25
Bait ke-4 Heh manungsa padha sadulur, sasedulur ja dha padha tawur, tarlen
amung amemuji, kabeh manungsa dha sing padha rukun, rumaket pasuduluran tumrape bebrayan, ja ngono aja tumindak ngono, pokoknya tidak ngono pokoke
ora kena tumindak ala, lho..
¹Hai manusia yang bersaudara, sesama saudara jangan saling bertengkar, tak lain hanya doa semoga selalu rukun, menggalang persaudaraan dalam hidup
bersama, jangan bertindak seperti itu, pokoknya jangan bertindak seperti itu, lho¹.
Zamannya adalah zaman yang jelas dan nyata telah edan, banyak orang saling beradu dan bersaing secara tidak sehat. Di zaman edan ini, banyak banjir
tangis dan banjir bandang. Seharusnya sesama manusia saling menggalang persaudaraan, saling menghormati satu dengan yang lain, dan selalu rukun.
Namun mengapa masih seperti itu, lho?.
c. Pembacaan Heuristik Syair Lagu Pada Suatu Ketika
Bait ke-1 Wong takon kapan wosing dur angkara bisa pungkas antarane rika
sliramu, aku iki. ¹Orang-orang bertanya, kapan inti dari angkara murka, akan berakhir di
antara kau dan aku¹.
Bait ke-2 Ron-ronaning kara sumebar, janji sabar, sabar sawetara wektu, kala
mangsane sawijining wektu Nimas...titi kala mangsa dur angkara mau bakal sirna.
¹Tersebar daun-daun kacang kara, janji sabar, sabarlah untuk sementara waktu, suatu ketika Dinda, pada suatu ketika angkara murka akan berakhir¹.
26
Bait ke-3 Pamujiku, di bisa, sinudha korban jiwangga, pamungkase kang bisa
nglereni kang durangkara, titi kala mangsa ing sawijining wektu. ¹Doaku semoga bisa, berkuranglah korban jiwa raga, pengakhir dari
angkara murka adalah waktu¹.
Orang-orang bertanya, kapan buah dari angkara murka antara kau dan aku akan berakhir? Dan semoga korban dari angkara murka tersebut dapat berkurang.
Angkara murka itu pasti akan berakhir, hanya menunggu waktu. Dan pengakhir dari angkara murka tersebut adalah pada suatu ketika.
d. Pembacaan Heuristik Syair Lagu Anyam-anyaman Nyaman
Bait ke-1 Anut runtut tansah reruntungan ning endi bae katon rukun, runtang-
runtung bareng, munggah mudhun gunung anjok samodra. ¹Beriring-iring selalu beriring dimanapun selalu bersama-sama, menaik-
turuni gunung, mengarungi samudra¹.
Bait ke-2 Gandheng rendheng anjejereng rendheng tansah gegandhengan,
kayadene reroncening kembang temanten, mantene wus dandan dadi dewa- dewi, dewaning asmara gya mudhun bumi.
¹Gandeng-gandengan bergandeng-gandeng, berjalin-jalin seperti kembang, kembang pengantin, pengantinnya sudah berdandan layaknya dewa dan dewi,
dewa asmara pun segera turun ke bumi¹.
Bait ke-3 E..lha mendhung...bubar mawur padha sumilak, mlipir-mlipir minggir,
gya sumingkir mendhung sumingkir alon-alon, mahargya methukake dalan
27
temanten, yaiku dalan pun para dewa-dewi, swara trompet, ting celeret swara trompet rame banget, arak-arak, sigra sigrak tansaya rame lan cepet, datan
mendhung tanpa ana mendhung, anut runtut runtang-runtung bareng, gya mudhun bumi gage mudhun bumi.
¹Lihatlah mendung pun bubar, menyisih perlahan, segera menyingkir, memberi jalan bagi pengantin, yaitu jalan para dewa dan dewi, suara terompet
riuh bersuara, arak-arakan semakin cepat, tak kunjung henti, beranyam-anyaman nyaman, segera membumi¹.
Bersama-sama dalam mengarungi gunung dan samudra. Bergandengan tangan seperti jalinan bunga pengantin. Pengantin pun telah selesai berdandan
layaknya dewa-dewi. Dewa asmarapun segera turun ke bumi. Mendung bubar, menyisih perlahan memberi jalan bagi pengantin, yang merupakan jalannya para
dewa-dewi. Suara terompet dalam arak-arakan semakin riuh dan cepat. Selalu bergandeng-gandeng dalam kerukunan.
e. Pembacaan Heuristik Syair Lagu Tanah Makam, Cintaku