Penyebab Sindrom Metabolik Kriteria diagnosis

III sebesar 16,β Effendi, β01γ. Di Indonesia dilakukan penelitian dengan menggunakan NCEPATP III yang dimodifikasi dengan kriteria obesitas berdasarkan IMT Asia Pasific pada beberapa penelitian yang dilakukan, didapatkan data di daerah pedesaan Bali sebesar 7,8 dan di kota besar seperti Denpasar sampai sebesar β4,8, Semarang 16,6, Bandung sebesar ββ,94, Depok β6,γ, Jakarta β8,4, Makasar sebesar γγ,4, dan prevalensi SM terbesar adalah di Surabaya yaitu sebesar γ4 Soegondo dan Purnamasari, β014. Penelitian yang dilakukan di India tahun β005, dari 187 penderita diabetes yang keluarganya tidak menderita diabetes, didapatkan γγ,1 memiliki komponen faktor risiko SM, dengan pemeriksaan kadar antioksidan berupa vitamin A, vitamin E dan vitamin E didapatkan sangat rendah Sharma, β005. Penelitian yang dilakukan di Turki pada tahun β009 didapati bahwa skor SAT pada penderita SM yang menderita diabetes nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita SM tanpa diabetes dan orang normal Ozbek et al., β011. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Aparna di daerah Tirupati India, menemukan bahwa pasien SM non obese memiliki konsentrasi antioksidan yang rendah terutama vitamin E, C dan carotenoids, dan pada pasien non obese yang menderita SM memiliki konsentrasi antioksidan yang jauh lebih rendah lagi jika dibandingankan orang yang sehat dengan menggunakan pemeriksaan antioksidan ferric reducing ability of plasma FRAP assay Aparna et al., β01β.

2.2.3 Penyebab Sindrom Metabolik

Faktor penyebab terjadinya SM sampai saat ini masih terus diteliti, tetapi obesitas abdominal dan resistensi insulin adalah β faktor yang paling utama. Faktor penyebab lainnya adalah genetik, perilaku sedentari, aging, keadaan pro inflamasi, dan perubahan hormonal IDF, β006. Terdapat pula lingkaran patogenesis yang saling berkaitan antara rendahnya kadar testosteron dengan SM. Adipositas yang berkaitan dengan keadaan hiperinsulin akan menekan sintesis SHBG sex hormon binding globulin dan menurunkan sirkulasi hormon testosteron, yang juga akan berefek terhadap sinyal LH Luteneizing hormone ke testis. Insulin dan leptin memiliki efek menekan steroidogenesis testis. Oleh karena itu diyakini bahwa adipositas adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan tingkat sirkulasi testosteron, bahkan dapat terjadi pada pria di bawah usia 40 tahun. Di sisi lain testosteron rendah dapat menginduksi SM. Bahkan tanpa adanya risiko seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, disarangements dalam hormon seks dapat berkontribusi tehadap patogenesis SM Pangkahila, β015.

2.2.4 Kriteria diagnosis

Sejak ditemukannya sindrom ini, beberapa organisasi kesehatan membuat kriteria SM agar dapat menjadi acuan dalam praktek klinis. Kriteria diagnostik untuk SM ada beberapa antara lain kriteria SM WHO 1998, EGIR, NCEP-ATP III tahun β001 dan direvisi tahun β004, AACE tahun β00γ dan kriteria SM yang terbaru adalah IDF tahun β005 Effendi, β01γ dan Soegondo dan Purnamasari, β014 . Tabel β.γ Kriteria Klinis Sindrom Metabolik IDF β005 Kriteria Klinis IDF β005 Sesuai definisi IDF terbaru, SM ditegakkan berdasarkan : Obesitas abdominal diukur dari ukuran lingkar pinggang sesuai etnis Ditambah β dari 4 faktor dibawah ini : Peningkatan Trigliserida TG 150 mgdL 1,7 mmolL atau sudah mendapat terapi untuk peningkatan trigliserid Penurunan HDL kolesterol HDL-C 40mgdL 1,0γ mmolL pada pria atau 50 mgdL 1,β9 mmolL pada wanita, atau sudah mendapat terapi untuk kolesterol Tekanan darah Sistolik ≥1γ0 atau Diastolik ≥85 mmHg atau penderita yang sudah terdiagnosis hipertensi Glukosa Darah Puasa 100 mgdL 5,6 mmolL atau penderita yang sudah terdiagnosis diabetes tipe β Bila IMT γ0kgm², maka sudah dikatakan obesitas abdominal, sehingga tidak diperlukan pengukuran lingkar pinggang IDF, β006.

2.2.5. Hubungan SAT dengan komponen sindrom metabolik