IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) MONOKULTUR DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) MONOKULTUR

DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

DIKI APRIADI

Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Sentra produksi ubi kayu terbesar di Lampung berada pada Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi dan sifat fisik tanah akibat penggunaan lahan yang berbeda pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Guning Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei tanah. Dalam pelaksanaannya penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, yaitu penentuan lokasi dan pembuatan profil, pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah di lapang, penyiapan contoh tanah, serta analisis sifat fisika tanah di laboratorium. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian


(2)

Universitas Lampung dan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan morfologi tanah yaitu pada kebun campuran lapisan permukaan tanah lebih tebal, warna tanah lapisan permukaan lebih gelap dibandingkan lahan ubi kayu. Sementara struktur dan konsistensi tanah pada kedua lahan relatif sama; (2) Terdapat perbedaan sifat fisik tanah yaitu pada lahan ubi kayu tingginya fraksi liat tanah, rendahnya kerapatan isi dan kekerasan tanah pada lapisan permukaan tanah, ruang pori total dan permeabilitas tanah lebih tinggi pada lapisan permukaan, pori drainase lambat lapisan permukaan dan pori air tersedia lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan kebun campuran. Pada kebun campuran fraksi pasir lebih tinggi, fraksi debu lapisan permukaan lebih tinggi, pori drainase cepat lapisan permukaan lebih tinggi, kekerasan tanah lapisan permukaan lebih tinggi, dan kandungan C-organik tanah lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan lahan ubi kayu

Kata Kunci : ubi kayu, kebun campuran, monokultur, morfologi dan sifat fisik tanah


(3)

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) MONOKULTUR

DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

DIKI APRIADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITASLAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang,Bandar Lampung pada tanggal 27 April 1993, sebagai anak kedua dari 3 bersaudara, dari Bapak Purwanto dan Ibu Elis Suryati. Pendidikan Taman Kanak- kanak (TK) Tunas Melati Natar diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Rejosari, Natar pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Natar pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Natar Lampung Selatan pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri

(SMPTN).Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi. Penulis pernah terdaftar di Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM- FP) Unila.

Pada bulan juli 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) yang merupakan kegiatan wajib pada semua jurusan di Fakultas Pertanian di Balai Benih Induk Palawija (BBIP) Tegineneng Lampung Selatan. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Agustus 2015. Kemudian pada bulan Januari - Februari 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN POSDAYA) di Pekon Negeri Kelumbayan, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggam


(8)

Bismillahhirohmanirrohim

Dengan penuh rasa syukur kehadirat allah SWT aku persembahkan karyaku ini kepada :

Papa dan mama tersayang yang telah membesarkanku, mendidik dan membimbing dengan penuh rasa sabar, kasih sayang dan doa yang selalu tercurahkan dalam menanti keberhasilanku serta semua pengorbanan yang telah diberikan kepada diriku selama ini

Kakakku Eltrin chintia dewi dan adikku Fanny Trianida Sari yang selalu memberikan semangat dan doa unttuk keberhasilanku

Kekasih tersayang, Yorista Indah Astari yang selalu setia mendampingiku dengan penuh rasa sabar, memberikan semangat, nasihat dan motivasi dalam keadaan susah

maupun senang


(9)

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang

apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan. (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya. Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina. Orang yang mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya. Barangsiapa

menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga (Sayidina Umar bin Khattab)

Bukan perkara keinginan dan semangat tetapi bagaimana keduanya diletakkan beriringan dengan tindakan dan usaha nyata maka yang didapat adalah keberhasilan serta pujian


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul” Identifikasi Morfologi Dan Sifat Fisik Tanah Pada Lahan Pertanaman Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz) Monokultur Dan Kebun Campuran Di Desa Seputih Jaya untuk memperoleh gelar sarjana pertanian, jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Didin Wiharso, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan dan kesabarnya dalam memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini

2. Bapak Ir. Hery Novpriansyah, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran serta kesabaran selama

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku pembahas yang telah memberikan saran, nasihat, bimbingan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan. M.Sc., selaku Pembimbing Akademik

(PA) atas saran dan bimbingannya selama perkuliahan.

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S. M.Agr. Sc., selaku ketua Bidang Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(11)

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Keluarga tercinta yaitu Bapak Purwanto, Ibu Elis Suryati, kakakku Eltrin Chintia Dewi serta adikku Fanny Trianida Sari atas semua do’a, dukungan, motivasi, nasehat dan rasa kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

9. Kekasih tersayang Yorista Indah Astari, S.Pd., yang selalu setia

mendampingiku, memberikan semangat, nasihat dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.

10. Teman- teman penelitian yaitu Dika Agus Tiandra dan Youngki Meilendra atas kerjasama, motivasi dan semangatnya.

11. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi 2011 yang telah memberikan saran, dukungan dan kebersamaannya selama ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 11 Desember 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... ... vi

I. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 7

2.1. Morfologi Tanah ... 7

2.1.1. Lapisan Tanah ... 7

2.1.2. Warna Tanah ... 9

2.1.3. Struktur Tanah ... 10

2.1.4. Konsistensi Tanah ... 13

2.2. Sifat Fisik Tanah ... 14

2.2.1. Tekstur Tanah ... 15

2.2.2. Kerapatan Isi Tanah ... 18

2.2.3 Permeabilitas Tanah ... 19

2.2.4. Ruang Pori Total ... 20

2.2.5. Distribusi Ruang Pori Tanah ... 22

2.2.6. Kekerasan Tanah ... 24

2.3. Sistem Olah Tanah ... 25

2.3.1. Olah Tanah Intensif (OTI) ... 25

2.3.2. Olah Tanah Minimum (OTM) ... 26

2.4. Budidaya Tanaman Ubi Kayu ... 27

2.5. Kebun Campuran ... 27

III. BAHAN DAN METODE ... 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat ... 29


(13)

3.4. Metode Penelitian ... 30

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.5.1. Penentuan Lokasi dan Pembuatan Profil Tanah ... 31

3.5.2. Pengamatan dan Pengambilan Contoh Tanah ... 31

3.5.3. Penyiapan Contoh Tanah ... 32

3.5.4. Analisis Sifat Fisika Tanah ... 32

3.6. Variabel Pengamatan ... 32

3.7. Analisis Data ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 34

4.1.1. Lokasi Penelitian ... 34

4.1.2. Topografi Lokasi Penelitian ... 34

4.1.3. Geologi ... 34

4.1.4 Iklim ... 35

4.1.5 Penggunaan Lahan dan Vegetasi ... 36

4.2. Morfologi Tanah ... 36

4.2.1. Lapisan Tanah ... 38

4.2.2. Warna Tanah ... 39

4.2.3. Struktur Tanah ... 41

4.2.4. Konsistensi Tanah ... 43

4.3. Sifat Fisik Tanah ... 44

4.3.1. Tekstur Tanah ... 44

4.3.1.1. Fraksi Pasir Total ... 45

4.3.1.2. Fraksi Debu Total ... 46

4.3.1.3. Fraksi Liat Total ... 48

4.3.2. Kerapatan Isi Tanah ... 50

4.3.3. Ruang Pori Total ... 52

4.3.4. Distribusi Ruang Pori Tanah ... 54

4.3.4.1. Pori Drainase Lambat ... 54

4.3.4.2. Pori Drainase Cepat ... 56

4.3.4.3. Pori Air Tersedia ... 57

4.3.5. Permeabilitas Tanah ... 59

4.3.6. Kekerasan Tanah ... 61

4.3.7. C-organik Tanah ... 63

V. KESIMPULAN ... 66

PUSTAKA ACUAN ... 67


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Data morfologi tanah di Desa Seputih Jaya Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 37 2. Lapisan tanah pada profil lahan ubi kayu monokultur

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 38 3. Warna tanah pada profil lahan ubi kayu monokultur

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 40 4. Struktur tanah pada profil lahan ubi kayu mookultur

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 42 5. Konsistensi tanah pada profil lahan ubi kayu monokultur

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 43 6. Data curah hujan rata-rata tahunan dan bulanan daerah Seputih

Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 72 7. Data analisis sifat fisik tanah pada lahan pertanaman ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 73 8. Data analisis tekstur tanah pada lahan pertanaman ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 74


(15)

9. Kandungan C-organik tanah pada lahan pertanaman ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 75 10. Kriteria kadar air tanah ... 76 11. Kriteria permeabilitas tanah ... 76 12. Deskripsi profil tanah pada lahan pertanaman ubi kayu di Desa

Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 77 13. Deskripsi profil tanah pada lahan kebun campuran di Desa

Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 78


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Curah hujan rata-rata tahunan dan bulanan 10 tahun terakhir

(2005-2014) di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 35 2. Penyebaran fraksi pasir total (%) pada lahan ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten LampungTengah ... 45 3. Penyebaran fraksi debu total (%) pada lahan ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 47 4. Penyebaran fraksi liat total (%) pada lahan ubi kayu

dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 48 5. Kerapatan isi tanah (g/cm³) pada lahan ubi kayu dan

kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 50 6. Ruang pori total tanah (%) pada lahan ubi kayu dan

kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 52 7. Pori drainase lambat (%) pada lahan ubi kayu dan

kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 55 8. Pori drainase cepat (%) pada lahan ubi kayu dan

kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 56 9. Pori air tersedia (%) pada lahan ubi kayu dan

kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 58


(17)

