Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit tersebut muncul begitu saja. Seperti kata pepatah “Tidak ada asap tanpa adanya api”, tentu tidak mungkin akan muncul penyakit HIV tanpa ada faktor yang mempengaruhinya. Adapun Perilaku-perilaku yang bisa memudahkan penularan HIV, yaitu berhubungan seks yang tidak aman, ganti-ganti pasangan seks, bergantian jarum suntik dengan orang lain, memperoleh transfusi darah yang tidak dites HIV, serta melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin di kandungannya dan air susu ibu. HIV dapat menularkan kepada siapapun tanpa memandang kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, kelas ekonomi, maupun orientasi seksualnya.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik yang hidup sangat kecil sehingga dapat lolos melalui saringan yang teramat halus atau ultra filter. HIV bentuknya seperti binatang yang berbulu tegak dan tajam. Orang yang mengidap HIV di dalam tubuhnya disebut HIV (+). Orang yang terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama ini belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara fisik bisa saja kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat. Namun, mempunyai potensi sebagai sumber penularan artinya dapat menularkan virus kepada orang lain. Setelah periode 5 hingga 10 tahun, seorang yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala bermacam-macam penyakit yang muncul karena


(2)

rendahnya daya tahan tubuh. Pada keadaan ini orang tersebut dikatakan sebagai AIDS.1

Seseorang yang terinfeksi HIV kelihatan biasa, seperti halnya orang biasa yang melakukan aktivitas sehari-hari. Ini berarti orang tersebut tidak menunjukkan sesuatu gejala klinis, kondisi ini dikatakan “asimptomatik”2. Di sinilah letak bahaya terselubung bagi penyebaran dan penularan HIV, karena seseorang tidak dapat membedakan jika orang lain telah terinfeksi HIV atau tidak. Sekalipun orang yang terinfeksi HIV belum memperlihatkan gejala, ia memiliki potensi untuk menularkan HIV kepada orang lain dengan jalur tertentu. HIV ditemukan dalam cairan darah, cairan mani, dan cairan vagina dari orang yang telah terinfeksi HIV. Penularan itu terjadi bila HIV di dalam darah atau cairan itu memasuki aliran darah orang lain.3

Apabila sudah banyak sel darah putih yang hancur, terjadi gangguan imunitas selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu atau cacat sehingga kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri (infeksi oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Apabila sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan antibody dalam sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang kemasukan HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela (Window Period). Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody

1

Dadang H. Global effect HIV/AIDS dimensi psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.

2

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala.

3

Riyadi, Slamet, dkk, 11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan Wartawan (rev.ed.; LP3Y: KPA Nasional, 2008), hal.4-9.


(3)

terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain. (Yayasan Pelita Ilmu, 2012)

Penderita HIV hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat, terdiri dari keluarga, kerabat, tetangga, dan orang sekitarnya. Dalam hidup bermasyarakat, pastinya ada nilai-nilai yang mengatur baik itu nilai agama, nilai adat istiadat, maupun nilai sosial yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat. Jadi penyakit HIV tersebut masih banyak yang belum paham, sehingga perilaku beberapa masyarakat yang masih kurang paham maka ia mendiskriminasi atau menjudge si penderita HIV .

Hal inilah yang membuat penderita HIV merasa tidak nyaman di lingkungan sekitarnya, mereka tidak bisa bergerak bebas melakukan aktifitas karena banyak yang berprilaku tidak sopan terhadapnya, penilaian orang lain terhadap dirinya buruk, seperti mencaci hingga menjauhi si penderita. Mereka (si penderita) dianggap seperti sampah masyarakat yang harus disingkirkan dari lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja yang merupakan kehidupan bermasyarakat. Sebagaian masyarakat masih ada yang merendahkan hak dan martabat si penderita karena penyakit yang ada dalam tubuh mereka. Mereka (penderita) tidak hanya menderita berdasarkan medis, tetapi juga menderita psikis karena perilaku masyarakat sekitar.

Padahal dengan dukungan masyarakat yang hanya berupa motivasi dan peduli terhadap sesama, mampu meringankan beban pikiran si penderita. Dalam hal ini dikhususkan bagi anggota keluarga si penderita sendiri, jangan menghakimi si penderita atas penyakit yang ia derita, belum tentu ia tertular HIV karena perilakunya yang buruk. Berikan semangat motivasi kepada si penderita


(4)

agar ia bisa merasa sehat walaupun virus yang ada di dalam tubuhnya tidak bisa dihilangkan hanya bisa dihambat virusnya dengan AntiRetroViral (ARV).

Unit masyarakat terkecil ialah keluarga. Jadi ada baiknya jika sebuah dukungan atau motivasi tersebut berasal dari keluarga sendiri. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk terapi keluarga, melalui keluarga berbagai masalah kesehatan bisa muncul sekaligus dapat diatasi. Menurut Friedman (2000) disebutkan ada empat jenis dukungan keluarga yaitu : dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian, dan dukungan emosional.

Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu, yang dapat berupa nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap. Dukungan appraisal atau penilaian, bisa berbentuk penilaian positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stress. Dukungan emosional meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian yang menyebabkan individu merasa berharga, nyaman, aman, terjamin dan disayangi.

Informasi HIV ini tidak hanya untuk orang-orang yang HIV+ saja, tetapi untuk seluruh publik tanpa memandang pangkat, derajat, status, suku maupun agama. Sebab informasi HIV ini sangat penting untuk diri sendiri maupun untuk orang-orang disekitar. Ada baiknya kita sebagai makhluk sosial saling bahu-membahu dalam mengurangi dan mengatasi penyakit tersebut dengan cara berbagi


(5)

informasi yang benar dan jelas tentang HIV. Hal ini dilakukan untuk perubahan manusia dan lingkungan sosial yang lebih baik di masa yang akan datang.

Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penderita HIV dan lingkungan sosial budayanya karena mereka punya cara sendiri untuk bertahan hidup dalam melawan penyakitnya dan tekanan batin di tengah lingkungan masyarakat yang penuh stigma dan diskriminasi ini. Mereka berkumpul dan membentuk kelompok ODHA untuk menguatkan diri satu sama lain, berbagi rasa suka dan duka, diskusi, dan saling mensupport.

1.2Tinjauan Pustaka

1.2.1 Sejarah Munculnya HIV Dari Dunia Barat

Ada beberapa pemikiran dari barat yang menjelaskan tentang sejarah munculnya penyakit HIV, yaitu sebagai berikut :

 Seks Bebas di Kinshasa 1920-an

Untuk menguak misteri tersebut, tim internasional mencoba untuk merekonstruksi genetika HIV. Untuk mencari tahu di mana nenek moyang tertuanya pada manusia berasal. Temuan dalam bidang arkeologi virus digunakan untuk menemukan asal pandemi. Demikian laporan tim dalam jurnal Science. Para ahli menggunakan arsip sampel kode genetik HIV untuk melacak sumbernya. Dan ternyata, asal usul pandemi terlacak dari tahun 1920-an di Kota Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo. Laporan mereka menyebut, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang cepat, dan jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan


(6)

virus tersebut. Menciptakan kondisi 'badai yang sempurna'. Sementara itu, rel kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia di mana 1 juta orang melintasi kota tiap tahunnya membawa virus HIV ke wilayah sekitarnya. Lalu ke dunia. Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University of Leuven, Belgia mencoba merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan menemukan asal muasal nenek moyang virus itu. "Anda bisa melihat jejak sejarahnya dalam genom saat ini data yang terekam, tanda mutasi dalam genom HIV tidak bisa dihapus," kata Profesor Oliver Pybus dari University of Oxford.

Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali pohon keluarga dan melacak akarnya. HIV adalah versi mutasi dari virus simpanse, yang dikenal sebagai simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia, melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama dilaporkan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930. Virus membuat lompatan pada beberapa kesempatan. Salah satunya mengarah pada HIV-1 subtipe O yang menyebar di Kamerun. Kemudian, HIV-1 subtipe M yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Pada tahun 1920-an, Kinshasa yang dulu disebut Leopoldville hingga 1966 adalah bagian dari Kongo yang dikuasai Belgia. "Kota itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya. Catatan medis era kolonial menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit seksual," kata Profesor Oliver Pybus.

Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketidakseimbangan gender, dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 yang memicu maraknya


(7)

perdagangan seksual. Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak steril yang efektif menyebarkan virus. "Aspek menarik lainnya adalah jaringan transportasi yang membuat orang-orang berpindah dengan mudah." Sekitar 1 juta orang menggunakan jaringan rel Kinshasa pada akhir tahun 1940-an." Dan virus pun menyebar luas, awalnya ke kota tetangga Brazzaville, lalu meluas ke area provinsi yang perekonomiannya ditopang penambangan, Katanga. Kondisi 'badai sempurna', hanya berlangsung selama beberapa dekade di Kinshasa. Namun saat itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.

 Teori Green Monkey

Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.


(8)

 Teori Konspirasi

Pada dasarnya teori konspirasi memberikan narasi tentang sejarah bangsa barat mengenai asal usul kemunculan HIV/AIDS. Teori ini menyebutkan bahwa HIV/AIDS merupakan senjata biologis yang sengaja dibuat oleh Amerika Serikat untuk mengendalikan jumlah penduduk dunia. „Pengurangan populasi merupakan prioritas tertinggi dari kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara dunia ketiga. Pengurangan dari penduduk negara-negara ini merupakan masalah vital bagi keamanan nasional AS‟ – Henry Kissinger, 1974 (Gray, 2009 : 106). Asal usul HIV/AIDS diawali dari bocornya catatan rahasia yang mengandung dua poin penting milik salah satu tim khusus di Laboratorium Fort Detrick AS, Willace L. Pannier ke dunia maya (Ridaysmara, 2010 : 381-384).

Pertama, HIV merupakan istilah baru bagi virus lama bernama SV40 yang digunakan oleh Dokter Hilary Koprowski untuk menginfeksi sistem imun 300.000 orang negro Afrika pada tahun 1957 hingga 1960 (Gray, 2009 : .96-102). Koprowski melakukan „percobaan‟ infeksi vaksin polio melalui mulut (live oral polio vaccine) kepada ras kulit hitam di Afrika atas dasar rasisme. Namun demikian, Koprowski menolak tuduhan bahwa ia terlibat dalam menciptakan AIDS dan mengatakan bahwa demografi dari persebaran penyakit di Afrika dapat dijelaskan dengan faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan prosedur vaksinasi (Gray, 2009 : 97).

Kedua, disebutkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan ini digagas oleh George W. Bush, George H.W Bush, Prescott Bush, Rockefeller, Harriman dan berbagai elit politik Amerika yang difasilitasi oleh CIA, Rockefeller


(9)

Foundation dan National Institute of Health (In Lies We Trust 2007). Mereka sepakat untuk menjalankan agenda „Eugenic Movement‟ sekitar tahun 1900-an. „Eugenic Movement‟ merupakan gerakan rasialis untuk menghancurkan ras manusia yang dianggap inferior dan meningkatkan ras manusia superior. Selain itu, HIV/AIDS dibuat oleh CIA untuk menginfeksi bangsa African-American yang berada di Amerika (TIME, 2013). Pada dasarnya, „Eugenic Movement‟ dilakukan oleh Amerika untuk menekan jumlah populasi dunia dengan sasaran utama orang-orang berkulit hitam.

