ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK DOMINAN PERNIKAHAN PADA USIA REMAJA DI DESA SENDANG AGUNG DUSUN VI KECAMATAN BANDAR MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2011

(1)

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK DOMINAN PERNIKAHAN PADA USIA REMAJA DI DESA SENDANG AGUNG DUSUN VI KECAMATAN BANDAR MATARAM LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2011 Oleh

MALELUAN PRAMANA

Masalah dalam penelitian ini adalah faktor penyebab dan dampak dominan pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI Kecamatan Bandar Mataram. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah faktor penyebab dan dampak pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung Dusun VI kecamatan Bandar Mataram Lampung Tengah tahun 2011?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan dampak dari pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram Lampung Tengah tahun 2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Informan dalam penelitian sebanyak 15 orang anggota keluarga yang menikah pada usia remaja. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan pada catatan tertulis, dokumen-dokumen, foto-foto, rekaman suara yang dianalisis kedalam data intrasubyek dan data intersubyek.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor penyebab dominan pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram adalah rendahnya tingkat pendidikan orang tua yang hanya tamat SD/sederajat dan anak yang hanya tamat SLTP dan SLTA, rendahnya tingkat perekonomian orang tua, tradisi/kebiasaan yang sudah ada sejak dahulu, pandangan orang tua dan anak terhadap perkawinan, dan pengaruh teman sebaya dari beberapa faktor penyebab tersebut yang paling dominan adalah rendahnya jenjang pendidikan dan pengaruh teman sebaya. Pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram lebih banyak negatif dibandingkan dampak positifnya. Dampak negatifnya adalah putus komunikasi diantara anggota keluarga, sikap egosentrisme, permasalahan ekonomi/finansial, masalah kesibukan, dan jauh dari agama. Sedangkan dampak positifnya yaitu berkurangnya kenakalan remaja.

Saran yang dapat diberikan adalah (1) peneliti akan memberikan sosialisasi tentang dampak negatif pernikahan pada usia remaja kepada masyarakat, (2) kepada remaja yang sudah menikah hendaknya dapat memahami dan menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal, (3) kepada setiap orang tua dan masyarakat hendaknya memberikan bimbingan kepada setiap remaja agar tugas perkembangan selama masa remaja dapat terpenuhi.


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i ABSTRAK ………. ii RIWAYAT HIDUP ……….. iii MOTTO …...………. iV PERSEMBAHAN ………..V SANWACANA ……….Vi DAFTAR ISI ……….iX DAFTAR TABEL ………Xii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6 C. Perumusan Pertanyaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja

1. Pengertian Remaja ... 9 2. Ciri-Ciri Remaja ... 10 3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 20


(3)

5. Kerentanan Usia Remaja ... 24

B. Pernikahan dan Keluarga 1. Pengertian Pernikahan ... 27

2. Tujuan Pernikahan ... 28

3. Pengertian Keluarga ... 29

4. Komunikasi Keluarga ... 30

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga ... 31

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Krisis Keluarga ... 33

C. Bimbingan Konseling Keluarga Dan Pernikahan Usia Remaja 1. Pengertian bimbingan konseling keluarga ...39

2. Tujuan bimbingan konseling keluarga ...40

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dibawah Umur ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

B. Alat Bantu Penelitian ... 49

C. Tipe Penelitian ... 50

D. Karakteristik Partisipan ... 51

E. Metode Pengumpulan Data ... 51

F. Prosedur Penelitian... 52

G. Instrumen ... 55

H. Analisis Data Penelitian ... 55

BAB IV HASIL DAN ANALISIS A. Analisis Intrasubjek 1. Partisipan1………..59


(4)

2. Partisipan 2 ……….60

3. Partisipan 3 ……….60

4. Partisipan 4 .……….…61

5. Partisipan 5 .……….…61

6. Partisipan 6 .……….…62

7. Partisipan 7 .……….…63

8. Partisipan 8 .……….63

9. Partisipan 9 ……….64

10. Partisipan 10………...64

11. Partisipan 11………...65

12. Partisipan 12 ………...65

13. Partisipan 13 ………..66

14. Partisipan 14 ………...66

15. Partisipan 15 ………...…67

B. Analisis Intersubjek 1. Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Remaja...67

2. Dampak Pernikahan Pada Usia Remaja ...80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...97

B. Saran ...99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Kisi-Kisi Wawancara ...103

2. Pedoman Observasi ………..108

3. Pedoman Wawancara...110

4. Transkrip Verbatim...118

5. Tabel Tabulasi Data Penduduk Desa Sendang Agung ...192


(5)

8. Surat Ijin Penelitian ………..223 9. Surat Keterangan Penelitian ……….224 10. Surat Pernyataan Persetujuan Hasil Penelitian ……….225


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Remaja...75 Tabel 4.2 Dampak Pernikahan Pada Usia Remaja...88


(7)

MOTTO

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia

setia juga dalam perkara-perkara besar”


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

atas terselesaikannya penulisan skripsi ini,

kupersembahkan karyaku ini kepada :

Kedua orang tuaku tercinta

yang selalu menyertaiku dalam setiap doa’nya.

Terimakasih atas dukungan yang diberikan selama ini.

Adikku yang juga sangat kucintai dan kusayangi

Dan seseorang yang lahir pada tanggal 29 september

yang tidak pernah lelah memberikan dukungan

dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di desa Sendang Agung kecamatan Bandar Mataram Lampung Tengah tanggal 11 Agustus 1987, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan bapak Benediktus Mulyadi dan ibu Anastasia Katijah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Uman Agung tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Xaverius Kotabumi tahun 2002, Sekolah Menengah Atas (SMA) Xaverius 1 Palembang tahun 2005, dan pendidikan formal lainnya di seminari menengah St. Paulus Palembang tahun 2006.

Pada pertengahan tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan, Program studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa pernah mendapatkan beasiswa tahun 2008/2009 (beasiswa BBM), tahun 2009/2010 dan 2010/2011 (beasiswa PPA). Pada Tahun 2010, Penulis melaksanakan Praktek Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMK Negeri 2 Bandar Lampung.


(10)

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis faktor penyebab dan dampak pernikahan pada usia remaja didesa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram Lampung Tengah tahun 2011”. Adapun maksud penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung yang telah memberikan izin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan Konseling sekaligus selaku pembimbing utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu sampai menuju ujian akhir.


(11)

telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi selaku dosen penguji utama terima kasih atas kesediannya memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling (pak Giyono, pak Muswardi, ibu Shinta, ibu Ari, ibu Rani dan pak Redy), terimakasih atas didikannya selama kurang lebih empat tahun perkuliahan. Semoga apa yang bapak dan ibu berikan dapat bermanfaat bagi kehidupan peneliti di masa depan.

7. Bapak dan Ibu staf dan karyawan FKIP Unila, terimakasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi.

8. Bapak Lilis Pambudi sebagai kepala kampung Sendang Agung yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. 9. Saudara Didik, Nur Salim, Dwi Asih, Irwanto, Purwanti, lek Tarni, lek

Giyati, pakde Sular, lek Marso, kang Sugin, mas Budi, Debi Purwanto, mbak Saryanti, mbak Indri, mbak Yati terima kasih atas kesediannya membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.

10. Kedua orang tuaku tercinta yang tak henti-hentinya menyayangiku, memberikan dukungan do’a dan semangat serta menantikan keberhasilanku. 11. Adikku Ant. Tedi Subiyantoro, pak anang, mbok edhok, semua pakde dan

mbokdeku, semua paklek dan bulekku terima kasih atas doa dan motivasi yang diberikan kepadaku.


(12)

13. Sahabat-sahabat seperjuanganku bimbingan dan konseling angkatan 2007 the

king of gombal Bowo, A’ Reman, dang Ewin, bonel Wahid, komandan Agus, mboke Dian, tante Izni, jeng Diah, teteh Ekasus, ses Wuri, Resti, Sulis, Ema, Wita, Mbak Inoy, Aam, Sufi, Asep, Arom, Bety, Ira khususnya Alfi yang memberikan pinjaman buku sebagai bahan referensi dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuan, dukungan, do’a dan motivasinya.

14. Teman-teman PLBK Sufi, Asrul, Eka, Eva, Riri, dan Pintoko terimakasih atas canda tawa kalian, kebersamaan itu membuat PLBK terasa begitu menyenangkan.

15. Sahabat-sahabatku diserikat sosial vinsensius konferensi st. Yohanes yaitu Albert, Valen, Tinus, Toto, Esti, Ningrum, Kisi, Olive dan Titi terimakasih atas semangat, motivasi dan do’anya.

16. Semua yang mengisi dan mewarnai hidupku, terimakasih atas kasih sayang, kebaikan dan dukungannya yang telah memberikan pelajaran didalam hidupku.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tidak sedikit kekurangan dan kelemahan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya skripsi ini.

Bandar Lampung, 11 Mei 2012 Penulis


(13)

Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Maleluan Pramana NPM : 0713052035

Tempat Tanggal Lahir : Sendang Agung, 11 Agustus 1987

Alamat : Perumahan POLRI Hajimena Blok C2 no.11, Lampung Selatan Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK DOMINAN PERNIKAHAN USIA REMAJA DI DESA SENDANG AGUNG DUSUN VI KECAMATAN BANDAR MATARAM LAMPUNG TENGAH TAHUN 2011” adalah benar hasil karya penulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2011 s/d Desember 2011. Skripsi ini bukan hasil menjiplak, dan atau hasil karya orang lain.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

Bandar Lampung, 11 Mei 2011


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa Sendang Agung merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Lampung Tengah dan menjadi salah satu desa yang berada dalam kawasan kecamatan Bandar Matram. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh PT Sweet Indo Lampung. Luas wilayahnya 831 ha (delapan ratus tiga puluh satu hektar) yang terbagi kedalam 7 (tujuh) dusun. Berdasarkan data kependudukan sampai dengan bulan Mei 2011 jumlah penduduk yang ada di desa Sendang Agung adalah 3763 (tiga ribu tujuh ratus enam puluh tiga). Jumlah penduduk laki-laki di desa Sendang Agung adalah 1948 (seribu sembilan ratus empat puluh delapan) dan jumlah penduduk perempuannya 1815 (seribu delapan ratus lima belas). Komponen penduduk yang ada di desa Sendang Agung terbagi kedalam beberapa rentangan usia mulai dari usia lanjut, usia dewasa, remaja, anak-anak dan balita.

