Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior

(1)

PERANAN KOHESIVITAS KELOMPOK DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR

(The Role of Group Cohesiveness and Emotional Intelligence toward Organizational Citizenship Behavior)

Studi Kasus pada Karyawan Departemen Produksi PT Tanimas Soap Industries

TESIS

Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

EKA RULIZA HARAHAP 127029011

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Eka Ruliza Harahap NIM : 127029011

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara pada hari Rabu, 27 Agustus 2014.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1/Penguji I :

(Ferry Novliadi, M.Si) NIP. 19741111 200604 1 001 Pembimbing II/Penguji II :

(Gustiarti Leila, M.kes, M.Psi, psikolog) NIP. 19600817 200003 2 001

Penguji III :

(Emmy Mariatin, M.A, PhD, psikolog) NIP. –

Medan, 27 Oktober 2014

Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan

Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan ke perguruan tinggi manapun, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Sumatera Utara.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisasn tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, Agustus 2014

Eka Ruliza Harahap NIM 127029011


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil „alamiin…Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho-Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Penyusunan tesis yang berjudul “Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior” ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh

gelar Magister Psikologi Profesi pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan kepada suami Muhammad Fahmi Nasution, SE atas kasih sayang, kesabaran, dukungan, pengorbanan dan doa yang diberikan sehingga peneliti dapat melewati semua tantangan dan rintangan dalam menyelesaikan pendidikan ini. Terimakasih juga buat dua bidadari cantik anugerah dari Nya ananda Nazwa Amalia Nasution dan ananda Niqusha Adifa Ramadhani Nasution yang menjadi penghibur dan penyemangat bagi penulis.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis haturkan kepada orang tua peneliti H. Dahrul Harahap dan Hj. Elizar serta ibu mertua Hj. Upik Lubis yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan kepada peneliti.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini terlaksana karena arahan, bantuan, dukungan dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Si, Psikolog selaku Koordinator Program Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, MA, M.Sc, Psikolog selaku Ketua Kekhususan

Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ferry Novliadi, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan untuk penyelesaian tesis ini. 5. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, Psikolog selaku dosen pembimbing II dan

dosen penasehat akademik peneliti yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta motivasi kepada peneliti baik dalam menyelesaikan pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D, Psikolog selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk memperkaya penelitian ini.

7. Ibu Nita Eva Yanti Laoli selaku HRD PT. Tanimas Soap Industries yang telah memberikan izin dan membantu peneliti untuk memperoleh data penelitian. 8. Seluruh dosen Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada peneliti selama mengikuti pendidikan Magister Psikologi Profesi.

9. Seluruh pegawai Sekretariat Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

10. Sahabat-sahabat peneliti Arti, Dita dan Helva, terima kasih atas pengertian, dukungan dan semangat yang telah kalian berikan. Suka dan duka selama


(6)

pendidikan menjadi kenangan yang tak kan terlupakan. Sungguh bahagia mendapatkan sahabat seperti kalian.

11. Teman-teman Pio angkatan VII, Dea, Techa, Linda, Tante Mestika, Desta dan Ika, teman-teman MP2 angkatan VII Emi, Reni, Wina, Umi, Evi, Ebiet, Yeni, Bu Quartini, Susi, Alin dan Yustian. Terima kasih untuk kebersamaan selama 2 tahun ini.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Akhir kata peneliti berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah peneliti terima. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan diri, ilmu dan pengalaman yang peneliti miliki. Untuk itu peneliti dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaannya. Harapan peneliti semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, serta para pembaca pada umumnya.

Medan, Agustus 2014


(7)

Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior

Eka Ruliza Harahap, Ferry Novliadi, Gustiarti Leila

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior. Pengukuran

organizational citizenship behavior menggunakan skala organizational citizenship

behavior berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Organ (1988), pengukuran

kohesivitas kelompok menggunakan skala kohesivitas kelompok berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Cota (1995), dan pengukuran kecerdasan emosional menggunakan skala kecerdasan emosional berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Goleman (2001). Dalam penelitian ini melibatkan 369 karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional berperan terhadap organizational citizenship behavior (R=0.838, R2=0.702, F=430.224; p<0.01). Lebih lanjut, variabel kecerdasan emosional memberikan sumbangan lebih besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.694) dibandingkan variabel kohesivitas kelompok (R Square Change=0.008). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa tiga dari empat aspek kohesivitas kelompok memberikan kontribusi terhadap organizational citizenship behavior yaitu aspek group integration social, aspek individual attraction to group task dan aspek individual attraction to group social. Diantara ketiga aspek ini, aspek group integration social memberikan pengaruh paling besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.342). Selanjutnya, ada empat dari lima dimensi kecerdasan emosional yang memberikan kontribusi terhadap organizational citizenship behavior, yaitu dimensi self awareness, dimensi self regulation, dimensi motivasi dan dimensi empati. Diantara keempat dimensi ini, dimensi self awareness memberikan pengaruh paling besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.210)

Kata kunci: kohesivitas kelompok, kecerdasan emosional, organizational citizenship behavior, karyawan departemen produksi


(8)

The Role of Group Cohesiveness and Emotional Intelligence toward Organizational Citizenship Behavior

Eka Ruliza Harahap, Ferry Novliadi, Gustiarti Leila

ABSTRACT

This study was conducted to investigate the role of group cohesiveness and

emotional intelligence toward organizational citizenship behavior.

Organizational citizenship behavior was measured by using organizational citizenship behavior scale; group cohesiveness was measured by using group cohesiveness scale and emotional intelligence was measured by using emotional intelligence scale. The study involved 369 production department employees of PT. Tanimas Soap Industries. The main result showed that group cohesiveness and emotional intelligence contributed to organizational citizenship behavior (R=0.838, R2=0.702, F=430.224; p<0.01). Furthermore, emotional intelligence gives higher contribution (R Square Change=0.694) to organizational citizenship behavior. In additional, this study also showed that three of the four aspects of group cohesiveness contributed to organizational citizenship behavior, there were group integration social, individual attraction to group task and individual attraction to group social. Group integration social gives the strongest impact (R Square Change=0.342) to organizational citizenship behavior. Meanwhile, four of the five dimensions of emotional intelligence contributed to organizational citizenship behavior, there were self awareness, self regulation, motivation and emphaty. Self awareness gives the biggest impact (R Square Change=0.210) to organizational citizenship behavior.

Keyword: group cohesiveness, emotional intelligence, organizational citizenship behavior, production department employee


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………...i

ABSTRAK……….iv

DAFTAR ISI……….vi

DAFTAR TABEL……….viii

DAFTAR GRAFIK………...xi

DAFTAR LAMPIRAN……….xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………1

B. Rumusan Masalah………10

C. Tujuan Penelitian……….10

D. Manfaat Penelitian………...11

E. Sistematika Penulisan………...12

BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior………..13

B. Kohesivitas Kelompok………25

C. Kecerdasan Emosional………29

D. Gambaran PT. Tanimas Soap Industries………32

E. Hubungan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional dengan Organizational Citizenship Behavior……….34

F. Hipotesis Penelitian………...37

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian……….40


(10)

B. Defenisi Operasional Variabel………..40

C. Populasi Penelitian………42

D. Metode Pengambilan Data………43

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur…………...47

F. Uji Coba Alat Ukur………...49

G. Prosedur Penelitian………55

H. Metode Analisa Data……….56

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Partisipan……….59

B. Gambaran Organizational Citizenship Behavior Subjek Penelitian………...61

C. Gambaran Kohesivitas Kelompok Subjek Penelitian………...63

D. Gambaran Kecerdasan Emosional Subjek Penelitian………...65

E. Uji Asumsi……….67

F. Hasil Penelitian………..72

G. Pembahasan………93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………100

B. Saran………...102

DAFTAR PUSTAKA………...105 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Item Skala Organizational Citizenship Behavior…… 45 Tabel 2 Distribusi Item Skala Kohesivitas Kelompok………...46 Tabel 3 Distribusi Item skala Kecerdasan Emosional………47 Tabel 4 Skala Organizational Citizenship Behavior Setelah Uji Coba…..52 Tabel 5 Skala Kohesivitas Kelompok Setelah Uji Coba………53 Tabel 6 Skala Kecerdasan Emosional Setelah Uji Coba………55 Tabel 7 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian……….59 Tabel 8 Gambaran Skor Organizational Citizenship Behavior