Selain informasi yang didapatkan dari catatan rahasia milik Pannier, munculnya berbagai persepsi masyarakat dunia tentang vaksin HIV/AIDS menjadikan teori konspirasi semakin kompleks. Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obat yang kini diberikan hanya bersifat memperpanjang usia penderita dan memperbesar kemungkinan untuk menularkan penyakit tersebut kepada individu lain, seperti Terapi Antiretroviral (ARV). Persepsi tersebut mendorong pemikiran kritis tentang strategi kelompok elit dalam menciptakan penyakit beserta obatnya. Fakta yang mengejutkan muncul dari ketiga penjahat kemanusiaan, yaitu keluarga Bush, Rockefeller dan Harriman yang ternyata bergabung dalam satu komunitas dan berkuliah di Yale University. Kemudian faktanya, Yale University adalah pemegang hak paten dari salah satu obat utama HIV yang dikenal dengan „Zenit‟ atau „d4t‟ pada awal tahun 1990-an dengan royalti yang diterima sebesar $328.000.000,00 (Arno, 1992 : 102). Namun, seperti yang diketahui bahwa „Zenit‟ tidak menghilangkan HIV, tetapi hanya memperpanjang usia sang penderita yang otomatis dapat terus meningkatkan keuntungan perusahaan.


(10)

 Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981)

Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS. Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse. Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual yang terinfeksi hepatitis.

Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal 1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981. Apakah jenis virus yang terkontaminasi dalam program vaksin ini yang menyebabkan AIDS? Bagaimana dengan program WHO di Afrika? Bukti kuat menunjukkan bahwa AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini. AIDS merebak pertama kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979, beberapa bulan setelah eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup mengejutkan dan secara statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang menjadi sukarelawan eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap HIV positif pada tahun 1980 (setahun sebelum AIDS menjadi penyakit “resmi‟). Ini menunjukkan bahwa pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi dibandingkan tempat lainnya di dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai tempat kelahiran HIV dan AIDS.


(11)

Fakta lain yang juga menghebohkan adalah bahwa kasus AIDS di Afrika yang dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun 1982. Sejumlah peneliti yakin bahwa eksperimen vaksin inilah yang berfungsi sebagai saluran tempat “berjangkitnya” HIV ke populasi gay di Amerika. Namun hingga sekarang para ilmuwan AIDS mengecilkan koneksi apapun antara AIDS dengan vaksin tersebut.

Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa “tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka.

1.2.2 Sejarah HIV di Indonesia

Sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2013, HIV terbesar di 368 dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Bali adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi HIV/AIDS. Setiap 25 menit di Indonesia, satu orang akan terinfeksi HIV. Satu dari lima orang yang terinfeksi berusia di bawah 25 tahun. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia memperlihatkan tanpa adanya percepatan program pencegahan HIV, lebih dari 500.000 orang Indonesia akan positif terinfeksi HIV pada tahun 2014. Papua, Jakarta dan Bali yang berada paling depan dalam tingkat penyebaran kasus HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki angket besar untuk kasus baru pada tahun 2011 yaitu sebesar 4.012 kasus.4

4


(12)

Di Indonesia faktor penyebab dan penyebaran virus HIV/AIDS terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu melalui hubungan seks yang tidak aman dan bergantian jarum suntik saat menggunakan narkotika.

1.2.3 Definisi

Menurut Green. CW (2007). HIV merupakan singkatan dari Human Immunnedeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia, immuno-deficiency karena efek virus ini adalah melemahkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan segala penyakit yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh. Hingga kini mekanisme kerja HIV di dalam tubuh manusia masih terus diteliti. Namun secara umum, telah diketahui bahwa HIV tersebut menyerang sel-sel darah putih sistem kekebalan tubuh, yang bertugas menangkal infeksi kemudian diserang oleh HIV yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit.

Dengan membaca berita-berita seputar HIV/AIDS di media cetak nasional pada kurun waktu 1981-1997 dapat dilihat bias yang melekat pada fakta dan realitas yang objektif seputar HIV/AIDS. Sebenarnya bias tentang HIV/AIDS mencerminkan tingkat pengetahuan yang minim mengenai penyakit tersebut dan sikap cepat takut serta mudah menghukum yang terdapat di masyarakat. Kita melihat pemberitaan tidak mengoreksi anggapan yang kurang tepat, tetapi justru


(13)

cenderung memperkuat serangkaian mitos dan salah kaprah tentang HIV/AIDS itu sendiri dan sikap mengucilkan dan menghukum ODHA.5

Epidemi6 human immunodeficiency syndrome (HIV) membawa serta kekuatan perusakan dan penyembuhan yang kemenangannya merupakan ukuran diri kita sendiri dan masyarakat kita. HIV mempunyai kekuatan untuk menghancurkan suami dan istri, orang tua dan anak-anak, mengakibatkan orang saling menyerang, menjadi penyebab orang saling menghindar, mengekalkan penghinaan serta kekejaman, kepedihan yang ditimbulkannya membungkam manusia. Dengan berkembangnya epidemi ini kekuatan merusaknya sudah mulai terasa dalam keluarga-keluarga yang terkena serta komunitas-komunitas. Kekuatan-kekuatan perusak ini, serta kemungkinan suatu kesalahan manusiawi, menyebabkan timbulnya konspirasi kebisuan yang disebut oleh Marvellous M. Mhloyi, yakni rasa takut serta perasaan ketidakpastian, orang-orang yang dicintai ikut terinfeksi, anak-anak dilahirkan tanpa masa depan.4

Epidemi HIV/AIDS telah melanda dunia, tidak terkecuali Indonesia. Penyakit ini berakibat fatal, karena bisa menular dengan cepat dan tidak mengenal batas kedudukan dan martabat seseorang di masyarakat. PBB melaporkan bahwa di taun 1999, HIV/AIDS merupakan penyebab kematian utama dari penyakit infeksi di seluruh dunia, dan merupakan penyebab kematian keempat dari keseluruhan penyakit setelah penyakit jantung, stroke dan infeksi pernapasan. Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkannya secara tuntas agar virus tidak kembali lagi. Saat ini epidemi HIV/AIDS menyebar secara cepat di Asia.

