Hasil Penelitian

2.6. Pembahasan

2.6.1. Analisis Kasus Megaupload Dengan Hukum Telematika

  Dari kasus Megaupload atau yang disebut mega conspiracy yang diputus oleh pengadilan Virginia Timur pada tanggal 5 Januari 2012 dengan Nomor Kriminal: 1:12CR3 dan kemudian perampasan seluruh asset dan property terdakwa termasuk penutupan situs Megaupload.com dilakukan pada tanggal 19 Januari 2012 bila dilihat dari tatanan sistem hukum Pancasila akan berbeda jauh terutama dasar hukum penuntutan kepada terdakwa dan tanggung jawab pihak penyelenggara cloud computing.

  Dalam sistem hukum Pancasila atau hukum Indonesia mengenai tindakan yang dilakukan oleh Megaupload erat katitanya dengan hukum telematika mengingat ranah permasalahan memiliki unsur-unsur data, informasi, file-file dan sesuatu yang bersifat elektronik yang melibatkan perangkat elektronik. Maka dasar hukum yang dipakai oleh jaksa untuk menuntut megaupload jika menggunakan sistem hukum Indonesia adalah hukum telematika Undang-Undang ITE Tahun No.11 Tahun 2008 j.o. undang-undang No. 19 Tahun 2016.

  Selain hal telematika, dalam kasus Megaupload ini juga menceritakan perihal lain yang melibatkan pihak-pihak luar yang tidak terikat secara langsung kepentingannya, dengan asas Ius Quasitum Tertio (hak pihak ketiga) yaitu pemegang hak atas file, data, dan informasi seperti film, musik, video game, dokumen rahasia, dan lain-lain. Keterkaitan pihak ketiga tersebut erat kaitanya Selain hal telematika, dalam kasus Megaupload ini juga menceritakan perihal lain yang melibatkan pihak-pihak luar yang tidak terikat secara langsung kepentingannya, dengan asas Ius Quasitum Tertio (hak pihak ketiga) yaitu pemegang hak atas file, data, dan informasi seperti film, musik, video game, dokumen rahasia, dan lain-lain. Keterkaitan pihak ketiga tersebut erat kaitanya

  Dalam pembahasan kasus Megaupload dengan hukum telematika dengan undang-undang informasi dan transaksi elektronik No.11 Tahun 2008 j.o. undang- undang No. 19 Tahun 2016 ini dimulai dengan dasar tujuan yang menjadi landasan dalam beroperasi menggunakan perangkat elektronik yaitu Pasal 3. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Asas pada Pasal 3 ini menjadi hal utama untuk menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Megaupload tersebut salah. Megaupload sendiri dalam perspektif undang-undang ITE dianggap sebagai penyelenggara sistem elektronik. Dimana pada Pasal 1 ayat 6 pihak penyelenggara adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, danatau masyarakat yang mengoprasikan layanan elektroniknya. Megaupload sendiri merupakan badan usaha dengan nama Megaupload Ltd yang masuk kriteria penyelenggara sistem elektronik.

  Tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara elektronik yang melibatkan komputer danatau media elektronik dengan interaksi antara pihak penyelenggara dan satu atau dua orang lebih disebut transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal

  1 ayat 2. Megaupload disini menjalankan bisnis badan usahanya dengan memberikan jasa file sharing dengan sistem upload and download yang masuk kriteria sebagai tindakan transaksi elektronik.

  Pasal 15 ayat 1 dan 2 menjadi dasar tanggung jawab pihak penyelenggara elektronik yang berbunyi: (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

  Bentuk tanggung jawab yang dimiliki oleh penyelenggara sistem elektronik bersifat tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based fault) di dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367. Prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Selain tanggung jawab berdasarkan kesalahan penyelenggara sistem elektronik juga memiliki tanggung jawab mutlak (strict liability) dimana tanggung jawab yang muncul atas penyelenggara tidak dapat dihindari dan harus dilakukan

  Selain pihak penyelenggara yang miliki tanggung jawab dalam Pasal 21 undang-undang ITE juga mengatur pertanggung jawaban untuk pengguna transaksi elektronik dan juga orang yang diberikuasa untuk bertindak mewakili pengguna. Pasal 21 mengatakan : (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi; b. jika Selain pihak penyelenggara yang miliki tanggung jawab dalam Pasal 21 undang-undang ITE juga mengatur pertanggung jawaban untuk pengguna transaksi elektronik dan juga orang yang diberikuasa untuk bertindak mewakili pengguna. Pasal 21 mengatakan : (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi; b. jika

