan Bahabol (2013) dalam penelitiannya hubungan asupan makan dengan status gizi anak sekolah dasar kelas V Kecamatan Dekai suku Momuna yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan makan dengan status gizi, karena pada penelitian ini hanya dilakukan satu kali recall makanan. Juga tidak ada hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada siswa sekolah dasar kelas 4 dan 5 SDN 1 Tounelet dan SD Katolik St. Monica, dikarenakan responden kurang kooperatif dalam wawancara food recall (Makalew, Kawengian dan Malonda, 2013).

Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian hubungan asupan energi dengan status gizi pada siswa sekolah dasar di Pulau Bunaken Kota Manado Sulawesi Utara, dimana terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi berdasarkan indeks IMT/U pada anak sekolah dasar di SD GMIM IV Kota Tomohan Sulawesi Utara (Karundeng, 2011). Juga ada hubungan antara status konsumsi energi dengan status gizi anak umur 6-18 tahun penghuni PSAA di DKI Jakarta Tahun 1999 (Rachma, Djuwita, 1999).

Menurut Aeni (2008) ada hubungan antara status gizi dengan asupan energi, yang juga dipengaruhi faktor-faktor seperti tingkat pendidikan orang tua, aktivitas fisik, kebudayaan, sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan ibu.


(39)

Pada usia sekolah, ada berbagai faktor yang mengakibatkan defisit energi. Dari hasil wawancara peneliti dengan responden menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya tidak sempat sarapan, tingginya aktifitas siswa diluar kegiatan sekolah seperti les pelajaran, aktifitas jalan-jalan, dan kebiasaan jajan di sekolah memiliki persentase yang cukup besar.

Konsumsi pangan pada penelitian ini tidak mencerminkan keseluruhan gambaran status gizi secara langsung sebab status gizi merupakan akibat konsumsi di masa lalu. Konsumsi pangan hanya gambaran bukti sementara dari tingkat kecukupan seseorang dan merupakan konsumsi pada saat diteliti (Nur’aini, 2009).

Konsumsi energi yang tidak terlalu tinggi pada saat ini karena ada kecenderungan peningkat aktifitas. Dan pada anak perempuan pada usia ini mendekati masa pubertas sehingga sudah mulai memperhatikan bentuk tubuh yang pada akhirnya dikompensasi dengan pengurangan asupan makan.

Keterbatasan tempat, waktu, jadwal sekolah yang cukup padat merupakan keterbatasan bagi peneliti dalam menggali data secara maksimal sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Dan karena peneliti menggunakan metode food recall, yang memiliki kekurangan pada saat wawancara dimana mengandalkan ingatan responden, dan untuk porsi makanan kurang dapat digali secara maksimal terhadap asupan yang dikonsumsi, sehingga konsumsi makan responden yang menjadi bias dalam penelitian.


(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Rata-rata status gizi pada anak siswa V SD Harapan-1 Medan adalah berkategori normal menurut standar umur dan jenis kelamin.

2. Rata-rata asupan energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan adalah kategori cukup sesuai AKG.

3. Rata-rata asupan lemak pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan adalah kategori cukup sesuai AKG.

4. Dari analisa data dengan uji chi square diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan.

5. Dari analisa data dengan uji chi square diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan lemak pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan.

6.2. Saran

Kepada siswa dapat diberikan penyuluhan tentang makanan bergizi sesuai kebutuhan harian yang berkaitan dengan status gizi dan dampaknya ke masa depan. Untuk orang tua dapat diberikan edukasi mengenai gizi seimbang dan penyediaan makanan yang sehat di rumah. Perlu diberikan informasi mengenai pengetahuan gizi kepada pihak sekolah sehingga dapat mengontrol dan menyediakan menu makanan yang variatif dengan kandungan gizi yang seimbang agar kebutuhan energi harian anak tetap terpenuhi sesuai umur dan aktifitas. Untuk mencegah kejadian status gizi lebih, sekolah dapat meningkatkan frekuensi jadwal olahraga pada kurikulum pendidikan anak SD. Dan dari pihak kantin dapat


(41)

diberikan informasi tambahan dan evaluasi dalam menjual makanan yang lebih sehat dan bergizi seimbang.


(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Asupan Makanan 2.1.1. Pola Makan

Pola asupan makanan adalah susunan, jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu yang dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat (Baliwati, Khomsan, dan Dwiriani, 2004). Dalam Almatsier (2001), pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia dan ada kaitannya dengan kebiasaan makan. Di Indonesia didapat pola makan sebagai berikut:

1. Asupan beras (konsumsi karbohidrat berasal dari beras >90% total kalori karbohidrat): Sumatera kecuali Lampung; Jawa Barat, Kalimantan, dan NTB. 2. Asupan beras-jagung serta beras-jagung dan umbi-umbian (pola beras-jagung:

konsumsi beras terbesar, jagung >10% dan tanaman lain <5%; pola beras-jagung dan umbian: konsumsi beras terbesar, beras-jagung >10% dan umbi-umbian >5%): Jawa Tengah, Sulawesi Selaran, Sulawesi Utara, dan Timor Timur.

3. Asupan beras-umbi-umbian (konsumsi beras terbesar, umbi-umbian = 10%, lainnya < 5%): Irian Jaya.

4. Asupan beras-umbi-umbian-jagung (konsumsi beras terbesar, umbi-umbian =10% dan jagung = 5%): Lampung, Yogyakarta, dan Maluku.

Dalam pola asupan pangan, salah satu hal yang menjadi kendala adalah ketidakseimbangan komposisi pangan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penganekaragaman asupan pangan melalui konsumsi pangan dari berbagai kelompok makanan, baik bahan pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuannya untuk meningkatkan mutu gizi, konsumsi, mengurangi ketergantungan pada satu jenis atau kelompok pangan, dan untuk perbaikan kesehatan penduduk (Hardinsyah, 1996 dalam Baliwati, Khomsan, dan Dwiriani, 2004).


