Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

(1)

Etnografi Penderita HIV Dan Lingkungan Sosial Budayanya

Di Simpang Selayang Medan

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu

Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh :

Annisa Sholihati Berutu

110905031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama

: Annisa Sholihati Berutu

NIM

: 110905031

Departemen

: Antropologi Sosial

Judul

: Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial

Budayanya di Simpang Selayang Medan

Medan, Desember 2015

Dosen Pembimbing

Ketua Departemen

(Nurman Achmad, S.Sos.M.Soc)

(Dr. Fikarwin Zuska)

NIP. 196711181995121002

NIP.196212200198903 1 005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

NIP. 19680525199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Etnografi Penderita HIV Dan Lingkungan Sosial Budayanya

Di Simpang Selayang Medan

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah disajikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya

nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan

gelar kesarjanaan saya.

Medan, Desember 2015

Penulis


(4)

ABSTRAK

Annisa Sholihati Berutu, 2015, Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan

Sosial Budayanya Di Gang Kenanga Simpang Selayang Kec. Medan

Selayang II. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 117 halaman, 3 daftar tabel, dan

13 daftar gambar.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang hanya dapat

menginfeksi manusia dengan cara menyerang sel-sel darah putih sehingga

menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit HIV muncul tentu ada

faktor-faktor yang mendukung berdasarkan perilaku orangnya dan lingkungan

sosial budayanya.Orang yang terinfeksi HIV (penderita HIV) tidak lagi hanya

terdapat pada kelompok yang beresiko tinggi namun sudah menjalar ke anak-anak

dan ibu rumah tangga yang setia pada suaminya. Mereka tertular dari orangtuanya

atau pasangan suami/istri melalui cairan mani, cairan vagina, dan air susu Ibu.

Berdasarkan penelitian di lapangan,masalahyang dihadapi oleh penderita

HIV ada dua aspek yaitu

pertamabertahan melawan penyakit dan keduabertahan

terhadap stigma dan diskriminasi masyarakat di beberapa lingkungan, yaitu

lingkungan kelompok, lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat kerja, dan

lingkungan tempat ibadah. Kemudian salah satu strategi yang dilakukan oleh

seorang penderita HIV untuk bertahan dalam hidup yaitu berinisiatif mendirikan

sebuah rumah singgah untuk kelompok Odha yang

disebut “Pita Merah”

tujuannya agar orang-orang yang nasibnya sama kemudian diberi pengetahuan

mengenai HIV dan layanan kesehatan. Kelompok tersebut tidak hanya untuk

kelompok Odha tetapi bisa juga untuk umum yang ingin menambah pengetahuan.

Kata Kunci : Penderita HIV, Kelompok Odha, Lingkungan Sosial Budaya


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

penelitian di lapangan dan

tulisan skripsi yang berjudul “Etnografi Penderita HIV

dan Lingkungan Sosial Budayanya di Gang Kenanga Simpang Selayang”.

Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

memberi suri teladan bagi seluruh umatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya

bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang peduli dan sayang terhadap

penulis. Tanpa bimbingan dan motivasi dari mereka, sangatlah sulit bagi penulis

untuk mencapai tahap penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih untuk yang pertama kepada orang tercinta

dan terhormat di hidup penulis yakni kedua orang tua penulis, Ayahanda

Drs.H.Masaluddin Berutu dan Ibunda Netty Asmawati yang telah banyak

mencurahkan kasih sayang dan cintanya kepada penulis serta memberikan

motivasi dan mengajarkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan penulis sejak

dari kecil hingga saat ini. Ucapan terima kasih yang kedua untuk saudara-saudari

kandung saya yakni Abangnda M.Syukran Ilaihi Berutu, Kakanda Ria Humaira

Berutu dan kedua adik laki-laki penulis yakni A.Raihansyah Berutu dan Ahnaf

Istiqlal Berutu yang telah memberi semangat dan mengingatkan penulis untuk

segera menyelesaikan skripsi serta mendoakan penulis agar menjadi orang yang

sukses. Ucapan terima kasih yang ketiga untuk seseorang yang selalu menemani

dan membantu penulis ke lapangan dengan penuh tantangan dan perjuangan yang

diberikannya serta selalu menasehati penulis agar skripsi ini segera diselesaikan

dengan baik, kepada yang tersayang yakni Muhammad Suhendra, ST.

Berikutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Zulkifli,

MA, selaku dosen Penasehat Akademik. Terima kasih sebanyak-banyaknya

kepada Bapak Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc, Sc selaku dosen Pembimbing

Skripsi yang telah membimbing penulis dengan sabar dan tulus hati, meluangkan

waktu dan tenaganya, memberikan arahan dan motivasi, serta memberikan kritik


(6)

dan saran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal skripsi sampai dengan

akhirnya penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih berikutnya kepada segenap pihak Departemen

Antropologi Sosial FISIP USU yang telah membantu penyelesaian skripsi ini,

yakni kepada Ketua Departemen Antropologi Sosial yakni Bapak Dr. Fikarwin

Zuska, yang telah banyak berbagi pengetahuan dan motivasi kepada penulis

mengenai ilmu Antropologi mulai dari semester awal hingga semester akhir yang

berujung skripsi. Kepada Bapak Agustrisno, M.S.P selaku Sekretaris Departemen

Antropologi yang telah memberi banyak perhatian dan nasehat kepada penulis.

Selanjutnya terima kasih untuk dosen-dosen Antropologi Sosial yang telah

memberikan ilmunya selama masa perkuliahan, motivasi, dan bantuan sumber

referensi untuk skripsi yakni kepada Ibu Sri Emiyanti dan Abangnda Farid Aulia

S.Sos, M.Si. Terima kasih kepada Abangnda Abdullah Akhyar Nasution, S.Sos,

M.Siyang telah memberi dukungan dan nasehatnya, serta tak lupa pula terima

kasih kepada staf administrasi Departemen Antropologi Sosial yakni Kak

Nurhayati dan Kak Sofiana yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

administrasi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Antropologi

Sosial Fisip USU, rekan sekaligus sahabat penulis selama masa perkuliahan

stambuk 2011 yaitu Widya Indriani, Laila Ulfa, Fanny Larasati, Claudya Alice

L‟Bareint, dan Prasetyo Utomo, yang telah menjadi teman dalam suka dan duka

serta saling berbagi rasa untuk selamanya. Terima kasih kepada kawan-kawan

KeMANGTEER regional Medan yaitu Rini Rezeki Utami, Juliani Zalukhu, Suci

Wulan Sari, Septian Yudiansyah Nst, Doni Latuparisa, Rianda Purba, Wisnu Tri

Wibowo, Maulana Siddiq Gultom, Eddy S.H Ritonga, Indra Surya Sianipar, Sardo

Naibaho, yang telah menjadi teman komunitas dan berbagi informasi mengenai

mangrove. Terima kasih juga kepada abang dan kakak senior Antropologi Sosial

serta junior Antropologi Sosial.

Terima kasih banyak kepada dr.Tengku Yenni Febrina selaku ketua GSM,

Tengku Rizka dan Bang Adis selaku staff GSM. Terima kasih kepada Komisi

Penanggulangan Aids Tingkat Daerah (KPAD) yang telah membantu memberikan

referensi untuk melengkapi skripsi. Terima kasih banyak kepada Kakanda Myur


(7)

dan teman-teman Odha yang telah bersedia membuka status penyakitnya, berbagi

pengalaman, dan memberikan informasi tentang HIV. Semoga kebaikan kalian

yang telah diberikan kepada penulis mendapat ganjaran dari Tuhan Yang Maha

Esa.

Penulis menyadari keterbatasan yang dimiliki dalam menulis, maka dari

itu penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca guna untuk penyempurnaan

tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Medan, Desember 2015

Penulis


(8)

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

Identitas Diri

NamaLengkap : Annisa SholihatiBerutu

T.T.L

: Medan, 31 Januari 1994

JenisKelamin : Perempuan

Anak ke-3 dari : Drs.H.Masaluddin Berutu

& Netty Asmawati

Agama

: Islam

Kewarganegaraan: Indonesia

Status : Mahasiswi

Alamat

:Jl.SutrisnoGg.

