Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

(1)

BAB II

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN:

RUMAH SINGGAH ODHA DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

2.1 Sekilas Tentang Kecamatan Medan Selayang

Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas tanah ±23,89 km² dari seluruh luas wilayah kota Medan dan berada pada ketinggian 26-50 meter diatas permukaan laut. Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara geografis berada di wilayah Barat Daya Kota Medan yang merupakan daratan kemiringan antara 0-5%. Kecamatan Medan Selayang berbatasan dengan Medan Sunggal di sebelah barat, Medan Johor dan Medan Polonia di sebelah timur, Medan Tuntungan di selatan, dan Medan Baru dan Medan Sunggal di sebelah utara. Penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Batak, Tionghoa, Minang, Aceh, Jawa, serta Ambon. Sedangkan suku asli adalah Melayu Deli dan Batak Karo.

Sebelum menjadi kecamatan definitif terlebih dahulu melalui proses Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10 (Sepuluh) Perwakilan Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama “Perwakilan Kecamatan Medan Selayang” dengan 5 kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 1991 tentang Pembentukan beberapa Kecamatan di Sumatera Utara termasuk 8 (delapan)


(2)

Kecamatan Pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan Medan Selayang menjadi Kecamatan Definitif yaitu “Kecamatan Medan Selayang”.

Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan dan 63 lingkungan dengan status Kelurahan Swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas adalah Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul kelurahan Tanjung Sari dengan luas 510 Ha, Sempaka dengan luas 400 Ha, Kelurahan Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan PB. Selayang I dengan luas 180 Ha, dan yang terkecil adalah Kelurahan Beringin dengan hanya luas 79 Ha.

Menurut informan yang saya wawancarai, dahulunya sekitar tahun 1980-an kondisi Kecamat1980-an Med1980-an Selay1980-ang ini wilayah agraria, masih b1980-anyak penduduk suku melayu dan situasi masih sunyi dari kebisingan. Namun kini situasi telah berbeda, sekitar tahun 1990-an wilayah agraria berubah menjadi wilayah industri, banyak perumahan penduduk, pusat perbelanjaan, sekolah, rumah sakit, transportasi dan polusi penuh memadai. Proses urbanisasi12 berjalan dan terus mengalami peningkatan. Salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi ialah kemiskinan di daerah pedesaan yang disebabkan oleh cepatnya pertambahan penduduk di desa sehingga menimbulkan ketimpangan dalam perimbangan antara jumlah penduduk dan luasnya lahan pertanian.

Kota Medan merupakan salah satu kota terpadat dan terbanyak penduduknya di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota Metropolitan Medan sudah memasuki tahapan kehidupan yang serba ada mulai

12


(3)

dari mall, hotel, plaza, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri dimana-mana. Masyarakat menjadi lebih muda untuk mendapatkan segala kebutuhan yang sudah bisa didapatkan dengan serba instan.

Menurut G.Balandier (Sosiologie des brazzavilles noires, 1955) berdasarkan penelitiannya menemukan bahwa motif-motif urbanisasi ke kota yaitu sebagai berikut: 1). Karena alasan ekonomi, 2). Menengok keluarga, 3).Perbaikan posisi sosial, 4). Melepaskan diri dari lingkungan tradisi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa beberapa informan yang diwawancarai merupakan warga yang mengalami proses urbanisasi tersebut. Ada yang dari Tanah Karo, Simalungun, Parapat, dan lain sebagainya. Tujuan mereka tidak lain hanya untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga diri mereka sendiri serta keluarga mereka yang berada di kampung halaman.

Gaya hidup masyarakat urban identik dengan pola menyimpang. Masyarakat kota besar sudah tidak lagi tabu bahkan menganggap seks sebagai sesuatu yang lumrah. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya bermunculan Lokalisasi dan Prostitusi, baik yang terselubung maupun yang terang-terangan. Hal ini tentu saja berujung pada semakin banyaknya pengidap Human Immunodefisiency Virus / Acquired Immuno Defesiency Syndrome (HIV/AIDS) di kota Medan ini. Di kota ini tidak sulit untuk menjumpai hampir di berbagai penjuru kota medan terdapat semacam lokalisasi baik itu yang terselubung, yang berkedok sebagai salon, panti pijat (Spa), pijat tradisional (Okup), cafe yang jam bukanya dimalam hari dan lain sebagainya.

Maraknya geliat prostitusi ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat, salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengidap HIV/AIDS. Seperti yang


(4)

dikatakan anggota DPRD kota Medan Fraksi PKS. H Muslim Maksum Yusuf LC Dalam rapat paripurna penetapan perda HIV AIDS, mengatakan Kota Medan merupakan peringkat tertinggi penderita HIV AIDS di Sumatera Utara dengan jumlah Penderita yang terdata sampai 2011 sebanyak 2560 orang.