(43)

2.1.2. Kebiasaan Makan

Menurut The Manual of Food Habbit pengertian dari kebiasaan makan adalah sebuah cara bagaimana seorang individu atau sekelompok orang dalam menanggapi tekanan dibidang sosial dan budaya dalam memilih, mengkonsumsi, dan memanfaatkan pasokan makanan. Kebiasaan makan yang baik adalah dengan mengkonsumsi aneka ragam jenis makanan. Apabila seseorang sadar akan hubungan gizi yang baik, maka ia tidak akan terlalu mengutamakan makanan yang disukai daripada makanan yang tidak disukai (Fleck dan Munves, 1998).

Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu sama lain (Baliwati, Khomsan, dan Dwiriani, 2004).

Pemilihan makanan adalah sebagian dari kebiasaan makan (food habit) yang merupakan perilaku khas sekelompok orang. Kebiasaan itu dianggap sebagai identitas kelompok yang meliputi jenis makanan yang dipilih, waktu makan, jumlah hidangan, metode penyiapan makanan, orang yang ikut makan, ukuran porsi dan cara makan. Kebiasaan makan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap budaya dengan demikian biasanya lambat berubah (Barasi, 2007).

2.1.3. Faktor-faktor Konsumsi Makan

Dalam Baliwati (2007), menjelaskan berbagai macam pola makan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi.

Perubahan pendapatan mempengaruhi konsumsi pangan keluarga. Peningkatan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan yang berkualitas dan kuantitas yang baik, sebaliknya jika pendapatan kurang akan menurunkan kualitas dan kuantitas pangan.


(44)

Kebudayaan seseorang memiliki peran yang berpengaruh dalam pemilihan makanan. Unsur-unsur sosio-budaya tertentu mampu menciptakan suatu kebiasaan makan yang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Kebiasaan dan susunan hidangan makan suatu keluarga merupakan suatu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut gaya hidup. Yang mana merupakan hasil interaksi faktor sosio-budaya dan lingkungan hidup. Didalam masyarakat juga banyak dijumpai pola pantangan, takhyul, larangan di tiap daerah yang berbeda. Dari sisi religi jika melanggar pantangan tersebut akan mendapat dosa.

Menurut Barasi (2007), faktor fisiologis dan psikologis yang mempengaruhi konsumsi makanan adalah sebagai berikut:

1. Rasa lapar, merupakan perwujudan kebutuhan untuk makan yang sering ditentukan oleh kebiasaan.

2. Rasa kenyang, merupakan upaya menghentikan proses makan. Namun jika disediakan berbagai jenis makanan, seseorang mungkin masih bisa melanjutkan proses makan tersebut.

3. Nafsu makan, merupakan keinginan terhadap makanan tertentu berdasarkan pengalaman yang dianggap tidak berkaitan dengan kebutuhan gizi.

4. Pantangan, merupakan upaya menghindari makanan tertentu berdasarkan pengalaman masa lalu sehingga dapat membatasi pemilihan makanan.

5. Kesukaan, dapat dibentuk karena seringnya kontak dengan makanan tersebut dan juga berkaitan dalam kepekaan rasa.

6. Emosi, sering dikaitkan dengan emosi positif dalam kebiasaan makan sebagai perlakuan untuk menghibur diri dan emosi negatif untuk menolak makanan sebagai senjata.

7. Tipe kepribadian, berdasarkan kepekaan pemicu eksternal dan internal yang mempengaruhi asupan makanan yang mungkin berperan penting dalam menentukan keyakinan seseorang dalam mengontrol berat badannya.

2.2.1. Asupan Energi


(45)

Tubuh memerlukan asupan makanan dalam pembentukan energi. Sumber energi terdiri dari zat gizi makro berupa karbohidrat, protein dan lemak (Almatsier, 2001). Adapun komponen yang mempengaruhi kebutuhan energi, antara lain ; (1) Metabolisme keadaan istirahat (resting metabolic rate = RMR); (2) Aktivitas; (3) Tambahan energi selama pencernaan makanan (thermic effect of food = TEF, dulu disebut specific dynamic action = SDA); (4) Fakultatif termogenesis (perubahan kebutuhan energi karena perubahan suhu, konsumsi makanan, stress) (Muhilal, Jalal, dan Hardinsyah, 1998).

Energi untuk melaksanakan fungsi fisiologis seperti denyut jantung, gerak alat pernapasan, sistem urogenital, sistem endokrin, aktifitas listrik saraf tanpa melakukan kerja luar disebut energi basal metabolik. Sedangkan aktifitas merupakan energi kerja luar tambahan selain dari energi basal metabolik. Pada umumnya energi yang dihasilkan oleh tubuh lebih tinggi dari jumlah energi yang telah dikonsumsi dari hidangan, dari setiap zat gizi sumber energi akan menstimulasi metabolisme untuk menghasilkan energi. Stimulasi zat gizi untuk menambah produksi energi tubuh disebut TEF (Sediaoetama, 2006).

Semua energi yang diperlukan tubuh harus disuplai melalui asupan makanan. Diantaranya karbohidrat, protein, dan lemak, yang mana saat dimetabolisme akan menghasilkan energi. Besar energi dari karbohidrat sebesar 3,75 kkal/g, protein sebesar 4 kkal/g, dan lemak sebesar 9 kkal/g (Barasi, 2007).

2.2.1.1.Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama untuk beberapa sel, seperti sistem saraf dan sel darah merah. Didalam otot, juga membutuhkan suplai karbohidrat dalam melakukan aktifitas fisik rutin. Karbohidrat tersedia sebagai cadangan untuk semua sel dalam bentuk glukosa darah dan disimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen. (Barasi, 2007)

Selanjutnya Almatsier (2001), membagi karbohidrat sederhana terdiri atas:

1. Monosakarida, terdiri atas 6-rantai atau cincin karbon. Terdiri atas, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, dan pentose.