10. Permeabilitas tanah (cm/jam) pada lahan ubi kayu dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung

Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 60

11. Kekerasan tanah (kgf/cm²) pada lahan ubi kayu dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 62

12. C-organik tanah (%) pada lahan ubi kayu dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 64

13. Ubi kayu monokultur ... 79

14. Profil tanah ubi kayu monokultur ... 79

15. Kebun campuran ... 80

16. Profil tanah kebun campuran ... 80

17. Peta geologi daerah penelitian Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 81

18. Peta lokasi penelitian di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah ... 82


(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan jenis tanaman pangan penghasil karbohidrat yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Salah satu sentra produksi ubi kayu terbesar di Lampung berada pada Kabupaten Lampung Tengah (BPS, 2014). Selain menjadi tanaman pangan, ubi kayu juga dapat dipergunakan sebagai bahan baku industri, bahan makanan dan pakan ternak. Banyak macam produk olahan ubi kayu yang telah

dimanfaatkan oleh masyarakat kita, antara lain bahan makanan seperti tape, peuyeum, opak, tiwul, keripik singkong, kue, dan bahan substitusi makanan lainnya (Rukmana, 1997).

Ubi kayu merupakan tanaman pangan di daerah tropis yang dapat memberikan hasil baik walaupun tumbuh pada lahan yang kurang subur, memiliki daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, mempunyai kegagalan relatif kecil, daun dan umbinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam olahan. Selain dari manfaat tersebut, pertumbuhan umbi ubi kayu di dalam tanah akan mampu memperbaiki keadaan struktur tanah menjadi lebih gembur, sehingga akan menurunkan


(19)

2

persentase kekerasan tanah dan kerapatan isi tanah yang berkorelasi positif terhadap peningkatan persentase ruang pori total tanah (Chalil, 2003).

Ubi kayu mampu tumbuh pada tanah-tanah yang tergolong marjinal, dapat ditanam sepanjang tahun dan mempunyai kegagalan relatif kecil. Dalam

budidayanya, lahan pertanaman ubi kayu harus dikelola dengan baik salah satunya , yaitu dengan melakukan pemupukan organik yang mengandung unsur hara makro N, P, dan K dan hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman dan juga berfungsi penting sebagai bahan pembenah tanah dalam jangka panjang (Kartasapoetra, 1987).

Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah didominasi oleh lahan pertanian, terutama lahan pertanaman ubi kayu.

Pengusahaan tanaman ubi kayu lebih mudah, baik dalam perawatan, ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pertanaman ubi kayu yang dilakukan para petani umumnya dengan sistem monokultur dan dilakukan pengolahan tanah setiap musim tanamnya. Tujuan dari pengolahan tanah, yaitu untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, mencampur sisa tanaman dengan tanah, dan menciptakan kondisi tanah yang baik untuk daerah perakaran tanaman (Rukmana, 1997).

Pengusahaan ubi kayu monokultur selama empat tahun mula-mula meningkatkan ruang pori total. Hal ini karena pengaruh pengolahan tanah dan efek mekanik penggemburan tanah oleh ubi kayu, tetapi penanaman ubi kayu berikutnya secara perlahan menurunkan jumlah ruang pori total tanah. Hal ini berarti telah terjadi pemadatan tanah dan seiring waktu akan berpengaruh terhadap sifat fisik lainnya


(20)

3

seperti pori drainase, permeabilitas tanah dan pori pemegang air (Nugroho dkk., 1984).

Kebun campuran merupakan bentuk penggunaan lahan dengan keanekaragaman jenis tanaman, sehingga akan menciptakan tajuk yang beragam. Kebun campuran relatif sedikit mengalami tindakan oleh manusia, sistem pengolahan tanah pada lahan ini yaitu dengan melakukan penggalian lubang sebagai tempat tumbuh tanaman dan dibiarkan tumbuh secara alami, sehingga dapat menjaga keadaan tanah agar tidak mengalami kerusakan dalam jangka panjang. Olah tanah konservasi lebih menguntungkan untuk pertanian jangka panjang, seperti memperbaiki struktur tanah dan kandungan bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan air, memperbaiki infiltrasi, mengurangi dampak kerusakan

lingkungan dan dapat meningkatkan hasil tanaman (Arsyad, 2000).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu apakah terdapat perubahan dan perbedaan morfologi dan sifat fisik tanah pada profil tanah lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dan pada kebun campuran ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi dan sifat fisik tanah akibat

penggunaan lahan yang berbeda pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dan pada kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Guning Sugih Kabupaten Lampung Tengah.


(21)

4

1.3 Kerangka Pemikiran

Ubi kayu merupakan tanaman pangan penghasil karbohidrat yang banyak dibudidayakan di negara-negara tropis terutama di Indonesia. Ubi kayu

menghendaki struktur tanah yang gembur atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan sampai panen. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pengolahan tanah (Tim Prima Tani, 2006). Menurut Utomo (2006), pengolahan tanah intensif dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu

menyebabkan terjadinya degradasi tanah yang diikuti dengan kerusakan struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah.

Menurut Triyanto (2002), dalam jangka panjang sistem olah tanah intensif diperkirakan mempengaruhi struktur tanah terutama pada lapisan permukaan. Semakin rendahnya kandungan bahan organik pada olah tanah intensif, akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari remah manjadi gumpal.

Tingkat kekerasan tanah pada lapisan permukaan lahan yang diolah dengan olah tanah intensif lebih rendah daripada lapisan tanah bagian bawahnya. Pertanaman ubi kayu umumnya dilakukan secara monokultur. Pola tanam monokultur, yaitu penanaman pada satu jenis tanaman dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian. Penanaman monokultur secara berkesinambungan dapat menurunkan

produktivitas tanah apabila tidak dikelola dengan baik. Pertanaman ubi kayu secara monokultur dalam waktu yang panjang akan menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah, terutama menurunkan jumlah ruang pori total tanah,


(22)

5

sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan produksi ubi kayu dari tahun ke tahun dan degradasi C-organik tanah (Rukmana, 1997).

Degradasi tanah yang terjadi saat ini salah satunya sebagai akibat dari tidak menerapkan teknik pengelolaan lahan yang tepat, seperti tidak melakukan pemupukan organik sebagai bahan pembenah tanah dalam jangka panjang, tidak melakukan pengembalian seresah tanaman sebagai sumber bahan organik tanah, dan penerapan sistem monokultur secara berkelanjutan. Ubi kayu memerlukan keadaan tanah yang gembur dan dapat dilakukan dengan cara pengolahan tanah menggunakan cangkul atau bajak. Apabila hal ini dilakukan secara berkelanjutan tanpa teknik pengelolaan lahan yang tepat, maka akan mengakibatkan degradasi tanah. Dilihat dari sifat morfologi di lapang, lapisan permukaan pada lahan ubi kayu memiliki struktur tanah granular, sedangkan struktur tanah kebun campuran adalah remah (Arsyad, 2000).

Menurut Nair (1993), kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestry yang memiliki sratifikasi tajuk berlapis, hal ini karena masing-masing jenis pohon memiliki ketinggian yang berbeda dan terdapat variasi umur serta perbedaan lebar tajuk pohon. Oleh karena itu, kebun campuran mempunyai ketahanan yang kokoh terhadap serangan angin. Keanekaragaman dari jenis pohon akan menghasilkan aneka biomas, sehingga tingkat pengembalian kesuburan lahan lebih baik dibandingkan dari biomassa monokultur. Pada kebun campuran menerapkan sistem olah tanah minimum dan bahkan tanpa olah tanah. Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah yang mengupayakan gangguan mekanis terhadap tanah seminimal mungkin. Dengan cara ini, kerusakan struktur tanah


(23)

6

dapat dihindari sehingga akan menjaga iklim mikro pada permukaan tanah,

menciptakan aerasi, drainase, suhu, kelembaban tanah yang baik serta mengurangi laju aliran permukaan tanah. Menurut Utomo (1995), pada percobaan jangka panjang pada tanah ultisol di Lampung menunjukan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif.


(24)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanah

Morfologi tanah adalah ilmu yang mengamati sifat tanah dalam berbagai lapisan tanah mengenai kenampakan, ciri-ciri, sifat-sifat tanah dan susunannya pada lapisan tersebut yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan

sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Profil tanah merupakan suatu irisan vertikal tanah yang terdiri dari lapisan tanah dan lapisan bahan induk. Profil tanah yang diamati ciri-cirinya harus memenuhi syarat, yaitu tegak lurus, baru (belum terpengaruh keadaan luar), dan jangan memantulkan cahaya (profil tanah waktu pengamatan tidak langsung terkena sinar matahari). Pengamatan di lapang biasanya dilakukan dengan membedakan lapisan-lapisan tanah atau horison-horison tanah. Tujuan dari pengamatan morfologi tanah, yaitu untuk mendapatkan uraian mengenai penampakan-penampakan tanah, ciri-ciri tanah, dan sifat umum dari suatu profil tanah (Foth, 1978). Sifat–sifat morfologi tanah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) lapisan tanah, (2) warna tanah, (3) struktur tanah, dan (4) konsistensi tanah.

