dilindungi  secara  resmi.  Hal  ini  berarti  kekerasan  tersebut  mencakup  kekerasan aksidental  dan  juga  kekerasan  struktural  yang  inheren  dalam  kehidupan  sehari-
hari  misalnya,  diskriminasi  seksual  dalam  dunia  kerja,  atau  dalam  suatu kehidupan  masyarakat.  Definisi  ini  berkaitan  dengan  semua  kategori  kekerasan
tanpa  memperhitungkan  beberapa  jumlah  korbannya,  siapa  orangnya,  dan  siapa yang  bertanggung  jawab,  apakah  individu,  kelompok,  institusi,  negara  atau
masyarakat secara keseluruhan.
2.2.2Jenis Kekerasan Verbal
Jenis  kekerasan  yang  populer  dikenal  adalah  kekerasan  fisik  physical  violence. Contoh  kekerasan  fisik  adalah  pemukulan,  penganiayan,  pemerkosaan,
pembunuhan, pengeroyokan, dan lain sebagainya. Di samping kekerasan fisik ada pula  satu  jenis  kekerasan  yang  disebut  kekerasan  simbolik  symbolic  violence,
yaitu  kekerasan  bersifat  simbolis.  Kekerasan  simbolik  dapat  dibedakan  menjadi dua jenis,  yaitu kekerasan yang dilakukan melalui simbol nonverbal atau disebut
pula sebagai kekerasan simbolik nonverbal dan kekerasan yang dilakukan melalui simbol  verbal  atau  disebut  pula  sebagai  kekerasan  simbol  verbal  atau  kekerasan
verbal.  Kekerasan  verbal  adalah  kekerasan  yang  menggunakan  bahasa,  yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat dan unsur-unsur bahasa lainnya.
Baryadi, 2012:35 —36.
Jenis-jenis kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung dan Salmi dalam Baryadi, 2012:37, tindak tutur kekerasan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
a. tindak tutur kekerasan tidak langsung,
b. tindak tutur kekerasan langsung,
c. tindak tutur kekerasan represif, dan
d. tindak tututr kekerasan alienatif.
2.2.2.1 Tindak Tutur Kekerasan Tidak Langsung
Austin  mengemukakan  bahwa  aktifitas  bertutur  tidak  hanya  terbatas  pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat
Austin  ini  didukung  oleh  Searle  2001  dengan  mengatakan  bahwa  unit  terkecil komunikasi  bukanlah  kalimat,  melainkan  tindakan  tertentu,  seperti  membuat
pernyataan,  pertanyaan,  perintah,  dan  permintaan.  Diasumsikan  bahwa  dalam merealisasikan  tuturan  atau  wacana,  seseorang  berbuat  sesuatu,  yaitu  performasi
tindakan  Rusminto,  76:2012.  Tindak  tutur  diartikan  sebagai  tindakan-tindakan yang  ditampilkan  lewat  tuturan  Yule,  2006:82.  Dasarnya  ketika  seseorang
mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Berdasarkan  beberapa  pengertian  tersebut  penulis  menyimpulkan  bahwa,  tindak tutur  merupakan  suatu  tuturan  yang  dilakukan  untuk  menyampaikan  informasi
bersamaan  dengan  tuturan  tersebut  terdapat  tindakan  yang  ingin  disampaikan kepada lawan tutur.
Tindak  tutur  kekerasan  tidak  langsung  adalah  kekerasan  verbal  yang  tidak seketika  itu  juga  mengenai  korban,  tetapi  melalui  media  atau  proses  berantai.
Tindak  tutur  kekerasan  tidak  langsung  misalnya  terwujud  dalam  fitnah, stigmatisasi yaitu penciptaan stigma atau cap pada individu atau kelompok, yaitu
pemberian  ciri  negatif  pada  pribadi  seseorang  atu  kelompok,  dan  penstereotipan stereotyping,  atau  penciptaan  stereotip,  yaitu  konsepsi  mengenai  sifat  suatu
golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.Contoh dari tindak tutur kekerasan tidak langsung ialah sebagai berikut.
“Itulah akibatnya kalau nyupang, masalah kecil saja jadi besar. Hidupnya tidak tenang. Seorang kaji kok urusan dengan telembuk miskin” ketus Sondak sambil
membanting kartunya”.
