MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN

CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

IRENE ZAQYAH

Ubi kayu mudah dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas yang

bernilai ekonomi tinggi. Hal ini memicu petani membudidayakan ubi kayu secara monokultur dalam jangka waktu panjang, sedangkan olah tanah intensif dalam budidaya ubi kayu memicu terjadinya degradasi tanah. Berbeda dengan kebun campuran tidak dilakukan pengolahan tanah dan berkanopi rapat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan morfologi dan sifat kimia tanah antara lahan yang telah ditanami ubi kayu selama 35 tahun dengan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian dilaksanakan di Desa Adi Jaya

Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Agustus 2015, menggunakan metode survai. Data sifat kimia tanah dibandingkan berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2005) dan secara kualitatif

membandingkan morfologi dan sifat kimia tanah lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa solum lahan pertanaman ubi kayu berwarna lebih merah dibandingkan kebun campuran. Lapisan I lahan


(2)

pertanaman ubi kayu bertekstur lebih kasar dan berwarna lebih terang

dibandingkan kebun campuran. Secara umum lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran berstruktur relatif sama. Kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan C-organik lahan pertanaman ubi kayu terutama di lapisan I lebih rendah dibandingkan kebun campuran. Selain itu, lapisan I lahan pertanaman ubi kayu memiliki pH lebih masam dan alumunium dapat dipertukarkan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kebun campuran.


(3)

MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMANUBI KAYU (Manihot esculentaCrantz) DAN KEBUN

CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh Irene Zaqyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(4)

MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMANUBI KAYU (Manihot esculentaCrantz) DAN KEBUN

CAMPURAN DI DESA ADI JAYA, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Skripsi)

Oleh

IRENE ZAQYAH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dalam 10 Tahun Terakhir di

Kabupaten Lampung Tengah (Research and Development PT

Gunung Madu Plantation) ... 2

2. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap Persentase Partikel (a) Liat, (b) Debu, (c) Pasir ... 37

3. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap Persentase Kandungan C-Organik ... 40

4. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap pH Tanah ... 42

5. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ... 43

6. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap Kejenuha Basa ... 45

7. Grafik Hubungan Kedalaman Tanah Terhadap Al Dapat Dipetukarkan ... 46

8. Peta Geologi Skala 1:1.250.000 Daerah Penelitian ... 60

9. Kondisi Lahan Kebun Campuran ... 65

10. Kondisi Lahan Pertanamn Ubi Kayu ... 65

11. Lubang Profil Tanah pada Lahan Kebun Campuran ... 66


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 8

2.2 Morfologi Tanah ... 11

2.2.1 Warna Tanah ... 11

2.2.2 Tekstur Tanah ... 12

2.2.3 Struktur Tanah ... 13

2.2.4 Konsistensi Tanah ... 15

2.3 Sifat-Sifat Kimia Tanah ... 16

2.3.1 Bahan Organik ... 16

2.3.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 18

2.3.3 Reaksi Tanah (pH) ... 19

2.3.4 Basa-Basa Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan Basa .. 21

III. BAHAN DAN METODE ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Bahan dan Alat ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 23

3.3.1 Pra Survai ... 18

3.3.2 Pengumpulan Data di Lapangan ... 19

3.3.3 Analisis Tanah di Laboratorium ... 21


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 27

4.1.1 Letak Wilayah ... 27

4.1.2 Formasi Geologi ... 28

4.1.3 Iklim ... 28

4.1.4 Vegetasi ... 30

4.2 Morfologi Tanah ... 31

4.2.1 Warna Tanah ... 32

4.2.2 Struktur Tanah ... 35

4.2.3 Tekstur Tanah ... 36

4.2.4 Konsistensi Tanah ... 39

4.3 Sifat Kimia Tanah ... 39

4.3.1 Karbon Organik ... 39

4.3.2 Reaksi Tanah (pH) ... 41

4.3.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 42

4.3.4 Kejenuhan Basa (KB) ... 44

4.3.5 Alumunium Dapat Dipertukarkan ... 46

V. KESIMPULAN ... 48

PUSTAKA ACUAN ... 49


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan dalam 10 Tahun Terakhir di

Daerah Penelitian ... 30 2. Morfologi Tanah pada Pedon Pertanaman Ubi Kayu dan

Kebun Campuran ... 32 3. Data Hasil Pengamatan Morfologi Tanah pada Lahan Pertanaman

Ubi Kayu ... 54 4. Data Hasil Pengamatan Morfologi Tanah pada Lahan Kebun

Campuran ... 55 5. Morfologi Tanah pada Pedon Pertanaman Ubi Kayu dan Kebun

Campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Besar, Kabupaten

Lampung Tengah ... 56 6. Sifat Kimia Tanah pada Pedon Pertanaman Ubi Kayu dan Kebun

Campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar,

Kabupaten Lampung Tengah ... 57 7. Data Curah Hujan dalam 10 Tahun Terakhir di Lokasi Penelitian .. 78 8. Data Suhu Udara dalam 10 Tahun Terakhir di Lokasi Penelitian ... 59 9. Kartu Profil Tanah Lahan Pertanaman Ubi Kayu di Desa Adi Jaya,

Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah ... 61 10. Kartu Profil Tanah Lahan Kebun Campuran di Desa Adi Jaya,


(9)

(10)

Lembar Persembahan

Syukur Alhamdulillah kuucapkan padaMu Ya Allah, atas segala nikmat dan karunia yang Engkau berikan kepada hambaMu ini

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk :

Almamater kebanggaanku Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Kedua orang tuaku, Muhammad Yasin Ishak, S.KM, M.Kes dan Husna Aryani, yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran


(11)

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampungpada tanggal 18 Mei 1993, yang merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muhammad Yasin Ishak S.KM, M.Kes dan Ibu Husna Aryani.

Penulismenyelesaikanpendidikansekolahdasar di SD Kartika Jaya II-5 (Persit) Bandar Lampung pada tahun 2005,sekolahmenengahpertamadi SMPN 4 Bandar Lampung pada tahun 2008 dansekolahmenengahatas diSMAN 2 Bandar

Lampung pada tahun 2011.Pada tahun yang sama

penulisterdaftarsebagaimahasiswaJurusanAgroteknologiFakultasPertanian, Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM FP) periode 2012/2013, sebagai Staff Dinas Pendapatan. Pada tahun 2014,penulis melaksanakan PraktikUmum di PT Gunung Madu Plantation (GMP) Lampung Tengah, dan tahun 2015 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Eka Mulya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji.


(13)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.Penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ayahanda, Ibunda, dan Adikku tercinta, atas segala pengorbanan, cinta kasih, dan doa tulus yang tak pernah putus dipanjatkan.

2. Bapak Ir. Didin Wiharso, M.Si., selaku pembimbing utama atasbimbingan, saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama

melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Nur Afni Afrianti S.P, M.Sc., selaku pembimbing kedua atas bimbingan, saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi,sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M.S., selaku penguji atas ilmu, saran dan kritik membangun yang telah diberikan kepada penulis demipenyempuraan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.Si., selaku pembimbing akademik atas arahan, saran dan motivasi yang telah diberikan.


(14)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas PertanianUniversitas Lampung.

7. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi. 8. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S.,M.Agr.Sc.,selakuKetuaBidangIlmu

Tanah.

9. Para Dosen Jurusan Agroteknologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

10. Bapak Selamet yang telah mengizikan penulis untuk melaksanakan penelitian di lokasi.

11. Bela Nugraha dan Furqon Abrori Samara yang telah membantu penulis untuk analisis tanah di Institut Pertanian Bogor.

12. Seluruh teman-temah di Jurusan Agroteknologi; Breri,Dika, Diki, Eka, Genadi, Hiday, Husna, Wita, Irdi, Kemas, Mufli, Pipit, Shasa, Sherli, Adit, Uchadan Utiatas kebersamaan dan candatawa. Semoga kita semua sukses, dan silaturahmi dapat terus terjalin.