2.1.1 Lapisan Tanah

Lapisan tanah adalah formasi yang dibentuk oleh berbagai lapisan dalam tanah yang secara spesifik dapat dibedakan secara geologi, kimia, dan biologi, termasuk


(25)

8

proses pembentukannya. Ketika usia tanah meningkat, lapisan tanah umumnya lebih mudah untuk diamati. Pengidentifikasian dan pendeskripsian lapisan yang ada adalah langkah pertama dalam mengklasifikasikan tanah ke level yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1993). Menurut Utomo (1994), pengolahan tanah secara intensif dalam jangka waktu yang lama akan memacu proses hilangnya lapisan atas tanah, mempercepat proses oksidasi, dan mempercepat pelapukan bahan organik tanah, sehingga unsur hara yang mampu dijerap oleh tanah menjadi rendah.

Setiap tanah biasanya memiliki tiga atau empat lapisan yang berbeda. Tanah lapisan atas berwarna gelap dan kehitam-hitaman, tebalnya antara 10 – 30 cm. Lapisan ini merupakan lapisan tersubur karena adanya bunga tanah atau humus. Lapisan tanah atas merupakan bagian yang optimum untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan. Semua komponen-komponen tanah terdapat di lapisan ini, yaitu mineral 45%, bahan organik 5%, air antara 20 – 30% dan udara dalam tanah antara 20 – 30%. Tanah lapisan bawah warnanya lebih cerah dan lebih padat daripada tanah lapisan atas. Lapisan tanah ini tebalnya antara 50 – 60 cm, lebih tebal dari lapisan tanah atas sering disebut tanah cadas atau tanah keras. Di lapisan tanah ini, kegiatan jasad hidup mulai berkurang. Biasanya ditumbuhi tanaman berumur panjang dan berakar tunggang. Batuan induk merupakan batuan asal dari tanah. Lapisan tanah ini warnanya kemerah-merahan atau kelabu keputih-putihan. Lapisan ini dapat pecah dan diubah dengan mudah, tetapi sukar ditembus akar (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1984)


(26)

9

Di lereng-lereng gunung, lapisan batuan induk sering terlihat jelas karena lapisan atasnya telah hanyut oleh air hujan. Semakin ke dalam, lapisan ini merupakan batuan pejal yang belum mengalami proses pemecahan. Lapisan tanah umumnya dibedakan pada keadaan fisik yang terlihat, seperti warna tanah dan tekstur tanah merupakan yang utama. Hal ini membawa pengklasifikasian lebih lanjut dalam hal tekstur tanah yang dipengaruhi ukuran partikel, seperti apakah tanah itu lebih berpasir atau lebih liat daripada lapisan tanah di atas dan di bawahnya (Foth, 1978).

2.1.2 Warna Tanah

Salah satu sifat fisik tanah yang secara langsung dapat dilihat dengan mata telanjang yaitu warna tanah. Warna tanah dipengaruhi oleh kondisi atau sifat tanah lainnya melalui pengaruhnya atas radiasi dari energi sinar matahari. Sejumlah energi panas yang terdapat dalam tanah mengakibatkan tingkat evaporasi yang tinggi, sehingga tanah yang semakin gelap akan lebih cepat mengering dibandingkan warna yang lebih muda. Warna tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan aktifitas jasad renik serta struktur tanah. Selain itu, warna tanah secara langsung dapat dipakai untuk menentukan tingkat pelapukan, menilai kandungan bahan organik, menilai keadaan pembuangan air, melihat adanya horison pencucian dan horison pengendapan serta untuk menaksir kandungan mineral (Hillel, 1982)

Warna tanah yang semakin merah menunjukkan tingkat pelapukan semakin lanjut. Tanah yang semakin gelap warnanya akan semakin banyak kandungan bahan organiknya. Warna kuning, coklat, atau merah menunjukkan drainase baik, sedangkan warna kelabu kebiruan atau bercak-bercak menunjukkan drainase


(27)

10

jelek. Warna putih atau pucat menunjukkan horison pengendapan (akumulasi) bahan dari horison bagian atas. Warna pucat atau kekuningan ini menunjukkan berasal dari mineral kuarsa, sedangkan warna merah menunjukkan berasal dari mineral mengandung besi (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1984). Hasil penelitian Purnomo (2003) di sekitar areal perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih mendapatkan bahwa pada lahan tanpa olah tanah, warna tanah lebih gelap daripada lahan olah tanah intensif dan semakin berkurangnya warna gelap dari horizon permukaan ke horizon bawah.

Birkeland (1974) dalam Wiharso (1999) menjelaskan bahwa warna tanah memiliki korelasi terhadap umur bahan induk tanah, apabila umur bahan induk tanah semakin tua, maka warna yang dihasilkan akan semakin merah. Warna tanah disusun oleh tiga variabel, yaitu hue, value, dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Menurut Hardjowigeno (1993), pengolahan tanah akan memacu proses oksidasi C-organik tanah yang menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang dibandingkan dengan kebun campuran.

2.1.3 Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat) yang saling mengikat satu sama lainnya. Struktur tanah yang berbentuk remah memiliki ruang pori lebih banyak daripada struktur gumpal, sehingga akan mempercepat masuknya air ke dalam tanah. Struktur tanah merupakan sifat yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman, mempengaruhi sifat tanah


(28)

11

dan keadaan tanah. Apabila tekstur mencerminkan ukuran partikel dari fraksi-fraksi tanah, maka struktur merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat), sehingga partikel-partikel-partikel-partikel sekunder gabungan partikel-partikel primer yang akan membentuk agregat. Kepadatan tanah terjadi apabila tanah itu selalu mendapatkan tekanan dari atas tanah dan semakin rendahnya kandungan bahan organik tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur tanah dari remah menjadi gumpal (Notohadiprawiro dan Suparnowo, 1978).

Hasil penelitian Triyanto (2002) mendapatkan bahwa pada beberapa pedon yang telah diperlakukan dengan sistem olah tanah jangka panjang di Hajimena dalam 28 musim tanam, struktur tanah belum menunjukkan perubahan yang berarti dari berbagai cara pengolahan tanah (olah tanah intensif, olah tanah konservasi dan olah tanah minimum).

Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat tanah. Dalam hubungan tanah dengan tanaman, ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri. Tanah yang partikel-partikelnya belum bergabung, terutama yang bertekstur pasir disebut tanpa struktur atau berstruktur lepas, sedangkan tanah bertekstur liat yang terlihat massif (padu tanpa ruang pori, yang lembek jika basah dan keras jika kering) atau apabila dilumat dengan air

membentuk pasta disebut juga tanpa struktur (Hillel, 1982). Struktur tanah yang sesuai dalam bidang pertanian, yaitu terdapatnya keseimbangan yang terbaik


(29)

12

antara udara yang diperlukan sebagai respirasi akar tanaman dan air tanah sebagai medium larutan unsur hara tanaman (Hardjowigeno, 1993).

Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan susunan antar partikel primer. Oleh karena itu, tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula untuk lebih memudahkan sistem perakaran tanaman dalam mengabsorpsi hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik (Sarief, 1980).

Menurut Quirk (1987) dalam Handayani dan Sunarminto (2002), terdapat pengelompokan struktur tanah, yaitu struktur tanah berbutir (granular), biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A. Kubus (Bloky), bentuknya jika sumbu horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat disebut kubus membulat (sub angular blocky). Lempeng (platy), bentuknya jika sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Prisma, bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang daripada sumbu horizontal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan jika membulat disebut kolumnar.

Menurut Foth (1978), struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu tanah, dan hambatan mekanik perkecambahan biji serta penetrasi akar tanaman. Karena kompleknya peran struktur, maka pengukuran struktur tanah


(30)

13

didekati dengan sejumlah parameter antara lain bentuk dan ukuran agregat, persentase agregasi, porositas (berat volume dan berat jenis), ukuran agregat, stabilitas agregat, dan kemampuan menahan air.

Menurut Notohadiprawiro dan Suparnowo (1978), struktur tanah dapat

berkembang menyesuaikan proses pembentukannya. Perkembangan struktur tanah terdiri dari: (1) Tanpa struktur, jika agregasi tidak terlihat atau terbatas, tidak jelas dengan batas-batas alamiah. (2) Lemah, jika ped sulit terbentuk tetapi terlihat. (3) Sedang, jika ped dapat terbentuk dengan baik dan jelas, tetapi tak jelas pada tanah utuh. (4) Kuat, jika ped kuat, pada tanah utuh jelas terlihat dan antar ped terikat lemah, namun tahan jika dipindahkan dan hanya terpisah apabila tanah terganggu

2.1.4 Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah penting untuk menentukan cara pengolahan tanah yang baik, juga penting bagi penetrasi akar tanaman di lapisan bawah dan kemampuan tanah menyimpan lengas. Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering, tanah dibedakan ke dalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya, yaitu dari plastis sampai tidak plastis ataupun kelekatannya, yaitu dari tidak lekat sampai lekat (Hillel, 1982).

