Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

(1)

LAMPIRAN

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Kak Myur Umur : 36 Tahun Pekerjaan : Aktivis HIV

Alamat : Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang 2. Nama : Bang Enn

Umur : 37 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang 3. Nama : Ardi

Umur : 38 Tahun Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Jln. Bunga Asoka 4. Nama : Brian

Umur :30 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jln. Bahagia Pasar 1 Padang Bulan 5. Nama : Wanto

Umur :36 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Simpang Pos 6. Nama : Fenti

Umur :33 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Simpang Pos 7. Nama : Sella

Umur :10 Tahun Pekerjaan : Pelajar Alamat : Simpang Pos


(2)

8. Nama : Tia Umur :6 Tahun Pekerjaan : Pelajar Alamat : Simpang Pos 9. Nama : Bu Len

Umur :33 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Batu Layang Kec. Sibolangit 10.Nama : Berti

Umur :36 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sipirok


(3)

DAFTAR INTERVIEW GUIDE

No Perihal Pertanyaan Informan

1. Life History Penderita HIV

Ceritakan secara singkat riwayat hidup kak Maniur sebelum terkena HIV!

Kak Maniur Sihombing Ceritakan Asal mula kakak

semenjak terinfeksi HIV! Coba jelaskan, menurut kakak HIV itu apa dan harus bagaimana ?

Coba ceritakan bagaimana Strategi kakak untuk melanjutkan hidup dalam kondisi adanya HIV? 2. Pendapat Odha

terhadap dirinya sebagai penderita HIV

Sudah berapa lama

Bapak/Ibu terinfeksi HIV ? Serta ceritakan sedikit bagaimana sebab terjadinya penyakit tersebut.

Kelompok Odha “Pita Merah”

Apa yang ada di dalam pikiran Bapak/Ibu, saat terdiagnosa HIV/AIDS ? Bagaimana tanggapan keluarga Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa

Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS?

Bagaimana tanggapan rekan/kerabat Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS ?

Bagaimana tanggapan tetangga/Lingkungan tempat tinggal Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS ?


(4)

Upaya apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk melawan penyakit tersebut ? Siapa penyemangat Bapak/Ibu dalam bertahan melawan penyakit tersebut ? Buatlah pesan dan kesan Bapak/Ibu tentang HIV ! 3. Pendapat Masyarakat

sebagai Ohida

Bagaimana penilaian dan sikap Bapak/Ibu bila disekitar lingkungan ada Orang yang HIV ?

Masyarakat

Apakah Bapak/Ibu terganggu bila ada orang yang HIV di sekitar Bapak/Ibu ?

Berikan saran Bapak/Ibu terhadap orang yang HIV !


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Deliyanto, Bambang. 1996. Lingkungan Sosial Budaya. Jakarta: Universitas Terbuka.

Djoerban, Zubairi. 1999. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta: Galang Press.

Harahap, Syaiful W. 2000. PERS meliput AIDS. Jakarta:PT Penebar Swadaya. Hertati, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Hidayana, Irwan M., dkk. 2004. Seksualitas: Teori dan Realitas. Jakarta: Program

Gender dan Seksualitas FISIP UI.

Holschneider, Silvia. 2006. HIV dan AIDS: Resiko pada Anak-Anak dan Kaum

Muda Indonesia. Jakarta: Save the Children.

Indonesia Ministry of Health. 2003. National estimates of adult HIV infection, Indonesia.

Marzali, Amri. 2005. Antropologi & Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana. Mulyana, Deddy. 2001. Human Communications, Konteks-konteks Komunikasi.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Rajawali, Andre, dkk. 2004. Pemberdayaan Positif: Mendirikan kelompok

dukungan dan beradvokasi untuk perubahan. Yogyakarta: Yayasan

Surviva Paski.

Reid, Elizabeth. 1995. HIV & AIDS: Interkoneksi Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Riyadi, Slamet, dkk. 2008. 11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan

Wartawan. LP3Y: KPA Nasional.

Sondang. 2014. Pola Pencarian Pengobatan Pada Penderita HIV di RSUP H.

Adam Malik. Tesis, Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Medan:

STIKes Helvetia

Spradley P, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Windhu, Siti Candra. 2009. Disfungsi Seksual-Tinjauan Fisiologi dan Patologis


(6)

Zein, Umar. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui. Medan: USU Press.

Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: PT.Fajar Interpratama Mandiri.


(7)

BAB III

LIFE HISTORY PENDERITA HIV

Tulisan berikut adalah kisah nyata perbincangan saya dengan beberapa orang yang sudah lama menderita HIV. Dari orang-orang yang saya wawancarai terdapat perbedaan bahwa mereka terinfeksi HIV bukan hanya karena perbuatannya mereka sendiri yang bersifat menyimpang, ada di antara mereka yang tertular dari pasangannya sehingga orang tersebut dikatakan sebagai korban. Akibatnya mereka yang sebagai korban tertularnya HIV harus menanggung resiko sebagai penderita HIV. Orang lain yang tidak paham tentang HIV, maka ia beranggapan negatif kepada si penderita, pikirannya dipenuhi dengan hal-hal yang negatif seperti anggapannya bahwa orang tersebut adalah perempuan tidak benar (PSK), kupu-kupu malam, pelacur (suka ganti-ganti pasangan), homo/gay, perempuan jadi-jadian (bencong) atau disebut juga transgender, bahkan ada juga orang yang beranggapan bahwa penderita HIV itu berkaitan dengan suku dan agama. Padahal itu semua berpulang pada kepribadian individunya. Hal ini mengenai bagaimana budaya berpikir dan bertindak individu atau seseorang dalam menghadapi fenomena yang terjadi melalui proses melihat, mendengar, dan merasakan.

Berikut ada beberapa informan yang saya temui di lapangan, nama mereka saya samarkan untuk menjaga kerahasiaan, mereka semua adalah penderita HIV, namun peristiwa yang mereka alami hingga terinfeksi HIV berbeda-beda satu sama lain. Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua tanpa memandang derajat dan status diri kita masing-masing.


(8)

3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV

Namanya Myur, beliau adalah seorang perempuan kelahiran 17 Maret 1979 yang berasal dari Tobasa. Ia merupakan anak pertama dari delapan bersaudara, kehidupan ekonomi dalam keluarganya sangat minim sehingga ia berinisiatif untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan rumah dan biaya pendidikan adik-adiknya dengan cara ia merantau ke Medan untuk mencari pekerjaan. Beruntung ia sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat SMA, sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk masuk di dunia kerja.

Gambar 5. Kak Myur

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Kak Myur bekerja di sebuah pabrik dan mendapatkan gaji yang lumayan perbulan. Sebulan dua kali ia datang ke kampung untuk memberikan sebagian gajinya sekaligus temu kangen dengan kedua orangtua dan adik-adiknya. Tanggung jawab sebagai anak pertama cukup besar, selain membantu orangtua


(9)

dalam mencari nafkah, ia juga harus memberikan contoh yang baik kepada 7 adik-adiknya. Orang tua kak Myur bekerja sebagai petani yang penghasilannya tak seberapa.

Dalam keluarga kak Myur diajarkan nilai-nilai yang positif, orang tuanya rajin beribadah ke gereja sehingga anak-anaknya pun diajak untuk beribadah sebagai wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa walaupun hidup hanya pas-pasan. Ia diajarkan untuk hidup jujur dan mau berusaha, jangan sampai berbuat negatif seperti mencuri, berbohong, bahkan sampai merugikan orang lain. Karena Tuhan pun tidak menyukai orang yang berbuat demikian, Tuhan akan marah kepada kita. Sampai saat ini kak Myur masih mengingat semua ajaran yang diajarkan oleh orangtuanya, sehingga bisa menerapkan nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya sejak buaian orang tuanya sampai ke liang lahat.

Kemudian pada tahun 2000 kak Myur menikah dengan orang karo marga Ginting. Setelah menikah mereka tinggal di Medan daerah Pancur Batu karena sang suami bekerja sebagai supir di Medan. Tahun 2001 mereka dikaruniai seorang anak perempuan, mereka merasa bahagia, sempurnalah kehidupan rumah tangga yang baru seumur jagung tersebut dengan kehadiran bayi perempuan, rumah terasa ramai karena isak tangis dan suara tawa anaknya. Anak tersebut disusui selama setahun.

Setahun kemudian kak Myur hamil lagi, lalu pada tahun 2003 ia melahirkan anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki. Mereka tambah bahagia sebab anak mereka sudah sepasang perempuan dan laki-laki. Sampai tiba saatnya


(10)

masalah pun menghampiri keluarga yang tengah berbahagia ini, anak laki-lakinya sakit berkepanjangan. Mereka bingung, ada apa dengan anak kedua mereka ? Asal mula ia tahu HIV

Kak Myur baru mengetahui ia menderita penyakit HIV setelah anak bungsu laki-lakinya berusia tiga tahun bolak-balik sakit. Awalnya si anak sering demam, batuk, dan diare, sehingga selera makan hilang dan berat badan menjadi turun lalu ia bawa anaknya ke klinik terdekat. Perawat memberi obat dan sakitpun sembuh. Bulan depan kambuh lagi sakitnya, terus dibawa ke klinik lagi sampai akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Kak Myur pun rela mengorbankan segalanya untuk kesembuhan anak tercinta, sebab ia sangat menyayangi anak-anaknya. Di rumah sakit terdiagnosa gizi buruk, ia mengatakan:

“Gak mungkin anakku gizi buruk, aku sering ngasih makanan yang bergizi untuk anakku, hasil lab ini pasti salah” (Wawancara 12 Mei 2015)

Kak Myur tidak bisa menerima hasil pernyataan yang diberikan dokter. Tapi mau tidak mau ia harus menerima kenyataan, lalu ia terima dengan berat hati hasil pernyataan tersebut. Kemudian anaknya di opname serta diberikan makanan yang bergizi dari pihak rumah sakit berupa vitamin, minyak ikan, susu formula.

Setelah di infus, berat badan anaknya naik 1 kg saat berusia 3 tahun 6 bulan. Sebulan sudah di opname anaknya lalu pulang ke rumah, dua minggu kemudian sakit lagi anaknya batuk dan munmen. Dibawa ke rumah sakit lagi, kata dokter paru-paru basah, lalu dikasih obat paru-paru basah. Dr.Gusto (dokter yang merawat anak kak Myur) bingung kenapa sakit anak tersebut tidak


(11)

sembuh-sembuh bahkan ditambah lagi kulitnya yang putih menjadi ruam-ruam dan gatal-gatal.