13. Java Samando, S.P., ataspengertian, perhatian, kesabaran, danmotivasi yangdiberikankepadapenulis.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis,


(15)

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubi kayu adalah komoditas yang multiguna karena dapat digunakan sebagai bahan pangan, pakan dan juga bahan industri khususnya bioetanol. Manfaat ubi kayu yang multiguna tersebut menjadikan ubi kayu sebagai salah satu komoditas yang menjanjikan secara ekonomi (Saliem dan Nuryati, 2011). Nilai ekonomi ubi kayu yang tinggi serta cara budidaya dan perawatan yang mudah mendorong banyak petani di Indonesia untuk membudidayakan ubi kayu secara monokultur dalam jangka waktu panjang.

Tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada kondisi tanah yang memiliki reaksi pH masam, kandungan senyawa Al yang tinggi dan sifat fisik tanah yang kurang baik. Kemampuan adaptasi tanaman ubi kayu yang baik tersebut mengakibatkan

tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada tanah yang tergolong marginal seperti tanah Ultisol, namun untuk menjamin tanaman ubi kayu agar berproduksi mendekati potensinya tetap diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ubi kayu (Islami, 2014).

Tanaman ubi kayu merupakan tanaman semusim dan memerlukan kondisi tanah yang gembur untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan umbinya


(17)

2

(Purwono dan Purnamawati, 2007). Hal ini mengakibatkan pengolahan tanah dalam budidaya tanaman ubi kayu dilakukan di setiap awal persiapan tanamnya. Menurut Utomo (2012), tujuan dari dilakukannya pengolahan tanah adalah untuk menciptakan kondisi tanah yang gembur, sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Persiapan lahan pertanaman ubi kayu umumnya dilakukan dengan membajak seluruh permukaan tanah minimal sebanyak dua kali untuk menciptakan kondisi tanah yang gembur. Sebelum dilakukan pembajakan terlebih dahulu dilakukan pembersihan seluruh vegetasi penutup tanah untuk memudahkan proses

pembajakan. Pengolahan tanah pada persiapan lahan pertanaman ubi kayu tersebut disebut dengan pengolahan tanah konvensional atau yang sering disebut dengan pengolahan tanah intensif.

Pengolahan tanah intensif seperti yang dilakukan pada persiapan tanam tanaman ubi kayu, serta pertumbuhan tanaman ubi kayu yang lambat pada fase awal tanam mengakibatkan tanah pada lahan pertanaman ubi kayu menjadi sering terbuka oleh paparan sinar matahari dan pukulan butir-butir air hujan (Islami, 2014), apalagi penanaman ubi kayu umumnya dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu panjang. Kondisi tersebut akan mempercepat terjadinya

perombakan bahan organik dan memicu terjadinya erosi yang merupakan penyebab degradasi tanah (Utomo, 2012). Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang tentunya laju degradasi tanah akan berjalan lebih cepat, sehingga akan menurunkan kualitas tanah.


(18)

3

Berbeda kondisi dengan kebun campuran yang penanaman vegetasi tanaman tahunannya hanya dilakukan dengan pembuatan lubang tanam, tanpa

dilakukannya pengolahan tanah. Perkembangan kebun campuran berlangsung secara alami dan penyebaran vegetasi terjadi hanya dengan bantuan angin dan air hujan. Keragaman vegetasi tanaman tahunan yang tinggi juga menciptakan kanopi yang rapat sehingga permukaan tanah lahan kebun campuran terlindung dari paparan sinar matahari dan butir-butir air hujan. Maka dari itu, lahan kebun campuran dapat dijadikan pembanding untuk melihat perbedaan morfologi dan sifat kimia tanah karena merupakan pola penggunaan lahan yang lebih konsevatif.

Pola penggunaan lahan merupakan salah satu contoh organisme yang berperan dalam faktor pembentuk tanah, dimana di dalamnya terdapat vegetasi dan aktivitas manusia yang akan mempengaruhi kualitas dan produktivitas tanah (Poerwowidodo, 1991). Maka dari itu, perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui berbedaan morfologi dan beberapa sifat kimia tanah antara pola penggunaan lahan pertanaman ubi kayu dalam jangka waktu panjang dengan kebun campuran sebagai pembandingnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan morfologi antara tanah yang telah ditanami ubi kayu selama 35 tahun dengan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.


(19)

4

2. Untuk mengetahui perbedaan sifat kimia antara tanah yang telah ditanami ubi kayu selama 35 tahun dengan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

1.3 Kerangka Pemikiran

Menurut sistem Taksonomi USDA, sebagian besar tanah di Provinsi Lampung termasuk ke dalam Ordo Ultisol (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tanah Ultisol memiliki sifat kimia antara lain kandungan C-organik rendah hingga sedang, kejenuhan basa kurang dari 35%, kapasitas tukar kation kurang dari 24 me/100 g, kejenuhan basa rendah dan pH kurang dari 5,5 (Munir, 1996). Menurut Radjit dkk. (2014), lahan kering tanah Ultisol sangat potensial untuk pengembangan ubi kayu karena tanaman ubi kayu memiliki sifat yang toleran terhadap tingginya kemasaman tanah, namun pada keadaan tanah yang marginal seperti tanah Ultisol, pengolahan tanah konvensional akan mempercepat dan menambah penurunan kualitas tanah.

Persiapan lahan pertananaman ubi kayu dilakukan dengan pengolahan tanah secara konvensional. Pembersihan seluruh permukaan tanah dari vegetasi dan mulsa mengakibatkan tanah terbuka. Pertumbuhan tanaman ubi kayu yang lambat pada awal masa tanam juga pengakibatkan tanah yang digunakan sebagai lahan pertanaman ubi kayu dalam jangka waktu panjang lebih sering terbuka oleh paparan sinar matahari dan rentan terhadap bahaya erosi (Islami, 2014).

Pada musim hujan pengolahan tanah secara intensif mengakibatkan pecahnya agregat-agregat tanah, sehingga ketika hujan laju infiltrasi akan membawa


(20)

5

partikel-partikel tanah yang halus bergerak secara vertikal bersama dengan resapan air hujan dan terakumulasi di lapisan bawah (Hakim dkk., 1986). Tanah yang terbuka juga akan lebih rentan terhadap bahaya erosi percik (splash erosion). Erosi percik mengakibatkan pecahnya struktur tanah menjadi butir-butir primer, hal ini terjadi akibat dari pukulan butir-butir air hujan yang langsung jatuh di permukaan tanah. Pukulan butir-butir air hujan ini akan memindahkan atau melemparkan komponen-komponen penyusun tanah, khususnya komponen yang sangat bermanfaat terhadap sifat kimia tanah yaitu partikel liat dan bahan organik tanah (Banuwa, 2013). Erosi percik adalah awal dari terjadinya aliran permukaan (run off) yang akan memicu terjadinya leaching dan membawa

komponen-komponen penyusun tanah yang bermanfaat seperti liat dan bahan organik berpindah dari tempat yang tinggi ke tempat lain yang lebih rendah (Utomo, 1989).

Partikel liat yang berukuran koloid merupakan situs tempat terjadinya pertukaran kation (Tan, 1991). Hilangnya partikel-partikel liat di lapisan atas lahan

pertanaman ubi kayu akibat erosi dan pergerakan liat secara vertikal akibat infiltrasi akan menurunkan kualitas sifat kimia pada lahan pertanaman ubi kayu. Hilangnya partikel liat di lapisan atas juga akan mengakibatkan lapisan atas lebih didominasi oleh partikel pasir yang berperan sangat kecil terhadap sifat-sifat kimia tanah (Hakim dkk., 1986).