5

Harahap, Syaiful W., PERS meliput AIDS. Jakarta:PT Penebar Swadaya. 2000

6


(14)

AIDS pertama kali ditemukan di Asia Tenggara pada tahun 1980. Pada pertengahan sampai dengan akhir tahun 1980, penyebaran virus HIV meningkat diantara kelompok perilaku berisiko di Asia. Pravelensi tinggi HIV (lebih dari 50%) di temukan pada kelompok pekerja seks wanita di Thailand dan sebagian India, khususnya Bombay (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific Region, New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia).

Sampai tahun 1997, dilaporkan lebih dari 65.000 kasus AIDS dan 3,75 juta orang terinfeksi HIV. (WHO, 1997, Report of The Third Evaluation of the Implementation of HFA Strategies-South East Asia Region. New Delhi:

WHO/SEARO, p.64). sampai akhir tahun 2000, WHO dan UNAIDS

memperkirakan bahwa lebih dari 5 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan dilaporkan terdapat lebih dari 135.000 kasus AIDS.

Di Indonesia, pada tahun 2000, diperkirakan 80.000 – 12.000 orang terinfeksi HIV. Saat ini Indonesia termasuk negara epidemi HIV terutama diantara populasi pengguna jarum suntik. (WHO, 2001, HIV/AIDS in Asia and The Pasific Region, New Delhi: Regional Offices for The Western Pasific and for South-East Asia).

HIV menantang kemauan manusia untuk mempertahankan hidup dan menghendaki orang lain berbuat hal yang sama. HIV menciptakan suatu kemauan, baik dalam diri orang yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Herbert Danielmengungkapkan, “saya tertular HIV dan saya tetap hidup”. Dari ungkapan


(15)

semangatnya sehingga mereka mulai berbicara dengan orang lain, menceritakannya, membentuk kelompok dan organisasi, memimpikan hidup lain sebuah masa depan yang berbeda.4

1.2.4 Perjalanan infeksi HIV

Perjalanan infeksi HIV memiliki pola yang unik dibandingkan dengan infeksi lain. Perbedaannya dilihat dari masa inkubasi yang hanya beberapa minggu atau beberapa hari saja, infeksi HIV memiliki masa inkubasi yang sangat panjang yaitu sekitar 5 – 10 tahun. Masa inkubasi adalah masa antara masuknya suatu bibit penyakit ke dalam tubuh (infeksi) sampai orang tersebut menunjukkan tanda-tanda dan gejala sakit. Masa inkubasi disebut juga masa laten karena pada masa itu tidak tampak gejala-gejala penyakit. Selama periode tanpa gejala virus berkembang biak dan penghancuran sel-sel limfosit terus berlangsung. Pada masa tersebut sistem kekebalan tubuh masih cukup mampu mempertahankan tubuh dari berbagai macam penyakit.7 Ketika penghancuran limfosit melebihi jumlah produksi yang dihasilkan tubuh manusia, maka mulai timbul kelemahan sistem kekebalan tubuh dan munculah HIV/AIDS sebagai akibat adanya infeksi oportunistik8.

7

Materi pelatihan penggunaan data dalam pengembangan penanggulangan kebijakan HIV/AIDS. PKPM Unika Atma Jaya. 2002

8

Menurut kamus kesehatan, Infeksi Oportunistik adalah penyakit yang jarang terjadi pada orang sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem kekebalannya terganggu, termasuk infeksi HIV.


(16)

Tabel. 1 Perjalanan infeksi HIV/AIDS dalam 4 (empat) stadium6:

Stadium Keterangan Gejala

I Awal HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi9 ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Pada infeksi HIV, adanya zat anti di dalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV, tetapi justru menunjukkan bahwa di dalam tubuh tersebut terdapat HIV. II Asimptomatik (tanpa

gejala)

Terjadi selama 3 – 7 tahun atau lebih. Pada stadium ini, terjadi pengembakbiakan virus secara aktif di dalam tubuh yang diikuti dengan menurunnya T4 limfosit. ODHA tidak menunjukkan gejala yang spesifik dan tetap terlihat sehat, namun sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. III Pembesaran Kelenjar

Limfe

Ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata selama lebih dari 3 bulan tanpa sebab yang

9


(17)

jelas. IV Adanya gejala utama dan

gejala minor

Gejala utama :

- turunnya berat badan (>10% dalam 3 bulan) tanpa sebab yang jelas

- diare yang terus menerus atau berulang selama lebih dari satu bulan - demam yang terus menerus selama

lebih dari tiga bulan.

- penyakit pernapasan yang tidak biasa - penyakit syaraf, khususnya dementia Gejala minor:

- batuk kronis lebih dari 1 bulan

- infeksi mulut dan tenggorokan karena Candida Albicans

- pembengkakan menetap kelenjar getah bening

- munculnya herpes zooster berulang - bercak-bercak gatal diseluruh tubuh

Dalam perjalanan HIV, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 (tiga) fase, yaitu sebagai berikut:


(18)

a. Fase infeksi akut (Acute Retroviral Syndrome)

Setelah HIV menginfeksi sel darah, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu banyaknya virion tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut (ARS) selama 3 sampai 8 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, mialgia, malaise, nyeri kepala diare dengan penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T (CD4) yang dramatis yang kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 8 minggu terinfeksi HIV.

b. Fase infeksi laten

Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten (tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi


(19)

sero positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asintomatis) fase ini berlangsung sekitar rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun)

c. Fase infeksi kronis

Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan kedalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan didalam sirkulasi sitemik respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berkebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS, infeksi sekunder yang sering menyertai adalah penomonia, TBC, sepsi, diare, infeksi virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu kanker kelenjar getah bening. (Nasruddin, 2007)