Dokter pun memeriksa tubuh bagian dalam anak dengan cara di rontgen lalu kedua orang tua si anak dipanggil untuk konseling dengan dokter. Kejadian ini pada tahun 2006, awalnya yang di konseling oleh dokter ialah sang suami,

dokter bertanya,”pak, apa pekerjaan bapak ?”. Sang suami pun menjawab, “narik

becak, supir, itu ajanya dokter. Emang ada apa ?”, sang suami balik bertanya.

(dokter telah curiga melihat banyak tatoo di tangan sang suami) “ini kapan

buatnya pak ?” tanya dokter. Suami pun menjawab “waktu aku umur 16 tahun buatnya rame-rame sama kawanku dulu, karena kami ikut organisasi jadi semua yang ikut organisasi harus ada tatoo, dokter”. Kemudian dokter bertanya lagi “kawan-kawan bapak yang buat tatoo ini masih hidup sampai sekarang?”.dari

beberapa orang yang buat kemaren, sudah 2 orang yang meninggal dokter”,

jawab sang Suami.

Lalu dokter pun mengajak Suaminya untuk cek darah, mungkin ada kaitannya dengan penyakit anak mereka yang sakit berkepanjangan tersebut. Diambil darah mulai jam 10 pagi sampai keluar hasil tes jam 2 siang. Kak Myur dan Suaminya sudah dari tadi menunggu dengan perasaan gelisah. Dokter memberitahu mereka bahwa suaminya terinfeksi virus, sang suami positif HIV. Mereka terkejut mendengar hasil tes tersebut, “kok bisa? Gak ngerti aku”, kata kak Maniur.

Kemudian dokter juga menganjurkan kak Myur untuk tes darah beserta kedua anaknya pada hari itu juga. Lalu hasil tes darah dilihat besok paginya yang


(12)

menyatakan bahwa sang istri juga positif HIV, anak pertama hasilnya negatif, anak kedua hasilnya positif.

Kak Myur protes, “loh kok bisa gini dok ? kenapa anakku yang pertama

hasilnya negatif ?. lalu dokter bertanya, “anak ibu yang pertama lahirnya kapan? .

“tahun 2000 kami merid, trus tahun 2001 dia lahir dok, lahirnya normal”, jawab kak Myur. Dokter bertanya lagi, “berapa lama dia menyusu ?”. “setahun dok”, jawab kak Myur cetus. Lalu dokter memberitahu kak Myur bahwa perjalanan virus HIV ada beberapa fase yang melewati jendela periode. “oh..berarti saat anak pertama menyusu virusnya belum ada di tubuh ibu, lalu seiring berjalannya waktu, virus itu hidup di tubuh karena ibu dan suami ibu berhubungan intim. Virus itu menyebar melalui hubungan seks bila yang satu sudah terkena maka yang satu bisa tertular, menggunakan jarum suntik secara bersamaan, dan

penularan ibu ke anak melalui ASI”. Dokter menjelaskan panjang lebar

kepadanya tentang HIV.

Dokter juga menyebutkan satu per satu hasil tes darah keluarga tersebut. Sang Suami posiitif HIV stadium IV, kak Myur positif HIV stadium III, dan anak bungsu mereka positif HIV stadium III menuju stadium IV.

Kak Myur tidak terima atas status tersebut, ia menyalahkan suaminya karena telah menyebarkan virus HIV. Kemudian terlintas dipikirannya untuk mengakhiri kisah hubungan keluarga mereka yaitu bercerai, lalu ia berbicara langsung kepada suaminya bahwa ia sudah tidak mau lagi hidup bersama dan minta cerai. Atas pernyataan kak Myur tersebut, sang Suami datang ke dokter yang menyatakan status keluarga mereka dan menceritakan bahwa istrinya minta


(13)

cerai, ia mau dokter memberi solusi kepada keluarganya sebab ia tidak mau bercerai. Sang Suami hanya bisa mengadu kepada dokter karena Cuma dokter yang mengetahui bahwa mereka terinfeksi, mereka belum memberitahu keluarga mereka masing-masing ataupun kerabat karena takut dikucilkan.

Keesokan harinya kak Myur disuruh menjumpai dokter untuk diberi nasehat-nasehat mengenai kondisi yang terjadi dalam keluarga mereka, kak Myur, sang Suami dan dokter sudah berada di dalam ruangan, lalu kak Myur dan Suaminya diminta untuk mengeluarkan keluh-kesah di hadapan dokter, mereka langsung mengutarakan. Setelah mereka mengeluarkan keluh-kesahnya, giliran dokter berbicara. Dokter memberi nasihat bahwa sebaiknya jangan bercerai nanti akan menambah masalah. Sudah banyak masalah dalam rumah tangga kak Myur dan suaminya seperti anak bungsu mereka sakit, dan kondisi mereka berdua juga sakit. Jika mereka bercerai, bagaimana kondisi anak sulung mereka, kak Myur hampir melupakan anak pertamanya karena terlalu sibuk mengurus anak bungsunya. Dokter menganjurkan mereka berdua segera menjalani terapi pengobatan HIV, walaupun kak Myur masih keras ingin berpisah dengan suaminya, ia harus sembuh terlebih dahulu, barulah bercerai.

Raut wajah kak Myur saat di ruangan dokter acuh tak acuh (cuek) tetapi ia menangkap kata-kata yang diberikan dokter. Sampai di rumah pun kata-kata dokter masih terbayang di pikirannya. Malam itu kak Myur merenung sambil memikirkan nasehat tadi siang bahwa apa yang dikatakan oleh dokter ada benarnya juga. Dengan kondisi yang di deritanya saat ini saja sudah membuat dirinya stres dan drop. Berjam-jam ia merenung dan akhirnya ia mau menuruti


(14)

nasehat dokter, lebih baik diobati terlebih dahulu penyakit HIV-nya setelah itu bercerai.

Sudah hampir dua tahun anak laki-lakinya sakit berkepanjangan karena sudah terinfeksi HIV, dari tahun 2005 sampai 2007 anaknya menderita penyakit tersebut lalu di tahun 2007 anak bungsunya di panggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, si anak tercinta meninggal dunia. Kak Myur tampak bingung dan murung, ia sama sekali tidak tahu tentang HIV, penyakit tersebut baru ia dengar saat itu, saat anak keduanya sudah sakit parah dan sulit untuk di tolong kesembuhannya. Kak Myur menyalahkan dirinya atas penyakit anaknya, ia berkata:

Ku rasa anakku terinfeksi karena ASI ku, dia menyusui selama 2

tahun. Aku sama sekali gak sadar virus itu udah ada di diriku sejak anak kedua lahir, karena aku sayang sama anakku ya ku susui lah dia. Mungkin kalo gak ku susui, anakku gak terinfeksi

dan sampai sekarang masih hidup” (berdasarkan hasil wawancara

pada 25 Mei 2015)

Pada hasil tes darah tersebut, kak Myur sudah mencapai Stadium III yaitu HIV+ dengan gejala penyakit. >1 bulan. Adanya keluhan seperti lemas, tidak bergairah, demam, diare, sariawan. Gejala-gejala yang tidak disadari kalau itulah gejala awalnya. Oleh sebab itu ia harus menjalani terapi pengobatan agar virusnya tidak semakin ganas dan sakit semakin parah.

Tapi apalah daya, kak Myur sedang terpukul karena kepergian anak laki-lakinya, ia sangat sedih dan hilang semangat untuk beraktifitas. Dengan kondisi kak Myur yang masih berduka, ia masih saja menyesali keterlambatan informasi yang di terimanya dan menyalahkan dokter karena tidak mampu menyembuhkan sakit yang di derita anaknya.


(15)

Berhari-hari kak Myur berlarut dalam kesedihannya, rasanya sudah tidak ada harapan hidup lagi. Ia pasrah bila nanti gilirannya di panggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menyusul anak bungsunya. Dengan kondisi kak Myur tersebut, ia pun melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Ia tidak mau membersihkan rumah, melayani suami, serta mengurus anak pertamanya, yang ia lakukan hanyalah berdiam diri di dalam kamar sedih dan melamun tentang anaknya yang telah meninggal. Sampai suaminya lah yang melakukan itu sendiri, sang suami juga menghibur dirinya dengan cara mengajak kak Myur keluar rumah untuk jalan-jalan ke tempat-tempat rekreasi, tetapi ia tidak mau malah marah-marah dan membentak-bentak suaminya, bahkan dengan lantang ia mengatakan

lebih baik aku ke kuburan anakku dari pada tempat rekreasi”, sangking

marahnya ia pun melihat suaminya seperti bukan manusia karena telah menyebarkan virus pada dirinya dan anaknya sehingga anak bungsunya meninggal.

Suatu ketika suaminya batuk-batuk, muntah-muntah, dan badan meriang, tetapi kak Myur tidak memperdulikannya sama sekali terhadap kondisi suaminya yang sakit-sakitan. Suaminya muntah berceceran pun ia tidak peduli, malah menyuruh suaminya mengurus diri sendiri dan membersihkan muntahnya karena kak Myur jijik dengan bau muntah.

Ternyata sebelum menikah dengan kak Myur, suaminya bergabung di sebuah kelompok yang harus memiliki tato, kemudian suaminya juga pecandu narkoba. Kak Myur sama sekali tidak tahu tentang itu semua, cinta telah membutakan hati dan pikiran kak Myur sehingga ia menikah dengan orang seperti itu. Kini ia menyesali yang telah terjadi pada dirinya dan beranggapan terlalu


(16)

bodoh, ia merasa kurang pengetahuan, dan kurang pergaulan sehingga tidak tahu tentang informasi-informasi. Dia merasa sangat menyesal berlipat-lipat, yang pertama ia menyesal karena telah menikah dengan suaminya yang berpenyakitan, yang kedua ia menyesal karena terlambat membawa anaknya ke rumah sakit, selama ini hanya membeli obat di apotik dan warung berdasarkan pengetahuannya tentang sakit yang dialami anaknya, dan yang ketiga ia menyesal dengan penyakit yang di derita saat ini rasanya ia ingin mati saja sebab baginya sudah tidak ada gunanya dia hidup.

Beberapa bulan kemudian, sekian lama suaminya menahan sakit yang tidak sembuh juga serta tidak diobati dan dibawa ke rumah sakit karena tidak ada biaya lagi, semua uang sudah habis untuk pengobatan dan pemakaman anak bungsunya sehingga suaminya hanya mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli di apotik saja. Pada bulan Desember 2014 sang suami meninggal dunia tepat di hadapan kak Myur jam 9 pagi. Suaminya meninggal setelah sarapan pagi kemudian ia mau tidur sejenak karena merasa lelah sekali, ia pun berkata kepada

istrinya, “aku tidur dulu bentar ya, capek kali ku rasa badan ini”, kak Myur hanya

mengangguk dan menjawab “iya”. Beberapa menit kemudian, suaminya sesak

nafas, kak Myur hanya heran menatap suaminya, tarikan nafas terakhir suaminya membuat kak Myur makin ketakutan, “apa yang terjadi ? kenapa dia? ”, begitulah ucapannya saat melihat sang suami sesak nafas dan meninggal tepat di hadapannya. Sedikitpun tidak ada air mata yang menetes di pipi kak Myur saat suaminya meninggal. Ia hanya memanggil tetangga dan menelepon keluarga suaminya untuk datang ke rumah dan membantu mengurus jenazah dalam proses pemakaman.