Lapisan atas lahan pertanaman ubi kayu yang didominasi oleh partikel pasir akan menciptakan besarnya ruang pori tanah, ditambah lagi dengan usaha


(21)

6

ruang pori tanah yang juga akan meningkatkan aerasi di permukaan tanah. Meningkatnya aerasi dan meningkatnya suhu tanah di musim kemarau akan mengakibatkan proses oksidasi bahan organik berjalan lebih cepat, sehingga bahan organik tanah akan lebih cepat habis (Utomo, 2012). Tidak adanya aktivitas pengembalian limbah tanaman ubi kayu sebagai sumber primer bahan organik tanah juga mengakibatkan rendahnya kandungan bahan organik pada lahan pertanaman ubi kayu (Islami, 2014). Tanah yang terbuka akan terpapar sinar matahari langsung, sehingga akan meningkatnya laju evaporasi yang mengakibatkan lapisan permukaan tanah lebih cepat mengalami kekeringan (Kartasapoetra, 2010).

Bahan organik merupakan salah satu sumber koloid tanah. Koloid organik selain sebagai tempat terjerapnya kation-kation juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa (Tan, 1991). Hilangnya kandungan bahan organik akibat erosi dan proses oksidasi yang cepat pada lahan pertanaman ubi kayu akan berakibat pada reaksi-reaksi kimia yang ada di dalam tanah. Menurut Nyakpa dkk. (1988), bahan organik sebagai sumber koloid organik juga akan mempengaruhi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan kemasaman tanah.

Menurut penelitian Purwanto (2012), terbukanya lahan menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah dan intensifnya pencucian hara oleh air hujan. Hal ini mengakibatkan sebagian besar kation basa yang merupakan unsur hara essensial bagi tanaman larut serta hilang akibat leaching, sehingga akan menurunkan kejenuhan basa yang menyebabkan pH tanah lebih masam pada lahan terbuka dan kemampuan menyediakan unsur hara menurun.


(22)

7

Berbeda dengan kebun campuran yang penanaman vegetasi tanaman tahunannya hanya dilakukan dengan penggalian lubang tanam dan hampir tidak pernah

dilakukannya pengolahan tanah. Pola penggunaan lahan dengan sistem polikultur akan menciptakan keragaman jenis vegetasi yang tinggi. Menurut Brewer (1988), semakin tinggi keragaman jenis dalam suatu ekosistem akan semakin

memantapkan ekosistemnya. Keragaman jenis vegetasi tanaman tahunan yang tinggi menciptakan kanopi yang rapat sehingga permukaan tanah akan terlindungi dari paparan sinar matahari langsung. Menururt Banuwa (2013), kanopi yang rapat dan konfigurasi tajuk yang bertingkat akan melindungi permukaan tanah dari paparan sinar matahari langsung dan mengurangi besarnya energi pukulan butir-butir air hujan yang memicu erosi percikan. Dengan demikian, pola penggunaan lahan pada kebun campuran merupakan bentuk pola penggunaan lahan yang konservatif.

Perbedaan kondisi dari kedua lahan tersebut akan membedakan kedua lahan ke dalam morfologi dan sifat kimia tanah yang berbeda (Poerwowidodo, 1991). Olah tanah intensif yang dilakukan setiap musim tanam pada lahan pertanaman ubi kayu jangka panjang akan mengakibatkan penurunan kualitas tanah yang akan tercermin dari morforologi dan sifat kimia tanah jika dibandingkan dengan kebun campuran yang merupakan pola penggunaan yang lebih konservatif, sehingga morfologi dan sifat kimia pada lahan pertanaman ubi kayu akan lebih buruk dibandingkan lahan kebun campuran.


(23)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya.

Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di permukaan bumi yang telah dan akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan pada suatu periode tertentu. Pedologi memandang tanah sebagai tubuh pembentuk alam terkait dengan asal-usul, pembentukan, penyusunan, perkembangan, dan dinamikanya. Contoh hasil dari ilmu pedologi tanah adalah berupa sifat kimia dan morfologi tanah yang

digunakan untuk mengenali jenis tanah dan mengetahui kualitasnya (Poerwowidodo, 1991).

Menurut Brady (1974), tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman, tempat penopang tegak tanaman dan penyimpanan air juga udara yang dibutuhkan oleh tanaman; secara kimia tanah berperan sebagai tempat tersedia dan suplai unsur hara atau nutrisi bagi tanaman, baik dalam bentuk organik maupun anorganik; secara biologi tanah merupakan habitat bagi biota tanah yang berperan dalam penyediaan hara, zat pemacu tumbuh dan proteksi bagi tanaman. Ketiga hal


(24)

9

tersebut merupakan indikator penting produktifitas tanah yang akan menunjang produksi tanaman.

Setiap tanah memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat dari kerja faktor iklim, jasad hidup, bahan induk, relief dan waktu yang terus berevolusi (dinamis) (Buol dkk., 1973). Perbedaan kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan tersebut yang mengakibatkan setiap tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda (Poerwowidodo, 1991). Salah satu jenis aktivitas manusia pada suatu tanah adalah pola penggunaan lahan yang di dalamnya terdapat vegetasi dan aktivitas manusia. Pola penggunaan suatu lahan dapat menciptakan suatu karakteristik tanah yang berpengaruh terhadap kualitas dan produktivitas tanah. Menurut Mahi (2013), dari karakteristik tanah yang diketahui dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan tanah yang sesuai dengan potensinya untuk penggunaan lahan secara berkelanjutan.

Dalam penggunaan lahan sebagai lahan pertanaman ubi kayu, pengolahan tanah dilakukan secara intensif. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), tanah yang baik untuk pertanaman ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat juga tidak terlalu poros, kaya bahan organik, dan pH berkisar antara 4,5 hingga 8,0 dengan pH ideal 5,8. Akar tanaman ubi kayu terdiri dari 2 jenis, yaitu akar serabut dan akar yang menjadi umbi. Akar serabut digunakan untuk mengabsorbsi air dan unsur hara, sedangkan akar umbi digunakan untuk menyimpan karbohidrat dan pati (Islami, 2014).

Agar tanaman ubi kayu berproduksi mendekati potensinya, maka diperlukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ubi kayu.


(25)

10

Menurut Islami (2014), agar umbi tanaman ubi kayu dapat berkembang dengan baik, maka tanah harus diolah hingga kedalaman kurang lebih 25 m agar bersruktur gembur dan memiliki aerasi yang baik. Maka dari itu, dilakukan pengolahan tanah di setiap musim tanam dengan melakukan pembajakan minimal 2 kali. Pembajakan yang pertama dilakukan untuk membongkar agregat tanah dan pembajakan yang kedua dilakukan untuk menggemburkan tanah (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).

Menurut hasil penelitian Qurrahman dkk. (2014), lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman ubi kayu mengalami perubahan keadaan infiltrasi tanah sehingga tergolong ke dalam kategori rusak berat. Keadaan tersebut

mengakibatkan cepatnya resapan air dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Menurut Hakim dkk. (1986), resapan air hujan dapat membawa partikel liat bergerak dari horizon A ke horizon B, sehingga menyebabkan partikel liat terakumulasi di lapisan bawah.