(46)

2. Disakarida ada empat jenis disakarida yaitu sukrosa, maltose, laktosa dan trehalosa.

3. Oligosakarida terdiri atas: rafinosa, stakinosa, dan verbaskosa terdapat di dalam biji-bijan dan kacang-kacangan.

Sedangkan karbohidrat kompleks terdiri atas:

1. Polisakarida yang penting, pati simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia.

2. Serat, terdiri dari dua golongan yaitu tidak dapat larut dan dapat larut dalam air.

Di Indonesia 70-80% seluruh energi untuk keperluan tubuh berasal dari karbohidrat. Semakin rendah tingkat ekonominya semakin tinggilah persentase energi yang didapat dari karbohidrat, karena sumber karbohidrat harganya cukup murah (Sediaoetama, 2006).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk karbohidrat adalah 130 g perhari, tujuan yang paling penting untuk mendapatkan energi yang didapat dari total masukan karbohidrat sampai 60%. Juga direkomendasikan konsumsi serat sebesar 25 sampai 38 g/hari untuk pria dan wanita (Wardlaw dan Disilvestro, 2004).

Adapun penyakit gangguan metabolisme yang berhubungan dengan kualitas serta kuantitas karbohidrat. Penyakit ketidakseimbangan konsumsi energi yaitu Kurang Kalori dan Protein (Sediaoetama, 2006). Dalam sebuah eksperimen sel dan jaringan menunjukkan bahwa pada konsumsi kalori yang berlebihan untuk karbohidrat berakibat pada resistensi insulin yang memicu terjadinya diabetes mellitus tipe dua, penumpukan jaringan lemak yang berakibat obesitas, dan gangguan sistem jantung dan pembuluh darah (Manuel-y-Keenooy, dan Gallardo, 2012). Dan sindroma kelainan absorbsi pada defisiensi enzim laktase dapat menyebabkan diare kronis (Levin, 2013).

2.2.1.2.Protein

Struktur pembangunan dasar dari semua sel hidup, serta enzim dan pembawa pesaan kimiawi yang menjaga keutuhan fungsi tubuh merupakan sebagian dari fungsi protein. Molekul protein tersusun atas satu rantai asam


(47)

tunggal yang dihubungkan oleh ikatan peptida, rantai ini berlipat hingga membentuk ikatan antara asam amino yang berdampingan melalui ikatan hidrogen antara atom oksigen dan nitrogen. Ketersediaan protein nabati sekitar 50 g/orang/hari sumber hewani antara 5-50g/orang/hari berbeda-beda di sebagian daerah, ketersediannya yang paling tinggi terdapat di negara Barat (Barasi, 2007).

Adapun beberapa fungsi protein untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pembentukan ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi dan sebagai sumber energi (Almatsier, 2001).

AKG untuk protein adalah 0,8 g/kg pada orang yang sehat (Wardlaw dan Disilvestro, 2009). Namun seseorang dalam masa pemulihan dari penyakit yang parah dan atlet yang sedang berlatih kebutuhan proteinnya menjadi lebih tinggi. Adapun asupan protein yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit ginjal atau demineralisasi tulang. Dan jika asupan energi tidak cukup, menyebabkan protein digunakan sebagai sumber energi, yang akan mengganggu pemeliharaan jaringan dan pertumbuhan yang mana pada anak akan timbul gejala tubuh pendek, kehilangan massa otot, buruknya penyembuhan luka dan meningkatnya resiko infeksi (Barasi, 2007).

2.2.1.3. Lemak

Jenis lemak yang paling utama dalam nutrisi adalah triasilgliserol yang mencakup 95% dari lemak dalam diet, fosfolipid yang bersifat amfipatik yang dapat bekerja pada lingkungan air dan lemak berfungsi sebagai emulgator, sterol salah satu contohnya kolesterol yang memiliki fungsi pembentukan hormon, pembentukan sel dan garam empedu. Komponen utama dari diet lemak adalah asam lemak. Didalam Sizer dan Whitney (2006), asam lemak terdiri dari:

1. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA)

Terdapat pada lemak susu sumber SFA rantai pendek dan sedang, mentega kaya akan SFA, minyak kelapa sawit dengan 16 ikatan karbon, dan minyak kelapa mengandung 14 ikatan karbon. Anjuran pola makan sehat mendorong


(48)

pengurangan SFA yang berhubungan dengan kadar kolesterol dan penyakit kardiovaskular.

2. Asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid, MUFA)

MUFA mengandung satu ikatan rangkap contohnya asam oleat yang diperoleh dari minyak zaitun dan dalam ikan berlemak mungkin dalam jumlah yang sedikit.

3. Asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid, PUFA)

PUFA tergolong dalam kelompok n-3 dan n-6. Tubuh tidak dapat mensintesis senyawa induk PUFA n-3 dan n-4 maka disebut asam lemak esensial yang harus diperoleh dari makanan. PUFA juga digunakan dalam pembentukan

eikosanoid.

4. Asam lemak trans (trans fatty acid, TFA)

TFA terkait dengan efek berbahaya pada peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL. Daging dan susu dari hewan mamalia, serta lemak terhidrogenasi adalah sumber potensial TFA.

