Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak Dengan surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak Pada KPP Pratama Bandung-Cicadas
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara materiil maupun spiritual (Waluyo dan Wirawan : 2001). Dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional, Pemerintah mencanangkan Anggaran Pemerintah setiap tahunnya. Dimana anggaran tersebut dialokasikan pada setiap pengeluaran yang ditujukan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber dana yang mendukung. Sumber dana yang didapatkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dirancang melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.
Menurut APBN sumber pendapatan pemerintah terbanyak didapat dari sektor perpajakan, meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hal tersebut dapat dilihat dari makin tingginya target penerimaan negara yang berasal dari pajak, dan untuk tahun 2010 target penerimaan pajak adalah sebesar Rp. 729,2 triliun yang kurang lebih merupakan 70% dari penerimaan APBN tahun 2010. (dikutip dari pidato presiden RI dalam pidato kenegaraan: http://warungmassahar.blogspot.com )
(2)
Perkembangan pajak di Indonesia semakin meningkat dari masa ke masa dan kini sudah sangat dirasakan bahwa pajak menjadi sebuah kebutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan pajak pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/ puskesmas, kantor polisi serta sarana lain di biayai, serta pembiayan lainnya dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pajak merupakan iuran wajib kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang, sehingga dalam prosesnya dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan kontraprestasi secara langsung, yang hasilnya akan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia beberapa diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPn-BM), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan lain-lain.
Akan tetapi dalam kenyataannya pembayaran pajak masih banyak terdapat kelalaian, bahkan mangkir dalam melaksanakan pembayaran dan pelaporan pajak terutang oleh wajib pajak tertentu. Pajak terutang yang lalai dilunasi oleh Wajib pajak akan terakumulasi menjadi tunggakan pajak yang berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Sehingga cenderung dapat berisiko untuk berkurangnya pendapatan negara yang dapat mengakibatkan defisit APBN secara tidak langsung. Termasuk salah satu diantaranya adalah kasus PT. Kaltim Prima Coal yang diduga menunggak pajak hingga Rp 1,5 triliun, yang hingga kini masih terus diproses oleh Dirjen Pajak. (dikutip dari : http://berita.liputan6.com)
(3)
3
Serangkaian tindakanpun dilakukan untuk mengatasi tunggakan pajak, yang diantara prosesnya dapat dilakukan dengan surat paksa. Menurut Undang-undang No. 19 tahun 2000 “surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”. Di mata hukum surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tabel 1.1 memberikan gambaran tentang perkembangan penerbitan surat paksa, tunggakan pajak dan pencairan/ pelunasan pajak di KPP Pratama Bandung Cicadas periode 2007 sampai dengan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi problema penagihan dengan tunggakan yang cenderung meningkat.
Tabel 1.1
Perkembangan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas Periode 2007 - 2009
(dalam rupiah)
Tahun Triwulan
Penerbitan Surat Paksa Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Pelunasan
Tunggakan Saldo Tunggakan
2007
I 220 Rp997,437,109 Rp966,914,977 Rp20,536,546,132 II 220 Rp2,513,464,970 Rp91,965,393 Rp22,958,045,709 III 62 Rp260,034,557 Rp459,475,909 Rp22,758,604,357 IV 26 Rp239,422,762 Rp120,659,781 Rp22,877,367,338
2008
I 267 Rp235,177,616 Rp1,393,222,998 Rp21,719,321,956 II 256 Rp296,352,680 Rp194,660,277 Rp21,821,014,359 III 241 Rp280,842,265 Rp53,086,979 Rp22,048,769,645 IV 206 Rp168,447,328 Rp118,634,937 Rp22,098,582,036
2009
I 79 Rp83,272,289 Rp179,367,277 Rp22,002,487,048 II 250 Rp7,045,387,614 Rp82,545,213 Rp28,965,329,449 III 230 Rp1,142,198,411 Rp21,608,535 Rp30,085,919,325 IV 166 Rp793,839,698 Rp327,430,171 Rp30,552,328,852 Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas Data Diolah
(4)
Jika dilihat perubahan tunggakan pajak tiga tahun terakhir menunjukkan perubahan yang fluktuatif, dengan pelaksanaan penagihan menggunakan surat paksa yang cukup progresif. Namun masih perlu adanya peningkatan pada pelunasan atas tunggakan pajak yang tercatat pada seksi penagihan. Berdasarkan data di atas, dapat terlihat terdapat problema atas jumlah tunggakan pajak yang tiap triwulannya cenderung mengalami peningkatan.
Dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak. Dengan demikian penelitian ini penulis beri judul “ Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas “.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1.Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian diatas dapat diidentifikasi masalah yang ada adalah masih banyak terdapat wajib pajak yang menunggak pajak terutang, sehingga dilakukan serangkaian tindakan oleh Dirjen Pajak yang termasuk didalamnya dengan menggunakan surat paksa.
1.2.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(5)
5
1. Bagaimana perkembangan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas 2. Bagaimana perkembangan pelunasan tunggakan pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas
3. Seberapa besar pengaruh penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1.Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang relevan mengenai Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
1.3.2.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
2. Untuk mengetahui perkembangan pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
(6)
3. Untuk mengetahui pengaruh penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
1.4 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Praktis
1. Bagi KPP Pratama Bandung Cicadas memberikan informasi mengenai pengaruh penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak oleh wajib pajak.
2. Bagi Seksi Penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas memberikan informasi tentang efisiensi surat paksa dalam pelunasan pajak, sehingga dapat digunakan secara intensif di lapangan.
b. Kegunaan Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu Manajemen, memberikan referensi tentang keterkaitan antara pemberian surat paksa dengan pelunasan tunggakan pajak.
2. Bagi Peneliti lain, sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengkaji dalam bidang yang sama.
3. Bagi Peneliti, sebagai uji kemampuan dalam menerapkan teori-teori yang diperoleh di perkuliahan terkait dengan pemberian surat paksa dengan pelunasan tunggakan pajak.
(7)
7
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dimana penulis memperoleh serta mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas. Waktu penelitian yang dilakukan penulis dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini.
Tabel 1.2 Waktu Penelitian
No.
Keterangan
Bulan
Maret April Mei Juni
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Persiapan
Pendahuluan 2 Penulisan
Usulan
Penelitian 3 Pengumpulan
Data 4 Pengolahan
Data 5 Penulisan
(8)
8 2.1.Kajian Pustaka
2.1.1.Pengertian Pajak
Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak diharuskan melunasi tunggakan pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip dari Mardiasmo (2009:1) sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”
Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 pengertian pajak didefinisikan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk pengeluaran negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
Dari definisi-definisi tersebut, terlihat beberapa unsur dan ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara , iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
(9)
9
2. Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2.Sistem Pemungutan Pajak
Secara umum ada tiga sistem pemungutan pajak menurut Mardismo (2008:7), yaitu :
1. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Dalam sistem ini, Wajib pajak bersifat pasif dan menunggu penetapan pajak oleh fiskus, kemudian membayar pajak terutang sesuai dengan yang ditentukan oleh fiskus.
2. Self Assesment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sehingga dalam sistem ini Wajib pajak lebih bersifat aktif dengan menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya kepada pemerintah.
(10)
3. With Hold System
Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang epada pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan dari Official Assesment (pajak ditentukan oleh pemerintah) menjadi Self Assesment (wajib pajak menetukan sendiri besar pajak terutang). Dengan sistem Self Assesment ini pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.