(17)

3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi HIV

Ada satu keluarga yang terinfeksi HIV yang peneliti jumpai di lapangan. Satu keluarga ini merupakan bagian dari anggota pita merah, kak Myur memberi saran kepada saya untuk datang langsung ke rumahnya karena mereka sangat tertutup dan jarang keluar rumah. Mereka keluar rumah hanya untuk bekerja, sekolah, dan berbelanja, setelah selesai kegiatan itu mereka langsung masuk lagi ke dalam rumah. Walaupun mereka orang baru disitu tetapi mereka tidak pernah singgah-singgah ke tempat tetangga, sampai akhirnya ada tetangga yang mengatakan rumah ini ada orangnya tapi seperti tak berpenghuni. Maksudnya orang yang di dalam rumah jarang terlihat bermain ke luar rumah bersama tetangga, mereka selalu menutup pintu rumah 24 jam.

Dalam satu keluarga ada 4 orang yang terdiri dari seorang suami/ayah, seorang istri/ibu, dan dua orang anak gadis kecil. Mereka sekeluarga bingung pada saat pertama kali peneliti datang ke rumah, lalu kak Myur dan bang Enn menjelaskan maksud kedatangan kami kesana hanya untuk berbincang-bincang santai sembari menanyakan hal-hal yang perlu peneliti ketahui guna untuk melengkapi bahan skripsi.

Awalnya mereka tinggal di tanah karo, namun karena penyakit yang mereka derita satu keluarga adalah HIV, mereka di usir dari kampung halamannya dan kini tinggal di Medan daerah simpang pos.

Sedikit cerita pengalaman keluarga tersebut bahwa mereka di usir karena ketidaktahuan mengenai penyakit tersebut, warga kampung dan diri mereka sendiri tidak tahu informasi dengan jelas mengenai penyakit HIV. Cerita ini terjadi sejak si suami/ayah dalam keluarga ini statusnya masih lajang atau belum


(18)

menikah dan ia sakit gagal ginjal, kondisi tubuhnya lemah sehingga membutuhkan ginjal 1 lagi untuk menstabilkan tubuhnya. Beberapa hari kemudian ada orang yang mau menjual ginjalnya, dan dengan segera keluarganya mau membayar ginjal tersebut. Keluarganya bisa dikatakan orang yang mampu karena memiliki ladang berhektar-hektar. Lalu operasi pun segera dilaksanakan, pihak rumah sakit hanya memeriksa kesehatan tubuh dan ginjalnya saja tanpa di cek darah terlebih dahulu. Setelah operasi selesai, beberapa minggu kemudian ia sembuh dan mulai beraktifitas lagi. Sampai akhirnya ia menikah di tanah karo dan dikarunia 2 orang anak perempuan yang berjarak 4 tahun.

Kemudian entah ada peristiwa apa di kampung tersebut diadakan tes darah untuk mengecek penyakit apa saja yang dialami oleh warga sekitar. Sampai akhirnya hasil tes diberikan dan menunjukkan bahwa satu keluarga yang terdiri dari 4 orang ini positif HIV. Ada seorang temannya yang ingin tahu bagaimana hasil tes milik si istri/ibu ini, temannya melihat hasil itu dan terkejut hasilnya positif. Dengan kurangnya pemahaman si teman ini tadi ia memberi tahu teman yang lain dari mulut ke mulut sehingga menyebar sudah informasi ada yang HIV di kampung tersebut. Keesokan harinya sikap warga berubah terhadap keluarga ini, di lingkungan bermasyarakat mereka dijauhi dan di lingkungan sekolah anaknya juga dihindari oleh teman-teman di sekolah dan dicaci, anaknya sama sekali tidak tahu tentang hal ini. Sampai di rumah sang anak menangis dan mengadu kepada orang tuanya.

Singkat cerita mereka memilih untuk pindah ke Medan karena tidak sanggup menghadapi situasi di kampungnya lagi. Mereka pindah ke Medan untuk berobat dan bekerja. Di Medan mereka menjaga kerahasiaan penyakit yang di


(19)

deritanya, hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya. Mereka sekeluarga rutin mengonsumsi ARV. Suatu ketika anaknya yang kecil heran dan bertanya pada ibunya: “mak, ini obat apa? Kok setiap hari ku minum? Memangnya aku sakit apa?” tanya sang anak bungsu. Si Ibu hanya menjawab “gak apa-apa nak, ini vitamin, biar kau sehat”. Sang Ibu belum sanggup menceritakan semuanya kepada si bungsu, tetapi si sulung sudah mengetahui kondisi yang terjadi pada dirinya dan keluarganya. Berikut foto peneliti bersama keluarga yang terifeksi HIV, namun kurang lengkap karena sang suami/ayah sedang bekerja.

Gambar 6. Saya bersama Penderita dan kedua anaknya yang terinfeksi Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015


(20)

3.3 Kisah Mantan Perawat

Saya dan bang Enn datang ke rumah penderita HIV, dahulunya seorang perawat yang merawat orang sakit mulai dari anak-anak hingga lansia namun kini telah berubah situasi menjadi seorang Ibu rumah tangga yang merawat anak, suami, dan rumah. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa penderita HIV banyak yang masih tertutup akan penyakit yang dialaminya. Pada saat mengunjungi rumah informan tersebut, saya disamarkan oleh bang Enn sebagai sepupu jauhnya yang memiliki tugas sekolah untuk mewawancarai penderita HIV. Tanpa saya duga, si informan menerima saya masuk ke dalam rumahnya dan kami pun saling berbincang. Dengan senang hati ia bercerita mulai dari awal terinfeksi HIV sampai ia menjadi Ibu rumah tangga saja.

Penyakit tidak memandang status dan derajat yang dimiliki oleh seseorang, contohnya saja seperti informan berikut ini yang saya temui di lapangan. Dahulunya ia seorang perawat, menyelesaikan studinya sampai D3 di fakultas keperawatan perguruan tinggi swasta. Siapa sangka penyakit HIV telah menyatu dengan darahnya padahal ia mengerti tentang kesehatan apalagi tentang HIV. Namun, alasan ia terinfeksi HIV bukan karena perilakunya yang menyimpang melainkan kelalaian dalam mengambil sikap, keluarganya lalai menerima donor darah sembarangan tanpa di cek terlebih dahulu kualitas darah dari si pendonor, sebab pada saat itu ia berada dalam masa-masa kritis membutuhkan banyak darah sehingga harus segera dilakukan transfusi darah. Padahal ia dirawat di rumah sakit namun karena kelalaian pihak rumah sakit tidak mengecek kesehatan si pendonor terlebih dahulu maka terjadilah perpindahan virus tersebut.


(21)

Setelah ia sadar dari masa kritis, ia pun sembuh tetapi ia tidak tahu bahwa di dalam darahnya sudah ada virus yang jika dibiarkan akan semakin ganas. Beberapa bulan kemudian ia keluh kepada dokter: “dok, kok aku merasakan

sering tidak enak badan dan tidak selera makan”, ia berkonsultasi pada dokter.

Pada saat itu tubuh si pasien memang berubah menjadi kurus dari sebelumnya karena kurang selera makan. Lalu dokter menganjurkan untuk coba tes darah saja. Beberapa hari kemudian si pasien datang untuk mengambil hasil cek darah tersebut, dan dokter menyerahkan hasilnya.

Ia terkejut melihat hasilnya HIV+. “kok bisa dokter?”tanyanya. lalu dokter

bertanya pada si pasien apakah ia sering berganti-ganti pasangan seks? Konsumsi narkoba? Menggunakan jarum suntik sembarangan? Menerima transfusi darah atau transplantasi organ tubuh? Si pasien pun merenung dan berpikir sejenak kemudian berbicara pelan sambil mengingat-ingat kejadian seperti yang ditanyakan oleh dokter.

gonta-ganti pasangan tidak pernah, apalagi narkoba tidak

mungkinkan aku paham tentang kesehatan, menggunakan jarum suntik sepertinya baik-baik saja, oh iya dokter saya ingat beberapa bulan yang lalu saya kritis dan menerima donor darah

dari orang lain, tapi aku enggak tau darah dari mana.” Kata si

mantan perawat (berdasarkan hasil wawancara pada 07 Juni 2015)

Setelah menerima hasil lab tersebut, kondisi mantan perawat ini lemas dan hilang semangat, lalu dokter pun memberikan nasehat, motivasi, dan cerita pengalaman dari penderita HIV yang sukses melanjutkan hidup. Ia juga dianjurkan untuk rutin minum obat HIV dan cek darah setiap enam bulan sekali untuk mengetahui perkembangan kesehatannya.


(22)

3.4 Kisah Pria Depresi

Gambar 7. Bang Enn

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Bang Enn merupakan penasehat dalam kelompok Odha tersebut, ia juga adalah suami baru kak Myur. Sebelum berjumpa dengan kak Myur ia seorang duda dan sudah terlebih dahulu terinfeksi HIV. Ia terinfeksi HIV akibat pergaulan bebas. Awalnya ia frustasi karena kehilangan istri dan calon anak tercintanya, istrinya meninggal dunia karena divonis kanker rahim dan harus menggugurkan kandungan. Sang Istri menuruti anjuran dokter, lalu ia menggugurkan kandungannya yang pada saat itu berusia 5 bulan, istrinya tidak tahan menahan rasa sakit pada saat itu, akhirnya kandungannya gugur dan sebagian tubuhnya penuh dengan darah, sang istri merasa lemas setelah kandungan digugurkan dan ia melihat calon anaknya yang sudah menjadi gumpalan daging dipegang oleh dokter, karena kondisi tubuhnya yang masih lemah ditambah lagi melihat calon


(23)

anaknya digugurkan ia pun pingsan dan koma seharian, lalu setelah itu menghembuskan nafas terakhir. Bang Enn panik dan meraung-raung atas kepergian istri tercintanya.

Peristiwa itulah yang membuat bang Enn tidak sanggup menerima kenyataan dan ia pun depresi sehingga lari ke pergaulan bebas. Ia melampiaskan kemarahannya dan mencari kepuasan dengan wanita lain di diskotik. Sampai akhirnya ia periksa ke dokter dan dinyatakan terinfeksi HIV.