Aman

/

Bahagia No.14 Medan

Email

: ansho.berutu@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1999

2005 : SD Muhammadiyah 01 Medan, Jln. Demak

2005

2008 : SMP Muhammadiyah 01 Medan, Jln. Demak

2008

2011 : SMA Al-Ulum Medan, Jln. Amaliun

2011

2015 : Universitas Sumatera Utara (USU) , FISIP

Antropologi Sosial

Pengalaman Organisasi

2011

:Anggota Muda HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)

2014

: Ketua Bidang Pengembangan Organisasi KeMangteer

(Kelompok Study Mangrove Volunteer) Medan

2015

: 1. Bendahara KeMangteer Medan


(9)

Seminar/ Pelatihan/Kegiatan yang Pernah Diikuti Selama Masa Perkuliahan

2011 : Peserta “SEMINAR BEASISWA” Unit Kegiatan Mahasiswa

Islam

(UKMI) As-Siyasah FISIP USU.

2012 : Panitia Temu Ramah HMI Komisariat FISIP USU 2012, di bidang Sie

Kesehatan.

2013:

1.

Peserta SEMILOKA “Implementasi kebijakan penanggulangan

kemiskinan di propinsi Sumatera Utara dalam rangka mengurangi

kemiskinan dan

disparitas antar daerah di Sumatera Utara” . Diadakan

oleh: Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional dan Universitas

Sumatera Utara.

2.

Panitia sekaligus peserta

Training of Fasilitator (TOF) Antropologi Sosial

stambuk 2011 angkatan ke IV dalam rangka melengkapi mata kuliah

Pengembangan Masyarakat Departemen Antropologi Sosial FISIP USU di

hotel Cherry Green.

3.

Peserta Orientasi Budaya Lokal di Pakpak Bharat mengenai kekayaan

Kearifan Tradisional dalam ragam budaya masyarakat Pakpak Bharat.

2014:

1.

Panitia Kegiatan Malam Keakraban KeManteer Regional Medan

Angkatan I, perkenalan anggota baru dan kegiatan menanam Mangrove di

Kampoeng Nipah, Sei nagalawan, Sedang Bedagai.

2.

Interview di i-Radio dan Kiss FM terkait tentang Mangrove, bersama

KeMangteer Medan.

3.

Peserta Hari HAM International. Diselenggarakan oleh IKOHI Sumatera

Utara dan Univertas Sumatera Utara.

4.

Peserta dalam pelatihan Peer Education tentang HIV/AIDS dan IMS di

hotel Antares Medan. Diselenggarakan oleh Gerakan Sehat Masyarakat.

2015:

1.

Panitia

Training of Fasilitator (TOF) Antropologi Sosial stambuk2012

angkatan ke V di hotel Candhi.

2.

Pelatihan peningkatan pengetahuan bagi petugas konselor tentang

ketahanan perempuan terhadap kekerasan. Sebagai notulensi dalam acara

IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) di JW. Marriott Medan.


(10)

Penelitian Yang Pernah Dilakukan

1.

Penelitian mengenai penderita kusta di Sicanang Belawan bersama

rekan-rekan Antropologi Sosial 011 pada tahun 2012.

2.

Penelitian tentang petani kopi di Sumbul, Kabupaten Sidikalang. Dalam

rangka melengkapi mata kuliah Praktek Kerja Lapangan I yang

diselenggarakan oleh Departemen Antropologi Sosial USU pada tahun

2013.

3.

Penelitian penderita HIV di Serdang Bedagai bersama petugas Gerakan

Sehat Masyarakat pada tahun 2014.

4.

Penelitian sosial

ekonomi masyarakat sekitar PT.Aquafarm Nusantara

bersama Creative Crew/Lateral pada tahun 2015.

Prestasi

1.

Penerimaan Beasiswa Bank Nasional Indonesia (BNI) tahun ajaran

2011/2012.

2.

Penerimaan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun ajaran

2012/2013.

3.

Juara VI Lomba Karya Tulis Ilmiah Orientasi Budaya Lokal di Pakpak

Barat.


(11)

KATA PENGANTAR

Fenomena HIV/AIDS mulai menjadi berita luar biasa di media cetak

nasional sejak tahun 1981 saat kasus pertama ditemukan di Amerika Serikat.

Banyak persepsi orang-orang mengenai asal usul munculnya penyakit ini di dunia.

Tetapi secara umum penemuan kasus HIV pertama kali ditemukan pada kalangan

lelaki homoseksual yang selanjutnya diikuti pada kalangan pekerja seks.

Berdasarkan berita-berita seputar HIV/AIDS di media cetak nasional pada kurun

waktu 1981-1997 dapat dilihat bias yang melekat pada fakta dan realitas yang

objektif seputar HIV/AIDS. Sebenarnya bias tentang HIV/AIDS mencerminkan

tingkat pengetahuan yang minim mengenai penyakit tersebut dan sikap cepat takut

serta mudah menghukum yang terdapat di masyarakat. Kita melihat pemberitaan

tidak mengoreksi anggapan yang kurang tepat, tetapi justru cenderung

memperkuat serangkaian mitos dan salah paham tentang HIV/AIDS itu sendiri

dan sikap mengucilkan dan menghukum ODHA.

Jumlah Orang yang hidup dengan HIV semakin meningkat. HIV tidak

hanya menyerang kelompok yang beresiko tinggi saja seperti kelompok

homoseksual, lesbian, pekerja seks komersial, penggunaan jarum suntik dan

narkoba. Tetapi juga menyerang bayi-bayi dan ibu rumah tangga yang setia pada

suaminya. Biasanya bayi-bayi tertular dari orangtuanya melalui pemberian air

susu Ibu (ASI) atau melalui proses bersalin yang dari awal sang Ibu sudah HIV+

sedangkan ibu rumah tangga yang setia pada suaminya tertular dari pasangan

suami melalui cairan mani.


(12)

Jumlah penderita HIV di dunia mengikuti fenomena gunung es, karena

jumlah penderita yang sesungguhnya lebih besar daripada data yang tersedia.

Psikologis yang dialami penderita HIV yaitu stress, frustasi, kecemasan,

kemarahan, penyangkalan, rasa malu, dan berduka mengalami perubahan yang

terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitar. Penyebaran HIV dapat ditekan

dengan kesadaran penderita untuk berobat demi memperpanjang usia dan

melakukan pola hidup sehat serta tidak berniat menyebarkan penyakit tersebut ke

orang lain.

Belum ditemukan cara dan jenis obat untuk menyembuhkan penyakit HIV,

tetapi untuk memperlambat laju perkembangan virus tersebut ada yaitu dengan

cara mengonsumsi Anti Retroviral (ARV) sesuai aturan yang dianjurkan dokter.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini masih

banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan kemampuan menulis. Maka untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas Sarjana ini.

Akhirnya penulis meengharapkan semoga skripsi ini akan dapat

bermanfaat bagi penulis sendiri dan memberikan konstribusi yang positif dalam

pembahasan ilmu pengetahuan yang lebih baik lagi.

Medan, Desember 2015

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ...

1

1.2

Tinjauan Pustaka ... 6

1.2.1

Sejarah Munculnya HIV Dari Dunia Barat ... 5

1.2.2

Sejarah HIV di Indonesia ... 11

1.2.3

Definisi HIV ... 12

1.2.4

Perjalanan infeksi HIV ... 15

1.2.5

Uji HIV ... 22

1.2.6

Perilaku ... 24

1.2.7

Lingkungan sosial budaya ... 26

1.3

Rumusan Masalah ... 26

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 27

1.4.1

Tujuan... 27

1.4.2

Manfaat... 27

1.5

Sistematika Penulisan... 27

1.6

Metode Penelitian ... 29

1.6.1

Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 29

1.6.2

Teknik Pengumpulan Data ... 33

Data primer : a. Observasi ... 32

b. Wawancara Mendalam ... 32

c. Pengembangan Raport ... 35

d. Life History ... 35

Data sekunder ... 35

1.6.3

Teknik Analisa Data ... 36

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN: RUMAH SINGGAH ODHA

DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG ...

37

2.1 Sekilas tentang Kecamatan Medan Selayang ... 37

2.2 Lokasi Penelitian ... 41

2.3 Sejarah terbentuknya rumah singgah Odha di

Simpang SelayangMedan ...

43


(14)

BAB III LIFE HISTORY PENDERITA HIV ... 47

3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV ... 48

3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi ... 57

3.3 Kisah Mantan Perawat...

60

3.4 Kisah Pria Depresi ... 62

3.5 Kisah Pasangan Odha ... 64

3.6 Pengetahuan Penderita Tentang HIV ... 66

3.7 Strategi Penderita HIV Dalam Melanjutkan Hidupnya ... 68

3.7.1 Strategi Informan Kunci ... 68

3.7.2Pola Hidup Sehat ...

