EVALUASI PELAKSANAAN SAPTA PESONA PADA OBJEK WISATA LEMBAH HIJAU BANDAR LAMPUNG

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN SAPTA PESONA

PADA OBJEK WISATA LEMBAH HIJAU BANDAR LAMPUNG

Oleh

GOESTYARI KURNIA AMANTHA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar

SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

EVALUATION OF SAPTA PESONA ON TOURISM OBJECT AT LEMBAH HIJAU IN BANDARLAMPUNG

by

Goestyari Kurnia Amantha

The tourism industry in Bandar Lampung city has not been fully addressed and managed optimally by the government, so it can not provide optimal service to travelers. So far, tourism destinations managed by private more attractive to travelers than those managed by the government city of Bandar Lampung. With good management, so any tourist destinations will be deliver income for the area, so that it can encourage the growth of other activities (multiplier effects). Management and the maximum service in tourism can be realized with the implementation of the sapta pesona program. Therefore in this study to be evaluated to see how far the tourism object are managed by the private sector, Lembah Hijau in the implementation of the elements Sapta Pesona.

This study aims to evaluate the implementation of Sapta Pesona on Tourism Object at Lembah Hijau in Bandar Lampung, to determine the implementation of the seven elements Sapta Pesona and knowing the elements what has done well and has not done well by tourism object at Lembah Hijau. The method used is


(3)

descriptive qualitative. The data obtained through interviews, observation and documentation. After a variety of data in field was collected and further processed are presented in the form of narrative text.

The results obtained based the theory of program evaluation by Wirawan. The results showed that from the seven elements of Sapta Pesona, there are five elements are done well, namely implementation the elements of Sapta Pesona of security, orderly, coolness, beauty, hospitality, while the two elements of Sapta Pesona hygiene and memories have not been performing well.


(4)

ABSTRAK

EVALUASI PELAKSANAAN SAPTA PESONA PADA OBJEK WISATA LEMBAH HIJAU BANDAR LAMPUNG

Oleh

Goestyari Kurnia Amantha

Industri pariwisata yang ada di Kota Bandar Lampung belum sepenuhnya ditangani dan dikelola secara maksimal oleh pemerintah, sehingga belum dapat memberikan pelayanan maksimal bagi wisatawan. Sejauh ini destinasi wisata yang dikelola oleh swasta lebih diminati oleh wisatawan dari pada yang dikelola oleh pemerintah Kota Bandar Lampung. Dengan pengelolaan yang baik, maka setiap destinasi wisata tersebut akan menghasilkan pendapatan bagi daerahnya, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kegiatan lain (multiplier effects). Pengelolaan dan pelayanan maksimal di bidang pariwisata dapat diwujudkan dengan pelaksanaan program sapta pesona. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana objek wisata yang dikelola oleh pihak swasta yaitu Lembah Hijau dalam pelaksanaan unsur-unsur sapta pesona.

Penelitian ini bertujuan Mengevaluasi Pelaksanaan Sapta Pesona pada Objek Wisata Lembah Hijau Bandar Lampung, guna mengetahui pelaksanaan ketujuh unsur sapta pesona dan mengetahui unsur sapta pesona yang telah terlaksana dengan baik dan belum terlaksana dengan baik pada objek wisata Lembah Hijau.


(5)

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah berbagai data dilapangan terkumpul selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk teks naratif.

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan teori evaluasi program menurut Wirawan. Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketujuh unsur sapta pesona, terdapat lima unsur yang terlaksana dengan baik, yaitu pelaksanaan unsur sapta pesona keamanan, ketertiban, kesejukan, keindahan, keramahan, sedangkan dua unsur sapta pesona yaitu kebersihan dan kenangan belum terlaksana dengan baik.


(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Evaluasi ... 13

1. Definisi Evaluasi ... 13

2. Jenis-Jenis Evaluasi ... 15

3. Tujuan Evaluasi ... 17

4. Evaluasi Program ... 18

B. Tinjauan Tentang Sapta Pesona ... 21

C. Tinjauan Tentang Kepariwisataan ... 27

D. Penelitian Terdahulu ... 32

E. Kerangka Pikir ... 34

III. METODOLOGI PENELITIAN A.Tipe Penelitian ... 38

B.Fokus Penelitian ... 39

C.Lokasi Penelitian ... 42

D.Jenis Data ... 42

E. Penentuan Informan Penelitian ... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 48

G.Teknik Pengolahan Data ... 50


(10)

B. Deskripsi Fasilitas Lembah Hijau…... ... 56

C. Struktur Organisasi PT. Lembah Hijau ... 61

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan Ketujuh Unsur Sapta Pesona Pada Objek Wisata Lembah Hijau ... 62

1. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Keamanan ... 62

2. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Ketertiban... 83

3. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Kebersihan ... 94

4. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Kesejukan... 104

5. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Keindahan ... 111

6. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Keramahan ... 116

7. Evaluasi Unsur Sapta Pesona Kenangan ... 121

VI. SIMPUlAN DAN SARAN A. Simpulan ... 137

B. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi wisata yang sangat banyak, potensi wisata tersebut tersebar di seluruh penjuru tanah air dengan ciri dan kelebihan masing-masing. Potensi wisata yang ada dapat berupa keramah-tamahan penduduk, iklim yang sangat baik, pemandangan yang sangat indah, sejarah, budaya dan tata kehidupan adat istiadat yang menarik. Potensi yang tersebar di setiap wilayah Indonesia belum sepenuhnya ditata dan ditangani dengan profesional, sehingga dapat menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjugi wisatawan. Menurut Purwanto dan Hilmi (1994:54) mengungkapkan bahwa:

“Kelemahan produk wisata di Indonesia juga disebabkan masih terbatasnya sumber daya manusia yang terampil sehingga belum mampu menyuguhkan wisata yang menjanjikan kepuasan bagi wisatawan. Menyadari kekurangan dan kelemahan tersebut, untuk meningkatkan dan mematangkan citra produk dan pelayanan wisata Indonesia, pemerintah melakukan kebijaksanaan dengan membenahi tujuh faktor penting dalam pariwisata. Ketujuh faktor penting tersebut dikenal dengan istilah SAPTA PESONA yang terdiri dari: keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramah-tamahan, dan kenangan”.

Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata dalam sebuah bahan baku penyuluhan sadar wisata (1993:70) memaparkan, hasil penelitian yang berulang kali di lakukan selama beberapa


(12)

tahun tentang citra pariwisata Indonesia menurut pandangan wisatawan mancanegara yang pernah mengunjungi Indonesia, menghasilkan keterangan bahwa:

“Diperoleh kesan-kesan atau faktor-faktor yang positif dan negatif. Faktor- faktor positif yang dinilai sangat menonjol dan terdapat hampir di semua daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia adalah: Penduduk yang ramah tamah, iklim yang cukup baik. Faktor-faktor positif lain yang dinilai cukup tinggi adalah: Indonesia memiliki pemandangan alam yang indah, sejarah, cara hidup dan adat istiadat penduduk yang menarik. Sebaliknya, terdapat pula beberapa faktor negatif dan yang dinilai sangat menonjol adalah: lingkungan yang kotor, kemiskinan, kondisi yang tidak sehat, serta permasalah bahasa (sukar berkomunikasi)”.

Melalui berbagai komentar dan kesan yang banyak disampaikan wisatawan, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur pokok produk wisata kita yang berupa objek atau atraksi wisata yang kita miliki, ternyata keramah tamahan penduduk yang dianggap paling mengesankan. Selain itu, masih banyak faktor yang cukup merisaukan dan membuat citra produk wisata Indonesia kurang baik. Selain faktor-faktor negatif yang dikemukakan, sebelumnya dipaparkan dalam bahan baku penyuluhan sadar wisata Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata (1993:71) masih sering pula disampaikan keluhan seperti:

a. Penampilan lalu lintas angkutan jalan raya yang dinilai kurang memperhatikan keselamatan baik penumpang maupun pejalan kaki. b. Kurang disiplin, kurang tertib.

c. Kelemahan pelayanan dalam bidang informasi.

d. Kurangnya ketrampilan yang mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan.


(13)

Menyadari kenyataan bahwa terdapat beberapa faktor kondisi dalam unsur kepariwisataan Indonesia yang dinilai negatif oleh wisatawan dan dengan dasar pertimbangan pencapaian sasaran yang realistik, maka dalam bahan baku penyuluhan sadar wisata Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata (1993:72) bahwa;

“Perlu dilakukan langkah yang strategis dengan menjuruskan atau menitik beratkan upaya penataan dan pembenahan pada 7 faktor utama atau unsur yang dianggap penting dalam meningkatkan daya tarik wisata. Dengan memperbaiki dan menata unsur pesonanya, maka diharapkan dapat menambah pesona pariwisata Indonesia dimata wisatawan mancanegara. Demikianlah “Sapta Pesona” dijadikan semacam tema sentral dalam pelaksanaan kampanye sadar wisata dalam rangka memobilisasi potensi dan kemampuan industri pariwisata, swasta, dan swadaya masyarakat”.

