KEKERASAN VERBAL PADA TOKOH DALAM NOVEL “KELIR SLINDET”KARYA KEDUNG DARMA ROMANSHA DAN KELAYAKANNYASEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

(1)

ABSTRAK

KEKERASAN VERBAL PADA TOKOH DALAM NOVEL “KELIR SLINDET”KARYA KEDUNG DARMA ROMANSHA DAN

KELAYAKANNYASEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

Oleh

FITAYAH FATIMAH RAMADHANI

Penelitian ini membahas kekerasan verbalpada tokoh dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan bentuk kekerasan verbal dan kelayakan novel sebagai bahan ajar di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha yang diterbitkanMaret 2014. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa, kata dan idiom dalam tuturan yang berkaitan dengan kekerasaan verbal para tokoh dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha dan kelayakannya sebagai bahan ajar di Sekoah Menengah Atas (SMA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengarang dalam menggambarkan tuturan para tokoh dalam novel Kelir Slindetmenggunakan jenis-jenis kekerasan verbal. Jenis kekekrasan verbal terdapat 4 jenis yaitu, tindak tutur kekerasan tidak langsung, tindak tutur kekerasan langsung, tindak tutur kekerasan repsetif, dan tindak tutur alienatif.Tokoh dalam novel Kelir Slindet tidak semua tokoh menggunakan keempat jenis kekerasan verbal dalam tuturannya. Tokoh yang paling banyak menggunakan jenis-jenis kekerasan verbal ialah tokoh Saritem dan tokoh Sukirman menggunakan 3 jenis kekerasan verbal. Novel Kelir Slindetdapat dijadikan bahan ajar di SMA kelas XIIkarena telah memenuhi kriteria yang ditinjau dari aspek kebahasaan, psikologi, dan latar belakang budaya, serta dapat diimplikasikan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.


(2)

KEKERASAN VERBAL PADA TOKOH DALAM NOVEL KELIR SLINDETKARYA KEDUNG DARMA ROMANSHADAN

KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

Oleh

FITAYAH FATIMAH RAMADHANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, Kelurahan Surabaya, Kecamatan Kedaton, Provinsi Lampung pada 24 Maret 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, puteri pasangan Mujiono Juned dan Suwesti Farida.

Penulis memulai pendidikan formal pada 1999 di SD Negeri 1 Surabaya yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 8 Bandarlampung dan selesai pada 2008, dan melanjutkan sekolah di SMK Negeri 3 Bandarlampung yang diselesaikan pada 2011.

Pada 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).Pada 2011 penulis tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJPBS) sebagai anggota.

Pada 2014, penulis melakukan PPL di MTs Darushsholihin, Pekon Hujung, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat dan KKN Kependidikan Terintegrasi Unila di Pekon Hujung, Kecamatan Belelau, Kabupaten Lampung Barat.


(6)

MOTO

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar (Quran Surat Al Baqarah: 153)

Sesunggguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaumsebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

(Q.S. Ar-Ra’d : 11)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu

berharap


(7)

Fitayah F.R.

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan Alhamdulillah dan rasa bahagia atas nikmat yang diberi Allah subhanahuwataala, kupersembahkan karya sederhana ini untuk sepasang curahan paling berharga dalam

hidupku.

Bapak dan Ibu

yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dengan penuh cinta, dan berdoa dengan keikhlasan hati untuk keberhasilanku

menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku; Kakak beradik tersayang Cyndi Oktiara, A.Md., Brithania Anur Azizah Timoer yang telah memberikan doa dan dukungan; Untuk keluarga besarkuyang selalu menanti keberhasilanku; dan Almamater tercinta Universitas Lampung yang mendewasakanku

dalam berpikir, bertutur, dan bertindak serta memberikan pengalaman yang tak terlupakan.


(8)

(9)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP MOTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Verbal ... 8

2.2 Kekerasan Verbal ... 10

2.2.1 WujuddanKategori Kekerasan ... 12

2.2.2 Jenis Kekerasan Verbal ... 13

2.2.2.1 Tindak Tutur Kekerasan Tidak Langsung... 14

2.2.2.2 Tindak Tutur Kekerasan Langsung ... 15

2.2.2.3 Tindak Tutur Kekerasan Represif ... 16

2.2.2.4 Tindak Tutur Kekerasan Alienatif ... 17

2.2.3Faktor Pendorong Tindak Kekerasan ... 18

2.2.4 Dampak Kekerasan Verbal ... 19

2.3 Pengertian Novel ... 20

2.4 Tokoh ... 21

2.5 Kelayakan Novel Sebagai Bahan Ajar di SMA ... 23

2.6 Pembelajaran Sastra di SMA ... 26

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 28


(10)

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kekerasan Verbal ... 30

4.2 Karakteristik Tokoh ... 31

4.2.1 Tindak Tutur Kekerasan Tidak Langsung... 35

4.2.1.1 Tokoh Musthafa ... 35

4.2.1.2 Tokoh Saritem ... 36

4.2.1.3 Tokoh Sukirman ... 39

4.2.1.4 Tokoh Kartam ... 41

4.2.1.5 Tokoh Sondak ... 43

4.2.1.6 Tokoh Safitri ... 45

4.2.2Tindak Tutur Kekerasan Langsung ... 46

4.2.2.1 Tokoh Musthafa ... 46

4.2.2.2 Tokoh Saritem ... 47

4.2.2.3 Tokoh Sukirman ... 50

4.2.2.4 Tokoh Kaji Nasir ... 53

4.2.2.5 Tokoh Mukimin ... 55

4.2.2.6 Tokoh Suratminah ... 56

4.2.3 Tindak Tutur Kekerasan Represif ... 58

4.2.3.1 Tokoh Saritem ... 58

4.2.3.2 Tokoh Sukirman ... 61

4.2.4 Tindak Tutur Kekerasan Alienatif ... 63

4.2.4.1 Tokoh Saritem ... 64

4.2.4.2 Tokoh Pak Dam ... 66

4.3Kelayakan Novel danImplikasiTemuanPenelitiandalamPembelajaran Di SMA ... 67

4.3.1Identitas Mata Pelajaran ... 70

4.3.2 KompetensiInti ... 70

4.3.3 KompetensiDasardanIndikator ... 72

4.3.4 TujuanPembelajaran ... 73

4.3.5MateriPembelajaran ... 73

4.3.6 Model Pembelajaran... 75

4.3.7 MediadanSumberBelajar ... 75

4.3.8 KegiatanPembelajaran... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia yang sebagai makhluk sosial tentu menggunakan tuturan dalam berkomunikasi setiap kegiatannya. Komunikasi yang dilakukan biasanya berupa bahasa untuk mencapai kesepakatan dan untuk mempengaruhi lawan tutur. Berdasarkan alat yang digunakan, bahasa telah dibedakan menjadi dua macam yaitu komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu,api), semafor, dan termasuk juga alat komunikasi dalam masyarakat hewan. Sedangkan komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. (Chaer dan Agustina, 2004:20).