Remaja yang tinggal di desa Sendang Agung nampaknya belum dapat memahami bahwa pendidikan pada zaman modern seperti sekarang ini merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Berdasarkan tabulasi data pendidikan penduduk yang ada, sebagian besar penduduknya hanya


(15)

tamat SD/sederajat dan SLTP/sederajat. Pada tahun 2008 jumlah penduduk yang tamat SD adalah 748 (tujuh ratus empat puluh delapan) orang sedangkan yang tamat SLTP adalah 517 (lima ratus tujuh belas) orang. Jumlah keseluruhan penduduk yang tamat kuliah baik itu D1 sampai dengan S2 hanya 28 (dua puluh delapan) orang. Remaja yang tinggal di desa Sendang Agung masih berasumsi bahwa kebutuhan primer/pokok hanya berupa sandang, pangan dan papan. Menurut ilmu ekonomi kebutuhan primer adalah kebutuhan yang sesegera mungkin harus dapat dipenuhi manusia dan tidak dapat ditunda lagi.

Hampir semua remaja yang tinggal di desa Sendang Agung memang sudah memenuhi kewajiban program pemerintah yakni program wajib belajar 9 tahun bagi seluruh warga Indonesia namun banyak dari mereka yang tidak melanjutkan pendidikan sampai sekolah menengah atas (SMA) bahkan hanya ada beberapa saja dari semua remaja yang melanjutkan studi pendidikannya ke perguruan tinggi (kuliah). Wawasan remaja Sendang Agung tentang kebutuhan akan pendidikan sangat kurang hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pergaulannya, selain itu perekonomian penduduk di desa Sendang Agung sangat bervariasi ada kelas bawah, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi atas. Bagi sebagian penduduk yang kelas ekonominya menengah kebawah, penghasilan orang tua yang tidak menentu menjadi penghambat utama bagi remaja untuk melanjutkan pendidikannya tingkatan yang lebih tinggi.

Sebagian besar remaja yang sudah memenuhi program pendidikan yang diwajibkan pemerintah dan tidak melanjutkan pendidikan ketingkatan yang lebih


(16)

3

tinggi, cenderung memutuskan untuk segera menikah. Menikah bagi remaja di desa Sendang Agung merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi dan menikah pada usia remaja sudah merupakan hal yang lazim terjadi. Mereka tidak pernah berpikir bahwa dalam membangun suatu rumah tangga akan banyak permasalahan hidup yang harus dihadapi. Menurut Boyce menikah pada usia remaja secara psikologis belum matang secara emosional dan akibatnya mereka belum mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam keluarga (Boyce: 2011). Situasi yang berbeda akan terjadi jika pengetahuan dan pengalaman masyarakat di desa Sendang Agung sangat baik. Situasi tersebut akan berubah jika masyarakat telah menyadari pentingnya pendidikan bagi remaja yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk meminimalisir pernikahan pada usia remaja.

Pengalaman dan wawasan penduduk di desa Sendang Agung masih sangat minimal karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi belum dapat berkembang pesat. Paradigma warga terhadap pernikahan usia remaja nampaknya juga merupakan hal yang sudah wajar. Anak perempuan masih mendapatkan posisi nomor dua dibandingkan dengan anak laki-laki. Pendidikan anak laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan dengan anak perempuan. Anak perempuan biasanya hanya lulus SMP saja kemudian orang tuanya segera

menikahkannya. Orang tua merasa risih jika anak perempuannya tidak segera

menikah, selain itu orang tua juga masih punya perasaan takut jika anaknya tidak segera menikah maka nantinya akan menjadi perawan tua.


(17)

Berdasarkan data statistik buku catatan kehendak nikah KUA desa Sendang Agung tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 ada seratus empat puluh tujuh (147) pasangan suami istri yang melangsungkan pernikahan secara resmi. Tujuh puluh satu (71) pasangan suami istri yang sudah resmi menikah tersebut salah satu pasangannya dan ada berberapa dari keduanya menikah pada usia kurang dari dua puluh satu (21) tahun untuk perempuan dan dua puluh lima (25) tahun untuk laki-laki. Dengan demikian secara psikologis usia tersebut masih

tergolong kedalam usia remaja (Hurlock: 2009). Jika diprosentasekan

pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dari tahun 2008-2011 adalah

P= F X100% P= 71 X 100% = 48,29%

N 147

Keterangan : P: Prosentase

F: Jumlah subjek yang menikah diusia remaja N: Jumlah pernikahan keseluruhan

(Muhammad: 1995: 184)

Pada hakekatnya seseorang harus sudah benar-benar siap baik secara mental maupun emosional saat akan menikah sehingga sebuah pasangan sungguh benar-benar mampu menghadapi persoalan hidup setelah menikah. Berbeda dengan fenomena yang terjadi pada remaja di desa Sendang Agung Kecamatan Bandar Mataram, maraknya pernikahan pada usia remaja nampaknya merupakan hal yang sudah lazim. Banyak remaja yang memutuskan masa lajangnya dengan mengikatkan diri pada perkawinan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di desa Sendang Agung, ada dua faktor penting yang menyebabkan fenomena pernikahan pada usia remaja menjadi lazim. Faktor tersebut adalah


(18)

5

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individunya sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri seorang individu misalnya dari orang tua dan teman pergaulan (Hurlock: 2009).

Sejauh ini setiap orang yang menikah pada usia remaja di desa Sendang Agung perjalanan hidup keluarganya tidak selalu berjalan dengan mulus. Banyak persoalan hidup yang menjadi sumber pertengkaran dari kedua individu yang sudah mengikatkan diri dalam ikatan perkawinan antara lain perekonomian keluarga, sikap mau menang sendiri, dan kurang mampu menghargai anggota keluarga yang lain. Meskipun demikian pihak orang tua mereka tidak ikut campur tangan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Berdasarkan observasi peneliti di desa Sendang Agung ada pertengkaran dalam keluarga muda yang berujung pada perceraian. Menurut Hurlock (2009) pertengkaran dalam keluarga sering kali dipicu oleh kurang mendukungnya perekonomian pada keluarga baru, selain itu faktor kematangan mental dan emosional juga dapat menyebabkan pertengkaran dalam keluarga.

Seiring berkembangnya jaman layanan bimbingan dan konseling banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas dan tidak hanya tertuju pada instansi pendidikan saja salah satunya yaitu bimbingan dan konseling keluarga. Menurut Willis (2009: 114) pada bimbingan konseling keluarga fungsi konselor adalah sebagai fasilitator, yaitu untuk memudahkan membuka dan mengarahkan jalur-jalur komunikasi apabila ternyata dalam kehidupan keluarga tersebut pola-pola komunikasi telah berantakan bahkan terputus saman sekali. Konselor dapat


(19)

memberikan layanan bimbingan pengembangan kehidupan keluarga kepada remaja yang sudah menikah agar kehidupan keluarga tersebut menjadi harmonis dan dapat berkembang kearah yang positif. Thayer (dalam Willis: 2009) menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan dalam memecahkan masalah individual maupun keluarga. Setiap individu mampu untuk menbentuk pertumbuhan mereka sendiri baik secara individual maupun secara keluarga. Menurut Prayitno (2004) ada enam bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang pribadi, bidang sosial, bidang belajar, bidang karier, bidang kehidupan berkeluarga, dan bidang kehidupan beragama. Dengan demikian bimbingan pengembangan kehidupan keluarga termasuk kedalam salah satu bidang layanan bimbingan dan konseling.

B. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Menurut Arikunto (1998:52) tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan dasar tersebut, penelitian ini bertujuan :

“Untuk mengetahuifaktor penyebab dan dampak pernikahan pada usia remaja di


(20)

7

2. Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui hasil penelitian tentang “faktor penyebab dan dampak

pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung Dusun VI kecamatan

Bandar Mataram tahun 2011”, maka penelitian ini diharapkan mempunyai

manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi dunia pendidikan di bidang bimbingan dan konseling khususnya dalam memahami fase perkembangan pada usia remaja. Selain itu melalui skripsi ini diharapakan mampu menambah pengetahuan peneliti dalam menuliskan karya ilmiah.

b. Manfaat Praktis

1) Menambah wawasan dan pengetahuan bagi remaja khususnya di desa Sendang Agung tentang faktor penyebab dan dampak pernikahan pada usia remaja yang selama ini terjadi dilingkungan mereka.

2) Bahan referensi penunjang bagi mahasiswa bimbingan konseling khususnya mata kuliah bimbingan konseling keluarga dan psikologi perkembangan remaja.


(21)

C. Perumusan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditentukan diatas, maka

perumusan pertanyaan penelitiannya yaitu: “apakah faktor penyebab dan

dampak dari pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI

kecamatan Bandar Mataram?”.

Adapun subpertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi faktor penyebab pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram?