Namun dalam perkembangannya terdapat wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak sehingga timbul tunggakan pajak. Dari tahun ke tahun tunggakan pajak yang belum lunas tidak berkurang, bahkan cenderung mengalami peningkatan sehingga perlu adanya suatu antisipasi agar tunggakan pajak tersebut dapat dikurangi. Serangkaian tindakan antisipasi tersebut pun dilakukan diantaranya dengan pelaksanaan penagihan pajak.
2.1.3.Penagihan Pajak
Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam Buku Pedoman Penagihan Pajak (2009:1) yang dimaksud dengan penagihan pajak yaitu :
“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi utang dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
(11)
11
Dasar hukum pelaksanaan penagihan pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2000. Dalam melaksanakan penagihan pajak terdapat alur dan urutan proses pelaksanaannya, dengan alasan dilakukannya penagihan pajak tersebut, dan waktu pelaksanaannya.
Tahapan serangkaian proses penagihan pajak dalam upaya menekan tunggakan pajak antara lain :
1. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPKB Tambahan tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal diterbitkannya).
2. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang akan disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibiayai biaya penagihan paksa sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)
Apabila utang pajak Anda belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(12)
4. Lelang
Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan utang pajak belum dilunasi, maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara; dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelasanaan sita belum dibayar, maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
Untuk dapat melakasanakan proses penagihan ini, maka petugas Jurusita Pajak harus memilki pemahaman yang memadai atas peraturan perpajakan yang berlaku khususnya yang berkaitan dengan penagihan pajak. Tanpa pengetahuan yang memadai maka proses penagihan tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapakan. Berikut ini merupakan alur dan waktu pelaksanaan penagihan pajak.
Tabel 2.1 Alur dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak
No Jenis Tindakan Alasan Waktu Pelaksanaaan
1 Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo pelunasan.
Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
2 Penerbitan Surat Paksa Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Peringatan, atau Surat lain yang sejenis.
3 Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa siberitahukan kepada
(13)
13
diberitahukan Surat Paksa
Penanggung Pajak 4 Pengumuman Lelang Setelah pelaksanaan
penyitaan ternyata Penaggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan 5 Penjualan / Pelelangan
Barang Sitaan
Setelah pengumuman lelang ternyata
Penaggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang
Sumber: Pedoman Penagihan Pajak 2009
2.1.4.Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Pengertian surat paksa menurut Mardiasmo (2009:121):
“Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Sedangkan Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:70) menyebutkan
bahwa “surat paksa dalam hukum disebut „parate ecsecutie‟ yang berarti bahwa
penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa proses pengadilan negeri.”
Surat paksa karena mempunyai kekuatan eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum pasti, dimana fiskus (pejabat pemungut pajak) dalam melaksanakan kewajibannya mempunyai hak „parate ecsecutie‟.
Pengertian surat paksa juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 19
Tahun 2000 : “Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”.
(14)
Jadi surat paksa merupakan surat yang berisi mengenai perintah kepada penanggung pajak untuk segera melakukan pembayaran pajak terutang disertai dengan biaya penagihan tersebut, dimana kedudukan hukum surat paksa tersebut setara dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Menurut Dirjen Pajak (2009:19), menjelaskan mengenai pelaksanaan penagihan dengan surat paksa :
“Apabila atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu pelunasan, dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Apabila jumlah utang pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran, atau Wajib pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilaksanakan dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Surat paksa akan diterbitkan apabila :
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
2. Terhadap Penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
(15)
15
Penagihan pajak dengan Surat Paksa harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak. Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa terhadap wajib pajak saat ini berdasarkan undang Nomor 19 tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; 2. Dasar Penagihan;
3. Besarnya Tunggakan/ Utang Pajak; dan 4. Perintah untuk membayar.
Oleh karena itu sepanjang wajib pajak membayar utang pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jangka waktu yang ditentukan, terhadap wajib pajak bersangkutan tidak akan dilakukan tindakan apapun. Akan tetapi, apabila ternyata wajib pajak lalai dalam melakukan kewajibannya membayar pajak lewat dari jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan, fiskus akan melakukan serangkaian tindakan penagihan pajak diatas.
Bila ditinjau dari proses pelaksanaan penagihan pajak, dalam mengatasi tunggakan pajak agar wajib pajak melakukan pelunasan tunggakan pajak, dapat dilihat pada gambar 2.1 Alur dan jadwal pelaksanaan penagihan pajak pada halaman berikut ini.
(16)
(17)
17
2.1.5.Pelunasan Tunggakan Pajak
Menurut Yustinus Prastowo (2009:164) pelunasan utang pajak adalah
“pembayaran utang pajak sebesar yang masih harus dibayar sesuai administrasi di
kantor pajak."
Waluyo (2003:64) mengemukakan bahwa “pencairan tunggakan pajak
adalah jumlah pembayaran atas tunggakan pajak yang dapat terjadi karena :
a. Pembayaran dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) b. Pemindahbukuan (Pbk)
c. Pengajuan permohonan pembetulan d. Pengajuan keberatan / banding e. Penghapusan piutang
f. Wajib pajak pindah
Adapun penjelasan mengenai pelunasan tunggakan pajak yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
a. Pembayaran dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) untuk pelunasan piutang pajak yang terdafatar dalam STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding yang mengakibatkan bertambahnya piutang pajak.
b. Pemindahbukuan (Pbk). Sebenarnya wajib pajak sudah membayar tunggakan pajaknya, tapi salah nomor rekening sehingga dianggap belum melunasi tunggakan pajaknya. Oleh karena itu dilakukan pemindahbukuan.
(18)
c. Pengajuan permohonan pembetulan yang dikabulkan atas surat teguran/surat peringatan/surat lain yang sejenis, surat penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan (SPMP), surat perintah penyanderaan, pengumuman lelang dan surat penentuan harga limit yang dalam perhitungannya terdapat kesalahan/kekeliruan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang.
d. Pengajuan keberatan/banding yang dikabulkan atas SKPKB/SKPKBT yang mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak.
e. Penghapusan piutang. Dilakukan karena piutang pajak sudah tidak mungkin lagi ditagih, penyebabnya antara lain karena wajib pajak dan atau penanggung pajak sudah meninggal dunia, dan tidak mempunyai harta warisan; wajib pajak dan atau penanggung pajak sudah tidak mempunyai kekayaan lagi dan hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluarsa. f. Wajib pajak pindah artinya wajib pajak pindah alamat dan tidak dapat
ditemukan lagi. Dapat pula wajib pajak pindah alamat sehingga tunggakan pajak dialihkan kepada KPP yang menangani di alamat yang baru.
Oleh karena itu dalam proses pencatatannya seksi penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas menggunakannya sebagai indikator pelunasan tunggakan pajak dalam laporan seksi penagihan pajak.
2.1.6.Penelitian Terdahulu (Studi Empiris) 1. Penelitian Cahyo Wicaksono (2006)
(19)
19
Cahyo Wicaksono meneliti mengenai pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak di kantor pelayanan pajak setia budi satu jakarta. Dalam hasil penelitiannya menyebutkan surat teguran dan surat paksa mempunyai pengaruh signifikan terhadap pelunasan tunggakan pajak oleh wajib pajak. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dapat menekan penanggung pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.
2. Penelitian Riskon Ginting (2006)
Riskon Ginting meneliti mengenai pengaruh pemberian surat penagihan terhadap pembayaran tunggakan pajak penghasilan di tiga kantor pelayanan pajak. Dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa wajib pajak melunasi utang pajaknya setelah diberikan Surat Teguran yaitu sebesar 95% dan sebagian lagi setelah diterbitkan Surat Paksa.