  

  Undang-undang ITE juga mengatur tindakan yang dilarang untuk dilakukan oleh para penyelenggara elektronik yang melakukan transaksi elektronik di dalam Pasal Bab VII Pasal 27-37 tentang perbuatan yang dilarang. Dalam kasus Megaupload tindakan-tindakan yang telah dilanggar sesuai dengan Pasal 27-37 adalah Pasal 27 ayat 1: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan (Megaupload dalam perkara ini di dalam putusan yang diputus pengadilan amerika virginia bagian timur dikatakan telah membuka situs porno dengan domain Megaporn.com). Pasal 27 ayat 4 (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan danatau pengancaman (Dikatakan bahwa salah satu domain milik Megaupload digunakan sebagai pengunggahan video terorrisme dan pengancaman namun megaupload tidak bertindak menghapusnya).

  Namun, untuk penyebarluasan konten atau data dan informasi yang memiliki perlindungan hak cipta tidak diatur dengan begitu mendalam didalam

  undang-undang ITE ini. Dalam Pasal 25 hanya berbunyi: Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Disini seharusnya undang-undang ITE mengatur tentang penyebarluasan yang melanggar hak cipta dalam ranah telematika dimana penyebarluasan tersebut dilakukan dengan menggunakan komputer atau media elektronik mengingat perkembangan zaman yang pesat memungkinkan penyebarluasan dilakukan dengan mudah. Pembuatan peraturan mengenai penyebarluasan di dunia cyber sebaiknya juga memperhatikan penghapusan data atau pemusnahan data sampai ke akarnya (server atau lokasi pusat data) sehingga data salinan dan data asli tidak lagi ada dan dimungkinkan untuk disebar.

  Kasus Megaupload bila dilihat secara keseluruhan dengan kacamata sistem hukum pancasila sebagian sudah dicakup dalam beberapa undang-undang namun sebatas dalam skala umum dan tidak mendalam. Mengingat begitu banyak perkembangan zaman yang telah terjadi. Kasus Megaupload sendiri menjadi cerminan yang perlu diperhatikan oleh para legislator untuk menciptakan suatu peraturan yang dapat mencakup cloud computing dengan lebih mendalam. Di dalam negeri sendiri terdapat juga layanan file sharing. Layanan itu sama konsepnya dengan cloud computing yang telah saya lihat, amati dan periksa. Konsep mereka sama dengan apa yang Megaupload lakukan dengan memberikan konsep searchbar di halaman utama situs tersebut. Hal tersebut sejatinya sama dengan penyebarluasan dan pembocoran rahasia pribadi mengingat tanpa izin si pengunggah orang lain atau Kasus Megaupload bila dilihat secara keseluruhan dengan kacamata sistem hukum pancasila sebagian sudah dicakup dalam beberapa undang-undang namun sebatas dalam skala umum dan tidak mendalam. Mengingat begitu banyak perkembangan zaman yang telah terjadi. Kasus Megaupload sendiri menjadi cerminan yang perlu diperhatikan oleh para legislator untuk menciptakan suatu peraturan yang dapat mencakup cloud computing dengan lebih mendalam. Di dalam negeri sendiri terdapat juga layanan file sharing. Layanan itu sama konsepnya dengan cloud computing yang telah saya lihat, amati dan periksa. Konsep mereka sama dengan apa yang Megaupload lakukan dengan memberikan konsep searchbar di halaman utama situs tersebut. Hal tersebut sejatinya sama dengan penyebarluasan dan pembocoran rahasia pribadi mengingat tanpa izin si pengunggah orang lain atau

  Dari hal di atas dan kasus Megaupload sendiri Indonesia perlu suatu Pasal pencegahan dalam cloud computing terutama feature dan bentuk layanan yang diberikan oleh si penyelenggara elektronik dengan kemandirian personal user dan juga pengawasan dari pihak penyelenggara. Peraturan-peraturan yang perlu dibuat di Indonesia dalam kasus Megaupload sendiri dengan mengikatkan tanggung jawab yang jelas agar menjadi dasar hukum yang kuat dan tak dapat di hindari adalah bentuk atau model layanan cloud computing yang harus disediakan oleh penyelenggara elektronik dalam melakukan transaksi elektronik. Bentuk yang tepat menurut saya adalah model layanan Cloud platform as a service dengan konsep layanan yang menyediakan computing platform. Biasanya sudah terdapat sistem operasi, database, web server dan framework aplikasi agar dapat menjalankan aplikasi yang telah dibuat. Perusahaan yang menyediakan layanan tersebut yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan computing platform ini Tidak berhenti sampai disitu perlu juga dilihat tanggung jawab si pengguna layanan tersebut, maka hal yang perlu dimasukan di dalam peraturan adalah layanan identity as a service. Layanan tersebut di dasarkan pada identitas pengguna dalam mengakses dan menyimpan data. Dalam penerapan layanan tersebut dilakukan dengan dua ranah yaitu penggunan pribadi atau private yang dibuat untuk individual dan penggunaan community yang mana layanan komputasi awan digunakan untuk berkelompok.