Virus HIV mempunyai masa inkubasi antara 5 – 10 tahun. Orang yang terinfeksi HIV masih nampak sehat dan selama itu dapat menularkan pada orang lain tanpa disadarinya. Untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak maka harus dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali, kalau pemeriksaan pertama negatif, maka 6 bulan kemudian diperiksa ulang sebab antibody dalam tubuh baru terbentuk dalam 6 bulan (berdasarkan


(20)

window periods), jika pemeriksaan kedua negatif lagi berarti orang itu bebs HIV.10

Transmisi virus HIV pada penderita melalui cara-cara sebagai berikut:

a) Transmisi melalui kontak seksual

Kontak seksual merupaakn salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam semua cairan tubuh tapi yang berpotensi kuat, misalnya: cairan mani, cairan vagina, dan cairan ASI. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek, anus sering terjadi lesi.

b) Transmisi melalui darah

Diperkirakan 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang tercemar HIV akan menagalami infeksi. Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000. Pemeriksaan antibodi HIV pada darah sangat mengurangi transmisi melalui transfusi darah.

c) Transmisi secara vertikal

Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, persalinan, dan setelah melahirkan melaluui pemberian Air Susu Ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar


(21)

5-10%, sewaktu persalinan 10-20%. Alternatif yang layak tersedia, ibu-ibu positif HIV-1 boleh menyusui bayinya tetapi dengan perantara. Selama beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa penularan HIV dapat dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah RNA virus di dalam plasma. Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran, terutama yang berkaitan dengan ketuban pecah dini.

d) Transmisi melalui cairan tubuh lain

Walaupun air liur pernah ditemukan pada sebagian kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi HIV. Air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat dan urin dapat merupakan media transmisi HIV.

e) Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium

Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa resiko penularan HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% , sedangkan resiko penularan HIV ke membran mukosa atau kulit yang mengalami erosi adalah sekitar 0,09% . Di rumah sakit Dr.Sutomo dan rumah sakit swasta di surabaya terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada evaluasi lebih lanjut tidak terbukti terpapar HIV.


(22)

1.2.5 Uji HIV

Uji HIV adalah suatu uji terhadap darah untuk mengetahui keberadaan antibodi HIV dalam tubuh. Antibodi adalah zat yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai perlawanan terhadap zat asing (antigen, seperti kuman atau alergen). Antigen adalah materi yang dianggap oleh tubuh sebagai zat asing (seperti virus, kuman, bakteri) sehingga tubuh memproduksi antibodi. Tes antibodi adalah metode yang palig umum, efisien, dan luas pemakaiannya untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV. Suatu tes dapat memberi hasil negatif bila orang yang dites baru saja terinfeksi. Hal ini terjadi karena tubuh memerlukan waktu sekitar 3 bulan untuk mulai menghasilkan antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh suatu tes yang disebut masa jendela.

Uji HIV dapat dilakukan dengan :

1. Diagnostik Individu, tujuannya untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV, biasanya untuk mereka yang asymptomatis (tidak menunjukkan gejala) maka uji ini dilakukan atas dasar permintaan (voluntary testing). Tes dengan spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi sangat diperlukan untuk tujuan diagnostik individu ini. Sensitivitas digunakan untuk mendeteksi HIV positif pada mereka yang benar-benar HIV (+), sedangkan spesifisitas digunakan untuk mendeteksi HIV negatif pada mereka yang benar-benar tidak HIV (-).


(23)

 Konseling pre-test  diberikan sebelum tes HIV dilakukan, tujuannya untuk membantu masyarakat membuat pilihan terbaik apakah akan menjalani tes atau tidak.

 Konseling post-test  diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu mereka yang HIV positif agar mereka dapat melanjutkan hidup secara positif dan memberikan pengetahuan kepada mereka yang HIV negatif tentang cara mencegah dan menanggulangi infeksi HIV.

 Informed consent  keputusan untuk menjalani tes harus dibuat oleh orang itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan orang lain.

 Pengambilan darah seperti pemeriksaan darah pada umumnya

 Kerahasiaan  informasi tentang seseorang tidak diberitahukan kepada orang lain tanpa ijin dari orang itu. Konseling, testing, dan hasil harus dirahasiakan.

2. Skrining (Penapisan), yaitu uji yang dilakukan pada darah dan organ donor sebelum ditransfusikan atau ditransplantasikan kepada penerima donor. Tujuannya ialah memeriksa semua darah/organ donor untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memastikan bahwa darah tersebut tidak tercemar HIV. Apabila dari hasil skrining ditemukan darah dengan HIV positif, maka darah tersebut dibuang.

3. Surveilans, yaitu uji terhadap darah secara unliked anonymous dalam rangka memantau prevalensi HIV dari waktu ke waktu pada suatu populasi tertentu.


(24)

1.2.6 Perilaku

Perilaku adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Perilaku juga merupakan bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor determinan itu ditentukan atau dipengaruhi oleh perilaku individu, keluarga, maupun kelompok atau masyarakat itu sendiri.11

Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor, yaitu faktor perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik). Adapun upaya intervensi terhadap faktor perilaku dilakukan melalui: Pendidikan (Education). Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya terhadap proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan berlangsung lama dan menetap karena didasari oleh kesadaran.

Jadi, maksudnya ialah diberikan pendidikan kepada penderita HIV mengenai penyakit yang dialaminya, cara mengatasinya, serta cara tidak menularkan kepada orang lain. Selain itu diberi pendidikan juga kepada masyarakat yang tidak terinfeksi HIV agar memiliki pengetahuan mengenai penyakit HIV. Pendidikan tersebut bisa dilakukan dalam diskusi kelompok peer

11


(25)

education, diskusi antar lingkungan, atau bisa mengadakan seminar. Biasanya penderita HIV hanya mau terbuka tentang identitas dirinya hanya kepada konselor ataupun dampingannya.