Pernyataan di atas menyatakan, melalui sapta pesona diharapkan mampu memobilisasi potensi dan kemampuan industri pariwisata, swasta, dan swadaya masyarakat yang dalam pelaksanaannya sapta pesona dilakukan sejalan dengan kampanye sadar wisata. Sapta pesona merupakan sebuah program pemerintah di bidang pariwisata berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.5/UM.209/MPPT-89 tentang penyelenggaraan sapta pesona. Namun sejak tahun 2008 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata program sapta pesona menjadi satu kesatuan dengan program sadar wisata. Melalui sadar wisata pemerintah mengarahkan suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu


(14)

destinasi atau wilayah dengan tetap berfokus pada pelaksanaan ketujuh unsur dari program sapta pesona.

Lampung merupakan salah satu Provinsi di Indonesia, menurut katalog

tourist map of Bandar Lampung yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Bandar lampung, Provinsi Lampung memiliki luas wilayah mencapai 35.376,50 km2 dan memiliki banyak tempat wisata yang tidak kalah keindahannya dengan daerah lain di Indonesia. Lampung memiliki Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang menjadi tujuan wisata unggulan pemerintah yaitu Way Kambas sebagai tempat penangkaran gajah, Gunung Krakatau beserta Festival krakatau yang terkenal hingga mancanegara, serta yang saat ini mulai dikembangkan yaitu Pantai Tanjung Setia dan Teluk Kiluan. Selain daerah tujuan wisata tersebut potensi pariwisata Lampung sebagian besar terdapat di wilayah Kota Bandar Lampung sebagai wisata city tour.

Namun melihat kondisi pariwisata saat ini dapat dikatakan tidaklah mudah untuk menciptakan suatu kondisi ideal yang harus diwujudkan dalam setiap produk pariwisata sehingga dapat menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu tempat, daerah atau wilayah di negara kita. ”Lampung butuh waktu lama untuk masuk kelompok elite tujuan utama pariwisata di Indonesia. Setidaknya perlu 20 tahun untuk mewujudkan mimpi tersebut”. Hal ini diakui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lampung Gatot Hudi Utomo.

(http://radarlampung.co.id /read/ bandarlampung / 52865- lampung butuh -20-tahun. diakses senin 25 maret 2013/19.30 wib)


(15)

Sebagai Ibu Kota Provinsi, Bandar Lampung yang berada di muka Teluk Lampung memiliki pemandangan pantai yang indah dan eksotik, budaya yang luhur, serta menyimpan banyak sekali jejak sejarah. Hal ini mendasari Bandar Lampung menjadi kota yang memiliki potensi kepariwisataan yang tidak kalah dengan kota lain. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada daerah topografi yang terdiri dari gunung, bukit, dataran tinggi serta pantai. Kota yang dikenal dengan selogan “Tapis Berseri” ini banyak menyimpan peninggalan sejarah, keanekaragaman budaya dan suku, wisata pantai dan alam yang indah dan kerajinan tangan yang menjadi aset wisata untuk menarik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Tabel 1. Peningkatan Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara di Kota Bandar Lampung

Wisatawan

Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Nusantara 510.387 577.804 635.584 541.386 852.203 Mancanegara 3.626 3.682 4.050 6.681 10.496

Sumber: Data Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung.

Tabel 1 menggambarkan peningkatan jumlah wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kota Bandar Lampung. Menurut data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwiswata Kota Bandar Lampung dari tahun ke tahun jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat hanya pada tahun 2011 jumlah kunjungan wisatawan nusantara sedikit mengalami penurunan, namun selanjutnya pada tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan nusantara meningkat kembali. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara mengalami peningkatan yang cukup baik setiap tahunnya.


(16)

Menurut Pitana (2005:3) bahwa “Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai Negara”. Seiring tumbuh pesatnya perkembangan pariwisata sebagai sebuah industri berdampak pula pada perkembangan berbagai fasilitas pendukung seperti hotel, restoran atau rumah makan, dan tempat-tempat hiburan lainnya. Jumlah hotel, restoran atau rumah makan, serta tempat hiburan di Kota Bandar Lampung yang semakin banyak saat ini, berdampak positif pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bidang kebudayaan dan pariwisata sehingga setiap tahunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandar Lampung terus mengalami peningkatan.

Tabel 2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Bidang Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

No Nama Usaha

Tahun

2009 2010 2011 2012

1 Hotel 5.139.059.962,00 6.660.451.524,00 10.464.084.252,00 10.530.259.469,56

2 Restoran /RM

6.926.238.455,00 8.635.210.941,00 13.500.286.358,00 17.284.202.625,21

3 Hiburan 2.278.296.365,00 2.614.101.201,00 3.048.834.184,00 4.381.068.935,61

Sumber: Data Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung.

Berbeda dengan tabel 1 pada tabel 2 ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung memperlihatkan peningkatan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bidang kebudayaan dan pariwisata dari empat tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut diperoleh dari sektor usaha perhotelan, restoran atau rumah makan, serta tempat hiburan yang ada di Kota Bandar Lampung.


(17)

Kegiatan pembangunan kepariwisataan, sebagaimana pembangunan sektor lain pada umumnya, melibatkan peran dari seluruh pemangku kepentingan yang ada. Rahim (2011:1-2) “Pemangku kepentingan yang dimaksud meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dengan segenap peran dan fungsinya masing-masing. Masing-masing pemangku kepentingan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun harus saling bersinergi dan melangkah bersama-sama untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan”. Adapun peran dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan tersebut menurut Rahim (2011: 2):

1. Pemerintah sesuai dengan tugas dan kewenangannya berfungsi sebagai pembuat peraturan (regulator) dan pendukung pelaksanaan pembangunan kepariwisataan.

2. Kalangan Swasta (pelaku industri pariwisata) berfungsi sebagai pengembang dan atau pelaksana pembangunan kegiatan kepariwisataan.

3. Masyarakat dengan sumber daya yang dimiliki, baik berupa kekayaan adat, tradisi dan budaya serta kapasitasnya, berperan sebagai tuan rumah dan pelaku pengembangan kepariwisataan. Kalangan industri pariwisata merupakan kelompok yang terlibat secara langsung dalam kegiatan kepariwisataan dan mendapatkan manfaat keuntungan financial melalui usahanya yang bersifat komersil. Oleh karena itu baik buruknya karya kelompok industri ini memberikan andil yang sangat besar terhadap citra, mutu pelayanan dan produk wisata. Prinsip bisnis menekankan bahwa kepuasan konsumen/wisatawan harus benar-benar mendapat prioritas utama, bila menghendaki usahanya berhasil apalagi dalam suasana persaingan saat ini.


(18)

Kota Bandar Lampung sendiri memiliki beberapa destinasi wisata yang di kenal dengan istilah city tour mulai dari wisata alam, wisata bahari, sampai wisata sejarah budaya maupun religi. Menurut katalog pariwisata yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung, diperoleh beberapa destinasi wisata diantaranya;

1. Wisata alam yang diantaranya, Taman Wisata Bumi Kedaton, Air Terjun Batu Putuk, Wira Garden, Taman Kupu-kupu, Taman Wisata Lembah Hijau, Taman Wisata Hutan Monyet.

2. Wisata bahari diantaranya, Pantai Duta Wisata, Tirtayasa, Puri Gading, Pulau Pasaran.

3. Taman kota diantaranya yaitu Taman Dipangga, Nuwo Olok Gading, Taman Hutan Kota, Pasar Seni Enggal.

4. Wisata sejarah dan religi diantaranya, Masjid Al Anwar, Masjid Al Yaqin, Gereja Marturia, Gereja Katedral Kristus Raja, Makam Tubagus Makhdum, Makam Muhammad Al Atas, Vihara Than Hin Bio, Reservoir Air, Goa Jajar.

Berkembangnya pariwisata suatu daerah dapat dilihat dari ramainya industri yang bermunculan, menurut pernyataan Bapak Yaman Aziz selaku pemerhati pariwisata menyatakan bahwa:

“Perkembangan pariwisata yang baik itu kalau 70% pengembangan pariwisata sudah dapat berjalan secara mandiri atau dikelola oleh pihak swasta, dan 30% lainnya menjadi tanggung jawab pemerintah”

(wawancara pada hari selasa, 16 juli 2013)

Saat ini perkembangan pariwisata Kota Bandar Lampung memang sebagian besar dikelola oleh pihak swasta, diketahui Pemerintah Kota hanya mengelola 4 objek wisata diantaranya taman Dipangga, Air Terjun Batu Putuk, Pasar Seni Enggal, Taman Hutan Monyet. Hal tersebut telah sesuai bila dikaitkan dengan pernyataan Bapak Yaman Aziz, hanya saja yang menjadi permasalahan ialah terjadinya kesenjangan yang sangat terasa dalam hal pengelolaan dan pemberian pelayanan yang baik dari keempat objek wisata yang dikelola oleh


(19)

pemerintah sebagai pihak yang seharusnya sangat mengerti bagaimana manajemen pengelolaan suatu objek wisata secara maksimal.

Pengelolaan yang baik, suguhan wisata yang lebih menarik, menampilkan banyak pilihan wisata dalam satu lokasi serta menyediakan fasilitas sarana prasarana pendukung sesuai dengan butir penjabaran unsur sapta pesona yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Dengan demikian industri pariwisata yang dikelola oleh pihak swasta mampu menarik lebih banyak pengunjung.