72

a. Pola Pemikiran ...

73

b. Pola Makanan ...

75

3.7.3 Membentuk Kelompok ... 78

a. Bekerja Sama ...

80

b. Merencanakan Tindakan ... 81

c. Pendanaan ...

83

d. Keterampilan Berkomunikasi ...

84

e. Membuat Perubahan ...

84

BAB IV LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYANYA ... 88

4.1 Defenisi Lingkungan Sosial Budaya ... 88

4.2 Lingkungan Sebagai Tempat Aktifitas Manusia ... 90

4.3Hubungan Penderita DenganLingkungan Sosial...

91

4.3.1 Hubungan Penderita HIV Dengan

Lingkungan Kelompok ...

95

4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan

Lingkungan Tempat Tinggal ...

97

4.3.3 Hubungan Penderita HIV Dengan

Lingkungan Tempat Kerja ...

99

4.3.4 Hubungan Penderita HIV Dengan

Lingkungan Tempat Ibadah ...

99

4.4

Manusia Sebagai Makhluk Budaya ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

5.1 Kesimpulan ... 111

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ...

116

LAMPIRAN

1.

Daftar Informan

2.

Daftar Interview Guide


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perjalanan infeksi HIV/AIDS dalam 4 (empat) stadium ... 15

Tabel 2. Masalah yang dihadapi Odha ... 85

Tabel 3. Cara mendorong perubahan positif bagi Odha ... 86


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gang kenanga... 39

Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah... 40

Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA... 42

Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU

ke simpang selayang... 44

Gambar 5. Kak Myur ...46

Gambar 6. Saya bersama Penderita dan kedua anaknya yang terinfeksi ... 57

Gambar 7. Bang Enn ... 60

Gambar 8. Saya bersama pasangan Odha ... 62

Gambar 9. Kak Myur dan Yoan (anak dari pasangan Odha) ...

63

Gambar 10. Kak Myur dan anak pertamanya ... 66

Gambar 11. Kak Myur membawa pasiennya ke Rumah Sakit ... 68

Gambar 12. Mereka saling bekerja sama dan berbagi ... 79


(17)

ABSTRAK

Annisa Sholihati Berutu, 2015, Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan

Sosial Budayanya Di Gang Kenanga Simpang Selayang Kec. Medan

Selayang II. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 117 halaman, 3 daftar tabel, dan

13 daftar gambar.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang hanya dapat

menginfeksi manusia dengan cara menyerang sel-sel darah putih sehingga

menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit HIV muncul tentu ada

faktor-faktor yang mendukung berdasarkan perilaku orangnya dan lingkungan

sosial budayanya.Orang yang terinfeksi HIV (penderita HIV) tidak lagi hanya

terdapat pada kelompok yang beresiko tinggi namun sudah menjalar ke anak-anak

dan ibu rumah tangga yang setia pada suaminya. Mereka tertular dari orangtuanya

atau pasangan suami/istri melalui cairan mani, cairan vagina, dan air susu Ibu.

Berdasarkan penelitian di lapangan,masalahyang dihadapi oleh penderita

HIV ada dua aspek yaitu

pertamabertahan melawan penyakit dan keduabertahan

terhadap stigma dan diskriminasi masyarakat di beberapa lingkungan, yaitu

lingkungan kelompok, lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat kerja, dan

lingkungan tempat ibadah. Kemudian salah satu strategi yang dilakukan oleh

seorang penderita HIV untuk bertahan dalam hidup yaitu berinisiatif mendirikan

sebuah rumah singgah untuk kelompok Odha yang

disebut “Pita Merah”

tujuannya agar orang-orang yang nasibnya sama kemudian diberi pengetahuan

mengenai HIV dan layanan kesehatan. Kelompok tersebut tidak hanya untuk

kelompok Odha tetapi bisa juga untuk umum yang ingin menambah pengetahuan.

Kata Kunci : Penderita HIV, Kelompok Odha, Lingkungan Sosial Budaya


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

tersebut muncul begitu saja.

Seperti kata pepatah “Tidak ada asap tanpa adanya

api”, t

entu tidak mungkin akan muncul penyakit HIV tanpa ada faktor yang

mempengaruhinya. Adapun Perilaku-perilaku yang bisa memudahkan penularan

HIV, yaitu berhubungan seks yang tidak aman, ganti-ganti pasangan seks,

bergantian jarum suntik dengan orang lain, memperoleh transfusi darah yang tidak

dites HIV, serta melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin di kandungannya

dan air susu ibu. HIV dapat menularkan kepada siapapun tanpa memandang

kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, kelas ekonomi,

maupun orientasi seksualnya.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik yang hidup sangat kecil

sehingga dapat lolos melalui saringan yang teramat halus atau ultra filter. HIV

bentuknya seperti binatang yang berbulu tegak dan tajam. Orang yang mengidap

HIV di dalam tubuhnya disebut HIV (+). Orang yang terinfeksi HIV dalam

beberapa tahun pertama ini belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara

fisik bisa saja kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat. Namun,

mempunyai potensi sebagai sumber penularan artinya dapat menularkan virus

kepada orang lain. Setelah periode 5 hingga 10 tahun, seorang yang terinfeksi

HIV akan menunjukkan gejala bermacam-macam penyakit yang muncul karena


(19)

rendahnya daya tahan tubuh. Pada keadaan ini orang tersebut dikatakan sebagai

AIDS.

1

Seseorang yang terinfeksi HIV kelihatan biasa, seperti halnya orang biasa

yang melakukan aktivitas sehari-hari. Ini berarti orang tersebut tidak

menunjukkan

sesuatu gejala klinis, kondisi ini dikatakan “asim

p

tomatik”

2

. Di

sinilah letak bahaya terselubung bagi penyebaran dan penularan HIV, karena

seseorang tidak dapat membedakan jika orang lain telah terinfeksi HIV atau tidak.

Sekalipun orang yang terinfeksi HIV belum memperlihatkan gejala, ia memiliki

potensi untuk menularkan HIV kepada orang lain dengan jalur tertentu. HIV

ditemukan dalam cairan darah, cairan mani, dan cairan vagina dari orang yang

telah terinfeksi HIV. Penularan itu terjadi bila HIV di dalam darah atau cairan itu

memasuki aliran darah orang lain.

3

Apabila sudah banyak sel darah putih yang hancur, terjadi gangguan

imunitas selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu atau cacat sehingga

kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri

(infeksi oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit

yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Apabila sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan

antibody dalam sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang

kemasukan HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela (Window

Period). Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody

1 Dadang H. Global effect HIV/AIDS dimensi psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2009. 2

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala.

3

Riyadi, Slamet, dkk, 11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan Wartawan (rev.ed.; LP3Y: KPA Nasional, 2008), hal.4-9.


(20)

terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan

ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain. (Yayasan Pelita Ilmu, 2012)

Penderita HIV hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat, terdiri dari

keluarga, kerabat, tetangga, dan orang sekitarnya. Dalam hidup bermasyarakat,

pastinya ada nilai-nilai yang mengatur baik itu nilai agama, nilai adat istiadat,

maupun nilai sosial yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat. Jadi penyakit

HIV tersebut masih banyak yang belum paham, sehingga perilaku beberapa

masyarakat yang masih kurang paham maka ia mendiskriminasi atau menjudge si

penderita HIV .

Hal inilah yang membuat penderita HIV merasa tidak nyaman di

lingkungan sekitarnya, mereka tidak bisa bergerak bebas melakukan aktifitas

karena banyak yang berprilaku tidak sopan terhadapnya, penilaian orang lain

terhadap dirinya buruk, seperti mencaci hingga menjauhi si penderita. Mereka (si

penderita) dianggap seperti sampah masyarakat yang harus disingkirkan dari

lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja yang merupakan kehidupan

bermasyarakat. Sebagaian masyarakat masih ada yang merendahkan hak dan

martabat si penderita karena penyakit yang ada dalam tubuh mereka. Mereka

(penderita) tidak hanya menderita berdasarkan medis, tetapi juga menderita psikis

karena perilaku masyarakat sekitar.