Berbeda kondisi dengan pola penggunaan sebagai lahan kebun campuran yang merupakan sistem polikultur, yaitu menanami suatu lahan dengan berbagai macam tanaman. Keragaman vegetasi tanaman tahunan pada lahan kebun campuran akan menciptakan konfigurasi tajuk yang berlapis. Menurut Banuwa (2013), tajuk yang berlapis akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap proses erosi yang disebabkan oleh pukulan langsung butir-butir air hujan. Arsyad (2010) juga menambahkan, keragaman vegetasi yang tinggi mampu berperan dalam usaha konservasi tanah dan air melalui intersepsi air hujan dan mengurangi


(26)

11

daya pukul air hujan. Semakin beragam tingkatan tajuk dan tutupan kanopi yang rapat, maka usaha konservasi tanah dan air semakin efektif.

Penanaman vegetasi tanaman tahunan di kebun campuran hanya dilakukan dengan penggalian lubang tanam untuk penanaman bibit, tanpa dilakukannya pengolahan tanah. Perkembangan kebun campuran dan penyebaran tanamana tahunan di lahan tersebut terjadi secara alami dengan penyebaran biji oleh bantuan angin dan air hujan. Menurut Brewer (1988), hal tersebut akan mengakibatkan ekosistem kebun campuran lebih stabil dan keragaman vegetasi tanaman tahunan akan mengontrol iklim mikro di sekitar permukaan tanah

2.2 Morfologi Tanah 2.2.1 Warna Tanah

Warna tanah merupakan komposisi dari warna semua komponen-komponen penyusunnya yang terdiri dari warna matrik dan warna lain yang disebabkan oleh proses reduksi-oksidasi yaitu kongkresi, karat, dan gley. Warna tanah dapat meliputi putih, merah, coklat, kelabu, kuning, hitam, kebiruan dan kehijauan. Warna pada tanah tua merupakan indikator iklim makro ataupun mikro tempat berkembangnya tanah, sedangkan pada tanah muda mencerminkan bahan induk dari tanah tersebut. Pada kondisi tertentu warna tanah juga dijadikan indikator kesuburan atau produktivitas lahan (Hanafiah, 2004).

Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kandungan bahan organik tanah. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi akan


(27)

12

akan berwarna semakin terang. Menurut Susanto (2005), akumulasi dari bahan organik akan menciptakan warna kehitaman pada suatu tanah. Menurut Utomo (2012), olah tanah intesif contohnya dalam budidaya tanaman ubi kayu akan mengakibatkan tanah lebih sering terbuka dan meningkatnya aerasi pada tanah tersebut, sehingga proses perombakan bahan organik tanah akan berjalan lebih cepat dan akan mengakibatkan pengurasan bahan organik tanah.

Penetapan warna tanah di lapang dilakukan dengan menggunakan pedoman buku Munsel Soil Color Chart yang nilainya dinyatakan dalam tiga satuan yaitu hue, value dan chroma. Hue menujukkan warna spektrum yang dominan dan sesuai dengan panjang gelombang; value menunjukan gelap atau terangnya warna; dan chroma menujukkan kekuatan dan kemurnian warna spektrum (Biswas dan Mukhejee, 1995). Menurut Balai Penelitian Tanah (2004), pengamatan warna tanah di lapang dilakukan dalam kondisi tanah yang lembab dan terlindung dari sinar matahari langsung.

2.2.2 Tekstur Tanah

Tanah terbentuk dari pelapukan batuan yang berukuran besar dan mengalami proses penghancuran fisik sehingga menjadi partikel-partikel yang berukuran kecil (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2010). Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara 3 partikel tanah yaitu pasir, debu dan liat di dalam satu satuan massa tanah. Partikel tanah yang paling halus adalah fraksi liat dengan ukuran menurut USDA adalah < 0,002 mm, selanjutnya fraksi debu dengan ukuran 0,002−0,05 mm dan fraksi pasir dengan ukuran 0,05−2 mm (Foth, 1984).


(28)

13

Hasil penelitian Intara dkk. (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah partikel liat pada suatu tanah akan menurunkan laju evaporasi tanah, sehingga mengakibatkan tingginya kadar air dan kapasitas air tersedia pada tanah. Menurut Hilel dan Daniel (1980), hal tersebut terjadi karena semakin kecil ukuran partikel tanah akan semakin luas permukaan dan semakin kuat partikel-partikel tersebut berikatan dan memegang air.

Tekstur tanah merupakan sifat tanah yang tidak mudah berubah, sehingga tekstur tanah dapat dijadikan dasar bagi pengklasifikasian tanah (Darmawijaya, 1990). Perubahan tekstur tanah di lapisan atas biasanya terjadi akibat pergerakan partikel liat secara vertikal ke lapisan bawah. Seperti halnya pada pertanaman ubi kayu yang pada umumnya memerlukan pengolahan tanah yang intensif. Pengolahan tanah tersebut akan mengakibatkan pecahnya agregat tanah menjadi butir-butir yang lebih halus. Ketika hujan, laju infiltrasi dapat mengakibatkan partikel liat di lapisan olah bergerak secara vertikal terakumulasi di lapisan bawah dan

memperlihatkan adanya selaput liat (Hakim dkk., 1986). Hal tersebut akan

mengakibatkan lapisan atas tanah didominasi partikel pasir, sehingga menciptakan besarnya ruang pori tanah, meningkatnya daya resapan air ke lapisan di

bawahnya dan meningkatnya laju evaporasi karena daya ikat air partikel pasir yang lemah (Hilel dan Daniel, 1980).

2.2.3 Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan partikel pasir, debu, dan liat pada tanah yang tersusun sehingga membentuk agregat-agregat dan memiliki batas bidang belah


(29)

14

alami yang lemah. Satu unit struktur tanah ini disebut dengan ped. Tiga komponen penting yang berperan di dalam pembentukan struktur tanah adalah mineral liat, koloid organik, dan oksidasi besi (Hakim dkk., 1986).

Menurut hasil penelitian Pratiwi (2013), mengenai pengaruh pola penggunaan lahan terhadap kemantapan agregat tanah pada berbagai pola penggunaan lahan (lahan pertanaman kakao, kelapa sawit dan ubi kayu) menunjukkan bahwa tanah yang terbuka seperti lahan pertanaman tanaman ubi kayu memiliki kemantapan agregat yang lebih lemah dibandingkan dengan lahan yang tertutup kanopi oleh tajuk tanaman tahunan seperti kakao dan kelapa sawit. Keadaan tersebut berbanding lurus dengan tingginya kandungan bahan organik pada lahan yang tertutup kanopi rapat dan tidak dilakukannya pengolahan tanah secara intensif.

Penentuan struktur tanah di lapang dilakukan dengan mengidentifikasi komponen pengamatan tekstur tanah yang meliputi kelas struktur, ukuran struktur, dan tingkat perkembangan. Kelas struktur berkaitan dengan bentuk dan susunan agregat. Bentuk struktur tanah dibedakan menjadi lempeng, prismatik, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat, granuler, dan remah. Setiap bentuk stuktur memiliki ukuran yang dibedakan menjadi lima kelas yaitu sangat halus, halus, sedang, kasar, dan sangat kasar, sedangkan tingkat perkembangan struktur dibagi menjadi 3 kategori yaitu lemah, sedang, dan kuat (Balai Penelitian Tanah, 2004). Tingkat perkembangan struktur dikatakan lemah bila agregat tanah mudah pecah jika diberi sedikit tekanan, derajat struktur dikategorikan sedang apabila


(30)

15

dikatakan kuat apabila agregatnya mantap dan bentuknya jelas (Hilel dan Daniel, 1980).