Dalam berbahasa, penutur tentu dituntut dalam berbahasa yang santun agar lawan bicara tidak tersinggung dan komunikasi dapat berjalan dengan lancarsesuai tujuannya sehingga lawan bicara tidak merasa direndahkan atau diremehkan. Santun tidaknya suatu tuturan sangat bergantung pada bagaimana cara para penutur tersebut bertindak tutut. Kesantunan tersebut dapat dilihat dari diksi yang digunakan dalam percakapan serta intonasi dalam bertutur. Dalam berkomunikasi, kesantunan merupakan hal yang paling penting untuk digunakan karena orang akan merasa dihargai jika kita mengatakan dengan intonasi yang tepat,


(12)

2

menggunakan kata tolong, dan tidak terdapat unsur mengejek atau menjatuhkan lawan tutur.Namun, tidak semua masyarakat pengguna bahasa memperhatikan hal tersebut dalam bertutur. Hal ini didasari oleh kebiasaan dan tingkat pendidikan yang kurang sehingga wawasan dan kosakata berbahasanya juga turut kurang. Selain itu, hal yang mendasari seseorang dalam bicara itu adalah tingkat kepraktisannya. Orang akan lebih menggunakan hal yang praktis ketimbang melihat segi kesantunan itu sendiri yang terkesan bertele-tele. Dengan begitu timbul kebiasaan berbicara yang memicu terjadinya kekerasan verbal terjadi.

Kekerasan verbal merupakan bentuk ketidaksantunan dalam berbahasa karena dalam penggunaanya menggunakan kata yang tidak baik untuk diucapkan dan tuturannya mengandung ejekan secara langsung, memerintah secara langsung, serta tidak menghormati orang lain. Dewasa ini, dengan berkembangnya bahasa, banyak ditemukannya penutur yang dalam berbahasa yangmenyisipkan atau bahkan menggunakan bentuk kekerasan verbal dalam kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Hal tersebut beralasan karena kebiasaan dalam penggunaannya sehingga penutur merasa akan lebih merasa akrab dengan lawan tutur. Penutur juga menganggap bahwa jika mereka mengunakan bahasa yang tidak santun secara langsung seperti kekerasan verbal, maka mereka dapat lebih mudah mempengaruhi seseorang untuk melakukan apa yang diperintahkan atau mengerti apa yang penutur itu inginkan. Kekerasan verbal tersebut terbagi menjadi empat jenis, yaitu tindak tutur kekerasan tidak langsung yang berarti tindak tutur kekerasan tersebut tidak langsung mengenai korban atau lawan tutur, tetapi dilakukan dengan proses berantai, tindak tutur kekerasan langsung merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan langsung mengenai korban, tindak


(13)

3

tutur kekerasan represif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan cara menekan korban atau mengintimidasi korban, sedangkan yang terakhir tindak tutur kekerasan alienatif yang merupakan tindak tutur yang bermaksud menjauhkan atau mengucilkan dan mempermalukan korban.

Salah satu bentuk kekerasan verbal yang sering kita jumpai seperti dalam karya sastra seperti novel. Kekerasan verbal tersebut dapat dilihat dari cara pengarang membangun emosi yang terletak pada dialog para tokoh. Novel merupakan karya sastra yang di dalamnya berisikan tentang cerita kehidupan yang dibangun dengan unsur intrinsik yaitu, alur/ plot, tema, tokoh, latar/setting, sudut pandang, dan amanat. Penelitian ini berfokus pada unsur instrinsik dari segi penokohan yang tuturannya terdapat jenis kekerasan verbal, jenis tindak tutur tersebut dicontohkan oleh salah satu tokoh dalam novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha bernama Musthafa yang merupakan seorang ustad yang memergoki seorang pemuda sedang mengintip seorang santri di mushola.

“ Sedang apa kamu disini? Tidak lihat ada orang khasidah? Mengganggu latihan saja, pergi! Dasar anak malas! Bodoh! “bentak Musthafa ketus. “Kirik!” desisinya dalam hati, seraya pergi dengan kemelut dendam dalam hatinya.

Bentuk kekerasan verbal di atas adalah penggalan dari jenis kekerasan verballangsung yang terdapat pada percakapan pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. Dapat kita ketahui bahwa seorang ustad yang seharusnya dapat bertutur kata yang baik, dapat menenangkan, dan juga dapat menjadi panutan malah menggunakan bahasa yang sangat tidak baik untuk


(14)

4

didengar apalagi diucapkan. Kekerasan verbal itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak berpengaruh karena itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk penggunanya.

Novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha merupakan salah satu novel yang memenangkan penghargaan dalam seyembara roman Tabloid Nyata. Selain itu di dalam novel ini penulis banyak terdapat kekerasan verbal yang digunakan pada sebuah masyarakat dalam selingan komunikasinya. Kebanyakkan penulis novel menggunakan bahasa-bahasa yang cantik untuk mengekspresikan cerita yang ingin ditulisnya karena akan dikonsumsi oleh khalayak umum. Namun, novel ini tentu berbeda dengan novel yang lain. Novel Kelir Selindet ini justru memunculkan berbagai bentuk kekerasan verbal untuk memperkuat cerita yang ingin disampaikan penulis agar pembaca dapat melihat dan membayangkan potret kelam yang terjadi pada sebagian masyarakat tanpa menutupi kebiasaan masyarakatnya dalam berbicara verbal.