Padahal dengan dukungan masyarakat yang hanya berupa motivasi dan

peduli terhadap sesama, mampu meringankan beban pikiran si penderita. Dalam

hal ini dikhususkan bagi anggota keluarga si penderita sendiri, jangan

menghakimi si penderita atas penyakit yang ia derita, belum tentu ia tertular HIV

karena perilakunya yang buruk. Berikan semangat motivasi kepada si penderita


(21)

agar ia bisa merasa sehat walaupun virus yang ada di dalam tubuhnya tidak bisa

dihilangkan hanya bisa dihambat virusnya dengan AntiRetroViral (ARV).

Unit masyarakat terkecil ialah keluarga. Jadi ada baiknya jika sebuah

dukungan atau motivasi tersebut berasal dari keluarga sendiri. Dukungan keluarga

merupakan salah satu bentuk terapi keluarga, melalui keluarga berbagai masalah

kesehatan bisa muncul sekaligus dapat diatasi. Menurut Friedman (2000)

disebutkan ada empat jenis dukungan keluarga yaitu : dukungan instrumental,

dukungan informasi, dukungan penilaian, dan dukungan emosional.

Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung,

bersifat fasilitas atau materi. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan

tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang

dihadapi individu, yang dapat berupa nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan

bagaimana seseorang bersikap. Dukungan appraisal atau penilaian, bisa berbentuk

penilaian positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik

atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang

sedang dalam keadaan stress. Dukungan emosional meliputi ekspresi empati

misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap

apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian yang

menyebabkan individu merasa berharga, nyaman, aman, terjamin dan disayangi.

Informasi HIV ini tidak hanya untuk orang-orang yang HIV+ saja, tetapi

untuk seluruh publik tanpa memandang pangkat, derajat, status, suku maupun

agama. Sebab informasi HIV ini sangat penting untuk diri sendiri maupun untuk

orang-orang disekitar. Ada baiknya kita sebagai makhluk sosial saling

bahu-membahu dalam mengurangi dan mengatasi penyakit tersebut dengan cara berbagi


(22)

informasi yang benar dan jelas tentang HIV. Hal ini dilakukan untuk perubahan

manusia dan lingkungan sosial yang lebih baik di masa yang akan datang.

Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penderita

HIV dan lingkungan sosial budayanya karena mereka punya cara sendiri untuk

bertahan hidup dalam melawan penyakitnya dan tekanan batin di tengah

lingkungan masyarakat yang penuh stigma dan diskriminasi ini. Mereka

berkumpul dan membentuk kelompok ODHA untuk menguatkan diri satu sama

lain, berbagi rasa suka dan duka, diskusi, dan saling mensupport.

1.2

Tinjauan Pustaka

1.2.1 Sejarah Munculnya HIV Dari Dunia Barat

Ada beberapa pemikiran dari barat yang menjelaskan tentang sejarah

munculnya penyakit HIV, yaitu sebagai berikut :

Seks Bebas di Kinshasa 1920-an

Untuk menguak misteri tersebut, tim internasional mencoba untuk

merekonstruksi genetika HIV. Untuk mencari tahu di mana nenek moyang

tertuanya pada manusia berasal. Temuan dalam bidang arkeologi virus digunakan

untuk menemukan asal pandemi. Demikian laporan tim dalam jurnal Science.

Para ahli menggunakan arsip sampel kode genetik HIV untuk melacak

sumbernya. Dan ternyata, asal usul pandemi terlacak dari tahun 1920-an di Kota

Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo. Laporan

mereka menyebut, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang

cepat, dan jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan


(23)

virus tersebut. Menciptakan kondisi 'badai yang sempurna'. Sementara itu, rel

kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia di mana 1 juta orang melintasi

kota tiap tahunnya membawa virus HIV ke wilayah sekitarnya. Lalu ke dunia.

Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University of Leuven, Belgia

mencoba merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan menemukan asal muasal

nenek moyang virus itu. "Anda bisa melihat jejak sejarahnya dalam genom saat

ini data yang terekam, tanda mutasi dalam genom HIV tidak bisa dihapus," kata

Profesor Oliver Pybus dari University of Oxford.

Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali

pohon keluarga dan melacak akarnya. HIV adalah versi mutasi dari virus

simpanse, yang dikenal sebagai simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang

mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia, melalui kontak dengan darah

yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse

mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama dilaporkan di

Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930. Virus membuat lompatan

pada beberapa kesempatan. Salah satunya mengarah pada HIV-1 subtipe O yang

menyebar di Kamerun. Kemudian, HIV-1 subtipe M yang menginfeksi jutaan

orang di seluruh dunia. Pada tahun 1920-an, Kinshasa yang dulu disebut

Leopoldville hingga 1966 adalah bagian dari Kongo yang dikuasai Belgia. "Kota

itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya. Catatan medis era kolonial

menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit seksual," kata Profesor Oliver

Pybus.

Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketidakseimbangan

gender, dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 yang memicu maraknya


(24)

perdagangan seksual. Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak

steril yang efektif menyebarkan virus. "Aspek menarik lainnya adalah jaringan

transportasi yang membuat orang-orang berpindah dengan mudah." Sekitar 1 juta

orang menggunakan jaringan rel Kinshasa pada akhir tahun 1940-an." Dan virus

pun menyebar luas, awalnya ke kota tetangga Brazzaville, lalu meluas ke area

provinsi yang perekonomiannya ditopang penambangan, Katanga. Kondisi 'badai

sempurna', hanya berlangsung selama beberapa dekade di Kinshasa. Namun saat

itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.

Teori Green Monkey

Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan

manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh

persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS

adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan

membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori

konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika

yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti

telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan

edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang.

Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan

dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan

asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.


(25)

Teori Konspirasi

Pada dasarnya teori konspirasi memberikan narasi tentang sejarah bangsa

barat mengenai asal usul kemunculan HIV/AIDS. Teori ini menyebutkan bahwa

HIV/AIDS merupakan senjata biologis yang sengaja dibuat oleh Amerika Serikat

untuk mengendalikan jumlah penduduk dunia. „Pengurangan populasi merupakan

prioritas tertinggi dari kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara dunia

ketiga. Pengurangan dari penduduk negara-negara ini merupakan masalah vital

bagi keamanan nasional AS‟ –

Henry Kissinger, 1974 (Gray, 2009 : 106). Asal

usul HIV/AIDS diawali dari bocornya catatan rahasia yang mengandung dua poin

penting milik salah satu tim khusus di Laboratorium Fort Detrick AS, Willace L.

Pannier ke dunia maya (Ridaysmara, 2010 : 381-384).

Pertama, HIV merupakan istilah baru bagi virus lama bernama SV40 yang

digunakan oleh Dokter Hilary Koprowski untuk menginfeksi sistem imun 300.000

orang negro Afrika pada tahun 1957 hingga 1960 (Gray, 2009 : .96-102).

Koprowski melakukan „percobaan‟ infeksi vaksin polio melalui mulut (live oral

polio vaccine) kepada ras kulit hitam di Afrika atas dasar rasisme. Namun

demikian, Koprowski menolak tuduhan bahwa ia terlibat dalam menciptakan

AIDS dan mengatakan bahwa demografi dari persebaran penyakit di Afrika dapat

dijelaskan dengan faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan prosedur

vaksinasi (Gray, 2009 : 97).

Kedua, disebutkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan ini digagas

oleh George W. Bush, George H.W Bush, Prescott Bush, Rockefeller, Harriman

dan berbagai elit politik Amerika yang difasilitasi oleh CIA, Rockefeller


(26)

Foundation dan National Institute of Health (In Lies We Trust 2007). Mereka

sepakat untuk menjalankan agenda „Eugenic Movement‟ sekitar tahun 1900

-an.

„Eugenic Movement‟ merupakan gerakan rasialis untuk menghancurkan ras

manusia yang dianggap inferior dan meningkatkan ras manusia superior. Selain

itu, HIV/AIDS dibuat oleh CIA untuk menginfeksi bangsa African-American

yang berada di Amerika (TIME, 2013). Pada dasarnya, „Eugenic Movement‟

dilakukan oleh Amerika untuk menekan jumlah populasi dunia dengan sasaran

utama orang-orang berkulit hitam.