2.2.4 Konsistensi Tanah

Konsisensi tanah adalah indikator dari derajat kohesi dan adhesi pada tanah yang selaras dengan kandungan air di antara partikel-partikel tanah dan ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh gaya-gaya dari luar. Konsistensi tanah dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah lain yaitu tekstur, kandungan air tanah dan jumlah koloid organik (Hakim dkk., 1986). Liat yang berukuran koloid dan koloid humus dari hasil perombakan bahan organik memiliki kemampuan saling mengikat antar partikel yang kuat. Banyaknya pori-pori mikro antara partikel liat juga berperan sebagai tempat tersimpannya air, sedangkan partikel pasir memiliki daya ikat antar partikel yang lemah dan pori-pori berukuran makro, sehingga tanah yang didominasi partikel pasir akan memiliki konsistensi yang lebih lepas dibandingkan tanah yang banyak mengandung liat (Hillel dan Daniel, 1980).

Salah satu cara pengamatan konsistensi tanah dapat dilihat pada keadaan tanah yang lembab. Konsistensi lembab merupakan pengamatan konsistensi tanah pada keadaan tanah berada di antara titik layu permanen dan kapasitas lapang.

Pengamatan dilakukan dengan meremas massa tanah menggunakan ibu jari dan telunjuk, serta melihat ketahanan tanah tersebut tehadap remasan. Penilaian konsistensi lembab dikategorikan menjadi enam kelas, yaitu lepas, sangat gembur,


(31)

16

gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Selain itu, konsistensi tanah juga dapat dilihat dalam keadaan kering dan basah (Balai Penelitian Tanah, 2004).

Pengolahan tanah yang intensif pada lahan pertanaman ubi kayu menyebabkan lahan terbuka dan juga mengakibatkan proses dekomposisi bahan organik berjalan lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap konsistensi tanah. Hakim, dkk. (1986) dan Hilel dan Daniel (1980) menjelaskan bahwa konsistensi tanah

dipengaruhi oleh tekstur tanah dan jumlah koloid organik tanah. Semakin tinggi kandungan liat dan koloid organik dalam tanah maka semakin tinggi pula tingkat konsistensi tanah, sehingga pengolahan tanah yang intensif dapat menyebabkan menurunnya tingkat konsistensi tanah.

2.3 Sifat-Sifat Kimia Tanah 2.3.1 Bahan Organik

Tanah yang ideal tersusun atas komponen-komponen yaitu 45% mineral, 5% bahan organik, dan 20-10% udara dan air (Yulipriyanto, 2010). Menurut Hanafiah (2004), bahan organik adalah kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah terdekomposisi baik berupa humus maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk faktor biotiknya yaitu mikroba yang terlibat.

Bahan organik terdiri dari sisa tanaman di atas permukaan tanah yang masih dapat dikenali bentuknya; sisa tanaman yang melapuk yang wujudnya tidak dapat dikenali lagi; mikroorganisme berupa flora dan fauna yang berperan dalam proses dekomposisi beserta produknya; serta humus yang merupakan hasil akhir


(32)

17

dekomposisi bahan organik (Yulipriyanto, 2010). Bahan-bahan tanaman yang masih menampakkan wujud aslinya berperan dalam pelindungan permukaan tanah sebagai mulsa. Menurut Handayanto (1998), serasah tanaman yang mengalami proses dekomposisi di dalam tanah adalah sumber primer bahan organik tanah yang selanjutnya akan menghasilkan humus.

Bahan organik yang berperan dalam proses kimia di dalam tanah adalah senyawa-senyawa organik dari jaringan tanaman antara lain karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, lignin dan humus (Tan, 1991). Walaupun proporsinya tidak lebih dari 5% di dalam tanah, namun bahan organik dapat memodifikasi sifat-sifat fisika, biologi dan kimia tanah. Manfaat bahan organik antara lain sebagai salah satu sumber unsur hara, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi, dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Oleh karena itu, menurunnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka menunjukkan tanda-tanda penurunan kesuburan tanah (Hanafiah, 2004).

Menurut Utomo (2012), terbukanya lahan pertanaman ubi kayu akibat pengolahan tanah intensif akan mengakibatkan tanah terbuka dan tingginya aerasi, sehingga proses perombakan bahan organik tanah akan berjalan lebih cepat, hal ini akan menyebakan penurunan kandungan bahan organik dalam tanah. Selain itu Ardjasa dkk. (1981) juga menjelaskan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penyebab penurunan bahan organik tanah yang mana suhu di Indonesia yang hangat juga akan menambah tingginya laju dekomposisi bahan organik sehingga bahan organik akan cepat terkuras.


(33)

18

Kandungan bahan organik di dalam tanah dapat diketahui dengan menganalisis kandungan C-organik pada contoh tanah. Salah satu metode yang mampu mengoksidasi rata-rata hingga 70 % bahan organik adalah metode Walkley and Black. Dari persentase kandungan C-organik dapat diketahui kandungan bahan organik tanah dengan mengalikan persentase C-organik dengan 100/58 yang merupakan faktor Van Bemmelen (Balai Penelitian Tanah, 2005).

2.3.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation tanah adalah kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation. Kapasitas tukar kation total adalah jumlah muatan negatif tanah dari permukaan koloid tanah yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Kapasitas tukar kation dinyatakan dalam miliekuivalen per 100 gram tanah (Tan, 1991).

Koloid tanah terdiri dari koloid anorganik dan kolid organik. Koloid anorganik adalah partikel liat yang berukuran 0,001 mm atau 1 µm, sedangkan koloid organik berasal dari dekomposisi bahan organik yang mulai stabil yaitu humus. Koloid liat bersifat mantap sedangkan koloid humus bersifat dinamis dapat

berubah (Hakim dkk., 1986). Pertukaran kation terjadi pada koloid liat dan koloid humus yang memiliki muatan negatif tersebut, sehingga tekstur tanah (jumlah liat), jenis mineral liat, dan kandungan bahan organik akan mempengaruhi kapasitas tukar kation suatu tanah

Menurut Utomo (2012) dan Purwanto (2012), pengolahan tanah intensif seperti pada lahan pertanaman ubi kayu, akan menyebabkan terbukanya lahan dan


(34)

19

penurunan kandungan bahan organik tanah. Penurunan kandungan bahan organik tanah ini akan berdampak pada penurunan kandungan humus tanah yang pada akhirnya juga akan berdampak pada penurunan nilai KTK tanah. Koloid humus mempunyai KTK paling besar dibandingkan dengan koloid liat. Koloid humus selain berfungsi sebagai tempat jerapan kation-kation, juga berperan sebagai sumber pembebasan unsur hara yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Tan, 1991).

2.3.3 Reaksi Tanah (pH)

Dalam sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi tanaman. Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah, diantaranya adalah keberadaan salah satunya asam sulfur dan asam nitrit sebagai komponen alami dari air hujan (Foth, 1984). Terdapat dua jenis kemasaman tanah, yaitu

kemasaman potensial dan kemasaman aktif. Kemasaman potensial adalah kemasaman yang berasal dari ion-ion H+ yang terjerap oleh kompleks liat yang dapat dipertukarkan dan menyebabkan terbentuknya kemasaman potensial, sedangkan ion H+ yang dapat dipertukarkan berdisosiasi menjadi ion H+ bebas yang merupakan sumber kemasaman aktif. Kemasaman aktif inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan, 1991).

Reaksi tanah (pH) dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Kondisi pH tanah optimum untuk ketersediaan unsur hara adalah sekitar 6,0−7,0. Pada pH kisaran 7 semua unsur hara makro dapat tersedia secara maksimum dan unsur hara mikro


(35)

20

tersedia tidak maksimum. Unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga pada pH kisaran 7,0 akan menghindari toksisitas. Pada reaksi tanah (pH) di bawah 6,5 akan terjadi defisiensi P, Ca, Mg dan toksisitas B, Mn, Cu dan Fe. Sementara itu pada pH 7,5 akan terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg dan toksisitas B juga Mo (Hanafiah, 2004).

