20
kehidupan, dan mungkin diperlukan waktu yang cukup bagi orang untuk bangkit kembali dari dampak negatif yang dialaminya,
seperti perceraian Lucas, dalam Diener 2008.
d. Pendidikan
Tidak terdapat hubungan antara tingkat inteligensi seseorang yang diperoleh dari hasil tes IQ terhadap well-being secara umum,
namun emotional intelligence dihubungkan secara konsisten terhadap well-being Furnham Petrides; Schutte et al., dalam
Diener 2008.
e. Pekerjaan
Ketika orang menikmati pekerjaannya dan merasa bahwa itu bermakna dan penting, tidak berpengaruh apakah pekerjaan
tersebut dibayar ataupun tidak dibayar, dia akan cenderung memiliki kepuasan hidup Wrzesniewski, dalam Diener, 2009.
Ketika pekerjaan memburuk karena keadaan yang kurang mendukung, maka kepuasan hidup seseorang juga dapat menurun.
Ketika seseorang memiliki tujuan penting dalam bekerja dan gagal mencapai tujuan tersebut maka hal ini juga dapat menyebabkan
ketidakpuasan dalam hidupnya. Kepuasan dalam bekerja juga dipengaruhi oleh masa bekerja seseorang dalam Seniati, 2006.
Dimasa-masa awal bekerja, seseorang masih harus beradaptasi dengan lingkungan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh
Boyd 2010 juga menunjukkan bahwa burn-out karena job
Universitas Sumatera Utara
21
demands yang dilihat dari work load beban kerja dan work complexity kompleksitas pekerjaan berhubungan dengan calling
seseorang, di mana semakin tinggi calling seseorang, makanya tingkat burn-out dalam bekerja juga akan semakin kecil.
f. Kepuasan diri personal, kehidupan agama atau spiritual, pembelajaran dan pertumbuhan, dan rekreasi
Bagi banyak orang ini adalah sumber kepuasan. Ketika kepuasan diri personal tidak tercapai, maka individu dapat mengalami
frustrasi dan menjadi sumber kuat pemicu ketidakpuasan. Selain itu, ada hal-hal lain yang menjadi sumber kepuasan dan
ketidakpuasan, seperti kesehatan, dan lain-lain sesuai dengan keunikan setiap individu Ryff, 1989.
g. Tempramen dan Kepribadian
Sejumlah penelitian telah menunjukkan adanya peran temperamen dan kepribadian terhadap well-being. Penelitian membuktikan
bahwa individu yang kembar identik menunjukkan kesamaan well- being yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang kembar
fraternal Lykken Tellegen, dalam Diener Ryan, 2009. Kepribadian ekstrovert dan neurotik juga mempunyai hubungan
yang konsisten terhadap well-being. Ekstrovert menunjukkan prediksi afek positif well-being, sementara neurotik menunjukkan
korelasinya terhadap afek negatif dalam well-being Diener, Lucas Fujita, dalam Diener Ryan, 2009.
Universitas Sumatera Utara
22
B. Calling Orientation
Sebelum membahas mengenai calling orientation dalam bekerja, terlebih dahulu akan dibahas mengenai pemaknaan dari pekerjaan itu
sendiri. Menurut Pratt dan Ashfort dalam Rosso 2010, pemaknaan bekerja adalah hasil pemaknaan terhadap sesuatu sebagaimana individu
menginterpretasikan makna pekerjaannya, atau sumbangsih dari pekerjaannya dalam konteks kehidupannya misalnya: pekerjaan adalah
gaji, calling, sesuatu yang dilakukan, suatu paksaan. Persepsi mengenai pemaknaan bekerja sangat ditentukan oleh
masing-masing individu, meskipun hal tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan dan konteks sosial Wrzesniewski dkk, 2003. Fakta bahwa
suatu bagian dari pekerjaan memiliki arti tertentu bukan berarti langsung menentukan bahwa pekerjaan tersebut memiliki kebermaknaan pada
seseorang. Kebermaknaan mengacu pada jumlah hal yang signifikan bagi seseorang Pratt Ashfort dalam Rosso, 2010. Jumlah persepsi atau
perasaan signifikan terhadap sesuatu dapat sangat berbeda pada seseorang dengan individu lainnya. Kebermaknaan kerja cenderung diasosiasikan
dengan hal yang signifikan memberi peranan positif bagi seseorang. Orientasi kerja berfungsi untuk melihat bagaimana keyakinan
individu bahwa pekerjaan mempengaruhi pemaknaan mereka dalam pekerjaannya
Bellah, Madsen,
Sullivan, Swidler,
Tipton; Wrzesniewski, dalam Rosso 2010. Ada tiga orientasi individu dalam
bekerja, yaitu bekerja dengan job orientation, bekerja dengan career orientation, dan bekerja dengan calling orientation.
Universitas Sumatera Utara