Sejak saat itu dirinya merasakan sangat depresi atas kepergian istrinya dan pernyataan dokter tentang penyakitnya, ia marah kepada Tuhan atas kejadian yang menimpa dirinya. Sebagian orang disekitarnya ada yang tahu bahwa dia mengidap HIV, perlakuan mereka seperti menjauhi dan bersikap benci terhadap bang Enn. Begitu pula dengan keluarga bang Enn, ia dipandang buruk dan sebelah mata oleh keluarga dan teman-temannya atas perilaku buruknya. Keluarga dan temannya menganggap penyakit tersebut merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan menjijikkan. Lalu suatu ketika ia punya rencana untuk menyebarkan virusnya ke semua orang, agar nasib orang lain sama seperti yang di deritanya. Sampai akhirnya rencana buruknya itu digagalkan sejak bertemu dan dinasehati oleh kak Myur dan bergabung dalam kelompok pita merah.


(24)

3.5 Kisah Pasangan Odha

Ini cerita tentang seorang janda dan duda yang sama-sama menderita HIV, mereka adalah kak Myur dan bang Enn, mereka saling jatuh cinta karena sering bersama-sama di dalam kelompok pita merah. Dalam hidup pasti butuh sebuah cinta, walaupun kak Myur sudah memiliki cinta dari putrinya tetapi ia masih membutuhkan cinta dari seorang pria yang bisa memberikan semangat lebih lagi untuk menjalani hidup di tengah kondisi sakit yang hampir membuatnya bunuh diri. Sejak saat itulah kak Myur dan bang Enn sering bersama-sama dan akhirnya memilih untuk menikah saja walaupun mereka tau sama-sama terinfeksi HIV.

Gambar 8. Saya bersama pasangan Odha Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015


(25)

Setelah mereka menikah, kak Myur ingin hamil dan memiliki anak laki-laki. Mereka sudah memikirkan secara matang apa yang akan terjadi kedepannya. Belum tentu orang tua yang keduanya HIV+ melahirkan anak yang HIV juga, tentu mereka mencari solusi bagaimana anaknya tidak terinfeksi. Mereka sudah berkonsultasi dengan dokter yaitu dr.Yenni, mulai dari rencana hamil, masa kehamilan, dan masa melahirkan. Dokter memberikan nasehat dan anjuran yang harus dipatuhi oleh mereka. Peraturannya ialah mereka harus rutin mengonsumsi obat menurunkan fungsi virus (disebut ARV), kemudian di cek kondisi CD4 nya, jika kondisi CD4 diatas 400 keatas maka ada peluang untuk bisa memiliki anak.

Singkat cerita, ketika kak Myur akan melahirkan juga harus mengikuti program dokter. Kak Myur melahirkan anaknya harus operasi (caesar), anak yang dilahirkannya berusia 7 bulan di dalam kandungan. Selanjutnya anak yang sudah dilahirkannya tidak boleh disusui tapi sebagai penggantinya dengan susu formula. Anak yang dilahirkannya sampai saat ini HIV(-) dan anaknya terlihat sehat, belum ada gejala HIV. Tetapi setelah anaknya berusia 4 bulan, ia akan membawa anaknya ke dokter untuk cek darah.

Gambar 9. Kak Myur dan Yoan (anak dari pasangan Odha) Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015


(26)

3.6 Pengetahuan Penderita tentang HIV

Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap HIV merupakan faktor yang sangat penting dalam menyukseskan usaha pencegahan penyebaran penyakit tersebut. Pada isu-isu pengetahuan mengenai cara mencegah HIV, penggunaan kondom membatasi kontak seksual hanya pada satu pasangan yang belum terinfeksi, tidak melakukan hubungan seks, pengetahuan yang dimiliki oleh remaja berusia 15-19 tahun ternyata juga merupakan yang paling sedikit, khususnya remaja putri.

Fakta menunjukkan bahwa soal seksual dianggap tabu ssehingga membuat informasi seks kepada masyarakat khususnya remaja cukup sulit dan menyulitkan masuknya pendidikan seks ke dalam kurikulum sekolah. Banyak laki-laki yang selain berhubungan seks dengan perempuan juga berhubungan seks dengan laki-laki (LSL/ homo), sehingga meningkatkan resiko penyebaran HIV kepada perempuan dan juga anak-anak mereka. Walaupun kondom dapat diperoleh secara mudah, pandangan masyarakat yang belum bisa menerima kondom menyebabkan penggunaannya menjadi sangat terbatas. Penggunaan alkohol dan zat adiktif oleh kaum remaja sering kali menyebabkan hilangnya kontrol mereka atas tindakan yang mereka lakukan sehingga berujung kepada kekerasan seksual dan beragam bentuk perilaku beresiko tinggi lainnya.

Pengetahuan para penderita berdasarkan informasi yang diterimanya dari berbagai lembaga dan mengikuti seminar-seminar dan sosialiasai tentang HIV, menurutnya HIV itu merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh beberapa faktor, tidak hanya berganti-ganti pasangan seks dan tidak menggunakan kondom saja tetapi juga bisa melalui


(27)

transfusi darah, penasun, penularan dari ibu ke anak melalui pemberian ASI. Virus HIV masuk ketika ada celah yang mendukung virus tersebut untuk masuk ke dalam tubuh seperti luka berdarah di bagian tubuh yang dapat membuat virus masuk melalui aliran darah antara ODHA dan bukan Odha (OHIDA). Nah, jika virus tersebut sudah masuk ke dalam sel darah manusia, maka ia harus bisa mengontrol dirinya. Ada 2 hal yang harus diperhatikan untuk mengontrol diri menurut salah satu penderita, yaitu mengontrol pikiran dan emosional. Maksud dari mengontrol pikiran ialah ia harus menanamkan dalam pikiran untuk rutin minum obat HIV untuk melawan virus tersebut.

Selanjutnya, penderita juga harus mampu mengendalikan emosional. Maksudnya ialah hanya beberapa orang saja yang paham mengenai HIV, beberapa orang lagi masih belum paham dan kurang informasi mengenai HIV. Berbagai latar belakang orang-orang yang hidup di sekitar penderita pastinya memiliki cara pandang yang berbeda. Tidak semua orang mau menerima diri mereka untuk berinteraksi di dalam lingkungan. Untuk orang-orang yang masih belum paham dan kurang informasi mengenai HIV ini mereka beranggapan bahwa orang yang terinfeksi HIV pasti perilakunya buruk seperti suka ganti-ganti pasangan seks, pelacur, dan lain sebagainya. Sehingga timbulah perlakuan mereka terhadap Odha berupa caci maki, melempar sampah, bahkan mengusir para Odha dari lingkungan mereka. Oleh sebab itu para penderita HIV harus bisa kendalikan emosinya, padahal banyak diantara para penderita hanyalah korban tertular HIV dari pasangannya, transfusi darah, transplantasi organ tubuh dan juga dari Ibu ke Anak melalui ASI. Tetapi perlakuan masyarakat awam memperlakukan mereka seperti pelaku yang menyebabkan timbulnya HIV.


(28)

3.7 Strategi Penderita HIV Dalam Melanjutkan Hidupnya 3.7.1 Strategi Informan Kunci

Kak Myur adalah informan kunci saya, banyak informasi yang saya dapatkan dari dirinya dibandingkan dengan penderita lain, karena ia seorang aktivis HIV dan memiliki banyak pengetahuan dan pengalama mengenai HIV. Berikut strategi yang dilakukannya, dengan keadaan tersebut membuat kak Myur stres berat, hingga akhirnya seorang teman dari lembaga JAPI (sesama penderita) memberikan motivasi agar ia bangkit menghadapi tantangan hidup. Temannya tadi memberi masukan-masukan nasehat, ia menceritakan kisahnya juga bahwa ia pernah berada di dalam situasi seperti kak Myur, dan ia memberi gambaran tentang bagaimana nasib kedepannya anak pertama kak Myur jika ia terus-terusan berada dalam situasi berduka yang berlarut-larut. Diresapi lah kata-kata nasehat tadi oleh kak Myur, teringat ia anak perempuannya yang masih kecil dan lucu. “bener juga apa yang di bilang si kawan itu, aku masih punya seorang anak, masa depan anakku masi panjang, apa aku tega menelantarkan anakku? Takkan ku biarkan hal itu terjadi”, begitulah tekadnya dalam hati.


(29)

Gambar 10. Kak Myur dan anak pertamanya Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Gambar 10 terlihat kak Myur dan anaknya. Anak yang merupakan semangat untuk bangkit melawan penyakit yang ada dalam tubuhnya.

Masalah yang dihadapi kak Myur tidak hanya sampai disitu saja, namun saat ia mulai bangkit melawan keterpurukan, justru semakin banyak halangan dan rintangan di hadapannya. Tetapi ia harus tegar menghadapinya dengan dukungan dari anak dan teman-temannya.

Mulai dari perubahan lingkungan tempat tinggalnya, tempat kerja, bahkan tempat beribadah menjauhi kak Myur karena ia menderita HIV. Begitulah lika-liku kehidupan kak Myur semenjak diberitahu oleh dokter bahwa di dalam dirinya ada virus HIV.

Tahap demi tahap pembaharuan dilakukannya. Awalnya mengikuti seminar-seminar atau pertemuan tentang HIV untuk menambah informasi agar


(30)

tahu. Lalu bergabung dengan berbagai LSM, setelah bergabung di JAPI kak Myur bergabung ke IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia), kemudian beberapa bulan kemudian bergabung di Medan Plus, terakhir bergabung di GSM (Gerakan Sehat Masyarakat), yang semuanya adalah lembaga yang memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai HIV dan AIDS.

Kini lembaga yang diikuti kak Myur hanya 3 saja, yaitu JAPI, IPPI, dan GSM. Lembaga JAPI dan IPPI merupakan lembaga nasional, posisi kak Myur dalam JAPI dan IPPI ialah sama yaitu sebagai anggota saja, tugasnya disitu hanya mengikuti seminar dan berbagi informasi kepada teman-teman yang belum paham tentang HIV. Dari seminar-seminar itulah ia mendapatkan income baik itu merupakan ilmu maupun materi. Kalau dari JAPI ataupun IPPI, kak Myur memang tidak digaji perbulan karena bukan merupakan bagian pegawai di lembaga tersebut. Pemasukannya hanya dari seminar itu yang tidak tentu jadwalnya kapan saja. Komunikasi kak Myur dan kedua lembaga tersebut masih dijaga, dalam arti mereka masih saling teleponan, sms, bbm, dan lain sebagainya. Sedangkan bila di GSM (Gerakan sehat Masyarakat) merupakan lembaga daerah Sumatera Utara, khususnya Medan-Deli Serdang. Posisi kak Myur di GSM ialah sebagai koordinator lapangan, ia sering ke lapangan untuk survey PSK, dan ibu-ibu rumah tangga dalam hal berbagi info HIV. Dalam sebulan ia cuma 2 atau 3x ke lapangan untuk survey.