Dalam dunia pariwisata dikenal istilah multiplier effects menurut Glasson adalah suatu kegiatan yang dapat memacu timbulnya kegiatan lain. Berdasarkan teori ini dapat dijelaskan bahwa industri pariwisata akan menggerakkan industri-industri lain sebagai pendukungnya. Komponen utama industri pariwisata adalah daya tarik wisata berupa destinasi dan atraksi wisata, perhotelan, restoran dan transportasi lokal. Sementara komponen pendukungnya, mencakup industri-industri dalam bidang transportasi, makanan dan minuman, perbankan, atau bahkan manufaktur. Semuanya dapat dipacu dari industry pariwisata sebagaimana data yang disajikan dalam tabel 2 mengenai peningkatan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bidang kebudayaan dan pariwisata Kota Bandar Lampung.

(http://jejakwisata.com/tourism-studies/tourism-in-general/122-multiplier effect-dalam-industri-pariwisata.html, diakses 20 november 2013, pukul 19.00 wib)


(20)

Bila dilihat dari sisi pemerintahan maka, mulai berkembangnya industri pariwisata di Kota Bandar Lampung saat ini harus dapat diimbangi dengan pelaksanaan sapta pesona dengan baik dimana dengan adanya suatu objek wisata dapat memberikan banyak dampak dan mendorong pada tumbuh dan berkembangnya daerah sekitar objek wisata tersebut selain berdampak langsung terhadap pendapatan daerah.

Sesuai tujuan diselenggarakan program sapta pesona oleh pemerintah yaitu untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkan setiap unsur sapta pesona dalam kehidupan sehari-hari, serta diimplementasikan dalam setiap produk pariwisata yang ada, sehingga tujuan untuk menciptakan iklim kepariwisatan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan yang ada dapat tercapai.

Maka dari itu penting untuk mengetahui sudah sejauh mana suatu objek wisata telah melaksanakan program sapta pesona dalam produk wisata yang ditawarkannya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat pelaksanaan sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau, hal ini didasari karena peneliti melihat bahwa Lembah Hijau merupakan objek wisata milik swasta yang dalam satu lokasi terdapat beragam jenis wisata yang juga bermuatan edukasi. Fasilitas yang ditawarkan objek wisata Lembah Hijau sangat lengkap serta bervariasi, mulai dari water boom, outdoor activity, serta beragam koleksi fauna dalam mini zoo. Beragamnya fasilitas wisata yang ditawarkan serta luas area Lembah Hijau yang mencapai 15 hektar akan memperkaya sumber data


(21)

yang peneliti butuhkan guna melihat pelaksanaan sapta pesona yang diterapkan Lembah Hijau.

Untuk melihat pelaksanaan sapta pesona tersebut maka dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan “riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, untuk selanjutnya menilainya dan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi tersebut” Wirawan (2012: 7). Berdasarkan keterangan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau, sehingga dapat diketahui unsur sapta pesona yang telah terlaksana dengan baik dan yang belum terlaksana dengan baik

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana Evaluasi Pelaksanaan Sapta Pesona pada Objek Wisata Lembah Hijau Bandar Lampung?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengevaluasi Pelaksanaan Sapta Pesona pada Objek Wisata Lembah Hijau Bandar Lampung.


(22)

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi kegunaan secara langsung diantaranya secara akademis serta secara praktis diantaranya.

1. Secara akademis, dalam kajian Ilmu Pemerintahan penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kajian evaluasi program sekaligus informasi terkait program pemerintah di bidang pariwisata yaitu program sapta pesona serta dampak yang ditimbulkannya bagi Pemerintah Daerah.

2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait, diantaranya sebagai masukan bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung mengenai pengembangan pariwisata di Kota Bandar Lampung dengan pelaksanaan sapta pesona, selain itu sebagai informasi bagi objek wisata Lembah Hijau terkait pelaksanaan sapta pesona yang telah baik untuk terus dipertahankan dan yang belum terlaksana dengan baik agar dapat segera dibenahi, serta sebagai masukan atau referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan evaluasi atau sapta pesona.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Evaluasi 1. Definisi Evaluasi

Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:272) evaluasi berarti penilaian. Sedangkan menurut Wirawan (2012:7) evaluasi adalah:

“Riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, selanjutnya menilainya dan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi tersebut”.

Menurut buku Metode Riset Evaluasi, Hadi (2011:13) mendefinisikan evaluasi sebagai “proses mengumpulkan informasi mengenai suatu objek, menilai suatu objek, dan membandingkannya dengan kriteria, standar dan indikator”. Selanjutnya dalam buku yang sama Hadi (2011: 13-14) memaparkan riset evaluasi sebagai:

“Aplikasi sistematis dari prosedur riset sosial untuk menaksir atau menilai konseptualisasi dan desain, implementasi serta utilitas program intervensi sosial. Menurut definisi ini, riset evaluasi melibatkan pemakaian metodologi riset sosial untuk memberikan putusan atau penilaian dan untuk meningkatkan perencanaan, pemantauan, efektivitas, dan efisiensi suatu program sosial. Program sosial tersebut beragam diantaranya ialah, program kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan program layanan manusia lainnya”.


(24)

Pendapat selanjutnya muncul dari Husni (2010: 971), yang menyatakan bahwa “evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi mengenai hasil penilaian atas permasalahan yang ditemukan”. Sedangkan menurut Arikunto (2010:1). “Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.

Sejalan dengan definisi evaluasi menurut Wirawan dan Hadi, secara sederhana menurut peneliti evaluasi dapat diartikan sebagai sebuah tahapan penilaian yang ditujukan kepada objek evaluasi, untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dideskripsikan dalam bentuk informasi. Dalam penelitian ini objek yang akan dievaluasi adalah program pemerintah dibidang pariwisata yaitu program sapta pesona, yang dalam proses evaluasinya akan melihat pelaksanaan ketujuh unsur sapta pesona yaitu keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, serta kenangan. Hasil yang akan dideskripsikan dari evaluasi ini ialah informasi mengenai pelaksanaan sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau, serta hasil evaluasi yang merujuk pada penilaian unsur sapta pesona yang terlaksana dengan baik dan tidak terlaksana dengan baik.


(25)

2. Jenis-Jenis Evaluasi

Wirawan (2012: 16-18) membedakan jenis-jenis evaluasi berdasarkan objeknya menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Evaluasi Kebijakan

“Kebijakan adalah rencana umum dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugas. Kebijakan akan berlangsung terus sampai dicabut atau diganti dengan kebijakan yang baru; umumnya karena kebijakan yang lama tidak efektif dan efisien atau karena terjadinya pergantian pejabat dan pejabat baru mempunyai kebijakan yang berbeda dengan pejabat sebelumnya”. Istilah lainnya ialah analisis kebijakan. Analisis kebijakan adalah menentukan atau memilih satu alternatif kebijakan yang terbaik dari sejumlah alternatif kebijakan yang ada. Sedangkan evaluasi kebijakan adalah menilai kebijakan yang sedang atau telah dilaksanakan”.

b. Evaluasi Program

Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. Evaluasi program; “Metode sistematis untuk mengumpulkan, menganalsisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaaan dasar. Evaluasi Program dapat dikelompokan menjadi evaluasi proses

(process evaluation), evaluasi manfaat (outcome evaluation) dan evaluasi


(26)

Sapta pesona yang merupakan sebuah bentuk program bidang kepariwisataan, sesuai dengan jenis evaluasi yang ada maka masuk dalam jenis evaluasi program dan akan dievaluasi dengan tahapan evaluasi program yang sesuai.

c. Evaluasi Proyek

Evaluasi proyek sebagai “kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu untuk mendukung pelaksanaan program”. d. Evaluasi Material

Evaluasi material, untuk melaksanakan kebijakan, program atau proyek diperlukan sejumlah material atau produk-produk tertentu. Misalnya, “untuk melaksanakan program Bus Way diperlukan bus dengan kualitas tertentu: nyaman, memuat banyak penumpang, tahan lama, hemat bahan bakar, dan biaya pemeliharaannya yang murah. Oleh karena itu, bus yang dipergunakan Bus Way dievaluasi dengan kriteria tersebut”.

e. Evaluasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Evaluasi sumber daya manusia atau yang yang dikenal dengan evaluasi kinerja di lakukan untuk mengetahui pengembangan sumber saya manusia atau human resources development. Evaluasi sumber daya manusia dapat dilaksanakan disebuah lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, bisnis dan lembaga swadaya masyarakat”.


(27)

3. Tujuan Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan obyek evaluasinya. Menurut Wirawan (2012: 22-23) ada beberapa tujuan evaluasi di antaranya adalah:

1. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.

2. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai rencana. 3. Mengukur apakah pelaksnaan program sesuai dengan standar. 4. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menentukan

manadimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan. 5. Pengembangan staf program.

6. Memenuhi ketentuan undang-undang. 7. Akreditasi program.

8. Mengukur cost effectifenis dan cost efficiency. 9. Mengambil keputusan mengenai program. 10. Akuntabilias.

11. Memberikan balikan kepada pimpinan dan program. 12. Mengembangkan teori evaluasi dan riset evaluasi.

Berdasarkan jenis evaluasi menurut Wirawan, maka terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengevaluasi program, yang dalam hal ini adalah program sapta pesona dalam upaya mewujudkan citra pariwisata yang baik di Kota Bandar Lampung melalui ke tujuh unsur yaitu keamanan, ketertiban, keindahan, kebersihan, kesejukan, keramahan, dan kenangan. Sebagai tujuan evaluasi program ini ialah, mengukur apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan standar, serta dapat mengidentifikasi dan menentukan mana dimensi program yang berjalan, mana yang tidak berjalan yaitu unsur sapta pesona yang terlaksana dan belum terlaksana pada objek wisata Lembah Hijau.


