BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Persaingan dunia industri dewasa ini semakin ketat yang mengharuskan industri untuk menciptakan daya saing agar tetap
survive
baik dalam skala nasional maupun global. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan agar konsumen
merasa puas sehingga akan terus menjalin kerjasama secara berkelanjutan bahkan mempromosikan perusahaan kepada konsumen lainnya Pugh Payne, 1997.
Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dengan meningkatkan kinerja individual karyawan, karena pada dasarnya kinerja individual
mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan Daft, 2003.
Dalam memenangkan persaingan bisnis, perusahaan tidak hanya menuntut kinerja karyawan sesuai dengan apa yang diharapkan. Perusahaan juga sangat
memerlukan karyawan yang mau bekerja melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan. Perilaku karyawan yang melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan,
dapat digolongkan dalam perilaku
extra-role.
Perilaku
extra-role
adalah perilaku dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi kerja formal karyawan tetapi
sangat dihargai jika ditampilkan karyawan karena meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi Triningsih Wahyuni, 2003.
Organ et.al 2006 menyebut perilaku yang melebihi harapan ini sebagai
organizational citizenship behavior
OCB. OCB merupakan perilaku bermanfaat
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu mencapai tujuan organisasi Organ et.al, 2006.
Konsep OCB memacu organisasi untuk menjadi lebih inovatif, fleksibel, produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi Williams
dan Anderson, 1991. OCB dapat mengarahkan karyawan kepada sejumlah perilaku etis serta peningkatan performa kerja Garg Rastogi, 2006. OCB dapat
menjadi konsep dalam pengembangan organisasi yang dapat membantu organisasi untuk mencapai standar yang diinginkan, dimana setiap personel dalam organisasi
harus mampu melampaui standar yang telah ditetapkan organisasi Sarwono Soeroso, 2001.
Pada dasarnya perilaku OCB memiliki ciri yang spesifik, yaitu perilaku yang melampaui peran formal yang menjadi tugasnya atau deskripsi kerjanya
dalam organisasi yang dilakukan secara sukarela serta kesadaran penuh untuk kepentingan organisasi, dan bukan merupakan tuntutan yang tercantum dalam
suatu organisasi Greenberg Baroon, 2000. OCB dari karyawan pada suatu perusahaan dapat dilihat dari beberapa
perilaku seperti membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, membantu rekan kerja yang mendapat pekerjaan
overload
, mengerjakan pekerjaan rekan kerja yang tidak masuk, mendorong dan memberi semangat pada rekan
kerja yang bekerja dengan bermalas-malasan, tidak suka mengeluh dan berpandangan sempit terhadap suatu kesalahan yang terjadi diperusahaan,
bersedia mengikuti atau mentaati perubahan-perubahan yang terjadi dalam perusahaan, ataupun tidak membuang-buang waktu dan secara sukarela bersedia
Universitas Sumatera Utara
melakukan pekerjaan yang tidak menjadi tanggung jawabnya Organ et al, 1997, 2006; Alotaibi, 2001; Allen Rush, 1998.
OCB mempunyai peranan penting dalam menunjang keefektifan fungsi- fungsi organisasi, terlebih lagi dalam lingkungan organisasi yang semakin
kompetitif dimana karyawan dituntut bekerja dalam suatu tim atau kelompok kerja daripada bekerja secara individual Padsakoff et.al, 1997. Agar karyawan
merasa nyaman untuk terus berada dalam kelompok kerjanya, dibutuhkan adanya kohesivitas yang baik didalamnya Mathis Jacskon, 2006. Hubungan karyawan
dengan rekan kerjanya pada suatu kelompok yang kohesif dapat meningkatkan tanggung jawab individu yang pada akhirnya memotivasi karyawan untuk
melakukan peran ekstranya. Dalam hal ini, persepsi positif karyawan terhadap kohesivitas kelompoknya membuat individu tersebut merasa puas bila melakukan
sesuatu yang lebih kepada kelompoknya Wijayanto Kismono, 2004. Persepsi positif individu terhadap kohesivitas kelompok dapat menimbulkan kedekatan
yang pada akhirnya mempengaruhi OCB Cordona et.al, 2004. Perilaku seperti membantu dan mengajarkan rekan kerja, atau bekerja
melebihi waktu saat mendapatkan tugas, diharapkan akan muncul dalam kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi. Walaupun hal tersebut tidak
diminta, diharapkan bagi anggota yang memiliki ikatan yang kuat dengan kelompoknya akan rela melakukan hal tersebut bukan hanya untuk kepentingan
pribadi tapi juga demi kepentingan kelompok Stashevsky dan Koslowsky, 2006. Selain kohesivitas kelompok, banyak faktor yang mempengaruhi OCB
karyawan ketika bekerja dalam kelompok kerjanya. Wijayanto dan Kismono 2004 menyatakan OCB dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan seseorang,
Universitas Sumatera Utara
dimana salah satu bentuk kecerdasan adalah kecerdasan emosional. Melalui kemampuannya dalam mengelola emosi, karyawan akan merasakan dan
memunculkan emosi positif dari dalam dirinya sehingga menjadi lebih peka dan mampu memahami atau berempati kepada rekan kerja maupun lingkungannya,
serta dapat menyelaraskan nilai-nilai yang dianut oleh lingkungan kerjanya Goleman, 2001.