2. Apakah dampak dari pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI kecamatan Bandar Mataram?


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Definisi remaja cenderung memiliki banyak variasi. Definisi remaja lebih tergantung pada suatu kebudayaan dari masing-masing Negara. Pada kesempatan ini akan dibahas bahwa remaja sebagai sebuah tahapan dalam rentangan kehidupan setiap orang yang berada diantara tahap kanak-kanak menuju tahap dewasa. Menurut Mabey dan Sorensen (dalam Fatimah: 2006 ) Pada periode remaja ada sebuah perubahan yang cukup signifikan terjadi, perubahan yang mencolok adalah perubahan seorang remaja yang beranjak dari ketergantungan terhadap orang lain menuju kemandirian, otonomi dan kematangan. Seseorang yang ada pada periode ini akan bergerak dari sebagai satu bagian suatu kelompok keluarga tertentu menuju bagian dari suatu kelompok teman sebaya dan hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai seorang yang dewasa.

Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu periode penting dalam kehidupan seseorang. Terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain, yang dibuktikan dengan adanya fakta bahwa beberapa orang mengalami periode peralihan ini secara cepat daripada yang lain. Masa remaja menghadirkan begitu banyak


(23)

tantangan, karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik, biologis, psikologis dan juga sosial. Proses-proses perubahan penting akan terjadi pada periode remaja, jika perubahan-perubahan ini mampu dihadapi secara adaptif dan dengan sukses maka semuanya akan berkembang dengan baik. Namun, ketika pada periode remaja ini seorang individu tidak mampu menghadapi dan mengatasi tantangan serta perubahan ini secara sukses, akan muncul berbagai konsekuensi psikologis, emosional dan tingkah laku yang akan merugikan bagi remaja itu sendiri.

Remaja berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh dewasa. Menurut Hurlock (2009) awal masa remaja berlangsung dari kira- kira usia tiga belas tahun sampai dengan enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir remaja bermula dari usia enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai dengan delapan belas tahun yaitu usia matang secara hukum. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai anak- anak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Pada usia remaja mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai bagi dirinya sendiri dan sering melakukan coba-coba meskipun sering melalui banyak kesalahan.

2. Ciri-Ciri Remaja

Masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakan dari tahapan dari masa-masa sebelumnya dan sesudahnya. Adapun beberapa ciri-ciri tersebut menurut Hurlock (2009: 207-208) yaitu:

a. Terjadinya perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental;


(24)

11

b. Merupakan masa peralihan dari masa kanak- kanak kemasa dewasa. Individu harus meninggalkan masa kanak-kanak dan mempelajari pola perilaku yang baru untuk menggantikan pola perilaku yang lama;

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik berkembang dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat;

d. Sebagai masa usia bersalah, pada masa remaja sering mengalami masalah yang sulit untuk dihadapi baik oleh remaja laki-laki maupun remaja perempuan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi masalah yang dialami oleh remaja yaitu masalah ketergantungan terhadap orang tua dan masalah yang ditimbulkan oleh keinginan untuk mandiri. Dalam hal ini kadang kala karena ketidakmampuan remaja untuk menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan harapan mereka sehingga timbul ketegangan, rasa frustasi dan lain sebagainya pada diri remaja;

e. Masa mencari identitas, pada masa ini remaja ingin sekali menjelaskan “siapa dirinya” dan apa yang diinginkan juga “apa peranannya” dalam masyarakat.

Intinya remaja ingin menarik perhatian orang lain;

f. Masa yang tidak realistic, yaitu pada kehidupan ini remaja akan timbul suatu

masa dimana remaja memandang kehidupan sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana kenyataannya. Hal ini juga dialami dalam pembentukan

cita-cita pada remaja. Remaja sering kali mempunyai cita-cita-cita-cita yang tidak realistic


(25)

menimbulkan rasa emosi tersendiri pada diri remaja seperti sakit hati, kecewa dan frustasi.

Masa remaja menurut Bischof (dalam Ali dan Asori, 2004: 16) sering kali dikenal

dengan masa mencari jati diri, oleh Ericson disebut dengan identitas ego. Ini terjadi

karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak- anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ada beberapa karakteristik umum perkembangan remaja menurut Bischof (dalam Ali dan Asori, 2004:17) yaitu:

a. Kegelisahan, yaitu keadaan yang tidak tenang menguasai diri remaja. Mereka mempunyai keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi;

b. Pertentangan, pertentangan yang terjadi pada diri remaja menimbulkan kebingungan baik pada diri remaja maupun orang lain;

c. Menghayal, banyak faktor yang menghalangi keinginan remaja untuk berekspresi dan bereksperimen terhadap lingkungan sehingga jalan keluar yang diambil dengan berkhayal;

d. Aktivitas berkelompok, keinginan berkelompok ini tumbuh sedemikian besarnya dan dapat dikatakan sebagai ciri umum remaja;

e. Keinginan mencoba segala sesuatu. Remaja memiliki rasa ingin tahu karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang menjelajah segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.

Dari dua pendapat diatas, dapat dinyatakan bahwa ciri-ciri atau karakteristik remaja secara umum adalah perkembangan fisik yang relatif pesat, keadaan emosi yang labil,


(26)

13

mempunyai keinginan yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, peningkatan taraf intelektualitas untuk mendapatkan identitas dan mempunyai keinginan yang besar untuk hidup dan beraktifitas dalam kelompok.

Perkembangan masa remaja dapat dipahami dalam pengertian beberapa tantangan yang pasti muncul berikut ini:

a. Tantangan Biologis

Masa remaja dimulai dengan peristiwa kedewasaan yang telah banyak dijelaskan

dengan sebutan pubertas. Menurut Colarusso (dalam Fatimah: 2006) Pubertas

merujuk pada peristiwa-peristiwa biologis yang menyertai menstruasi pertama pada perempuan dan ejakulasi pertama pada laki-laki. Peristiwa-peristiwa ini menandai permulaan dari sebuah proses perubahan fisik yang mendalam. Meskipun ini merupakan suatu proses kedewasaan yang normal, proses ini dapat memberikan kesulitan bagi remaja yang mengalaminya. Hal ini terutama ketika

seorang remaja mengalami pubertas yang terlalu cepat atau bahkan terlalu

lambat. Dalam situasi tersebut memungkinkan remaja mengalami tingkat stres yang sangat tidak nyaman. Peran kedua orang tua sangat penting pada saat ini.

Pada masa pubertas, orang tua bertugas memberi penjelasan tentang masa

tersebut karena hal itu penting sekali dan setiap orang pasti mengalaminya.

Akibat dari masapubertasbisa berupa menurunnya penghargaan diri dan konsep

diri yang akan membuat remaja yang bersangkutan merasa gelisah dan kurang percaya diri, sehingga remaja akan mengalami permasalahan besar yang


(27)

semakin menumpuk misalnya menurunnya nilai akademik dan mungkin akan terjadi penyimpangan sosial yang tidak kita harapkan sebelumnya.

b. Tantangan Kognitif

Menurut Geldard (2010) ketika perubahan biologis yang terjadi pada masa

remaja pada saat yang bersamaan juga terjadi perubahan kognitifnya. Remaja yang sedang mengalami perubahan kognitif tersebut akan mengembangkan suatu kemampuan untuk berpikir abstrak, menemukan cara untuk berpikir tentang masalah hubungan, memahami cara-cara baru untuk mengolah informasi dan belajar berpikir secara kreatif dan kritis.

Menurut Piaget (dalam Geldard: 2010), selama masa awal masa remaja anak muda biasanya melakukan transisi dari tahap operasional konkret menuju tahap operasional formal. Artinya remaja mengalami pergerakan dari batasan pemikiran konkret menuju tahap menjadi mampu secara kognitif untuk berhadapan dengan berbagai gagasan, konsep, dan teori abstrak.

Menurut Knight (dalam Fatimah: 2006) Selama masa remaja kemampuan seorang anak muda untuk melihat, memahami dan menyimpan informasi nampaknya meningkat seiring dengan bertambahnya usia mereka. Selain itu

menurut Keil dan Batterman (dalam Fatimah: 2006) remaja juga secara

progresif mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam menggunakan strategi ingatan dan semakin mampu mendeteksi kontradiksi. Selama masa remaja anak muda juga mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara


(28)

15

logis dan kritis terhadap setiap peristiwa hidup yang dialaminya. Remaja mampu mengenali dan menjelaskan masalah, mengumpulkan informasi, membuat kesimpulan sementara dan mengevaluasikan kesimpulan sementara tersebut untuk membuat suatu keputusan yang sementara.

Daya kreatifitas seorang remaja sangat berkembang pesat seiring dengan perkembangan aspek kognitifnya. Dalam hal ini remaja mampu menemukan sesuatu hal yang berbeda dari yang lain, tingkat imajinasi remaja juga sangat mempengaruhi seorang remaja dalam mencari sebuah solusi dari setiap persoalan yang dijumpai. Dasey (dalam Fatimah: 2006) mengungkapkan bahwa pemikiran kreatif melibatkan pemikiran yang beda, fleksibilitas, orisionalitas, memikirkan berbagai kemungkinan yang tidak pernah terpikir sebelumnya, dan kemampuan untuk mengembangkan beragam solusi atas sebuah persolan yang sama.

Jika remaja tidak mampu menghadapi tantangan kognitif sebagaimana mestinya maka akan timbul dampak negatif yang merugikan remaja sendiri misalnya dikucilkan oleh teman-teman sebayanya. Peran orang tua sangat dibutuhkan sekali oleh remaja. Orang tua hendaknya bersikap sebagai pengontrol tindakan remaja dan mengarahkan kreativitas remaja pada kegiatan yang positif misalnya mengarahkan remaja untuk belajar berwirausaha.