Muslim juga mengatakan, Kota Medan memiliki potensi laju penyebaran HIV AIDS yang tinggi. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti, banyaknya berdiri tempat hiburan malam yang menyediakan prostitusi terselubung, perilaku hidup dengan resiko tinggi dan kurangnya sosialisasi serta penyuluhan masyarakat tentang bahaya HIV AIDS.13

Sementara itu berdasarkan penelitian Data yang dimiliki Sahiva USU tahun 2006-2011 Kota Medan menduduki peringkat ke 10 paling berbahaya untuk penderita HIV AIDS di Indonesia. Peringkat ini tidak mungkin turun mengingat jumlah penduduk Medan termasuk besar. "Data yang kami terima dai KPA Medan menduduki peringkat ke-3 dengan pengidap HIV terbanyak di Indonesia, "jelas koordinator relawan Sahiva USU, M Luthfiansyah. Diprediksi dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun kedepan peringkat tersebut semakin merangkak naik. Karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dan faktor resiko penyebab HIV AIDS juga semakin beragam. "Hubungan seks dan pengguna narkoba suntik merupakan resiko yang paling banyak menularkan HIV, " ujarnya.14

13


(5)

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian saya ialah di Jalan Jamin ginting Km 11 Gang Kenanga Simpang Selayang, Kecamatan Medan Selayang II.

Gambar 1. Gang Kenanga

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Lokasi penelitiannya berada di gang kenanga. Ketika hendak masuk ke gang, peneliti melihat gang tersebut diapit oleh bangunan yakni di sebelah kanan gang ada bengkel dan disebelah kiri gang ada salon. Peneliti selalu datang ke lapangan jam 10 pagi ke atas, keadaan di dalam gang terasa sunyi, orang-orang pada menutup pintunya. Warga di gang kenanga ini ada yang berprofesi sebagai petani, pedagang, kerja bengkel dan juga ada petugas kesehatan di rumah sakit Adam Malik dan mayoritas kristen.


(6)

Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Setelah masuk gang, maka terlihatlah rumah singgah tersebut, tempatnya diapit oleh rumah warga lain, dan karena itu rumah kontrakan, maka posisi rumah berada di belakang rumah pemilik kontrakan. Hanya ada dua rumah kontrakkan, yang pertama kontrakkan tempat kak Myur yang dijadikan rumah singgah dan di sebelahnya rumah kontrakkan yang ditempati oleh pendatang dari tanah karo yang silih berganti menempati kontrakkan yang satunya lagi.


(7)

2.3 Sejarah berdirinya rumah singgah ODHA di Simpang Medan Selayang

Kak Myur dan 2 orang rekannya Ohidha mendirikan kelompok ODHA. Ia membentuk kelompok ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya anggota yang telah bergabung di dalam kelompok ini. Maksud dari pelayanan kesehatan di dalam rumah singgah ini ialah memberikan perawatan atau pemulihan kepada pasien sampai ia benar-benar bisa mandiri. Artinya, rumah singgah ini merupakan tempat sementara untuk kaum Odha, mereka boleh datang dan pergi sesuai kebutuhan, dan boleh menginap di tempat tersebut.

Kak Myur membuat rumah kontrakannya sendiri menjadi rumah bersama untuk kaum odha, rumah tersebut berguna untuk pemulihan bagi pasien HIV, sharing (diskusi), suka dan duka dilalui mereka bersama di rumah singgah tersebut. Ukuran tempatnya memang tidak luas karena memang rumah kontrakan yang cukup untuk keluarga kecil kak Myur, walaupun tempatnya sederhana tapi mereka merasa nyaman. Ukuran tempatnya kira-kira panjang 7m x 3,5m lebarnya. Letak strategis rumah singgah tersebut di simpang selayang, masuk ke gang kenanga dan posisi rumahnya ditutupi oleh rumah-rumah warga. Sehingga untuk mengetahui keberadaan rumah singgah tersebut hanya orang-orang yang sudah pernah kesana saja. Rata-rata warga di gang kenanga sudah mengetahui keberadaan kelompok Odha tersebut.

Mengapa Kak Myur memilih tempat untuk rumah singgahnya disitu? Hal ini disesuaikan dengan kondisi keuangan Kak Myur, sekaligus dekat dengan RS. Adam Malik, sehingga jika ada pasiennya yang kritis bisa langsung dilarikan ke


(8)

RS. Adam Malik. Ia harus pandai-pandai menggunakan uang, tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga dan keperluan sekolah anaknya saja tetapi dia juga harus memikirkan dana untuk kelompok Odha. Kontrakkannya sebulan Rp 400.000,- menurut kak Myur itu sudah merupakan kontrakkan yang bagus dengan harga murah. Jarak tempuh dari rumah singgah ke RS. Adam Malik kira-kira 2 Km.

Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Di dalam kelompok ini, ada penasehatnya yaitu Bang Enn, ada anggota istimewa dan anggota biasa. Yang dikatakan anggota istimewa ialah orang-orang yang memiliki keahlian menangani kasus HIV, yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas. Anggota istimewa itu terdiri dari dr.T.Yenni.F dan bidang HAM. Sedangkan yang dikatakan anggota biasa ialah Odha, keluarga Odha,


(9)

masyarakat yang mau menambah pengetahuan tentang info HIV yang berdomisili di Medan sekitar.

Rumah singgah ini di bentuk pada bulan Agustus 2014, sampai saat ini baru ada 17 orang anggota yang telah bergabung di dalamnya. Anggota-anggota ini banyak yang berasal dari luar (perantauan) Medan, seperti P.Sidempuan, Ranto Prapat, Tobasa, Siantar, Langkat, dan Tanah Karo. Untuk menjadi anggota dalam kelompok tersebut tidak ada persyaratan tertentu, semua kalangan boleh bergabung, dan tujuan bergabung di dalam kelompok tersebut ialah untuk menambah pengetahuan kemudian setelah tahu ia wajib membagi informasi yang sudah di dapatnya dalam kelompok tersebut kepada sanak sodara, kerabat, keluarga, ataupun orang-orang di lingkungan sekitar. Tetapi tempat rumah singgah ini masih bersifat tertutup, mereka mengetahui tempat ini dari informasi orang ke orang atau dari mulut ke mulut saja. Orang yang memberi tahu tempat tersebut adalah orang yang bisa diandalkan dan dipercaya. Sebab mereka khawatir jika ada orang-orang yang anti terhadap penderita HIV pastinya timbul stigma dan diskriminasi. Hal tersebut yang membuat kehidupan mereka terganggu atas kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi HIV.

Mereka berkumpul di rumah singgah ini tidak tentu waktunya dikarenakan mereka bekerja. Ada yang berjualan, ada yang di kantoran, ada yang mengurus rumah dan anak, serta lain sebagainya. Biasanya mereka berkumpul sore hari sekitar jam 3 atau malam hari, mereka meluangkan waktunya sejenak untuk berkumpul serta saling berbagi informasi satu sama lain. Ada berbagai informasi yang mereka bagikan seperti informasi kejadian yang mereka alami sebelum berkumpul di rumah singgah, informasi seleb di televisi, informasi perlakuan


(10)

tetangga (non Odha) kepada mereka, dan lain sebagainya. Kebanyakan ibu-ibu yang berkumpul di rumah singgah tersebut, maka wajar saja jika banyak bahan pembicaraan yang mereka bicarakan.

Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Berikut ini denah lokasi menuju tempat penelitian Odha, digambarkan melalui dua jalur jika berangkat dari kampus USU. Pertama melalui jalur jamin ginting padang bulan terus hingga sampai simpang layang, kedua melalui jalur setia budi lalu simpang pemda dan tembus ke simpang selayang.


(1)

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian saya ialah di Jalan Jamin ginting Km 11 Gang Kenanga Simpang Selayang, Kecamatan Medan Selayang II.

Gambar 1. Gang Kenanga

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Lokasi penelitiannya berada di gang kenanga. Ketika hendak masuk ke gang, peneliti melihat gang tersebut diapit oleh bangunan yakni di sebelah kanan gang ada bengkel dan disebelah kiri gang ada salon. Peneliti selalu datang ke lapangan jam 10 pagi ke atas, keadaan di dalam gang terasa sunyi, orang-orang pada menutup pintunya. Warga di gang kenanga ini ada yang berprofesi sebagai petani, pedagang, kerja bengkel dan juga ada petugas kesehatan di rumah sakit Adam Malik dan mayoritas kristen.


(2)

Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Setelah masuk gang, maka terlihatlah rumah singgah tersebut, tempatnya diapit oleh rumah warga lain, dan karena itu rumah kontrakan, maka posisi rumah berada di belakang rumah pemilik kontrakan. Hanya ada dua rumah kontrakkan, yang pertama kontrakkan tempat kak Myur yang dijadikan rumah singgah dan di sebelahnya rumah kontrakkan yang ditempati oleh pendatang dari tanah karo yang silih berganti menempati kontrakkan yang satunya lagi.


(3)

2.3 Sejarah berdirinya rumah singgah ODHA di Simpang Medan Selayang

Kak Myur dan 2 orang rekannya Ohidha mendirikan kelompok ODHA. Ia membentuk kelompok ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya anggota yang telah bergabung di dalam kelompok ini. Maksud dari pelayanan kesehatan di dalam rumah singgah ini ialah memberikan perawatan atau pemulihan kepada pasien sampai ia benar-benar bisa mandiri. Artinya, rumah singgah ini merupakan tempat sementara untuk kaum Odha, mereka boleh datang dan pergi sesuai kebutuhan, dan boleh menginap di tempat tersebut.