Lemak dalam jumlah tertentu, biasanya sekitar 30% dari energi total, diperlukan untuk menjalankan fungsinya dalam tubuh dengan baik. Lemak disimpan sebagai cadangan energi dalam sel adiposit yang terdapat di jaringan adiposa. Penyimpanan dan pelepasan lemak dikendalikan oleh hormon terutama insulin dan noradrenalin. Lemak secara kontinu mengalir masuk dan keluar dari sel adiposit. Menurut teori, lemak dapat disintesis dari karbohidrat untuk disimpan, pada asupan karbohidrat yang sangat tinggi. Penggunaan lemak berlangsung dibawah pengaruh noradrenalin, yang menyebabkan pelepasan dan oksidasi asam lemak untuk menghasilkan energi. Oksidasi lemak ini berlangsung hampir setiap waktu dalam tubuh manusia sebagai bahan bakar bagi aktivitas metabolisme dan fisik (Barasi, 2007).

Tidak ada AKG untuk masukan total lemak. Tubuh membutuhkan 5% total energi yang masuk dari minyak nabati untuk tercukupinya asam lemak esensial. Disarankan konsumsi lemak tidak melebihi 35% dan membatasi asupan asam lemak jenuh, kolesterol dan asam lemak trans (Wardlaw dan Disilvestro, 2004).


(49)

2.2.2. Tingkat Kecukupan Asupan Energi dan Lemak

Ada nilai minimal kebutuhan sehari agar seseorang dapat mempertahankan keadaan normal tubuhnya. Pada keadaan tertentu kebutuhan minimal sehari ini dapat tak tercukupi, maka dari itu agar tubuh tetap mempertahankan fungsi normalnya pada keaadaan meningkatnya kebutuhan, dianjurkan setiap hari makanan yang dikonsumsi sesuai anjuran kecukupan sehari atau AKG. Nilai AKG ini berlaku bagi rata-rata masyarakat, nilai AKG dari asupan energi dan lemak dapat dilihat pada proposal penelitian ini pada (Lampiran 4). Pada lampiran tersebut AKG dikelompokkan berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan (Sediaoetama, 2006). Menurut Supariasa, Bakri, dan Fajar (2002) klasifikasi tingkat konsumsi asupan energi dan lemak berdasarkan AKG dibagi menjadi empat, sebagai berikut:

1. Baik : > 100% AKG 2. Sedang : 80-99% AKG 3. Kurang : 70-80% AKG 4. Defisit :<70% AKG

Secara umum pola konsumsi pangan remaja dan dewasa yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65% : 10- 20% : 20-30%. Komposisi ini tentunya dapat bervariasi, tergantung umur, ukuran tubuh, keadaan fisiologis dan mutu protein makanan yang dikonsumsi. Adapun kisaran distribusi energi gizi makro dari pola konsumsi penduduk Indonesia adalah 9-14% energi protein, 24-36% energi lemak, dan 54-63% energi karbohidrat (Hardinsyah, Riyadi, dan Napitupulu, 2004).

Anjuran proporsi energi dari lemak, 35% pada anak usia 1-3 tahun, 30% pada usia 4-18 tahun, dan 25% pada orang dewasa. Kontribusi energi dari protein sebaiknya sebesar 15% pada anak usia 1-3 tahun, 15% pada anak usia 4-18 tahun, dan 15% pada dewasa. Dan anjuran proporsi energi dari karbohidrat pada usia 1-3 tahun sebesar 50%, pada usia 4-18 tahun sebesar 55%, dan pada dewasa sebesar 60% (Hardinsyah, Riyadi, dan Napitupulu, 2004).


(50)

2.2.3. Kelebihan Konsumsi Energi dan Lemak

Di dalam Barasi (2007), berat badan berlebih dan obesitas dapat didefenisikan sebagai akumulasi lemak tubuh secara berlebihan. Kenaikan berat badan terjadi jika asupan energi melebihi keluaran energi selama jangka waktu tertentu. Hal ini mencerminkan keseimbangan energi positif, sehingga energi yang di suplai kedalam tubuh tidak digunakan tubuh dan disimpan dalam jaringan adiposa. Adapun faktor eksternal terhadap asupan energi dan terhadap keluaran energi mempengaruhi terjadinya kejadian kelebihan konsumsi energi.

Pengaruh eksternal terhadap asupan energi (Barasi, 2007): 1. Ketersediaan pangan.

Baik jumlah maupun sifat makanan yang tersedia bagi penduduk di berbagai belahan dunia sudah banyak berubah, perubahan meliputi: lebih banyak pilihan, makanan dapat dibeli dimana saja, metode pengawetan, banyak produk makanan yang dapat segera dimakan.

2. Kuantitas dan kualitas makanan.

Peningkatan konsumsi makanan siap saji dan makanan cepat saji, yang berdensitas energi lebih tinggi daripada diet tradisional menyebabkan konsumsi energi yang berlebih, ukuran porsi yang lebih besar telah menjadi hal biasa, jumlah makanan yang dikonsumsi diluar rumah telah meningkat sehingga berpengaruh terhadap kecenderungan obesitas.

3. Aspek psikologis.

Asupan makanan setiap individu dapat dipengaruhi oleh, kondisi mood, mental, kepribadian, dan persepsi tubuh yang dipengaruhi budaya, sikap terhadap

makanan dalam konteks sosial, faktor teman, iklan, dan media.

Selanjutnya berdasarkan pengaruh eksternal terhadap keluaran energi (Barasi, 2007):

1. Meningkatnya mekanisasi.

Kemajuan teknologi menyebabkan berkurangnya kebutuhan untuk menggunakan tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas manual yang memerlukan banyak energi.


(51)

2. Aktivitas hiburan.

Tersebar luasnya komputer dan sarana hiburan elektronik dirumah, mengurangi hiburan di luar rumah. Pada sebagian orang aktivitas fisik telah menjadi hal yang harus dijadwalkan bukan lagi bagian dari kehidupan, meningkatnya kepadatan lalu lintas membuat aktivitas diluar rumah kurang menyenangkan.