(29)

c. Tantangan Psikologis

Menurut Erikson (dalam Hurlock: 2009) tugas psikologis yang paling penting bagi remaja adalah pembentukan sebuah identitas pribadi. Kegagalan seorang remaja dalam mencapai sebuah identitas pribadi yang memuaskan hampir selalu akan membawa dampak psikologis yang negatif. Seorang remaja memiliki tugas untuk membentuk sebuah identitas pribadi yang bersifat unik dan individual. Selama proses ketika suatu kesadaran tentang identitas pribadi berkembang, akan muncul pula perjuangan bawah sadar bagi terus berlanjutnya karakter pribadi individu tersebut. Ketika identitas pribadi berkembang seiring berjalannya waktu akan muncul kematangan yang menggerakan remaja menuju tahap kedewasaan.

Menurut Adams dan Marshall (dalam Hurlock: 2009) ada 5 fungsi identitas pribadi yang paling umum ditemukan pada remaja:

1. Menyediakan struktur untuk memahami diri seseorang;

2. Menyediakan makna dan arahan melalui komitmen, nilai dan sasaran; 3. Menyediakan kesadaran tentang penguasaan pribadi dan kehendak bebas; 4. Memungkinkan adanya konsistensi, koherensi, dan harmoni antara berbagai

nilai, kepercayaan dan komitmen;

5. Memungkinkan terjadinya pengenalan atas potensi melalui kesadaran terhadap berbagai kemungkinan masa depan dan pilihan alternatif.

Menurut Shave and Shave (dalam Fatimah: 2006) pada saat remaja berada pada proses penemuan jati diri, seorang remaja harus terus menerus menyesuaikan


(30)

17

diri pada berbagai pengalaman, perjumpaan, dan situasi baru. Pada saat yang bersamaan seorang remaja juga menyesuaikan diri mereka dengan perubahan biologis, kognitif, dan psikologis. Hal tersebut akan terasa menekan dan menimbulkan kecemasan bagi remaja, oleh karena itu tidaklah mengejutkan jika seorang remaja melihatkan kemampuan yang lebih rendah untuk mentoleransi, mengasimilasi, dan mengakomodasi perubahan

Pada saat remaja menghadapi tantangan psikologis orang tua hendaknya senantiasa memperhatikan dan mengarahkan remaja sehingga mampu menghadapi tantangan psikologis dengan baik. Jika orang tua cenderung bersikap acuh tak acuh terhadap anaknya maka akan timbul dampak psikologis yang negatif. Seringkali karena remaja ingin merasa berbeda dari teman sebayanya maka ia berpenampilan unik dan tidak wajar misalnya pada remaja laki-laki memakai tindik ditelinga dan mewarnai rambut/pirang.

d. Tantangan Sosial

Proses sosialisasi pada masa remaja berlangsung secara bersamaan dengan pencarian identitas pribadi. Pada kenyataannya proses sosialisasi dan pencarian identitas pribadi bersifat saling berkaitan dan saling bergantung. Sosialisasi akan menguatkan kesadaran akan identitas pribadi sedangkan perkembangan identitas pribadi akan membantu remaja dalam berhadapan dengan harapan dan standar yang ditetapkan masyarakat.


(31)

Jika seorang remaja tidak mampu bertindak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat maka dampak negatif yang bisa saja terjadi yaitu remaja tidak mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan masyarakat. Masyarakat umum akan cenderung memberi penilaian negatif bagi remaja yang tidak mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain.

Masyarakat, orang tua, keluarga dan teman sebaya memiliki harapan yang terkait dengan remaja. Pengharapan ini didasarkan pada asumsi yang sesuai bahwa seorang individu yang sedang bertumbuh dewasa mampu untuk berperilaku berbeda dari masa sebelumnya. Kombinasi dari pengharapan masyarakat, orang tua, keluarga dan teman sebaya dan perubahan kognitif dan psikologis yang diperolehnya akan memberi tantangan bagi remaja untuk membuat suatu perubahan dalam perilaku sosial mereka.

e. Tantangan Moral dan Spiritual

Selama masa remaja anak muda dihadapkan dan ditantang oleh serangkaian luas keputusan moral. Terdapat perbedaan perkembangan moral pada remaja laki-laki maupun perempuan. Pekembangan moral perempun cenderung dipengaruhi oleh orang tuanya khususnya ibunya. Melalui seorang ibu, remaja perempuan belajar untuk memberi dan menerima seperti yang diungkapkan Gilligan (dalam Fatimah: 2006) dibawah ini.

“Etika perhatian perhatian berasal dari ikatan anak pada ibunya dan bahwa

melalui ibunya anak perempuan belajar tentang memberi dan menerima

sebagai sifat dasar suatu hubungan antarmanusia yang didalamnya berbagai


(32)

19

Sedangkan bagi remaja pria perkembangan moralnya dipengaruhi oleh penghargaan masyarakat terhadap tindakan yang dilakukannya. Pendapat tersebut diperkuat oleh ungkapkan Lovat (dalam Fatimah: 2006) dibawah ini.

“Perkembangan moral remaja pria bisa jadi juga dipengaruhi oleh konteks

lingkungan tempat tinggal remaja dan banyak bergantung pada

perkembangan intelektual yang juga terjadi pada masa ini”.

Ketika remaja berusaha menemukan identitas pribadi, pada saat yang sama juga berusaha menemukan makna dalam kehidupan mereka. Mereka akan melihat kedalam diri mereka sendiri untuk menelaah pikiran dan perasaan mereka dan mencoba memberikan penalaran tentang segala pikiran dan perasaan tersebut. Hal inilah yang kemudian menuntun remaja untuk mencari jawaban atas alam spiritual mereka. Spiritualitas remaja seringkali ditunjukkan secara lebih mendasar melalui pencarian atas makna dalam pengalaman kehidupannya sehari–hari.

Fowler (dalam Fatimah: 2006) meyakini bahwa spiritualitas remaja dapat berkembang hanya dalam cakupan pertumbuhan intelektual dan emosional. Dia memandang bahwa kepercayaan spiritual anak-anak dari usia 5 dan 6 tahun

sangat bergantung padaverifikasifakta dari figur-figur otoritas seperti orang tua

dan guru. Pada awal masa remaja, penekanannya lebih pada simbolisme daripada mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Pada masa remaja yang selanjutnya, berbagai simbol dan ritual bisa memainkan peran besar dalam perkembangan kepercayaan spiritual. Pada tahap ini remaja cenderung


(33)

memahami bahwa orang lain memiliki cara yang berbeda dan sama-sama valid dalam memahami dan mengekspresikan spiritualitas mereka.

Dalam menghadapi tantangan spiritual peran orang tua cukup dominan. Orang tua berkewajiban memberi teladan yang baik kepada remaja sehingga kehidupan spiritualitas remaja tetap berjalan dengan baik. Remaja tidak hanya membutuhkan nasehat dari orang tuanya melainkan remaja juga membutuhkan contoh nyata dari kedua orang tuanya dalam kehidupan beragama. Jika orang tua kurang memperhatikan perkembangan remaja dalam menghadapi tantangan moral dan spiritual maka akan timbul dampak yang negatif. Sikap dan perilaku remaja cenderung menyimpang dari moral.

3. Tugas- Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Menurut Hurlock (2009) tugas perkembangan remaja adalah berusaha:

a. Mampu menerima keadaan fisik dan peran seksual; b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia remaja;

c. Mampu menerima hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;

d. Mencapai kemandirian emosional; e. Mencapai kemandirian ekonomi;


(34)

21

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan

untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua; h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki usia dewasa;

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

Pola emosi pada remaja tidak jauh berbeda dengan pola emosi pada anak-anak. Perbedaanya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latiahan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak melainkan dengan menggerutu, mogok makan, mogok bicara dan lain-lain.

Pada anak laki-laki dan perempuan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir

masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu

saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima oleh orang lain. Petunjuk kematangan emosi yang lain yang dapat kita amati pada saat individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang emosinya. Dengan demikian remaja mengabaikan banyak rangsangan yang awalnya dapat menimbulkan ledakan emosi.


(35)

Kematangan emosi remaja dapat dicapai dengan proses belajar untuk memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya terhadap orang tertentu. Bila

remaja ingin mencapai kematangan emosi, ia juga harus belajar menggunakan kataris

emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan

fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis.

Menurut Hurlock (2009: 9) tugas- tugas dalam perkembangan mempunyai tujuan yang sangat berguna antara lain:

a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia tertentu;

b. Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu sepanjang kehidupan mereka; c. Menunjukkan kepada setiap individu tentang sesuatu yang akan mereka hadapi

dan tindakan yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu jika mereka sampai pada perkembangan berikutnya.

4. Pengaruh Teman Sebaya Pada Remaja

Remaja cenderung lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya sebagai kelompok. Dengan demikian dapat kita mengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaran, minat, penampilan dan


(36)

23

perilaku lebih besar daripada pengaruh dari keluarganya. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan model pakaian yang dipakai oleh sekelompok teman sebayanya yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi sangat besar.

Hurrocks dan Benimoff (dalam Hurlock, 2009: 214) menjelaskan pengaruh kelompok sebaya pada masa remaja sebagai berikut:

“kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan

panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Didalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya. Jadi, didalam masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan disitu pulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun. Berdasarkan alasan tersebut kelihatanlah kepentingan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok sebaya terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat

menerimanya dan yang kepadanya ia sendiri bergantung”.

Semakin usia remaja bertambah seiring berjalannya waktu maka pelan-pelan pengaruh kelompok sebaya mulai akan berkurang. Ada dua faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu:

1) Sebagian besar remaja ingin menjadi individu yang berdiri diatas kaki sendiri dan ingin dikenal sebagai individu yang mandiri;

2) Sebagian besar remaja sudah mulai memilih sahabatnya. Remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan besar seperti pada waktu berada pada masa


(37)

remaja awal. Pada masa remaja akhir, ada kecenderungan untuk megurangi jumlah teman.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada remaja awal pengaruh teman sebaya menjadi sangat dominan, namun seiring dengan bertambahnya usia pengaruh teman sebaya menjadi berkurang. Keadaan tersebut terjadi karena setiap remaja ingin mandiri dan mengaktualisasikan dirinya.