3. Penelitian Victor, Dian (2005)
Victor, Dian meneliti mengenai analisa pengaruh jumlah wajib pajak, pemeriksaan pajak, dan penagihan dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak di kantor pelayanan pajak batu. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa jumlah pemeriksaan pajak dan kepatuhan atas penagihan dengan Surat Paksa secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Batu. Jumlah pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak, sedangkan kepatuhan atas penagihan pajak dengan Surat Paksa tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
(20)
4. Penelitian Chrisanti, Yanny (2004)
Chrisanti, Yanny meneliti mengenai penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di kantor pelayanan pajak surabaya rungkut. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa jumlah Surat Paksa yang diterbitkan dan jumlah Wajib Pajak aktif secara serempak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Rungkut.
Tabel 2.2
Studi Empiris dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian dan Judul Kesimpulan Persamaan Perbedaan Alat Analisis
Cahyo Wicaksono (2006)
“Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat
Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Setia Budi Satu
Jakarta”
Surat Teguran dan Surat Paksa
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak oleh wajib pajak. Surat Paksa sebagai variabel x, dan pelunasan tunggakan pajak sebagai variabel y.
Variabel x peneliti terdahulu
menggunakan dua variabel yakni surat teguran dan surat paksa. Uji korelasi, dan uji regresi, uji signifikansi individu, simultan, uji asumsi klasik
Riskon Ginting (2006)
“Pengaruh pemberian surat penagihan terhadap pembayaran
tunggakan pajak penghasilan di tiga kantor pelayanan pajak”
wajib pajak melunasi utang pajaknya setelah diberikan Surat Teguran yaitu sebesar 95% dan sebagian lagi setelah diterbitkan Surat Paksa.
variabel y yang digunakan pemabayaran tunggakan pajak Peneliti terdahulu menggunakan regresi multivariat
Uji korelasi, koefisien determinasi, dan uji regresi berganda
Victor, Dian (2005)
“Analisa pengaruh jumlah wajib pajak, pemeriksaan pajak, dan penagihan dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak di
Jumlah pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak, sedangkan kepatuhan atas penagihan pajak Surat Paksa sebagai variabel x, dan pelunasan tunggakan pajak sebagai variabel y.
Peneliti terdahulu menggunakan regresi multivariat
Uji korelasi, koefisien determinasi, dan uji regresi multivariat
(21)
21
kantor pelayanan pajak batu” dengan Surat Paksa tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak
Chrisanti, Yanny (2004)
“Penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka meningkatkan
penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di kantor pelayanan
pajak surabaya rungkut”
membuktikan bahwa jumlah Surat Paksa yang diterbitkan dan jumlah Wajib Pajak aktif secara serempak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Rungkut Surat Paksa sebagai variabel x,
Variabel y yang digunakan penerimaan dan kepatuhan pajak Analisis regresi berganda, korelasi, Koefisien determinasi,
Sumber : www.jurnal.dikti.go.id
2.2.Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.2.1.Kerangka Pemikiran
Tunggakan pajak menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yaitu:
“Tunggakan pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Dengan kata lain tunggakan pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar oleh penanggung pajak atas kewajiban pajaknya, beserta dengan sanksi administrasi yang dapat dikenakan atas kelalaian penanggung pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(22)
Karena tunggakan pajak yang belum lunas dari tahun ke tahun tidak berkurang bahkan cenderung terus mengalami peningkatan, maka perlu dilakukan tindakan antisipasi dengan penagihan pajak agar penunggak pajak melunasi tunggakan pajaknya. Salah satu diantaranya yakni dengan melakukan penagihan aktif menggunakan Surat Paksa.
Menurut Mardiasmo (2009:121) mengenai pengertian surat paksa adalah
“surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan Surat Paksa merupakan salah satu dari tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak, dengan tujuan agar Penunggak Pajak tersebut melakukan Pelunasan Tunggakan Pajak.
Menurut Yustinus Prastowo (2009:164) pelunasan utang pajak adalah
“pembayaran utang pajak sebesar yang masih harus dibayar sesuai administrasi di kantor pajak."
Waluyo (2003:64) mengemukakan bahwa “pencairan tunggakan pajak adalah jumlah pembayaran atas tunggakan pajak yang dapat terjadi karena :
g. Pembayaran dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) h. Pemindahbukuan (Pbk)
i. Pengajuan permohonan pembetulan j. Pengajuan keberatan / banding
(23)
23
k. Penghapusan piutang l. Wajib pajak pindah
Pelunasan Tunggakan pajak menurut Dirjen Pajak (2009:37) adalah
“pelunasan atas pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.”
Sehingga dengan kata lain penulis dapat simpulkan pelaksanaan penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa dilakukan kepada Penunggak Pajak atas Tunggakan Pajaknya, untuk segera melaksanakan pembayaran pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.
Teori penghubung yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menurut Erly Suandy (2002:41) yang menyatakan bahwa :
“penagihan pajak sebagaimana yang diatur dalam UU PPSP adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang disita.”
Teori diatas didukung oleh hasil penelitian dari Cahyo Wicaksono (2006) yaitu dalam hasil penelitiannya surat teguran dan surat paksa mempunyai pengaruh signifikan terhadap pelunasan tunggakan pajak oleh wajib pajak, yang mengindikasikan pelaksanaan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dapat menekan penanggung pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.
(24)
Berikut merupakan paradigma penelitian mengenai Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas.
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.2.2.Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang bersifat sementara atau dengan anggapan, pendapat atau asumsi yang mungkin benar dan mungkin salah. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang disajikan penulis adalah “Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Berpengaruh Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas”
Variabel X Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
- Besarnya nilai tunggakan atau utang pajak
- Biaya penagihan pajak
( Mardiasmo, 2009:121)
Variabel Y
Pelunasan Tunggakan Pajak - SSP lembar 3
- Surat Pengajuan Bukti Keringanan (PBK) - Surat Pengajuan Keberatan - Surat Keterangan WP Pindah
(Dirjen Pajak, 2009:38 ) (Erly Suandy,
(25)
25
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1.Objek Penelitian
Penelitian ini berjudul pengaruh penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas. Dan objek penelitiannya yaitu penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa dan pelunasan tunggakan pajak. Penelitian ini dilakukan pada Seksi Penagihan.
3.2.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan pendekatan kuantitatif yaitu metode yang bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomene-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
Menurut Moh. Nazir (2003:54) Metode Deskriptif adalah :
“Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki“.
Sedangkan pengertian Metode Kuantitatif menurut Mujarad Kuncoro (2000:1-2) :
(26)
“Pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajerial dan
ekonomi. Dimana pendekatan ini terdiri atas perumusan masalah, menyusun model, mendapatkan data, mencari solusi, menganalisis dan
mengimplementasikan hasil“.
Metode deskriptif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 dan nomor 2 yaitu untuk menggambarkan atau menganalisis Perkembangan Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Bandung Cicadas.
Metode kuantitatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor 3 yaitu seberapa besar pengaruh penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
3.2.1.Desain Penelitian
Untuk mendapatkan kebenaran yang objektif dalam mengumpulkan data diperlukan desain penelitian, desain penelitian ini adalah suatu rancangan bentuk / model suatu penelitian. Desain penelitian merupakan kerangka kerja untuk merinci hubungan antara variable-variabel dalam penelitian. Dalam desain penelitian ini dilakukan pengumpulan data pengolahan data penganalisa dengan menggunakan statistik.