(28)

4. Evaluasi Program

Evaluasi program adalah langkah awal pengumpulan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian tindak lanjut yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi para pengambil keputusan. Sedangkan evaluator adalah orang yang melakukan evaluasi. Banyak ragam atau jenis evaluasi yang dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program. Hamalik (2003:212) mengemukakan bahwa model atau jenis evaluasi program tersebut adalah:

a. Evaluasi perencanaan dan pengembangan. Sasaran utamanya adalah memberikan bantuan kepada penyusun program dengan cara menyediakan informasi yang diperlukan dalam rangka mendesain suatu program. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk meramalkan implementasi program dan kemungkinan tercapai tidaknya program di kemudian hari.

b. Evaluasi monitoring dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah program mencapai sasaran efektif. Apakah hal-hal dan kegiatan yang telah didesain secara spesifik dalam program itu terlaksana sebagaimana mestinya. Kenyataan tidak jarang program justru tidak mencapai sasaran, karena apa yang telah didesain dalam program tidak dapat dilaksanakan dengan berbagai alasan seperti pengadaan personil, fasilitas, perlengkapan, biaya, dan faktor-faktor penyebab lainnya.

c. Evaluasi dampak, bertujuan menilai seberapa jauh program dapat memberikan pengaruh tertentu pada sasaran yang telah ditetapkan, apakah program berdampak positif atau justru sebaliknya. Dampak tersebut diukur berdasarkan kriteria-kriteria keberhasilan, sehingga program tersebut perlu di spesifikasi agar dapat diamati dan diukur setelah program itu dilaksanakan.

d. Evaluasi efisiensi, dimaksud untuk menilai berapa besar tingkat efisiensi suatu program. Apakah program mampu memberikan keuntungan memadai ditinjau dari segi biaya yang dikeluarkan, tenaga yang digunakan dan waktu yang terpakai.

e. Evaluasi program komprehensip, yaitu dampak menyeluruh terhadap program yang meliputi; implementasi program, dampak atau pengaruh setelah program dilaksanakan dan tingkat efisiensi program.


(29)

Terdapat beberapa model evaluasi lainnya yang populer diantaranya menurut Tayibnapis (2008: 13-22) membedakan model evaluasi program;

1. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh stufflebeam, adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai “suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan”.

2. Evaluasi model UCLA, dikembangkan oleh Alkin. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan an memilih beberapa alternatif.

3. Model Brinkerhoff, mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, diantaranya 1). Fixed vs emergent

evaluator design. 2). Formatif vs sumatif evaluation, 3).

Experimental and quasi experimental design vs natural/unobtrusive inquiry.

4. Model Stake atau Countenance, penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa

description di suatu pihak berbeda dengan judgment atau menilai.

Selanjutnya Wirawan (2012:17) mengelompokkan evaluasi program menjadi 3 bagian yang berbeda yaitu:

1. Evaluasi Proses (process evaluation) yaitu meneliti dan menilai apakah intervensi atau layanan program telah dilaksanakan seperti yang direncanakan, dan apakah target populasi yang direncanakan telah dilayani.

2. Evaluasi manfaat (outcome evaluation) meneliti, menilai, dan menentukan apakah program telah menghasilkan perubahan yang diharapkan.

3. Evaluasi akibat (impact evaluation) dimana melihat perbedaan yang ditimbulkan sebelum dan setelah adanya program tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti lebih spesifik menyajikan informasi pada kelompok bagian dari evaluasi proses (process evaluation). Dimana untuk melihat serta menilai pelaksanaan dari ketujuh unsur sapta pesona dapat dinilai dari prosesnya


(30)

Menurut Wirawan (2012:17) bagian evaluasi proses (process evaluation) dapat dipergunakan untuk menilai pelaksanaan suatu layanan program, dimana implementasi atau pelaksanaan suatu program akan terlihat dari keseluruhan proses atau serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses dijalankan dengan melakukan penilaian terhadap sebuah informasi yang diperoleh, dengan melihat apakah layanan program telah dilaksankan seperti yang direncanakan, informasi tersebut kemudian dianalisis dan dapat disajikan dengan data yang bersifat kualitatif. Dalam modul pengantar evaluasi program Wirawan menjelaskan bahwa evaluasi proses dilakukan dalam 2 tahapan penilaian yaitu;

a. Tahap pertama, pengukuran atau penilaian dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes terhadap standar yang ditetapkan. b. Tahap kedua, perbandingan yang telah diperoleh kemudian

disimpulkan dan dikualitatifkan sesuai dengan tujuan penilaian yang ingin dicapai dari evaluasi tersebut.

Berdasarkan keterangan tersebut maka, evaluasi pelaksanaan unsur sapta pesona dalam penelitian ini akan dilakukan sesuai kedua tahapan yang ada, berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dari objek evaluasi akan dilakukan penilaian sehingga tujuan evaluasi tercapai. Menurut Wirawan dalam evaluasi yang tidak menampilkan data kuantitatif, penilaian dapat berupa (baik, kurang baik, tidak baik), (terlaksana, tidak terlaksana), (sesuai, kurang sesuai, tidak sesuai) dan lainnya.


(31)

B. Tinjauan Tentang Sapta Pesona

Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata, dalam peraturan ini yang dimaksud dengan sadar wisata adalah suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau wilayah.

Sebelum dikeluarkan peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2008 tentang sadar wisata tersebut, terlebih dahulu ada program yang disebut sapta pesona yang merupakan sebuah program yang berdiri sendiri berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.5/UM.209/MPPT-89 tentang penyelenggaraan sapta pesona. Namun saat ini program sapta pesona tersebut menjadi satu kesatuan dengan sadar wisata yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tahun 2008 tentang sadar wisata.

Sebagaimana dalam pasal 4 PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata menyatakan;

Dalam pelaksanaan Sadar Wisata sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diupayakan dilakukan secara sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata, akademisi, media massa, dan organisasi kemasyarakatan dengan materi dasar jabaran Sapta Pesona sesuai dengan panduan Pelaksanaan Sadar Wisata.

Hal ini menerangkan bahwa sapta pesona merupakan satu kesatuan bagian dari peraturan menteri tentang sadar wisata. Sapta pesona merupakan materi dasar yang akan diterapkan bagi semua pelaku pariwisata.


(32)

Produk pariwisata mencakup usaha jasa pariwisata, pengusaha objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata. Setiap produk pariwisata ini harus membangun unsur-unsur sapta pesona di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sapta pesona merupakan suatu kondisi yang harus diwujudkan dalam setiap produk pariwisata sehingga dapat menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau wilayah di negara kita. Sehingga logo sapta pesona pun disesuaikan dengan unsur pengertian sapta pesona, logo sapta pesona kemudian dilambangkan dengan matahari yang bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas unsur keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan.

Tujuan diselenggarakan program sapta pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-unsur sapta pesona yang terdiri dari keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan, kemudian di harapkan dapat diimplementasikan dalam setiap produk pariwisata yang ada, sehingga tujuan untuk menciptakan iklim kepariwisataan yang baik yang akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan yang ada akan tercapai.

Langkah-langkah mewujudkan sapta pesona menurut Bahan Baku Penyuluhan sadar wisata yang dikeluarkan Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata (1993:75) dimana;


(33)

“Proses pembangunan pariwisata harus berjalan seiring dengan peningkatan sadar wisata masyarakat. Demikian pula penciptaan Sapta Pesona harus berjalan dengan pembangunan daerah pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Mewujudkan Sapta Pesona identik dengan menambah pesona pariwisata Indonesia.Itu berarti, meningkatkan daya tarik atau daya pesona daerah-daerah tujuan wisata Indonesia. Kurangi citra negatif, kemudian menumbuh kembangkan citra positif”.

Unsur-unsur Sapta Pesona tersebut terdiri dari keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan. Menurut Bahan Baku Penyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pariwisata (1993:73-75) uraian lebih lanjut dari 7 unsur Sapta Pesona yaitu:

1. Aman

Aman merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana tenang dan rasa tentram bagi wisatawan. Aman juga berarti bebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga dan harta miliknya (barang bawaan dan yang melekat pada tubuhnya). Juga berarti bebas dari ancaman, gangguan dan tindak kekerasan atau kejahatan. Aman, dalam arti termasuk pula penggunaan sarana dan prasarana serta fasilitas, yaitu baik dari gangguan teknis maupun lainnya, karena sarana prasarana dan fasilitas tersebut terpelihara dengan baik.

2. Tertib

Tertib merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan suasana tertib dan teratur serta disiplin dalam semua kehidupan masyarakat. Keadaan atau suasana tertib menghadapi wisatawan lebih ditujukan kepada: tertib dari segi peraturan, tertib dari segi waktu, tertib dari segi mutu pelayanan, tertib dari segi informasi. 3. Bersih

Bersih merupakan suatu kondisi atau keadaan yang menampilkan sifat bersih dan sehat (hygiene). Keadaan bersih harus selalu tercermin pada lingkungan dan sarana pariwisata yang bersih dan rapi. Penggunaan alat perlengkapan pelayanan yang selalu terawatt baik, bersih, dan bebas dari bakteri dan hama penyakit. Makanan dan minuman yang sehat, serta penampilan petugas pelayanan yang bersih baik fisik maupun pakaian. Bersih dari segi lingkungan dimana wisatawan akan menemukan lingkungan yang bersih dari sampah, limbah, kotoran.