Koloid humus selain sebagai tempat terjerapnya kation-kation juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa (Tan, 1991). Hilangnya kandungan bahan organik akibat erosi dan proses oksidasi yang cepat pada lahan pertanaman ubi kayu akan berakibat pada reaksi-reaksi kimia yang ada di dalam tanah. Menurut Nyakpa dkk. (1988), bahan organik sebagai sumber koloid organik akan mempengaruhi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan kemasaman tanah.

Kejenuhan basa juga sangat erat kaitannya dengan pH tanah, semakin tinggi kejenuhan basa artinya tanah didominasi oleh kation basa dan semakin sedikit jumlah kation-kation masam. Koloid humus dari hasil dekomposisi bahan organik juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa yang akan meningkatkan pH tanah (Tan, 1991). Menurut penelitian Purwanto (2012), terbukanya lahan menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah dan intensifnya pencucian hara oleh air hujan. Hal ini mengakibatkan leaching kation-kation basa, sehingga akan menurunkan kejenuhan basa yang menyebabkan pH tanah menurun.


(36)

21

2.3.4 Basa-Basa Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan Basa

Basa-basa yang dapat dipertukarkan, kejenuhan basa, KTK dan pH tanah saling berhubungan. Basa-basa yang dapat dipertukarkan adalah total kation-kation basa dari ion Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+, sedangkan kejenuhan basa adalah jumlah basa-basa tersebut per kapasitas tukar kation tanah dan dinyatakan dalam satuan persen. Jika kejenuhan basa tinggi maka pH tanah tinggi, karena jika kejenuhan basa rendah berarti banyak terdapat kation-kation masam yang terjerap kuat di koloid tanah (Nyakpa dkk., 1988).

Pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi, koloid tanah akan lebih banyak didominasi oleh ion H+, sedangkan kation-kation basa terjerap lemah dan berada pada larutan bebas (Hakim dkk., 1986). Ardjasa dkk. (1981) menambahkan, tingginya curah hujan mengakibatkan kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan semakin rendah karena proses pencucian berjalan intesif. Pada lahan yang sering terbuka, seperti pada lahan pertanaman ubi kayu, juga akan menambah pemicu terjadinya leaching. Hal ini akan dapat menyebabkan penurunan kandungan kation basa di dalam tanah.


(37)

22

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengahpadabulan Agustus 2015. Secara

geografis,profil tanah lahan pertanaman ubi kayu terletak pada koordinat 4º58’20” LS dan 105º11’55” BTdenganelevasi68 mdi atas permukaan laut, sedangkan profil tanahlahan kebun campuran terletak pada koordinat 4º56’15” LS dan 105º11’56” BTdenganelevasi61 mdi atas permukaan laut. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Universitas Lampung dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah terganggu, air dan bahan-bahan penetapan sifat-sifat tanah di laboratorium.Alat yang digunakan adalah meteran, GPS, Altimeter, Klinometer, bor tanah, skop, cangkul, kaca pembesar, pisau pandu, gunting, kantongplastik, spidol permanen, label, karet, Buku Munsell Soil Color Chart, buku panduan pengamatan tanah tanah(Balai Penelitian Tanah,


(38)

23

2004),formulir profil tanah, alat tulis, kamera dan alat-alat penetapan sifat-sifat tanah di laboratorium.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survai dengan tahap-tahap sebagai berikut :

3.3.1 Pra Survai

Luas keseluruh lahan pertanaman ubi kayu di Desa Adi Jaya adalah seluas 179 ha, sedangkan sampel lahan yang dijadikan objek penelitian seluas 11 ha yang

ditentukan dengan melihat keadaan topografi yang relatif datar danpola penggunaan lahan yang sesuai dengan kondisi yang telah di tentukan.

Pengumpulan data pola penggunaan lahan dilakukan dengan wawancara langsung kepada pemilik lahan meliputi sejarah penggunaan lahan, teknik pengolahan tanah dan pemupukan. Selanjutnya dilakukan penentuan lahan kebun campuran sebagai pembandingnya dengan kriteria berada di sekitar lokasi pertanaman ubi kayu dan memiliki topografi yang relatif sama.

Setelah itu dilakukan pengumpulan data iklim berupa data curah hujan dan suhu udara daerah penelitian. Pengumpulan data batuan induk juga dilakukan dengan melihat peta geologi daerah tempat penelitian dan memastikan lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran yang akan digunakan memiliki formasi geologi yang sama sehingga keduanyamemiliki persamaan proses pedogenik dan hanya berbeda pada pola penggunaan lahannya saja. Dengan proses pedogenik yang


(39)

24

sama dan hanya berbeda pada pola penggunaan lahan, maka kedua lahan tersebut dapat dibandingkan morfologi dan sifat kimia akibat perbedaan pola penggunaan lahan.

Setelah didapatkan lahan yang sesuai dan kedua lahan tersebut dinyatakan berada pada kondisi yang relatif sama, selanjutnya dilakukan pengeboran sebanyaklima titik di lahan yang akan dibuat profil untuk mengetahui keseragaman sifat tanahnya (Mahi, 2013). Setelah tanah tersebut dinyatakan homogen, maka dilanjutkan dengan pembuatan satu buah profil tanah di tengah polipedon (Rayes, 2006). Profil tanah dibuat pada masing-masing lahan dengan ukuran 150 x 100 x 180 cm.

3.3.2Pengumpulan Data di Lapangan

Pengumpulan data di lapang dilakukan dengan pengamatan profil tanahdan kondisi lingkungan. Deskripsi profil tanah dilakukan dengan mengamati dan mencatat morfologi tanahserta kondisi lingkungan pada formulir profil

tanah(Mahi, 2013).Pengamatan morfologi tanah di lapang dilakukan berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2004).

Penampang profil tanah yang diamati adalah penampang yang mendapat

pencahayaan cukup, namun tidak terpapar sinar matahari langsung dan juga tidak ternaungi. Pengamatan dilakukan pada pagi hari, namun tidak terlalu pagi atau sore ketika sinar matahari masih lemah (Rayes, 2006). Sebelum pengamatan profil tanah, penampang tanah dibasahi hingga berada dalam kondisi lembab. Pembuatan garis batas perbedaan warna mengunakan pisau pandu sehingga


(40)

25

terlihat batas perbedaan warna lapisan-lapisan tanah. Setelah itu mengamati dan mencatat morfologi tanah beserta kondisi lingkungan di formulir profil tanah.

Lapisan tanah diukur ketebalannya beserta batas topografi dan batas kejelasan warna lapisan tanah. Setiap lapisan diamati warna matriknya menggunakan Buku Munsell Soil Color Chart. Selain warna matrik, dilakukanpengamatanwarna lain seperti warna gley, karat, dan kongkresi. Pengamatan proporsi dan ukuran kongkresi serta karat yang dominan pada setiap lapisan tanah.Setelah

itudilakukanpengambilanmassa tanah dan diberikan sedikit remasan untuk melihat struktur tanah.Agregat yang diamati adalah agregat yang bentuknya paling

dominan. Selanjutnya dilakukan pengamatan konsistensi pada keadaan lembab dengan membasahi massa tanah menggunakan air hingga keadaan lembab dan meremas massa tanah menggunakan ibu jari dan telunjuk. Pengamatan tekstur tanah juga dilakukan dengan membasahi massa tanah dengan air hingga keadaan lembab dan memijat massa tanah menggunakan ibu jari dan telunjuk sambil memperhatikan rasa kasar, licin dan lekat.

Setelah itu dilakukan pengambilan sampel tanah pada setiap lapisan di masing-masing profil tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah terganggu secukupnya untuk analisis sifat kimia dan tekstur tanah di laboratorium.