Konsep umum yang digunakan untuk menganalisis perilaku dipengaruhi 3 (tiga) faktor utama, yaitu:

a. Faktor predisposisi : yaitu faktor yang mencakup sikap individu terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan individu/ masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh individu/ masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor pendukung : yaitu faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana yang tersedia untuk kepentingan masyarakat yang mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan yang positif pada masyarakat. c. Faktor penguat/pendorong : yaitu faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan.

Dengan demikian disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari seseorang atau masyarakat yang bersangkutan.

Rambo (dalam Deliyanto,1996) menyebutkan ada dua kelompok sistem yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sistem sosial dan ekosistem. Sistem sosial meliputi teknologi, pola eksploitasi sumber daya, pengetahuan, ideologi, sistem nilai, organisasi sosial, populasi, kesehatan, dan


(26)

gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi manusia. Interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran energi, materi, dan informasi.

1.2.7 Lingkungan Sosial Budaya

Definisi lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan, yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya), dan tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kisah hidup (Life of History) Penderita HIV semenjak terinfeksi HIV ?

2. Bagaimana hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial budayanya ?


(27)

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

- Untuk menggali kisah hidup (life of history) penderita HIV dan mengungkap berbagai aspek yang terkait dan relevan dengan persoalan yang dialami subyek.

- Untuk memberikan informasi yang benar, dengan sudut pandang subyek dan empati.

1.4.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Untuk pengembangan kajian ilmu kesehatan (HIV) dalam bidang ilmu sosial, seperti antropologi sosial

- Untuk mengetahui sejarah hidup (life of history) penderita HIV+

- Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian publik serta seluruh stakeholder terhadap permasalahan HIV/AIDS.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdari dari 5 (lima) bab, yaitu: Bab I : Pembahasan mengenai

1.1 Latar belakang masalah faktor timbulnya penyakit HIV terhadap individu, definisi HIV, cara yang dapat menularkannya, perilaku masyarakat terhadap HIV, dan pengaruh penderita HIV terhadap lingkungan sosial budaya.


(28)

1.2 Tinjauan pustaka yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini.

1.3 Rumusan masalah tentang Life of History Penderita HIV dan lingkungan sosial budayanya

1.4 Tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut 1.5 Sistematika penulisan

1.6 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

Bab II : Mengenai gambaran umum lokasi penelitian, Rumah singgah yang didirikan oleh kak Maniur (sebagai Penderita HIV) untuk kelompok ODHA di Medan Selayang.

Bab III : Pembahasan mengenai kisah penderita HIV yang menjadi informan kunci. Dalam bab tersebut akan menceritakan kisah hidup dari penderita HIV, mulai dari ia terkena virus hingga ia bangkit dan bertahan hidup sampai saat ini, salah satu strateginya dengan cara mendirikan rumah singgah ODHA

Bab IV : Mengenai hubungan antara Penderita HIV dengan lingkungan sosial budayanya

Bab V: Berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi seluruh pihak masyarakat baik itu yang berada di dunia pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.


(29)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui etnografi. Menurut Spradley (1997:12) tujuan utama etnografi ialah memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya, untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan berusaha membangun raport yang baik dengan penderita HIV.

Secara harfiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Dalam buku “Metode Etnografi” Spradley mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian ia juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini (Spradley, 1997).

Istilah etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy

(menguraikan). Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan tentang/ mengenai bangsa. Namun pengertian tentang etnografi tidak hanya sampai sebatas itu, Bungin (2008:220) mengatakan etnografi merupakan embrio dari antropologi. Artinya etnografi lahir dari antropologi di mana jika kita berbicara etnografi maka kita tidak lepas dari antropologi setidaknya kita sudah mempelajari dasar dari antropologi.Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan


(30)

bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut pemikiran yang dirangkum oleh Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al., (dalam Mulyana, 2001:161) mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal (thick description) berdasarkan pengamatan yang terlibat (observatory participant) merupakan ciri utama etnografi.

Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan (logic of discovery), suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan keagungan metode eksperimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami.

Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena hubungan baik antara peneliti dengan informan merupakan kunci penting keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang disarankan adalah taktik “mencuri-dengar” (eavesdropping) dan taktik “pelacak” (tracer), yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan normalnya selama periode waktu tertentu.


(31)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu (Brockopp, 2000). Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggali atau mengeksplorasi, menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami.

Sewaktu meneliti masyarakat, seorang etnografer biasanya melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam atau menditeal untuk memperoleh native‟s point of view. Serta metode pengumpulan data yang digunakan biasanya wawancara mendalam (depth interview) dan observasi partisipasi di mana metode pengumpulan data ini sangat sesuai dengan tujuan awal yaitu mendeskripsikan secara mendalam. Membuat etnografi juga merupakan hal yang wajib dilakukan untuk para sarjana antropologi. Seperti yang ditulis oleh Marzali (2005: 42): “ Bagaimanapun, etnografi adalah pekerjaan tingkat awal dari seorang ahli antropologi yang profesional. Etnografi adalah satu pekerjaan inisiasi bagi yang ingin menjadi ahli antropologi professional. Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai seorang ahli antropologi profesional jika sebelumnya dia tidak melakukan sebuah etnografi, dan melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini harus dinilai kualitasnya untuk meningkat ke peringkat yang lebih tinggi maka pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai comperative study, basic secara diakronis maupun secara sinkronis”.


(32)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

 Data Primer

Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Observasi

Pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara langsung untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi penderita HIV terhadap lingkungan sosialnya yang dipengaruhi oleh budaya (nilai-nilai yang ada dalam lingkungan sekitar).

b. Wawancara Mendalam

Peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) untuk mendapatkan data dari informan. Interview guide digunakan penulis untuk menjadi alat bantu di dalam melakukan wawancara dengan penderita HIV dan orang yang memiliki pengetahuan tentang HIV.

Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah informan awal, informan key dan informan biasa, yakni:

 Informan Awal adalah orang yang pertama memberi informasi yang memadai ketika peneliti mengawali penelitian. Informan awalnya adalah : dr.T.Yenni

 Informan Key (Kunci) adalah orang yang bisa dikategorikan paling banyak mengetahui, menguasai informasi dan permasalahan penelitian (Hamidi, 2005). Informan kuncinya adalah : Kak Myur (nama disamarkan)


(33)

 Informan Biasa adalah informan bebas yang dapat diwawancarai dan bisa memberikan informasi yang mendukung penelitian. Informan biasanya adalah: (Bang Enn, Bu Fent, Bu Len : nama disamarkan), dan lain-lain.

Pengalaman Penelitian

Berikut sedikit pengalaman saya pra lapangan, awalnya peneliti belum memiliki judul dan tujuan untuk pembuatan skripsi. Ide-ide muncul ketika magang di Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Sehat Masyarakat (LSM-GSM) disana peneliti banyak berkonsultasi dengan ketua GSM yakni dr.T.Yenni dan juga karyawan-karyawan disana, Kak Myur juga karyawan di GSM yang tugasnya sebagai koordinator lapangan. Di GSM saya sering bertemu dan berbincang-bincang dengan Kak Myur saat magang. Singkat cerita, masa magang telah berakhir selama 2 bulan, saat itu saya berkonsultasi lagi kepada dr.Yenni dimana tempat yang cocok untuk penelitian skripsi, yang pada saat itu temanya sudah saya temukan yaitu Odha dan Lingkungan Sosialnya. Lalu dr.Yenni memberi saran tempat penelitian di rumah singgah Odha milik Kak Myur dan memberi nomor telepon beliau.

Beberapa hari kemudian, saya menelepon Kak Myur menanyakan alamat lengkap rumahnya, ia pun memberi tahu alamat rumahnya dan mengizinkan saya untuk survey lapangan dan melakukan penelitian disana. Keesokan harinya saya datang bersama dengan seorang teman saya, sesampai di depan gang kecil menuju rumahnya, disana kami disambut oleh gong-gongan anjing peliharaan Suaminya kak Myur, luar biasa takutnya peneliti pada saat itu, di gong-gongin oleh dua anjing yang lumayan besar. Tidak berapa lama setelah anjing-anjing tersebut


(34)

menggong-gong, kak Myur dan suaminya keluar melihat saya , lalu kami bersalaman dan mereka menyuruh saya dan teman saya untuk masuk ke dalam rumah, disana ternyata ada seorang pasien HIV ibu rumah tangga bersama anaknya. Saya bertanya-tanya kondisi kesehatan mereka dan juga kondisi lingkungan di daerah tersebut sekaligus minta bantuan kepada kak Myur dan bang Enn dalam mengerjakan tugas akhir kuliah yaitu skripsi. Setelah itu peneliti izin pulang dan beberapa hari kemudian mulai meneliti di daerah tersebut. Di lapangan, peneliti ditemani Bang Enn (suami baru kak Myur) untuk menjumpai beberapa penderita HIV sebagai informan saya ke rumah mereka masing-masing. Sebab mereka bersifat tertutup dengan orang yang bukan HIV, apalagi baru pertama kali berjumpa. Pada saat itu peneliti dikenalkan oleh bang Enn sebagai sepupunya yang ingin bertanya-tanya kepada Odha untuk tugas kuliah. Dengan demikian mereka bersedia untuk ditanya-tanyai mengenai kondisi sebagai penderita HIV dan keadaan lingkungan sosial terhadap dirinya. Beberapa orang ada yang dengan senang hati dan terbuka menceritakan sejak awal dirinya terinfeksi, dan ada juga yang masih tertutup karena mereka takut diliput beritanya di media kemudian ketauan banyak orang termasuk orang-orang yang berada disekitarnya dan mereka akan kehilangan pekerjaan, pendidikan, serta tempat tinggal. Oleh sebab itu, sebagian dari mereka yang saya wawancarai hanya menjawab sekedarnya saja dan secara singkat seperti “ya”, “tidak”, “begitulah”, dan lain sebagainya.


(35)

c. Pengembangan Raport

Dalam melakukan observasi maupun wawancara, sangat diperlukan adanya

rapport (hubungan baik) dengan para informan. Peneliti akan berusaha menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian dan bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian.

d. Life History

Agar penulisan ini dapat dipahami lebih mendalam, penulis akan membuat lampiran tentang kisah hidup Kak Myur dan penderita HIV lainnya dalam lingkungan sosial budayanya.

 Data Sekunder

Merupakan data yang berhubungan dengan aspek yang di teliti bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik media massa maupun elektronik) yang dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian tersebut. Selama proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan alat bantu untuk merekam dan memotret serta catatan lapangan (fieldnote), untuk membantu mendokumentasikan hal-hal yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data yang terlewat.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk


(36)

menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal pengumpulan data lapangan.

Data yang sudah dikumpulkan diatur secara sistematis, dikategorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasian data dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana kondisi kehidupan dan subkultural kelompok ODHA di simpang selayang gang kenanga.


(1)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu (Brockopp, 2000). Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggali atau mengeksplorasi, menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami.

Sewaktu meneliti masyarakat, seorang etnografer biasanya melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam atau menditeal untuk memperoleh native‟s point of view. Serta metode pengumpulan data yang digunakan biasanya wawancara mendalam (depth interview) dan observasi partisipasi di mana metode pengumpulan data ini sangat sesuai dengan tujuan awal yaitu mendeskripsikan secara mendalam. Membuat etnografi juga merupakan hal yang wajib dilakukan untuk para sarjana antropologi. Seperti yang ditulis oleh Marzali (2005: 42): “ Bagaimanapun, etnografi adalah pekerjaan tingkat awal dari seorang ahli antropologi yang profesional. Etnografi adalah satu pekerjaan inisiasi bagi yang ingin menjadi ahli antropologi professional. Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai seorang ahli antropologi profesional jika sebelumnya dia tidak melakukan sebuah etnografi, dan melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini harus dinilai kualitasnya untuk meningkat ke peringkat yang lebih tinggi maka pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai comperative study, basic secara diakronis maupun secara sinkronis”.