2.2.2.2 Tindak Tutur Kekerasan Langsung
Austin  mengemukakan  bahwa  aktifitas  bertutur  tidak  hanya  terbatas  pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat
Austin  ini  didukung  oleh  Searle  2001  dengan  mengatakan  bahwa  unit  terkecil komunikasi  bukanlah  kalimat,  melainkan  tindakan  tertentu,  seperti  membuat
pernyataan,  pertanyaan,  perintah,  dan  permintaan.  Diasumsikan  bahwa  dalam merealisasikan  tuturan  atau  wacana,  seseorang  berbuat  sesuatu,  yaitu  performasi
tindakan  Rusminto,  76:2012.  Tindak  tutur  diartikan  sebagai  tindakan-tindakan yang  ditampilkan  lewat  tuturan  Yule,  2006:82.  Dasarnya  ketika  seseorang
mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Berdasarkan  beberapa  pengertian  tersebut  penulis  menyimpulkan  bahwa,  tindak tutur  merupakan  suatu  tuturan  yang  dilakukan  untuk  menyampaikan  informasi
bersamaan  dengan  tuturan  tersebut  terdapat  tindakan  yang  ingin  disampaikan kepada lawan tutur.
Tindak tutur kekerasan langsung adalah tindak tutur yang langsung menimpa pada korban saat komunikasi verbal berlangsung. Jenis tindak tutur kekerasan langsung
adalah  membentak,  memaki,  mencerca,  mengancam,  mengejek,  menuduh,
menghina,  meremehkan,  mengusir,  menolak,  menuntut,  menghardik,  memaksa, menantang,
membentak, meneror,
mengungkit-ungkit, mengusik,
mempermalukan,  menjebak,  mendamprat,  memarahi,  menentang,  mendiamkan, menjelek-jelekkan,  mengolok-olok,  mengata-ngatai,  dan  menyalahkan.  Contoh
dari tindak tutur kekerasan langsung ialah sebagai berikut. “Heh  Mau  ke  mana?  Kalau  orangtua  ngomong  didengarkan.  Mau  jadi
pembangkang?  Begini  kalau  ngikutin  gaya  hidup  penyanyi  dangdut,  berani melawan  orangtua.  Hei,  Fit,  dengar,  Emak  Anak  sialan”  mulut  Saritem
nyerocos seperti senapan hilang kendali.
2.2.2.3 Tindak Tutur Kekerasan Represif
Austin  mengemukakan  bahwa  aktifitas  bertutur  tidak  hanya  terbatas  pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat
Austin  ini  didukung  oleh  Searle  2001  dengan  mengatakan  bahwa  unit  terkecil komunikasi  bukanlah  kalimat,  melainkan  tindakan  tertentu,  seperti  membuat
pernyataan,  pertanyaan,  perintah,  dan  permintaan.  Diasumsikan  bahwa  dalam merealisasikan  tuturan  atau  wacana,  seseorang  berbuat  sesuatu,  yaitu  performasi
tindakan  Rusminto,  76:2012.  Tindak  tutur  diartikan  sebagai  tindakan-tindakan yang  ditampilkan  lewat  tuturan  Yule,  2006:82.  Dasarnya  ketika  seseorang
mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Berdasarkan  beberapa  pengertian  tersebut  penulis  menyimpulkan  bahwa,  tindak tutur  merupakan  suatu  tuturan  yang  dilakukan  untuk  menyampaikan  informasi
bersamaan  dengan  tuturan  tersebut  terdapat  tindakan  yang  ingin  disampaikan kepada lawan tutur.
Kekerasan  represif  merupakan  tindak  tutur  yang  menekan  atau  mengintimidasi korban.  Perwujudan  tindak  tutur  represif  antara  lain  adalah  memaksa,
menginstruksikan,  memerintah,  mengancam,  menakut-nakuti,  membentak, memarahi,  meneror,  memprovokasi,  dan  sebagainya.  Salmi  2003:38
menjelaskan  bahwa  kekerasan  ini  berkiatan  dengan  pencabutan  hak-hak  dasar selain hak untuk hidup dan hak untuk dilindungi dari kecelakaan. Pencabutan hak-
hak  untuk  berpikir,  bersuara,  kebebasan  berkumpul,  berbicara  dan  berpendapat. Contoh dari tindak tutur kekerasan represif ialah sebagai berikut.