Kecerdasan emosional dapat mendorong seorang karyawan dalam mengelola perasaan, memotivasi diri sendiri, berempati, dan bekerjasama dengan
orang lain. Ketika seorang karyawan mempunyai motivasi diri dan keterampilan sosial yang tinggi, tentunya akan mendorong berperilaku dalam kelompok kerja
secara kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh diluar persyaratan formal Ariani, 2008.
Penelitian yang dilakukan Sumiyarsih, dkk 2012 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
organizational citizenship behavior
dengan kecerdasan emosional. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi
OCB. Kecerdasan emosional yang baik dapat menjadikan seseorang memandang
orang lain atau suatu peristiwa dengan cara yang lebih positif. Kecerdasan emosional membuat karyawan merasa lebih optimis terhadap kemampuannya
untuk mencapai tujuan, mengambil suatu keputusan, meningkatkan kreativitas, serta membuatnya menjadi suka membantu Goleman, Boyatzis McKee, 2001.
Mengetahui begitu pentingnya peranan OCB terhadap efektivitas perusahaan, sehingga tidak mengherankan jika kajian terhadap OCB ini menjadi
penting khususnya bagi organisasi yang terus ingin meningkatkan kinerja
Universitas Sumatera Utara
organisasinya. Begitu juga halnya pada PT. Tanimas Soap Industries, sebagai perusahaan
consumer good
yang seluruh hasil produksinya diekspor keluar negeri, maka perusahaan sangat menuntut kinerja yang maksimal dari karyawannya.
Apalagi perusahaan yang bergerak dibidang
consumer good
saat ini sudah banyak sehingga diperlukan strategi untuk bertahan dalam bisnis tersebut. Untuk
mempertahankan bisnis ditengah persaingan kompetitor secara global maka misi perusahaan salah satunya adalah dengan mengoptimalkan sumber daya manusia
yang ada di perusahaan. Optimalisasi sumber daya manusia dalam perusahaan dilakukan dengan membentuk departemen-departemen agar karyawan dapat
bekerja secara fokus dan terarah Tanimas Soap Industries, 2009. PT. Tanimas Soap Industries memiliki 6 enam departemen yakni
departemen produksi, departemen Sumber Daya Manusia, departemen pajak, departemen keuangan dan akunting, departemen pembelian, dan departemen
ekspor-impor yang bertanggung jawab untuk mencapai visi perusahaan menjadi perusahaan
consumergood
kelas dunia. Departemen yang berperanan penting dalam menghasilkan produk perusahaan adalah departemen produksi. Departemen
produksi terdiri dari 7 tujuh bagian yakni
soap noodle, soap bar,
logistik
, shipping, tankfarm, quality control
dan
maintenance
. Masing-masing bagian mempunyai peranan tersendiri dalam mendukung pencapaian target departemen
untuk menghasilkan produk perusahaan yaitu sabun dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi.
