UPAYA STRATEGIS PEMELIHARAAN BAHASA DAERAH

3. UPAYA STRATEGIS PEMELIHARAAN BAHASA DAERAH

Khazanah budaya yang tersimpan dalam bahasa masih banyak yang belum tergali. Namun, sayang tidak sedikit pula yang sudah hilang sehingga masyarakat tidak mengenalnya lagi. Kata lawe dalam bilangan salawe, dapat dipastikan sebagian besar masyarakat Sunda (juga Jawa) tidak mengenalnya lagi. Padahal, dari kata itu kita dapat mengetahui pengetahuan lokal masyarakat dulu ketika sistem penghitungan belum canggih seperti sekarang ini. Bahkan, melalui tinggalan budaya berupa bahasa peta sebaran budaya suatu masyarakat dapat tergambar, sebagaimana terjadi pada tata nama (toponim) di daerah Provinsi Jawa Tengah bagian barat, terutama yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, banyak yang menggunakan kata ci- ‘air’, seperti Cimanggu, Citunggul, dan Cireang (baca pula Sobarna, 2013; Sobarna dkk., 2016). Sangat disayangkan kekayaan budaya seperti itu punah karena anggapan yang keliru bahwa bahasa adalah barang sehari-hari yang tidak memerlukan perhatian. Oleh karena itu, perlu upaya strategis untuk pemeliharaannya melalui pengembangan dan pembinaan.

a. Pengembangan

Pengembangan bahasa dapat dilakukan secara efektif jika unsur-unsur bahasa itu sudah terkodifikasi (Moeliono, 1985). Pengembangan tidak dapat dilaksanakan hanya dengan ingatan dan kebiasaan yang spekulatif. Adanya bahan yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bahasa sangat membantu pelaksanaan kegiatan ini. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya pengembangan bahasa adalah meliputi penelitian berbagai aspek kebahasaan, seperti penelitian, inventarisasi, kodifikasi, dan dokumentasi.

PROSIDING Seminar Nasional Bahasa Ibu

Denpasar, 24-25 Februari 2017

1) Penelitian Penelitian berbagai aspek kebahasaan yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana diperlukan untuk pengembangan korpus bahasa. Pengembangan korpus itu meliputi kodifikasi tata tulis atau ejaan, tata bahasa, penyusunan kamus, tata peristilahan, dan penyusunan buku ajar. Ejaan memudahkan penutur melambangkan bunyi-bunyi bahasa, penggabungan, penyukuan, dan penulisannya. Adanya ejaan yang disepakati bersama memungkinkan komunikasi secara tertulis antaranggota penutur bahasa daerah dapat berjalan lancar dan meminimalkan kemungkinan salah tafsir selama berkomunikasi secara tulis.

Tata bahasa merupakan hal yang universal dalam bahasa. Tidak ada bahasa yang tidak mempunyai tata bahasa. Bahasa yang masih hidup dan diinginkan tetap hidup dan berkembang haruslah mempunyai tata bahasa yang sudah dibukukan. Mustahil bahasa yang ingin berkembang tanpa didukung tata bahasa yang sudah dikodifikasi.

Tata bahasa diperlukan untuk memudahkan masyarakat penutur belajar bahasa karena dengan tata bahasa dapat diketahui bagaimana membentuk kata, merangkai kata menjadi kalimat, bahkan merangkai kalimat menjadi paragraf secara benar. Di samping itu, tata bahasa yang sudah dibukukan juga merupakan bentuk dukumentasi yang dapat digunakan untuk melacak keberadaan bahasa di masa lalu, tetapi juga untuk menghubungkan generasi masa lalu, kini, dan yang akan datang. Kamus minimal berisi informasi tentang kosakata dalam suatu bahasa dengan penjelasan makna dalam satu bahasa atau dua bahasa. Kamus besar berisi informasi tentang kosakata yang meliputi kata, gabungan kata, peribahasa, dan aksara dalam satu bahasa. Kamus membantu masyarakat mengenali kekayaan kosakata daerahnya, ungkapan, peribahasa, bahkan kamus itu dapat dikenali secara sepintas nilai budaya daerah dan perkembangan kebudayaan nenek moyang. Dengan kata lain, kamus merupakan sumber informasi budaya suatu bangsa. Sudah barang tentu kamus sangat membantu seseorang mempelajari bahasa.

PROSIDING Seminar Nasional Bahasa Ibu

X Denpasar, 24-25 Februari 2017

2) Inventarisasi

Inventarisasi dilakukan dengan pendataan kosakata dasar, kosakata budaya, ungkapan, peribahasa, kosakata lainnya, dan cerita rakyat. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kekayaan kosakata suatu bahasa, persebaran bahasa, keragaman bahasa, jumlah penutur bahasa itu, dan pembuatan peta bahasa. Oleh karena itu, inventarisasi harus dilakukan secara komprehensif mencakup beberapa titik pengamatan dalam satu wilayah.

3) Dokumentasi

Tata tulis, tata istilah, tata bahasa, kamus, peta bahasa, cerita rakyat yang sudah dibukukan merupakan bukti keberadaan suatu bahasa. Keberadaan dan kemudahan memperoleh bukti itu menunjukkan bahwa bahasa itu terpelihara dengan baik dan tingkat kepedulian pihak yang berkepentingan terhadap bahasa itu sangat tinggi.

b. Pembinaan

Upaya pembinaan bahasa dapat dilakukan melalui jalur formal, yaitu melalui sekolah, nonformal, yaitu melalui kegiatan, misalnya, keagamaan, dan informal, yaitu melalui keluarga dan masyarakat.