  Mengingat bukan hanya layanan cloud computing dalam negeri saja tapi perlu juga diperhatikan layanan dari luar negeri ketika pihak dari luar juga membuka layanannya di Indonesia mereka juga perlu diatur sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Pasal 2 UU ITE sendiri menjadi landasan berlakunya hukum telematika terhadap pihak luar dan layanan dari luar negeri. Ketentuan pasal 2 UU ITE yang menentukan berlakunya hukum ITE dalam UU ITE baik terhadap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar maupun di dalam wilayah Indonesia adalah orang yang melakukan perbuatan hukum di luar maupun di dalam wilayah Indonesia adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum dengan melibatkan sistem elektronik yang berada di wilayah Indonesia.

  Dari sisi hukum sendiri dengan Pasal 37 Undang-Undang ITE No.11 Tahun 2008 j.o Undang-Undang No.19 Tahun 2016 yang mengatur tindak pidana ITE di luar yuridiksi Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di Indonesia. Hal tersebut memberikan dasar hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara elektronik di luar negeri. Pasal 37 merumuskan : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang tersebut dalam Pasal 27 sampai

  30 di luar wilayah Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di wilayah yuridiksi Indonesia. Ketentuan Pasal 37 ini sebagai dasar hukum pidana ITE dengan asas nasional pasif. Kepentingan hukum yang dilindungi ini bukan didasarkan pada kepentingan hukum pribadi, melainkan pada kepentingan hukum negara dan bangsa, suatu kepentingan hukum nasional 24 . Agar asas hukum nasional pasif berlaku bagi 30 di luar wilayah Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di wilayah yuridiksi Indonesia. Ketentuan Pasal 37 ini sebagai dasar hukum pidana ITE dengan asas nasional pasif. Kepentingan hukum yang dilindungi ini bukan didasarkan pada kepentingan hukum pribadi, melainkan pada kepentingan hukum negara dan bangsa, suatu kepentingan hukum nasional 24 . Agar asas hukum nasional pasif berlaku bagi

  1. Obyek tindak pidananya-sistem elektronik berada di wilayah hukum

  Indonesia

  2. Pelanggaran tersebut menimbulakn akibat hukum di wilayah Indonesia

  yang merugikan kepentingan hukum Indonesia baik di luar maupun di dalam negeri.

  Namun yang perlu Indonesia usahakan disini tidak hanya isi dari hukumnya saja melainkan juga penerapan dan penegakannya mengingat dalam kasus Megaupload yang mengajukan gugatan dan menangkap saling berbeda negara Megaupload berada di Hongkong sedangkan yang melawan adalah Amerika Serikat dan bahkan dalam penangkapan para terdakwa Amerika Serikat dapat melibatkan kordinasi dengan Selandia Baru. Indonesia sendiri harus memiliki kekuatan yang sama dalam menegakan hukumnya di luar yuridiksinya.

2.6.2. Analisis Ius Quasitum Tertio dan Kaitan Hukumnya Dalam Kasus

  Megaupload

  Ius Quasitum Tertio dalam kasus Megaupload melibatkan pihak ketiga yang dapat dikatakan pihak diluar yang kepentingannya secara tidak langsung terlibat dalam suatu perkara. Dalam kasus Megaupload sendiri pihak ketiga yang terlibat adalah pemegang hak cipta atas data dan informasi yang disebarluaskan tanpa izin dari si pemegang hak cipta yang tujuannya untuk kepentingan komersial. Dari kasus Megaupload konten-konten pihak ketiga yang berupa data dan informasi Ius Quasitum Tertio dalam kasus Megaupload melibatkan pihak ketiga yang dapat dikatakan pihak diluar yang kepentingannya secara tidak langsung terlibat dalam suatu perkara. Dalam kasus Megaupload sendiri pihak ketiga yang terlibat adalah pemegang hak cipta atas data dan informasi yang disebarluaskan tanpa izin dari si pemegang hak cipta yang tujuannya untuk kepentingan komersial. Dari kasus Megaupload konten-konten pihak ketiga yang berupa data dan informasi