5. Kerentanan Usia Remaja

kerentanan fisik pada remaja pada saat ini tidak sepenting bahaya psikologis yang dialami remaja, meskipun demikian bahaya fisik masih tetap ada. Kerentanan fisik yang sering kali terjadi pada usia remaja misalnya cacat fisik akibat kecelakaan sehingga mengakibatkan cacat fisik yang permanen. Kerentanan fisik cenderung tidak banyak memperngaruhi perilaku remaja dan penyesuaian sosialnya, namun hal tersebut berbahaya karena dapat mengakibatkan sikap yang kurang baik dari teman-teman sebayanya. Dampak psikologis usia remaja yang pokok berkisar pada kegagalan menjalankan peralihan psikologis kearah kematangan yang merupakan tugas perkembangan usia remaja yang sangat penting.

Setiap remaja yang mampu membuat penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial akan menunjukkan tanda-tanda peningkatan kematangan setiap tahunnya. Adapun beberapa bidang untuk melihat kematangan penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial remaja dapat ditinjau dari beberapa bidang berikut ini. Bidang tersebut yaitu:


(38)

25

1) Perilaku Sosial

Ketidakmatangan pada bidang perilaku sosial ditunjukkan dengan perilaku lebih memilih pola pengelompokan yang kekanak-kanakan dan kegiatan sosial dengan teman-teman sebaya sesama jenis. Remaja muda yang kurang yakin pada diri sendiri dan pada status mereka dalam kelompok cenderung menyesuaikan diri secara berlebihan sampai akhir masa dewasa maka hal tersebut menandakan ketidakmatangan. Tanda ketidakmatangan yang lain dibidang perilaku sosial adalah tindakan diskriminasi terhadap teman-temannya yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda dengannya.

2) Perilaku Seksual

Ketidakmatangan pada bidang perilaku sosial disebabkan oleh penyesuaian dari sikap bermusuhan dengan lawan jenis, yang merupakan ciri dari akhir masa kanak-kanak dan masa puber. Remaja yang tidak berkencan dengan lawan jenisnya karena mereka kurang menarik bagi lawan jenis atau karena mereka masih meneruskan perasaan tidak senang terhadap lawan jenisnya dianggap tidak matang oleh teman-teman sebayanya. Keadaan yang seperti ini menyebabkan terputusnya hubungan sosial remaja dengan teman-teman yang sikap dan perilakunya terhadap lawan jenis sudah menjadi lebih matang.

3) Perilaku Moral

Ketidakmatangan pada bidang perilaku moral lebih berbahaya untuk penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Remaja yang meletakkan


(39)

standar perilaku yang tidak realistik bagi dirinya sendiri merasa bersalah bila perilaku mereka tidak bisa mengikuti standar-standar yang sudah ditetapkan. Remaja yang meletakkan standar tinggi yang tidak realistik bagi orang lain menjadi kecewa dan bertengkar bila orang lain tidak memenuhi standar yang sudah ada. Hal tersebut akan mengakibatkan putusnya ikatan-ikatan emosional dengan anggota-anggota keluarga dan dengan teman-teman sebaya.

Penyesuaian sosial juga dapat dirusak oleh pelanggaran peraturan dan hukum. Beberapa remaja mengabaikan peraturan dan hukum-hukum yang diharapkan untuk dipatuhi, dan beberapa remaja yang lain tidak mampu

mempelajari peraturan dan hukum-hukum yang harus dipatuhi.

Ketidakmatangan moral juga jelas dalam kenakalan anak dari keluarga-keluarga kaya dibandingkan dengan banyak remaja yang dibesarkan dalam lingkungan yang kurang baik yang akan menimbulkan sikap-sikap antisosial namun justru taat pada peraturan.

4) Hubungan Keluarga

Ketidakmatangan dalam hubungan keluarga seperti yang ditunjukkan dengan adanya pertengkaran dengan anggota keluarga yang lain, saling mengkritik atau membuat komentar-komentar yang merendahkan tentang penampilan atau perilaku anggota keluarga dan terjadi selama tahun-tahun awal masa remaja biasanya hubungan keluarganya berada pada titik terendah. Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia terlebih selama masa remaja karena selama masa remaja, baik remaja


(40)

27

laki-laki maupun perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Remaja lebih memerlukan bimbingan dan bantuan dalam menguasai tugas perkembangan masa remaja.

Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik, juga dapat

mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang yang berada diluar rumah. Semua hubungan, baik dalam masa dewasa atau dalam masa kanak-kanak kadang menjadi tegang namun orang yang selalu mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain dianggap tidak matang dan kurang menyenangkan. Hal tersebut menghambat penyesuaian sosial yang baik.

B. Pernikahan dan Keluarga

1. Pengertian Pernikahan

Pada hakekadnya istilah pernikahan sama dengan istilah perkawinan. Secara umum setiap orang memahami bahwa penikahan dan perkawinan adalah sama. Pernikahan merupakan suatu peristiwa alami yang ada didalam kehidupan kita. Setiap pernikahan adalah luhur dan suci serta selalu dimuliakan oleh Allah.

Pengertian perkawinan menurut UU no.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara suami dan istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Subekti dan Tjirosudibio, 1998; 471). Ki Hajar Dewantara ( dalam Subekti dan Tjirosudibio, 1998) mengatakan


(41)

bahwa pernikahan itu pada hakekatnya adalah suatu peristiwa dalam kehidupan yang sesuai dengan kodrat alam. Setiap pernikahan merupakan peristiwa yang luhur dan suci serta selalu dimuliakan.

“Menurut Hazairin dalam bukunya Hukum Perkawinan dalam Islam

mengatakan bahwa inti dari perkawinan adalah hubungan seksual. Menurut beliau itu tidak ada nikah (perkawinan) bilamana tidak ada hubungan

seksual. (Ramulyo, 1999:2)”

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu peristiwa yang luhur dan suci serta mengikat baik secara lahir maupun batin antara seorang pria dan wanita sebagai pasangan suami dan istri yang melakukan hubungan seksual dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan pernikahan pada usia remaja adalah suatu peristiwa luhur dan suci yang mengikat remaja putra dan remaja putri pada suatu ikatan perkawinan sebagai pasangan suami dan istri yang bertujuan membentuk keluarga yang suci dan kekal.

2. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan menurut UU no.1 tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

“Menurut Abdulkadir membentuk keluarga berarti membentuk kesatuan

masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak. Membentuk rumah tangga berarti membentuk kesatuan hubungan suami dan istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama. Bahagia berarti ada sebuah kerukunan dalam rumah tangga. Kekal berarti berlangsung terus menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan olah

salah satu pihak” (Ramulyo, 1999)

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mencapai kebahagiaan yang diupayakan bersama baik oleh suami maupun istri.


(42)

29

Maka dalam ajaran setiap agama kita, ditegaskan bahwa pernikahan yang syah tidak dapat diceraikan.

3. Pengertian Keluarga

Menurut Kartono (dalam Murni: 2004) keluarga merupakan suatu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga didalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia.

Menurut Departemen Kesehatan RI (dalam Murni: 2004) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Salvicion dan Celis (dalam Murni: 2004) keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih yang mempunyai ikatan perkawinan atau pertalian darah dan hidup dalam satu rumah tangga di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga yang didalamnya terdapat interaksi


(43)

antara sesama anggota keluarga dan setiap anggota keluarga mempunyai tanggungjawab.

4. Komunikasi Keluarga

Menurut Hardana (2010: 50) komunikasi dibedakan menjadi 3 bahasa yaitu: 1) Komunikasi dari kepala ke kepala

Jenis komunikasi ini adalah pembicaraan yang sifatnya basa-basi, berkaitan dengan urusan sehari-hari, memberi informasi, merencanakan sesuatu atau menyelesaikan masalah. Intinya bahwa suami dan istri saling bertukar pengalaman, pikiran atau pendapat. Tukar pendapat atau isi kepala disebut diskusi. Hasilnya bisa berupa kompromi, mengalah atau toleransi. Agar diskusi tidak menjadi pertengkaran, caranya ialah dengan mau bertanya dan mau mendengarkan. Menjadi pendengar yang baik belum tentu menyetujui semua hal yang didengarkan, tetapi lebih mau memperhatikan.

2) Komunikasi dari hati ke hati

Bentuk komunikasi “dari hati kehati” dengan mengutarakan isi hati dan perasaan -perasaan disebut dialog. Dalam dialog, suami dan istri saling tukar -perasaan dan isi hati. Atas dasar saling percaya dan saling menerima, suami dan istri berani mengungkapkan isi hati dan perasaan. Dengan demikian mereka dapat saling mengerti dengan hatinya masing-masing. Dalam dialog, suami dan istri hanya mengungkapkan perasaan-perasaan hati. Tidak ada sikap saling menuduh atau

mempersalahkan. Tidak ada yang “menang” atau “kalah”. Oleh karena itu hasil


(44)

31

3) Bahasa tubuh

Bahasa tubuh adalah setiap ungkapan cinta, perhatian, dan kasih sayang satu sama lain, tetapi tidak dengan kata-kata dan tidak dimaksudkan untuk merangsang seksual. Bahasa tubuh ini sangat penting untuk menciptakan suasana akrab dan mesra. Bahasa tubuh mempunyai peran tersendiri (lepas dari hubungan seksual). Bahasa tubuh dapat memberikan rasa aman, terlindung, diperhatikan, dan

menimbulkan rasa akrab.”