4. Sejuk

Sejuk merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang memberikan suasana segar, dan nyaman. Kondisi lingkungan seperti itu tercipta dengan upaya menciptakan suasana lingkungan, pertamanan, penghijauan pada jalur wisata. Memperindah wajah


(34)

kota dengan pembangunan taman-taman di tempat-tempat terbuka, penghijauan sepanjang jalan, lingkungan dan perkantoran dan pusat perbelanjaan serta lingkungan pemukiman penduduk dan objek wisata. Dalam ruangan dapat diciptakan dengan penyediaan pot-pot tanaman serta jika dimungkinkan membuat taman.

5. Indah

Indah, merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan penataan yang teratur, tertib dan serasi. Sehingga memancarkan keindahan.

6. Ramah- tamah

Ramah tamah adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam pergaulan, hormat dan sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa, suka memberikan pelayanan dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih, baik yang diberikan oleh petugas/aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisata yang secara langsung melayaninya.

7. Kenangan

Melalui unsur kenangan agar para wisatawan dapat memperoleh kenangan yang indah dan mendalam dari tempat yang telah dikunjungi serta akomodasi yang bersih, nyaman dengan pelayan ramah, pertunjukan seni budaya yang tinggi nilainya, menikmati makanan khas daerah yang lezat serta tersedianya cenderamata yang menarik dan mudah dibawa pulang.

Cara yang dapat kita lakukan untuk berpartisipasi menurut menurut Bahan Baku Penyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata (1993:76-77) yaitu dengan cara:

“Masing-masing kita harus berusaha sedapat mungkin agar sikap, tingkah laku, perbuatan, dan cara hidup kita sehari-hari mencerminkan unsur-unsur yang terkandung dalam sapta pesona. Yakni secara sadar, teratur dan berencana berperan aktif dalam:

1. Turut memelihara keamanan. 2. Turut memelihara ketertiban umum. 3. Turut menjaga kebersihan.

4. Turut membantu program penghijauan. 5. Turut menciptakan lingkungan yang indah. 6. Memperlihatkan sikap ramah tamah. 7. Turut menyajikan kenangan yang indah”.


(35)

Program Sapta Pesona menjadi tanggung jawab tidak hanya oleh pemerintah, dalam hal ini partisipasi masyarakat, dan segenap pelaku industri pariwisata turut mempunyai peran. Berikut ini beberapa butir penjabaran unsur sapta pesona dalam kaitan mereka atau pengelola objek wisata dalam memberikan pelayanan jasa, yang dimuat dalam Bahan Baku Peyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pariwisata (1993:84-87) yaitu seperti dalam hal:

a) Aman

1. Menyediakan petugas keamanan intern (SATPAM) sehingga aset perusahaan terjamin keamanannya.

2. Melaksanakan tindakan-tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya kriminalitas dan tindakan yang dapat merugikan wisatawan.

3. Menempatkan petugas keamanan secara tidak menyolok.

4. Memberikan informasi, tanda-tanda peringatan bahaya dalam upaya mengamankan asset perusahaan dan keamanan wisatawan. 5. Melakukan pemeliharaan, pemeriksaan secara terus menerus

terhadap sarana dan prasarana di usahanya masing-masing.

6. Bila terjadi suatu tindakan yang bersifat kriminalitas jangan main hakim sendiri, tetapi pelaku atau kasusnya harus diserahkan ke pihak yang berwajib.

7. Berperan secara aktif melaksanakan sistem keamanan lingkungan masing-masing dan sekitarnya.

8. Menyediakan tenaga semacam life guard di tempat-tempat kegiatan wisatawan agar sewaktu-waktu siap memberikan pertolongan bila terjadi sesuatu yang dapat membahayakan keselamatan jiwa, contoh: life guard untuk Kolam Renang, Pantai, Danau.

b) Tertib

1. Senantiasa tepat waktu dalam memberikan pelayanan. 2. Petugas pelayanan harus terampil dan profesional.

3. Memberikan pelayanan informasi yang benar dan lengkap tentang segala sesuatu yang diperlukan.

4. Mematuhi dan melaksanakan segala peraturan yang berkaitan dengan pemberian jasa pelayanan.

5. Berperan serta memasyarakatkan budaya “antri” bagi para pemakai jasa.

6. Mengatur penempatan iklan luar ruang (outdoor advertisement). 7. Menegur para pengusaha jasa beserta jajarannya serta wisatawan


(36)

c) Bersih

1. Memelihara kebersihan di tempat usaha dan lingkungan sekitarnya objek wisata serta menyediakan tempat penampungan sampah yang memenuhi persyaratan.

2. Menciptahan standar (SOP) kebersihan bahan, pengelolaan makanan dan minuman hotel, restoran dan usaha jasa boga lainnya.

3. Menggunakan peralatan yang menjamin kebersihannya baik dalam hygiene dan sanitasi dalam pemberian layanan jasa.

4. Menyediakan pakaian seragam yang sopan dan menarik untuk petugas pelayanan.

5. Memeriksa peralatan dan perlengkapan petugas pelayanan secara priodik.

6. Menyediakan fasilitas khusus karyawan.

7. Berpartisipasi aktif dalam menciptakan kebersihan lingkungan diluar tempat tinggalnya.

8. Menjaga kebersihan yang dikaitkan dengan kesehatan dan keindahan.

d) Sejuk

1. Penataan bangunan, ruang dan komposisi warna yang memberikan suasana sejuk, nyaman dan tenang bagi wisatawan. 2. Menempatkan tanaman hidup di ruangan-ruangan makan dan

ruang tunggu.

3. Melakukan penghijauan di halaman lingkungan baik di sekitar lokasi usahanya maupun di obyek-obyek wisata.

e) Indah

1. Penataan bangunan dan sarana usaha lainnya, misalnya alat angkutan baik exterior maupun interior yang serasi dan selaras dengan fungsi dan lingkungan di sekitarnya agar tercipta citra kepribadian nasional.

2. Pembangunan sarana yang memperhatikan arsitektur dan seni rupa setempat.

f) Keramah-tamahan

1. Petugas usaha pariwisata harus selalu bersikap ramah, sopan dan simpatik.

2. Keramahan yang dimaksudkan harus wajar, luwes dan tegas dengan memperhatikan kewaspadaan terhadap hal-hal yang tidak kita harapkan.

g) Kenangan

1. Memberikan kenangan yang mengesankan melalui suasana yang aman, tertib, bersih, sejuk, indah dan nyaman di kamar, lobby, dan lingkungan sekitar akomodasi, objek wisata, serta pelayanan yang ramah, profesional dan berkepribadian Indonesia.


(37)

2. Menampilkan atraksi budaya yang bervariasi dan khas daerah. Bermutu, continue dan tepat waktu serta tidak menimbulkan rasa bosan dan jenuh.

3. Menemukenali masakan-masakan daerah yang dapat disajikan kepada wisatawan.

4. Menyediakan cenderamata yang mungil, menawan dengan harga yang wajar, dan dapat berfungsi sebagai sarana promosi dan membawakan citra pariwisata.

Dalam penelitian ini beberapa butir penjabaran unsur sapta pesona dalam kaitan terhadap pengelola objek wisata dalam memberikan pelayanan jasa, yang dimuat dalam Bahan Baku Peyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pariwisata (1993:84-87) dijadikan sebagai dasar atau acuan standar penilaian dalam pelaksanaan ketujuh unsur sapta pesona yang akan dievaluasi.

C. Tinjauan Tentang Kepariwisataan

Kata pariwisata memiliki beberapa definisi salah satunya Purwanto dan Hilmi, dalam bukunya Pengantar Pariwisata (1994:9) mengungkapkan bahwa:

“Secara etimologis, istilah pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali atau lengkap sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Kata tersebut mempunyai persamaan kata dalam bahasa inggris Tourism dan bahasa belanda Tourisme. Maka pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar dari suatu tempat ke tempat lain”.


(38)

Pendapat lain muncul dari Suwantoro (2004:3) yang berpendapat bahwa berpariwisata merupakan:

“Suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti hanya sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar”.

Selanjutnya dalam buku anatomi pariwisata terangkum beberapa definisi terkait pariwisata. Menurut A.J Burkart dan S. Medlik, Pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut. (Soekadijo, 2000:3).

“Menurut Prof Hunzieker dan Prof K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara (Soekadijo, 2000:12)”.

Secara sederhana peneliti berpendapat bahwa pariwisata ialah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mencari hiburan atau menghabiskan waktu luang serta mencapai kepuasan tersendiri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan terdapat beberapa definisi terkait kepariwisataan diantaranya hal-hal yang dimaksud dengan:

a. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. b. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.


(39)

c. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

d. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

e. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

f. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

g. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

h. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.

i. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

j. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

k. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.

Peraturan terkait pariwisata yang dimuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pada pasal 3 menjelaskan fungsi dari kepariwisataan, dimana kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.