Berdasarkan Nilai Empirik………62 Tabel 9 Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik Variabel

Organizational Citizenship Behavior………...62

Tabel 10 Kategorisasi Skor Organizational Citizenship Behavior

Subjek Penelitian………..63 Tabel 11 Gambaran Skor Kohesivitas Kelompok Berdasarkan Nilai

Empirik……….64 Tabel 12 Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik Variabel

Kohesivitas Kelompok……….64 Tabel 13 Kategorisasi Skor Kohesivitas Kelompok Subjek Penelitian…..65 Tabel 14 Gambaran Skor Kecerdasan Emosional Berdasarkan Nilai

Empirik………65

Tabel 15 Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik Variabel


(12)

Tabel 16 Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosional Subjek Penelitian….67 Tabel 17 Hasil Uji Normalitas Sebaran One – Sample Kolmogorov

Smirnov Test……….68

Tabel 18 Hasil Uji Linearitas………...69

Tabel 19 Hasil Uji Autokorelasi………..70

Tabel 20 Hasil Uji Multikolinearitas………...71

Tabel 21 Hasil Uji Heterokedastisitas………72

Tabel 22 Hasil Uji ANOVAb……….73

Tabel 23 Hasil Uji Regresi Berganda Kohesivitas Kelompok, Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior……….74

Tabel 24 Coefficients Kohesivitas Kelompok, Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior………75

Tabel 25 Sumbangan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior..76

Tabel 26 Hasil Uji ANOVAb Kohesivitas Kelompok terhadap Organizational Citizenship Behavior………...77

Tabel 27 Hasil Uji Korelasi Kohesivitas Kelompok dengan Organizational Citizenship Behavior………..78

Tabel 28 Hasil Uji Regresi Kohesivitas Kelompok terhadap Organizational Citizenship Behavior………..79

Tabel 29 Coefficients Regresi Kohesivitas Kelompok terhadap Organizational Citizenship Behavior………..79


(13)

Organizational Citizenship Behavior………..80

Tabel 31 Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan

Organizational Citizenship Behavior……….81

Tabel 32 Hasil Uji Regresi Kecerdasan Emosional terhadap

Organizational Citizenship Behavior……….82

Tabel 33 Coefficientsa Kecerdasan Emosional terhadap

Organizational Citizenship Behavior……….82

Tabel 34 Hasil Uji ANOVAb Aspek Kohesivitas Kelompok terhadap

Organizational Citizenship Behavior………..84

Tabel 35 Coefficientsa Aspek Kohesivitas Kelompok terhadap

Organizational Citizenship Behavior………..84

Tabel 36 Hasil Uji Regresi Aspek Kohesivitas Kelompok

dengan Organizational Citizenship Behavior……….86

Tabel 37 Coefficients Aspek Kohesivitas Kelompok

terhadap Organizational Citizenship Behavior…………..87

Tabel 38 Hasil Uji ANOVAb Dimensi Kecerdasan Emosional

terhadap Organizational Citizenship Behavior………….88

Tabel 39 Coefficientsa Dimensi Kecerdasan Emosional

terhadap Organizational Citizenship Behavior…………..89

Tabel 40 Hasil Uji Regresi Dimensi Kecerdasan Emosional

terhadap Organizational Citizenship Behavior………….90

Tabel 41 Coefficients Dimensi Kecerdasan Emosional


(14)

DAFTAR GRAFIK


(15)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A

1. Hasil Uji Coba Skala Organizational Citizenship Behavior 2. Hasil Uji Coba Skala Kohesivitas Kelompok

3. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosional

4. Skor Mentah Skala Organizational Citizenship Behavior Untuk Uji Coba 5. Skor Mentah Skala Kohesivitas Kelompok Untuk Uji Coba

6. Skor Mentah Skala Kecerdasan emosional Untuk Uji Coba LAMPIRAN B

1. Hasil Uji Asumsi LAMPIRAN C

1. Data Hasil Penelitian

2. Skor Skala Organizational Citizenship Behavior (Valid) 3. Skor Skala Kohesivitas Kelompok (Valid)

4. Skor Skala Kecerdasan Emosional (Valid) LAMPIRAN D


(16)

Peranan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior

Eka Ruliza Harahap, Ferry Novliadi, Gustiarti Leila

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior. Pengukuran

organizational citizenship behavior menggunakan skala organizational citizenship

behavior berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Organ (1988), pengukuran

kohesivitas kelompok menggunakan skala kohesivitas kelompok berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Cota (1995), dan pengukuran kecerdasan emosional menggunakan skala kecerdasan emosional berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Goleman (2001). Dalam penelitian ini melibatkan 369 karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional berperan terhadap organizational citizenship behavior (R=0.838, R2=0.702, F=430.224; p<0.01). Lebih lanjut, variabel kecerdasan emosional memberikan sumbangan lebih besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.694) dibandingkan variabel kohesivitas kelompok (R Square Change=0.008). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa tiga dari empat aspek kohesivitas kelompok memberikan kontribusi terhadap organizational citizenship behavior yaitu aspek group integration social, aspek individual attraction to group task dan aspek individual attraction to group social. Diantara ketiga aspek ini, aspek group integration social memberikan pengaruh paling besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.342). Selanjutnya, ada empat dari lima dimensi kecerdasan emosional yang memberikan kontribusi terhadap organizational citizenship behavior, yaitu dimensi self awareness, dimensi self regulation, dimensi motivasi dan dimensi empati. Diantara keempat dimensi ini, dimensi self awareness memberikan pengaruh paling besar terhadap organizational citizenship behavior (R Square Change=0.210)

Kata kunci: kohesivitas kelompok, kecerdasan emosional, organizational citizenship behavior, karyawan departemen produksi


(17)

The Role of Group Cohesiveness and Emotional Intelligence toward Organizational Citizenship Behavior

Eka Ruliza Harahap, Ferry Novliadi, Gustiarti Leila

ABSTRACT

This study was conducted to investigate the role of group cohesiveness and

emotional intelligence toward organizational citizenship behavior.

Organizational citizenship behavior was measured by using organizational citizenship behavior scale; group cohesiveness was measured by using group cohesiveness scale and emotional intelligence was measured by using emotional intelligence scale. The study involved 369 production department employees of PT. Tanimas Soap Industries. The main result showed that group cohesiveness and emotional intelligence contributed to organizational citizenship behavior (R=0.838, R2=0.702, F=430.224; p<0.01). Furthermore, emotional intelligence gives higher contribution (R Square Change=0.694) to organizational citizenship behavior. In additional, this study also showed that three of the four aspects of group cohesiveness contributed to organizational citizenship behavior, there were group integration social, individual attraction to group task and individual attraction to group social. Group integration social gives the strongest impact (R Square Change=0.342) to organizational citizenship behavior. Meanwhile, four of the five dimensions of emotional intelligence contributed to organizational citizenship behavior, there were self awareness, self regulation, motivation and emphaty. Self awareness gives the biggest impact (R Square Change=0.210) to organizational citizenship behavior.

Keyword: group cohesiveness, emotional intelligence, organizational citizenship behavior, production department employee


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Persaingan dunia industri dewasa ini semakin ketat yang mengharuskan industri untuk menciptakan daya saing agar tetap survive baik dalam skala nasional maupun global. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan agar konsumen merasa puas sehingga akan terus menjalin kerjasama secara berkelanjutan bahkan mempromosikan perusahaan kepada konsumen lainnya (Pugh & Payne, 1997).

Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dengan meningkatkan kinerja individual karyawan, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan (Daft, 2003).

Dalam memenangkan persaingan bisnis, perusahaan tidak hanya menuntut kinerja karyawan sesuai dengan apa yang diharapkan. Perusahaan juga sangat memerlukan karyawan yang mau bekerja melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan. Perilaku karyawan yang melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan, dapat digolongkan dalam perilaku extra-role. Perilaku extra-role adalah perilaku dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan karena meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi (Triningsih & Wahyuni, 2003).

Organ et.al (2006) menyebut perilaku yang melebihi harapan ini sebagai


(19)

yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Organ et.al, 2006).