Komunikasi dapat dibangun secara intensif didalam keluarga. Komunikasi merupakan kunci dari kelangsungan kehidupan keluarga. Komunikasi yang efektif adalah komunkasi yang memiliki hubungan timbal balik antar anggota keluarga.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga

Menurut Hawari (dalam Murni, 2004:45) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan suatu keluarga, yaitu:

a. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga. Komunikasi akan menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya sehingga mempermudah untuk memahami orang lain. Komunikasi yang kurang baik akan menyebabkan terjadinya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dan akan memicu terjadinya konflik.


(45)

Menurut Justicia (dalam Sugiri, 2004: 47) keluarga menjadi tempat ideal untuk mengelola konflik batin orang muda. Keluarga merupakan ruang dan komunitas orang muda tumbuh dan mendapatkan kehangatan. Didalam keluarga, orang muda bebas mencurahkan hati kepada orang tua dan saudaranya tentang persoalan dirinya.

b. Tingkat Ekonomi Keluarga

Menurut Jogersen (dalam Murni, 2004: 47) semakin tinggi sumber ekonomi keluarga akan mendukung tingginya stabilitas dan kebahagiaan keluarga, namun tidak berarti rendahnya tingkat ekonomi keluarga merupakan indikasi tidak bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya berpengaruh terhadap kebahagian keluarga apabila berada pada taraf yang sangat rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi, hal itulah yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik dalam keluarga.

c. Sikap Orang Tua

Sikap orang tua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua dengan sikap yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi tegang sehingga anak merasa tertekan. Sikap orang tua yang otoriter berusaha membangun relasi yang bersifat searah. Dalam hal ini anak tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orang tuanya sehingga membuat anak tidak mempunyai peran dan merasa kurang dihargai dan kurang kasih


(46)

33

sayang serta memandang orang tuanya tidak bijaksana. Pengaruh sikap orang tua yang otoriter terhadap anak yaitu: merasa tertekan, merasa tidak berguna, berjiwa pemberontak, egosentris dan tidak mau diatur.

Orang tua yang permisif dalam mendidik anak akan lebih banyak “diam” dan

cenderung memberikan kebebasan kepada anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak tidak pernah mendapat bimbingan dari orang tua. Orang tua yang bersikap demikian tidak pernah menegur, menasehati, melatih bertanggungjawab dan menanamkan tata krama. Pengaruh sikap orang tua yang permisif terhadap anak yaitu: anak menjadi tidak tahu aturan, menganggap diri dan tindakannya selalu benar, tidak mau dipersalahkan, menyalahkan orang lain.

Orang tua yang mendidik anaknya secara demokratis akan memperlakukan anak sebagai sahabat dan kawan dialog, membimbing anak untuk bertumbuh dan berkembang kearah kedewasaan, tidak banyak memerintah dan menegur melainkan memberi contoh dan teladan. Mendidik anak secara demokratis akan menjadikan anak bersikap bijaksana, percaya diri, mudah bergaul dan tidak mudah putus asa.

6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Krisis Keluarga

Kehidupan rumah tangga tentulah tidak selamanya berjalan dengan mulus. Ada kalanya sebuah rumah tangga mengalami krisis keluarga. Krisis keluarga adalah keadaan keluarga yang sedang dilanda kekacauan dan ketidakteraturan. Dengan kata lain krisis keluarga adalah suatu kondisi sangat labil didalam suatu keluarga dan


(47)

tidak terjalinnya komunikasi dua arah antara suami dan istri yang tidak demokratis. Dampak yang paling besar akibat dari krisis keluarga adalah perceraian.

Menurut Willis (2009: 13) ada beberapa faktor penyebab terjadinya krisis keluarga yaitu:

a. Kurang atau Putus Komunikasi Diantara Anggota Keluarga Terutama Suami dan Istri.

Kesibukan dari masing-masing anggota keluarga dalam hal ini baik suami maupun istri sama-sama bekerja bisa menimbulkan krisis keluarga yaitu putusnya komunikasi. Padahal sesungguhnya komunikasi memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup berkeluarga. Komunikasi memberikan peranan penting dalam kehidupan keluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik akan banyak hal yang juga bisa dibahas didalam suatu keluarga, misalnya masalah keuangan keluarga, masalah pendidikan anak-anak dan lain sebagainya sehingga tidak akan timbul saling mencurigai antar anggota keluarga.

b. Sikap Egosentrisme

Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga yang berujung pada pertengkaran yang terus-menerus. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan sikap egosentrisme cenderung lebih buruk dibandingkan dengan egosime. Sikap egosentrisme adalah sifat yang menjadikan dirinya menjadi pusat perhatian orang lain yang diusahakan dengan


(48)

35

berbagai macam cara. Biasanya orang yang mempunyai sikap egosentrisme cenderung menarik perhatian pihak lain untuk mau mengikuti kehendaknya.

Bagi keluarga yang sudah mempunyai seorang anak maka sikap egoisme orang tua akan memberikan dampak negatif bagi anak, yaitu timbulnya sikap membandel, sulit disuruh, dan suka bertengkar dengan saudaranya. Sikap membandel yang dilakukan anak adalah aplikasi dari rasa marah atau protes terhadap orang tuanya yang egosentrisme. Setiap anak mengharapkan orang tuanya memberikan teladan yang baik bagi mereka, adapun teladan sikap yang baik antara lain seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat tersebut merupakan lawan dari sifat egoisme dan egosentrisme.

c. Masalah Ekonomi

Permasalahan ekonomi akan menimbulkan pertengkaran jika kehidupan emosional dari suami dan istri tidak dewasa. Fenomena yang sering terjadi dimasyarakat bahwa sering kali istri lebih banyak menuntut terhadap suaminya tanpa memperhatikan kemampuan suami dalam mencari nafkah. Istri cenderung lebih mudah terpengaruh oleh orang lain dan mempunyai rasa iri terhadap tetangganya. Setiap benda atau barang yang dimiliki tetangga nampaknya sudah menjadi kewajiban baginya untuk harus memiliki misalnya televisi, kulkas, blender, mixer dan lain-lain. Jika seorang suami tidak mampu memenuhi permintaan istri karena penghasilannya belum cukup maka yang akan timbul adalah suautu pertengkaran. Pertengkaran tersebut tidak jarang akan berujung pada perceraian jika seorang suami tidak mampu berpikir dewasa dan tidak mampu menahan perasaan


(49)

emosinya. Baik suami maupun istri hendaknya saling mengerti dan memahami tingkat perekonomian keluarga sehingga antara satu dengan yang lain tidak saling merugikan.

“Pengaturan ekonomi keluarga merupakan tanggungjawab bersama antara

suami dan istri. Baik suami maupun istri harus merencanakan pendayagunaan penghasilan mereka denga sebaik mungkin agar tidak menimbulkan konflik. Kebutuhan pokok hendaknya menjadi prioritas yang utama dan harus didahulukan keberadaannya misalnya beras dan kebutuhan mana yang masih bisa ditangguhkan. Sebaliknya, diadakan suatu pembagian tanggungjawab yang jelas dalam melaksanakan anggaran dan memegang keuangan keluarga. Dalam hal keuangan keluarga siapapun yang memegangnya harus memiliki

sikap jujur dan sikap terus terang”(Hardana,2010: 161).

d. Masalah Kesibukan

Kesibukan dari masing-masing anggota keluarga juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi krisis keluarga. Pada dasarnya setiap anggota keluarga harus mampu mengatur waktu dengan baik. Setiap anggota keluarga harus meluangkan waktu untuk bersama-sama. Dalam kebersamaan itu akan tampak keharmonisan keluarga. Dalam kebersamaan itu mungkin juga akan muncul suatu ide-ide baru yang lebih baik untuk membangun keluarga yang harmonis. Jika memang memungkinkan perlu adanya doa bersama, sehingga kehidupan iman dalam keluarga dapat terbina dengan baik.

Perlu benar-benar dipahami bahwa uang bukanlah hal utama yang membuat keharmonisan rumah tangga. Pada dasarnya setiap anggota keluarga memerlukan sapaan batin atau psikologis dari anggota keluarga yang lain. Terlebih bagi seorang anak, seorang anak tidak hanya membutuhkan uang jajan


(50)

37

yang berlebihan namun juga membutuhkan belaian kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua mereka.

“Cinta yang penuh pengertian dari seorang ibu merupakan sebuah hak

yang tidak dapat dicabut dari seorang anak. Seorang anak juga mempunyai hak atas ayah mereka, bukan hanya sebagai orang yang menyediakan kebutuhan keluarga. Sebaiknya seorang ayah bergabung dengan istrinya dalam memenuhi kebutuhan anak-anak, baik kebutuhan fisik, pendidikan

maupun rekreasi” (Rowatt, 1990: 52).

e. Masalah Pendidikan

Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya krisis didalam keluarga. Jika pendidikan suami maupun istri dalam suatu keluarga mumpuni, maka wawasan yang dimiliki tentang kehidupan berkeluarga dapat mereka pahami. Jika pendidikan kedua belah pihak baik suami maupun istri rendah maka akan timbul juga hal yang sebaliknya yaitu kurang mampu memahami pergolakan atau lika-liku kehidupan berkeluarga sehingga akan timbul saling menyalahkan antar sesama anggota keluarga.

Pendidikan agama dan iman yang kuat dari suami dan istri dapat meminimalisir pertengkaran didalam keluarga. Seseorang yang memiliki iman yang kuat tidak akan mudah terburu-buru mengambil keputusan, bahkan segala sesuatu keputusan yang berkenaan dengan kelangsungan hidupnya maka akan selalu dibawanya dalam doa untuk meminta pertolongan kepada Tuhan sehingga keputusan yang dipilihnya tidak salah.