Dalam keadaan lembab atau kering, konsistensi tanah ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah akan dikatakan berkonsistensi gembur bila lembab atau lunak waktu kering. Apabila tanah sukar hancur dengan remasan tersebut, tanah dikatakan berkonsistensi teguh


(31)

14

atau keras. Konsistensi lembab dinilai mulai dari lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh (Grossman dan Reinsch 2002).

Konsistensi tanah dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara

kualitatif dilakukan dengan cara memijat, membuat bulatan atau gulungan. Secara kuantitatif, dilakukan dengan cara penentuan angka Atterberg (Klute, 1986). Konsistensi tanah adalah daya tahan tanah terhadap pengaruh dari luar yang akan mengubah keadaannya pada keadaan air tertentu. Terdapat dua kekuatan utama yang berperan dalam konsistensi tanah, yaitu gaya kohesi (gaya tarik menarik antar molekul) dan gaya adhesi (gaya tegangan permukaan). Gaya tersebut misalnya pembajakan, pencangkulan dan lain sebagainya. Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik, umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah tekstur tanah, sifat koloid organik dan anorganik tanah, struktur tanah, dan kadar air tanah (Foth, 1978).

2.2 Sifat Fisik Tanah

Keseluruhan sifat-sifat fisik tanah ditentukan oleh ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun tanah, jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel tanah, keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan kehilangannya, intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang berlangsung. Sifat fisik tanah merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, serta penting hubungannya dengan persediaan air bagi tanaman, aerasi, dan suhu tanah serta aspek-aspek mekanik bagi perkembangan akar tanaman (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1984).


(32)

15

Sifat-sifat fisik tanah yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) tekstur tanah, (2) kerapatan isi, (3) permeabilitas tanah, (4) ruang pori total, (5) distribusi ruang

pori tanah, dan (6) kekerasan tanah.

2.2.1 Tekstur Tanah

Islami dan Utomo (1995) dalam Mardiana (2005) menyatakan bahwa tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu, dan liatnya hampir seimbang yang dinamakan bertekstur lempung. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah

tersebut memegang air dan unsur hara. Sebaliknya, semakin besar butir-butir tanah, maka kemampuan memegang air dan unsur haranya semakin rendah. Tekstur tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, kemudahan tanah memadat, dan lain-lain.

Menurut Meyer and Harmon (1984) dalam Kurnia dkk. (2004), tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir berdiameter 2,00 – 0,20 mm, debu berdiameter 0,20 – 0,002 mm dan liat berdiameter < 0,002 mm. Partikel berukuran di atas 2 mm, seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah. Tanah bertekstur halus (didominasi liat) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan.


(33)

16

Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa yang sangat tahan terhadap pelapukan. Pada tanah pasir, sebagian ruang pori berukuran besar sehingga

airasinya baik, daya hantar air cepat tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga disebut tanah ringan. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk, pada saat pelapukannya akan membebaskan sejumlah hara. Adanya aktivitas panas bumi yang tinggi pada suatu lahan karena keadaan lahan yang terbuka, mengakibatkan pelapukan batuan silika oleh asam karbonat berjalan lebih cepat yang kemudian akan membentuk tanah liat (Foth, 1978).

Penentuan tekstur tanah dengan membuat suatu diagram bidang untuk

membandingkan persentase fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Diagram tersebut dinamakan segitiga tekstur tanah. Segitiga tersebut adalah segitiga sama sisi dengan titik puncak liat. Kemudian titik sudut yaitu debu dan pasir. Titik-titik fraksi tersebut adalah titik-titik kedudukan 100 % fraksi yang bersangkutan. Tanah di golongkan bertekstur pasir, jika kandungan pasirnya lebih dari 70 %. Tanah di golongkan bertekstur liat, jika kandungan liatnya lebih dari 35 % . Penetapan tekstur di laboratorium dapat dilakukan dengan analisa mekanis. Adapun 2 metode yang sering digunakan untuk menentukan tekstur, yaitu metode pipet dan metode hydrometer. Tekstur juga dapat ditetapkan secara kualitatif di lapangan. Cara ini disebut penetapan tekstur dengan perasaan (Grossman dan Reinsch, 2002).


(34)

17

Hasil penelitian Manik dkk. (1998) pada perkebunan nanas yang diolah intensif di Kabupaten Lampung Tengah, mendapatkan bahwa pada lapisan permukaan tanah (0 – 40 cm) kandungan fraksi liat sekitar 33 % dan fraksi pasir sekitar 60 %, sedangkan pada lapisan bawah tanah, kandungan fraksi liat sekitar 40 % dan fraksi pasir sekitar 55 %. Sementara fraksi debu dari setiap lapisan sangat sedikit berkisar 10 %.

Menurut Narka (2003), air yang membawa partikel-partikel terlarut dalam tanah dapat mengakibatkan terjadinya translokasi atau pemindahan ion-ion, seperti liat dan fraksi-fraksi mineral yang merupakan bahan penyusun penting sebagai formasi pembentukan subsoil atau lapisan asalnya sebagai dari hasil proses penambahan, kehilangan, pemindahan, transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami.

Salah satu kelas tekstur tanah adalah lempung yang letaknya di sekitar pertengahan segitiga tekstur tanah. Lempung mempunyai komposisi yang seimbang antara fraksi kasar dan fraksi halus, dan lempung sering dianggap sebagai tekstur yang optimal untuk pertanian. Hal ini disebabkan oleh

kapasitasnya menjerap hara pada umumnya lebih baik daripada pasir, sementara drainase, aerasi dan kemudahannya diolah lebih baik daripada liat. Akan tetapi, pendapat ini tidak berlaku umum, karena untuk keadaan lingkungan dan jenis tanaman tertentu, pasir atau liat mungkin lebih baik daripada lempung (Hillel, 1982).


(35)

18

2.2.2 Kerapatan Isi Tanah

Kerapatan isi tanah adalah berat massa tanah kering oven (g) dalam keadaan utuh persatuan volume tanah (cm3). Nilai tingkat kekerasan tanah dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan isi tanah = bobot kering tanah oven g/cm3 volume tanah

Kerapatan isi tanah adalah perbandingan antara berat tanah dengan volume tanah termasuk ruang pori di dalam tanah. Pentingnya mempelajari kerapatan isi tanah adalah karena berhubungan dengan porositas tanah, permeabilitas tanah dan komponen-komponen sifat fisik tanah lainnya(Hillel, 1982). Tanah-tanah organik memiliki nilai kerapatan isi yang sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral. Hal ini ditentukan atau tergantung dari sifat-sifat bahan organik yang menyusun tanah organik itu dan kandungan isi tanah tersebut berkisar antara 0,1– 0,9 g/cm3 (Blake, 1986).

Faktor lain yang mempengaruhi nilai kerapatan isi tanah adalah struktur tanah, tanah yang memiliki struktur yang halus, maka memiliki nilai kerapatan isi yang rendah. Semakin masuk ke dalam profil tanah, kerapatan isi tanah semakin tinggi. Tampaknya ini akibat dari kandungan bahan organik yang rendah dan

penimbunan alat serta pemadatan yang disebabkan oleh berat lapisan atas tanah. Besarnya berat jenis tanah pertanian berkisar antara 2,6 sampai 2,7 g/cm3 (De Fretes dkk., 1996).

Kerapatan isi dipengaruhi oleh pori-pori tanah, struktur tanah, tekstur tanah, ketersediaan bahan organik tanah serta pengolahan tanah, sehingga dapat dengan cepat berubah akibat pengolahan tanah dan praktek budidaya. Tanah dengan


(36)

19

kandungan bahan organik yang tinggi, mempunyai kerapatan isi relatif rendah. Tanah dengan ruang pori total tinggi seperti tanah liat, cenderung mempunyai berat volume lebih rendah. Sebaliknya, tanah bertekstur kasar dengan ukuran porinya lebih besar dan total ruang porinya lebih kecil menyebabkan berat volume yang lebih tinggi. Komposisi mineral tanah seperti dominannya mineral dengan berat jenis partikel tinggi di dalam tanah, menyebabkan berat volume tanah menjadi lebih tinggi pula (Grossman dan Reinsch, 2002).

Menurut Wilson (2006) dalam Haridjaja dkk. (2010, kerapatan isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Kerapatan isi tanah penting untuk menghitung

kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar tanah, yang didasarkan pada berat tanah per hektar.Kerapatan isi tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah seperti porositas, kekuatan tanah, kemampuan tanah menyimpan air dan lainnya. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam

berbagai keadaan.

2.2.3 Permeabilitas Tanah

Israelsen danHansen (1962) dalam Siregar dkk. (2013) menyatakan bahwa salah satu sifat fisik tanah yang penting adalah kemampuan untuk meloloskan aliran air melalui ruang pori yang disebut dengan permeabilitas tanah. Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara yang diukur berdasarkan besarnya aliran melalui satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu. Permeabilitas yaitu sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat cair melalui suatu media yang berpori-pori dan disebut pula konduktifitas hidrolika. Dalam hal ini cairan adalah air tanah dan media pori adalah tanah itu sendiri.