“Kamu pikir aku bisa tenang melihat anakku hamil tanpa bapak? Heh, bajingan, bilangin anakmu Dia harus tanggung jawab” Sukirman berusaha memberontak
tapi tidak bisa.
2.2.2.4   Tindak Tutur Kekerasan Alienatif
Austin  mengemukakan  bahwa  aktifitas  bertutur  tidak  hanya  terbatas  pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat
Austin  ini  didukung  oleh  Searle  2001  dengan  mengatakan  bahwa  unit  terkecil komunikasi  bukanlah  kalimat,  melainkan  tindakan  tertentu,  seperti  membuat
pernyataan,  pertanyaan,  perintah,  dan  permintaan.  Diasumsikan  bahwa  dalam merealisasikan  tuturan  atau  wacana,  seseorang  berbuat  sesuatu,  yaitu  performasi
tindakan  Rusminto,  76:2012.  Tindak  tutur  diartikan  sebagai  tindakan-tindakan yang  ditampilkan  lewat  tuturan  Yule,  2006:82.  Dasarnya  ketika  seseorang
mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Berdasarkan  beberapa  pengertian  tersebut  penulis  menyimpulkan  bahwa,  tindak tutur  merupakan  suatu  tuturan  yang  dilakukan  untuk  menyampaikan  informasi
bersamaan  dengan  tuturan  tersebut  terdapat  tindakan  yang  ingin  disampaikan kepada lawan tutur.
Tindak tutur kekerasan alienatif adalah tindak tutur yang bermaksud menjauhkan, mengasingkan,  atau  bahkan  melenyapkan  korban  dari  komunitas  atau
masyarakatnya.  Tindak  tutur  kekerasan  alienatif  adalah  mendiamkan  atau „njothak‟,  mengusir,  mengucilkan,  mendeskreditkan,  mempermalukan,  dan
sebagainya. Contoh dari tindak tutur kekerasan alienatif ialah sebagai berikut. “Setan  alas  Pergi  kalian  semua  Jangan  harap  kamu  diterima  di  rumah  ini.
Seluruh keluarga Kaji Nasir haram menginjakkan kaki di rumah ini. Lihat karena kelakuan bapakmu Anakku tak mau sekolah, sialan Setan Harusnya kamu malu
datang kemari Bajingan” Saritem naik pitam melihat Mukimin.
2.2.3 Faktor Pendorong Tindakan Kekerasan
Tindakan  kekerasan  tidak  terjadi  begitu  saja  akan  tetapi  terdapat  beberapafaktor individukelompok  melakukan  tindakan  kekerasan,  baik  kekerasan  secara  verbal
ataupun nonverbal. Beberapa faktor individualkelompok dalam melakukan tindak kekerasan antara lain :
a. Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  yang  dianggap
lebihkuat atau lebih dominan dan memiliki otoritas tertentu. Mereka cenderung akan melakukan kekerasan bila merasa wewenang mereka ada yang melanggar
dan tidak dipatuhi. b.
Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  yang  memiliki kekuasaan  dan  kedudukan.  Mereka  cenderung  melakukan  kekerasan  apabila
kekuasaan  mereka  ada  yang  mengancam  atau  ingin  merebut  kekuasaan  dan kedudukan mereka.
c. Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  dengan  alasan
penegakan disiplin. d.
Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  yang  dikarenakan perbedaan status sosial dan ekonomi.
e. Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  dengan  alasan
pembelaan dan usaha penyelamatan diri. f.
Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau lembaga berdasarkan karakter agresifitas yang dimiliki dan pengalaman masa lalu.
g. Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  yang  memang
sengaja melakukan kekerasan dengan alasan balas dendam dan kepuasan. h.
Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  atau  lembaga  yang  dikarenakan pengaruh oleh media massa.