Desain penelitian menurut Moh. Nazir (2003:84) adalah “Semua proses
yang diperlakukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian”.
Dalam pengertian yang lebih sempit desain penelitian ini penulis menetapkan desain penelitian dalam pengertian yang lebih luas, desain penelitiannya mencakup proses-proses sebagai berikut :
(27)
27
1. Penentuan tema, topik dan judul penelitian
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan tema penelitian. Tema bisa didapatkan dari fenomena yang sedang terjadi dan dapat diketahui melalui surat kabar, internet, forum ilmiah atau pun pengalaman pribadi. Setelah menetapkan tema, maka dilajutkan dengan penetapan topik penelitian yang berkaitan dengan garis pembahasan. Langkah selanjutnya adalah menetapkan judul untuk memperjelas ruang lingkup dan bidang telaah dari tema dan topik penelitian.
2. Menentukan identifikasi dan rumusan masalah
Identifikasi masalah adalah pendeskripsian permasalahan – permasalahan apa saja yang sedang terjadi dalam perusahaan, terutama yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas.
Sedangkan rumusan masalah merupakan pertanyaan – pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan dan pengolahan data.
3. Mencari konsep, teori, dan penelitian terdahulu yang relevan.
Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti dapat mencari referensi teoritis yang relevan dengan topik yang akan dibahas. Selain itu, penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban semntara terhadap masalah penelitian.
(28)
Hipotesis merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan kepada teori dan didukung oleh penelitian terdahulu yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris.
5. Metode Penelitian
Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dapat memilih metode penelitian yang sesuai. Pada penelitian kali ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode penarikan sampel dengan metode non probability purposive sample. Sampel yang digunakan adalah laporan keuangan dari tahun 2005 – 2009.
6. Pengujian statistik
Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) yang akan dipakai untuk memutuskan apakah uji hipotesis dapat terbukti atau tidak kebenarannya. Penelitian ini menguji adanya Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak.
7. Membuat kesimpulan dan saran.
Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah. Sedangkan saran menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.
(29)
29
3.2.2.Operasionalisasi Variabel
Sesuai dengan judul skripsi yang penulis teliti, yaitu Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas, maka terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu:
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah suatu variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel lain, bahkan variabel independen merupakan faktor penyebab yang akan mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini, variabel independen (X) adalah adalah penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel tergantung adalah suatu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainya. Dalam hal ini, variabel dependen adalah pelunasan tunggakan pajak.
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran Skala
Penagihan Tunggakan
Pajak dengan Surat Paksa
(X)
”Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak”
(Mardiasmo, 2008:121)
Nilai Tunggakan / Utang Pajak Biaya Penagihan pajak
(30)
Pelunasan Tunggakan
Pajak (Y)
” Pelunasan atas Tunggakan pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat
sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ”
(Dirjen Pajak, 2009:37)
-SSP lembar 3 -Surat Pengajuan
Bukti Keringanan (PBK)
- Surat Pengajuan Keberatan
-Surat keterangan WP pindah
Rupiah Rasio
3.2.3.Metode Penarikan Sampel 1. Populasi
Menurut Sugiyono (2008:61), pengertian dari populasi adalah sebagai berikut:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”
Menurut Riduwan (2004:55) menyatakan bahwa :
“Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah
dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.”
Berdasarkan pengertian di atas, maka populasi yang digunakan penulis pada penelitian ini yaitu laporan penagihan pada seksi penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas.
(31)
31
2. Sampel
Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diolah dari sejumlah populasi, maka perlu dilakukan teknik pengambilan sampel yang tepat.
Menurut Sugiyono (2008:62) sampel adalah:
“Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”
Menurut Sugiyono (2008:62) pengertian teknik sampling adalah:
“Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel.”
Untuk menentukan sampel yang akan diteliti terdapat berbagai teknik sampling yang dapat digunakan. Untuk teknik pengambilan sampel yang akan dilakukan oleh penulis yang sesuai dengan judul yang diteliti adalah nonprobability sampling. Menurut Sugiyono (2008:66) pengertian nonprobability sampling adalah:
“Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk menjadi sampel.”
Jenis nonprobability sampling yang dipilih oleh penulis adalah sampling
purposive. Menurut Sugiyono (2008:68) yang dimaksud dengan sampling
purposive adalah:
“Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu.”
Untuk itu penulis mempunyai kriteria terhadap sampel yang akan diteliti yaitu berdasarkan :
(32)
1. Data yang diambil merupakan data terbaru.
2. Data yang diambil adalah 3 tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2009 dikarenakan data yang tersedia dari tahun 2007 sampai 2009.
3. Sampel yang diambil sebanyak 3 tahun karena sudah dianggap representatif atau mewakili untuk dilakukan penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah data penagihan dengan surat paksa dan pencairan/ pelunasan tunggakan pajak yang bersumber pada laporan rutin penagihan seksi penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas selama 3 tahun yaitu dari tahun 2007 – 2009.
3.2.4.Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.2.4.1. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diambil secara langsung, data ini diperoleh melalui kegiatan observasi yaitu pengamatan langsung di KPP Pratama Bandung Cicadas yang menjadi unit penelitian dan mengadakan wawancara dengan kepala seksi penagihan dan petugas penagihan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung yang merupakan data yang telah diolah, yaitu data perusahaan, berbagai referensi buku, makalah, materi perkuliahan yang berhubungan dengan objek data baik yang akan diteliti oleh penulis.
(33)
33
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan penagihan pada seksi penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.
3.2.5.2. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun dan mengumpulkan data-data yang diperlukan adalah :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan yaitu melakukan pengumpulan data sekunder yang dilaksanakan secara langsung pada KPP Pratama Bandung Cicadas dengan cara :
Observasi
Mengadakan pengamatan dan penelitian secara langsung di KPP Pratama Bandung Cicadas.
Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung dengan para pegawai yang ada di seksi penagihan.
Dokumentasi
Study yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan yang ada di KPP Pratama Bandung Cicadas.
(34)
Suatu cara untuk memperoleh data yang bersifat teoritis dengan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, dan skripsi-skripsi yang lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis kemukakan.
3.2.5.Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.2.5.2. Rancangan Analisis
Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa (variabel X) terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak (variabel Y) dapat diketahui dengan menggunakan teknik analisis data statistika parametris. Statistik parametris digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik atau menguji ukuran sampel populasi melalui data sampel.
Langkah-langkah dalam pengujian statistik yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
1. Analisis Regresi
Pada penelitian ini, penulis akan melakukan uji statistik analisis regresi untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y sehingga dapat ditaksir nilai dari variabel tidak bebas (Y) jika variabel bebasnya (X) dapat diketahui atau sebaliknya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Y = a + bX
(35)
35
2 2 2 X X n XY X Y X a Keterangan:X = Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Y = Pelunasan Tunggakan Pajak
N = Banyaknya Sampel a = Nilai Konstanta
b = Angka arah atau Koefisien Regresi
2. Analisis Korelasi
Kuat lemahnya hubungan antara variabel X dan variabel Y dalam penelitian ini, dibuktikan dengan menggunakan analisis Korelasi Product Moment, karena dalam penelitian ini penulis mempergunakan metode penelitian asosiatif dan skala pengukuran rasio. Seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2006 : 212) berpendapat bahwa “Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif (hubungan antar variabel) meliputi Korelasi Product Moment, Korelasi Ganda dan Korelasi parsial.”