Terkait dengan tujuan pembelajaran di sekolah, novel merupakan salah satu pembelajaran sastra di SMA yang terdapat di silabus kurikulum 2013 ataupun KTSP. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran novel baik digunakan sebagai alat penunjang bahan ajar di sekolah. Terdapat tiga aspek penting untuk penggunaan novel sebagai bahan ajar, yaitu bahasa yang digunakan dalam novel harus sesuai dengan penguasaan kosakata anak didik. Psikologi yang terdapat pada novel disesuaikan dengan takaran usia peserta didik. Tahap usia SMA merupakan tahap yang cocok untuk penggunaan bahan ajar novel karena tahap tersebut, anak didik sudah dapat menganalisis masalah atau fenomena serta dapat konsep-konsep


(15)

5

abstrak yang terdapat dalam novel. Aspek yang terakhir adalah aspek latar belakang budaya, aspek ini berkaitan dengan hal-hal kebudayaan dalam novel. Novel yang merupakan cerminan dari kehidupan nyata membuat peserta didik pada usia SMA mudah tertarik dengan cerita yang diberikan dalam novel.

Objek penelitian ini adalah novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis kekersan verbal pada novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis kekerasan verbal tidak langsung pada novel Kelir Selindetkarya Kedung Darma Romansha?

2. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis kekerasan verbal langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha?

3. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis represif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha?

4. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis alienatif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha?

5. Bagaimanakah kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di SMA?


(16)

6

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal tidak langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha.

2. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha.

3. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal represif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha.

4. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal alienatif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha.

5. Untuk mengetahui kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di SMA.

1.4Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun secara teoritis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memperdalam materi bahasa dan sastra Indonesia di bidang kebahasaan, serta dapat dijadikanbahan informasi bagi pembaca sastra dalam mendeskripsikan jenis-jenis kekerasan verbalpada tokoh dalam novel.


(17)

7

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil-hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi mahasiswa dan bidang keilmuan sebagai bahan masukan, serta memperkaya perbendaharaan kata dalam ilmu kebahasaan, khususnya terhadap bentuk kekerasan verbal novel Kelir Slindet. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk,

a) menjadi masukan bagi para guru di SMA sebagai alternatif dalam memilih bahan pembelajaran bahasa untuk para siswa SMA,

b) meningkatkan pemahaman terhadap bentuk kekerasan verbal khususnya pada novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha, dan

c) sebagai referensi tambahan khususnya untuk penelitian di bidang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.

1.5Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah jenis-jenis kekerasan verbal dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha dan kelayakannya sebagai bahan ajar di sekolah menengah atas. Identifikasi jenis-jenis kekerasan verbal yang terdapat pada novel tersebut, peneliti merujuk kepada pendapat I. Praptomo Baryadi (2012:37)dengan indikator jenis kekerasan verbal yang meliputi, yaitu tindak tutur kekerasan tidak langsung, tindak tutur kekerasan langsung, tindak tutur kekerasan represif, dan tindak tutur kekerasan alienatif.


(18)

BAB II LANDASAN TEORI

Tinjauan pustaka berisikan teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Dengan adanya teori-teori akan memperkokoh pemahaman sebelum melakukan penelitian. Dalam bab ini membahas mengenaikomunikasi verbal atau bahasa verbal, kekerasan verbal, wujud dan kategori, jenis kekerasan, faktor pendorong kekerasan, dampak yang ditimbulkan, pengertian novel, dan kelayakan novel sebagai bahan ajar di SMA, serta pembelajaran sastra di SMA.

2.1 Komunikasi Verbal

Komunikasi merupakan proses yang dilakukan penutur terhadap lawan tutur untuk bertukar informasi melalui alat komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Untuk terjalinnya komunikasi yang baik maka harus terpenuhinya komponen saat berinteraksi. Komunikasi yang dilakukan dalam interaksi manusia memiliki tiga komponen yang harus digunakan, yaitu:

(a) pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan yangdisebut partisipan,

(b) informasi yang dikomunikasikan , dan (c) alat yang dikomunikasikan itu.

Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada dua orang atau kelompok, yaitu pengirim (sender) informasi dan penerima (receiver) informasi.


(19)

9

Informasi yang disampaikan tentu berupa sebuah ide, gagasan keterangan, atau pesan. Alat berkomunikasi yang digunakan yaitu bahasa (sebagai sebuah sistem lambang), tanda-tanda (baik berupa gambar, warna, ataupun bunyi), dan gerak gerik tubuh. Berdasarkan alat yang digunakan ini dibedakan adanya dua macam komunikasi, yaitu komunikasi nonverbal dan verbal atau komunikasi bahasa. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu, api), semafor, dan termasuk juga alat komunikasi dalam masyarakat hewan. Selanjutnya komunikasi verbal atau komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya (Chaer dan Agustina, 2004:17—20).

(Austin dalam Pateda, 1987) membagi pernyataan-pernyataan (= kalimat verbal) atas lima uraian yang terdiri atas : (a) verdictives, (b) exercitives, (c) commissives, (d) behabitives, dan (e) expositives. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal verdictives adalah pernyataan yang berisi keputusan. Komunikasi verbalexercitives berhubungan dengan perjanjian, perintah, nasihat, dan dorongan. Selanjutnya komunikasi verbal commissives adalah komunikasi yang dicirikan oleh perjanjian. Komunikasi verbal behabitives berhubungan dengan tingkah laku sosial kita karena seserorang beroleh keberuntungan. Termasuk di sini tantangan, komentar, ikut berduka cita. Terakhir expositives, yakni komunikasi verbal yang memberikan penjelasan, perincian kepada seseorang.

Dalam berinteraksi penutur dan lawan tutur hendaklah menjaga kesantunan dalam berbicara. Hal ini dilakukan untuk terjalinnya komunikasi yang baik untuk menjaga pesan agar dapat diterima dengan oleh lawan tutur, sehingga lawan tutur


(20)

10

merespon dan mengikuti pesan penutur. Perlu diperhatikan bahwa kesantunan dapat dilihat dari panjang pendeknya tuturan, karena semakin panjang tuturan yang digunakan maka komunikasi tersebut semakin sopan. Begitupun sebaliknya, semakin pendek tuturannya maka akan cenderung komunikasi tersebut tidaklah santun.