(2)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data  Data Primer

Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Observasi

Pengamatan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara langsung untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi penderita HIV terhadap lingkungan sosialnya yang dipengaruhi oleh budaya (nilai-nilai yang ada dalam lingkungan sekitar).

b. Wawancara Mendalam

Peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) untuk mendapatkan data dari informan. Interview guide digunakan penulis untuk menjadi alat bantu di dalam melakukan wawancara dengan penderita HIV dan orang yang memiliki pengetahuan tentang HIV.

Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah informan awal, informan key dan informan biasa, yakni:

 Informan Awal adalah orang yang pertama memberi informasi yang memadai ketika peneliti mengawali penelitian. Informan awalnya adalah : dr.T.Yenni  Informan Key (Kunci) adalah orang yang bisa dikategorikan paling banyak

mengetahui, menguasai informasi dan permasalahan penelitian (Hamidi, 2005). Informan kuncinya adalah : Kak Myur (nama disamarkan)


(3)

 Informan Biasa adalah informan bebas yang dapat diwawancarai dan bisa memberikan informasi yang mendukung penelitian. Informan biasanya adalah: (Bang Enn, Bu Fent, Bu Len : nama disamarkan), dan lain-lain.

Pengalaman Penelitian

Berikut sedikit pengalaman saya pra lapangan, awalnya peneliti belum memiliki judul dan tujuan untuk pembuatan skripsi. Ide-ide muncul ketika magang di Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Sehat Masyarakat (LSM-GSM) disana peneliti banyak berkonsultasi dengan ketua GSM yakni dr.T.Yenni dan juga karyawan-karyawan disana, Kak Myur juga karyawan di GSM yang tugasnya sebagai koordinator lapangan. Di GSM saya sering bertemu dan berbincang-bincang dengan Kak Myur saat magang. Singkat cerita, masa magang telah berakhir selama 2 bulan, saat itu saya berkonsultasi lagi kepada dr.Yenni dimana tempat yang cocok untuk penelitian skripsi, yang pada saat itu temanya sudah saya temukan yaitu Odha dan Lingkungan Sosialnya. Lalu dr.Yenni memberi saran tempat penelitian di rumah singgah Odha milik Kak Myur dan memberi nomor telepon beliau.

Beberapa hari kemudian, saya menelepon Kak Myur menanyakan alamat lengkap rumahnya, ia pun memberi tahu alamat rumahnya dan mengizinkan saya untuk survey lapangan dan melakukan penelitian disana. Keesokan harinya saya datang bersama dengan seorang teman saya, sesampai di depan gang kecil menuju rumahnya, disana kami disambut oleh gong-gongan anjing peliharaan Suaminya kak Myur, luar biasa takutnya peneliti pada saat itu, di gong-gongin oleh dua anjing yang lumayan besar. Tidak berapa lama setelah anjing-anjing tersebut


(4)

menggong-gong, kak Myur dan suaminya keluar melihat saya , lalu kami bersalaman dan mereka menyuruh saya dan teman saya untuk masuk ke dalam rumah, disana ternyata ada seorang pasien HIV ibu rumah tangga bersama anaknya. Saya bertanya-tanya kondisi kesehatan mereka dan juga kondisi lingkungan di daerah tersebut sekaligus minta bantuan kepada kak Myur dan bang Enn dalam mengerjakan tugas akhir kuliah yaitu skripsi. Setelah itu peneliti izin pulang dan beberapa hari kemudian mulai meneliti di daerah tersebut. Di lapangan, peneliti ditemani Bang Enn (suami baru kak Myur) untuk menjumpai beberapa penderita HIV sebagai informan saya ke rumah mereka masing-masing. Sebab mereka bersifat tertutup dengan orang yang bukan HIV, apalagi baru pertama kali berjumpa. Pada saat itu peneliti dikenalkan oleh bang Enn sebagai sepupunya yang ingin bertanya-tanya kepada Odha untuk tugas kuliah. Dengan demikian mereka bersedia untuk ditanya-tanyai mengenai kondisi sebagai penderita HIV dan keadaan lingkungan sosial terhadap dirinya. Beberapa orang ada yang dengan senang hati dan terbuka menceritakan sejak awal dirinya terinfeksi, dan ada juga yang masih tertutup karena mereka takut diliput beritanya di media kemudian ketauan banyak orang termasuk orang-orang yang berada disekitarnya dan mereka akan kehilangan pekerjaan, pendidikan, serta tempat tinggal. Oleh sebab itu, sebagian dari mereka yang saya wawancarai hanya menjawab sekedarnya saja dan secara singkat seperti “ya”, “tidak”, “begitulah”, dan lain sebagainya.


(5)

c. Pengembangan Raport

Dalam melakukan observasi maupun wawancara, sangat diperlukan adanya rapport (hubungan baik) dengan para informan. Peneliti akan berusaha menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian dan bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian.

d. Life History

Agar penulisan ini dapat dipahami lebih mendalam, penulis akan membuat lampiran tentang kisah hidup Kak Myur dan penderita HIV lainnya dalam lingkungan sosial budayanya.

 Data Sekunder

Merupakan data yang berhubungan dengan aspek yang di teliti bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik media massa maupun elektronik) yang dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian tersebut. Selama proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan alat bantu untuk merekam dan memotret serta catatan lapangan (fieldnote), untuk membantu mendokumentasikan hal-hal yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data yang terlewat.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk


(6)

menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal pengumpulan data lapangan.

Data yang sudah dikumpulkan diatur secara sistematis, dikategorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasian data dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana kondisi kehidupan dan subkultural kelompok ODHA di simpang selayang gang kenanga.