Analisis Korelasi Product Moment digunakan untuk mengukur kuat atau lemahnya hubungan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap
2 2 X X n Y X XY n b
(36)
pelunasan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas. Rumus dari analisis Korelasi Product Moment adalah :
2 2
2
2
Y
Y
n
X
X
n
Y
X
XY
n
r
Keterangan :r = Korelasi antara variabel x dengan y
x = Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa (Variabel bebas)
y = Pelunasan Tunggakan Pajak (Variabel Terikat) n = Jumlah sampel
Angka korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1 besar kecilnya angka korelasi menentukan kuatnya hubungan kedua variabel adapun penilaian koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y dapat dilihat dari table dibawah ini.
Tabel 3.2
Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi Nilai
Koefisien Korelasi 0,00 – 0,199
0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
(37)
37
Korelasi dapat positif atau negatif, korelasi positif menunjukan arah yang sama hubungannya antara variabel, artinya jika variabel 1 besar, maka variabel 2 semakin besar. Sebaliknya korelasi negatif menunjukkan arah yang berlawanan artinya jika variabel 1 besar maka variabel 2 menjadi kecil.
3. Koefisien Determinasi
Digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh variabel X terhadap variabel Y (Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak) maka penulis akan menggunakan analisis koefisien determinasi yang diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasinya yaitu :
Keterangan :
Kd = Nilai Koefisiensi Determinasi
r = Koefisien korelasi pearson product moment
100% = Pengali yang menyatakan dalam persentase
3.2.5.2. Uji Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan sejauh mana pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, yaitu pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pelunasan tunggakan pajak. Langkah-langkah pengujian hipotesis yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan variabel pengukuran
(38)
Variabel X = Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
Variabel Y = Pelunasan Tunggakan Pajak
2. Menentukan hipotesis nol (Ho)
Ho : ρ = 0 Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak.
3. Menentukan hipotesis alternatif (Hi)
Hi : ρ≠ 0 Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa berpengaruh secara signifikan terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak.
4. Menguji tingkat signifikan
Untuk menguji signifikansi suatu koefisien Korelasi Product Moment menggunakan uji t dengan rumus sebagai berikut :
t hitung =
2 1
2 r n r
Keterangan : t = nilai uji t n = jumlah sampel
(39)
39
Nilai t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai t tabel dengan
tingkat kepercayaan dengan taraf nyata α = 0,05 uji dua pihak dan dari hipotesis yang telah ditetapkan tersebut akan diuji berdasarkan daerah penerimaan dan daerah penolakan yang ditetapkan sebagai berikut :
a. jika nilai t hitung < t tabel maka H0 diterima, H1 ditolak b. jika nilai t hitung > t tabel maka H0 ditolak, H1 diterima
Gambar 3.1
(40)
40 4. 1 Hasil Penelitian
4. 1. 1 Sejarah Singkat Perusahaan
Sejarah pajak mula-mula berasal dari negara Perancis pada zaman yang terkenal
dengan nama “Cope Napoleon”. Pada masa itu Negara Belanda dijajah oleh Negara Perancis. Sistem pajak yang diterapkan oleh Perancis diterapkan pula oleh Indonesia
pada saat Belanda menjajah Indonesia yang saat itu dikenal dengan “Oor Longs Overgangs Blasting” (Pajak Penghasilan). Konsep pajak itu kemudian dipakai pada tahun 1942 di Australia disaat Indonesia masih diduduki oleh tentara Jepang.
Maksud dari peralihan mengenai pajak ini merupakan suatu peraturan yang dibuat untuk mempersiapkan bilamana di kemudian hari penjajah Jepang ditarik dari Indonesia. Pemungutan pajak ini oleh pemerintah Belanda dilaksanakan oleh suatu
badan yaitu “Deinspeti van Vinancian” yang kemudian diganti dengan nama
“Zeinenbu” oleh pemerintah Jepang pada tanggal 15 Maret 1942. Lima bulan
kemudian 15 Agustus 1942, nama tersebut diganti menjadi “Kantor Inspeksi Keuangan” dan berkantor di Gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka) Jalan Asia Afrika.
(41)
41
Pada tanggal 21 Agustus 1947 bersamaan dengan Agresi Militer Belanda I, Kantor Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke selatan di Kabupaten Soreang, bersama-sama dengan tentara keamanan rakyat berevakuasi.
Sejak tahun 1968, Kantor Inspeksi Keuangan berganti nama menjadi Kantor Inspeksi Pajak Bandung. Pada tanggal 1 Agustus 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung dibagi menjadi dua yakni Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat dan Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur. Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep-48/KMK/1988 tanggal 19 Januari 1988 dibentuklah kantor baru yang diberi nama Kantor Inspeksi Pajak Bandung Tengah, beralamat di Jalan Purnawarman no. 21 Bandung dengan Kepala kantor yaitu Drs. Untung Rivai. Sejak berlakunya keputusan Menteri Keuangan tersebut maka di Bandung terbagi atas Tiga Kantor Inspeksi Pajak, yakni :
1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur 2. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Tengah 3. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat
Kemudian berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal 23 Maret 1998 nomor Kep-276/KMK.01/1998, struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pajak dirombak dan berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian pesatnya perkembangan wilayah, maka
(42)
dipandang perlu adanya pembagian wilayah kerja agar dapat dimaksimalkan penerimaan dari sektor pajak.
Perkembangan terakhir pada bulan April 2002, Kantor Pelayanan Pajak di Bandung telah menjadi enam KPP.
Pada bulan Maret 2006 Kanwil Dirjen Pajak Jawa Barat Bagian II membawahi sembilan KPP meliputi lima KPP di Bandung, yaitu terdiri dari :
1. KPP Bandung Bojonagara, Jalan Asia Afrika No. 114 2. KPP Bandung Karees, Jalan Kiaracondong No. 372 3. KPP Bandung Cibeunying, Jalan Purnawarman No. 21 4. KPP Bandung Tegalega, Jalan Soekarno Hatta No. 216 5. KPP Bandung Cicadas, Jalan Soekarno Hatta No. 781
Dan empat KPP lannya yaitu terdiri dari :
1. KPP Cimahi 2. KPP Tasikmalaya 3. KPP Sukabumi 4. KPP Cianjur
Pada dasarnya Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas adalah unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan.
(43)
43
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.443/KMK.01/2001 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak, kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak serta Kantor Penyuluhan dan Pengawasan Potensi Perpajakan memutuskan bahwa KPP Bandung Cibeunying yang semula wilayahnya meliputi wilayah Cibeunying dan wilayah Ujung Berung dipecah menjadi dua KPP, yaitu KPP Bandung Cibeunying sebagai KPP lama dan KPP Bandung Cicadas sebagai KPP baru dengan wilayah meliputi : Kecamatan Cibiru, Arcamanik, Cicadas, Ujung Berung, dan Cimenyan. Sedangkan Cimenyan adalah semula masuk wilayah KPP Cimahi.
KPP Bandung Cicadas menempati sebuah Gedung baru berlantai empat yang semula diperuntukkan untuk Kanwil IX DJP Jawa Barat II. Sebagai KPP baru, Kepala Kantornya dilantik pada tanggal 24 Februari 2002 dan Kasie Kasubag Umum serta Kepala KP4 dilantik pada bulan April 2002, dan untuk sementara sambil melakukan pembenahan gedung baru tersebut Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas berkantor di aula Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.