Berlebihannya konsumsi energi dan lemak dalam jangka waktu tertentu akan memicu terjadinya obesitas. Dengan pengukuran Body Mass Index (BMI) yang lebih dari 30 dapat dikategorikan sebagai penderita obesitas. Status obesitas juga dapat diukur dengan komposisi lemak tubuh. Lemak tubuh berkisar 2% sampai 70% dari berat tubuh. Pada pria yang lemak tubuhnya lebih dari 25% dan pada wanita lebih dari 35% bisa dikatakan obesitas. Kadar lemak yang diharapkan pada pria itu berkisar antar 8%-25% dan pada wanita 20%-35% karena pada wanita lemak diperlukan dalam mempertahankan sistem reproduksi (Wardlaw dan Disilvestro, 2004).

Pada tingkat obesitas kapasitas kerja menurun, daya tahan tubuh juga menurun diikuti meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas. Dikarenakan pada orang obesitas, tempat penyimpanan zat gizinya sudah penuh tak dapat menampung simpanan zat gizi lagi, jadi zat gizi yang masih tersisa akan tertimbun di sekitar organ vital yang akan menghambat fungsi organ-organ penting tersebut. Orang yang menderita obesitas akan merasa cepat lelah, lebih mudah melakukan kesalahan dan kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan. Lama hidup orang yang obesitas juga lebih pendek dibandingkan orang yang memiliki berat badan ideal (Sediaoetama, 2006).

Berdasarkan panduan kesehatan Australia (2012), menjelaskan bahwa kejadian obesitas dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif dan metabolik seperti, penyakit jantung dan pembuluh darah, beberapa jenis kanker, hipertensi, diabetes tipe 2, kelainan tulang dan sendi, pernapasan, pencernaan, reproduksi, dan kejiwaan.

Dan di dalam panduan klinis Scottish Intercollegiate (2012), untuk penanganan obesitas diperlukan manajemen makan sehat, dan aktifitas fisik sehat.


(52)

Pada dasaranya melibatkan tiga pendekatan yaitu, jangan menambah berat badan, mulai kurangi berat badan dan pertahankan berat badan ideal. Pengurangan konsumsi lemak, perbanyak konsumsi sayur dan buah, banyak minum air putih, dan diikuti peningkatan aktifitas fisik, dan keberhasilan manajemen ini juga didukung dengan adanya peran keluarga.

Penanggulangan obesitas dengan menyeimbangkan asupan makanan yang masuk dengan meningkatkan kegiatan aktifitas fisik dan menghindari stress. Penyeimbang asupan energi ini dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol (Almatsier, 2001).

Apabila asupan lemak berlebih, cenderung akan meningkatkan kadar kolesterol yang dapat memicu penyakit jantung koroner, dan pada penelitian terhadap hewan dan bukti klinis ditemukan pada kelainan metabolisme lemak berkaitan pada kejadian penyakit sindroma metabolik dan kanker (Hu, Zang, dan Song, 2013).

2.2.4. Kekurangan Konsumsi Energi dan Lemak

Defisit asupan energi secara alami biasanya diiringi ketidakcukupan asupan nutrien mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun asupan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Gejala subjektif yang tampak pada penderita ialah perasaan lapar (Sediaoetama, 2006). Menurut Barasi (2007), dampak defisit yang paling jelas ialah penurunan berat badan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi.

Menurut Barasi (2007), faktor penyebab penurunan asupan energi:

1. Kurangnya ketersediaan pangan yang bersifat akut seperti bencana kelaparan atau bersifat kronik seperti suplai makanan selalu tidak memadai karena masalah suplai makanan atau terkait kekurangan modal.

2. Ketidakmampuan untuk makan karena sakit, atau setelah mengalami cedera atau trauma.

3. Pembatasan makan yang dilakukan secara sengaja baik untuk jangka pendek (misalnya menurunkan berat badan) atau jangka panjang (terkait gangguan makan) atau sebagai pernyataan politik (aksi mogok makan).


(53)

Menurut Barasi (2007), berdasarkan penyebab peningkatan pengeluaran energi mungkin meliputi

1. Kerja fisik yang berat.

2. Peningkatan kebutuhan untuk pertumbuhan. 3. Demam/infeksi/respons pascatrauma.

Kejadian kekurangan konsumsi energi yang kronis dapat menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi sebagai salah satu dampak dari kemiskinan akan berakibat gangguan fungsi kognitif seperti kemampuan individu dalam menjalani kehidupan yang produktif (Onis, Brown, Blossner, dan Borghi, 2012).

Telah lama diketahui bahwa malnutrisi dikaitkan dengan kematian pada anak-anak. Peningkatan resiko kematian berbanding terbalik dengan berat-untuk-usia, ada peningkatan resiko pada gizi kurang ringan sampai sedang bukan pada gizi kurang yang berat. Karena populasi gizi kurang ringan sampai sedang lebih besar dibanding populasi gizi kurang berat. Beberapa penyebab kematian karena malnutrisi diakibatkan diare, infeksi pernapasan akut, malaria, campak dan penyakit menular lainnya. Diperkirakan malnutrisi terkait pada sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan meningkatkan prognosis buruk pada perkembangan penyakit tersebut (Blossner dan Onis, 2005).

Penyakit yang berhubungan dengan lemak, terkait lemak merupakan pelarut vitamin bila terjadi defisiensi lemak vitamin larut lemak akan terjadi penghambatan absorpsi dari vitamin-vitamin tersebut yang akan menimbulkan dampak klinis (Sediaoetama, 2006).

2.3. Status Gizi

2.3.2. Pengertian Status Gizi

Keadaaan akibat keseimbangan antara asupan, penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Bila tubuh memperoleh asupan gizi yang optimal status gizi yang baik akan tercapai untuk pertumbuhan fisik, proses pemulihan perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan yang baik (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).