(51)

f. Masalah Perselingkuhan

Sering kali dijumpai baik dilingkungan maupun dimedia bahwa perselingkuhan nampaknya merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit untuk dibahas dan dalam mencari jalan keluar yang tepat. Perselingkuhan yang mengakibatkan kehamilan merupakan permasalahan yang rumit untuk diselesaikan kecuali ada salah satu pihak yang dikorbankan.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya suatu perselingkuhan didalam suatu keluarga, yaitu:

1) Hubungan suami dan istri yang sudah hilang kemesraan dan cinta kasih. Hal ini berhubungan dengan ketidakpuasan dalam berhubungan seksual, misalnya istri kurang mampu merawat badan dan kurang mampu berdandan saat pergi ke suatu pesta;

2) Tekanan dari pihak ketiga misalnya mertua dan anggota keluarga yang lain dalam hal ekonomi;

3) Adanya kesibukan masing-masing anggota keluarga sehingga kehidupan diluar rumah cenderung dirasakan lebih nyaman.

g. Jauh dari Agama

Seseorang yang memiliki iman yang kuat dan taat serta taqwa kepada agama tidak akan kesulitan dalam menjalani hidup karena setiap permasalahan hidup dapat dihadapi dengan bijaksana dengan bantuan Tuhan Yang Maha Kuasa. Agama merupakan pondasi dasar dalam kehidupan manusia. Seseorang yang jauh dari


(52)

39

agama hidupnya akan cenderung lebih berat dalam menghadapi setiap permasalahan yang datang sililh berganti. Agama menuntun seseorang untuk bertindak arif dan bijaksana.

Orang tua bertanggungjawab memberikan nafkah bagi anak-anaknya selain itu yang lebih utama, orang tua bertanggung jawab atas perkembangan iman anak-anaknya. Orang tua wajib membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk mendekatkan diri dan menaati perintah agama. Pendidikan formal saja tidak akan cukup membawa dampak yang posotif tanpa disertai dengan pendidikan agama didalam keluarga. Sebuah keluarga yang anggotanya taat dalam kehidupan beragama cenderung lebih harmonis dibandingkan dengan keluarga yang jauh dari kehidupan agama dan lebih mementingkan materi/duniawi.

C. Bimbingan Konseling Keluarga Dan Pernikahan Usia Remaja

1. Pengertian bimbingan konseling keluarga

Ada beberapa pengertian tentang bimbingan konseling keluarga. Menurut Willis (2009: 83) bimbingan konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu kepada anggota keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptoimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga. Sedangkan menurut Perez (dalam Willis:2009) bimbingan konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.


(53)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling keluarga

adalah usaha untuk membantu individu anggota keluarga untuk

mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya melalui sistem kehidupan keluarga dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga yang lain. Dalam hal ini diharapkan anggota keluarga dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan kehidupan keluarga selanjutnya.

2. Tujuan bimbingan konseling keluarga

Ada dua tujuan dari bimbingan konseling keluarga. Menurut Wilis (2009: 89) tujuan dari bimbingan konseling keluarga diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan bimbingan konseling keluarga tersebut dapat dilihat dibawah ini.

a. Tujuan umum bimbingan konseling keluarga

1). Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-mengait diantara anggota keluarga;

2). Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah maka akan memperngaruhi kepada persepsi, ekspektasi dan interaksi anggota-anggota lain;

3). Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota;


(54)

41

4). Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh hubungan parental.

b. Tujuan khusus bimbingan konsling keluarga

1). Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga

terhadap cara-cara yang istimewa (idiocyncratic ways) atau

keunggulan-keunggulan anggota lain;

2). Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi/kecewa, konflik dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau diluar sistem keluarga;

3). Mengembangkan motif dan potensi-potensi setiap anggota keluarga

dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat dan

mengingatkan anggota tersebut;

4). Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.

3. Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan Dibawah Umur

Perkawinan dibawah umur merupakan masalah yang sangat kompleks yang terjadi di masyarakat khususnya yang selama ini terjadi di desa Sendang Agung. Berdasarkan fakta dan wawancara dengan beberapa partisipan yang peneliti temui selama tinggal di dusun VI desa Sendang Agung secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan pernikahan dibawah umur. Faktor-faktor tersebut yaitu:


(55)

a. Rendahnya Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Anak

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk pembinaan kepribadian dan pengembangan kemampuan manusia baik jasmani maupun rohani didalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Soekamto (dalam Ferawati, 2006: 17) berpikir luas dapat diperoleh dengan pendidikan, semakin terdidik seseorang maka semakin luas daya pikirnya.

Menurut biro kependudukan badan koordinasi keluarga berencana nasional/ BKKBN (dalam Ferawati, 2006: 18) pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses untuk merubah sikap, tindakan, dan pola pikir seseorang agar lebih dewasa. Melalui pendidikan seseorang diharapkan mampu berpikir dan bertindak berdasarkan tanggung jawab.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disumpulkan bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. Seseorang yang berpendidikan diharapkan mampu berpikir luas dan dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang telah diperbuat.

Menurut Fuaddudin (dalam Ferawati, 2006: 18) pendidikan orang tua yang

rendah menyebabkan orang tua tersebut ingin segera menikahkan anaknya agar kelak anak mereka dapat lepas dari tanggungan orang tua. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti, paradigma serupa juga terjadi di desa Sendang Agung khususnya di dusun VI, banyak orang tua yang segera menikahkan anaknya dengan harapan anaknya menjadi tanggungjawab orang lain setelah berkeluarga terutama bagi orang tua yang memiliki anak perempuan.


(56)

43

Pada beberapa pernikahan usia remaja, seorang anak ada yang memintanya langsung kepada orang tuanya untuk segera dinikahkan.

b. Rendahnya Tingkat Pendapatan Orang Tua

Menurut Usman dan Subroto (dalam Ferawati, 2006: 19) Pendapatan adalah segala sesuatu perolehan dalam bentuk apapun yang merupakan jumlah uang atau nilai uang yang diperoleh seseorang selama satu takwin yang berasal dari sumber pendapatan. Selanjutnya Komarudin (dalam Ferawati, 2006: 19) mengatakan bahwa pendapatan diartikan sebagai hasil pekerjaan yang dihitung persatuan waktu.

Berdasarkan pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah penghasilan yang diterima seseorang baik berupa uang maupun benda yang dapat digunakan sebagai penunjang kelangsungan kehidupan. Pendapatan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder seseorang.

Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara yang dilakukan peneliti di desa Sendang Agung khususnya dusun VI salah satu faktor yang menyebabkan maraknya pernikahan diusia remaja adalah tingkat perekonomian/pendapatan masyarakat yang rendah, meskipun hanya sebagian saja penduduk yang bependapatan rendah. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkn Biro Data Kependudukan (dalam Ferawati, 2006: 20) dibawah ini;

“Segala sesuatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pernikahan

dibawah umur karena adanya tekanan ekonomi sehingga dapat

mendorong orang tua untuk melepaskan anaknya dari


(57)

Tingkat pendapatan sebagian masyarakat di desa Sendang Agung dapat dikatakan rendah, berdasakan observasi yang selama ini dilakukan peneliti, rata-rata penduduknya bertani singkong dengan lahan antara 0,50-1,50 ha per kepala keluarga. Selain bertani ada sebagian penduduk yang bekerja sebagai buruh kuli mobil truk pengangkut singkong. Hasil dari sektor pertanian dan buruh kuli mobil truk masih jauh dari standar untuk memenuhi kebutuhan hidup layak sehingga keinginan orang tua untuk menikahkan anaknya yang masih remaja banyak terjadi.

c. Tradisi atau Kebiasaan

Tradisi atau yang sering disebut kebiasaan merupakan warisan yang diturunkan kepada generasi muda berupa tingkah laku sebagai unsur kebudayaan. Kebiasaan yang sudah membudaya memiliki pengaruh yang kuat pada masyarakat sehingga sulit untuk dirubah, meskipun sulit namun tetap ada kesempatan untuk merubahnya.

Sajogya (dalam Ferawati., 2006: 22) mengatakan bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan kelakuan orang-orang melalui pikiran dan imajinasi yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sesuatu tradisi yang diteruskan itu tidak berarti sudah normatif kehadirannya dari masa lalu dan tidak harus diterima dan dihayati. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1060) tradisi adalah kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan didalam masyarakat.


(58)

45

Jadi dapat disimpulkan bahwa tradisi atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan berulang kali tanpa terjadinya perubahan. Pada masyarakat pedesaan khusunya desa Sendang Agung kebiasaan mengawinkan anaknya pada usia remaja masih ada sampai sekarang. Hal tersebut nampaknya dilakukan warga untuk menepis paradigma tidak laku menikah atau perawan tua khususnya bagi perempuan.

d. Pandangan Orang Tua dan Anak Terhadap Perkawinan

Pandangan dapat diartikan juga sebagai pendapat/tanggapan. Pandangan orang tua dan anak terhadap perkawinan usia remaja di desa Sendang Agung nampaknya cukup positif. Orang tua yang memiliki anak remaja merasa cemas bila anak remajanya sering diajak jalan/kencan oleh pacarnya. Biasanya orang tua merasa takut jika anaknya hamil diluar nikah sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut banyak orang tua yang segera menikahkan anaknya. Selain itu jika dua orang remaja putra dan putri sering terlihat berjalan berduaan sering mendapat pandangan negatif dari warga sekitar jika tidak segera menikah. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Hartono (1990: 17) sebagai berikut:

Pergaulan dan percakapan pemuda dan pemudi yang berjalan bersama-sama sering kali mendapat sorotan dari masyarakat sekitar sehingga orang tuanya merasa malu. Sorotan masyarakat dan sikap orang tua ini mengakibatkan bahwa dua orang yang bertunangan tidak sempat saling mengenal lebih mendalam sebelum menikah. Seringkali orang menikah

dulu baru kemudian saling mengenal dan mencintai”.