(40)

Sedangkan menurut pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, tujuan dari kepariwisataan diantaranya ialah untuk;

1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, 2) meningkatkan kesejahteraan rakyat, 3) menghapus kemiskinan, 4) mengatasi pengangguran, 5) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, 6) memajukan kebudayaan, 7) mengangkat citra bangsa, 8) memupuk rasa cinta tanah air, 9) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, 10) mempererat persahabatan antar bangsa.

Sebagaimana peranan pariwisata dalam pembangunan negara secara umum meliputi, peran dalam segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak), segi sosial (penciptaan lapangan pekerjaan), dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kepada wisatawan baik domestik maupun internasional).

Pengembangan daerah pariwisata bisa menimbulkan dampak positif atau negatif terhadap kebudayaan setempat. Dampak positif jika pengembangan tersebut bisa merangsang perhatian terbesar terhadap nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Sementara dari sisi negatif, jika pengembangan tersebut melunturkan nilai-nilai budaya yang sudah ada karena penduduknya lebih terangsang untuk mengadopsi nilai-nilai budaya asing tanpa menghayati esensinya. Untuk itulah perlu adanya penyaringan kebudayaan, yang baik diambil dan yang buruk dibuang.


(41)

Ada berbagai macam perjalanan wisata bila ditinjau dari berbagai segi. Suwantoro (2004:14-15) membedakannya menjadi:

Dari segi jumlahnya, wisatawan dibedakan atas:

1. Individual tour (wisatawan perorangan),

2. Family group tour (wisata keluarga),

3. Group tour (wisata rombongan).

Dari segi kepengaturannya, wisata dibedakan atas:

1. Pre- arranged Tour (wisata berencana),

2. Package Tour (wisata paket atau peket wisata),

3. Coach Tour (wisata terpimpin),

4. Special arranged Tour ( wisata khusus),

5. Optional Tour (wisata Tambahan/manasuka).

Dari segi maksud dan tujuannya, wisata dibedakan atas:

1. Holiday Tour (wisata liburan),

2. Familiarization Tour (wisata pengenalan),

3. Educational tour ( wisata pendidikan),

4. Scientific tour (wisata pengetahuan),

5. Pileimage tour (wisata keagamaan),

6. Special mission tour (wisata kunjungan khusus),

7. Hunting tour (wisata pemburuan).

Sedangkan bila dilihat dari motivasi atau faktor yang mendorong wisatawan untuk mengadakan perjalanan wisata Suwantoro (2004:15-17) menyebutkan ada beberapa dorongan seperti:

1. Dorongan kebutuhan untuk berlibur dan berekreasi. 2. Dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian. 3. Dorongan kebutuhan keagamaan.

4. Dorongan kebutuhan kesehatan.

5. Dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian. 6. Dorongan kepentingan keamanan.

7. Dorongan kepentingan hiburan keluarga. 8. Dorongan kepentingan politik.


(42)

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pariwisata sangat banyak saat ini tetapi penelitian yang berfokus pada salah satu program pemerintah di bidang pariwisata yaitu sapta pesona sangatlah terbatas. Salah satu penelitian menganai sapta pesona yang peneliti temukan ialah, Soffatul Faridah pada tahun 2009 mengadakan penelitian mengenai Persepsi Pengunjung berdasarkan Konsep Essensial Geografi, Sapta Pesona, dan Sarana pada Objek Wisata Makam Bung

Karno. Faridah merupakan mahasiswa Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Malang (UM).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Persepsi pengunjung berda-sarkan konsep essensial geografi pada objek wisata Makam Bung Karno; 2) Persepsi pengunjung berdasarkan Sapta Pesona pada objek wisata Makam Bung Karno; 3) Persepsi pengunjung berdasarkan sarana pada objek wisata Makam Bung Karno.

Penelitian ini menggunakan metode survey. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengunjung yang ada di lokasi Makam Bung Karno pada saat pengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan populasi target 100 responden. Teknik pengambilan data menggunakan metode observasi, dokumentasi dan kuesioner. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan teknik indek komposit skor.


(43)

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Persepsi pengunjung terhadap konsep essensial geografi cukup baik, (kesesuaian lokasi dipersepsikan jelek, sedangkan jarak, aglomerasi, keterjangkauan, interaksi, diferensiai area, nilai kegunaan dan keterkaitan ruang dipersepsi cukup baik); 2) Persepsi pengunjung terhadap sapta pesona cukup baik, (keamanan, keindahan, keramahan termasuk baik, ketertiban, kebersihan, dan kenangan termasuk cukup baik, kesejukan termasuk jelek); 3) Persepsi pengunjung terhadap sarana baik (persepsi pengunjug tentang sarana pokok cukup baik sarana penunjang, dan pelengkap termasuk baik). Dari hasil penelitian dapat disarankan: 1) Kepada Dinas Perhubungan disarankan untuk membuat jaringan jalan khusus wisata; 2) Kepada pengelola MBK disarankan untuk mengimbangi pembangunan fisik dengan penanaman dan tidak menebang pohon disekitar MBK; 3) Kepada Dinas Kominfoparda dan pihak penyelenggara kesenian dan kebudayaan disarankan agar lebih sering mengadakan pertunjukan kesenian dan kebudayaan asli masyarakat Kota Blitar.

Penelitian yang dilakukan Soffatul Faridah masih mencakup beberapa permasalahan diantaranya berkaitan dengan pariwisata serta ilmunya di bidang geografi. Faridah tidak mengulas program sapta pesona secara lebih rinci, inilah yang membedakan penelitian Soffatul Faridah dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini, saat ini peneliti lebih memfokuskan terhadap pelaksanaan program sapta pesona di salah satu objek wisata di Kota Bandar Lampung yaitu objek wisata Lembah Hijau, untuk menihat dan menilai bagaimanakah pelaksanaan program sapta pesona berjalan.


(44)

E. Kerangka Pikir

Untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Sapta Pesona pada Objek Wisata Lembah Hijau, maka peneliti membuat kerangka pikir sebagai panduan serta memberikan batasan terhadap penelitian ini sehingga tujuan penelitian tercapai dengan baik.

Indonesia mulai berkembang menjadi tujuan wisata yang diminati oleh para wisatawan mancanegara, hal ini dikarenakan biaya yang dianggap relatif murah serta sajian wisata di Indonesia tersedia sepanjang tahun dan tersebar hampir di setiap daerah nusantara. Kondisi ini menjadi peluang bagi industri pariwisata dalam negeri, mulai dari bermunculannya tempat-tempat rekreasi, hiburan, wisata yang menyuguhkan keindahan alam Indonesia maupun pertumbuhan sarana prasarana pendukung seperti hotel, transportasi, serta industri jasa lainnya.

Sapta pesona merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah di bidang pariwisata, di mana tujuan dari program sapta pesona ialah memberikan citra positif terhadap berbagai suguhan pariwisata yang ada. Sejak tahun 1989 sapta pesona mulai dikembangkan dan menjadi salah satu standar dalam pelayanan di bidang pariwisata, yaitu dengan mengkombinasikan ke 7 unsur sapta pesona dalam setiap kegiatan kepariwisataan.


(45)

Sebelumnya sapta pesona diatur dalam Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.5/UM.209/MPPT-89 tentang penyelenggaraan Sapta Pesona, namun pada tahun 2008 program sapta pesona yang tadinya berdiri sendiri, berganti dan masuk menjadi satu kesatuan dengan peraturan menteri tentang sadar wisata melalui Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata, yaitu suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau wilayah melalui pelaksanaan unsur-unsur sapta pesona.

Industri pariwisata di Bandar Lampung saat ini mulai menunjukkan kemajuan, hal ini dapat dilihat dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah di bidang pariwisata yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Sayangnya terjadi kesenjangan yang cukup terasa antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan objek wisata, sampai saat ini belum adanya objek wisata yang dikelola oleh pemerintah kota menjadi tujuan wisata yang dapat menarik banyak wisatawan. Sehingga kebanyakan objek wisata yang ramai ialah objek wisata yang dikelola oleh pihak swasta.

Untuk mengetahui keadaan serta informasi mengenai suatu objek yang diteliti maka dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dapat diartikan sebagai tahapan penilaian yang ditujukan kepada objek evaluasi, untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dideskripsikan dalam bentuk informasi. Sejalan dengan teori evaluasi program menurut


(46)

Wirawan, yang membagi evaluasi dalam tiga tahapan yaitu proses, manfaat dan dampak, maka untuk lebih spesifik penelitian ini hanya memfokuskan pada bagian evaluasi proses.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan ketujuh unsur sapta pesona yaitu keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kesejukan, keramahan, kenangan. Sesuai teori evaluasi proses Wirawan maka evaluasi dilakukan dengan tahapan penilaian berdasarkan standar yang telah ditentukan, yaitu berdasarkan butir penjabaran unsur sapta pesona dalam kaitan terhadap pengelola objek wisata dalam memberikan pelayanan jasa, yang dimuat dalam Bahan Baku Peyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pariwisata (lihat halaman 25).

Evaluasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu pada tahap pertama, dilakukan perbandingan antara standar ketentuan yang telah ditetapkan dengan data, informasi, fakta dilapangan, sedangkan pada tahap kedua, dari hasil perbandingan tersebut dilakukan penilaian mengenai poin standar yang tercapai dan belum tercapai oleh objek wisata Lembah Hijau sehingga diperoleh output yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu, hasil evaluasi pelaksanaan sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau berupa informasi yang merujuk pada kesimpulan mengenai apa saja unsur sapta pesona yang terlaksana dengan baik dan yang tidak terlaksana dengan baik.


(47)

Untuk memudahkan pembaca, maka kerangka pikir peneliti tampilkan berupa bagan kerangka pikir sebagai berikut;

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata

pengganti

Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.5/UM.209/MPPT-89

tentang penyelenggaraan Sapta Pesona

Evaluasi (Wirawan) Unsur Sapta Pesona

1. Keamanan 2. Keindahan 3. Ketertiban 4. Kebersihan 5. Kesejukan 6. Keramahan 7. Kenangan

Unsur Sapta Pesona Terlaksana Dengan

Baik

Unsur Sapta Pesona Belum Terlaksana

Dengan Baik Tahap 1. Membandingkan

Standar > < Proses (fakta dilapangan)


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Nazir (1999:51) menyatakan bahwa, ”Metode penelitian adalah urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian, termasuk alat yang digunakan untuk mengukur maupun mengumpulkan data serta bagaimana melakukan penelitian di lapangan”. Oleh karena itu untuk mempermudah peneliti maka tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tipe deskriptif sedangkan jenis penelitian yang dipakai ialah penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif menurut Nazir (1999:63) yaitu;

“Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki”.

Satori dan Komariah dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif (2011:219) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, prilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan dalam bentuk narasi. Selain itu Satori danKomariah (2011: 23) juga memaparkan bahwa:


(49)

”Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya dan lain sebagainya”.

Peneliti berpendapat bahwa penelitian desktiptif kualitatif akan lebih menjelaskan dengan bahasa-bahasa yang dapat menjadi gambaran terhadap suatu fenomena agar lebih sistematis. Fenomena tersebut baik berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fanomena lainnya. Jenis penelitian kualitatif lebih kepada penelitian mendalam dan akurat serta hasil dari penelitian akan lebih banyak berupa uraian deskriptif serta analisis sehingga pertanyaan dalam penelitian dapat terjawab.

Peneliti mencoba menjelaskan bagaimana pelaksanaan unsur-unsur sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau, unsur tersebut mulai dari keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kesejukan, keramahan, serta kenangan. Setiap unsur sapta pesona tersebut akan digambarkan secara berurutan mengenai kondisinya sesuai dengan hasil penelitian dilapangan, dengan uraian serta gambaran tersebut maka memudahkan pembaca untuk dapat mengerti dan menerima informasi tanpa harus turun langsung ke Lembah Hijau.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangatlah penting dalam setiap proses penelitian, hal ini dikarenakan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Menurut Sugiyono (2012:106), menjelaskan bahwa untuk mempertajam penelitian kualitatif, peneliti harus menetapkan fokus penelitian yang merupakan domain tunggal atau beberapa domain terkait dengan situasi


(50)

sosial. Fokus ditetapkan sebagai panduan serta memberikan batasan-batasan mengenai informasi yang masuk serta menjaga agar penelitian ini tetap konsisten mengenai apa yang hendak diteliti.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Penelitian ini memfokuskan pada kajian terhadap program sapta pesona yang merupakan program pemerintah di bidang pariwisata. Program sapta pesona merupakan 7 unsur yang saling berkesinambungan dalam industri pariwisata, yaitu unsur keamanan, ketertiban, kesejukan, keindahan, keramahan, kebersihan, serta kenangan. Ketujuh unsur tersebut pada tujuannya diharapkan mampu memperbaiki citra pariwisata, sehingga dapat mendatangkan wisatawan.

Sejak tahun 2008 sapta pesona menjadi satu kesatuan bagian dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: PM.04/UM.001/MKP/2008 tentang Sadar Wisata, yaitu suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau wilayah dengan meteri dasar sapta pesona.

Mengevaluasi merupakan hal yang tidak mudah, terlebih peneliti bukanlah orang yang masuk dalam pembuat program sapta pesona itu sendiri. Oleh karena itu peneliti memfokuskan untuk melihat dan menilai pelaksanaan program sapta pesona pada salah satu objek wisata Kota Bandar Lampung yaitu objek wisata Lembah Hijau. Melihat serta menilai pelaksanaan program


(51)

sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau peneliti lakukan dengan mengidentifikasi pelaksanaan program sapta pesona dengan menggunakan dasar teori evaluasi Wirawan. Menurut Wirawan bahwa Evaluasi Proses

(process evaluation) yaitu meneliti dan menilai apakah intervensi atau

layanan program telah dilaksanakan seperti yang direncanakan. Untuk menilai proses dilakukan dalam 2 tahap yaitu;

a. Tahap pertama, pengukuran atau penilaian dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes terhadap standar yang ditetapkan.

b. Tahap kedua, perbandingan yang telah diperoleh kemudaian dikualitatifkan sesuai dengan tujuan penilaian yang ingin dicapai dari evaluasi tersebut.

Standar yang akan dinilai pada tahap pertama ialah butir penjabaran unsur sapta pesona dalam kaitan pengelola objek wisata dalam memberikan pelayanan jasa, yang dimuat dalam Bahan Baku Peyuluhan Sadar Wisata yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pariwisata (lihat halaman 25). Penilaian dilakukan pada setiap poin yang menjadi dasar dengan memberi penilaian apakah poin tersebut

1. Terlaksana, bila telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak pengelola Lembah Hijau.

2. Belum terlaksana dengan baik, bila telah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak Lembah Hijau, namun belum maksimal sesuai dengan standar yang diharapkan/ditetapkan.

3. Tidak terlaksana, bila poin tersebut sama sekali belum dilakukan oleh pihak pengelola Lembah Hijau.


(52)

Setelah diperoleh penilaian kesesuaian perbandingan standar pada tahap pertama, selanjutnya pada tahap kedua evaluasi proses menurut Wirawan akan diperoleh hasil evaluasi berupa informasi atau data yang merujuk pada tujuan penilaian yang ingin dicapai dari evaluasi, yaitu kesimpulan mengenai apakah unsur sapta pesona tersebut terlaksana dengan baik atau tidak terlaksana dengan baik pada objek wisata Lembah Hijau.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat atau wilayah dimana peneliti melakukan penelitian, dalam penelitian ini lokasi menjadi sumber informasi yang dapat mengungkap dan menggambarkan fenomena yang terjadi serta informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian mengenai pelaksanaan program sapta pesona. Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan pada Objek Wisata Lembah Hijau Bandar Lampung yang terletak di Jalan Raden Imba Kusuma Ratu, Kelurahan Sukadana Ham Tanjung Karang Barat Bandar Lampung.

D. Jenis Data

Peneliti mempergunakan jenis data primer dan data sekunder dalam pengumpulan data yaitu;

a. Data Primer

Menurut Sugiyono (2012:137) data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer merupakan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Data primer dalam


(53)

penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara langsung terhadap informan mengenai pelaksanaan unsur sapta pesona di objek wisata Lembah Hijau.

Pengambilan data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan para informan yaitu, pengelola objek wisata Lembah Hijau, petugas pelaksana lapangan, pengunjung obyek wisata Lembah Hijau, stakholder terkait yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung serta seorang pemerhati pariwisata.

Keterangan pengambilan data primer peneliti sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut;

Tabel 3. Keterangan Pengambilan Data Primer Kelompok

Informan

No Nama Instrumen Waktu

Pengambilan Data Primer Pengelola

Lembah Hijau

1 Erwin Nasution

Wawancara 4 Juli 2013, pukul 13.10 Wib

2 Ardiansyah Wawancara 4 Juli 2013, pukul 12.00 Wib

10 Juli 2013, pukul 13.10 Wib Petugas

Pelaksana Lapangan (karyawan)

1 Candra Wawancara 4 Juli 2013, pukul 16.15 Wib

2 Yosef Wawancara 4 Juli 2013, pukul 15.45 Wib

3 Abdul Rohman

Wawancara 4 Juli 2013, pukul 15.20 Wib

4 Yali Wawancara 4 Juli 2013, pukul 15.00 Wib

5 Choidir Wawancara 4 Juli 2013, pukul 14.30 Wib

6 Erwan Wawancara 4 Juli 2013 pukul 14.00 Wib

14 September, Pukul 12.30 Wib Dinas

Kebudayaan dan

Pariwisata

1 Erni suud Wawancara 4 Juli 2013, pukul 10.30 Wib


(54)

Pemerhati Pariwisata

1 Yaman Aziz Wawancara 16 Juli 2013, pukul 16.35 Wib Pengunjung

objek wisata Lembah Hijau

1 Ibu Sri Wawancara 7 Juli 2013 pukul 13.00 Wib

2 Bapak Ilham Wawancara 7 Juli 2013 pukul 15.00 wib

3 Andini Wawancara 7 Juli 2013 pukul 14.30 wib

4 Agung Wawancara 31 Agustus 2013 pukul 14.00 wib 5 Andika wawancara 31 agustus 2013

pukul 10.00 wib 6 Widia Wawancara 31 agustus 2013

pukul 11.30 wib

Sumber: Data hasil penelitian 2013

b. Data Sekunder

Sugiyono (2012:137) data sekunder, “merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau melalui dokumen”. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian, yaitu gambaran umum mengenai objek wisata Lembah Hijau, deskripsi fasilitas atau wahana yang dimiliki Lembah Hijau, struktur organisasi objek wisata Lembah Hijau, data-data terkait informasi Lembah Hijau, buku dan peraturan terkait program sapta pesona, tupoksi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung, katalog destinasi wisata Bandar Lampung, data jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara Kota Bandar Lampung, data PAD di bidang pariwisata Kota Bandar Lampung.