(54)

Status gizi adalah dampak keadaan tubuh dalam mengkonsumsi makanan dan zat-zat gizi, yang dapat dibedakan menjadi kurang gizi, gizi baik dan gizi lebih (Almatsier, 2001). Status gizi adalah konsep multidimensi yang meliputi pola makan, antropometri, tes biokimia, dan indikator klinis pada kesehatan gizi. (Amarantos, Martinez, dan Dwyer 2001).

2.3.3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah tertentu (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Di dalam Arisman (2010), antropometri berasal dari kata anthropos yang artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain:

1. Berat Badan.

Pengukuran atropometri yang paling banyak digunakan. Agar berat dapat dijadikan ukuran yang valid proporsi lain seperti tinggi, ukuran rangka, proporsi lemak, otot, tulang, serta komponen “berat patologis” harus dipertimbangkan. Alat penimbang yang dipilih haruslah kuat, tidak mahal, mudah dijinjing, dan akurat hingga 100 gr. Timbangan juga harus dikalibrasi setiap pemakaian. Jika keadaan memungkinkan subjek yang ditimbang bertelanjang atau berpakaian seminimal mungkin (Arisman, 2010).

2. Tinggi Badan.

Merupakan indikator umum ukuran tubuh, tapi belum dapat menjadi indikator status gizi kecuali digabungkan dengan indikator lain. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding dan pandangan


(55)

diarahkan kedepan. Bagian alat pengukur tinggi yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh vertex kepala (Arisman, 2010).

3. Lingkar Lengan.

Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan. Seandainya anak itu mengalami malnutrisi, otot akan mengecil lemak menipis dan ukuran lingkar lengan pun susut. Pengukuran lingkar lengan berguna dalam penentuan malnutrisi balita. Lingkar lengan diukur dengan pita plastik berwarna, atau gelang yang berdiameter 4 cm (Arisman, 2010).

4. Tebal Lemak di Bawah Kulit.

Pengukuran persentase lemak yang cukup mudah dilakukan, dan terbukti akurat karena 85% lemak tubuh tersimpan dalam trisep, subskapula, suprailiaka, biseps, perut, paha dan dada. Cara pengukuran kulit dicubit dengan dua jari, kemudian kaliper menjepit lipatan kulit. Lakukan beberapa kali sebelum membaca skala, pengukuran setidaknya dilakukan dua kali (Arisman, 2010).

5. Indeks Massa Tubuh (IMT).

Berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam ukuran meter). Rumus ini hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia antara 19-70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet, bukan ibu hamil (Arisman, 2010).

Menurut SK Menkes Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010, metode pengukuran status gizi yang paling tepat untuk siswa SD adalah dengan menggunakan indeks IMT/U mengacu pada standar World Health Organization

(WHO) dikarenakan sesuai untuk negara-negara yang sedang berkembang. Berikut kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks IMT/U:


(56)

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak umur (5-18 tahun)

Sangat Kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD Obesitas >2 SD

2.3.3. Penilaian Asupan Energi dan Lemak

Secara umum penilaian asupan makanan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi. Berdasarkan jenis data yang diperoleh dalam pengukuran asupan makanan menghasilkan data asupan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Metode asupan kualitatif untuk mengetahui frekuensi makan, asupan menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh bahan makanan tersebut, metode pengukuran secara kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, metode dietary history, metode telepon dan metode pendaftaran makanan (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Metode kuantitatif yang terdiri atas ingatan (recall) dan catatan (record). Metode ini untuk mengukur kuantitas pangan yang dikonsumsi individu dalam kurun waktu satu hari. Dengan meningkatkan jumlah hari pengukuran pada metode ini kita dapat mengetahui asupan kebiasaan individu dapat diperoleh (Siagian, 2010).

Metode yang lazim digunakan untuk menilai konsumsi pangan individu: 1. Metode Ingatan 24 Jam (food recall).

Prinsip metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24jam) data yang diperoleh kurang representatif, oleh karena itu penelitian dilakukan berulang-ulang dan


(57)

harinya tidak berturut-turut minimal 2 kali recall 24 jam (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

2. Metode Pencatatan Makanan.

Deskripsi lengkap jenis dan jumlah pangan dan minuman yang dikonsumsi, setiap kali makan, pada periode tertentu yang ditetapkan biasanya 3-7 hari. Responden diminta untuk mencatat semua pangan yang dikonsumsi pada periode waktu tertentu (Siagian, 2010).

3. Metode Penimbangan Makanan.

Metode ini merupakan metode yang paling akurat dalam memperkirakan asupan kebiasaan atau asupan zat gizi individu. Responden diminta untuk menimbang semua pangan yang dikonsumsi pada periode waktu tertentu. Lalu diperhitungkan kuantitas asupan makanan selisih antara kuantitas yang dikonsumsi dengan kuantitas pangan yang sisa (Siagian, 2010).

4. Metode Riwayat Makan.

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola asupan berdasarkan pengamatan dalam waktu yag cukup lama. Komponen yang dinilai ingatan 24 jam dari asupan aktual, kebiasaan asupan, dan mencatatan konsumsi pangan selama tiga hari (Siagian, 2010).

5. Metode Frekuensi Makan.

Metode ini untuk memperoleh data tentang gambaran pola asupan sejumlah bahan makanan selama periode tertentu. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).


(58)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan yang berlandaskan paradigma sehat. Paradigma sehat merupakan cara pandang atau pola pikir yang melihat pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit bukan hanya mengobati penyakit atau memulihkan kesehatan. Hal ini memerlukan peningkatan upaya promotif-preventif agar seimbang dengan upaya kuratif-rehabilitatif (Depkes, 2004).