Sebaiknya dua remaja yang ingin menikah mempersiapkan diri untuk saling mengenal dan membina keserasian lewat proses penyesuaian diri yang sering disebut dengan berpacaran. Proses penyesuaian diri ini berlangsung seumur


(59)

hidup, namun sebelum kejenjang pernikahan proses penyesuaian diri sudah harus dimulai.

e. Pengaruh Teman Sebaya yang Sudah Menikah/Lingkungan

Sebagian besar remaja yang sudah menginjak usia 18 tahun di desa Sendang Agung sudah menikah, meskipun ada beberapa remaja yang belum menikah karena merasa belum siap menikah dan ada yang masih kuliah. Banyak dari remaja yang segera menikah dikarenakan sudah tidak memiliki teman pergaulan yang sebaya sehingga secara tidak langsung remaja yang sudah melewati usia 18 tahun menjadi terkucilkan karena temen pergaulannya berbeda jauh dengan usianya. Banyak pernikahan usia remaja yang terjadi di desa Sendang Agung karena terbawa oleh pengaruh teman sebayanya. Hal senada diperkuat oleh pendapat Hurlock (2009: 235) dibawah ini:

“Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam

dua cara. Pertama konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri pribadi

yang diakui oleh kelompok”.

Hanya sebagian kecil saja remaja yang sudah menginjak usia 18 tahun yang belum menikah. Mereka yang tidak segera menikah karena merasa belum siap secara mental maupun spiritual, selain itu ada beberapa orang tua yang tidak setuju segera menikahkan anaknya dengan alasan tertentu.


(60)

III . METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara ilmiah yang

dilakukan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan. Untuk memperoleh kebenaran, suatu penelitian perlu menggunakan

metode ilmiah yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti dituntut untuk dapat memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian merupakan faktor yang mendukung keberhasilan suatu penelitian. Penggunaan metode penelitian yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian tidak sesuai dengan tujuan penelitian.

Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan

penelitian ada tiga macam yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian dan

pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu. Sedangkan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.


(1)

55

G. Instrumen

Pada penelitian ini instrumen penelitiannya adalah observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Keberhasilan penelitian ini terletak pada keterampilan yang dimiliki peneliti untuk menggali informasi dan menginterpretasikannya serta keterampilan membina kedekatan dengan partisipan. Peneliti menggunakan pedoman wawancara dalam menggali informasi dari partisipan sehingga topik wawancara dapat tersusun dengan baik dan diharapkan hasilnya sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan adanya pedoman wawancara diharapkan akan memudahkan peneliti dalam mengungkap faktor-faktor penyebab dan dampak pernikahan pada usia remaja yang terjadi di desa Sendang Agung khususnya didusun VI.

H. Analisis Data Penelitian

Analisis data lapangan dilakukan peneliti agar dapat disimpulkan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan pada semua data yang telah terkumpul baik dalam bentuk catatan tertulis, dokumen-dokumen, foto-foto, maupun dalam bentuk rekaman suara.

Kegiatan pertama yang dilakukan peneliti yaitu menuliskan hasil wawancara yang telah direkam kedalam bentuk transkrip verbatim secara lengkap tanpa ada yang diubah sedikitpun. Sedangkan pengorganisasian data dalam penelitian ini adalah dalam bentuk cross sectional. Menurut Brady dan Johnson (2008) data cross sectional mengacu pada data yang dikumpulkan dengan mengamati banyak hal


(2)

pada titik waktu yang sama. Analisis data cross sectional biasanya terdiri dari perbandingan perbedaan antar subjek. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan coding. Menurut Margono (2007: 191) koding adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari partisipan dengan cara menandai masing-masing kode tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa koding merupakan proses pengelompokan dan pemilahan data dengan tujuan ketika peneliti membutuhkan data maka peneliti dapat dengan mudah memperolehnya tanpa harus membuka kembali transkrip verbatim. Kode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah serangkaian kata yang digunakan pada sebagian data yang diperoleh dari jawaban partisipan. Koding yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah koding analisis. Koding dilakukan dengan cara menyediakan kolom dilembar verbatim untuk membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu. Tahapan dalam koding analisis adalah inisial koding, pada tahap ini peneliti mencari informasi yang dapat ditemukan dan dijelaskan dari data yang telah diperoleh. Tahap selanjutnya adalah fokus koding yang merupakan proses memilih dan memfokuskan sekelompok kode yang digunakan untuk meningkatkan kekayaan data.

Analisis data penelitian yang selanjutnya adalah dengan membuat uraian tentang setiap partisipan (analisis intrasubjek) dan analisis antar partisipan (analisis intersubjek). Pada analisis intrasubjek peneliti akan menguraikan secara rinci mengenai inisial partisipan, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, usia saat menikah, pendidikan terakhir, dan pekerjaan yang berkaitan dengan partisipan. Pada analisis data intersubjek dilakukan dengan cara membandingkan partisipan


(3)

57

yang satu dengan partisipan yang lain. Hal ini dilakukan peneliti karena objek partisipan dalam penelitian ini lebih dari satu orang dengan demikian akan diperoleh konsistensi aspek yang diteliti.


(4)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam faktor penyebab pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI dan pernikahan tersebut ternyata banyak berdampak negatif dibandingkan dampak positifnya. Hal tersebut terjadi karena secara psikologis mereka belum menyelesaikan tugas-tugas perkembangan selama masa remaja. Menurut Hurlock (2009) salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja yaitu kemampuan mencapai kemandirian emosional.`Seorang remaja yang sudah menikah yang secara mental dan emosional belum matang maka akan berpengaruh sekali terhadap pengambilan keputusan saat menghadapi masalah dalam hidup. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hurlock (2009) bahwa factor kematangan mental dan emosional juga dapat menyebabkan pertengkaran dalam keluarga.

Adapun beberapa faktor penyebab dari pernikahan pada usia remaja di desa Sendang Agung dusun VI yang peneliti temukan adalah rendahnya jenjang pendidikan orang tua dan anak, rendahnya tingkat pendapatan orang tua,


(5)

98

tradisi/kebiasaan, pandangan orang tua dan anak terhadap perkawinan, pengaruh teman sebaya. Dampak negatif yang sering muncul/dominan pada keluarga yang menikah diusia remaja yaitu putus komunikasi dan sikap egosentrisme. Adapun dampak positif dari pernikahan usia remaja yaitu berkurangnya kenakalan remaja, selain itu setelah remaja menikah mereka menjadi lebih dewasa baik dalam berpikir maupun bertindak seperti yang diungkapkan oleh salah satu orang tua partisipan yang anaknya menikah diusia remaja berikut ini:

“Dampak positifnya seperti berkurangnya kenakalan remaja, kususnya untuk anak laki-laki setelah menikah dia sudah tidak seperti belum nikah dulu. Banyak perubahan sikap dan saya lihat setelah nikah pola pikirnya jadi dewasa sendiri meskipun umurnya belum dewasa”

Peneliti menemukan bahwa dalam kehidupan keluarga partisipan tidak selamanya berjalan lancar atau terus-menerus harmonis. Setiap keluarga yang peneliti temui selalu mengatakan bahwa mereka juga pernah mengalami beberapa permasalahan hidup seperti putus komunikasi, sikap egoisme, permasalahan finansial/perekonomian namun sejauh ini setiap permasalahan tersebut dapat teratasi dengan sebuah kompromi/ komunikasi keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sukasworo (2000:43) kebiasaan kompromi diantara suami-istri dapat mengatasi berbagai persoalan hidup yang mungkin timbul dalam hidup berkeluarga. Permasalahan didalam keluarga yang menikah pada usia remaja sering terjadi karena setiap anggota didalam keluarga belum mampu beradaptasi dengan baik dengan pasangannya selain itu mereka belum mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara maksimal.


(6)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka saran yang dapat peneliti ajukan yaitu:

1. Peneliti akan memberikan sosialisasi tentang dampak negatif pernikahan pada usia remaja kepada masyarakat,

2. Kepada remaja yang sudah menikah hendaknya dapat memahami dan menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal,

3. Kepada setiap orang tua dan elemen-elemen masyarakat hendaknya memberikan bimbingan kepada setiap remaja agar tugas perkembangan selama masa remaja dapat terpenuhi. Selain itu pihak orang tua juga harus memberikan kesempatan/dukungan kepada anak-anaknya untuk dapat mengenyam pendidikan lebih lanjut.


Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN USIA MUDA PEREMPUAN DESA SUMBERDANTI KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER

1 59 41

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB REMAJA MENGKONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL (Studi pada Remaja di Kelurahan Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung)

0 22 101

DESKRIPSI KEPALA KELUARGA YANG MENIKAHKAN ANAK WANITANYA PADA USIA MUDA DI DESA MATARAM UDIK KECAMATAN BANDAR MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2012

0 21 53

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PEMAHAMAN NILAI NILAI UMPAH PEMUDA DI KALANGAN PEMUDA DUSUN BUMI MULYO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2015

7 65 75

DAMPAK PERKEMBANGAN USAHA MIKRO MAKANAN SESAJEN TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (STUDI DI DESA DHARMA AGUNG, KECAMATAN SEPUTIH MATARAM, KABUPATEM LAMPUNG TENGAH)

0 13 73

FUNGSI PENGAWASAN DALAM PENGELOLAAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL SEPAKAT SENDANG AGUNG KECAMATAN SENDANG AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

1 22 120

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab dan Dampak Terjadinya Pernikahan Dini pada Remaja di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng Kabupaten Semarang T1 462012094 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab dan Dampak Terjadinya Pernikahan Dini pada Remaja di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng Kabupaten Semarang

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab dan Dampak Terjadinya Pernikahan Dini pada Remaja di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng Kabupaten Semarang

0 1 48

ANALISIS DAMPAK PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOLUHUR KECAMATAN GODEAN YOGYAKARTA

0 0 13