Kak Myur membuat rumah kontrakannya sendiri menjadi rumah bersama untuk kaum odha, rumah tersebut berguna untuk pemulihan bagi pasien HIV, sharing (diskusi), suka dan duka dilalui mereka bersama di rumah singgah tersebut. Ukuran tempatnya memang tidak luas karena memang rumah kontrakan yang cukup untuk keluarga kecil kak Myur, walaupun tempatnya sederhana tapi mereka merasa nyaman. Ukuran tempatnya kira-kira panjang 7m x 3,5m lebarnya. Letak strategis rumah singgah tersebut di simpang selayang, masuk ke gang kenanga dan posisi rumahnya ditutupi oleh rumah-rumah warga. Sehingga untuk mengetahui keberadaan rumah singgah tersebut hanya orang-orang yang sudah pernah kesana saja. Rata-rata warga di gang kenanga sudah mengetahui keberadaan kelompok Odha tersebut.

Mengapa Kak Myur memilih tempat untuk rumah singgahnya disitu? Hal ini disesuaikan dengan kondisi keuangan Kak Myur, sekaligus dekat dengan RS.


(4)

RS. Adam Malik. Ia harus pandai-pandai menggunakan uang, tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga dan keperluan sekolah anaknya saja tetapi dia juga harus memikirkan dana untuk kelompok Odha. Kontrakkannya sebulan Rp 400.000,- menurut kak Myur itu sudah merupakan kontrakkan yang bagus dengan harga murah. Jarak tempuh dari rumah singgah ke RS. Adam Malik kira-kira 2 Km.

Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Di dalam kelompok ini, ada penasehatnya yaitu Bang Enn, ada anggota istimewa dan anggota biasa. Yang dikatakan anggota istimewa ialah orang-orang yang memiliki keahlian menangani kasus HIV, yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas. Anggota istimewa itu terdiri dari dr.T.Yenni.F dan bidang HAM. Sedangkan yang dikatakan anggota biasa ialah Odha, keluarga Odha,


(5)

masyarakat yang mau menambah pengetahuan tentang info HIV yang berdomisili di Medan sekitar.

Rumah singgah ini di bentuk pada bulan Agustus 2014, sampai saat ini baru ada 17 orang anggota yang telah bergabung di dalamnya. Anggota-anggota ini banyak yang berasal dari luar (perantauan) Medan, seperti P.Sidempuan, Ranto Prapat, Tobasa, Siantar, Langkat, dan Tanah Karo. Untuk menjadi anggota dalam kelompok tersebut tidak ada persyaratan tertentu, semua kalangan boleh bergabung, dan tujuan bergabung di dalam kelompok tersebut ialah untuk menambah pengetahuan kemudian setelah tahu ia wajib membagi informasi yang sudah di dapatnya dalam kelompok tersebut kepada sanak sodara, kerabat, keluarga, ataupun orang-orang di lingkungan sekitar. Tetapi tempat rumah singgah ini masih bersifat tertutup, mereka mengetahui tempat ini dari informasi orang ke orang atau dari mulut ke mulut saja. Orang yang memberi tahu tempat tersebut adalah orang yang bisa diandalkan dan dipercaya. Sebab mereka khawatir jika ada orang-orang yang anti terhadap penderita HIV pastinya timbul stigma dan diskriminasi. Hal tersebut yang membuat kehidupan mereka terganggu atas kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi HIV.

Mereka berkumpul di rumah singgah ini tidak tentu waktunya dikarenakan mereka bekerja. Ada yang berjualan, ada yang di kantoran, ada yang mengurus rumah dan anak, serta lain sebagainya. Biasanya mereka berkumpul sore hari sekitar jam 3 atau malam hari, mereka meluangkan waktunya sejenak untuk berkumpul serta saling berbagi informasi satu sama lain. Ada berbagai informasi yang mereka bagikan seperti informasi kejadian yang mereka alami sebelum


(6)

tetangga (non Odha) kepada mereka, dan lain sebagainya. Kebanyakan ibu-ibu yang berkumpul di rumah singgah tersebut, maka wajar saja jika banyak bahan pembicaraan yang mereka bicarakan.

Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Berikut ini denah lokasi menuju tempat penelitian Odha, digambarkan melalui dua jalur jika berangkat dari kampus USU. Pertama melalui jalur jamin ginting padang bulan terus hingga sampai simpang layang, kedua melalui jalur setia budi lalu simpang pemda dan tembus ke simpang selayang.