(37)

20

Darmawijaya (1997) dalam Zurhalena dan Farni (2010) menyatakan bahwa pengukuran permeabilitas tanah sangat penting untuk beberapa kepentingan di bidang pertanian, misalnya masuknya air ke dalam tanah, gerak air ke akar tanaman, aliran air drainase, evaporasi air pada permukaan tanah, dan dapat dipengaruhi oleh permeabilitas tanah yang berkaitan pula dengan peranan konduktivitas hidroliknya. Permeabilitas dapat mempengaruhi kesuburan tanah.

Sarief (1980) dalam Zurhalena dan Farni (2010) menyatakan bahwa permeabilitas tanah tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel maka semakin kecil pula ukuran pori. Jika tanahnya berlapis-lapis, maka permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar daripada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar daripada lempung yang tidak bercelah.

Uhland dan O’neal (1951) dalam Siregar dkk. (2013) menyatakan bahwa permeabilitas dapat mencakup bagaimana air, bahan organik, bahan mineral, udara, dan partikel–partikel lainnya yang terbawa bersama air akan diserap masuk ke dalam tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas adalah tekstur tanah, struktur tanah, dan kerapatan isi tanah.

2.2.4 Ruang Pori Total Tanah

Ruang pori total adalah volume seluruh pori-pori di dalam suatu volume tanah yang dinyatakan dalam persentase. Ruang pori total dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Ruang pori total = (1 - kerapatan isi) x 100 % berat jenis butiran


(38)

21

Pori tanah jika dalam keadaan basah seluruhnya akan terisi oleh air (pori drainase), baik pori mikro, pori meso ataupun pori makro. Sebaliknya, pada keadaan kering, pori makro dan sebagian pori meso terisi udara (pori aerase). Tanah yang strukturnya gembur atau remah dengan tindakan pengolahan tanah yang intensif dan bertekstur lempung, umumnya mempunyai ruang pori total tanah yang besar. Porositas perlu diketahui karena merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah (Foth, 1978).

Menurut Sarief (1980) dalam Mardiana (2005), porositas adalah proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara secara leluasa, dan berlaku sebaliknya jika tanah tidak poreus. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur pejal. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro, sehingga sulit menahan air.

Tanah liat memiliki persentase ruang pori total yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah pasir. Tanah yang banyak kandungan bahan organik, memiliki persentase ruang pori yang lebih tinggi. Berat jenis butiran atau berat jenis partikel adalah perbandingan antara komponen mineral dan bahan organik tanah. Tanpa memperhatikan banyaknya besi dan mineral-mineral tanah, berat jenis butiran tanah mineral diambil rata-rata 2,65, sedangkan untuk bahan organik yang ada pada tanah mineral (bukan gambut) diambil rata–rata 1,45. Jika banyaknya


(39)

22

bahan organik lebih dari 1%, maka berat jenis butiran harus dikurangi dengan 0,02 untuk setiap persen bahan organik (De Boodt, 1972)

2.2.5 Distribusi Ruang Pori

Hardjowigeno (1995) dalam Mardiana (2005) menyatakan bahwa pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (udara dan air). Tanah pasir memiliki pori makro lebih banyak daripada tanah debu dan liat. Pada tanah pasir lebih sulit menahan air, sehingga tanaman mudah mengalami kekeringan.

Distribusi ruang pori tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, semakin tinggi kandungan liat semakin tinggi juga kandungan airnya. Sebaliknya, semakin tinggi kandungan pasirnya, maka semakin rendah kandungan airnya. Tanah bertekstur halus akan mempunyai persentase pori total lebih tinggi daripada tanah bertekstur kasar, walaupun ukuran pori dari tanah bertekstur halus kebanyakan sangat kecil dan porositas sama sekali tidak menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang merupakan suatu sifat yang penting.

Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, diperlukan perimbangan antara pori-pori yang dibedakan menjadi pori-pori berguna dan pori-pori tidak berguna untuk ketersediaan air bagi tanaman. Besarnya tekanan dalam pengukuran distribusi ruang pori biasanya dinyatakan dalam satuan atmosfer (atm) dan dapat juga dipadankan dengan tinggi kolom air (cm), serta nilai pF yang bersangkutan (Wahyuni dan Murtilaksono, 2004).

Utomo (1995) dalam Zurhalena dan Farni (2010) menyatakan bahwa semakin meningkatnya ruang pori total tanah, maka berat isi dan kekerasan tanah justru semakin rendah, sehingga ruang yang tersedia untuk tempat air akan semakin


(40)

23

banyak. Faktor lain yang berpengaruh adalah tekstur liat dan bahan organik. Keberadaan bahan organik tanah selain memperbaiki proses agregasi, ternyata mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengisap dan memegang air karena bersifat hidrofilik, sehingga dapat terjadi peningkatan pori air tersedia. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah.

Nilai pF adalah logaritma (log 10) dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam cm kolom air. Pori tidak berguna bagi tanaman adalah pori yang diameternya kurang dari 0,2 mikron. Akar tanaman tidak mampu menghisap air pada pori berukuran kurang dari 0,2 mikron tersebut, sehingga tanaman menjadi layu. Untuk mengeluarkan air dari pori ini, diperlukan tenaga tekanan atau isapan setara dengan 15 atmosfer atau pF 4,2. Pori berguna bagi tanaman yaitu pori yang

berdiameter di atas 0,2 mikron, yang terdiri dari pori pemegang air berukuran diameter 0,2 – 8,6 mikron (pF 2,54 – pF 4,2), pori drainase lambat berdiameter 8,6 – 28,6 mikron (pF 2 – pF 2,54), dan pori drainase cepat berdiameter di atas 28,8 mikron (pF 1 – pF 2). Pori drainase cepat atau disebut pori aerasi, penting dalam hubungannya dengan pernafasan akar tanaman. Oleh karena itu, pori ini hendaknya dijaga agar selalu terisi udara. Bila pori aerasi di atas 10 persen volume, tanaman akan mendapat aerasi cukup kecuali pada tanah dengan permukaan air tanah dangkal (Richards dan Fireman, 1943).

Air yang berada dalam pori pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman, berada antara titik layu (pF 4,2) dan kapasitas lapang (pF 2,54). Pada umumnya, kapasitas lapang ditetapkan pada tekanan 0,33 atm atau pF 2,54 jika air tanah lebih dalam dari 1 m. Jika air tanah kurang dari 1 m, makakapasitas lapang


(41)

24

ditetapkan pada tekanan 100 cm kolom air atau pF 2,0. Adapun jumlah air yang melebihi kapasitas lapang, maka air akan turun ke lapisan tanah lebih dalam karena gaya gravitasi. Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman memerlukan oksigen dan aerasi yang cukup, sehingga pori drainase cepat dan pori drainase lambat jangan terlalu lama diisi oleh air (Richards, 1947).

Hasil penelitian Manik dkk. (1998) pada perkebunan nanas yang diolah intensif di Lampung Tengah, mendapatkan bahwa penggunaan lahan yang semakin lama cenderung menurunkan jumlah pori drainase cepat (pori makro), terutama pada horizon permukaan.

Retensi air tanah ditetapkan dengan memberikan tekanan pada contoh tanah jenuh air dengan berbagai kekuatan tekanan pada selang waktu tertentu (biasanya 48 jam) sehingga mencapai titik keseimbangan, selanjutnya ditetapkan kadar air tanahnya. Pada dasarnya, kekuatan tekanan yang diberikan berhubungan dengan distribusi ukuran pori dan kapiler yang terdapat di dalam tanah. Persentase volume tanah yang tidak ditempati oleh bagian padat tanah disebut porositas tanah. Jumlah seluruh ruang pori yang ada di dalam massa tanah disebut dengan ruang pori total. Pada tanah kering mutlak, seluruh ruang pori terisi oleh udara, sebaliknya pada tanah jenuh air seluruh ruang pori terisi oleh air, sedangkan pada tanah lembab sebagian pori terisi udara dan sebagian lagi terisi oleh air dalam perbandingan tertentu (Klute, 1986).

2.2.6 Kekerasan Tanah

Kekerasan tanah merupakan kemampuan tanah dalam menahan gaya-gaya dari dalam maupun luar tanah tanpa mengalami kerusakan, semakin dalam tanah maka


(42)

25

kepadatan tanahpun akan semakin besar. Kekerasan tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah (kandungan liat) dan kerapatan isi tanah (Utomo, 1995). Kekerasan tanah merupakan sifat yang sering berubah. Kekerasan tanah secara kuantitatif diartikan sebagai stres maksimal, yang dapat diberikan pada solum tanah tanpa mengalami kerusakan pada tanah tersebut (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1984).

Penetrometer adalah alat yang digunakan dalam pengukuran tingkat kekerasan tanah. Dalam penggunaan penetrometer, sifat-sifat tanah dapat mempengaruhi ketahanan tanah diantaranya, yaitu kandungan air tanah, berat isi tanah, struktur tanah, dan tekstur tanah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kandungan air tanah, berat isi tanah, ukuran pori tanah, tekstur tanah, dan struktur tanah dapat mempengaruhi ketahanan tanah. Nilai ketahanan tanah meningkat dengan

menurunnya kelembaban tanah dan tekstur tanah. Pada kelembaban tanah rendah, ketahanan tanah meningkat, demikian juga dengan meningkatnya kandungan pasir (Barley dkk., 1965).