3.3.3 Analisis Tanah di Laboratorium

Sebelum dilakukan analisis tanah, contoh tanah terganggu dikeringudarakan selama 4 x 24 jam. Kemudian tanah tersebut ditumbuk dan diayak menggunakan


(41)

26

ayakan 2 mm. Tanah yang lolos ayakan 2 mm digunakan untuk analisis kimia dan tekstur tanah.

Analisis sifat kimia tanah yang dilakukan adalah pH (pH meter), C-organik (Walkley and Black), kapasitas tukar kation (NH4Oac 1 N pH 7), basa-basa dapat dipertukarkan(NH4Oac 1 N pH 7), kejenuhan basa dan Al-dd (KCl 1 N). Selain melakukan penetapan kelas tekstur menurut perasaan di lapang, tekstur tanah juga di analisis di laboraturium menggunakan Metode Pipet untuk mendapatkan data proporsi pasir, debu dan liat.

3.3.4 Analisis Data

Data hasil analisis sifat kimia tanah di laboratorium berupa pH , C-organik, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan Al-dddibandingkan berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2005). Data morfologi tanah lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran berupa warna, struktur, tekstur dan konsistensi, serta sifat kimia tanahberupa pH , C-organik, KTK, kejenuhan basa dan Al-dd dibandingkan secara kualitatif.


(42)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Lahan pertanaman ubi kayu memiliki solum dengan warna lebih merah (hue 7,5 YR) dibandingkan solum kebun campuran (hue 10 YR). Lapisan I lahan pertanaman ubi kayu memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih terang dibandingkan dengan lapisan I lahan kebun campuran dan secara umum sruktur tanah lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran relatif sama.

2. Lahan pertanaman ubi kayu terutama pada lapisan I memiliki kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan C-organik yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan kebun campuran. Selain itu, lapisan I lahan pertanaman ubi kayu memiliki pH yang lebih masam dan alumunium dapat dipertukarkan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kebun campuran.


(43)

49

PUSTAKA ACUAN

Ardajasa, W.S., I.G. Ismail dan S. Efendi. 1981. The Aplication of Downpon M on Alang-Alang. APWSS conferense. Bangalore. India. 22-29 November 1981.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Serial Pustaka IPB Press. Bogor.496 hlm.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Badan Penelitin dan Pengembangan Pertanian. 20 hlm.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 140 hlm.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian. Bogor. 136 hlm.

Banuwa, I.S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta. 204 hlm. Biswas, T.D dan S.K. Mukherjee. 1995. Soil Science. Edisi Kedua. Tata

Mcgraw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 433 hlm.

Buol, S.W., F.D. Hole., dan R.J. McCraken. 1973. Soil Genesis and Clasification. Edisi Kedua. The Iowa State University Press. 405 hlm.

Burhan, G., W. Gunawan, dan Y. Noya. 1993. Pemetaan Geologi Lembar Menggala Kabupaten Tulang Bawang, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Brady, N.C. 1974. The Nature and Poperties of Soils. Eighth Edition. Collier Macmillan Publisher. London. 639 hlm.

Brewer, R. 1988. The Science Of Ecology. W.B Saunders Company. Philadelphia.


(44)

50

Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 411 hlm.

Foth, H.D. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah; Edisi ketujuh. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm.

Hakim, H., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas

Lampung. Bandarlampung. 488 hlm.

Hanafiah, K.A. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm.

Handayanto, E.Y. 1998. Pengelolaan Kesuburan Tanah Secara Biologi untuk Menuju Sistem Pertanian Sutainable. Habitat. Vol 10 (104): 1-7.

Handoko, E.Y. 2005. Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada Lahan Pertanaman Ubi Kayu (Manihot escuenta Crantz) dan Kebun Campuran (Mixed Cropping) Di Desa Sidokerto Kecamatan Bumi Ratu Nuban Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 49 Hlm. Hillel dan Daniel. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press.

New York. 413 hlm.

Intara, Y.I., A. Sapei, Erizal, N. Sembiring, dan M.H.B. Djoefrie. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik pada Tanah Liat dan Lempung Berliat

Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 16 (9): 130-135.

Islami, T. 2014. Ubi Kayu; Tinjauan Aspek Ekofisiologi serta Upaya Peningkatan dan Keberlanjutan Hasil Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. 100 hlm.

Kartasapoetra, A.G. 2010. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. 194 hlm.

Kartasapoetra, A.Gdan M.M Sutedjo. 1987. Teknologi konservasi tanah dan air. Bina Aksara. Jakarta. 189 hlm.

Mahi, A.K. 2013. Survei Tanah, Evaluasi, dan Perencanaan Penggunaan Lahan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandarlampung. 218 hlm.

Munir, M. 1996. Tanah Ultisol; Tanah Ultisol di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amroh, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung.


(45)

51

Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah; Proses Genesa dan Morfologi. Rajawali Pers. Jakarta. 174 hlm.

Purwanto, M.E. 2012. Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah Akibat Keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 48 hlm.

Purwono, H. dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 138 hlm.

Prasetyo, B.H dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering

Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 25 (2): 39-47.

Pratiwi, S.A. 2013. Pengaruh Faktor Pembentuk Agregat Tanah Terhadap Kemantapan Agregat Tanah Latosol Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 38 hlm

Qurrahman, B.F.T., A. Suriadikusuma, R. Haryanto. 2014. Analisis Potensi Kerusakan Tanah Untuk Produksi Ubi Kayu (Manihot Esculenta) pada Lahan Kering di Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.Jurnal Agro. Vol 1 (1): 23-32.

Radjit. B.S., Y. Widodo, N. Saleh, Dan N. Prasetiaswati. 2014. Teknologi Untuk

Meningkatkan Produktivitas danKeuntungan Usahatani Ubikayu Di Lahan

Kering Ultisol. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan. Vol. 9 (1); 52-62.

Rayes, M.L. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapang. Unit Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 131 hlm.

Research and Development PT Gunung Madu Plantations. 2014. Data Pengamatan Klimatologi Harian PT GMP. Lampung Tengah.

Rosmarkam, A. dan N.A. Yuwono. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.

Sabaruddin, H.L. 2012. Agroklimatologi; Aspek-Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya Tanaman. Alfabeta. Bandung. 188 hlm.

Saliem, H.P. dan S. Nuryati. 2011. Perspektif Ekonomi Global Kedelai dan Ubi Kayu Mendukung Swasembada. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kementerian Pertanian. 19 hlm.

Sarief, S.E. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Schjonning, P.L., J. Munkholm, S. Elmholt, danJ.E. Olesen. 2007. Organic Matter and Soil Tilth in Arable Farming; Management Makes a Difference


(46)

52

Within 5-6 Years. Agriculture Ecosystems and Environment. Vol 122(19):157-172.

Susanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah; Konsep dan Kenyataan. Kanisius. Yogyakarta. 208 hlm.

Sutedjo, M.M., dan A.G. Kartasapoetra, 2010. Pengantar Ilmu Tanah;

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hlm.

Tan, K.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Diterjemahkan oleh D.H. Goenadi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 295 hlm.

Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandarlampung. 106 hlm.

Utomo, W. H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; Suatu Rekaman dan Analisa. CV Rajawali. Jakarta. 176 hlm.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 255 hlm.


(1)

26 ayakan 2 mm. Tanah yang lolos ayakan 2 mm digunakan untuk analisis kimia dan tekstur tanah.