Dalam meningkatkan pembangunan nasional, diperlukan aset negara sumber daya manusia yang baik dan berkualitas, anak-anak Indonesia merupakan bagian dari sumber daya negara. Salah satu cara peningkatannya adalah dengan meningkatkan angka kecukupan gizi dan kesehatan. Kecukupan gizi akan meningkatkan produktifitas dan kecerdasan bangsa (Depkes, 2002).

Masalah gizi ganda semakin meningkat di negara berkembang. Saat ini di Indonesia permasalahan gizi kurang (undernutrition) belum tuntas diselesaikan, sementara di sisi lain masalah gizi lebih (overnutrition) terjadi pada saat yang bersamaan. Beban gizi ganda ini memiliki dampak yang kurang baik terhadap status kesehatan anak di masa yang akan datang. Kondisi gizi kurang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan beban gizi lebih pada anak akan meningkatkan risiko penyakit metabolik dan degeneratif di kemudian hari. Masalah transisi gizi ini disebabkan berbagai hal seperti urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, perubahan pola kerja, transportasi, pengolahan makanan, hingga pola makan (WHO, 2009).

Status gizi baik atau status gizi optimal tercapai bila, zat gizi tercukupi dalam jaringan tubuh yang akan digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan. Apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi


(59)

esensial akan terjadi status gizi kurang. Maka dari itu gangguan gizi terjadi pada status gizi kurang maupun gizi lebih (Almatsier, 2001).

Gizi kurang terjadi jika asupan kalori yang masuk di bawah pada kebutuhan energi minimum makanan, yang berbeda standarnya di tiap negara tergantung gender, dan umur suatu populasi. Faktor-faktor seperti masalah kesehatan, ketersedian pangan sosial ekonomi dan lingkungan juga mempengaruhi terjadinya gizi kurang (FAO, 2009). Pada akhirnya membuat si anak rentan terhadap penyakit seperti pneumonia, diare, malaria, dan campak (Caulfield, Onis, Blossner dan Black, 2004).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4%, gizi kurang 13%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi buruk sebesar 4,9%, gizi kurang 13%. Di Sumatera Utara pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk 8,4%, gizi kurang 14,3% dan pada tahun 2010 prevalensi gizi buruk 7,8% dan gizi kurang 13,5%.

Obesitas pada anak telah menjadi masalah kesehatan nasional dan internasional. Prevalensi ini terus meningkat seiring tahun. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan kalori yang masuk dengan kalori yang digunakan. Obesitas tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah ke bawah. Obesitas yang terjadi pada anak akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas saat tumbuh dewasa. Faktor penyebab obesitas salah satunya adalah kurangnya aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan fisik tertentu. Aktifitas fisik yang dilakukan sejak masa anak sampai lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup (Sameera dan Amar, 2012).

Menurut Riskesdas (2010), secara nasional masalah kegemukan pada anak umur 6-12 tahun masih tinggi yaitu 9,2% atau masih di atas 5,0%. Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki umur 6-12 tahun lebih tinggi dari prevalensi pada anak perempuan yaitu berturut-turut sebesar 10,7% dan 7,7%. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan prevalensi di perdesaan yaitu berturut-turut sebesar 10,4% dan 8,1. Dan sekitar


(60)

10,5% anak berumur 6-12 tahun mengalami kegemukan di Provinsi Sumatera Utara.

Makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air merupakan makanan yang mengandung nutrisi esensial, yang penting dalam tubuh untuk kesehatan. Fungsi nutrisi dalam mempertahankan tubuh, sebagai penyedia bahan baku untuk membangun dan memelihara fungsi tubuh, bertindak sebagai regulator dalam reaksi metabolik, berpartisipasi dalam reaksi metabolik untuk menghasilkan energi penting dalam mempertahankan kehidupan. Dirata-ratakan karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kkal/g energi, dan lipid menghasilkan 9 kkal/g. Nutrien lainnya tidak menghasilkan energi untuk tubuh tapi memiliki fungsi dalam meningkatkan ketahanan dan kesehatan tubuh (Wardlaw dan Disilvestro, 2004).

Pola makan sangat mempengaruhi asupan zat gizi seseorang. Kebutuhan energi terpenuhi dari asupan makanan dan menggambarkan seberapa besar kalori yang didapat dari setiap bahan yang dikonsumsinya. Pada anak SD, pola makannya sangat dipengaruhi oleh pola makan keluarga. Pada keluarga sosial ekonomi rendah ada kecenderungan asupan energi anak kurang dari kebutuhan energi harian. Sedangkan pada keluarga ekonomi menengah keatas ada kecenderungan asupan energi anak justru mengalami kelebihan dari kebutuhan energi harian. Lebih jauh lagi perbandingan sumber zat gizi makro tidak memenuhi kaidah gizi seimbang dimana sumber lemak yang dikonsumsi melebihi 30% dari total asupan energi harian. Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas pada anak (Baliwati, Khomsan dan Dwiriani 2010 ).

SD Harapan-1 mewakili gambaran masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke atas. Latar belakang kondisi sosial ekonomi ini seringkali mempengaruhi asupan makan yang pada akhirnya mempengaruhi asupan energi dan lemak dan status gizi pada anak-anak. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada siswa kelas V Sekolah Dasar di SD Harapan-1 Medan tahun 2013. 1.2. Rumusan Masalah


(1)

DAFTAR SINGKATAN

AKG Angka Kecukupan Gizi

BMI Body Mass Index Depkes Departemen Kesehatan

FAO Food and Agriculture Organization GBHN Garis Besar Haluan Negara

HDL High Density Lipoprotein

IMT Indeks Massa Tubuh

LDL Low Density Lipoprotein MUFA Monounsaturated Fatty Acid

NTB Nusa Tenggara Barat

PUFA Polyunsaturated Fatty Acid Riskesdas Riset Kesehatan Dasar RMR Resting Metabolic Rate