2.3 Sistem Olah Tanah

2.3.1 Sistem Olah Tanah Intensif (OTI)

Olah tanah intensif adalah sistem olah tanah secara berkala setiap musim tanamnya dengan menggunakan alat-alat mekanik sampai keadaan tanah siap untuk dilakukan penanaman. Sistem olah tanah sempurna akan memberikan dampak yang baik apabila dalam jangka waktu yang pendek, namun apabila dilakukan secara terus menerus akan menurunkan produktivitas lahan dalam memenuhi kesuburan tanah yang diperlukan tanaman. Untuk itu, perlu dilakukan teknik-teknik sistem olah tanah konservasi yang berguna dalam memperbaiki


(43)

26

kesuburan tanah dan mengurangi dampak dari degradasi lahan (Hardjowigeno, 1993)

Menurut Utomo (1994), pengolahan tanah secara intensif dalam jangka waktu yang lama akan mempercepat laju erosi, mempercepat proses oksidasi, dan mempercepat pelapukan bahan organik tanah, sehingga unsur hara yang mampu dijerap oleh tanah menjadi rendah dan menyebabkan tanah mudah tercuci bersama air. Pengolahan tanah intensif dapat meningkatkan kemasaman tanah. Lahan yang sering terbuka akan memacu proses erosi dan pencucian hara tanah terutama basa-basa tanah, sehingga meningkatkan tingkat kemasaman tanah.

2.3.2 Sistem Olah Tanah Minimum (OTM)

Sistem olah tanah minimum merupakan penyiapan lahan dengan memperhatikan kondisi lingkungan yang bertujuan untuk mengatasi terjadinya penurunan

kesuburan tanah, terutama pada tanah-tanah marginal, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan, tanaman dapat tumbuh dan memberikan hasil yang optimal. Olah tanah minimum berguna dalam menjaga keadaan tanah agar tidak mengalami kerusakan dalam jangka panjang. Pengolahan tanah minimum

bertujuan agar tanah tidak mengalami kejenuhan yang dapat menyebabkan tanah mengalami kerusakan dan menjaga struktur tanah. Selain itu, dengan pengolahan tanah minimum dapat menghemat biaya produksi. Pengolahan tanah minimum akan menjaga iklim mikro pada permukaan tanah, menciptakan aerasi, drainase, suhu, kelembaban tanah yang baik serta mengurangi laju aliran permukaan tanah. Pada percobaan jangka panjang pada tanah ultisol di Lampung menunjukkan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu


(44)

27

memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif (Utomo, 2006).

2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu

Ubi kayu dapat berproduksi baik dengan curah hujan antara 1500 – 2500 mm/tahun. Pada umumnya, daerah sentra produksi ubi kayu didominasi oleh tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap erosi (Wargiono dkk., 2006). Penanaman ubi kayu monokultur secara terus-menerus apabila tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan hasil ubi kayu. Pengelolaan lahan yang tepat pada lahan ubi kayu yaitu dengan melakukan pengolahan tanah, pengembalian seresah tanaman, tumpangsari, dan pemupukan organik (Balitkabi, 2005).

Menurut Tim Prima Tani (2006), budidaya ubi kayu dengan pengolahan tanah intensif dan pemupukan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama

meningkatkan porositas tanah serta meningkatkan kemantapan agregat tanah melalui mekanisme pengikatan partikel tanah oleh bahan organik. Pertumbuhan umbi ubi kayu di dalam tanah dapat memberikan dampak yang baik yaitu tanah menjadi lebih gembur. Keuntungan lain dari sistem pengolahan tanah pada lahan ubi kayu yaitu dapat menjaga keseimbangan antara air, udara, dan suhu di dalam tanah. Hasil penelitian purnomo (2003) menunjukkan bahwa pengolahan tanah intensif menyebabkan kekerasan tanah dan kerapatan isi tanah pada lapisan permukaan lebih rendah daripada lapisan di bawahnya

2.5 Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan bentuk penggunaan lahan dengan keanekaragaman jenis tanaman yang tinggi, sehingga akan menciptakan tajuk yang beragam. Selain


(45)

28

merupakan sumber pendapatan yang baik sepanjang tahun karena beragamnya jenis tanaman, kebun campuran memberikan berbagai jasa lingkungan seperti pengendali erosi, mitigasi banjir, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan menambat karbon dari atmosfer. Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestry yang memiliki sratifikasi tajuk berlapis, hal ini karena masing-masing jenis pohon memiliki ketinggian yang berbeda dan terdapat variasi umur serta perbedaan lebar tajuk pohon. Oleh karena itu, kebun campuran mempunyai ketahanan yang kokoh terhadap serangan angin. Keanekaragaman dari jenis pohon akan menghasilkan aneka biomassa, sehingga tingkat pengembalian kesuburan lahan lebih baik dibandingkan dari biomassa monokultur. Pada kebun campuran menerapkan sistem olah tanah minimum dan bahkan tanpa olah tanah. Dengan cara ini, kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga akan menjaga iklim mikro pada permukaan tanah, menciptakan aerasi, drainase, suhu,

kelembaban tanah yang baik serta mengurangi laju aliran permukaan tanah ( Nair, 1993).

Pada percobaan jangka panjang pada tanah ultisol di Lampung menunjukkan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif (Utomo, 1995). Tanah yang tidak pernah diolah atau tanpa olah tanah akan memadat pada lapisan permukaan akibat aktifitas akar, tetapi memiliki hubungan pori yang tinggi dari lapisan permukaan ke lapisan bawah serta meningkatnya kandungan C-organik tanah (Manik dkk., 1998).


(46)

29

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Topografi lahan ubi kayu dan kebun campuran yaitu datar dengan kemiringan 0%.

Pengamatan contoh tanah dilaksanakan di bulan Agustus 2015, dan selanjutnya analisis sifat fisik tanah dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2015 di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan–bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa contoh tanah terganggu, contoh tanah utuh dan bahan-bahan penetapan sifat-sifat tanah di laboratorium. Alat–alat yang digunakan adalah bor tanah, cangkul, pisau pandu, Ring sample, Munsell Soil Color Chart, GPS, kantong plastik, karet, karung, spidol, tangga, penetrometer saku, meteran, altimeter, ayakan 2 mm, stop watch, alat tulis, serta alat–alat yang digunakan untuk analisis sifat fisik tanah di laboratorium.


(47)

30

3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa morfologi tanah, yaitu deskripsi profil berupa lapisan tanah, warna tanah (matriks, konkresi dan karat), struktur tanah, konsistensi tanah, retakan tanah, vegetasi yang ada di atasnya dan perakaran yang ada pada tiap lapisan tanah, sedangkan analisis sifat fisik tanah yang terdiri dari tekstur tanah (metode pipet), permeabilitas (metode permukaan jatuh), kadar lengas (metode piring sarang tekan), kerapatan isi (metode contoh tanah utuh dalam tabung), RPT dan distribusi ruang pori (pori drainase lambat, pori drainase cepat dan pori air tersedia) dan kekerasan tanah. Analisis C-organik tanah dengan metode Walkley and Black. Data sekunder berupa data curah hujan (PT. GMP), peta geologi, peta lokasi penelitian Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei tanah untuk menentukan lokasi dan pembuatan profil tanah, pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah di lapang. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, yaitu penentuan lokasi dan pembuatan profil, pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah di lapang, penyiapan contoh tanah, serta analisis sifat fisik tanah di laboratorium.


(48)

31

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Penentuan Lokasi dan Pembuatan Profil

Lokasi penelitian di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah pada lahan yang berbeda pola penggunaan nya, yaitu lahan pertanaman ubi kayu seluas 0,8 hektar dan kebun campuran seluas 0,3 hektar. Vegetasi utama kebun campuran, yaitu jengkol (Archidendron pauciflorum), mahoni (Swieteniamahagoni), karet (Hevea brasiliensis), bayur (Pterosperium javanicum Jungh), kopi (Coffea arabica), petai (Parkia speciosa), bambu tali (Gigantochloa apus), kelapa (Cocos nucifera), dan jambu Air (Eugenia aquea).

Sebelum penggalian profil tanah, terlebih dahulu dilakukan pengeboran tanah dengan tiga titik disekitar lokasi yang akan dibuat profil, sehingga akan diketahui homogenitas tanahnya. Profil tanah dibuat sebanyak 1 titik profil pada tiap jenis penggunaan lahan dengan ukuran 150 cm x 100 cm x 180 cm, sehingga terdapat 2 titik profil tanah dalam penelitian ini.

3.5.2 Pengamatan dan Pengambilan Contoh Tanah di Lapang

Kedua titik profil tanah yang telah dibuat pada lahan ubi kayu dan kebun

campuran, kemudian diamati untuk mendapatkan data deskripsi tanah mengenai jumlah dan tebal lapisan tanah, batas lapisan tanah, konsistensi tanah, kekerasan tanah, warna (matriks, konkresi dan karat), struktur tanah, retakan tanah, vegetasi yang ada di atasnya dan perakaran yang ada pada setiap lapisan tanah.