Konsep OCB memacu organisasi untuk menjadi lebih inovatif, fleksibel, produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi (Williams dan Anderson, 1991). OCB dapat mengarahkan karyawan kepada sejumlah perilaku etis serta peningkatan performa kerja (Garg & Rastogi, 2006). OCB dapat menjadi konsep dalam pengembangan organisasi yang dapat membantu organisasi untuk mencapai standar yang diinginkan, dimana setiap personel dalam organisasi harus mampu melampaui standar yang telah ditetapkan organisasi (Sarwono & Soeroso, 2001).

Pada dasarnya perilaku OCB memiliki ciri yang spesifik, yaitu perilaku yang melampaui peran formal yang menjadi tugasnya atau deskripsi kerjanya dalam organisasi yang dilakukan secara sukarela serta kesadaran penuh untuk kepentingan organisasi, dan bukan merupakan tuntutan yang tercantum dalam suatu organisasi (Greenberg & Baroon, 2000).

OCB dari karyawan pada suatu perusahaan dapat dilihat dari beberapa perilaku seperti membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, membantu rekan kerja yang mendapat pekerjaan overload, mengerjakan pekerjaan rekan kerja yang tidak masuk, mendorong dan memberi semangat pada rekan kerja yang bekerja dengan bermalas-malasan, tidak suka mengeluh dan berpandangan sempit terhadap suatu kesalahan yang terjadi diperusahaan, bersedia mengikuti atau mentaati perubahan-perubahan yang terjadi dalam perusahaan, ataupun tidak membuang-buang waktu dan secara sukarela bersedia


(20)

melakukan pekerjaan yang tidak menjadi tanggung jawabnya (Organ et al, 1997, 2006; Alotaibi, 2001; Allen & Rush, 1998).

OCB mempunyai peranan penting dalam menunjang keefektifan fungsi-fungsi organisasi, terlebih lagi dalam lingkungan organisasi yang semakin kompetitif dimana karyawan dituntut bekerja dalam suatu tim atau kelompok kerja daripada bekerja secara individual (Padsakoff et.al, 1997). Agar karyawan merasa nyaman untuk terus berada dalam kelompok kerjanya, dibutuhkan adanya kohesivitas yang baik didalamnya (Mathis & Jacskon, 2006). Hubungan karyawan dengan rekan kerjanya pada suatu kelompok yang kohesif dapat meningkatkan tanggung jawab individu yang pada akhirnya memotivasi karyawan untuk melakukan peran ekstranya. Dalam hal ini, persepsi positif karyawan terhadap kohesivitas kelompoknya membuat individu tersebut merasa puas bila melakukan sesuatu yang lebih kepada kelompoknya (Wijayanto & Kismono, 2004). Persepsi positif individu terhadap kohesivitas kelompok dapat menimbulkan kedekatan yang pada akhirnya mempengaruhi OCB (Cordona et.al, 2004).

Perilaku seperti membantu dan mengajarkan rekan kerja, atau bekerja melebihi waktu saat mendapatkan tugas, diharapkan akan muncul dalam kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi. Walaupun hal tersebut tidak diminta, diharapkan bagi anggota yang memiliki ikatan yang kuat dengan kelompoknya akan rela melakukan hal tersebut bukan hanya untuk kepentingan pribadi tapi juga demi kepentingan kelompok (Stashevsky dan Koslowsky, 2006).

Selain kohesivitas kelompok, banyak faktor yang mempengaruhi OCB karyawan ketika bekerja dalam kelompok kerjanya. Wijayanto dan Kismono (2004) menyatakan OCB dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan seseorang,


(21)

dimana salah satu bentuk kecerdasan adalah kecerdasan emosional. Melalui kemampuannya dalam mengelola emosi, karyawan akan merasakan dan memunculkan emosi positif dari dalam dirinya sehingga menjadi lebih peka dan mampu memahami atau berempati kepada rekan kerja maupun lingkungannya, serta dapat menyelaraskan nilai-nilai yang dianut oleh lingkungan kerjanya (Goleman, 2001).

Kecerdasan emosional dapat mendorong seorang karyawan dalam mengelola perasaan, memotivasi diri sendiri, berempati, dan bekerjasama dengan orang lain. Ketika seorang karyawan mempunyai motivasi diri dan keterampilan sosial yang tinggi, tentunya akan mendorong berperilaku dalam kelompok kerja secara kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh diluar persyaratan formal (Ariani, 2008).

Penelitian yang dilakukan Sumiyarsih, dkk (2012) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara organizational citizenship behavior dengan kecerdasan emosional. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi OCB.

Kecerdasan emosional yang baik dapat menjadikan seseorang memandang orang lain atau suatu peristiwa dengan cara yang lebih positif. Kecerdasan emosional membuat karyawan merasa lebih optimis terhadap kemampuannya untuk mencapai tujuan, mengambil suatu keputusan, meningkatkan kreativitas, serta membuatnya menjadi suka membantu (Goleman, Boyatzis & McKee, 2001).

Mengetahui begitu pentingnya peranan OCB terhadap efektivitas perusahaan, sehingga tidak mengherankan jika kajian terhadap OCB ini menjadi penting khususnya bagi organisasi yang terus ingin meningkatkan kinerja


(22)

organisasinya. Begitu juga halnya pada PT. Tanimas Soap Industries, sebagai perusahaan consumer good yang seluruh hasil produksinya diekspor keluar negeri, maka perusahaan sangat menuntut kinerja yang maksimal dari karyawannya. Apalagi perusahaan yang bergerak dibidang consumer good saat ini sudah banyak sehingga diperlukan strategi untuk bertahan dalam bisnis tersebut. Untuk mempertahankan bisnis ditengah persaingan kompetitor secara global maka misi perusahaan salah satunya adalah dengan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada di perusahaan. Optimalisasi sumber daya manusia dalam perusahaan dilakukan dengan membentuk departemen-departemen agar karyawan dapat bekerja secara fokus dan terarah (Tanimas Soap Industries, 2009).

PT. Tanimas Soap Industries memiliki 6 (enam) departemen yakni departemen produksi, departemen Sumber Daya Manusia, departemen pajak, departemen keuangan dan akunting, departemen pembelian, dan departemen ekspor-impor yang bertanggung jawab untuk mencapai visi perusahaan menjadi perusahaan consumergood kelas dunia. Departemen yang berperanan penting dalam menghasilkan produk perusahaan adalah departemen produksi. Departemen produksi terdiri dari 7 (tujuh) bagian yakni soap noodle, soap bar, logistik, shipping, tankfarm, quality control dan maintenance. Masing-masing bagian mempunyai peranan tersendiri dalam mendukung pencapaian target departemen untuk menghasilkan produk perusahaan yaitu sabun dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi.

Ada saling ketergantungan antara 1 (satu) bagian dengan bagian lainnya. Bagian Soap bar dapat beraktivitas apabila bahan baku dari bagian soap noodle


(23)

bagian logistik dibantu pengangkutannya oleh bagian shipping dengan menggunakan mesin forklift. Sabun dalam bentuk bahan setengah jadi merupakan hasil akhir dari bagian soap noodle, sedangkan sabun dalam bentuk bahan jadi merupakan hasil akhir dari bagian soap bar. Dengan demikian diperlukan kerjasama yang baik antar bagian di departemen produksi sehingga pelaksanaan kerja tiap bagian dapat berlangsung dengan lancar. Berikut penuturan karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 23 September 2013):

“..administrasi juga harus kerja sama dengan orang qc..kan kalau belum ada laporan ok dari qc belum boleh di packing..karyawan dibagian soap bar juga bisa kerja kalau udah ada hasil dari bagian noodle..gitu juga karyawan bagian forklift bisa kerja kalau udah ada hasil dari bagian noodle sama soap bar..intinya semua bagian di produksi harus ada kerjasamanya..kalau nggak bisa terganggu

kerja bagian lainnya..”

Dengan demikian sangat dibutuhkan kerjasama antar bagian agar kinerja departemen dapat maksimal. Selain itu departemen juga sangat berharap karyawan mau bekerja melebihi dari apa yang dituntut oleh perusahaan atau yang dikenal dengan OCB.