2.2.4 Dampak Kekerasan Verbal
Kekerasan  verbal  dapat  menyebabkan  ketidakstabilan  suasana  psikologis  bagi penerimanya  seperti  takut,  kecewa,  rendah  diri,  minder,  patah  hati,  frustasi,
tertekan  stress,  sakit  hari,  murung,  apatis,  tidak  peduli,  bingung,  malu,  benci, dendam,  ekstrem,  radikal,  agresif,  marah,  depresi,  gila  dan  sebagainya  Baryadi,
2012:39.  Dampak  psikologis  tersebut  hanya  dirasakan  oleh  korbannya, sedangkan pelakunya mungkin malah merasa “lega” bahkan nikmat karena beban
emosinya sudah diungkapkan. Selain menimbulkan dampak psikologis, kekerasan verbal  akan  menimbulkan  pertengkaran,  “perang  mulut”,  cekcok,  atau  konflik.
Lebih  jauh,  pertengkaran  dapat  mengakibatkan  renggang  atau  retaknya  kohesi sosial.
2.3   Pengertian Novel
Novel  adalah  karya  imajinatif  yang  mengisahkan  sisi  utuh  atas  problematika kehidupan seseorang atau beberapa tokoh Kosasih, 2012:60. Novel berasal dari
kata  Latin  novellus  yang  diturunkan  pula  dari  kata  novies yang  berarti  „baru‟.
Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi,  drama,  dan  lain-lain,  maka  jenis  novel  ini  muncul  kemudian  Tarigan,
2011:166.  Novel  sebagai  sebuah  karya  fiksi  menawarkan  sebuah  dunia,  dunia yang  berisi  model  kehidupan  yang  diidealkan,  dunia  imajinatif,  yang  dibangun
melalui  berbagai  unsur  instrinsiknya  seperti  peristiwa  plot,  tokoh  dan penokohan,  latar,  sudut  pandang,  dan  lain-lain  yang  kesemuanya  juga  bersifat
imajinatif Nurgiyantoro, 2013:5.
Sebagai  genre sastra termuda novel  ternyata telah banyak menarik perhatian dan minat banyak kalangan. Hal ini didasari oleh pandangan dari beberapa  ahli yang
mendefinisikan  hakikat  dari  novel  itu  sendiri.  Sebagaimana  kita  pahami,  novel merupakan  suatu  karya  fiksi  yaitu  karya  dalam  bentuk  kisah  atau  cerita  yang
melukiskan  tokoh-tokoh  dan  peristiwa-peristiwa  rakaan  Aziez  dan  Hasim, 2010:1.Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat
artistik.  Sebagai  sebuah  totalitas,  novel  memunyai  bagian-bagian,  unsur-unsur yang  saling  berkaitan  satu  dengan  yang  lain  secara  erat  dan  saling
menggantungkan. Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni  unsur  intrinsik  dan  unsur  ekstrinsik.  Zulfahnur  1996:24
—25
mengemukakan  bahwa  unsur  intrinsik  adalah  unsur  yang  membangun  struktur fiksi  karya  sastra  dari  dalam,  yang  terdiri  atas  tema,  amanat,  alur,  penokohan
atau  perwatakan,  sudut  pandang,  latar,  dan  gaya  bahasa.  Berikutnya  unsur ekstrinsik  adalah  unsur-unsur  yang  berada  di  luar  karya  sastra  itu  sendiri,  tetapi
secara  tidak  langsung  memengaruhi  karya  sastra.  Secara  lebih  khusus  unsur  ini memengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra dan cukup berpengaruh terhadap
bangun cerita yang dihasilkan, namun hanyalah sendiri tidak ikut menjadi bagian di  dalamnya.  Unsur-unsur  ekstrinsik  tersebut  misalnya  biografi  pengarang,
keadaan psikologi, ekonomi, politik, agama, sosial, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa novel adalah karya fiksi yang  berisi  tentang  cerita  kehidupan  manusia  yang  kompleks,  yang  di  dalamnya
terdapat  unsur  intrinsik  dan  ekstrinsik.  Karena  tujuan  penelitian  untuk mendeskripsikan  kekerasan  verbal,  maka  peneliti  akan  fokus  terhadap  unsur
intrinsik,  penokohan.  Jadi,  segala  bentuk  kekerasan  verbal  yang  dituturkan  oleh setiap tokoh dalam novel tersebut.