Karena gedung baru tersebut belum ada Lay-out dan partisi, maka didesain sendiri bekerjasama dengan para Kasie, khususnya Ibu Kasubag Umum dengan konsep mengutamakan dan memudahkan pelayanan, kenyamanan, keamanan, keindahan, keterpaduan antar seksi, dan keterbukaan. Keterbukaan itu diwujudkan dengan membuat partisi antar seksi yang tingginya hanya 120 cm, sehingga adanya
(44)
saling kontrol antara satu seksi dengan seksi lainnya. Begitu juga dengan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), didesain sedemikian rupa dengan mencontoh Counter Bank dan Hotel. Untuk pengamanan terhadap peralatan komputer yang ada di Tempat Pelayanan Terpadu, maka monitor komputer juga dilengkapi dengan meja serba-serbi untu Wajib Pajak, meja pelayanan pelanggan (customer service) dan penyediaan space bank untuk masa yang akan datang.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas memiliki tugas untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan administrasi, dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian pada tahun 2002 Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi administrasi perpajakan. Langkah ini sebagai upaya menerapkan good cooperate governance dan pelayanan prima dalam pengelolaan pajak. Untuk implementasinya, maka sebagai pilot project dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO) yang dilayani adalah wajib pajak badan dalam kategori besar pada skala nasional dengan jumlah yang terbatas. Selanjutnya dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak Pratama (Small Taxpayers Office, STO) yakni Kantor Pelayanan Pajak yang selama ini telah ada dan dikembangkan dengan menerapkan prinsip modernisasi administrasi perpajakan, yang dilayani adalah wajib
(45)
45
pajak diluar yang telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Madya.
Untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama pertama kali dibentuk melalui keputusan Menteri Keuangan No.254/KMK.01/2004 di lingkungan Kanwil DJP Jakarta I (kini Jakarta Pusat). Kemudian dengan peraturan Menteri Keuangan No.55/PMK.01/2007 ditetapkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP yang ada di pulau Jawa dan Bali secara bertahap saat mulai beroperasi sesuai dengan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak. Dan pada tanggal 28 Agustus 2007 Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.
Wajib pajak yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas adalah wajib pajak menengah kebawah, yakni jenis badan selain yang telah dikelola di Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Madya, serta orang pribadi. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas ada kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak, sehingga jumlah wajib pajaknya dapat selalu bertambah seirama dengan pertambahan orang pribadi yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau melakukan kegiatan usaha di wilayah kerjanya.
(46)
Dalam meningkatkan pelayanannya kepada wajib pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas memiliki visi dan misi. Visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Visi
Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.
2. Misi a) Politik
Mendukung demokrasi bangsa b) Kelembagaan
Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.
c) Fiskal
Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
d) Ekonomi
Mendukung kebijakan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang minimizing distortion.
KPP Pratama Bandung Cicadas menempati kantor baru di Jalan Soekarno Hatta No. 781 Bandung terhitung 1 Juli 2002.
(47)
47
Dalam gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas ini, dijabarkan sejarah instansi dan struktur organisasi yang menguraikan tugas dan fungsi bagian-bagian yang ada di dalamnya, sehingga akan memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kegiatan yang sedang diteliti.
4. 1. 2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan hal penting dalam perusahaan, yang menggambarkan hubungan wewenang antara atasan dan bawahan. Masing-masing fungsi memiliki wewenang dan tanggung jawab yang melekat sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya agar tujuan dan sasaran dapat tercapai melaui efisiensi dan efektivitas kerja.
Pengertian organisasi secara luas merupakan penentuan pengelompokkan serta pengaturan dari berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan. Organisasi harus dapat menampung dan mengatasi perusahaan. Pada perusahaan yang besar dimana aktivitas dan tujuan semakin kompleks, maka tujuan tersebut dibagi ke unit yang terkecil atau sub unit organisasi.
Dengan demikian struktur organisasi dapat mencerminkan tanggung jawab dan wewenang yang jelas dan didukung urusan tugas yang baik, sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak secara umum telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan dikeluarkannya Keputusan Mneteri
(48)
Keuangan RI Nomor 433/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas dapat dilihat pada gambar berikut.
(49)
49
Gambar 4.1 Struktur Organisasi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas
Kantor Pelayanan Pajak
Kantor Pemeriksaan dan Kantor
Pelayanan Pajak Penyidikan Pajak
KPP Pratama Bumi dan Bangunan
*) Ada 4 (empat) Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Sumber : KPP Pratama Bandung Cicadas
Kepala Kantor
Sub Bagian Umum
Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan
Seksi Pengolahan Data
dan Informasi
Seksi Pelayanan
Seksi *) Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pemeriksaan
Seksi Penagihan
Kelompok Jabatan Fungsional
(50)
4. 1. 3 Deskripsi Jabatan
Uraian jabatan instansi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas adalah sebagi berikut :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Melakukan Penyuluhan (Membina karyawannya yang ada di wilayah wewenang kekuasaannya) ;
b. Melakukan peningkatan pelayanan ;
c. Melakukan pengawasan (pemeriksaan dan penagihan), termasuk mengawasi jalannya kegiatan opersional perpajakan, yaitu :
Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL).
d. Menerima laporan kerja dari setiap seksi dan membuat kegiatan operasional Kantor Pelayanan Pajak wilayah Jawa Barat.
2. Sub Bagian Umum
(51)
51
a. Melakukan urusan kepegawaian ; b. Melakukan urusan keuangan ; c. Melakukan urusan tata usaha ; d. Rumah tangga dan perlengkapan. 3. Seksi Ekstensifikasi
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan; b. Pendataan objek dan subjek pajak ;
c. Penilaian objek pajak ;
d. Kegiatan ekstensifikasi perpajakan. 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pengolahan data ; b. Penyajian informasi perpajakan ; c. Perekaman dokumen perpajakan ;
d. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan ;
e. Pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil PBB dan BPHTB ; f. Pelayanan dukungan teknis komputer ;
g. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling ; h. Penyiapan laporan kinerja.
(52)
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Memberikan pelayanan terhadap Wajib Pajak dengan mellakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan ;
c. Penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya ; d. Penyuluhan perpajakan ;
e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak ; f. Kerjasama perpajakan.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak, melalui pemanfaatan data dan Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SPAT) atau Sistem Informasi DJP (SIDJP) ;
b. Bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak ; c. Konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak ; d. Analisis kinerja Wajib Pajak ;
e. Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi ;
f. Memonitor penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan ; g. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang
(53)
53
h. Membantu wajib pajak dalam memperoleh penegasan dan konfirmasi masalah perpajakan ;
i. Melakukan pemutakhiran data wajib pajak dan membuat company profile ;
j. Menginformasikan ketentuan perpajakan terbaru kepada wajib pajak ;
k. Menyelesaikan permohonan surat keterangan yang diperlukan wajib pajak.
7. Seksi Pemeriksaan
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana pemeriksaan ; b. Pengawasan aturan pemeriksaan ;
c. Penerbitan dan penyaluran SP4 (Surat Perintah Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ;
d. Administrasi perpajakan lainnya. 8. Seksi Penagihan
Memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif ; b. Piutang pajak ;
c. Penundaan angsuran tunggakan pajak ; d. Usulan penghapusan piutang pajak ;
(54)
e. Mempersiapkan teguran dan melakukan penagihan dengan surat paksa.
9. Kelompok Jabatan Fungsional Terdiri dari :
a. Pejabat Fungsional Pemeriksa : mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan.
b. Pejabat Fungsional Penilai : mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.