Peneliti menduga bahwa karyawan departemen produksi PT. Tanimas soap industri mengindikasikan OCB yang rendah. Ada beberapa hal yang menyebabkan peneliti mengindikasikan OCB rendah pada karyawan departemen produksi. Antara lain, karyawan bagian soap bar belum menyadari bahwa hasil kerja mereka mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan bagian lainnya di departemen produksi. Kerjasama yang dimaksud karyawan hanya berlaku untuk rekan kerjanya pada satu posisi. Inisiatif untuk membantu rekan kerja yang berbeda posisi masih dipengaruhi oleh hubungan kedekatan yang terjadi. Berikut


(24)

penuturan karyawan bagian soap bar departemen produksi PT. Tanimas Soap industries (komunikasi personal, 23 April 2014):

“..kalau karyawan yang ditempatkan di tuang noodle kerjasamanya yah

sama pasangannya..di tuang noodle kan satu mesin dipegang 2 orang..yah saling bantulah..namanya bebannya 25 kilo..bagian sortir untuk satu mesin juga 2 orang..mesin kalau udah ngeluarin batangan yah harus disortirlah..mana ada sangkut pautnya sama yang tuang noodle..kalau mesin tuang noodle macat berarti keuntungan merekalah bisa istirahat..mana mau juga mereka bantu

packing..gak ada gengnya disini..”

Jumlah karyawan departemen produksi yang lebih banyak dibandingkan jumlah karyawan departemen lainnya menciptakan kelompok-kelompok in-group

yang secara tidak langsung menyebabkan rasa kebersamaan diantara karyawan departemen produksi menjadi berkurang. Karyawan menjadi pilih-pilih dalam membantu pelaksanaan kerja posisi yang berbeda. Dalam membantu pekerjaan dari rekan kerja yang berbeda posisi masih mempertimbangkan apakah rekan kerja tersebut merupakan bagian dari kelompok in-groupnya. Berikut penuturan karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 23 April 2014):

“..kenapa yah..bukan gengnya kali makanya gak niat bantuin..coba kalau

itu gengnya..atau kenal dekat..pasti dibantuinnya..tuang noodle juga kadang kalau bahan sudah habis belum datang dari bagian soap noodle harusnya bisa bantuin yang sortir..kan sama-sama dimesin kerjanya..atau operator mesin..kan pasti gak terus-terusan dia pegang mesin..harusnya bisa bantu..tapi balik lagi sama orangnya..karna merasa bukan tanggung jawabnya jadi kurang peduli dia

untuk bantuin..”

Penuturan lainnya karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 24 April 2014):

“..namanya kawan bu..mumpung aku belum ada yang dicatat..jadi bisalah bantu-bantu..tapi yah gak kupas sabun aja aku bantu bu..tergantung kawan-kawanku dimanalah..kalau yang aku gak kenal-kenal kali malas juga


(25)

Kurang sportifnya karyawan departemen produksi dapat terlihat ketika hasil kerja karyawan bagian soap bar berupa sabun dalam bentuk jadi dinyatakan tidak sesuai dengan standar oleh bagian quality control departemen produksi. Karyawan saling melemparkan kesalahan dan tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap kegagalan produk, dalam hal ini kesadaran diri karyawan tidak muncul untuk mengakui kesalahan yang terjadi. Tidak hanya saling melemparkan kesalahan, bahkan bagian quality control juga menjadi sasaran kesalahan karena telah menilai hasil kerja mereka tidak sesuai dengan standar. Karyawan bukannya termotivasi untuk memperbaiki kesalahan yang ada tetapi malah membuat hubungan kerja menjadi kurang kondusif. Berikut penuturan karyawan bagian

quality control departemen produksi (komunikasi personal, 23 September 2013): “..kadang dibilangin sama karyawan soap bar anggotaku yang kelewatan periksanya jadi banyak yang reject..padahal kan emang itu tugasnya qc..mana boleh kita kasih ok kalau ada cacatnya..kadang diperiksa bungkusnya kurang rapi..atau harusnya waktu disortir masuk ke bagian kupas langsung jemur..jadi

gak standarlah warnanya..atau packingannya kurang rapi..yah direjectlah..” Penuturan lainnya karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 24 April 2014):

“..sabun yang udah dibungkus di kembalikan sama anak buah pak D..kalau udah kayak gitu tuduh-tuduhanlah itu antara bagian sortir sama bungkus..menurut bagian bungkus salahnya disortir yang gak sesuai standar..tapi kalau bagian sortir bilang bagian bungkus yang bungkusnya gak sesuai standar..jadi perang dinginlah ujung-ujungnya..”

Selain itu waktu yang diperlukan untuk proses produksi menjadi lebih lama dari target yang direncanakan. Akibatnya pencapaian target produksi harian bagian soap bar yang telah ditentukan belum tercapai secara optimal. Pencapaian


(26)

target produksi harian bagian soap bar yang belum optimal pada akhirnya juga akan mempengaruhi target departemen produksi secara keseluruhan. Berikut penuturan karyawan soap bar departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 23 September 2013):

“..di shift satu misalnya kalau udah jam 10 harusnya udah ada 7 ribu kg

yang dipacking trus serah terima sama bagian forklift untuk dilanjutkan ke logistic..tapi kadang untuk dapatkan 7 ribu kg itu bisa diatas jam 11..mundur waktunya..yah kalau udah kayak gitu gak pas lah hitungannya 20 ribu kg satu

shiftnya..”

Penuturan lainnya karyawan soap bar departemen produksi PT. tanimas Soap Industries (komunikasi personal, 24 April 2014):

“..kayaknya setahun belakangan ini kadang sampe kadang ngga bu..tapi kalau sekarang udah dikit-dikitlah kurangnya..gak jauh-jauh kalilah dari target..target kita per shiftnya kan 20 ribu..masih target tahun kemaren yah bu..tahun ini belum keluar kayaknya..satu shiftnya kadang hasilnya 19 ribu sekian..kadang 20 ribu sekian pernah juga sempat 18 ribu sekian..tapi itu udah kena panggillah ketua groupnya..”

Karyawan departemen produksi dalam hal ini masih belum maksimal dalam melakukan usaha untuk mencapai target departemen. Dalam membantu rekan kerja, karyawan masih mempertimbangkan kedekatan yang terbina ataupun lebih memilih membantu rekan kerja yang merupakan bagian dari in-groupnya. Ketika terjadi suatu permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan di departemen produksi, karyawan masih belum termotivasi untuk segera menyelesaikan masalah tetapi malah menciptakan masalah yang baru. Dengan demikian OCB yang diharapkan oleh perusahaan terhadap karyawan dalam hal ini masih rendah.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari wawancara dan pemaparan teoritis serta penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melihat


(27)

peranan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran organizational citizenship behavior karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

2. Bagaimana gambaran kohesivitas kelompok karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

3. Bagaimana gambaran kecerdasan emosional karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

4. Bagaimana peran kohesivitas kelompok terhadap organizational citizenship behavior karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

5. Bagaimana peran kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

6. Bagaimana peran kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap

organizational citizenship behavior karyawan PT. Tanimas Soap Industries?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran organizational citizenship behavior, gambaran kohesivitas kelompok, gambaran kecerdasan emosional karyawan serta deskripsi demografi karyawan departemen produksi PT.


(28)

Tanimas Soap Industries. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peran kohesivitas kelompok terhadap organizational citizenship behavior, peran kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior serta peran kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries.

D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis :

Sebagai salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam perbandingan hasil studi di masa yang akan datang berkaitan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB), kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional.

Manfaat praktis :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengetahui sejauh mana peranan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap

organizational citizenship behavior.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui tingkat organizational citizenship behavior, kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional karyawan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengambil kebijakan-kebijakan organisasi yang dapat meningkatkan kinerja organisasi berdasarkan dengan tingkatan organizational citizenship behavior, kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional karyawan.


(29)

E. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan penelitian sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori. Dalam bab ini dijelaskan mengenai defenisi

organizational citizenship behavior, dimensi organizational citizenship behavior,

faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior, manfaat

organizational citizenship behavior dalam perusahaan, defenisi kohesivitas kelompok, aspek-aspek kohesivitas kelompok, manfaat kohesivitas kelompok dalam perusahaan, defenisi kecerdasan emosional, dimensi kecerdasan emosional, manfaat kecerdasan emosional pada perusahaan, gambaran PT. Tanimas soap Industries, hubungan organizational citizenship behavior dengan kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional, serta hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data.