2.2 Kekerasan Verbal

Kekerasan verbal berarti ketidaksantunan yang merupakan kebalikan dari kesantunan. Robert Baron (dalam Koswara, 1988) menyatakan bahwakekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi dari Baron ini mencakup empat faktor tingkah laku, yaitu tujuan untuk melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi korban dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Kekerasan menurut Francois Chirpaz (2000:226) kekerasan adalah kekuatan yang sedemikian rupa dan tanpa aturan yang memukul dan melukai bagi jiwa maupun badan, kekerasan juga mematikan entahdengan memisahkan orang dari kehidupannya atau dengan menghancurkan dasar kehidupannya. Melalui penderitaan atau kesengsaraan yang diakibatkannya, kekerasan tampak sebagai representasi kejahatan yang diderita manusia, tetapi bisa juga ia lakukan kepada orang lain (http://jiptupn-gdl-teddyfajar-146-3-babii, diakses 11 November 2014, pukul 12.30 WIB).

Kekerasan adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara


(21)

11

verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula

dimasukan dalam rumusan kekerasan ini

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasandiakses 17 Desember 2014, 14:20 WIB).

Verbalisme berasal dari kata Latin, verbum yang berarti perkataan atau ucapan. Verbalisme dapat sekadar berarti sebagai ungkapan verbal (verbal expression), entah istilah untuk menyebut sesuatu, atau pengungkapan lewat kata-kata untuk mengungkapkan gagasan dan menyatakan pengertian. Verbal atau verbalisme juga dapat dipergunakan untuk menyebut tulisan atau uraian yang mempergunakan terlalu banyak kata, sedang isinya terlalu sedikit, tanpa isi atau terlalu sedikit, atau sama sekali tak menyentuh topik yang sedang dibicarakan, alias omong kosong. Akan tetapi, verbalisme juga merupakan pendirian. Verbalisme lalu menjadi sikap yang lebih menjunjung tinggi kata daripada kenyataan yang diungkapkan, istilahpermasalahan yang ada di belakangnya, dan rumusan daripada kebenaran yang dikandungnya(http://id.wikipedia.org/wiki/Verbalismediakses pada 17 Desember 2014, pukul 14: 12 WIB).

Jehel mengambarkan bahwa dalam kekerasan terkandung dominasi pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, maupun melalui gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengondisian yangmerugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan merupakan


(22)

12

ungkapannyata kekerasan. Logika kekerasan merupakan logika kematian karena bisamelukai tubuh, melukai secara psikologis, merugikan, dan bisa menjadi ancaman terhadap integritas pribadi (Baryadi, 2012:35).

Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan verbal adalah tingkah laku individu yang ditujukan pada individu lain dengan maksud melukai perasaan dan badan menggunakan tuturan atau lisan.

2.2.1 Wujud dan Kategori Kekerasan

Perbedaan kategori dan bentuk kekerasan menimbulkan berbagai macam klasifikasi yang tidak bias dan jauh dari kelemahan-kelemahannya. Kekerasan verbal terwujud dalam tindak tutur dapat disebut sebagai tindak tutur kekerasan. Tindak tutur kekerasan, selain dengan titi nada tinggi, juga ditandai dengan kelugasan pengungkapan kata-kata yang menyakitkan hati (kata-kata jorok atau kata-kata makian yang merendahkan pihak lain) lazim dikenal sebagai „ucapannya

yang keras‟, „bicaranya keras‟, atau „kata-katanya pedas‟ atau dalam bahasa Jawa

omongane atos „ucapannya keras‟, omongane pedhes „bicaranya pedas‟, omongane nylekit „omongannya menyakitkan‟. Karena juga merupakan pelampiasan emosi tertentu, misalnya marah, tindak tutur kekerasan termasuk kegiatan berbahasa pengawafungsian bahasa yang berat (Sudaryanto dalam Baryadi, 2012:36).

Kekerasan dalam hal ini, tindakan yang harus dihindari yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dalam pengertian yang luas, atau pelanggaran yang menghalangi manusia memenuhi kebutuhan dasarnya harus


(23)

13

dilindungi secara resmi. Hal ini berarti kekerasan tersebut mencakup kekerasan aksidental dan juga kekerasan struktural yang inheren dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, diskriminasi seksual dalam dunia kerja), atau dalam suatu kehidupan masyarakat. Definisi ini berkaitan dengan semua kategori kekerasan tanpa memperhitungkan beberapa jumlah korbannya, siapa orangnya, dan siapa yang bertanggung jawab, apakah individu, kelompok, institusi, negara atau masyarakat secara keseluruhan.

2.2.2Jenis Kekerasan Verbal

Jenis kekerasan yang populer dikenal adalah kekerasan fisik (physical violence). Contoh kekerasan fisik adalah pemukulan, penganiayan, pemerkosaan, pembunuhan, pengeroyokan, dan lain sebagainya. Di samping kekerasan fisik ada pula satu jenis kekerasan yang disebut kekerasan simbolik (symbolic violence), yaitu kekerasan bersifat simbolis. Kekerasan simbolik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kekerasan yang dilakukan melalui simbol nonverbal atau disebut pula sebagai kekerasan simbolik nonverbal dan kekerasan yang dilakukan melalui simbol verbal atau disebut pula sebagai kekerasan simbol verbal atau kekerasan verbal. Kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat dan unsur-unsur bahasa lainnya. (Baryadi, 2012:35—36).

Jenis-jenis kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung dan Salmi (dalam Baryadi, 2012:37), tindak tutur kekerasan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

a. tindak tutur kekerasan tidak langsung, b. tindak tutur kekerasan langsung,


(24)

14

c. tindak tutur kekerasan represif, dan d. tindak tututr kekerasan alienatif.

2.2.2.1 Tindak Tutur Kekerasan Tidak Langsung

Austin mengemukakan bahwa aktifitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (2001) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performasi tindakan (Rusminto, 76:2012). Tindak tutur diartikan sebagai tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa, tindak tutur merupakan suatu tuturan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi bersamaan dengan tuturan tersebut terdapat tindakan yang ingin disampaikan kepada lawan tutur.