Pendeskripsian berdasarkan kriteria Soil survey Manual (1993). Contoh tanah terganggu diambil pada masing-masing profil sebanyak 2 kg pada setiap lapisan


(49)

32

dan contoh tanah utuh (tidak terganggu) dengan menggunakan ring sample pada setiap lapisan tanah dengan tiga ulangan.

3.5.3 Penyiapan Contoh Tanah

Contoh tanah terganggu yang telah diambil dikering udarakan kemudian ditumbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm, sedangkan contoh tanah utuh yang diambil menggunakan ring sample untuk menganalisis sifat fisik tanah yaitu kerapatan isi tanah(metode contoh tanah utuh dalam tabung),

permeabilitas tanah (metode permukaan jatuh), dan ruang pori total yang akan disiapkan untuk analisis di laboratorium.

3.5.4 Analisis Sifat fisik Tanah

Analisis tanah yang dilakukan adalah kerapatan isi tanah (metode contoh tanah utuh dalam tabung), permeabilitas tanah (metode permukaan jatuh) dan C-organik tanah (metode Walkley and Black) yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dan analisis ruang pori total, tekstur 10 fraksi (metode pipet) dan karakteristik lengas tanah pada (pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2) yang dilakukan di Laboraturium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor.

3.6 Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini, yaitu lapisan tanah, warna tanah, struktur tanah, konsistensi tanah, kerapatan isi tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah, ruang pori total tanah, distribusi ruang pori tanah, kekerasan tanah dan C-organik tanah.


(50)

33

3.7 Analisis Data

Data dianalisis dengan membandingkan data sifat fisik tanah pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dengan data sifat fisik tanah kebun campuran secara kualitatif.


(51)

66

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan morfologi tanah, yaitu pada lahan kebun campuran lapisan permukaan tanah lebih tebal dan warna tanah lapisan permukaan lebih gelap dibandingkan lahan ubi kayu. Sementara struktur tanah dan konsistensi tanah pada kedua lahan relatif sama.

2. Terdapat perbedaan sifat fisik tanah, yaitu pada lahan ubi kayu tingginya fraksi liat tanah, rendahnya kerapatan isi dan kekerasan tanah pada lapisan permukaan tanah, ruang pori total dan permeabilitas tanah lebih tinggi pada lapisan permukaan, pori drainase lambat lapisan permukaan dan pori air tersedia lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan kebun campuran. Pada kebun campuran, fraksi pasir lebih tinggi, fraksi debu lapisan permukaan lebih tinggi, pori drainase cepat lapisan permukaan lebih tinggi, kekerasan tanah lapisan permukaan lebih tinggi, dan kandungan C-organik tanah lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan lahan ubi kayu


(52)

PUSTAKA ACUAN

Arsyad, S. 2000. PengawetanTanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/vol5no2-05-.pdf. Badan Pusat Statistik. 2014. Tanaman Pangan; Produksi Ubi kayu di Provinsi

Lampung dan Indonesia. http://www.bps.go.id/site/resultTab.

Balitkabi. 2005.Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. 36 hlm. https://balitkabi.files.wordpress.com/vartekubikayu.pdf.

Barley, K. P., D. A. Furrell, and H. D. Kutzbach. 1965. The influence of soil strength on the penetration of loamy by plant roots. Aust. J. Soil Res. 3: 69-79. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/

Blake, G.R. 1986. Particle Density P. 377-382. In: Methods Of Soil Analiysis. Part 1. Second ed. Agron 9 Am. Soe. Of Argon. Madison, W.I.

http://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_jbdp.php?page=3

Chalil, D. 2003. Agribisnis Ubi Kayu di Propinsi Sumatera Utara. (Skripsi). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit UGM Press. Yogyakarta. De Boodt, M. 1972. Soil Physics. International Training Center for Post Graduate

in Soil Scineces. State University of Ghent, Belgia.

De Fretes, P.L, R.W. Zobel and V.A. Sneder. 1996. A Method For Studying the Effect Of Soil Aggregate Size and Density. Soil Sci. Soc. Am. J. 60: 288-290. http://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_jbdp.php.

Foth, H.D. 1978. Asas- Asas Pedologi Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Grossman, R. B., T. G., and Reinsch. 2002. Methods of Soil Analysis, Part 4-Physical Methods. Soil Sci. Soc. Amer., Inc. Madison, Wisconsin

.


(53)

Handayani, S., dan Sunarminto, B.H. 2002. Kajian Struktur Tanah Lapis Olah I. Agihan Ukuran dan Dispersitas Agregat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3(1) (2002) pp 10-17.Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. https://ml.scribd.com/doc./jurnal-struktur-tanah.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Akapress. Jakarta. Haridjaja, O., Hidayat, Y., dan Maryamah, S.L. 2010. Pengaruh Bobot Isi Tanah Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 15: 147:152.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/article/viewFile/6462/4992.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physics. Academic Press., Inc. San Diego, California.

Klute, A. 1986. Water Retention: Laboratory Methods. Methods of Soil Analysis. Part 1. Madison, Wisconsin, USA.

Kurnia, U., A. Rachman, dan A. Dariah. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Manik. K. E. S, Afandi, dan Soekarno. 1998. Karakteristik Fisika Tanah pada Perkebunan Nanas yang Diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. Jurnal Tanah Tropika. 7: 1-6 Hlm.

Mardiana. 2005. Identifikasi Morfologi dan Sifat Fisik Tanah Pada Lahan

Pertanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Monokultur dan Kebun Campuran di Desa Karang Rejo Lampung Selatan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publishers and ICRAF. Dordrecht, The Netherlands.

http://www.worldagroforestry.org/PDF/32_An_introduction_to_agroforest Narka, I W. 2003. Korelasi antara Fraksi Pasir Debu dan Liat dengan Kadar

Bahan Organik, Nitrogen dan Kadar Air Tanah Dari Beberapa Contoh Tanah di Bali. AGR.ITROP. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 22. (2) : 67-72. http://portalgaruda.org/article.php?article=143803&val=924.

Notohadiprawiro dan Suparnowo. 1978. Asas-Asas Pedologi Bagian Pertama Pedogenesis. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugroho, S.G., J. Lumbanraja, A.K. Mahi dan D. Mawardi. 1984. Laporan peneltian, studi identifikasi kemungkinan degradasi kesuburan tanah pada lahan usaha tani ubi kayu. Universitas Lampung. Bandar lampug. 35 hlm.


(54)

Nurmi, O., Arsyad, S., dan Yahya, S. 2009. Perubahan Sifat Fisik Tanah sebagai Respons Perlakuan Konservasi Vegetatif pada Pertanaman Kakao. Forum Pascasarjana. 32(1): 21-31hlm.

Purnomo. 2003. Morfologi dan Beberapa Sifat Fisik Tanah di Bawah Vegetasi Karet dan Vegetasi Campuran di Sekitar Areal Perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih. (Skripsi). Universitas Lampung. 75 hlm.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 1993. Peta Geologi Lembar Menggala. Sumatera.

Richards, L. A., and L. A. Fireman. 1943. Pressure plate apparatus for measuring moisture sorption and transmission by soils. Soil Sci. Eng. 56: 395-404. Richards, L. A. 1947. Pressure membrane apparatus, construction and use, Agric.

Soil Sci. Eng. 28: 451-454.

Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 82 hlm.

Sarief, S. 1980. Ilmu Fisika Tanah Dasar. Universitas Padjajaran. Bandung. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/hidrolitan/.../327.

Singer, M.J., and Munns, D.N. 1987. Soil an Introduction. University of California. California.

Siregar, N.A., Sumono, dan Munir, A.P. 2013. Kajian Permeabilitas Beberapa Jenis Tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala Usu Melalui Uji

Laboratorium dan Lapangan. J.Rekayasa Pangan dan Pert.. Vol.1 No. 4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44831/7/.pdf

Soedarmo, H.D., dan Djojoprawiro. 1984. Fisika Tanah Dasar. IPB Press Bogor. Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian IPB.

Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hlm. https://atmanroja.files.wordpress.com/.../11vartekubik/pdf

Triyanto. 2002. Karakterisitik Sifat Fisik dan Kima Tanah Pada Beberapa Pedon Yang Telah Diperlakukan Dengan Sistem Olah Tanah Jangka Panjang di Lahan Kering Hajimena Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas lampung. 49 hlm.

Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Penerbit IKIP Semarang. Malang.


(55)

Utomo, M. 1995. Kekerasan Tanah dan Serapan Hara Tanaman Jagung Pada Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang. Jurnal Tanah Tropika. 1: 1-7.

Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Penerbit IKIP Semarang. Malang.

Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 25 hlm

Wahyuni dan Murtilaksono. 2004. Hubungan Ketersediaan Air Tanah dan Sifat-Sifat Dasar Fisika Tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/hidrolitan/.../327 Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubi kayu

Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor. 42 hlm

Wiharso, D. 1999. Perkembangan Tanah yang Terbentuk dari Batuan Granit di daerah Lampung Selatan. Jurnal Tanah Tropika. 9:117-125.