SD Sekolah Dasar

SD Standar Deviasi

SDA Specific Dynamic Action SFA Saturated Fatty Acid

SPSS Statistic Package for Social Sciences TEF Thermic Effect of Food

TFA Trans Fatty Acid

WHO World Health Organization


(2)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Riwayat Hidup Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Peserta Penelitian Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Anjuran Proporsi Energi dan Lemak

Lampiran 6 Standart Indeks Massa Tubuh menurut Umur Lampiran 7 Data Induk Penelitian

Lampiran 8 Hasil Output Data Penelitian Lampiran 9 Surat Persetujuan Komisi Etik Lampiran 10 Surat Izin Penelitian


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada siswa Kelas V SD Harapan-1 Medan”

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mendapat bantuan dan dukungan moral yang tidak ternilai, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang membimbing, memberikan kemudahan, membantu dan memberikan semangat, doa dan dukungan sehingga akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan 1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi saya untuk menempuh Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar. Sp. PD.KGEH. beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi saya untuk menempuh Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP., MSi sebagai dosen pembimbing dalam penelitian ini. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghormatan atas segala ketulusan dalam memberikan arahan, bimbingan, wawasan dan meluangkan waktu sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. dr. Dina Kemala Sari, M. Gizi, SP.GK dan dr Zaimah Z. Tala, MS, Sp.GK, sebagai dosen penguji. Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaannya sebagai tim penguji serta segala bimbingannya untuk perbaikan dan penyeselesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Para guru besar, dosen, staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah berperan besar pada pendidikan saya.


(4)

6. Pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, kepala sekolah Pak Parlindungan Lubis S.Pd, kepada Pak Drs. M. Yusuf selaku wakil kepala sekola h, kepala Bu Ponirah, S.Pd dan Pak Dedy Gunawan selaku guru olahraga, Bu Novarini, S.PSi selaku guru BK dan seluruh jajaran guru dan staf di SD Harapan-1 Medan yang telah membantu dalam pengambilan data di lokasi penelitian.

7. Ayahanda Muhammaddin, Ibunda saya Emmi Derah, Tante Zuraidah dan Oom Yunus, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus dan ikhlas atas dukungan serta doa yang tiada henti.

8. Teman sejawat Kiki, Anom, Mita, Irsa, Ira, Farid, Irwin, Abdillah, Akbar, Chairunnisa, Rizka, Hafis, Fia, Aznan, Desi, Ritta, Harmen, Haritsah, Faqih, Ikhsan, Fikri dan khususnya teman-teman angkatan 2010. Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama, bimbingan yang baik serta saling membantu dan memotivasi.

Sebagai akhir kata dari penulis, hanya bisa berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


(5)

ABSTRAK

Masalah status gizi ganda semakin meningkat di negara berkembang. Saat ini di Indonesia permasalahan gizi kurang (undernutrition) belum tuntas diselesaikan, sementara di sisi lain masalah gizi lebih (overnutrition) terjadi disaat bersamaan. Pola makan sangat mempengaruhi asupan zat gizi seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan asupan energi dan lemak dengan status gizi pada siswa kelas V Sekolah Dasar di SD Harapan-1 Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini berjumlah 100 siswa kelas V di SD Harapan-1 Medan. Analisis data menggunakan uji chi square dengan program SPSS.

Dari penelitian ini didapatkan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi (P=0,105) pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan status gizi (P=0,835) pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan.

Rata-rata Status Gizi pada anak siswa V SD Harapan-1 Medan adalah berkategori normal menurut standar umur dan jenis kelamin. Rata-rata Asupan Energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan adalah kategori cukup sesuai AKG. Rata-rata Asupan Lemak pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan adalah kategori cukup sesuai AKG. Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan energi pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan lemak pada siswa kelas V SD Harapan-1 Medan.

Kata Kunci : Status Gizi, Asupan Energi, Asupan Lemak


(6)

ABSTRACT

Overnutrition status problems in development countries is increasing currently in Indonesia, the problem of malnutrition is not compeletely resolved, while on the other hand the problems of overnutrition occurred at the same time. Diet greatly affects a persons’s nutrient intake. Objective of the study is to evaluate the relationship between energy and fat intake with nutritional status of class V students in SD Harapan-1 Medan.

The study is an analytical study using cross-sectional approach. Subject of this research were 100 student’s in class V of SD Harapan-1 Medan. Data was analized using chi-square with SPSS.

The result obtained from this study showed that, there was no significant relationship between energy intake and nutritional status. (p = 0,105) in class V student’s of SD Harapan-1 Medan. There was also no significant relationship between fat intake and nutritional status (p = 0,835) in class V student’s of SD Harapan-1 Medan.

Average nutritional status in class V student of SD Harapan-1 Medan is normally categorized according to age and genders standarts. Average energy intake in class V student’s of SD Harapan-1 Medan is quite appropriate according to RDA category. Average fact intake in class V student’s of SD Harapan-1 Medan is also quite appropriate to RDA category. There is no significant relationship between the nutritional status of energy intake or either between nutritional status and fat intake in class V student’s of SD Harapan-1 Medan


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN LEMAK DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI DI PONDOK Hubungan Asupan Energi Dan Lemak Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta.

0 7 19

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN LEMAK DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI DI PONDOK Hubungan Asupan Energi Dan Lemak Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta.

0 6 16

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK DAN STATUS GIZI DENGAN STATUS MENARCHE DINI PADA SISWI DI SD Hubungan Antara Asupan Lemak Dan Status Gizi Dengan Status Menarche Dini Pada Siswi Di SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta.

0 3 18

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH GERIATRI DI PANTI WREDA SURAKARTA.

0 1 16

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 12

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 2

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 4

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 16

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 4

Mioma Uteri, Karakteristik Hubungan Asupan Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Siswa Kelas V SD Harapan-1 MedanTahun 2013

0 0 17