Tindak tutur kekerasan tidak langsung adalah kekerasan verbal yang tidak seketika itu juga mengenai korban, tetapi melalui media atau proses berantai. Tindak tutur kekerasan tidak langsung misalnya terwujud dalam fitnah, stigmatisasi yaitu penciptaan stigma atau cap pada individu atau kelompok, yaitu pemberian ciri negatif pada pribadi seseorang atu kelompok, dan penstereotipan (stereotyping), atau penciptaan stereotip, yaitu konsepsi mengenai sifat suatu


(25)

15

golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.Contoh dari tindak tutur kekerasan tidak langsung ialah sebagai berikut.

“Itulah akibatnya kalau nyupang, masalah kecil saja jadi besar. Hidupnya tidak tenang. Seorang kaji kok urusan dengan telembuk miskin!” ketus Sondak sambil membanting kartunya”.

2.2.2.2Tindak Tutur Kekerasan Langsung

Austin mengemukakan bahwa aktifitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (2001) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performasi tindakan (Rusminto, 76:2012). Tindak tutur diartikan sebagai tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa, tindak tutur merupakan suatu tuturan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi bersamaan dengan tuturan tersebut terdapat tindakan yang ingin disampaikan kepada lawan tutur.

Tindak tutur kekerasan langsung adalah tindak tutur yang langsung menimpa pada korban saat komunikasi verbal berlangsung. Jenis tindak tutur kekerasan langsung adalah membentak, memaki, mencerca, mengancam, mengejek, menuduh,


(26)

16

menghina, meremehkan, mengusir, menolak, menuntut, menghardik, memaksa, menantang, membentak, meneror, mengungkit-ungkit, mengusik, mempermalukan, menjebak, mendamprat, memarahi, menentang, mendiamkan, menjelek-jelekkan, mengolok-olok, mengata-ngatai, dan menyalahkan. Contoh dari tindak tutur kekerasan langsung ialah sebagai berikut.

“Heh! Mau ke mana? Kalau orangtua ngomong didengarkan. Mau jadi pembangkang? Begini kalau ngikutin gaya hidup penyanyi dangdut, berani melawan orangtua. Hei, Fit, dengar, Emak! Anak sialan!” mulut Saritem nyerocos seperti senapan hilang kendali.

2.2.2.3Tindak Tutur Kekerasan Represif

Austin mengemukakan bahwa aktifitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (2001) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performasi tindakan (Rusminto, 76:2012). Tindak tutur diartikan sebagai tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa, tindak tutur merupakan suatu tuturan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi bersamaan dengan tuturan tersebut terdapat tindakan yang ingin disampaikan kepada lawan tutur.


(27)

17

Kekerasan represif merupakan tindak tutur yang menekan atau mengintimidasi korban. Perwujudan tindak tutur represif antara lain adalah memaksa, menginstruksikan, memerintah, mengancam, menakut-nakuti, membentak, memarahi, meneror, memprovokasi, dan sebagainya. Salmi (2003:38) menjelaskan bahwa kekerasan ini berkiatan dengan pencabutan hak-hak dasar selain hak untuk hidup dan hak untuk dilindungi dari kecelakaan. Pencabutan hak-hak untuk berpikir, bersuara, kebebasan berkumpul, berbicara dan berpendapat. Contoh dari tindak tutur kekerasan represif ialah sebagai berikut.

“Kamu pikir aku bisa tenang melihat anakku hamil tanpa bapak? Heh, bajingan, bilangin anakmu! Dia harus tanggung jawab!” Sukirman berusaha memberontak tapi tidak bisa.

2.2.2.4 Tindak Tutur Kekerasan Alienatif

Austin mengemukakan bahwa aktifitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (2001) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performasi tindakan (Rusminto, 76:2012). Tindak tutur diartikan sebagai tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa, tindak tutur merupakan suatu tuturan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi


(28)

18

bersamaan dengan tuturan tersebut terdapat tindakan yang ingin disampaikan kepada lawan tutur.

Tindak tutur kekerasan alienatif adalah tindak tutur yang bermaksud menjauhkan, mengasingkan, atau bahkan melenyapkan korban dari komunitas atau masyarakatnya. Tindak tutur kekerasan alienatif adalah mendiamkan atau

njothak‟, mengusir, mengucilkan, mendeskreditkan, mempermalukan, dan sebagainya. Contoh dari tindak tutur kekerasan alienatif ialah sebagai berikut. “Setan alas!!! Pergi kalian semua! Jangan harap kamu diterima di rumah ini. Seluruh keluarga Kaji Nasir haram menginjakkan kaki di rumah ini. Lihat karena kelakuan bapakmu! Anakku tak mau sekolah, sialan! Setan! Harusnya kamu malu datang kemari! Bajingan!” Saritem naik pitam melihat Mukimin.

2.2.3 Faktor Pendorong Tindakan Kekerasan

Tindakan kekerasan tidak terjadi begitu saja akan tetapi terdapat beberapafaktor individu/kelompok melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan secara verbal ataupun nonverbal. Beberapa faktor individual/kelompok dalam melakukan tindak kekerasan antara lain :

a. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga yang dianggap lebihkuat atau lebih dominan dan memiliki otoritas tertentu. Mereka cenderung akan melakukan kekerasan bila merasa wewenang mereka ada yang melanggar dan tidak dipatuhi.

b. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga yang memiliki kekuasaan dan kedudukan. Mereka cenderung melakukan kekerasan apabila


(29)

19

kekuasaan mereka ada yang mengancam atau ingin merebut kekuasaan dan kedudukan mereka.

c. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga dengan alasan penegakan disiplin.

d. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga yang dikarenakan perbedaan status sosial dan ekonomi.

e. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga dengan alasan pembelaan dan usaha penyelamatan diri.

f. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga berdasarkan karakter agresifitas yang dimiliki dan pengalaman masa lalu.

g. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga yang memang sengaja melakukan kekerasan dengan alasan balas dendam dan kepuasan. h. Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga yang dikarenakan

pengaruh oleh media massa.

2.2.4 Dampak Kekerasan Verbal

Kekerasan verbal dapat menyebabkan ketidakstabilan suasana psikologis bagi penerimanya seperti takut, kecewa, rendah diri, minder, patah hati, frustasi, tertekan (stress), sakit hari, murung, apatis, tidak peduli, bingung, malu, benci, dendam, ekstrem, radikal, agresif, marah, depresi, gila dan sebagainya (Baryadi, 2012:39). Dampak psikologis tersebut hanya dirasakan oleh korbannya,

sedangkan pelakunya mungkin malah merasa “lega” bahkan nikmat karena beban

emosinya sudah diungkapkan. Selain menimbulkan dampak psikologis, kekerasan


(30)

20

Lebih jauh, pertengkaran dapat mengakibatkan renggang atau retaknya kohesi sosial.