Selain informasi yang didapatkan dari catatan rahasia milik Pannier,

munculnya berbagai persepsi masyarakat dunia tentang vaksin HIV/AIDS

menjadikan teori konspirasi semakin kompleks. Hingga saat ini belum ditemukan

obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obat yang kini

diberikan hanya bersifat memperpanjang usia penderita dan memperbesar

kemungkinan untuk menularkan penyakit tersebut kepada individu lain, seperti

Terapi Antiretroviral (ARV). Persepsi tersebut mendorong pemikiran kritis

tentang strategi kelompok elit dalam menciptakan penyakit beserta obatnya. Fakta

yang mengejutkan muncul dari ketiga penjahat kemanusiaan, yaitu keluarga Bush,

Rockefeller dan Harriman yang ternyata bergabung dalam satu komunitas dan

berkuliah di Yale University. Kemudian faktanya, Yale University adalah

pemegang hak paten dari salah satu obat utama HIV yang dikenal dengan „Zenit‟

atau „d4t‟ pada awal tahun 1990

-an dengan royalti yang diterima sebesar

$328.000.000,00 (Arno, 1992 : 102). Namun, seperti yang diketahui bahwa

„Zenit‟ tidak menghilangkan HIV, tetapi hanya memperpanjang usia sang

penderita yang otomatis dapat terus meningkatkan keuntungan perusahaan.


(27)

Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981)

Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen

vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles,

dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat

sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS.

Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse.

Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang

masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait

dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen

vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual

yang terinfeksi hepatitis.

Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji

coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal

1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981. Apakah jenis virus

yang terkontaminasi dalam program vaksin ini yang menyebabkan AIDS?

Bagaimana dengan program WHO di Afrika? Bukti kuat menunjukkan bahwa

AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini. AIDS merebak pertama

kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979, beberapa bulan setelah

eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup mengejutkan dan secara

statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang menjadi sukarelawan

eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap HIV positif pada tahun

1980 (setahun sebelum AIDS men

jadi penyakit “resmi‟). Ini menunjukkan bahwa

pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi dibandingkan tempat lainnya di

dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai tempat kelahiran HIV dan AIDS.


(28)

Fakta lain yang juga menghebohkan adalah bahwa kasus AIDS di Afrika yang

dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun 1982. Sejumlah peneliti yakin bahwa

eksperimen vaksin inilah yang berfungsi sebagai saluran tempat “berjangkitnya”

HIV ke populasi gay di Amerika. Namun hingga sekarang para ilmuwan AIDS

mengecilkan koneksi apapun antara AIDS dengan vaksin tersebut.

Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang

heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada

kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa

“tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah

kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada

pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka.

1.2.2 Sejarah HIV di Indonesia

Sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun 1987 sampai

dengan Desember 2013, HIV terbesar di 368 dari 497 kabupaten/kota di seluruh

provinsi di Indonesia. Bali adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi

HIV/AIDS. Setiap 25 menit di Indonesia, satu orang akan terinfeksi HIV. Satu

dari lima orang yang terinfeksi berusia di bawah 25 tahun. Proyeksi Kementerian

Kesehatan Indonesia memperlihatkan tanpa adanya percepatan program

pencegahan HIV, lebih dari 500.000 orang Indonesia akan positif terinfeksi HIV

pada tahun 2014. Papua, Jakarta dan Bali yang berada paling depan dalam tingkat

penyebaran kasus HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki angket besar

untuk kasus baru pada tahun 2011 yaitu sebesar 4.012 kasus.

4

4


(29)

Di Indonesia faktor penyebab dan penyebaran virus HIV/AIDS terbagi

menjadi dua kelompok utama, yaitu melalui hubungan seks yang tidak aman dan

bergantian jarum suntik saat menggunakan narkotika.

1.2.3 Definisi

Menurut Green. CW (2007). HIV merupakan singkatan dari Human

Immunnedeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat

menginfeksi manusia, immuno-deficiency karena efek virus ini adalah

melemahkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan segala penyakit

yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus karena salah satu

karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan

memanfaatkan sel-sel tubuh. Hingga kini mekanisme kerja HIV di dalam tubuh

manusia masih terus diteliti. Namun secara umum, telah diketahui bahwa HIV

tersebut menyerang sel-sel darah putih sistem kekebalan tubuh, yang bertugas

menangkal infeksi kemudian diserang oleh HIV yang menyebabkan turunnya

kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit.

Dengan membaca berita-berita seputar HIV/AIDS di media cetak nasional

pada kurun waktu 1981-1997 dapat dilihat bias yang melekat pada fakta dan

realitas yang objektif seputar HIV/AIDS. Sebenarnya bias tentang HIV/AIDS

mencerminkan tingkat pengetahuan yang minim mengenai penyakit tersebut dan

sikap cepat takut serta mudah menghukum yang terdapat di masyarakat. Kita

melihat pemberitaan tidak mengoreksi anggapan yang kurang tepat, tetapi justru


(30)

cenderung memperkuat serangkaian mitos dan salah kaprah tentang HIV/AIDS itu

sendiri dan sikap mengucilkan dan menghukum ODHA.

5

Epidemi

6 human immunodeficiency syndrome (HIV) membawa serta

kekuatan perusakan dan penyembuhan yang kemenangannya merupakan ukuran

diri kita sendiri dan masyarakat kita. HIV mempunyai kekuatan untuk

menghancurkan suami dan istri, orang tua dan anak-anak, mengakibatkan orang

saling menyerang, menjadi penyebab orang saling menghindar, mengekalkan

penghinaan serta kekejaman, kepedihan yang ditimbulkannya membungkam

manusia. Dengan berkembangnya epidemi ini kekuatan merusaknya sudah mulai

terasa dalam keluarga-keluarga yang terkena serta komunitas-komunitas.

Kekuatan-kekuatan perusak ini, serta kemungkinan suatu kesalahan manusiawi,

menyebabkan timbulnya konspirasi kebisuan yang disebut oleh Marvellous M.

Mhloyi, yakni rasa takut serta perasaan ketidakpastian, orang-orang yang dicintai

ikut terinfeksi, anak-anak dilahirkan tanpa masa depan.

4

Epidemi HIV/AIDS telah melanda dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Penyakit ini berakibat fatal, karena bisa menular dengan cepat dan tidak mengenal

batas kedudukan dan martabat seseorang di masyarakat. PBB melaporkan bahwa

di taun 1999, HIV/AIDS merupakan penyebab kematian utama dari penyakit

infeksi di seluruh dunia, dan merupakan penyebab kematian keempat dari

keseluruhan penyakit setelah penyakit jantung, stroke dan infeksi pernapasan.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkannya secara tuntas agar virus

tidak kembali lagi. Saat ini epidemi HIV/AIDS menyebar secara cepat di Asia.

5

Harahap, Syaiful W., PERS meliput AIDS. Jakarta:PT Penebar Swadaya. 2000


(31)

AIDS pertama kali ditemukan di Asia Tenggara pada tahun 1980. Pada

pertengahan sampai dengan akhir tahun 1980, penyebaran virus HIV meningkat

diantara kelompok perilaku berisiko di Asia. Pravelensi tinggi HIV (lebih dari

50%) di temukan pada kelompok pekerja seks wanita di Thailand dan sebagian

India, khususnya Bombay (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific

Region, New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia).

Sampai tahun 1997, dilaporkan lebih dari 65.000 kasus AIDS dan 3,75 juta

orang terinfeksi HIV. (WHO, 1997, Report of The Third Evaluation of the

Implementation of HFA Strategies-South East Asia Region. New Delhi: WHO/SEARO, p.64). sampai akhir tahun 2000, WHO dan UNAIDS

memperkirakan bahwa lebih dari 5 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan

dilaporkan terdapat lebih dari 135.000 kasus AIDS.

Di Indonesia, pada tahun 2000, diperkirakan 80.000

12.000 orang

terinfeksi HIV. Saat ini Indonesia termasuk negara epidemi HIV terutama diantara

populasi pengguna jarum suntik. (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific

Region, New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia).

HIV menantang kemauan manusia untuk mempertahankan hidup dan

menghendaki orang lain berbuat hal yang sama. HIV menciptakan suatu kemauan,

baik dalam diri orang yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Herbert

Daniel

mengungkapkan, “saya tertular HIV dan saya tetap hidup”. Dari ungkapan

Daniel tersebut sebagian orang yang menderita HIV maka akan terdorong


(32)

semangatnya

sehingga

mereka

mulai

berbicara

dengan

orang

lain,

menceritakannya, membentuk kelompok dan organisasi, memimpikan hidup lain

sebuah masa depan yang berbeda.