Analisis sifat kimia tanah yang dilakukan adalah pH (pH meter), C-organik (Walkley and Black), kapasitas tukar kation (NH4Oac 1 N pH 7), basa-basa dapat dipertukarkan(NH4Oac 1 N pH 7), kejenuhan basa dan Al-dd (KCl 1 N). Selain melakukan penetapan kelas tekstur menurut perasaan di lapang, tekstur tanah juga di analisis di laboraturium menggunakan Metode Pipet untuk mendapatkan data proporsi pasir, debu dan liat.

3.3.4 Analisis Data

Data hasil analisis sifat kimia tanah di laboratorium berupa pH , C-organik, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan Al-dddibandingkan berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2005). Data morfologi tanah lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran berupa warna, struktur, tekstur dan konsistensi, serta sifat kimia tanahberupa pH , C-organik, KTK, kejenuhan basa dan Al-dd dibandingkan secara kualitatif.


(2)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Lahan pertanaman ubi kayu memiliki solum dengan warna lebih merah (hue 7,5 YR) dibandingkan solum kebun campuran (hue 10 YR). Lapisan I lahan pertanaman ubi kayu memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih terang dibandingkan dengan lapisan I lahan kebun campuran dan secara umum sruktur tanah lahan pertanaman ubi kayu dan kebun campuran relatif sama.

2. Lahan pertanaman ubi kayu terutama pada lapisan I memiliki kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan C-organik yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan kebun campuran. Selain itu, lapisan I lahan pertanaman ubi kayu memiliki pH yang lebih masam dan alumunium dapat dipertukarkan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kebun campuran.


(3)

49

PUSTAKA ACUAN

Ardajasa, W.S., I.G. Ismail dan S. Efendi. 1981. The Aplication of Downpon M on Alang-Alang. APWSS conferense. Bangalore. India. 22-29 November 1981.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Serial Pustaka IPB Press. Bogor.496 hlm.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Badan Penelitin dan Pengembangan Pertanian. 20 hlm.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 140 hlm.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Departemen Pertanian. Bogor. 136 hlm.

Banuwa, I.S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta. 204 hlm. Biswas, T.D dan S.K. Mukherjee. 1995. Soil Science. Edisi Kedua. Tata

Mcgraw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 433 hlm.

Buol, S.W., F.D. Hole., dan R.J. McCraken. 1973. Soil Genesis and Clasification. Edisi Kedua. The Iowa State University Press. 405 hlm.

Burhan, G., W. Gunawan, dan Y. Noya. 1993. Pemetaan Geologi Lembar Menggala Kabupaten Tulang Bawang, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Brady, N.C. 1974. The Nature and Poperties of Soils. Eighth Edition. Collier Macmillan Publisher. London. 639 hlm.

Brewer, R. 1988. The Science Of Ecology. W.B Saunders Company. Philadelphia.


(4)

Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 411 hlm.

Foth, H.D. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah; Edisi ketujuh. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm.

Hakim, H., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas

Lampung. Bandarlampung. 488 hlm.

Hanafiah, K.A. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm.

Handayanto, E.Y. 1998. Pengelolaan Kesuburan Tanah Secara Biologi untuk Menuju Sistem Pertanian Sutainable. Habitat. Vol 10 (104): 1-7.

Handoko, E.Y. 2005. Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada Lahan Pertanaman Ubi Kayu (Manihot escuenta Crantz) dan Kebun Campuran (Mixed Cropping) Di Desa Sidokerto Kecamatan Bumi Ratu Nuban Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 49 Hlm. Hillel dan Daniel. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press.

New York. 413 hlm.

Intara, Y.I., A. Sapei, Erizal, N. Sembiring, dan M.H.B. Djoefrie. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik pada Tanah Liat dan Lempung Berliat

Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 16 (9): 130-135.

Islami, T. 2014. Ubi Kayu; Tinjauan Aspek Ekofisiologi serta Upaya Peningkatan dan Keberlanjutan Hasil Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. 100 hlm.

Kartasapoetra, A.G. 2010. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. 194 hlm.

Kartasapoetra, A.Gdan M.M Sutedjo. 1987. Teknologi konservasi tanah dan air. Bina Aksara. Jakarta. 189 hlm.

Mahi, A.K. 2013. Survei Tanah, Evaluasi, dan Perencanaan Penggunaan Lahan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandarlampung. 218 hlm.

Munir, M. 1996. Tanah Ultisol; Tanah Ultisol di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amroh, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung.


(5)

51

Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah; Proses Genesa dan Morfologi. Rajawali Pers. Jakarta. 174 hlm.

Purwanto, M.E. 2012. Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah Akibat Keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 48 hlm.

Purwono, H. dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 138 hlm.

Prasetyo, B.H dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 25 (2): 39-47.

Pratiwi, S.A. 2013. Pengaruh Faktor Pembentuk Agregat Tanah Terhadap Kemantapan Agregat Tanah Latosol Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 38 hlm

Qurrahman, B.F.T., A. Suriadikusuma, R. Haryanto. 2014. Analisis Potensi Kerusakan Tanah Untuk Produksi Ubi Kayu (Manihot Esculenta) pada Lahan Kering di Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.Jurnal Agro. Vol 1 (1): 23-32.

Radjit. B.S., Y. Widodo, N. Saleh, Dan N. Prasetiaswati. 2014. Teknologi Untuk Meningkatkan Produktivitas danKeuntungan Usahatani Ubikayu Di Lahan Kering Ultisol. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan. Vol. 9 (1); 52-62.

Rayes, M.L. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapang. Unit Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 131 hlm.

Research and Development PT Gunung Madu Plantations. 2014. Data Pengamatan Klimatologi Harian PT GMP. Lampung Tengah.

Rosmarkam, A. dan N.A. Yuwono. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.

Sabaruddin, H.L. 2012. Agroklimatologi; Aspek-Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya Tanaman. Alfabeta. Bandung. 188 hlm.

Saliem, H.P. dan S. Nuryati. 2011. Perspektif Ekonomi Global Kedelai dan Ubi Kayu Mendukung Swasembada. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kementerian Pertanian. 19 hlm.

Sarief, S.E. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Schjonning, P.L., J. Munkholm, S. Elmholt, danJ.E. Olesen. 2007. Organic Matter and Soil Tilth in Arable Farming; Management Makes a Difference


(6)

Within 5-6 Years. Agriculture Ecosystems and Environment. Vol 122(19):157-172.

Susanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah; Konsep dan Kenyataan. Kanisius. Yogyakarta. 208 hlm.

Sutedjo, M.M., dan A.G. Kartasapoetra, 2010. Pengantar Ilmu Tanah;

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hlm.

Tan, K.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Diterjemahkan oleh D.H. Goenadi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 295 hlm.

Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandarlampung. 106 hlm.

Utomo, W. H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; Suatu Rekaman dan Analisa. CV Rajawali. Jakarta. 176 hlm.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 255 hlm.


Dokumen yang terkait

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crant) di Desa Petuaran Hilir Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

5 67 57

Identifikasi Dan Inventarisasi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta. CRANTZ) Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

4 73 46

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF UNTUK PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI KELOMPOK TANI ”TANI MAKMUR” DESA SINAR MULYA NATAR LAMPUNG SELATAN

0 8 3

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI LAHAN KELOMPOK TANI USAHA MAJU DESA TANJUNG SENANG KECAMATAN KOTABUMI SELATAN LAMPUNG UTARA

5 23 68

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 5 42

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) MONOKULTUR DAN KEBUN CAMPURAN DI DESA SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

5 34 55

IDENTIFIKASI BEBERAPA SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta) MONOKULTUR DAN KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DI KALIBALANGAN, LAMPUNG UTARA

1 9 56

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA TANAH ULTISOLS DI PERTANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 6 51

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Dan Keripik Beberapa Genotipe Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan

0 3 58

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI DESA ADI JAYA KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 0 16