Bab IV. Hasil Analisis dan Pembahasan. Pada bab ini berisikan gambaran umum partisipan, uji asumsi, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, saran teoritis dan saran praktis.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organization Citizenship Behavior

A1. Definisi Organization Citizenship Behavior (OCB)

Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan

extra role. In role adalah peran yang diminta organisasi dari seorang karyawan sesuai dengan job description dan sesuai dengan imbalannya. Extra role adalah peran yang diharapkan perusahaan dari seorang karyawan yang tidak berkaitan dengan job description dari karyawan tersebut atau melebihi dari yang seharusnya. Hal ini sangat diperlukan untuk mencapai efektivitas dan kesuksesan suatu organisasi (Akhirudin & Aini, 2005). Kontribusi pekerja di atas dan lebih dari deskripsi kerja formal inilah yang disebut dengan organizational citizenship behavior (Organ et.al. 2006). Konsep organizational citizenship behavior pertama kali didiskusikan dalam literatur penelitian organisasional pada awal 1980 an. Organ et.al. (2006) mendefinisikan organizational citizenship behavior sebagai perilaku individu yang mempunyai kebebasan untuk memilih, yang secara tidak langsung atau tidak secara eksplisit dikaitkan dengan sistem reward, dan memberi kontribusi pada efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi.

Robbins (2012) mengemukakan bahwa organizational citizenship behavior merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.


(31)

Rifai (2005) menjelaskan bahwa organizational citizenship behavior dapat dilihat sebagai sebuah rangkaian proses dimana karyawan berperilaku secara spontan di luar dari uraian jabatan yang nantinya berguna untuk meningkatkan efektivitas organisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa organizational citizenship behavior adalah perilaku yang bersifat suka rela dan dipilih sendiri oleh karyawan yang memberikan kontribusi dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dan tidak terkait dengan sistem reward.

A2. Dimensi-dimensi Organization Citizenship Behavior

Istilah Organizational Citizenships Behaviour pertama kali diajukan oleh Organ (1988) yang mengemukakan lima dimensi primer dari organizational citizenship behavior yakni :

1. Perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasional organisasi (Altruism).

2. Perilaku yang menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah (Civic Virtue). 3. Kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum

(Conscientiousness).

4. Perilaku meringankan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain (Courtesy).

5. Tidak membuat isu-isu yang tidak baik meskipun merasa kecewa (Sportmanships).


(32)

Sedangkan menurut Graham (1991) mengemukakan tiga bentuk OCB yaitu:

1. Obedience; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan

mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

2. Loyalty; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan

kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi. 3. Participation; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif

mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari: a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam

urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya: selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan-pertemuan tidak resmi.

b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.

c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi pengembangan organisasi.

Podsakoff et al. (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi:

1. Perilaku membantu. Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi


(33)

ini merupakan komponen utama dari OCB. Organ (1988) menggambarkan dimensi ini sebagai perilaku altruism, pembuat/ penjaga ketenangan dan menyemangati teman kerja.

2. Kepatuhan terhadap organisasi. Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan melebihi harapan minimum perusahaan. Karyawan yang menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi. Dimensi ini serupa dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan perusahaan.

3. Sportsmanship. Yaitu tidak melakukan complain mengenai ketidaknyamanan bekerja, mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini serupa dengan konsep mengahargai perusahaan dan tidak mengeluh.

4. Loyalitas terhadap organisasi. Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi (Van Dyne, et al., 1994, 1998).

5. Inisiatif individual. Sama dengan apa yang disebut Organ (1988) sebagai kesadaran (conscientiousness), merupakan derajat antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang diharapkan. Dimensi ini serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela mengerjakan tugas

6. Kualitas sosial. Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung jawab dan konstruktif dalam proses politik organisasi, bukan hanya


(34)

mengekspresikan pendapat mengenai suatu pemberian, tetapi mengikuti rapat, dan tetap mengetahui isu yang melibatkan organisasi (Organ, 1988).

7. Perkembangan diri. Meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, dimensi yang digunakan pada penelitian ini adalah dimensi menurut Organ yaitu altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy, sportmanships.

A3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks. Penelitian yang dilakukan oleh Moorman (1998), Wayne (1997) dan Liden (1996) menemukan adanya pengaruh kuat dari persepsi atas dukungan organisasi terhadap OCB. Semakin positif persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi kepadanya, akan semakin tinggi intensitas OCB. Karyawan akan rela memberikan kinerja terbaiknya di luar tugas-tugas resminya karena merasa bahwa organisasi memberikan apa yang mereka harapkan. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku OCB.

Iklim organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka


(35)

diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya. Penilaian karyawan terhadap keadilan berbagai kebijakan atau peraturan perusahaan juga mempengaruhi OCB. Seseorang yang merasa diperlakukan secara adil oleh perusahaan melalui berbagai aturannya akan meningkat OCB nya. Sebaliknya, karyawan yang merasa diperlakukan tidak adil akan semakin rendah OCB nya (Moorman, 1998 & Schappe, 1998).

OCB juga dipengaruhi oleh hubungan antara atasan bawahan yang selama ini terjalin. Semakin bawahan merasa dekat dengan atasan, merasa diberi kepercayaan oleh atasan, merasa diperhatikan atasan, dan sebagainya, akan semakin tinggi OCB nya (Liden et.al, 1996; Wayne.et.al, 1997). Riggio (1990) juga menyatakan bahwa apabila interaksi pemimpin-bawahan berkualitas tinggi maka seorang pemimpin akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa pemimpinnya banyak memberikan dukungan dan motivasi

.

Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada pemimpinnya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh pemimpin mereka

Padsakoff et.al (1997) mengidentifikasi variabel kepuasan kerja yang ternyata berpengaruh pada OCB. Karyawan yang merasa puas dengan tugas-tugas yang harus ia lakukan dari perusahaan selama ini akan menunjukkan tingkat OCB yang lebih tinggi dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas dengan hal tersebut.

Sommers et.al (1996) menyebutkan bahwa masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB. Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi


(36)

akan memiliki keterdekatan dan keterikatan yang kuat terhadap organisasi tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya, serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi yang memperkerjakannya.

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku OCB secara individual maupun kelompok. George dan Brief (1992) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain.

Wijayanto dan Kismono (2004) memprediksikan bahwa organizational citizenship behavior dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan. Hal ini dikarenakan kecerdasan seseorang memainkan peranan yang penting dalam menentukan bagaimana seseorang berperilaku.

Perilaku-perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerjasama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi daripada pria dan lebih menunjukkan perilaku menolong daripada pria (Konrad, 2000). Lovell et al. (1999) juga menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkat OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar dari pada pria. Morrison (1994) juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara


(37)

pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibandingkan pria.

Jahangir et.al (2004) menyatakan bahwa pegawai yang lebih muda fleksibel dalam mengatur kebutuhan mereka dan kebutuhan organisasi. Sementara itu, pegawai yang lebih tua cenderung lebih kaku dalam menyesuaikan antara kebutuhan mereka dan kebutuan organisasinya. Sehingga, para pegawai muda dan tua bisa memiliki orientasi-orientasi yang berbeda kepada diri mereka sendiri, orang lain dan pekerjaannya. Perbedaan usia bisa menghasilkan perbedaan motif pada OCB.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior meliputi:

a. Faktor individu

Perbedaan individu termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu. Kepribadian, jenis kelamin, kemampuan dan pengetahuan, kecerdasan, usia dan masa kerja merupakan faktor individu yang mempengaruhi OCB.

b. Faktor kelompok

OCB didasari oleh kedekatan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Oleh karena itu, persepsi positif individu terhadap hubungan sosial meningkatkan kohesivitas mereka terhadap kelompok dan kohesivitas inilah yang mempengaruhi terbentuknya perilaku OCB (Carless et.al, 2000).

Norma budaya dalam kelompok dapat mendorong seseorang untuk saling menolong satu sama lain kapan pun dibutuhkan. Karyawan yang merasa nyaman dalam organisasi dan mendapat manfaat secara pribadi, sangat senang untuk


(38)

membalas perlakuan dari kelompoknya dengan bentuk organizational citizenship behavior (Leung, 2008).

c. Faktor organisasi

Iklim dan budaya organisasi, interaksi atasan bawahan dalam suatu organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan. Hal ini dapat dipahami melalui proses modeling yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB (Graham, 1991; Hui & Law, 1999).