  Bila dilihat dalam sistem hukum Pancasila atau hukum Indonesia perbuatan yang dilakukan Megaupload berpusar dalam dua ranah yaitu hukum telematika dan hukum hak kekayaan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa dasar hukum mengenai pihak ketiga. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa dalam KUHAPerdata Pasal 1341 menyatakan Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak. Dan kepentingannya pihak ketiga harus ada unsur yang dirugikan yang diatur di dalam KUHAPerdata Pasal 378. Namun ranah hukum yang mengarah yang akan dijadikan hukum untuk membuktikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Megaupload diatur sedimikian rupa dengan mengacu pada hukum telematika yang kemudian mengarah kepada hak kekayaan intelektual.

  Sesungguhnya ranah dalam permasalahan kasus Megaupload masuk dalam kategori hukum telematika mengingat aspek-aspek yang dirugikan mengandung unsur teknologi dan informatika namun ada ketentuan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No.11 Tahun 2008 j.o Pasal 25 yang menyatakan: “Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya Sesungguhnya ranah dalam permasalahan kasus Megaupload masuk dalam kategori hukum telematika mengingat aspek-aspek yang dirugikan mengandung unsur teknologi dan informatika namun ada ketentuan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No.11 Tahun 2008 j.o Pasal 25 yang menyatakan: “Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya

  Kepentingan pihak ketiga dalam kasus Megaupload bila dilihat secara lebih dalam dan dengan kaitannya terhadap telematika mengarah kepada hukum kekayaan intelektual dengan undang-undang hak cipta sebagai lex specialis yang menjadi dasar undang-undang dalam kasus Megaupload. Undang-undang No.28 Tahun 2014 tentang hak kekayaan intelektual mengatur mengenai data dan informasi elektronik yang memiliki hak cipta yang dimiliki dan didaftarkan oleh si pemegang hak cipta. Dari kasus Megaupload kita masuk ke bagian hak ekonomi yang di langgar oleh Megaupload dalam hal distribusi atau penyebarluasan, dalam Pasal 9 ayat 2 dan 3 dengan jelas diatur: Pasal (2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Pasal (3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan danatau Penggunaan

  Secara Komersial Ciptaan 26 . Namun Megaupload tanpa persetujuan pemegang hak cipta menyebarluaskan begitu banyak konten data dan informasi yang dilindungi

  hak ciptanya Dengan jelas kepentingan pihak ketiga telah dirugikan. Satu hal yang bagus dari undang-undang hak kekayaan intelektual ini adalah keterlibatan hak cipta secara international dimana undang-undang ini juga berlaku bagi warga negara asing yang hak ciptanya dilanggar sehingga memberikan keadilan hukum bagi semua orang. Keberlakuan undang-undang hak cipta terhadap subyek hukumnya diatur didalam Pasal 2 yang menyatakan:

  Undang-Undang ini berlaku terhadap: a. semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia; b. semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia; c. semua Ciptaan danatau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan danatau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:

  1. negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau 2. negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait.

  Selain itu undang-undang hak cipta juga mengatur pengaturan hak cipta terhadap karya elektronik pada Pasal 54 yang mengatur tentang pencegahan Selain itu undang-undang hak cipta juga mengatur pengaturan hak cipta terhadap karya elektronik pada Pasal 54 yang mengatur tentang pencegahan

  

  a. pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait;

  b. kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan

  c. pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat pertunjukan.

  Keterlibatan pemerintah menjadi poin utama didalam menjamin hak-hak pihak ketiga yang kepentinganya akan hak ciptanya dilanggar sehingga kepastian hukum nyata di dalam hukum Indonesia. Namun dalam undang-undang ITE dan hak cipta tidak memberikan jawab terhadap penegakan hukum yang tegas yang dapat mengikat pihak yang melanggar hak cipta dan menyebarluaskannya di internet melalui cloud computing. Kasus Megaupload mencerminkan betapa kuatnya dan hebatnya penegakan hukum oleh Amerika dalam menerapkan hukumnya bukan hanya secara preventif, pemblokiran, dan penutupan yang diatur dalam Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia melainkan juga menangkap pelanggar dan penyebar tersebut yang berada diluar negeri. Lebih dari itu bahkan pengadilan Amerika dapat merampas asset Megaupload dan kekayaan pribadi para terdakwa Indonesia sendiri kiranya dapat melakukan hal yang sama.