4

1.2.4 Perjalanan infeksi HIV

Perjalanan infeksi HIV memiliki pola yang unik dibandingkan dengan

infeksi lain. Perbedaannya dilihat dari masa inkubasi yang hanya beberapa

minggu atau beberapa hari saja, infeksi HIV memiliki masa inkubasi yang sangat

panjang yaitu sekitar 5

10 tahun. Masa inkubasi adalah masa antara masuknya

suatu bibit penyakit ke dalam tubuh (infeksi) sampai orang tersebut menunjukkan

tanda-tanda dan gejala sakit. Masa inkubasi disebut juga masa laten karena pada

masa itu tidak tampak gejala-gejala penyakit. Selama periode tanpa gejala virus

berkembang biak dan penghancuran sel-sel limfosit terus berlangsung. Pada masa

tersebut sistem kekebalan tubuh masih cukup mampu mempertahankan tubuh dari

berbagai macam penyakit.

7

Ketika penghancuran limfosit melebihi jumlah

produksi yang dihasilkan tubuh manusia, maka mulai timbul kelemahan sistem

kekebalan tubuh dan munculah HIV/AIDS sebagai akibat adanya infeksi

oportunistik

8

.

7

Materi pelatihan penggunaan data dalam pengembangan penanggulangan kebijakan HIV/AIDS. PKPM Unika Atma Jaya. 2002

8

Menurut kamus kesehatan, Infeksi Oportunistik adalah penyakit yang jarang terjadi pada orang sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem kekebalannya terganggu, termasuk infeksi HIV.


(33)

Tabel. 1 Perjalanan infeksi HIV/AIDS dalam 4 (empat) stadium

6

:

Stadium

Keterangan

Gejala

I

Awal HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV

dan

diikuti

terjadinya

perubahan

serologi

9

ketika antibodi terhadap virus

tersebut berubah dari negatif menjadi

positif. Pada infeksi HIV, adanya zat

anti di dalam tubuh bukan berarti bahwa

tubuh dapat melawan infeksi HIV,

tetapi justru menunjukkan bahwa di

dalam tubuh tersebut terdapat HIV.

II

Asimptomatik

(tanpa

gejala)

Terjadi selama 3

7 tahun atau lebih.

Pada

stadium

ini,

terjadi

pengembakbiakan virus secara aktif di

dalam tubuh yang diikuti dengan

menurunnya T4 limfosit. ODHA tidak

menunjukkan gejala yang spesifik dan

tetap terlihat sehat, namun sudah dapat

menularkan HIV kepada orang lain.

III

Pembesaran

Kelenjar

Limfe

Ditandai dengan pembesaran kelenjar

limfe secara menetap dan merata selama

lebih dari 3 bulan tanpa sebab yang

9


(34)

jelas.

IV

Adanya gejala utama dan

gejala minor

Gejala utama :

- turunnya berat badan (>10% dalam 3

bulan) tanpa sebab yang jelas

- diare yang terus menerus atau

berulang selama lebih dari satu bulan

- demam yang terus menerus selama

lebih dari tiga bulan.

- penyakit pernapasan yang tidak biasa

- penyakit syaraf, khususnya dementia

Gejala minor:

- batuk kronis lebih dari 1 bulan

- infeksi mulut dan tenggorokan karena

Candida Albicans

- pembengkakan menetap kelenjar getah

bening

- munculnya herpes zooster berulang

- bercak-bercak gatal diseluruh tubuh

Dalam perjalanan HIV, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 (tiga) fase,

yaitu sebagai berikut:


(35)

a. Fase infeksi akut (Acute Retroviral Syndrome)

Setelah HIV menginfeksi sel darah, terjadi proses replikasi yang

menghasilkan virus-virus baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu

banyaknya virion tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala

yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70%

orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut (ARS) selama 3

sampai 8 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam,

faringitis, limfadenopati, mialgia, malaise, nyeri kepala diare dengan penurunan

berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf. Pada fase

akut terjadi penurunan limfosit T (CD4) yang dramatis yang kemudian terjadi

kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4

pada fase ini di atas 500 sel/mm

3

dan kemudian akan mengalami penurunan

setelah 8 minggu terinfeksi HIV.

b. Fase infeksi laten

Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam

Sel Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe menyebabkan

virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten

(tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah

virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar

limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe sehingga penurunan limfosit T terus

terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit

T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm

3

. Meskipun telah terjadi


(36)

sero positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asintomatis) fase

ini berlangsung sekitar rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun)

c. Fase infeksi kronis

Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus terjadi

replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus.

Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan

virus dicurahkan kedalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion

secara berlebihan didalam sirkulasi sitemik respon imun tidak mampu meredam

jumlah virion yang berkebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena

intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit T ini

mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap

berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progesif

yang mendorong ke arah AIDS, infeksi sekunder yang sering menyertai adalah

penomonia, TBC, sepsi, diare, infeksi virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang

juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu kanker kelenjar getah bening.

(Nasruddin, 2007)

Virus HIV mempunyai masa inkubasi antara 5

10 tahun. Orang yang

terinfeksi HIV masih nampak sehat dan selama itu dapat menularkan pada orang

lain tanpa disadarinya. Untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak

maka harus dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah dilakukan minimal

2 kali, kalau pemeriksaan pertama negatif, maka 6 bulan kemudian diperiksa

ulang sebab antibody dalam tubuh baru terbentuk dalam 6 bulan (berdasarkan


(37)

window periods), jika pemeriksaan kedua negatif lagi berarti orang itu bebs

HIV.

10

Transmisi virus HIV pada penderita melalui cara-cara sebagai berikut:

a)

Transmisi melalui kontak seksual

Kontak seksual merupaakn salah satu cara utama transmisi HIV di

berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam semua cairan

tubuh tapi yang berpotensi kuat, misalnya: cairan mani, cairan vagina, dan

cairan ASI. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus

lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis

dan mudah robek, anus sering terjadi lesi.

b)

Transmisi melalui darah

Diperkirakan 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang

tercemar HIV akan menagalami infeksi. Suatu penelitian di Amerika

Serikat melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari

donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per

835.000. Pemeriksaan antibodi HIV pada darah sangat mengurangi

transmisi melalui transfusi darah.

c)

Transmisi secara vertikal

Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada

janinnya sewaktu hamil, persalinan, dan setelah melahirkan melaluui

pemberian Air Susu Ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar


(38)

5-10%, sewaktu persalinan 10-20%. Alternatif yang layak tersedia, ibu-ibu

positif HIV-1 boleh menyusui bayinya tetapi dengan perantara. Selama

beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa penularan HIV dapat dikaitkan

lebih akurat dengan pengukuran jumlah RNA virus di dalam plasma.

Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran, terutama yang

berkaitan dengan ketuban pecah dini.

d)

Transmisi melalui cairan tubuh lain

Walaupun air liur pernah ditemukan pada sebagian kecil orang yang

terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat

menularkan infeksi HIV. Air liur dibuktikan mengandung inhibitor

terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan

tubuh lain misalnya air mata, keringat dan urin dapat merupakan media

transmisi HIV.

e)

Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium

Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa resiko penularan

HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar

oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% , sedangkan

resiko penularan HIV ke membran mukosa atau kulit yang mengalami

erosi adalah sekitar 0,09% . Di rumah sakit Dr.Sutomo dan rumah sakit

swasta di surabaya terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas

kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada evaluasi lebih lanjut tidak terbukti

terpapar HIV.


(39)

1.2.5 Uji HIV

Uji HIV adalah suatu uji terhadap darah untuk mengetahui keberadaan

antibodi HIV dalam tubuh. Antibodi adalah zat yang dihasilkan oleh sistem

kekebalan tubuh sebagai perlawanan terhadap zat asing (antigen, seperti kuman

atau alergen). Antigen adalah materi yang dianggap oleh tubuh sebagai zat asing

(seperti virus, kuman, bakteri) sehingga tubuh memproduksi antibodi. Tes

antibodi adalah metode yang palig umum, efisien, dan luas pemakaiannya untuk

mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV. Suatu tes dapat memberi hasil

negatif bila orang yang dites baru saja terinfeksi. Hal ini terjadi karena tubuh

memerlukan waktu sekitar 3 bulan untuk mulai menghasilkan antibodi yang

cukup untuk dideteksi oleh suatu tes yang disebut masa jendela.

Uji HIV dapat dilakukan dengan :

1.