2.4   Tokoh
Tokoh  merupakan  pemegang  peran  dalam  karya  sastra.  Tokoh  cerita  menempati posisi  strategis  sebagai  pembawa  dan  penyampai  pesan,  amanat,  moral,  atau
sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembacaNurgiantoro, 2013:249. Abrams  menyatakan bahwa tokoh cerita character adalah orang -orang  yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki  kualitas  moral  dan  kecendrungan  tertentu  seperti  yang  diekspresikan
dalam  ucapan  dan  apa  yang  dilakukan  dalam  tindakannya  Nurgiantoro, 2013:247.
Para  tokoh  dalam  drama  tidak  hanya  berfungsi  sebagai  penjamin  bergeraknya semua peristiwa cerita, tetapi juga berfungsi sebagai pembentuk, dan pencipta alur
cerita.  Aspek  perwatakan  karakter  merupakan  imajinasi  pengarang  dalam membentuk  suatu  personalisis  tertentu  dalam  sebuah  karya  sastra.Pengarang
sebuah  karya  sastra  harus  mampu  menggambarkan  diri  seorang  tokoh  yang  ada dalam  karyanya.Watak  para  tokoh  digambarkan  dalam  tiga  dimensi  watak
dimensional.Penggambaran  itu  berdasarkan  keadaan  fisik,  psikis,  dan  sosial fisiologis,  psikologis,  dan  sosiologis.Keadaan  fisik  biasanya  dilukiskan  paling
awal, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak tokoh dapat langsung pada dialog yang  mewujudkan  watak  dan  perkembangan  lakon,  tetapi  dapat  juga  dijumpai
dalam  catatan  samping  side  dialog.Gambaran  lengkap  profil  tokoh  utama  yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis,psikologis, dan sosiologis.
1.Dimensi  fisiologis,  meliputi  penggambaran  ciri-ciri  fisik  tokoh  cerita,  seperti: jenis  kelamin,  bentuk  tubuh,  usia,  ciri-ciri  tubuh,  keadaan  tubuh,  dan  raut
wajah, pakaian dan perhiasan. 2.  Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti:
status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan  keluarga,  pandangan  hidup,  ideologi,  agama,  aktifitas  sosial,
orpolormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa. 3.Dimensi  psikologis  meliputi  penggambaran  ciri-ciri  psikologis  tokoh  cerita,
seperti:  mentalitas,  norma-norma  moral,  temperamen,  perasaan,  keinginan,
sikap,  watakkarakter,  kecerdasan  IQ,  keahlian  dan  kecakapan  khusus. http:eprints.ung.ac.id317652013188209341408006bab222072013125656.p
dfdiakses 17 mei 2015 pukul 22:55 WIB.
Uraian  mengenai  tokoh  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  tokoh  merupakan ciptaan pengarang untuk menggambarkan peran  dalam cerita fiksi  sesuai dengan
perwatakan  yang  telah  diberikan.  Penggambaran  watak  dapat  dilihat  dari  3 dimensi, yaitu fisik, sosial, dan psikologi.
2.5Kelayakan Novel sebagai Bahan Ajar di SMA
Novel  sebagai  salah  satu  jenis  karya  sastra    dapat  memberikan  manfaat  kepada pembaca.  Manfaat  membaca  novel  diantaranya,  dapat  memberikan  pengalaman,
mengembangkan  imajinasi,  dan  memberikan  hiburan  bagi  pembacanya.  Jadi tidaklah  mengherankan  jika  seseorang  membaca  novel  maka  sepertinya  orang
yang  membacanya  itu  sedang  melihat  miniatur  kehidupan  manusia  dan  merasa sangat  dekat  dengan  permasalahan  yang  ada  di  dalamnya.  Akibatnya,  pembaca
ikut  larut  dalam  alur  dan  permasalahan  cerita.  Bahkan  sering  pula  perasaan  dan pikirannya  dipermainkan  oleh  permasalahan  cerita  yang  dibacanya  itu.  Ketika
itulah  si  pembacanya  itu  akan  tertawa,  sedih,  bahagia,  kecewa,  marah,  dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum, yaitu agar siswa mampu  menikmati,  menghayati,  memahami,  dan  memanfaatkan  karya  sastra
untuk  mengembangkan  kepribadian,  memperluas  wawasan  kehidupan,  serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, sedangkan tujuan khusus