Ada saling ketergantungan antara 1 satu bagian dengan bagian lainnya. Bagian
Soap bar
dapat beraktivitas apabila bahan baku dari bagian
soap noodle
sudah diberikan oleh bagian logistik. Secara teknis penyediaan bahan baku dari
Universitas Sumatera Utara
bagian logistik dibantu pengangkutannya oleh bagian
shipping
dengan menggunakan mesin
forklift
. Sabun dalam bentuk bahan setengah jadi merupakan hasil akhir dari bagian
soap noodle
, sedangkan sabun dalam bentuk bahan jadi merupakan hasil akhir dari bagian
soap bar
. Dengan demikian diperlukan kerjasama yang baik antar bagian di departemen produksi sehingga pelaksanaan
kerja tiap bagian dapat berlangsung dengan lancar. Berikut penuturan karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries komunikasi personal, 23
September 2013: “..administrasi juga harus kerja sama dengan orang qc..kan kalau
belum ada laporan ok dari qc belum boleh di packing..karyawan dibagian soap bar juga
bisa kerja kalau udah ada hasil dari bagian noodle..gitu juga karyawan bagian forklift bisa kerja kalau udah ada hasil dari bagian noodle sama soap bar..intinya
semua bagian di produksi harus ada kerjasamanya..kalau nggak bisa terganggu
kerja bagian lainnya..” Dengan demikian sangat dibutuhkan kerjasama antar bagian agar kinerja
departemen dapat maksimal. Selain itu departemen juga sangat berharap karyawan mau bekerja melebihi dari apa yang dituntut oleh perusahaan atau yang
dikenal dengan OCB. Peneliti menduga bahwa karyawan departemen produksi PT. Tanimas soap
industri mengindikasikan OCB yang rendah. Ada beberapa hal yang menyebabkan peneliti mengindikasikan OCB rendah pada karyawan departemen
produksi. Antara lain, karyawan bagian
soap bar
belum menyadari bahwa hasil kerja mereka mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan bagian lainnya di departemen
produksi. Kerjasama yang dimaksud karyawan hanya berlaku untuk rekan kerjanya pada satu posisi. Inisiatif untuk membantu rekan kerja yang berbeda
posisi masih dipengaruhi oleh hubungan kedekatan yang terjadi. Berikut
Universitas Sumatera Utara
penuturan karyawan bagian
soap bar
departemen produksi PT. Tanimas Soap industries komunikasi personal, 23 April 2014:
“..kalau karyawan yang ditempatkan di tuang noodle kerjasamanya yah
sama pasangannya..di tuang noodle kan satu mesin dipegang 2 orang..yah saling bantulah..namanya bebannya 25 kilo..bagian sortir untuk satu mesin juga 2
orang..mesin kalau udah ngeluarin batangan yah harus disortirlah..mana ada sangkut pautnya sama yang tuang noodle..kalau mesin tuang noodle macat
berarti keuntungan merekalah bisa istirahat..mana mau juga mereka bantu
packing..gak ada gengnya disini..”
Jumlah karyawan departemen produksi yang lebih banyak dibandingkan jumlah karyawan departemen lainnya menciptakan kelompok-kelompok
in-group
yang secara tidak langsung menyebabkan rasa kebersamaan diantara karyawan departemen produksi menjadi berkurang. Karyawan menjadi pilih-pilih dalam
membantu pelaksanaan kerja posisi yang berbeda. Dalam membantu pekerjaan dari rekan kerja yang berbeda posisi masih mempertimbangkan apakah rekan
kerja tersebut merupakan bagian dari kelompok
in-group
nya. Berikut penuturan karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries komunikasi
personal, 23 April 2014: “..kenapa yah..bukan gengnya kali makanya gak niat bantuin..coba kalau
itu gengnya..atau kenal dekat..pasti dibantuinnya..tuang noodle juga ka dang kalau bahan sudah habis belum datang dari bagian soap noodle harusnya bisa
bantuin yang sortir..kan sama-sama dimesin kerjanya..atau operator mesin..kan pasti gak terus-terusan dia pegang mesin..harusnya bisa bantu..tapi balik lagi
sama orangnya..karna merasa bukan tanggung jawabnya jadi kurang peduli dia
untuk bantuin..”
Penuturan lainnya karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries komunikasi personal, 24 April 2014:
“..
namanya kawan bu..mumpung aku belum ada yang dicatat..jadi bisala h bantu-bantu..tapi yah gak kupas sabun aja aku bantu bu..tergantung kawan-
kawanku dimanalah..kalau yang aku gak kenal-kenal kali malas juga
bantuinnya..”