4. 1. 4 Aspek Kegiatan Perusahaan
Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas ialah memberikan pelayanan publik dengan baik kepada wajib pajak, dengan memenuhi semua kebutuhan wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan Prosedur dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas terdiri dari aspek-aspek kegiatan antara lain :
1. Pelayanan terhadap wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis.
(55)
55
2. Melakukan kegiatan opersional perpajakan di bidang pengolahan data informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan konsultasi, dan pemeriksaan kepada wajib pajak.
3. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari, mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain, dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penatausahaan dan lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan perhitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran masa PPh, PPN, PBB, BPHTB, dan Pajak Tidak Langsung lainnya.
Mengadakan Kegiatan Penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
4.2Pembahasan Penelitian
4.2.1 Perkembangan Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa pada KPP Pratama Bandung Cicadas
Analisis perkembangan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada KPP Pratama Bandung Cicadas digunakan metode deskriptif komparatif yaitu suatu metode yang dinyatakan secara deskriptif dengan membandingkan penagihan tunggakan pajak pada triwulan yang bersangkutan dengan penagihan tunggakan pajak
(56)
triwulan sebelumnya. Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yang diterbitkan KPP Pratama Bandung Cicadas dari triwulan I tahun 2007 sampai dengan triwulan IV tahun 2009.
Berikut ini penulis sajikan jumlah perkembangan penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa per triwulan yang terdapat pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas.
Tabel 4,1
Perkembangan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama Bandung Cicadas
Tahun 2007-2009
Dalam Rupiah
Tahun Triwulan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
Perkembangan (dalam Rupiah)
Perkembangan (dalam %)
2007
I 997,437,109 0
II 2,513,464,970 1,516,027,861 152 III 260,034,557 (2,253,430,413) (89,7) IV 239,422,762 (20,611,795) (7,9)
2008
I 235,177,616 (4,245,146) (1,8) II 296,352,680 61,175,064 26 III 280,842,265 (15,510,415) (5,2) IV 168,447,328 (112,394,937) (40)
2009
I 83,272,289 (85,175,039) (50,1) II 7,045,387,614 6,962,115,325 8360,7 III 1,142,198,411 (5,903,189,203) (83,8) IV 793,839,698 (348,358,713) (30,5)
(57)
57
Data-data dari tabel diatas apabila digambarkan dalam bentuk grafik, maka akan tampak seperti grafik dibawah ini :
Sumber: Laporan Penagihan Pajak seksi Penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas Gambar 4.2
Grafik perkembangan Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa 2007-2009
KPP Pratama Bandung Cicadas
Berdasarkan tabel dan grafik perkembangan penagihan tunggakan pajak pada KPP Pajak Pratama Bandung Cicadas selama tiga tahun terakhir, yaitu dari triwulan I tahun 2007 sampai dengan triwulan IV tahun 2009 mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup fluktuatif.
Penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada KPP Pratama Bandung Cicadas pada triwulan I tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 997,437,109 sedangkan pada triwulan II penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar
0 1.000.000.000 2.000.000.000 3.000.000.000 4.000.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 7.000.000.000 8.000.000.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2007 2008 2009
Perkembangan Tunggakan Pajak dengan Surat
Paksa KPP Pratama Bandung Cicadas 2007-2009
Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
(58)
Rp.2,513,464,970 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 1,516,027,861 atau sebesar 152%. Kemudian pada triwulan III tahun 2007 penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 260,034,557 berarti mengalami penurunan sebesar Rp.2,253,430,413 atau sebesar 89,7%. Dan pada akhir triwulan IV penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 239,422,762 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 20,611,795 atau sebesar 7,9%. Peningkatan jumlah tunggakan pajak yang paling besar terjadi pada triwulan II, hal ini disebabkan tedapat sejumlah perusahaan besar yang menunggak pajak dengan jumlah yang cukup besar. Kemudian pada triwulan berikutnya cukup baik dengan mengalami penurunan hingga akhir triwulan tahun 2007.
Pada triwulan I tahun 2008 penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 235,177,616 berarti mengalami penurunan sebesar Rp 4,245,146 atau sebesar 1,8%. Pada triwulan II penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp.296,352,680 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp. 61,175,064 atau sebesar 26%. Pada triwulan III penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp.280,842,265 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 15,510,415 atau sebesar 5,2%. Kemudian pada akhir triwulan IV penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 168,447,328 berarti kembali mengalami penurunan sebesar Rp. 112,394,937 atau sebesar 40%. Pada awal triwulan tahun 2008 penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa tetap mengalami penurunan sebelum kemudian mengalami peningkatan pada triwulan II. Selanjutnya pada triwulan III dan IV kembali mengalami penurunan yang cukup signifikan.
(59)
59
Pada triwulan I tahun 2009 penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 83,272,289 berarti mengalami penurunan sebesar Rp 85,175,039 atau sebesar 50,1%. Pada triwulan II penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp.7,045,387,614 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp. 6,962,115,325 atau sebesar 8360,7%. Pada triwulan III penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp.1,142,198,411 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 5,903,189,203 atau sebesar 83,8%. Kemudian pada akhir triwulan IV penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa yaitu sebesar Rp. 793,839,698 berarti kembali mengalami penurunan sebesar Rp.348,358,713 atau sebesar 30,5%. Pada awal triwulan tahun 2009 penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa tetap mengalami penurunan sebelum pada triwulan II mengalami peningkatan yang sangat besar. Kemudian pada triwulan III dan IV mengalami penurunan meskipun jumlah tunggakan pajak cukup besar. Hal tersebut disebabkan seksi penagihan pajak KPP Pratama Bandung Cicadas melakukan pemeriksaan kembali terhadap sejumlah perusahaan yang diduga bermasalah, sehingga tunggakan pajak pun meningkat dengan jumlah yang cukup besar.
4.2.2 Perkembangan Pelunasan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas
Pelunasan tunggakan pajak merupakan pembayaran atas utang pajak sebesar yang masih harus dibayar sesuai administrasi di kantor pajak. Dengan pelunasan tunggakan pajak pendapatan pajak KPP Pratama Bandung Cicadas akan mengalami
(60)
peningkatan, sehingga membantu target penerimaan pendapatan negara yang berasal dari pajak.
Adapun perkembangan pelunasan tunggakan pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas dalam 3 tahun terakhir yaitu dari triwulan I tahun 2007 sampai dengan triwulan IV tahun 2009 disajikan dalam table berikut :
Tabel 4.2
Perkembangan Pelunasan Tunggakan Pajak KPP Pratama Bandung Cicadas
Tahun 2007-2009
Tahun Triwulan Pelunasan
Tunggakan
Perkembangan (dalam Rupiah)
Perkembangan (dalam %)
2007
I 966,914,977 0 -
II 91,965,393 (874,949,584) (90,5)
III 459,475,909 367,510,516 399,6
IV 120,659,781 (338,816,128) (73,7)
2008
I 1,393,222,998 1,272,563,217 1054,7
II 194,660,277 (1,198,562,721) (86)
III 53,086,979 (141,573,298) (72,7)
IV 118,634,937 65,547,958 123,5
2009
I 179,367,277 60,732,340 51,2
II 82,545,213 (96,822,064) (54)
III 21,608,535 (60,936,678) (73,8)
IV 327,430,171 305,821,636 1415,3
(61)
61
Data-data dari tabel diatas apabila digambarkan dalam bentuk grafik, maka akan tampak seperti grafik dibawah ini :
Sumber: Laporan Penagihan Pajak seksi Penagihan KPP Pratama Bandung Cicadas
Gambar 4.3
Grafik perkembangan Pelunasan Tunggakan Pajak KPP Pratama Bandung Cicadas
Berdasarkan tabel dan grafik perkembangan pelunasan tunggakan pajak pada KPP Pajak Pratama Bandung Cicadas selama tiga tahun terakhir, yaitu dari triwulan I tahun 2007 sampai dengan triwulan IV tahun 2009 mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup fluktuatif.