Diagnostik Individu, tujuannya untuk memastikan apakah seseorang

terinfeksi HIV, biasanya untuk mereka yang asymptomatis (tidak

menunjukkan gejala) maka uji ini dilakukan atas dasar permintaan (voluntary

testing). Tes dengan spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi sangat diperlukan

untuk tujuan diagnostik individu ini. Sensitivitas digunakan untuk mendeteksi

HIV positif pada mereka yang benar-benar HIV (+), sedangkan spesifisitas

digunakan untuk mendeteksi HIV negatif pada mereka yang benar-benar

tidak HIV (-).


(40)

Konseling pre-test

diberikan sebelum tes HIV dilakukan, tujuannya

untuk membantu masyarakat membuat pilihan terbaik apakah akan

menjalani tes atau tidak.

Konseling post-test

diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya

positif maupun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk

membantu mereka yang HIV positif agar mereka dapat melanjutkan hidup

secara positif dan memberikan pengetahuan kepada mereka yang HIV

negatif tentang cara mencegah dan menanggulangi infeksi HIV.

Informed consent

keputusan untuk menjalani tes harus dibuat oleh

orang itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan orang lain.

Pengambilan darah seperti pemeriksaan darah pada umumnya

Kerahasiaan

informasi tentang seseorang tidak diberitahukan kepada

orang lain tanpa ijin dari orang itu. Konseling, testing, dan hasil harus

dirahasiakan.

2.

Skrining (Penapisan), yaitu uji yang dilakukan pada darah dan organ donor

sebelum ditransfusikan atau ditransplantasikan kepada penerima donor.

Tujuannya ialah memeriksa semua darah/organ donor untuk memberikan

perlindungan kepada masyarakat dengan memastikan bahwa darah tersebut

tidak tercemar HIV. Apabila dari hasil skrining ditemukan darah dengan HIV

positif, maka darah tersebut dibuang.

3.

Surveilans, yaitu uji terhadap darah secara

unliked anonymous dalam rangka

memantau prevalensi HIV dari waktu ke waktu pada suatu populasi tertentu.


(41)

1.2.6 Perilaku

Perilaku adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit. Perilaku juga merupakan bentuk respons atau reaksi terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku. Faktor determinan itu ditentukan atau dipengaruhi oleh

perilaku individu, keluarga, maupun kelompok atau masyarakat itu sendiri.

11

Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2

faktor, yaitu faktor perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik).

Adapun upaya intervensi terhadap faktor perilaku dilakukan melalui: Pendidikan

(Education). Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran.

Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena

didasari oleh kesadaran.

Jadi, maksudnya ialah diberikan pendidikan kepada penderita HIV

mengenai penyakit yang dialaminya, cara mengatasinya, serta cara tidak

menularkan kepada orang lain. Selain itu diberi pendidikan juga kepada

masyarakat yang tidak terinfeksi HIV agar memiliki pengetahuan mengenai

penyakit HIV. Pendidikan tersebut bisa dilakukan dalam diskusi kelompok

peer


(42)

education, diskusi antar lingkungan, atau bisa mengadakan seminar. Biasanya

penderita HIV hanya mau terbuka tentang identitas dirinya hanya kepada konselor

ataupun dampingannya.

Konsep umum yang digunakan untuk menganalisis perilaku dipengaruhi 3

(tiga) faktor utama, yaitu:

a. Faktor predisposisi : yaitu faktor yang mencakup sikap individu terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan individu/ masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan masalah kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh individu/

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor pendukung : yaitu faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana yang tersedia untuk kepentingan masyarakat yang mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan yang positif pada masyarakat.

c. Faktor penguat/pendorong : yaitu faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan

kesehatan.

Dengan demikian disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat

tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan

sebagainya dari seseorang atau masyarakat yang bersangkutan.

Rambo (dalam Deliyanto,1996) menyebutkan ada dua kelompok sistem

yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sistem sosial dan

ekosistem. Sistem sosial meliputi teknologi, pola eksploitasi sumber daya,

pengetahuan, ideologi, sistem nilai, organisasi sosial, populasi, kesehatan, dan


(43)

gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah, air, udara, iklim,

tumbuhan, hewan dan populasi manusia. Interaksi kedua sistem tersebut melalui

proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran energi, materi, dan informasi.

1.2.7 Lingkungan Sosial Budaya

Definisi lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan antar manusia yang

meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku

dalam suatu lingkungan, yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan

pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya), dan

tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu,

lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan

organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang

terdapat dalam lingkungan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1.

Bagaimana kisah hidup (Life of History) Penderita HIV semenjak terinfeksi

HIV ?

2.

Bagaimana hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial

budayanya ?


(44)

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

-

Untuk menggali kisah hidup (life of history) penderita HIV dan

mengungkap berbagai aspek yang terkait dan relevan dengan persoalan

yang dialami subyek.

-

Untuk memberikan informasi yang benar, dengan sudut pandang subyek

dan empati.

1.4.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

-

Untuk pengembangan kajian ilmu kesehatan (HIV) dalam bidang ilmu

sosial, seperti antropologi sosial

-

Untuk mengetahui sejarah hidup (life of history) penderita HIV+

-

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian publik serta seluruh

stakeholder terhadap permasalahan HIV/AIDS.

1.5

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdari dari 5 (lima) bab, yaitu:

Bab I : Pembahasan mengenai

1.1

Latar belakang masalah faktor timbulnya penyakit HIV terhadap

individu, definisi HIV, cara yang dapat menularkannya, perilaku

masyarakat terhadap HIV, dan pengaruh penderita HIV terhadap

lingkungan sosial budaya.


(45)

1.2

Tinjauan pustaka yang berisi teori dan konsep yang mendukung

penelitian ini.

1.3

Rumusan masalah tentang Life of History Penderita HIV dan

lingkungan sosial budayanya

1.4

Tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut

1.5

Sistematika penulisan

1.6

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

Bab II : Mengenai gambaran umum lokasi penelitian, Rumah singgah yang

didirikan oleh kak Maniur (sebagai Penderita HIV) untuk

kelompok ODHA di Medan Selayang.

Bab III : Pembahasan mengenai kisah penderita HIV yang menjadi informan

kunci. Dalam bab tersebut akan menceritakan kisah hidup dari

penderita HIV, mulai dari ia terkena virus hingga ia bangkit dan

bertahan hidup sampai saat ini, salah satu strateginya dengan cara

mendirikan rumah singgah ODHA

Bab IV : Mengenai hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial

budayanya

Bab V: Berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab

sebelumnya, serta berisi saran-saran yang diperlukan dan

diharapkan bisa menjadi masukan bagi seluruh pihak masyarakat

baik itu yang berada di dunia pendidikan, kesehatan, dan

sebagainya.


(46)

1.6

Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

melalui etnografi. Menurut Spradley (1997:12) tujuan utama etnografi ialah

memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya,

untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan

berusaha membangun raport yang baik dengan penderita HIV.

Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku

bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas penelitian lapangan (field work)

selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian

maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi.

Dalam buku “Metode Etnografi”

Spradley mengungkap perjalanan etnografi dari

mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian ia juga memberikan

langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya

sebagai etnografi baru ini (Spradley, 1997).

Istilah etnografi berasal dari kata

ethno (bangsa) dan graphy

(menguraikan). Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan tentang/

mengenai bangsa. Namun pengertian tentang etnografi tidak hanya sampai sebatas

itu, Bungin (2008:220) mengatakan etnografi merupakan embrio dari antropologi.

Artinya etnografi lahir dari antropologi di mana jika kita berbicara etnografi maka

kita tidak lepas dari antropologi setidaknya kita sudah mempelajari dasar dari

antropologi.

Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah

kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan


(47)

bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut

pemikiran yang dirangkum oleh Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan

suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat

material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman,

kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al.,

(dalam Mulyana, 2001:161) mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti

perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal (thick

description) berdasarkan pengamatan yang terlibat (observatory participant)

merupakan ciri utama etnografi.

Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan (logic of

discovery), suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau

membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan

keagungan metode eksperimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati

manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku

mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup

mereka yang alami.

Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena

hubungan baik antara peneliti dengan informan merupakan kunci penting

keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan

ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang

disarankan adalah taktik “mencuri

-

dengar” (

eavesdropping) dan taktik

“pelacak”

(tracer), yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan

normalnya selama periode waktu tertentu.


(48)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan

untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan

menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu (Brockopp, 2000).

Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggali atau mengeksplorasi,

menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami.