Setelah ia sudah paham mengenai HIV, ia memutuskan untuk membantu teman-teman yang pengetahuannya kurang mengenai penyakit tersebut. Ia merasa nasibnya sekarang sudah mapan dan beruntung karena bergabung di


(31)

lembaga-lembaga tersebut, saatnya untuk dirinya berbagi dengan orang-orang yang kondisinya sama seperti dirinya dahulu.

Gambar 11. Kak Myur membawa pasiennya ke Rumah Sakit Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Dari gambar 11 diatas, kak Myur sedang membawa pasiennya ke Rumah Sakit untuk cek darah dan mengambil obat. Kak Myur ke Rumah Sakit tergantung jika ada pasien yang membutuhkannya untuk mendampingi.

Strategi selanjutnya ialah kak Myur mendirikan rumah singgah untuk kaum ODHA, tidak memandang jenis kelamin, usia, profesi, dan pendidikan. Ia hanya ingin berbagi ilmu kepada orang-orang yang perlu informasi dan dorongan saat depresi mengahadapi HIV. Sebenarnya bukan penyakitnya yang membuat depresi, melainkan perkataan dan perbuatan orang-orang sekitar yang tidak


(32)

terinfeksi yang membuat depresi. Hal ini mengakibatkan tekanan psikologis dan berdampak pada keadaan jasmani dan rohani si penderita.

3.7.2 Pola Hidup Sehat

Banyak orang yang menyangka bahwa setelah terinfeksi HIV lalu seseorang akan masuk kepada fase menuju kematian, perahan-lahan merasa sakit namun kemudian mati. Sehingga hal ini menjadi acuan yang sangat menakutkan khususnya bagi teman-teman yang hidup dengan HIV, kemudian mereka berfikir bahwa mereka sudah tidak lagi produktif dan tidak mampu untuk beraktifitas seperti berolahraga, bekerja, dan melakukan aktifitas lainnya.

Padahal itu tidak benar jika seseorang sudah terinfeksi HIV, memang benar adanya virus HIV di dalam tubuh yang bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh. Namun jika ddengan treatment yang tepat dan pola hidup sehat, tidak masalah bagi penderita HIV untuk berolahraga dan beraktifitas layaknya masyarakat lainnya yang tidak memiliki HIV. Odha tetap bisa berolahraga dengan ketentuan dan kondisi tertentu. Kenapa? Karena jika dalam kondisi sakit dan dalam masa pemulihan, sebaiknya tidak melakukan olahraga berat yang justru akan membuat kondisi tubuh semakin sakit. Namun dengan pantauan dan monitoring kesehatan yang teratur, olahraga justru memberikan banyak manfaat yang baik bagi tubuh.

Berikut adalah salah satu cerita mereka yang hidup dengan HIV dan hingga kini masih berprestasi melalui olahraga, namun juga olahraga menjadi bagian dalam proses pemulihan kesehatan.15


(33)

 Ginan Koesmayadi (Pemain bola kaki), menurutnya, “berlari itu belajar berdamai dengan diri sendiri, dan mengalahkan ego”. Ginan termasuk salah satu pendiri dari Rumah Cemara telah hidup dengan HIV selama ±13 tahun. Dia bersama teman-teman di rumah tersebut telah banyak melakukan kegiatan yang bermakna khususnya bagi pecandu narkoba yang sedang dalam masa recovery. Melalui sepak bola dan juga tinju, mereka menyalurkan hobi mereka menjadi sesuatu yang bermanfaat. Aktifitas ini selain memang menyehatkan tubuh, juga mengajak orang muda di Indonesia khususnya Odha dan pecandu memiliki kegiatan yang sifatnya positif.

a. Pola Pemikiran

Bagi sebagian penderita HIV akan shock saat mengetahui dirinya terinfeksi HI. Kenyataan ini akan membuat mental si penderita terpukul, panik dan kuatir yang berlebihan. Di dalam benak pikirannya akan segera meninggal. Sudah banyak kasus yang ditemui oleh aktivis HIV (kak Myur) bahwa pengidap HIV bisa hidup lama bahkan memasuki jenjang pernikahan dan memiliki anak-anak yang sehat jika mereka therapy yang tepat sejak dini.

Mengetahui lebih awal, si penderita dapat mengambil sikap dan tindakan dengan mengumpulkan informasi, menambah pengetahuan, dan menentukan therapy yang cocok tanpa harus menunggu lama sampai kondisi tubuh menjadi parah hingga AIDS.

Status HIV sifatnya rahasia bagi orang lain, kecuali diri sendiri, dokter yang merawat maupun konselor. Penderitalah yang menentukan jika ingin ada orang lain mengetahui status HIV termasuk keluarga. Orang yang


(34)

diberitahu itu ialah orang yang benar-benar dipercaya oleh si penderita. Tapi yang terpenting ialah memberitahu kepada pasangan ataupun orang terdekat agar ia bisa dilindungi atau dibela jika ada orang yang berbuat mendiskriminasi terhadapnya.

Mulailah membangun diri sendiri untuk mencapai hidup sehat dan pikirkan bahwa penyakit HIV yang diderita saat ini, tidak ada yang dapat menghentikan seseorang untuk memperoleh hak untuk menjadi sehat dan bahagia, yang perlu diketahui bagi penderita ialah berusaha hidup sehat selama mungkin dengan treatment yang tepat pilihan sendiri dan miliki pandangan hidup yang positif.

Mereka (penderita HIV+) yang sudah berpikiran positif mengatakan “HIV sudah dapat diobati dan saya bisa hidup sehat, bahwa hidup sehat adalah

hak saya dah hak bagi setiap orang yang mengusahakannya”.

Terinfeksi HIV bukan berarti kita lebih hina dari pada orang dengan penyakit lain. Semua berasal dari pikiran kita, jadi sangat penting bagi penderita HIV menjaga pikiran dari perkataan buruk orang lain yang ingin menghasut atau mengintervensi kita bahwa penderita HIV akan segera mati dan tidak ada harapan lagi, buang segera kata-kata itu supaya kita tetap dapat fokus untuk menjalani hidup sehat dengan menjaga bathin dalam menghadapi cobaan sebesar gunung.

Intinya adalah daya tahan tubuh berkaitan erat dengan suasana hati dan pikiran yang tenang dan gembira. Jadi pikirkan saja hal-hal yang positif agar ion-ion positif menghampiri hidup kita.


(35)

b. Pola Makanan

Penderita HIV+ perlu lebih memperhatikan tentang nutrisi bagi tubuhnya, karena masalah dengan daya tahan tubuh dan juga proses pengobatan, maka tubuh akan mengalami perubahan yang cukup ekstrim. Perubahan yang terjadi bisa berupa penurunan berat badan, diare atau bahkan mengalami infeksi. Perubahan lain yang umum dialami oleh penderita HIV+ adalah sindrom distribusi lemak yang membuat bentuk tubuh berubah dan meningkatnya kadar kolesterol. Untuk itu sangat penting bagi penderita HIV untuk memperhatikan pola makannya.

Makanan bagi penderita HIV+ yaitu berupa sayuran, buah-buahan, biji-bijian, kacang-kacangan, makanan yang rendah lemak, dan kurangi gula dalam minuman dan makanan. Penderita HIV+ juga membutuhkan protein, karbohidrat, lemak yang baik, vitamin, dan mineral.

Protein membantu membangun otot, organ dan sistem kekebalan tubuh. Untuk itu jika penderita adalah seorang pria, dia membutuhkan 100-150 gram protein setiap harinya, sedangkan jika wanita butuh 80-100 gram perhari. Namun jika penderita HIV mengalami masalah dengan ginjalnya, dia harus mengurangi 15-20% protein yang dikonsumsinya.

Pada karbohidrat, penderita HIV perlu mendapatkan jumlah yang tepat. Setiap hari disarankan untuk mengkonsumsi lima sampai enam porsi buah dan sayuran. Makan kacang-kacangan dan gandum. Jika si penderita ada yang diabetes maka sebagian karbohidrat disarankan berasal dari sayuran.

Lemak yang baik dapat memberikan energi ekstra yang dibutuhkan tubuh. Ada beberapa kalori yang dibutuhkan tubuh untuk lemak, yaitu


(36)

diantaranya bisa dari kacang-kacangan, alpukat, ikan, kedelai, aging berlemak, mentega, kelapa, dan susu.

Selain itu penderita HIV+ juga perlu makanan tambahan seperti vitamin dan mineral untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.

Pada penelitian saya yang dijumpai saat survey di lapangan ada beberapa

penderita yang mengatakan “jika keadaan suhu tubuh normal, kami bisa

makan apa saja tanpa pantangan” artinya jika penderita HIV merasakan

tubuhnya baik-baik saja tanpa ada gejala HIV maka mereka boleh makan sepuasnya tanpa larangan, tetapi jika si penderita masih dalam keadaan proses pemulihan (therapy) maka ada beberapa makanan yang harus dihindari untuk kesembuhan si pasien yaitu makanan yang bersifat asam, setengah masak, panggang, dan lalapan. Makanan tersebut mampu memicu gangguan pencernaan si pasien pada saat masa pemulihan.

Setiap penderita HIV+ tetap dapat hidup sehat asalkan menjaga dengan baik asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit. Selain itu juga rutin mengonsumsi ARV (AntiRetroViral) untuk menekan pertumbuhan virus di dalam tubuh.

Harus rutin minum ARV untuk melawan virus tersebut dengan cara rutin mengonsumsi sehari 2x selang waktu 6 jam. Orang yang sudah terkena HIV maka ia wajib dan rutin minum ARV jika ia sayang terhadap dirinya dan orang-orang yang menyayanginya. Hidup mereka tergantung terhadap obat. Jika mereka berhenti atau tidak patuh untuk minum ARV, maka bisa menimbulkan penyakit lain atau dengan kata lain virus tersebut berimplikasi dan membentuk virus baru. Awalnya ketika minum ARV itu, para penderita


(37)

merasakan kondisi tubuhnya menjadi kejang-kejang, badan meriang, kepala pening, dan mual. Karena obat ARV itu pahit sekali dan efeknya luar biasa bagi pemakai pemula.

Efavirenz Duviral Hiviral dan Neviral Gambar 12. Jenis-jenis ARV

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Seperti pada gambar diatas, jenis-jenis ARV itu menunjukkan bahwa setiap tingkatan/stadium HIV berbeda obatnya. Semakin tinggi stadium penyakitnya, maka semakin tinggi pula dosis ARV yang diberikan. Itupun harus sesuai anjuran dokter. Jadi tidak boleh sembarangan makan obat tanpa anjuran resep dokter, belum tentu sama obatnya bagi penderita sesama stadium. Karena harus di cek terlebih dahulu kekebalan tubuhnya (CD4).