  Salah satu hal yang belum dimiliki oleh perundang-undangngan Indonesia dalam hak cipta adalah pengaturan terhadap sistem pelindungan terhadap

  pengelakan teknologi (Circumvention of copyright protection systems) yang membuat data dan informasi elektronik mengalami penguncian penuh sehingga pemilik hak cipta tidak bisa mengakses atau mengetahui isi file tersebut. Dalam hal ini kerugian yang ditimbulkan bila suatu data dan informasi yang dilindungi hak cipta dilindungi oleh sebuah sistem teknologi pencegah dan tidak bisa dihapus oleh pemilik hak cipta. Pemilik teknologi ini bisa menyebarluaskan data dan informasi yang terkunci tersebut dengan cara tertentu yang hanya bisa dilihat atas izin pemilik teknologi tersebut yang bisa dikatakan penyebarluasan bisa terus terjadi tanpa terdeteksi atau diketahui oleh pemegang hak cipta. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat Title 17 pada bab 12 pasal 1201 merumuskan larangannya: (a) Violations Regarding Circumvention of Technological Measures.—(1)(A) No person shall circumvent a technological measure that effectively controls access to

  a work protected under this title. The prohibition contained in the preceding sentence shall take effect at the end of the 2-year period beginning on the date of the enactment of this chapter. Hal diatas perlu diadopsi Indonesia agar mendapatkan perlindungan yang maksimal dan penegakan yang menjamin diikuti oleh perkembangan zaman yang begitu pesat.

2.6.3. Tanggung Jawab Penyelenggara Cloud Computing

  Penyelenggara cloud computing dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dianggap sebagai penyelenggara sistem elektronik yang memiliki kaitanya dengan telematika. Pasal 6a merumuskan bahwa penyelenggara sistem elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan

  masyarakat yang menyediakan, mengelola, danatau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya danatau keperluan pihak lain. Megaupload sebagai penyelenggara eletronik dengan mengacu sistem hukum pancasila memiliki tanggung jawab yang terikat dalam melakukan bisnis media storage terutama pada data dan informasi yang disimpan di dalamnya. Pasal 15 UU ITE j.o UU No.19 Tahun 2016 menjadi dasar tanggung jawab profesional yang harus dimiliki setiap penyelenggara sistem elektronik dan pasal 15 merumuskan: (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Dari pasal 3 bisa katakan penyelenggara sistem elektronik memiliki tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based fault) bila terbukti bersalah dan tanggung jawab mutlak (strict liability) bila terbukti salah. Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Pasal 26 ayat 3-5 memperluas lagi bentuk tanggung jawab secara verbal untuk melakukan penghapusan terhadap data dan informasi yang berada di bawah kendali atas permintaan orang yang bersangkutan dan penyelenggara sistem elektronik wajib membuat mekanisme penghapusan yang sudah tidak relevan dengan undang-undang yang ada. Terkait dengan data dan informasi yang diunggah uploader yang memiliki hak cipta pihak penyelenggara masyarakat yang menyediakan, mengelola, danatau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya danatau keperluan pihak lain. Megaupload sebagai penyelenggara eletronik dengan mengacu sistem hukum pancasila memiliki tanggung jawab yang terikat dalam melakukan bisnis media storage terutama pada data dan informasi yang disimpan di dalamnya. Pasal 15 UU ITE j.o UU No.19 Tahun 2016 menjadi dasar tanggung jawab profesional yang harus dimiliki setiap penyelenggara sistem elektronik dan pasal 15 merumuskan: (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, danatau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Dari pasal 3 bisa katakan penyelenggara sistem elektronik memiliki tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based fault) bila terbukti bersalah dan tanggung jawab mutlak (strict liability) bila terbukti salah. Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Pasal 26 ayat 3-5 memperluas lagi bentuk tanggung jawab secara verbal untuk melakukan penghapusan terhadap data dan informasi yang berada di bawah kendali atas permintaan orang yang bersangkutan dan penyelenggara sistem elektronik wajib membuat mekanisme penghapusan yang sudah tidak relevan dengan undang-undang yang ada. Terkait dengan data dan informasi yang diunggah uploader yang memiliki hak cipta pihak penyelenggara

  

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir Qs. 3/Ali-‘Imran: 159

9 101 103