Sewaktu meneliti masyarakat, seorang etnografer biasanya melakukan

pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam atau

menditeal untuk mempe

roleh native‟s point of view. Serta metode pengumpulan

data yang digunakan biasanya wawancara mendalam (depth interview) dan

observasi partisipasi di mana metode pengumpulan data ini sangat sesuai dengan

tujuan awal yaitu mendeskripsikan secara mendalam. Membuat etnografi juga

merupakan hal yang wajib dilakukan untuk para sarjana antropologi. Seperti yang

ditulis oleh Marzali (2005: 42):

“ Bagaimanapun, etnografi adalah pekerjaan

tingkat awal dari seorang ahli antropologi yang profesional. Etnografi adalah satu

pekerjaan inisiasi bagi yang ingin menjadi ahli antropologi professional.

Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai seorang ahli antropologi

profesional jika sebelumnya dia tidak melakukan sebuah etnografi, dan

melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini harus dinilai kualitasnya

untuk meningkat ke peringkat yang lebih tinggi maka pekerjaan yang harus

dilakukan selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai comperative study, basic

secara diakronis maupun secara sinkronis”

.


(49)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Data Primer

Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung berkaitan

dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah :

a.

Observasi

Pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara

langsung untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi penderita HIV terhadap

lingkungan sosialnya yang dipengaruhi oleh budaya (nilai-nilai yang ada dalam

lingkungan sekitar).

b.

Wawancara Mendalam

Peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview)

untuk mendapatkan data dari informan. Interview guide digunakan penulis untuk

menjadi alat bantu di dalam melakukan wawancara dengan penderita HIV dan

orang yang memiliki pengetahuan tentang HIV.

Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah informan awal, informan key dan

informan biasa, yakni:

Informan Awal adalah orang yang pertama memberi informasi yang memadai

ketika peneliti mengawali penelitian. Informan awalnya adalah : dr.T.Yenni

Informan Key (Kunci) adalah orang yang bisa dikategorikan paling banyak

mengetahui, menguasai informasi dan permasalahan penelitian (Hamidi,

2005). Informan kuncinya adalah : Kak Myur (nama disamarkan)


(50)

Informan Biasa adalah informan bebas yang dapat diwawancarai dan bisa

memberikan informasi yang mendukung penelitian. Informan biasanya

adalah: (Bang Enn, Bu Fent, Bu Len : nama disamarkan), dan lain-lain.

Pengalaman Penelitian

Berikut sedikit pengalaman saya pra lapangan, awalnya peneliti belum

memiliki judul dan tujuan untuk pembuatan skripsi. Ide-ide muncul ketika

magang di Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Sehat Masyarakat

(LSM-GSM) disana peneliti banyak berkonsultasi dengan ketua GSM yakni dr.T.Yenni

dan juga karyawan-karyawan disana, Kak Myur juga karyawan di GSM yang

tugasnya sebagai koordinator lapangan. Di GSM saya sering bertemu dan

berbincang-bincang dengan Kak Myur saat magang. Singkat cerita, masa magang

telah berakhir selama 2 bulan, saat itu saya berkonsultasi lagi kepada dr.Yenni

dimana tempat yang cocok untuk penelitian skripsi, yang pada saat itu temanya

sudah saya temukan yaitu Odha dan Lingkungan Sosialnya. Lalu dr.Yenni

memberi saran tempat penelitian di rumah singgah Odha milik Kak Myur dan

memberi nomor telepon beliau.

Beberapa hari kemudian, saya menelepon Kak Myur menanyakan alamat

lengkap rumahnya, ia pun memberi tahu alamat rumahnya dan mengizinkan saya

untuk survey lapangan dan melakukan penelitian disana. Keesokan harinya saya

datang bersama dengan seorang teman saya, sesampai di depan gang kecil menuju

rumahnya, disana kami disambut oleh gong-gongan anjing peliharaan Suaminya

kak Myur, luar biasa takutnya peneliti pada saat itu, di gong-gongin oleh dua

anjing yang lumayan besar. Tidak berapa lama setelah anjing-anjing tersebut


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Deliyanto, Bambang. 1996. Lingkungan Sosial Budaya. Jakarta: Universitas Terbuka.

Djoerban, Zubairi. 1999. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta: Galang Press.

Harahap, Syaiful W. 2000. PERS meliput AIDS. Jakarta:PT Penebar Swadaya. Hertati, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Hidayana, Irwan M., dkk. 2004. Seksualitas: Teori dan Realitas. Jakarta: Program

Gender dan Seksualitas FISIP UI.

Holschneider, Silvia. 2006. HIV dan AIDS: Resiko pada Anak-Anak dan Kaum Muda Indonesia. Jakarta: Save the Children.

Indonesia Ministry of Health. 2003. National estimates of adult HIV infection, Indonesia.

Marzali, Amri. 2005. Antropologi & Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana. Mulyana, Deddy. 2001. Human Communications, Konteks-konteks Komunikasi.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Rajawali, Andre, dkk. 2004. Pemberdayaan Positif: Mendirikan kelompok dukungan dan beradvokasi untuk perubahan. Yogyakarta: Yayasan Surviva Paski.

Reid, Elizabeth. 1995. HIV & AIDS: Interkoneksi Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Riyadi, Slamet, dkk. 2008. 11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan Wartawan. LP3Y: KPA Nasional.

Sondang. 2014. Pola Pencarian Pengobatan Pada Penderita HIV di RSUP H. Adam Malik. Tesis, Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Medan: STIKes Helvetia

Spradley P, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Windhu, Siti Candra. 2009. Disfungsi Seksual-Tinjauan Fisiologi dan Patologis


(2)

Zein, Umar. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui. Medan: USU Press.

Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: PT.Fajar Interpratama Mandiri.


(3)

LAMPIRAN

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Kak Myur Umur : 36 Tahun Pekerjaan : Aktivis HIV

Alamat : Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang 2. Nama : Bang Enn

Umur : 37 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang 3. Nama : Ardi

Umur : 38 Tahun Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Jln. Bunga Asoka 4. Nama : Brian

Umur :30 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jln. Bahagia Pasar 1 Padang Bulan 5. Nama : Wanto

Umur :36 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Simpang Pos 6. Nama : Fenti

Umur :33 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Simpang Pos 7. Nama : Sella

Umur :10 Tahun Pekerjaan : Pelajar Alamat : Simpang Pos


(4)

8. Nama : Tia Umur :6 Tahun Pekerjaan : Pelajar Alamat : Simpang Pos 9. Nama : Bu Len

Umur :33 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Batu Layang Kec. Sibolangit 10.Nama : Berti

Umur :36 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sipirok


(5)

DAFTAR INTERVIEW GUIDE

No Perihal Pertanyaan Informan 1. Life History Penderita

HIV

Ceritakan secara singkat riwayat hidup kak Maniur sebelum terkena HIV!

Kak Maniur Sihombing Ceritakan Asal mula kakak

semenjak terinfeksi HIV! Coba jelaskan, menurut kakak HIV itu apa dan harus bagaimana ?

Coba ceritakan bagaimana Strategi kakak untuk melanjutkan hidup dalam kondisi adanya HIV? 2. Pendapat Odha

terhadap dirinya sebagai penderita HIV

Sudah berapa lama

Bapak/Ibu terinfeksi HIV ? Serta ceritakan sedikit bagaimana sebab terjadinya penyakit tersebut.

Kelompok Odha “Pita Merah”

Apa yang ada di dalam pikiran Bapak/Ibu, saat terdiagnosa HIV/AIDS ? Bagaimana tanggapan keluarga Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa

Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS?

Bagaimana tanggapan rekan/kerabat Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS ?

Bagaimana tanggapan tetangga/Lingkungan tempat tinggal Bapak/Ibu, ketika mengetahui bahwa Bapak/Ibu terinfeksi HIV/AIDS ?


(6)

Upaya apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk melawan penyakit tersebut ? Siapa penyemangat Bapak/Ibu dalam bertahan melawan penyakit tersebut ? Buatlah pesan dan kesan Bapak/Ibu tentang HIV !

3. Pendapat Masyarakat sebagai Ohida

Bagaimana penilaian dan sikap Bapak/Ibu bila disekitar lingkungan ada Orang yang HIV ?

Masyarakat

Apakah Bapak/Ibu terganggu bila ada orang yang HIV di sekitar Bapak/Ibu ?

Berikan saran Bapak/Ibu terhadap orang yang HIV !