Zurhalena dan Farni, Y. 2010. Distribusi Pori dan Permeabilitas Ultisol Pada Beberapa Umur Tanaman. Jurnal Hidrolitan., Vol 1:1:43 – 47. http://Online journal.unja.ac.id/hidrolitan/327


(1)

33

3.7 Analisis Data

Data dianalisis dengan membandingkan data sifat fisik tanah pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dengan data sifat fisik tanah kebun campuran secara kualitatif.


(2)

66

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan morfologi tanah, yaitu pada lahan kebun campuran lapisan permukaan tanah lebih tebal dan warna tanah lapisan permukaan lebih gelap dibandingkan lahan ubi kayu. Sementara struktur tanah dan konsistensi tanah pada kedua lahan relatif sama.

2. Terdapat perbedaan sifat fisik tanah, yaitu pada lahan ubi kayu tingginya fraksi liat tanah, rendahnya kerapatan isi dan kekerasan tanah pada lapisan permukaan tanah, ruang pori total dan permeabilitas tanah lebih tinggi pada lapisan permukaan, pori drainase lambat lapisan permukaan dan pori air tersedia lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan kebun campuran. Pada kebun campuran, fraksi pasir lebih tinggi, fraksi debu lapisan permukaan lebih tinggi, pori drainase cepat lapisan permukaan lebih tinggi, kekerasan tanah lapisan permukaan lebih tinggi, dan kandungan C-organik tanah lapisan pertama lebih tinggi dibandingkan lahan ubi kayu


(3)

PUSTAKA ACUAN

Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/vol5no2-05-.pdf. Badan Pusat Statistik. 2014. Tanaman Pangan; Produksi Ubi kayu di Provinsi

Lampung dan Indonesia. http://www.bps.go.id/site/resultTab.

Balitkabi. 2005.Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. 36 hlm. https://balitkabi.files.wordpress.com/vartekubikayu.pdf.

Barley, K. P., D. A. Furrell, and H. D. Kutzbach. 1965. The influence of soil strength on the penetration of loamy by plant roots. Aust. J. Soil Res. 3: 69-79. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/

Blake, G.R. 1986. Particle Density P. 377-382. In: Methods Of Soil Analiysis. Part 1. Second ed. Agron 9 Am. Soe. Of Argon. Madison, W.I.

http://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_jbdp.php?page=3

Chalil, D. 2003. Agribisnis Ubi Kayu di Propinsi Sumatera Utara. (Skripsi). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit UGM Press. Yogyakarta. De Boodt, M. 1972. Soil Physics. International Training Center for Post Graduate

in Soil Scineces. State University of Ghent, Belgia.

De Fretes, P.L, R.W. Zobel and V.A. Sneder. 1996. A Method For Studying the Effect Of Soil Aggregate Size and Density. Soil Sci. Soc. Am. J. 60: 288-290. http://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_jbdp.php.

Foth, H.D. 1978. Asas- Asas Pedologi Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Grossman, R. B., T. G., and Reinsch. 2002. Methods of Soil Analysis, Part 4-Physical Methods. Soil Sci. Soc. Amer., Inc. Madison, Wisconsin

.


(4)

Handayani, S., dan Sunarminto, B.H. 2002. Kajian Struktur Tanah Lapis Olah I. Agihan Ukuran dan Dispersitas Agregat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3(1) (2002) pp 10-17.Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. https://ml.scribd.com/doc./jurnal-struktur-tanah.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Akapress. Jakarta. Haridjaja, O., Hidayat, Y., dan Maryamah, S.L. 2010. Pengaruh Bobot Isi Tanah Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 15: 147:152.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/article/viewFile/6462/4992.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physics. Academic Press., Inc. San Diego, California.

Klute, A. 1986. Water Retention: Laboratory Methods. Methods of Soil Analysis. Part 1. Madison, Wisconsin, USA.

Kurnia, U., A. Rachman, dan A. Dariah. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Manik. K. E. S, Afandi, dan Soekarno. 1998. Karakteristik Fisika Tanah pada Perkebunan Nanas yang Diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. Jurnal Tanah Tropika. 7: 1-6 Hlm.

Mardiana. 2005. Identifikasi Morfologi dan Sifat Fisik Tanah Pada Lahan

Pertanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Monokultur dan Kebun Campuran di Desa Karang Rejo Lampung Selatan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publishers and ICRAF. Dordrecht, The Netherlands.

http://www.worldagroforestry.org/PDF/32_An_introduction_to_agroforest Narka, I W. 2003. Korelasi antara Fraksi Pasir Debu dan Liat dengan Kadar

Bahan Organik, Nitrogen dan Kadar Air Tanah Dari Beberapa Contoh Tanah di Bali. AGR.ITROP. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 22. (2) : 67-72. http://portalgaruda.org/article.php?article=143803&val=924.

Notohadiprawiro dan Suparnowo. 1978. Asas-Asas Pedologi Bagian Pertama Pedogenesis. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugroho, S.G., J. Lumbanraja, A.K. Mahi dan D. Mawardi. 1984. Laporan peneltian, studi identifikasi kemungkinan degradasi kesuburan tanah pada lahan usaha tani ubi kayu. Universitas Lampung. Bandar lampug. 35 hlm.


(5)

Nurmi, O., Arsyad, S., dan Yahya, S. 2009. Perubahan Sifat Fisik Tanah sebagai Respons Perlakuan Konservasi Vegetatif pada Pertanaman Kakao. Forum Pascasarjana. 32(1): 21-31hlm.

Purnomo. 2003. Morfologi dan Beberapa Sifat Fisik Tanah di Bawah Vegetasi Karet dan Vegetasi Campuran di Sekitar Areal Perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih. (Skripsi). Universitas Lampung. 75 hlm.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 1993. Peta Geologi Lembar Menggala. Sumatera.

Richards, L. A., and L. A. Fireman. 1943. Pressure plate apparatus for measuring moisture sorption and transmission by soils. Soil Sci. Eng. 56: 395-404. Richards, L. A. 1947. Pressure membrane apparatus, construction and use, Agric.

Soil Sci. Eng. 28: 451-454.

Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 82 hlm.

Sarief, S. 1980. Ilmu Fisika Tanah Dasar. Universitas Padjajaran. Bandung. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/hidrolitan/.../327.

Singer, M.J., and Munns, D.N. 1987. Soil an Introduction. University of California. California.

Siregar, N.A., Sumono, dan Munir, A.P. 2013. Kajian Permeabilitas Beberapa Jenis Tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala Usu Melalui Uji

Laboratorium dan Lapangan. J.Rekayasa Pangan dan Pert.. Vol.1 No. 4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44831/7/.pdf

Soedarmo, H.D., dan Djojoprawiro. 1984. Fisika Tanah Dasar. IPB Press Bogor. Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian IPB.

Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hlm. https://atmanroja.files.wordpress.com/.../11vartekubik/pdf

Triyanto. 2002. Karakterisitik Sifat Fisik dan Kima Tanah Pada Beberapa Pedon Yang Telah Diperlakukan Dengan Sistem Olah Tanah Jangka Panjang di Lahan Kering Hajimena Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas lampung. 49 hlm.

Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Penerbit IKIP Semarang. Malang.


(6)

Utomo, M. 1995. Kekerasan Tanah dan Serapan Hara Tanaman Jagung Pada Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang. Jurnal Tanah Tropika. 1: 1-7.

Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Penerbit IKIP Semarang. Malang.

Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 25 hlm

Wahyuni dan Murtilaksono. 2004. Hubungan Ketersediaan Air Tanah dan Sifat-Sifat Dasar Fisika Tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://online-journal.unja.ac.id/index.php/hidrolitan/.../327 Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubi kayu

Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor. 42 hlm

Wiharso, D. 1999. Perkembangan Tanah yang Terbentuk dari Batuan Granit di daerah Lampung Selatan. Jurnal Tanah Tropika. 9:117-125.

Zurhalena dan Farni, Y. 2010. Distribusi Pori dan Permeabilitas Ultisol Pada Beberapa Umur Tanaman. Jurnal Hidrolitan., Vol 1:1:43 – 47. http://Online journal.unja.ac.id/hidrolitan/327


Dokumen yang terkait

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crant) di Desa Petuaran Hilir Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

5 67 57

Identifikasi Dan Inventarisasi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta. CRANTZ) Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

4 73 46

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF UNTUK PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI KELOMPOK TANI ”TANI MAKMUR” DESA SINAR MULYA NATAR LAMPUNG SELATAN

0 8 3

PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI PT NUSANTARA TROPICAL FRUIT (NTF) BLOK 731 KECAMATAN LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR

0 17 57

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI KECAMATAN MARGA TIGA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 11 70

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI LAHAN KELOMPOK TANI USAHA MAJU DESA TANJUNG SENANG KECAMATAN KOTABUMI SELATAN LAMPUNG UTARA

5 23 68

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 5 42

MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

1 8 46

IDENTIFIKASI BEBERAPA SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta) MONOKULTUR DAN KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DI KALIBALANGAN, LAMPUNG UTARA

1 9 56

TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)

0 0 9