CD4 adalah sebuah penanda yang berada di dalam permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun menjadi sangat penting karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,


(38)

nilai CD4 berkisar antara 400-1500. Jika di bawah 400, seorang Odha dinyatakan tidak sehat karena virus HIV mulai aktif menyerang. Terlebih lagi jika kadar CD4-nya sudah mencapai di bawah 40, maka secara teori sudah

sangat sakit dan dalam keadaan “bed rest”.

3.7.3 Membentuk Kelompok

Kelompok Odha disebut dengan berbagai macam nama, ada yang namanya kelompok mandiri, kelompok dukungan sebaya, dan lain sebagainya. Nama tersebut berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki arti yang sama yaitu kelompok yang dijalankan oleh dan untuk odha. Kelompok Odha merupakan suatu kelompok yang dapat memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berbicara secara bebas, didengar, dan dibesarkan hatinya dikalangan orang yang senasib. Kelompok Odha yang didirikan oleh kak Maniur dan kawan-kawannya diberi nama “Pita Merah”.

Suatu kelompok dukungan harus mendorong anggotanya untuk merenungkan dan belajar dari pengalaman masing-masing. Dalam pembentukan kelompok dukungan, kita harus mengetahui dengan jelas alasan kita ingin berkumpul. Kelompok tertentu mungkin hanya dibentuk untuk memberikan kesempatan berbicara dengan anggotanya serta berbagi perasaan dan pengalaman. Ada juga kelompok lain bergabung untuk mewujudkan tujuan atau kebutuhan bersama, seperti kampanye untuk meningkatkan mutu perawatan kesehatan atau untuk memberikan informasi mengenai HIV dan hubungan seks yang lebih aman. Jadi, kelompok kak Myur yang disebut pita merah ini, para anggotanya pasti memiliki harapan dan tujuan yang ingin dicapai, dan bentuk tujuannya itu


(39)

berbeda-beda. Ada yang bergabung ke dalam kelompok hanya untuk mencari kawan, ada yang untuk menambah pengetahuan, ada yang untuk berlatih publik

speaking, dan lain sebagainya. Semua jawaban anggota diterima dalam kelompok

pita merah ini, asal mereka mau saling membantu sama dan menghargai perbedaan pendapat.

Suatu kelompok dapat bekerja dengan atau tanpa pemimpin, namun ada baiknya bila semua anggota kelompok memiliki gambaran yang jelas mengenai cara kerja kelompok. Jadi, suatu kelompok itu tetap bisa berjalan dengan lancar walau tanpa seorang pembina kelompok asal anggotanya saling kompak dalam mengambil keputusan yang benar.

Berikut gambaran bekerja dalam kelompok dapat:

- Menolong diri agar tidak merasa dikucilkan dan sendiri dalam menghadapi masalah.

- Membuka jalan untuk bertemu orang lain dan berteman. - Menolong kita menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat. - Sebagai wadah untuk melakukan kegiatan.

- Mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta menambah saling pengertian dan toleransi.

- Saling berbagi sumber daya, ide dan informasi, misalnya mengenai pengobatan terbaru atau layanan dukungan setempat.

- Meningkatkan kesadaran kelompok tentang keadaan yang dihadapi anggota kelompok dengan memberi wajah yang manusiawi pada Odha.


(40)

a. Bekerja Sama

Bekerja sama dalam kelompok dapat membantu orang menjadi lebih sadar atas kekuatannya sendiri. Sekalipun kemampuan orang untuk mengubah keadaannya terbatas, baik itu terbatas karena kemiskinan ataupun kesehatannya, maka masih banyak jalan untuk memanfaatkan kemampuan dan pengalaman pribadinya. Sebuah kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada bekerja sendiri.

Menurut Suzana Murni (pendiri Spiritia, 1999) : bagi banyak Odha di berbagai daerah di dunia, kelompok dukungan adalah tempat satu-satunya di mana mereka merasa nyaman, dapat keluar dari isolasi , terjaga kerahasiaannya, aman dan terdukung. Terutama di negara berkembang, di mana layanan untuk odha masih lemah atau bahkan tidak ada sama sekali, kelompok dukungan memiliki peranan besar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS secara keseluruhan. Kelompok dukungan menjadi wadah untuk menyediakan dukungan dan perawatan. Kelompok dukungan menjadi tempat di mana pendidikan dan penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS terjadi.

Gambar 12. Mereka saling bekerja sama dan berbagi Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015


(41)

Dari gambar diatas terlihat bahwa para anggota Pita Merah saling bekerja sama dalam hal apapu seperti dalam berbagi ilmu/informasi, menyiapkan makanan, makan bersama, dan setelah itu membersihkan piring kotor bersama.

b. Merencanakan Tindakan

Keberhasilan suatu kegiatan, sangat tergantung pada perencanaan yang sistematis. Artinya segala sesuatu harus dirancang terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan, memikirkan tindakan kedepannya terus-menerus, dan menilai seberapa efektif kegiatan tersebut.

Jadi, kelompok Odha yang bernama Pita Merah tersebut, sebelum terbentuk menjadi kelompok, pastinya sudah memiliki rancangan tindakan yang akan diambil serta tindakan tersebut harus di evaluasi setiap sebulan sekali dan bila ada yang perlu dirubah, maka dilakukan perubahan yang lebih baik lagi.

Perencanaan program ada beberapa tahap16, yaitu: - Mengenali masalah

Dalam hal tersebut, harus diketahui terlebih dahulu masalah apa yang dihadapi oleh masing-masing anggota terkait penyakit HIV, misalnya tidak tahu tempat layanan kesehatan untuk HIV, cara memakai kondom, masalah hubungan dengan keluarga atau dengan kerabat/ tetangga kurang baik, dan lain sebagainya.

- Menilai kelebihan kita

Cari tahu kelebihan yang ada di dalam diri masing-masing anggota. Dari situ timbul semangat untuk berjuang melawan kekurangan, sebab Tuhan

16

Rajawali, Andre, dkk. Pemberdayaan Positif: Mendirikan kelompok dukungan dan beradvokasi


(42)

Yang Maha Kuasa menciptakan makhluknya memiliki kelebihan dan kekurangan.

- Tetapkan apa yang ingin dicapai

Masing-masing diminta jawabannya atas harapan yang ingin dicapainya dalam kelompok tersebut.

- Putuskan tindakan yang akan dilakukan

Kemudian pembina mengambil keputusan dalam bertindak yang telah disepakati oleh anggotanya

- Siapkan rencana kerja dan anggaran

Khusus untuk para pembina harus memikirkan rencana kerja berikutnya dan memikirkan anggarannya.

- Rencanakan pemantauan dan evaluasi

Siapa saja bisa memantau, baik itu pembina, peer education bisa memantau teman-teman yang lagi masa perawatan di rumah singgah maupun yang rawat jalan.

- Melakukan program

Programnya yaitu berupa diberi pengetahuan dasar tentang HIV, melakukan konseling, sharing dan diskusi.


(43)

Gambar 13. Brosur-brosur yang digunakan dalam kegiatan Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

- Evaluasi

Mengadakan evaluasi terhadap program-program yang sudah dijalankan, sejauh mana program-program tersebut berjalan. Bila ada yang gagal, perlu dilakukan revisi agar berubah menjadi lebih baik lagi.

c. Pendanaan

Untuk hal pendanaan kelompok Odha “Pita Merah” ini bersifat swadaya. Jadi dananya berdasarkan dari kemampuan finansial kak Maniur, dan ada juga beberapa pembina atau anggota istimewa yakni dr. Yenni serta pihak RS. Adam Malik yang membantu berupa uang sekedarnya saja, brosur-brosur tentang penyakit HIV/AIDS dan IMS, dan obat-obatan.

Kalau bantuan berupa uang itu tidak selalu ada, maka dari itu untuk mendanai kegiatan tersebut diambi dari sebagian gaji kak Maniur. Dana tersebut digunakan untuk biaya makan (snack) selama berkumpul dan biaya transport mereka. Biasanya kegiatan berkumpul secara ramai dilakukan sebulan sekali.


(44)

selebihnya jika mereka datang ke rumah singgah maka dengan biaya mereka masing-masing.

d. Keterampilan berkomunikasi

Setiap anggota wajib saling berkomunikasi di hadapan teman-teman kelompok Odha, baik itu berupa mengemukakan pendapat, sharing, dan berbagi pengalaman. Satu per satu dari beberapa anggota tersebut diminta untuk bergantian berbicara di hadapan teman-teman kelompok Odha.

Hal tersebut dilakukan agar kelak mereka menjadi berani berbicara di pertemuan dan kegiatan yang lebih besar, tidak hanya pertemuan dan kegiatan mengenai HIV tetapi bisa saja mengenai hal lainnya.

Dengan kegiatan tersebut, para Odha merasa seperti diberi kesempatan berbagi pengalaman dan dihargai kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.

e. Membuat perubahan

Kelompok dukungan sebaya (peer) dapat membantu mendorong perubahan dalam kehidupan pribadi seseorang dan dalam masyarakat luas. Kelompok dapat memperbaiki keadaan pribadi anggotanya dengan cara mengurangi rasa terkucilnya diri mereka, memberikan motivasi dan informasi, dan membuka kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka.

Kelompok juga dapat memperbaiki keadaan Odha dan orang yang rentan tertular HIV, dengan menghadapi tantangan dan mengadvokasikan untuk perubahan pada faktor-faktor yang dapat mengarah pada kemiskinan dan diskriminasi. Dampak HIV paling besar dirasakan oleh mereka yang sudah


(45)

mendapat diskriminasi, seperti pada perempuan, laki-laki homoseks (gay) dan PSK.

Berikut ada beberapa faktor yang mempengaruhi kita sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat9 :

 Pengetahuan  apa yang kita ketahui dan apa yang tidak

 Keterampilan  apa yang kita ketahui mengenai cara melakukannya

 Keyakinan, sikap dan harga diri  pikiran, perasaan dan kemampuan kita

 Tekanan sosial dan budaya  perilaku, pikiran dan perasaan orang sekitar kita

 Lingkungan yang lebih luas  faktor budaya, agama, kebijakan kesehatan, perundang-undangan dan penyediaan layanan

Informasi dan pengetahuan diperlukan, tetapi kelompok juga membutuhkan kemampuan untuk menerapkannya. Tanpa percaya pada nilai dan kepercayaan diri, kelompok akan sangat sulit menimbulkan perubahan. Namun, jika kelompok memutuskan bahwa kelompok ingin membuat perubahan pada kehidupan masing-masing individu ataupun di lingkungan yang lebih luas, maka kelompok Odha memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain.