Pelunasan tunggakan pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas pada triwulan I tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 966,914,977 sedangkan pada triwulan II pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 91,965,393 berarti mengalami penurunan sebesar Rp 874,949,584 atau sebesar 90,5% . Kemudian pada triwulan III
0 200.000.000 400.000.000 600.000.000 800.000.000 1.000.000.000 1.200.000.000 1.400.000.000 1.600.000.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2007 2008 2009
Perkembangan Pelunasan Tunggakan Pajak
KPP Pratama Bandung Cicadas 2007-2009
Pelunasan Tunggakan Pajak
(62)
tahun 2007 pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 459,475,909 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp. 367,510,516 atau sebesar 399,6%. Dan pada akhir triwulan IV pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 120,659,781 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 338,816,128 atau sebesar 73,7%. Pelunasan tunggakan pajak sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan dan penurunan yang sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan sejumlah penanggung pajak melakukan banding, mengajukan keberatan, dan mengajukan permohonan angsuran.
Pada triwulan I tahun 2008 pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp.1,393,222,998 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 1,272,563,217 atau sebesar 1054,7%. Pada triwulan II pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 194,660,277 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 1,198,562,721 atau sebesar 86%. Pada triwulan III pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 53,086,979 berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 141,573,298 atau sebesar 72,7%. Kemudian pada akhir triwulan IV pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 118,634,937 berarti kembali mengalami peningkatan sebesar Rp. 65,547,958 atau sebesar 123,5%. Pada awal triwulan tahun 2008 pelunasan tunggakan pajak mengalami peningkatan yang sangat besar sebelum pada triwulan II mengalami penurunan hingga triwulan III. Akan tetapi pada triwulan IV kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Pada triwulan I tahun 2009 pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp.179,367,277 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp 60,732,340 atau sebesar 51,2%. Pada triwulan II pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 82,545,213
(63)
63
berarti mengalami penurunan sebesar Rp. 96,822,064 atau sebesar 54%. Pada triwulan III pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 21,608,535 berarti mengalami penurunan sebesar Rp.60,936,678 atau sebesar 73,8%. Kemudian pada akhir triwulan IV pelunasan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp. 327,430,171 berarti kembali mengalami peningkatan sebesar Rp.305,821,636 atau sebesar 1415,3%. Pada awal triwulan tahun 2009 pelunasan tunggakan pajak mengalami peningkatan cukup bagus sebelum pada triwulan II mengalami penurunan kembali hingga triwulan III. Kemudian pada triwulan IV kembali mengalami peningkatan yang sangat baik.
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa setiap tahunnya pelunasan tunggakan pajak mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan oleh perusahaan – perusahaan yang menunggak pajak mengajukan keberatan, banding dan atau mengajukan permohonan angsuran karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan jika dibayarkan sekaligus.
4.2.3 Analisis Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak
Untuk mengetahui Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa mempunyai pengaruh terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak dilakukan analisis atau pengolahan data. Di dalam pengelolaan data penulis menggunakan perhitungan secara statistik maupun dengan pengujian menggunakan program SPSS. Dimana perhitungan yang dilakukan penulis dengan Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa sebagai
(1)
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 75
5. 1 Kesimpulan ... 75
5. 2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ……… 78
LAMPIRAN ………... 80
(2)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta taufiq-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul ”Pengaruh Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabatnya, para pengemban risalahnya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Pada penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh sebab itu dengan hati terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dikemudian hari.
Adapun dalam penyusunan usulan penelitian ini tidak semata-mata hasil kerja penulis sendiri, melainkan juga berkat bimbingan dan dorongan dari pihak-pihak yang telah membantu, baik secara materi maupun secara spiritual. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
(3)
vii
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., Selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Ria Ratna Ariawati, MS., Ak., Selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia, sekaligus sebagai Dosen pembimbing. 3. Prof. Dr. Umi Narimawati. Dra., S.E., M.Si., Selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia, sekaligus sebagai Dosen Wali. 4. Linna Ismawati. S.E., M.Si., Selaku Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Komputer Indonesia, sekaligus Sebagai Dosen Penguji yang memberikan arahan dan masukan dalam skripsi ini.
5. Isniar Budiarti. S.E., M. Si sebagai Dosen Penguji yang yang telah memberikan masukan-masukan yang bersifat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Staff Dosen dan Sekretariat Program Studi Manajemen Universitas Komputer Indonesia.
7. Kedua Orang tua, dan adik-adik penulis yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya. Semoga doa dan kasih sayangnya mendapatkan balasan yang tiada tara dari Allah SWT.
8. Erry S. Dwipangun Selaku Kepala Kantor KPP Pratama Bandung Cicadas yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam proses awal pelaksanaan kuliah kerja praktek.
9. Bapak Rachmad, Selaku Kepala seksi penagihan yang memberikan kesempatan untuk belajar pada bagian yang beliau pimpin.
(4)
viii
10. Bapak Jusup Selaku pembimbing sewaktu kerja praktek yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan yang sangat berarti kepada penulis. 11. Ibu Hayati, Ibu Zubaedah atas kebaikan hati beliau, Bapak Jaya dan
seluruh staff di sub-bagian umum, administrasi dan SDM yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
12. Teman-teman seperjuangan penulis, Dian, Tatik, sahabat penulis, serta anak-anak MN1. Terima kasih atas dukungan, informasi, dan kebersamaannya.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung atau pun tidak langsung yang turut membantu penyelesaian usulan penelitian ini.
Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi rekan-rekan pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Bandung, Juli 2010
Imam Fathurohman 21206036
(5)
78
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Penagihan Pajak 2009. Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta.
Erly Suandy. 2002. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. Jurnal. 2006. Jurnal Penelitian Terdahulu, www.jurnal.dikti.go.id
Liputan6. 2010. Kutipan berita Tunggakan Pajak PT. Kaltim Prima Coal, www.berita.liputan6.com
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi revisi 2009. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Massahar. 2009. Kutipan Pidato Presiden Republik Indonesia tentang APBN,
www.warungmassahar.blogspot.com
Mudjarad Kuncoro. 2001. Metode Kuantitatif. Edisi Pertama. AMP YKPN, Yogyakarta.
Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Siti Kurnia Rahayu, Ely Suhayati. 2010. Perpajakan, Teori dan Teknis Perhitungan. GRAHA ILMU, Yogyakarta.
Siti Resmi. 2003. Perpajakan, Teori dan Kasus. Salemba Empat, Jakarta.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Ketujuh. Alfabeta, Bandung.
Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kedelapan. Alfabeta, Bandung.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Waluyo, Wirawan B. Ilyas. 2001. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.
(6)
79
Yustinus Prastowo. 2009. Panduan Lengkap Pajak. Cetakan Pertama. Raih Asa Sukses (RAS), Jakarta.
Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia, Konsep dan Aspek Formal. GRAHA ILMU, Yogyakarta.