2.3 Pengertian Novel

Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa tokoh (Kosasih, 2012:60). Novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti „baru‟. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan, 2011:166). Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya juga bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2013:5).

Sebagai genre sastra termuda novel ternyata telah banyak menarik perhatian dan minat banyak kalangan. Hal ini didasari oleh pandangan dari beberapa ahli yang mendefinisikan hakikat dari novel itu sendiri. Sebagaimana kita pahami, novel merupakan suatu karya fiksi yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rakaan (Aziez dan Hasim, 2010:1).Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel memunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Zulfahnur (1996:24—25)


(31)

21

mengemukakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur yang membangun struktur fiksi (karya sastra) dari dalam, yang terdiri atas tema, amanat, alur, penokohan atau perwatakan, sudut pandang, latar, dan gaya bahasa. Berikutnya unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung memengaruhi karya sastra. Secara lebih khusus unsur ini memengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra dan cukup berpengaruh terhadap bangun cerita yang dihasilkan, namun hanyalah sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut misalnya biografi pengarang, keadaan psikologi, ekonomi, politik, agama, sosial, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa novel adalah karya fiksi yang berisi tentang cerita kehidupan manusia yang kompleks, yang di dalamnya terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Karena tujuan penelitian untuk mendeskripsikan kekerasan verbal, maka peneliti akan fokus terhadap unsur intrinsik, penokohan. Jadi, segala bentuk kekerasan verbal yang dituturkan oleh setiap tokoh dalam novel tersebut.

2.4 Tokoh

Tokoh merupakan pemegang peran dalam karya sastra. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca(Nurgiantoro, 2013:249). Abrams menyatakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan


(32)

22

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakannya (Nurgiantoro, 2013:247).

Para tokoh dalam drama tidak hanya berfungsi sebagai penjamin bergeraknya semua peristiwa cerita, tetapi juga berfungsi sebagai pembentuk, dan pencipta alur cerita. Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra.Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seorang tokoh yang ada dalam karyanya.Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional).Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis).Keadaan fisik biasanya dilukiskan paling awal, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak tokoh dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon, tetapi dapat juga dijumpai dalam catatan samping (side dialog).Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis,psikologis, dan sosiologis.

1.Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, keadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan.

2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa.

3.Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan,


(33)

23

sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus. (http://eprints.ung.ac.id/3176/5/2013188209341408006bab222072013125656.p dfdiakses 17 mei 2015 pukul 22:55 WIB).

Uraian mengenai tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan ciptaan pengarang untuk menggambarkan peran dalam cerita fiksi sesuai dengan perwatakan yang telah diberikan. Penggambaran watak dapat dilihat dari 3 dimensi, yaitu fisik, sosial, dan psikologi.

2.5Kelayakan Novel sebagai Bahan Ajar di SMA

Novel sebagai salah satu jenis karya sastra dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Manfaat membaca novel diantaranya, dapat memberikan pengalaman, mengembangkan imajinasi, dan memberikan hiburan bagi pembacanya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang membaca novel maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, pembaca ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.

Tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum, yaitu agar siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, sedangkan tujuan khusus


(34)

24

pembelajaran sastra adalah agar siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, serta menarik manfaat dari membaca karya sastra (Depdiknas, 2003:1—3).

Tujuan khusus pembelajaran sastra diantaranya menuntut anak didik untuk dapat memahami atau menangkap makna suatu karya sastra yang diajarkan sehingga diharapkan siswa dapat mengambil pelajaran berharga dari karya sastra tersebut dan dapat mengamalkan ke kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan pembelajaran sastra tersebut, pemilihan bahan pembelajaran sastra mutlak dibutuhkan. Tujuan pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang penggunaan media dan bahan ajar yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Novel adalah salah satu media dan bahan ajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran sastra, namun tidak semua novel dapat dijadikan bahan ajar di sekolah. Menurut Rahmanto (1988:27) ada tiga aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra sebagai berikut.

1. Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas tetapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Ditinjau dari segi kebahasaan dalam memilih bahan pembelajaran sastra seorang guru hendaknya mengadakan pemilhan bahan berdasarkan wawasan yang ilmiah, yaitu memperhitungkan kosakata yang baru, memperhatikan segi ketatabahasaan, dan harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa (Rahmanto, 1988:28).


(35)

25

2. Psikologi

Dalam memilih bahan pembelajaran, tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya diperhatikan sebab sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Berikut uraian penahapan yang diharapkan dapat membantu guru untuk lebih memahami tingkat perkembangan psikologis anak-anak SD dan menengah.

a. Tahap penghayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai fantasi kekanakan.

b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fanntasi-fantasi dan mengarah ke realitas.

c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Pada tahap ini anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi.

d. Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk

menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Karya sastra yang terpilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas (Rahmanto, 1988:31).


(36)

26

3. Latar Belakang Budaya

Latar belakang karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti geografi, sejarah, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama apabila karya itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka yang memunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Namun, latar belakang budaya di luar budaya lokal perlu diperkenalkan agar siswa mengenal dunia lain (Rahmanto, 1988:31).Dalam Kurikulum 2013di SMA bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan dengan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha ini diharapkan dapat membantu kepekaan siswa terhadap informasi adanya permasalahan sosial yang sedang terjadin. Selain itu, juga dapat mengembangkan kemampuanpeserta didik dalam menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam bertutur kata dengan melakukan hal-hal yang positif lewat menganalisis karya sastra yaitu novel.

2.6 Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran sastra di sekolah menengah atas sesuai dengan kurikulum 2013 maupun KTSP. Para guru dapat menggunakan novel dalam kegiatan pembelajaran sastra di sekolah karena novel sudah berkembang di masyarakat. Guru dapat


(37)

27

dengan mudah menemukan novel yang cocok untuk pembaca sesuai dengan tingkat kebahasaan yang sesuai dengan peserta didik. Meskipun dari sudut pandang pendidikan secara umum beberapa novel dianggap tidak layak dijadikan bahan ajar di sekolah, namun novel berisi nilai-nilai moral yang positif bagi peserta didik.

Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra adalah cukup mudahnya karya itu dinikmati siswa sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing peserta didik. Namun, tingkat kemampuan peserta didik tidaklah sama sehingga guru harus mampu meningkatkan kemampuan membaca peserta didik. Oleh karena itu, untuk menyajikan pembelajaran novel guru dituntut luwes dan menggunakan strategi kerja kelompok dengan baik (Rahmanto, 1988:65). Tujuan pokok yang perlu dicapai dalam pembelajaran novel adalah meliputi peningkatan kemampuan membaca baik secara ekstensif maupun intensif. Sehingga dengan kemampuan membaca yang baik dari peserta didik akan lebih memaksimalkan hasil pembelajaran sastra.


(38)

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

Bab 3 berisikan metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data. Selain itu, dijelaskan prosedur penelitian dan teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Penulis menggunakan model pendekatan objektif dalam melaksanakan penelitian ini. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memeliki kaitan yang erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang pada dasarnya bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Dengan demikian pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2013:73).

Pemilihan model pendekatan tersebut karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kekerasan verbal yang dituturkan oleh para tokoh dalam novel Kelir Selindetkarya Kedung Darma R.Peneliti mengamati novel tersebut sehingga dapat ditangkap dalam percakapan yang di dalamnya terdapat kekerasan verbal.


(39)

29

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romanshayang merupakan novel yang memenangkan penghargaan dalam seyembara roman Tabloid Nyata tahun 2014 yang ditebitkan di Jakarta oleh PT Gramedia Pustaka Utama.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik yang dilakukan untuk menganalisis bentuk kekerasan verbal dalam novel Kelir Selindet adalah teknik analisis teks. Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menganalisis adalah sebagai berikut.

a. Membaca novel Kelir Slindetkarya Kedung Darma Romansha secara keseluruhan dan cermat.

b. Merumuskan masalah yang akan diteliti.

c. Mencari teori yang sesuai dan mendukung tujuan penelitian.

d. Menandai data pada novel yang berkaitan dengan kekerasan verbal yang dituturkan oleh tokoh.

e. Mendeskripsikan kekerasan verbal yang dituturkan oleh tokoh dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha

f. Mendeskripsikan kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di sekolah menengah atas.

g. Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan mengenai kekerasan verbal.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari tuturan yang digunakan para tokoh terdapat jenis-jenis kekerasan verbal, yakni tindak tutur kekerasan langsung, tindak tutur kekerasan tidak langsung, tindak tutur kekerasan represif, dan tindak tutur kekerasan alienatif yang dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha mengandung keempat jenis kekerasan verbal yang diungkapkan dengan jelas melalui tuturan para tokoh dalam novel, yaitu jenis tindak tutur kekerasan langsung, tidak langsung, represif, maupun alienatif

2. Kekerasan verbal pada Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha ditunjukan dengan ciri-ciri dari tuturan tokoh yang masuk ke dalam jenis kekerasan verbal. Pengarang telah menggambarkan melalui tuturan para tokoh setiap jenis kekerasan verbal tersebut. Bagaimana ciri yang menunjukkan bahwa tokoh tersebut menggunakan jenis tindak tutur kekerasan langsung, tidak langsung, represif, maupun alienatif.

3. Jenis tindak tutur kekerasan yang sering digunakan oleh pengarang dalam penggambaran tindak tutur tokoh novel adalah tindak tutur kekerasan langsung. Tindak tutur kekerasan langsung lebih mendominasi karena terlihat


(41)

78

dari cara pengarang yang ingin memperlihatkan emosi dari novel tersebut. Terlihat dari kutipan novel yakni tokoh Saritem yang lebih banyak menggunakan kekerasan verbal yaitu jenis tindak tutur kekerasan langsung. 4. Novel ini dapat dijadikan referensi belajar peserta didik untuk

mengembangkan imajinasi anak dalam pemberdayagunaan perwujudan kekersan verbal.

5. Penelitian ini dapat dijadikan guru sebagai informasi pembelajaran dalam penggunaan tindak tutur kekerasan verbal ketika memproduksi teks novel.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat memberikan saran sebagai berikut.

1. Guru bahasa Indonesia dapat menggunakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan informasi pembelajaran dalam pemanfaatan jenis kekerasan verbal pada dialog tokoh dalam novel.

2. Guru bahasa Indonesia hendaknya dapat memetik hikmah dari pembelajaran sastra dengan harapan dapat membentuk serta mengajarkan pada peserta didik dari yang hal buruk dapat diambil pelajaran yang baik. Terutama dalam pengajaran peserta didik dalam pemberdayagunaan kekersan verbal yang dapat dijadikan sebagai penguat tuturan pada dialog tokoh.

3. Peneliti lain disarankan dapat mengembangkan penelitian novel Kelir Slindet di luar dari jenis kekerasan verbal.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Perkenalan Sastra. Bogor: Ghalia Indonesia.

Baryadi, I. Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan. Yogyakarta: Universitas Santa Dharma.

Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Ketrampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. Luxemburg, Jan van , dkk. 1987.Tentang Sastra.Jakarta: Intermasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahardi, Kuncana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif. Jakarta: Erlangga. Rahmanto, B.1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastr. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Romansha, Kedung Darma. 2014. Kelir Selindet. Jakarta : Gramedia Balai Pustaka.

Salmi, Jamil. 2003. Kekerasan dan Kapitalisme: Pendekatan Baru dalam Melihat Hak-hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(43)

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah

UniversitasLampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wallek, Rene dan Austin Waren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Z.F, Zulfahnur dkk. 1996. Teori Sastra. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Daftar Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/Verbalisme. Diakses 17 Desember 2014, 14:20 WIB.

http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/3/jiptupn-gdl-teddyfajar-146-3-babii.pdf.

Diakses 11 November 2014, 12:30 WIB.

http://eprints.ung.ac.id/3176/5/2013-1-88209341408006bab222072013125656.pdf.


(1)

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

Bab 3 berisikan metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data. Selain itu, dijelaskan prosedur penelitian dan teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Penulis menggunakan model pendekatan objektif dalam melaksanakan penelitian ini. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memeliki kaitan yang erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang pada dasarnya bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Dengan demikian pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2013:73).