Selain itu, karyawan yang dipelakukan secara adil oleh organisasi akan menunjukkan perilaku OCB. Keadilan sangat berpengaruh terhadap karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB (Moorman dan Blakely, 1998; Luthans, 2006).

Individu mengevaluasi hubungan pertukaran sosial mereka dengan organisasi melalui persepsi mereka terhadap sejauh mana dukungan yang diberikan oleh organisasi kepada mereka. Saat individu menyatakan bahwa organisasi mereka peduli terhadap karyawannya, dan mengerti tentang apa yang dibutuhkan individu, mereka akan memperlihatkan hubungan yang lebih baik dengan organisasi (David & Thomas, 2008).

Semakin terikat karyawan tersebut secara emosional dengan organisasinya, maka semakin cenderung ia membantu rekan kerja dan atasan dalam hal penyelesaian tugas, pencegahan masalah dalam bekerja, dan pemberian semangat


(39)

(Ahdiayana, 2009). Karyawan juga akan semakin cenderung untuk membantu organisasi secara keseluruhan, dengan cara mentolerir situasi yang kurang ideal dalam bekerja, peduli pada kelangsungan hidup perusahaan dan patuh pada peraturan dan tata tertib perusahaan (Purba dan Seniati, 2004).

Tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB tersebut akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan ketertarikan penulis sendiri untuk mendalami organizational citizenship behavior dilihat dari faktor individu dalam hal ini kecerdasan emosional dan faktor kelompok ditinjau dari kohesivitas kelompok.

A.4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior dalam Perusahaan

Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah berikut (Podsakoff et.al, 2000) :

1. Organizational citizenship behavior meningkatkan produktivitas rekan kerja.

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik pada unit kerja atau kelompok.


(40)

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.

b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan membantu manajer terhindar dari krisis manajemen.

3. Organizational citizenship behavior menghemat sumber daya yang dimiliki

manajemen dan organisasi secara keseluruhan.

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanships akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.

4. Organizational citizenship behavior membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.


(41)

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril, sehingga anggota kelompok tidak perlu menghabiskan energi dan waktu. b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan

mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.

5. Organizational citizenship behavior dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.

a. Menampilkan perilaku civic virtue akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.

b. Menampilkan perilaku courtesy akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.

6. Organizational citizenship behavior meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik.

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportsmanship akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.

7. Organizational citizenship behavior meningkatkan stabilitas kerja


(42)

a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir ditempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja.

8. Organizational citizenship behavior meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku concientioussness akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

B. Kohesivitas Kelompok

B.1. Definisi Kohesivitas Kelompok

Kelompok kerja menjadi suatu hal yang sangat penting saat ini. Bekerja dalam sebuah kelompok akan memberikan keuntungan dibandingkan dengan bekerja sendiri. Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan kelompok sebagai


(43)

sekelompok orang yang dipersepsikan terikat satu sama lain dalam sebuah unit yang koheren pada derajat tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan anggota kelompok bertahan dalam kelompok inilah yang disebut kohesivitas.

Robbins dan Judge (2008) menyatakan kohesivitas kelompok sebagai tingkat dimana para anggotanya saling tertarik dan termotivasi untuk tinggal dalam kelompok tersebut. Kohesivitas menurut Man dan Lam (2003) adalah sebuah proses dinamis yang mencerminkan kecenderungan anggota kelompok untuk selalu bersama dan mempertahankan kesatuan untuk mencapai tujuan. Baron & Byrne (2004) mendefinisikan kohesivitas sebagai semua kekuatan yang menyebabkan anggota bertahan dalam suatu kelompok, seperti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok yang tepat. Forshyt (2010) juga menyatakan bahwa kehesivitas kelompok sebagai proses dinamis yang merefleksikan kecenderungan anggota tim secara bersama-sama untuk tetap bersatu dalam bekerja sama mencapai tujuan.

Hasil nyata dari kohesivitas meliputi kinerja atau produktivitas. Sudah menjadi hal umum bahwa kesatuan menghasilkan kekuatan. Kohesivitas yang tinggi menghasilkan kinerja yang lebih baik dengan meningkatkan koordinasi antar anggota dan meningkatkan cara kerja yang baik dalam kelompok (Arninda & Safitri, 2012). Saat norma dalam kelompok bersifat positif dan berorientasi pada tugas, maka kohesivitas akan menghasilkan kinerja yang lebih baik (Man dan Lam, 2003).

Sanders dan Schyns (2006) menyatakan kohesivitas sangat penting dalam karakteristik kelompok karena anggota kelompok akan dengan sukarela untuk


(44)

saling bekerja sama satu sama lain. Hal ini disebabkan karena anggota kelompok akan cenderung untuk lebih sensitif terhadap rekan-rekannya dan akan rela untuk memberikan bantuan serta bimbingan. Man dan Lam (2003), diskusi dan interaksi antar anggota kelompok akan menghasilkan banyak alternatif solusi yang akan menghasilkan produktivitas yang lebih baik.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terhadap kohesivitas kelompok diukur melalui persepsi anggota terhadap tingkat kohesivitas kelompoknya. Persepsi anggota terhadap kohesivitas kelompok akan diperoleh dari respon anggota terhadap skala kohesivitas kelompok yang dapat disebut dengan self-report technique oleh karyawan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kohesivitas kelompok merupakan penilaian anggota kelompok yang menunjukkan sejauh mana kelompoknya memiliki kecenderungan untuk terus bersama dan mempertahankan kesatuan untuk mencapai tujuan.

B.2. Aspek-aspek Kohesivitas Kelompok

Widmeyer et. all (2009); Carless dan Paola (2000) menyatakan bahwa aspek-aspek kohesivitas pada dasarnya terdiri dari dua aspek: social cohesion dan

task cohesion. Weinberg dan Gould (2003) mengatakan kohesi tugas

mencerminkan sejauh mana anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sedangkan kohesi sosial mencerminkan atraksi interpersonal diantara anggota kelompok. Kohesi sosial mencerminkan sejauh mana anggota tim saling menyukai dan menikmati perusahaan satu sama lainnya.


(45)

Cota (1995) mengungkap aspek-aspek kohesivitas yang lebih lengkap lagi, yaitu (dalam Baron, 2004):

1. Integrasi kelompok dalam tugas (group integration-task); persepsi anggota kelompok terhadap kedekatan tim dalam menyelesaikan tugas.

2. Integrasi kelompok secara sosial (group integration-social); persepsi anggota kelompok terhadap kedekatan dan keakraban tim dalam aktivitas sosial.

3. Ketertarikan individu pada tugas kelompok (individual attraction to group-task); persepsi anggota kelompok terhadap keterlibatan diri pada tugas kelompok.

4. Ketertarikan individu pada kelompok secara sosial (individual attraction to group-social); persepsi anggota kelompok terhadap keterlibatan interaksi sosial dalam kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, aspek-aspek kohesivitas yang diungkapkan oleh Cota (1995) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

B.3. Manfaat Kohesivitas Kelompok dalam Perusahaan

Kelompok kerja merupakan bagian dari kehidupan organisasi, atau dengan kata lain kelompok kerja merupakan sebuah organisasi kecil dari suatu organisasi besar. kelompok kerja memang keberadaannya memang dibutuhkan oleh organisasi besar demi pencapaian tujuan organisasi (Yuwono, 2005). Manfaat kohesivitas kelompok dalam perusahaan:

1. Kohesivitas kelompok akan membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Rasa nyaman dalam bekerja menimbulkan kebersamaan dan pada


(46)

akhirnya akan menghasilkan produktivitas yang tinggi (Jewell, 1998; Gibson, 2003; Mathis & Jackson, 2006).

2. Kohesivitas kelompok kerja yang terjalin dalam kelompok kerja dapat meningkatkan semangat kerja karyawan, karena anggota kelompok menikmati interaksi satu sama lain dalam bekerja (Forsyth, 1999).

3. Kohesivitas kelompok dapat memberikan motivasi yang tinggi kepada karyawan, dimana sesama karyawan akan saling membantu sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya (Davis, 2000).