Ini berarti kelompok Odha harus berinteraksi dengan unsur sesuai budaya dan agama yang sudah ada sehingga dapat menciptakan lingkungan yang harmonis. Tujuan kelompok mengharapkan agar masyarakat dapat menerima Odha, dan juga melatih diri untuk mengurangi resiko tertular HIV.


(46)

Tabel 2. Masalah yang dihadapi Odha

1. Pengetahuannya kurang Kurang mengenai layanan dan pengobatan HIV, terbatasnya penjangkauan informasi

2. Keterampilan dan kemampuan kurang

Terbatas peluang untuk melatih keterampilan (seperti dalam perilaku seks yang aman dengan menggunakan kondom)

3. Sikap dan keyakinan yang tidak mendukung

Ketakutan pada Odha, penyangkalan HIV, dan remaja tidak boleh mengetahui info tentang seks dan HIV.

4. Tekanan dari sosial dan budaya Odha diberikan stigma (cap buruk) serta diskriminasi

5. Lingkungan yang bersifat membatasi

Kemiskinan dan sumber daya yang kurang, serta terbatasnya ketersediaan layanan medis.

5 (lima) penyebab masalah inilah yang dapat menimbulkan pertentangan, dan merusak hubungan baik antara sesama manusia yang bersifat individu maupun kelompok. Sebab 5 penyebab masalah ini dapat memicu emosional perorang ataupun kelompok.

Kemudian berikut cara untuk mendorong perubahan positif untuk Odha, yaitu sebagai berikut :


(47)

Tabel 3. Cara mendorong perubahan positif bagi Odha

No. Caranya Uraian

1. Menambah pengetahuan Tentang informasi, layanan dan pengobatan HIV, serta kesehatan reproduksi

2. Keterampilan yang lebih luas Konseling, berkomunikasi, publik

speaking, serta berunding dan

beradvokasi

3. Sikap dan keyakinan yang positif Keyakinan untuk melakukan hubungan seks yang lebih aman, dan meneriman hak orang dalam menentukan gaya seksualitas 4. Faktor sosial dan budaya yang

mendukung

Mengurangi stigma dan

diskriminasi, melawan kegiatan seks dini, puasa seks, dan sebagainya

5. Lingkungan yang mendukung Layanan kesehatan dan pekerjaan untuk Odha, gambaran yang positif di media massa mengenai Odha


(48)

BAB IV

LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYANYA

4.1 Defenisi Lingkungan Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat. Agar manusia itu dapat mempertahankan keberadaannya di tengah kelompok, maka ia harus menyesuaikan diri terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam kelompok masyarakatnya.

Definisi lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tertentu (termasuk perilaku manusia di dalamnya), dan oleh tingkat rasa integrasi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu.17

Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau homosapiens diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya. Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis yang dimilikinya dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup.9

17


(49)

Rambo (dalam Deliyanto,1996) menyebutkan ada dua kelompok sistem yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sistem sosial dan ekosistem. Sistem sosial meliputi teknologi, pola eksploitasi sumber daya, pengetahuan, ideologi, sistem nilai, organisasi sosial, populasi, kesehatan dan gizi. Sedangkan ekosistem meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi manusia lain. Interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi.

Manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Bagaimana pun ia tetap memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat, yang disebut dengan interaksi manusia. Kita hidup di dalam masyarakat. Artinya, kita hidup bersama orang lain, bisa itu bersama keluarga, teman, tetangga, penduduk sedesa, penduduk sekota, maupun penduduk yang tinggal satu negara dengan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus dapat beradaptasi dengan lingkungan, termasuk dalam hal perilaku, aturan, nilai, norma, kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sekitar.

HIV bukanlah sekedar masalah lokal tetapi telah mengglobal. Sekalipun belum ditemukan data yang valid dan reliabel namun dipastikan virus ini sudah mengarah menjadi masalah sosial.18 Penelitian ini menggambarkan suatu fenomena sosial yang bersifat khusus mengenai perilaku sosial penderita HIV sebagai diskriminan dalam menghadapi reaksi masyarakat. Di mana penderita terus-menerus melakukan proses adaptasi sosial. Penelitian ini berlandaskan

18

Dalam Tesis Latri Mumpuni: Perilaku sosial penderita HIV/AIDS dalam mengahadapi reaksi masyarakat, Perpustakaan Universitas Indonesia


(50)

dalam teori Kluchohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya. Keberagaman makna dan penderitaan dalam menghayati dunia sakitnya akan (1) Waktu, (2) Tuhan, (3) Lingkungan Sosial, (4) Pekerjaan, dan (5) Masa depan.

4.2 Lingkungan Sebagai Tempat Aktifitas Manusia

Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur sosial budaya. Sebab sebagian besar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok. Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia itu senang bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain di dalam kehidupan bermasyarakatnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Hidup di masyarakat merupakan manifestasi bakat sosial individu, namun apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka individu yang sesungguhnya berbakat hidup sosial di dalam masyarakat dan lingkungannya akan mengalami kesulitan apabila suatu kelak akan berada di tengah-tengah kehidupan sosialnya.

Mengapa hidup di tengah-tengah masyarakat sosial itu tidak mudah? Hal ini disebabkan karena:

1. Bahwa di dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam. Didalam masyarakat memang terdapat begitu banyak tata kehidupan berupa aturan-aturan dan norma-norma yang diberlakukan dan dipatuhi oleh masyarakat karena memiliki nilai-nilai pembentukan kepribadian, berupa norma moral, tradisi, adat kebiasaan, dan aturan sosial.


(51)

2. Bahwa kepentingan individu yang satu tidak sama dengan kepentingan individu yang lain. Didalam masyarakat begitu banyak individu. Individu-individu tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan hidup sendiri-sendiri, dan mempunyai cara serta jalan hidup sendiri-sendiri pula. Sehingga bila setiap individu tidak berhati-hati, maka kepentingan individu yang satu akan bertabrakan dengan kepentingan individu yang lain.

3. Bahwa masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan. Masyarakat, betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan. Apalagi dengan berkembangnya kebutuhan manusia yang semakin kompleks, diiringi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang begitu pesat, serta perkembangan kebudayaan manusia yang dari kehidupan tradisional ke arah kehidupan modern.

4. Bahkan akhir-akhir ini dengan kemajuan sains dan tekhnologi yang dicapai manusia, menjadikan nilai-nilai sosial manusia mulai terkikis. Hal ini dapat dilihat pada konteks pekerjaan manusia yang menghendaki manusia bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan pekerjaannya sehingga menghilangkan sebagian waktunya untuk bergaul dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sosial budayanya.

4.3 Hubungan Penderita HIV dengan Lingkungan Sosial

Di dalam lingkungan sosial, setiap orang memiliki hubungan (bahasa Inggris:Relationship), yaitu kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu dengan yang lainnya. Hubungan terjadi dalam proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi beberapa


(52)

bagian, yakni hubungan dengan teman sebaya/ kelompok, orangtua, keluarga, dan lingkungan bermasyarakat. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi. Hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, maka hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi.

Tak hanya berdampak pada penurunan kualitas kesehatan seseorang, terdapat juga akibat yang ditimbulkan HIV di dalam lingkungan. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah pemberlakuan hukuman sosial bagi para penderita HIV, seperti tindakan penghindaran, pengasingan, penolakan, dan diskriminasi pada penderita HIV. Terkadang hukuman sosial ini juga ditimpakan pada orang-orang yang diduga terinfeksi HIV, dan bahkan pada petugas kesehatan atau relawan yang terlibat dalam perawatan Odha. Selain hukuman sosial, akibat yang ditimbulkan HIV di dalam lingkungan juga termasuk menghambat pertumbuhan ekonomi terhadap diri si penderita. Dengan meningkatnya tingkat kematian penduduk usia produktif di suatu daerah, akan mengurangi sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman kerja yang memadai. Dengan semakin berkurangnya sumber daya manusia yang produktif, hal ini akan melemahkan mekanisme produksi dan


(53)

investasi sumber daya manusia di daerah tersebut, yang dalam jangka panjang akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.19

Hal ini perlu dilakukannya pengembangan masyarakat yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan masyarakat lapis bawah dalam mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan, serta memberdayakan mereka secara bersama-sama. Dengan gerakan ini, masyarakat lapis bawah bisa memiliki kendali secara kuat terhadap kehidupannya sendiri. Orang-orang ikut serta dalam kegiatan pengembangan masyarakat sepanjang waktu, misalnya sebagai pekerja yang dibayar (Kenny, Susan, 1994:5-7)

Pengembangan masyarakat menghadapi isu-isu baru, namun pendekatan yang dipakai dalam organisasi kemanusiaan didasarkan pada ide untuk kembali kepada zaman masa lalu. Ide ini menekankan bahwa manusia dapat dan harus menyumbang secara kolektif cara sebuah masyarakat bertahan, melalui keikutsertaan dalam mengambil keputusan, mengembangkan perasaan memiliki terhadap kelompok dan menghargai sesama manusia.

Pengembangan masyarakat juga didasari oleh sebuah cita-cita bahwa masyarakat bisa dan harus mengambil tanggung jawab dalam merumuskan kebutuhan, mengusahakan kesejahteraan, menangani sumber daya, dan mewujudkan tujuan hidup mereka sendiri. Pengembangan masyarakat diarahkan untuk membangun supportive communities yaitu sebuah struktur masyarakat yang kehidupannya didasarkan pada pengembangan dan pembagian sumber daya secara

19


(54)

adil serta adanya interaksi sosial, partisipasi, dan upaya saling mendorong antara satu dengan yang lain.20

Hal ini juga berkaitan dengan teori David McClelland, yang mengatakan bahwa satu jenis daya mentalitas seseorang yang disebutnya sebagai “n

achievement” adalah faktor penting bagi kemajuan usaha orang tersebut. Dengan

“n achievement” orang bertindak tidak sekedar mengikuti tradisi yang telah digariskan oleh nenek moyang, tapi bertindak menurut cara baru yang mereka rasa akan memberi hasil yang lebih baik dan memberi manfaat untuk orang banyak. Gagasan ini juga beranggapan bahwa apabila seseorang melakukan usaha maka hasil dari usaha tersebut sebaiknya tidak hanya ditujukan untuk manfaat pribadi dan keluarganya saja, tapi berguna bagi golongan masyarakat yang lebih luas seperti masyarakat sekota, senegara, bahkan masyarakat manusia sedunia. Jadi kata kunci dalam daya psikokultural ini adalah “berbuat yang lebih baik dan

bermanfaat untuk lebih banyak orang”.21

Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:

a. kebutuhan berpretasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.

b. kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk memenuhi individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.

c. kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

20 Zubaedi,


(55)

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.