Universitas Sumatera Utara
Kurang sportifnya karyawan departemen produksi dapat terlihat ketika hasil kerja karyawan bagian
soap bar
berupa sabun dalam bentuk jadi dinyatakan tidak sesuai dengan standar oleh bagian
quality control
departemen produksi. Karyawan saling melemparkan kesalahan dan tidak ada yang mau bertanggung jawab
terhadap kegagalan produk, dalam hal ini kesadaran diri karyawan tidak muncul untuk mengakui kesalahan yang terjadi. Tidak hanya saling melemparkan
kesalahan, bahkan bagian
quality control
juga menjadi sasaran kesalahan karena telah menilai hasil kerja mereka tidak sesuai dengan standar. Karyawan bukannya
termotivasi untuk memperbaiki kesalahan yang ada tetapi malah membuat hubungan kerja menjadi kurang kondusif. Berikut penuturan karyawan bagian
quality control
departemen produksi komunikasi personal, 23 September 2013: “..kadang dibilangin sama karyawan
soap bar anggotaku yang kelewatan periksanya jadi banyak yang reject..padahal kan emang itu tugasnya qc..mana
boleh kita kasih ok kalau ada cacatnya..kadang diperiksa bungkusnya kurang rapi..atau harusnya waktu disortir masuk ke bagian kupas langsung jemur ..jadi
gak standarlah warnanya..atau packingannya kurang rapi..yah direjectlah..”
Penuturan lainnya karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries komunikasi personal, 24 April 2014:
“..sabun yang udah dibungkus di
kembalikan sama anak buah pak D..kalau udah kayak gitu tuduh-tuduhanlah itu antara bagian sortir sama
bungkus..menurut bagian bungkus salahnya disortir yang gak sesuai standar..tapi kalau bagian sortir bilang bagian bungkus yang bungkusnya gak sesuai
standar..jadi perang dinginlah ujung-ujungnya..
”
Selain itu waktu yang diperlukan untuk proses produksi menjadi lebih lama dari target yang direncanakan. Akibatnya pencapaian target produksi harian
bagian
soap bar
yang telah ditentukan belum tercapai secara optimal. Pencapaian
Universitas Sumatera Utara
target produksi harian bagian
soap bar
yang belum optimal pada akhirnya juga akan mempengaruhi target departemen produksi secara keseluruhan. Berikut
penuturan karyawan
soap bar
departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries komunikasi personal, 23 September 2013:
“..di shift satu misalnya kalau udah jam 10 harusnya udah ada 7 ribu kg
yang dipacking trus serah terima sama bagian forklift untuk dilanjutkan ke logistic..tapi kadang untuk dapatkan 7 ribu kg itu bisa diatas jam 11..mundur
waktunya..yah kalau udah kayak gitu gak pas lah hitungannya 20 ribu kg satu
shiftnya..”
Penuturan lainnya karyawan
soap bar
departemen produksi PT. tanimas Soap Industries komunikasi personal, 24 April 2014:
“..kayaknya setahun
belakangan ini kadang sampe kadang ngga bu..tapi kalau sekarang udah dikit-dikitlah kurangnya..gak jauh-jauh kalilah dari
target..target kita per shiftnya kan 20 ribu..masih target tahun kemaren yah bu..tahun ini belum keluar kayaknya..satu shiftnya kadang hasilnya 19 ribu
sekian..kadang 20 ribu sekian pernah juga sempat 18 ribu sekian..tapi itu udah kena panggillah ketua groupnya..
”
Karyawan departemen produksi dalam hal ini masih belum maksimal dalam melakukan usaha untuk mencapai target departemen. Dalam membantu rekan
kerja, karyawan masih mempertimbangkan kedekatan yang terbina ataupun lebih memilih membantu rekan kerja yang merupakan bagian dari
in-group
nya. Ketika terjadi suatu permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan di departemen
produksi, karyawan masih belum termotivasi untuk segera menyelesaikan masalah tetapi malah menciptakan masalah yang baru. Dengan demikian OCB yang
diharapkan oleh perusahaan terhadap karyawan dalam hal ini masih rendah. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari wawancara dan pemaparan
teoritis serta penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
peranan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap
organizational citizenship behavior
karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries.
B. Rumusan Masalah