C. Kecerdasan Emosional

C.1. Definisi Kecerdasan Emosional

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai subset kecerdasan sosial yang mencakup kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan emosi dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun pemikiran dan tindakan (Luthans, 2006).

Goleman (2001) juga mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kapasitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri dan untuk mengolah emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Goleman menyimpulkan bahwa pada tingkat individu, elemen kecerdasan emosional dapat diidentifikasi, dinilai dan di up-grade. Pada tingkat kelompok, elemen kecerdasan emosional berarti pengaturan dinamika interpersonal yang baik yang membuat kelompok menjadi lebih cerdas. Pada tingkat organisasi, elemen kecerdasan emosional berarti merevisi hirarki nilai agar kecerdasan


(47)

emosional menjadi prioritas dalam konteks penerimaan karyawan, pelatihan dan pengembangan, evaluasi kinerja dan promosi. Suatu analisis teori akademis mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional mungkin membantu mempermudah adaptasi dan perubahan karyawan. Dalam konteks penelitian empiris, ada beberapa bukti longitudinal yang mengindikasikan bahwa dibanding IQ, kecerdasan emosional adalah prediktor yang lebih baik untuk kesuksesan hidup (keberhasilan ekonomi, kepuasan hidup, persahabatan, kehidupan keluarga). Sedangkan Robbins (2012) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah keanekaragaman keterampilan, kapabilitas, dan kompetensi nonkognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kecerdasan emosional merupakan serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.

C.2. Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosional

Robbins (2012) menyatakan terdapat 5 (lima) dimensi kecerdasan emosional, yaitu:

1. Kesadaran Diri. Kemampuan untuk sadar akan apa yang dirasakan.

2. Mengelola Diri. Kemampuan untuk mengelola emosi dan rangsangan sendiri. 3. Motivasi diri. Kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kemunduran dan

kegagalan.


(48)

5. Keterampilan sosial. Kemampuan untuk menangani emosi orang lain.

Kecerdasan emosional dalam konteks dunia kerja menurut Goleman sebagaimana dikutip oleh Simons (2001) dalam Hardaningtyas (2004) membagi dua wilayah kerangka kecerdasan emosi yaitu:

1. Kompetensi pribadi (personal competence), yaitu bagaimana mengatur diri sendiri yang terdiri dari:

a. Kesadaran diri (self awareness), yaitu kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri. Indikatornya: tingkat emosional awareness, ketepatan self assessment, self confidence.

b. Kemampuan mengatur diri sendiri (self regulation/self management), yaitu kemampuan mengatur perasaannya. Indikatornya: tingkat self control,

trustworthiness dan conscientiousness, inovasi dan adaptasi.

c. Motivasi, yaitu kecenderungan untuk memfasilitasi diri sendiri untuk mencapai tujuan walaupun mengalami kegagalan dan kesulitan. Indikatornya; tingkat achievement drive, komitmen, inisiatif dan optimisme. 2. Kompetensi sosial (social competency), yaitu kemampuan mengatur hubungan

dengan orang lain yang terdiri dari:

a. Empati, yaitu kesadaran untuk memberikan perasaan/perhatian, kebutuhan atau kepedulian kepada orang lain. Indikatornya; memahami orang lain, mengembangkan orang lain, berorientasi pada pemberian pelayanan,

leveraging diversity, kesadaran politis.

b. Memelihara hubungan sosial, yaitu mengatur emosi dengan orang lain, keterampilan sosial seperti kepemimpinan, kerja tim, kerjasama, dan negosiasi. Indikatornya: kemampuan mempengaruhi, kemampuan


(49)

komunikasi, kemampuan mengelola konflik, tingkat kepemimpinan, change catalyst.

C.3. Manfaat Kecerdasan Emosional pada Perusahaan

Kecerdasan emosional memiliki banyak manfaat dengan mengetahui kapan dan bagaimana mengekspresikan emosi sehingga hal tersebut dapat terkontrol. Manfaat kecerdasan emosional dalam perusahaan (Goleman, 1998):

1. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimiliki termasuk keterampilan intelektual dan spiritual.

2. Kecerdasan emosional dapat mendorong seorang karyawan dalam mengelola perasaan, memotivasi diri sendiri, berempati, dan bekerjasama dengan orang lain.

3. Kecerdasan emosional akan mendorong karyawan berperilaku secara koperatif, suka menolong, perhatian dan bekerja bersungguh-sungguh diluar persyaratan formal.

D. Gambaran PT. Tanimas Soap Industries

PT. Tanimas Soap Industries merupakan corporate dari PT. Tanimas Group dimana pendirian perusahaan ini dilatar belakangi oleh peluang bisnis baru yang dilihat oleh PT. Tanimas Edible Oil sebagai kolektor minyak kelapa sawit dari beberapa pabrik kelapa sawit di Indonesia. Produksi PT. Tanimas Edible Oil menjadi salah satu sumber bahan baku untuk PT. Tanimas Soap Industries dalam menjalankan roda bisnisnya ditambah dengan pembelian CPO dari beberapa


(50)

perusahaan yang menjadi kolektor minyak kelapa sawit. Untuk melancarkan pengangkutan hasil produksi dari lokasi usaha ke pelabuhan, PT. Tanimas Soap Industries menggunakan transportasi dari PT. Tangki Mas yang juga corporate

dari PT. Tanimas Group.

PT Tanimas Soap Industries merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan industri di kawasan berikat dengan hasil produksinya berupa sabun cuci dan sabun mandi. Dalam hal ini PT. Tanimas Soap Industries akan memproduksi sabun berdasarkan permintaan dari konsumennya yang merupakan distributor

consumer good ataupun pabrikan di kawasan benua Afrika dan sebagian negara di benua Asia.

Sebagai corporate dari PT. Tanimas Group, PT. Tanimas Soap Industries mempunyai visi menjadi perusahaan consumer good kelas dunia yang berekspansi secara strategis dan terus menerus berkembang. Misinya adalah mempertahankan bisnis melalui optimalisasi sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi yang kompetitif dan mitra bisnis yang bersinergis, dengan memberikan yang terbaik terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen; dan menyediakan kualitas hidup yang lebih baik bagi para stakeholder.

Berdasarkan struktur organisasi, PT. Tanimas Soap Industries memiliki enam departemen dimana antara satu departemen dengan departemen lainnya mempunyai keterikatan dalam pelaksanaan tugasnya. Departemen produksi sebagai salah satu departemen yang memegang peranan dalam menghasilkan produk perusahaan memiliki tujuh unit bagian yang karyawannya diharapkan memiliki kinerja yang maksimal serta mau bekerja secara ekstra sehingga dapat


(51)

mengantarkan perusahaan mencapai visinya menjadi perusahaan kelas dunia dan bertahan dalam persaingan global.

E. Hubungan Kohesivitas Kelompok dan Kecerdasan Emosional dengan

Organizational Citizenship Behavior

Selain menampilkan perilaku in-role, perusahaan juga berharap karyawannya dapat menampilkan perilaku ekstra-role. Perilaku extra-role sangat penting artinya karena memberikan manfaat yang lebih baik untuk menunjang keberlangsungan organisasi (Oguz, 2010).

Perilaku extra-role di dalam organisasi dikenal dengan istilah

Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan (volunteer)

untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan dan prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997).

Organisasi tidak akan berhasil dengan baik tanpa ada anggota yang melakukan perilaku organizational citizenship behavior. Karyawan yang baik (good citizenship) cenderung melakukan organizational citizenship behavior. Perilaku-perilaku tersebut secara normatif dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja baik kinerja secara pribadi, secara teamwork maupun organisasi (Mar-koczy & Xin, 2002).

Seseorang karyawan dalam menampilkan OCB dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketika berada dalam kelompok kerja, OCB menjadi sebuah tipe perilaku


(52)

kerja dimana para karyawan yang memang senang berada dalam sebuah kelompok akan memilih melakukan perilaku tersebut. Wijayanto dan Kismono (2004) mengindikasikan bahwa hubungan karyawan dengan rekan kerjanya atau karyawan lain dalam suatu kelompok yang kohesif, dapat meningkatkan tanggung jawab individu yang akhirnya dapat memotivasi karyawan untuk melakukan peran ekstranya. Karyawan yang merasa nyaman dalam suatu kelompok kerja dan mendapat manfaat secara pribadi, sangat senang untuk membalas perlakuan dari kelompoknya dengan bentuk organizational citizenship behavior (Leung, 2008).