(55)

Untuk memudahkan pembaca maka, keterangan pengambilan data skunder yang diperoleh disajikan dalam tabel sebagai berikut;

Tabel 4. Informasi Data Sekunder Penelitian No. Keterangan Informasi Data

Sekunder Penelitian

Sumber Data Waktu

Pengambilan Data Sekunder

1. Gambaran Umum objek wisata Lembah Hijau

Lembah Hijau 10 Juli 2013, pukul 13.10 Wib 2 Deskripsi Fasilitas Lembah

Hijau

Lembah Hijau 10 Juli 2013, pukul 13.10 Wib 3 Data Jumlah Pengunjung

Lembah Hijau

Lembah Hijau 22 Juli 2013, pukul 10.00 Wib 4 Struktur Organisasi

PT.Lembah Hijau

Lembah Hijau 22 Juli 2013, pukul 10.00 Wib 5 Tupoksi Dinas Kebudayan

dan Pariwisaa Kota Bandar Lampung

Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

4 Juli 2013, Pukul 10.30 Wib

6 Data Jumlah Wisatawan Nusantara dan

Mancanegara Kota Bandar Lampung

Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

28 Maret 2013, Pukul 11.00 wib

7 Data PAD di Bidang Pariwisata Kota Bandar Lampung

Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

28 Maret 2013, Pukul 11.00 wib

8 Katalog destinasi wisata Bandar Lampung

Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

28 Maret 2013, Pukul 11.00 wib


(56)

E. Penentuan Informan

Dalam menentukan informan sebagai sumber data pada penelitian ini penulis menggunakan tekhnik purposive sampling. Penentuan teknik ini agar didapati informasi dengan tingkat validitas dan reabilitas yang tinggi. Tentang tekhnik

purposive sampling, Silalahi (2009:272) menjelaskan pemilihan sampel

purposive (bertujuan) atau lazim disebut judgement sampling merupakan

pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri dan kriteria khusus yang dimiliki oleh sampel tersebut atas pemahaman yang kuat terhadap objek yang akan diteliti.

Menurut Faisal (1990:67) agar memperoleh informasi lebih terbukti terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. Subyek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian.

2. Subyek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian.

3. Subyek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan.

4. Subyek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti menetapkan beberapa kelompok informan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Pengelola Objek wisata Lembah Hijau. 2. Petugas Pelaksana Lapangan Lembah Hijau. 3. Pengunjung Obyek Wisata Lembah Hijau.

4. Stakholder terkait yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung.


(1)

b. Boom-Boom Car, wahana ini memiliki 10 mobil untuk dimainkan, setiap unit mobil bisa dinaiki 2 orang. Dengan arena yang cukup luas 30 meter x 30 meter yang tentunya dapat memuaskan dan memberikan keceriaan.

c. Rumah Hantu, wahana rumah hantu ini menggunakan system mekanis dilengkapi enam kereta atau tempat duduk yang dapat mengantarkan pengunjung menjelajahi ruang-ruang gaib serta terdapat efek tata suara, lampu, gerakan tokoh hantu yang juga dapat bersuara membuat pengunjung serasa dialam gaib.

d. Mini train & carousel merupakan wahana permainan anak yang berbentuk kereta mini dan permainan berputar yang tentunya sangat digemari oleh putra putri.


(2)

DEWAN KOMISARIS :

1. M. Irwan Nasution (KomisarisUtama) 2. M. Rizal Nasution, S.E. (Komisaris) Ir. M. Erwin Nasution

DIREKTUR

Ir. Dharma Andarini

Adm & Finance Manager

Yudi Indra Irawan, S.T.

Marketing Manager

Ardiansyah, S.P.

HRD Manager

Agung Nugroho, S.T.

Engineering & Maintenance Manager

Wayan Nurjane

Waterboom Manager

Heriyus Isandi, A,Md

Resto & Cottage Manager

M. Farid Indra Cahya

Agrowisata & Satwa Manager

Liza Savitri, SE

Accounting STAFF MARKETING Novilianti Sales House Keeping Koko Windarto Cottage Spv Waiters Agus Haryadi Resto Spv Kepeer Satwa Rasyid Ibransyah Kesehatan Satwa Petugas Rojali Agrowisata Spv. Rusevel Septiawan Inventory Dede Haryadi Purchase Siam Wulandari Finance Budi Irawan Danru Security Didi Haryadi Wahana Permainan CLEANING SERVICE Ade Irawan Machine Masduki Electrical AMD HRD Fajar Electronic Abu Hasan Civil Vacum Kolam Koko Windarto Kepala Vacum Life Guard Firmansyah Kepala Kolam 61


(3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Evaluasi Pelaksanaan Program Sapta Pesona pada Objek Wisata Lembah Hijau adalah sebagai berikut:

1. Terdapat lima unsur sapta pesona yang dilaksanakan dengan baik oleh objek wisata Lembah Hijau, kelima unsur sapta pesona tersebut ialah, unsur sapta pesona keamanan, ketertiban, kesejukan, keindahan, keramahan, hal ini terkait terpenuhinya semua poin yang ditetapkan sebagai standar penilaian.

2. Terdapat dua unsur sapta pesona yang belum dilaksanakan dengan baik oleh objek wisata Lembah Hijau, unsur tersebut ialah unsur sapta pesona kebersihan dan kenangan, hal ini terkait belum terpenuhinya keseluruhan poin yang ditetapkan sebagai standar dasar dalam penilaian pelaksanaan unsur sapta pesona pada objek wisata Lembah Hijau.


(4)

dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung, antara lain: 1. Pihak pengelola Lembah Hijau harus dapat mewujudkan dan

melaksanakan semua poin dari standar yang ditetapkan sesuai dengan beberapa butir penjabaran unsur sapta pesona. Dalam unsur sapta pesona kebersihan pengelola Lembah Hijau harus menjamin kebersihan dilingkungan tempat usahanya dengan menambah jumlah petugas kebersihan, menyediakan fasilitas tempat sampah yang lebih memadai serta merata disetiap area, menjaga kebersihan makanan serta minuman yang dijual, serta harus menggunakan peralatan yang menjamin kebersihan atau hygiene serta perawatan terhadap fasilitas sanitasi seperti wc guna menjaga kenyamanan pengunjung.

2. Pengelola Lembah Hijau harus mampu memberikan kenangan baik bagi para pengunjung sehingga dapat menarik pengunjung untuk datang kembali, salah satunya dapat menampilkan inovasi dengan memberikan atraksi budaya yang bervariasi dan khas daerah Lampung, serta menyediakan cenderamata yang mungil, menawan dengan harga yang wajar dan dapat berfungsi sebagai sarana promosi bagi Lembah Hijau maupun bercirikan Lampung pada umumnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Faisal, Sparadley. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta. PT Rajawali Pers.

Hadi, Samsul. 2011. Metode Riset Evaluasi. Yogyakarta. Lakbang Grafika. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Husni, H.S. 2010. Evaluasi Pengendalian Sistem Informasi Penjualan. Jakarta Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Pitana.I Gede, Gayatari G.Putu . 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta. Andi. Purwanto, Joko, Hilmi. 1994. Pengantar Pariwisata. Bandung. Angkasa.

Satori, Djam’an. Komariah,Aan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung. Alfabeta.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta. PT Refika Aditama. Soekadijo, R.G. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. 2010. Memahami penelitian kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar- Dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI. Tayibnapis, Farida, Yusuf. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta. Rineka Cipta.

Tim Balai Pustaka, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Wirawan. 2012. Evaluasi:Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Depok PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Mada.

Faridah, Soffatul. 2009. Persepsi Pengunjung berdasarkan Konsep Essensial Ge- grafi, Sapta Pesona, dan Sarana pada Objek Wisata Makam Bung Karno. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (UM). Malang.

Rahim, Firmansyah. 2011. Buku Pedoman Pembinaan Kelompok Sadar Wisata di Destinasi Wisata. Jakarta. Kemenbudpar.

Bahan Baku Penyuluhan sadar wisata, Departemen pariwisata, pos dan telekomunikasi Direktorat jendral Pariwisata, 1993.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.04/UM.001 /MKP/2008 tentang Sadar Wisata.

(Modul Kuliah Pengantar Evaluasi Program, Dr. Wirawan, MSL. SP.A., MM., M.Si., Uhamka, Jakarta 2010).

(Ety Rochaety, ratih Tresnawati, dan H. Abdul Madjid Latief, Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS, Edisi Revisi, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2009

katalog tourist map of Bandar Lampung yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar lampung.

http://radarlampung.co.id/read/bandarlampung/52865-lampung-butuh-20-tahun- senin 25 maret 2013/19.30 wib

(http://jejakwisata.com/tourism-studies/tourism-in-general/122-multiplier effect-dalam-industri-pariwisata.html, diakses 20 november 2013, pukul 19.00 wib)