Sebagai makhluk sosial, penderita HIV saling berinteraksi di dalam lingkungan sosial. Berikut ada beberapa hubungan antara penderita HIV dengan lingkungannya, yaitu :

4.3.1 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Kelompok

Kontak dengan kelompok menyebabkan masuknya gagasan-gagasan dan cara-cara baru yang akhirnya menimbulkan perubahan pada nilai dan norma masyarakat setempat. Pada era globalisasi ini, kontak dengan kelompok menjadi sedemikian besar dan mudah sehingga dapat dibayangkan betapa besarnya laju perubahan kebudayaan pada umat manusia. Perubahan kebudayaan akibat kontak dengan kelompok ada yang berbentuk difusi dan akulturasi. Difusi adalah perubahan kebudayaan akibat dimasukkannya unsur budaya lain ke dalam budayanya sendiri. Perubahan terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain. Disini terjadi proses peniruan. Sedangkan akulturasi


(56)

adalah perubahan kebudayaan akibat dua kelompok yang berbeda kebudayaannya saling bertemu di mana terjadi perubahan yang besar pada salah satu kelompok tersebut atau pada kedua-duanya. Perubahan terjadi karena kelompok tersebut memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas.22

Karakter setiap orang berbeda-beda, untuk menyatukan karakter memang sulit, tapi menyatukan tujuan tidak sulit jika saling mematuhi aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam lingkungan kelompok pastinya ada perbedaan pendapat dalam menjalankan suatu program. Dalam kelompok ditemukan adanya perasaan sentimen baik terhadap fasilitator maupun anggotanya, tetapi komunikasi mereka di dalam kelompok tetap berjalan lancar, bila mereka berada dalam jarak jauh melalui telepon ataupun media sosial menjadi penghubung komunikasi mereka.

Sebelum adanya “Pita Merah”, kak Myur memiliki kelompok yang

anggotanya terdiri dari ibu-ibu rumah tangga. Namun karena ada kejadian yang meresahkan dirinya ia keluar dari kelompok dan membentuk kelompok baru. Ia keluar dari kelompok sebelumnya karena tingkah laku para ibu-ibu rumah tangga keterlaluan, suka memerintah anak kak Myur kesana-kemari mewujudkan apa yang mereka inginkan dan juga mengotori rumah singgah. Pada saat itu kak Myur juga sebagai pengurus kelompok tersebut di bawah naungan sebuah LSM. Lembaga tersebut memberikan rumah dan fasilitas dalam pemenuhan berjalannya program kelompok, kak Myur tinggal di rumah singgah tersebut serta menjaga,


(57)

merawat rumah dan membina kelompok. Tapi kak Myur menyerah atas tingkah ibu-ibu di dalam kelompok tersebut, ia lebih memilih pergi meninggalkan kelompok tersebut dan membentuk kelompok baru yang dibangun atas usahanya sendiri.

4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal

Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggalnya ialah ia diusir dan di caci maki oleh tetangganya, ia dituduh telah melakukan perbuatan yang negatif sehingga menderita HIV, lalu kak Myur diusir karena mereka tidak mau ada warga lain yang tertular. Kak Myur dianggap sebagai sampah masyarakat yang patut dibuang dan dijauhi dari lingkungan. Pada saat itu perasaan kak Myur menjerit harus pergi kemana, sebab tidak ada yang mau membantunya, keluarganya jauh di kampung semua. Akhirnya ia bertemu dengan seorang teman yang bekerja di LSM yang menangani ODHA (orang dengan hiv/aids). Kak Myur meluapkan semua kisah sedih hidupnya semenjak di diagnosa oleh dokter terinfeksi HIV. Kak Myur sama sekali tidak paham mengenai HIV, bersama temannya inilah jalan keluar atas kesedihannya. Temannya mengajak untuk bergabung menjadi anggota di sebuah LSM yaitu JAPI (Jaringan Aksi Perubahan Indonesia). Anggota JAPI adalah ODHA, OHIDA, dan aktivis peduli HIV. JAPI ada untuk kaum marginal, tujuan utamanya ialah untuk mendorong pemenuhan hak masyarakat dalam pemenuhan hak kesehatan yang dibutuhkan. Terutama untuk kaum yang termarjinalkan.

Dalam lingkungan tempat tinggal jika seseorang sudah terinfeksi virus HIV maka lingkungan sekitar akan berubah. Ada yang menerima sepenuh hati,


(1)

KATA PENGANTAR

Fenomena HIV/AIDS mulai menjadi berita luar biasa di media cetak nasional sejak tahun 1981 saat kasus pertama ditemukan di Amerika Serikat. Banyak persepsi orang-orang mengenai asal usul munculnya penyakit ini di dunia. Tetapi secara umum penemuan kasus HIV pertama kali ditemukan pada kalangan lelaki homoseksual yang selanjutnya diikuti pada kalangan pekerja seks. Berdasarkan berita-berita seputar HIV/AIDS di media cetak nasional pada kurun waktu 1981-1997 dapat dilihat bias yang melekat pada fakta dan realitas yang objektif seputar HIV/AIDS. Sebenarnya bias tentang HIV/AIDS mencerminkan tingkat pengetahuan yang minim mengenai penyakit tersebut dan sikap cepat takut serta mudah menghukum yang terdapat di masyarakat. Kita melihat pemberitaan tidak mengoreksi anggapan yang kurang tepat, tetapi justru cenderung memperkuat serangkaian mitos dan salah paham tentang HIV/AIDS itu sendiri dan sikap mengucilkan dan menghukum ODHA.

Jumlah Orang yang hidup dengan HIV semakin meningkat. HIV tidak hanya menyerang kelompok yang beresiko tinggi saja seperti kelompok homoseksual, lesbian, pekerja seks komersial, penggunaan jarum suntik dan narkoba. Tetapi juga menyerang bayi-bayi dan ibu rumah tangga yang setia pada suaminya. Biasanya bayi-bayi tertular dari orangtuanya melalui pemberian air susu Ibu (ASI) atau melalui proses bersalin yang dari awal sang Ibu sudah HIV+ sedangkan ibu rumah tangga yang setia pada suaminya tertular dari pasangan suami melalui cairan mani.


(2)

Jumlah penderita HIV di dunia mengikuti fenomena gunung es, karena jumlah penderita yang sesungguhnya lebih besar daripada data yang tersedia. Psikologis yang dialami penderita HIV yaitu stress, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, dan berduka mengalami perubahan yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitar. Penyebaran HIV dapat ditekan dengan kesadaran penderita untuk berobat demi memperpanjang usia dan melakukan pola hidup sehat serta tidak berniat menyebarkan penyakit tersebut ke orang lain.

Belum ditemukan cara dan jenis obat untuk menyembuhkan penyakit HIV, tetapi untuk memperlambat laju perkembangan virus tersebut ada yaitu dengan cara mengonsumsi Anti Retroviral (ARV) sesuai aturan yang dianjurkan dokter.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan kemampuan menulis. Maka untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas Sarjana ini.

Akhirnya penulis meengharapkan semoga skripsi ini akan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan memberikan konstribusi yang positif dalam pembahasan ilmu pengetahuan yang lebih baik lagi.

Medan, Desember 2015

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 6

1.2.1 Sejarah Munculnya HIV Dari Dunia Barat ... 5

1.2.2 Sejarah HIV di Indonesia ... 11

1.2.3 Definisi HIV ... 12

1.2.4 Perjalanan infeksi HIV ... 15

1.2.5 Uji HIV ... 22

1.2.6 Perilaku ... 24

1.2.7 Lingkungan sosial budaya ... 26

1.3 Rumusan Masalah ... 26

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 27

1.4.1 Tujuan... 27

1.4.2 Manfaat... 27

1.5 Sistematika Penulisan... 27

1.6 Metode Penelitian ... 29

1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 29

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33

 Data primer : a. Observasi ... 32

b. Wawancara Mendalam ... 32

c. Pengembangan Raport ... 35

d. Life History ... 35

 Data sekunder ... 35

1.6.3 Teknik Analisa Data ... 36

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN: RUMAH SINGGAH ODHA DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG ... 37

2.1 Sekilas tentang Kecamatan Medan Selayang ... 37

2.2 Lokasi Penelitian ... 41

2.3 Sejarah terbentuknya rumah singgah Odha di Simpang SelayangMedan ... 43


(4)

BAB III LIFE HISTORY PENDERITA HIV ... 47

3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV ... 48

3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi ... 57

3.3 Kisah Mantan Perawat... 60

3.4 Kisah Pria Depresi ... 62

3.5 Kisah Pasangan Odha ... 64

3.6 Pengetahuan Penderita Tentang HIV ... 66

3.7 Strategi Penderita HIV Dalam Melanjutkan Hidupnya ... 68

3.7.1 Strategi Informan Kunci ... 68

3.7.2Pola Hidup Sehat ... 72

a. Pola Pemikiran ... 73

b. Pola Makanan ... 75

3.7.3 Membentuk Kelompok ... 78

a. Bekerja Sama ... 80

b. Merencanakan Tindakan ... 81

c. Pendanaan ... 83

d. Keterampilan Berkomunikasi ... 84

e. Membuat Perubahan ... 84

BAB IV LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYANYA ... 88

4.1 Defenisi Lingkungan Sosial Budaya ... 88

4.2 Lingkungan Sebagai Tempat Aktifitas Manusia ... 90

4.3Hubungan Penderita DenganLingkungan Sosial... 91

4.3.1 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Kelompok ... 95

4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal ... 97

4.3.3 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Kerja ... 99

4.3.4 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Ibadah ... 99

4.4 Manusia Sebagai Makhluk Budaya ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

5.1 Kesimpulan ... 111

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 116 LAMPIRAN

1. Daftar Informan 2. Daftar Interview Guide


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perjalanan infeksi HIV/AIDS dalam 4 (empat) stadium ... 15 Tabel 2. Masalah yang dihadapi Odha ... 85 Tabel 3. Cara mendorong perubahan positif bagi Odha ... 86


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gang kenanga... 39

Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah... 40

Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA... 42

Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang... 44

Gambar 5. Kak Myur ...46

Gambar 6. Saya bersama Penderita dan kedua anaknya yang terinfeksi ... 57

Gambar 7. Bang Enn ... 60

Gambar 8. Saya bersama pasangan Odha ... 62

Gambar 9. Kak Myur dan Yoan (anak dari pasangan Odha) ... 63

Gambar 10. Kak Myur dan anak pertamanya ... 66

Gambar 11. Kak Myur membawa pasiennya ke Rumah Sakit ... 68

Gambar 12. Mereka saling bekerja sama dan berbagi ... 79