Organizational citizenship behavior dapat meningkat saat kelompok

menjadi lebih kohesif. Perilaku seperti koperatif, membantu dan mengajarkan rekan kerja, atau bekerja melebihi waktu saat mendapatkan tugas, diharapkan akan muncul dalam kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi.Walaupun hal tersebut tidak diminta, diharapkan bagi anggota yang memiliki ikatan yang kuat dengan kelompoknya akan rela melakukan hal tersebut bukan hanya untuk kepentingan pribadi tapi juga demi kepentingan kelompok (Stashevsky dan Koslowsky, 2006).

Sikap kooperatif karyawan sendiri dapat menunjukkan tingkat sportmanship

yang dimiliki karyawan. Apabila tingkat sportsmanship yang ditunjukkan karyawan sangat kurang maka akan memberikan efek yang negatif terhadap kohesivitas kelompok dan membuat suasana kerja menjadi kurang atraktif. Keadaan tersebut tentu saja dapat menahan karyawan untuk menjadi sangat produktif (Podsakoff, 1997). Keyakinan akan adanya good sports akan dapat meningkatkan suasana kerja dalam kelompok ataupun organisasi yang membuat hal tersebut menjadi lebih menarik bagi para karyawan (Widmeyer, 2009).


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai kesimpulan mengenai hasil penelitian, serta saran yang diajukan. Saran berupa saran yang bersifat praktis dan teoritis. Saran yang bersifat praktis adalah saran untuk penggunaan yang bersifat praktis sedangkan saran teoritis adalah saran yang dapat digunakan untuk meningkatkan penelitian sejenis di masa mendatang.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di bab sebelumnya, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Mayoritas partisipan penelitian memiliki tingkat organizational citizenship behavior yang tergolong sedang. Dengan demikian berarti karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries cukup bersedia untuk membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah, cukup bersedia menampilkan kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum, cukup bersedia untuk meringankan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain dan tidak membuat isu-isu yang tidak baik meskipun merasa kecewa.

2. Mayoritas partisipan penelitian memiliki tingkat kohesivitas kelompok yang tergolong sedang. Dengan demikian dapat diartikan bahwa mayoritas


(2)

karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries cukup memiliki kecenderungan untuk terus bersama dan mempertahankan kesatuan untuk mencapai tujuan diperusahan tempat mereka bekerja.

3. Mayoritas partisipan penelitian memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tergolong sedang. Dengan demikian dapat diartikan bahwa mayoritas karyawan departemen produksi PT. Tanimas Soap Industries cukup cerdas secara emosional. Mereka cukup sadar akan apa yang mereka rasakan, cukup mampu untuk mengelola emosi dan rangsangan sendiri, cukup mampu untuk bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan, dan cukup mampu merasakan bagaimana yang dirasakan orang lain.

4. Terdapat pengaruh antara kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior. Artinya kohesivitas kelompok dan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai organizational citizenship behavior karyawan.

5. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari kohesivitas kelompok terhadap organizational citizenship behavior. Artinya kohesivitas kelompok memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya organizational citizenship behavior karyawan. Hubungan positif menunjukkan hubungan yang searah yakni semakin tinggi kohesivitas kelompok akan semakin meningkatkan organizational citizenship behavior karyawan.

6. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior. Artinya kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya organizational citizenship behavior karyawan. Hubungan positif menunjukkan hubungan yang searah


(3)

yakni semakin tinggi kecerdasan emosional akan semakin meningkatkan organizational citizenship behavior karyawan.

7. Kontribusi variabel kecerdasan emosional terhadap organizational citizenship behavior lebih besar dibandingkan kontribusi kohesivitas kelompok terhadap nilai organizational citizenship behavior.

8. Tiga dari empat aspek kohesivitas kelompok memberikan kontribusi yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior yaitu aspek group integration social, individual attraction to group task, individual attraction to group social. Diantara ketiga aspek ini, aspek group integration social memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai organizational citizenship behavior.

9. Empat dari lima dimensi kecerdasan emosional memberikan kontribusi yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior yaitu dimensi self awareness, self regulation, motivasi dan empati. Diantara keempat dimensi ini, dimensi self awareness memberikan kontribusi yang paling besar terhadap nilai organizational citizenship behavior.

B. Saran Penelitian B.1. Saran Teoritis

Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti dalam melakukan penelitian ini menyebabkan penelitian ini tidak luput dari kelemahan-kelemahan. Dengan alasan tersebut, maka peneliti mengemukakan saran-saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:


(4)

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai organizational citizenship behavior dengan mengkaitkan kepribadian, jenis kelamin, kemampuan dan pengetahuan, motivasi, norma kelompok, iklim organisasi dan lain sebagainya.

2. Melakukan penelitian pada industri lain dengan level jabatan yang bervariasi agar hasil penelitian lebih valid dan reliabel.

B.2. Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi yang paling besar terhadap organizational citizenship behavior karyawan. Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :

1. Organisasi melakukan sosialisasi mengenai pentingnya organizational citizenship behavior terhadap peningkatan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi sehingga karyawan menjadi paham dan bersedia untuk mengaplikasikannya di lingkungan organisasi.

2. Organisasi diharapkan dapat memberikan apresiasi ataupun perlakuan yang positif kepada karyawan yang bersedia mengaplikasikan organizational citizenship behavior di lingkungan organisasi seperti pujian secara formal yang diumumkan keseluruh karyawan dalam periode tertentu sehingga karyawan lebih termotivasi untuk mengaplikasikannya.

3. Berdasarkan kategorisasi yang menunjukkan mayoritas subjek penelitian memiliki organizational citizenship behavior dalam taraf sedang, maka perusahaan dapat memberikan pelatihan kecerdasan emosional kepada


(5)

karyawan. Peningkatan kecerdasan emosional karyawan diharapkan dapat meningkatkan organizational citizenship behavior karyawan.


(6)

ties in organizational citizenship behavior. Journal of Business Ethics, 81, 561-578.

Lovell, S.E., Kahn, A. S., Anton, J., Davidson, A., Dowling, E., Post, D., & Mason, C. (1999). Does Gender Affect The Link between Organizational Citizenship Behavior and Preference Evaluation? Sex Roles, 41, 469-478. Luthans, F. (2006). Perilaku organisasi. Edisi 10. Terjemahan Vivin Andhika.

Yogyakarta: Andi.

Man, D.C., & Lam, S.S. (2003). The effects of job complexity and autonomy on cohesiveness in collectivistic and individualistic work groups: A cross cultural analysis. Journal of Organizational Behavior. Vol December, 24, 979-1001.

Markoczy, L & Xin, K. (2002). The Virtues of Omission in Organizational Citizenship Behavior. http://www.goldmark.org. Diunduh tanggal 25 Maret 2014.

Mathis, L Robert. & Jackson, H,J. (2006), Human Resource Management (Terjemahan Diana Angelica), Edisi Sepuluh; Jakarta: Salemba Empat. Moorman, R. H., Niehoff, B. P., & Organ, D. W. (1993). Treating employees

fairly and organizational citizenship behavior: Sorting the effects of job satisfaction, organizational commitment, and procedural justice. Employee Responsibilities and Rights Journal, 6, 209–225.

Moorman, R.H., Blakely, G.L. & Niehoff, B.P. (1998). Does perceived organizational support mediate the relationship between procedural justice and organizational citizenship behavior?. Academy of Management Journal, 41, 351-357.

Morrison, E.W., (1994). Role Definitions and Organization Citizenship Behavior: The Importance of The Employee`s Perpective. Academy of Management Journal, 37(4), 1543-1567.

Morrow, P.C., & McElroy, J.C. (1987). Work commitment and job satisfaction over three career stages. Journal of Vocational Behavior, 30: 330 – 346 Muhdiyanto., Hidayati, L.A. (2011). Efek moderasi self – efficacy pada pengaruh

kecerdasan emosional terhadap perilaku kewarganegaraan organisasional. Studi empiris di lembaga keuangan bukan bank di Magelang. Makalah dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Magelang.

Nibler, R., Harris, K.L. (2003). The effect of culture and cohesiveness on intragroup conflict and effectiveness. The Journal of Social Psychology, 14(5), 613-631.