Pemilihan model pendekatan tersebut karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kekerasan verbal yang dituturkan oleh para tokoh dalam novel Kelir Selindetkarya Kedung Darma R.Peneliti mengamati novel tersebut sehingga dapat ditangkap dalam percakapan yang di dalamnya terdapat kekerasan verbal.


(2)

29

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romanshayang merupakan novel yang memenangkan penghargaan dalam seyembara roman Tabloid Nyata tahun 2014 yang ditebitkan di Jakarta oleh PT Gramedia Pustaka Utama.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik yang dilakukan untuk menganalisis bentuk kekerasan verbal dalam novel Kelir Selindet adalah teknik analisis teks. Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menganalisis adalah sebagai berikut.

a. Membaca novel Kelir Slindetkarya Kedung Darma Romansha secara keseluruhan dan cermat.

b. Merumuskan masalah yang akan diteliti.

c. Mencari teori yang sesuai dan mendukung tujuan penelitian.

d. Menandai data pada novel yang berkaitan dengan kekerasan verbal yang dituturkan oleh tokoh.

e. Mendeskripsikan kekerasan verbal yang dituturkan oleh tokoh dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha

f. Mendeskripsikan kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di sekolah menengah atas.

g. Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan mengenai kekerasan verbal.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari tuturan yang digunakan para tokoh terdapat jenis-jenis kekerasan verbal, yakni tindak tutur kekerasan langsung, tindak tutur kekerasan tidak langsung, tindak tutur kekerasan represif, dan tindak tutur kekerasan alienatif yang dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha mengandung keempat jenis kekerasan verbal yang diungkapkan dengan jelas melalui tuturan para tokoh dalam novel, yaitu jenis tindak tutur kekerasan langsung, tidak langsung, represif, maupun alienatif

2. Kekerasan verbal pada Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha ditunjukan dengan ciri-ciri dari tuturan tokoh yang masuk ke dalam jenis kekerasan verbal. Pengarang telah menggambarkan melalui tuturan para tokoh setiap jenis kekerasan verbal tersebut. Bagaimana ciri yang menunjukkan bahwa tokoh tersebut menggunakan jenis tindak tutur kekerasan langsung, tidak langsung, represif, maupun alienatif.

3. Jenis tindak tutur kekerasan yang sering digunakan oleh pengarang dalam penggambaran tindak tutur tokoh novel adalah tindak tutur kekerasan langsung. Tindak tutur kekerasan langsung lebih mendominasi karena terlihat


(4)

78

dari cara pengarang yang ingin memperlihatkan emosi dari novel tersebut. Terlihat dari kutipan novel yakni tokoh Saritem yang lebih banyak menggunakan kekerasan verbal yaitu jenis tindak tutur kekerasan langsung. 4. Novel ini dapat dijadikan referensi belajar peserta didik untuk

mengembangkan imajinasi anak dalam pemberdayagunaan perwujudan kekersan verbal.

5. Penelitian ini dapat dijadikan guru sebagai informasi pembelajaran dalam penggunaan tindak tutur kekerasan verbal ketika memproduksi teks novel.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat memberikan saran sebagai berikut.

1. Guru bahasa Indonesia dapat menggunakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan informasi pembelajaran dalam pemanfaatan jenis kekerasan verbal pada dialog tokoh dalam novel.

2. Guru bahasa Indonesia hendaknya dapat memetik hikmah dari pembelajaran sastra dengan harapan dapat membentuk serta mengajarkan pada peserta didik dari yang hal buruk dapat diambil pelajaran yang baik. Terutama dalam pengajaran peserta didik dalam pemberdayagunaan kekersan verbal yang dapat dijadikan sebagai penguat tuturan pada dialog tokoh.

3. Peneliti lain disarankan dapat mengembangkan penelitian novel Kelir Slindet di luar dari jenis kekerasan verbal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Perkenalan Sastra. Bogor: Ghalia Indonesia.

Baryadi, I. Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan. Yogyakarta: Universitas Santa Dharma.

Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Ketrampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. Luxemburg, Jan van , dkk. 1987.Tentang Sastra.Jakarta: Intermasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahardi, Kuncana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif. Jakarta: Erlangga. Rahmanto, B.1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastr. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Romansha, Kedung Darma. 2014. Kelir Selindet. Jakarta : Gramedia Balai Pustaka.

Salmi, Jamil. 2003. Kekerasan dan Kapitalisme: Pendekatan Baru dalam Melihat Hak-hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah

UniversitasLampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wallek, Rene dan Austin Waren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Z.F, Zulfahnur dkk. 1996. Teori Sastra. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Daftar Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/Verbalisme. Diakses 17 Desember 2014, 14:20 WIB.

http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/3/jiptupn-gdl-teddyfajar-146-3-babii.pdf.

Diakses 11 November 2014, 12:30 WIB.

http://eprints.ung.ac.id/3176/5/2013-1-88209341408006bab222072013125656.pdf.


Dokumen yang terkait

CIRI-CIRI TOKOH DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SMA

2 33 14

ASPEK MORAL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ALIF KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

3 21 53

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA PADA NOVEL PULANG KARYA TERE LIYE DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA: Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Pulang Karya Tere Liye dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA: Tinjauan Psikologi Sastra.

1 20 16

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PULANG KARYA TERE LIYEDAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Pulang Karya Tere Liye dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 7 12

KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA.

1 6 19

ASPEK MORAL DALAM TOKOH NOVEL DIARY PRAMUGARI KARYA AGUNG WEBE: TINJAUAN SEMIOTK DAN IMPLEMENTASINYA Aspek Moral Dalam Tokoh Novel Diary Pramugari Karya Agung Webe: Tinjauan Semiotk Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Di SMA.

0 1 12

PENDAHULUAN Aspek Moral Dalam Tokoh Novel Diary Pramugari Karya Agung Webe: Tinjauan Semiotk Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Di SMA.

0 1 9

CITRA PEREMPUAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LASMI KARYA NUSYA KUSWANTIN: TINJAUAN FEMINISME DAN Citra Perempuan Tokoh Utama Dalam Novel Lasmi Karya Nusya Kuswantin: Tinjauan Feminisme Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 2 13

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andreahirata: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 1 12

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andreahirata: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 1 20