TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA
SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN
SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(Skripsi)

Oleh
NI KETUT RIA WANTINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .......................................................................................................
HALAMAN JUDUL ......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
HALAMAN MOTO ........................................................................................
SANWACANA ................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................

i
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................
1.5 Ruang Lingkup .......................................................................................

1
5
5
5
6

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Peristiwa Tutur .......................................................................................
2.2 Tuturan ....................................................................................................
2.3 Jenis-Jenis Tuturan ..................................................................................
2.3.1 Tindak Lokusi ................................................................................
2.3.2 Tuturan Ilokusi ...............................................................................
2.3.3 Tindak Direktif ...............................................................................
2.3.4 Tuturan Langsung dan Tidak Langsung ........................................
2.3.5 Modus Tuturan ...............................................................................
2.3.6 Tindak Perlokusi ............................................................................
2.4 Konteks ...................................................................................................

2.4.1 Pengertian Konteks ........................................................................
2.4.2 Jenis Konteks .................................................................................
2.4.3 Pendayaan Konteks dalam Tindak Tutur .......................................
2.5 Prinsip-Prinsip Percakapan .....................................................................
2.5.1 Prinsip Kerja Sama ........................................................................
2.5.2 Prinsip Sopan Santun .....................................................................
2.6 Pembelajaran Bahasa di PAUD ..............................................................

7
7
8
8
9
13
17
22
23
24
24
25

25
27
27
30
31

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .....................................................................................
3.2 Sumber Data ............................................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................
3.4 Teknik Analisis Data ..............................................................................

33
33
34
34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Penelitian............................................................ 39
4.1.1 Bentuk Tuturan Bertanya ............................................................... 40

4.1.1.1 Tuturan Langsung ....................................................................... 40
4.1.1.2 Tuturan Tidak Langsung ............................................................. 57
4.1.2 Implikasi pada Pembelajaran Bahasa
di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)....................................... 71
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................. 76
5.2 Saran ........................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

MOTO

Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat
Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa
bertahan dalam hidup.
(John Pattrick).
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan
mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan
berikutnya tanpa kehilangan semangat.
(Winston Chuchill).


PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang telah diberikan
Tuhan Yang Maha Esa, penulis mempersembahkan karya tulis ini kepada orangorang terkasih berikut ini:
1. Ayahanda tercinta I Made Suryana dan Ibunda Tersayang Ni Ketut Karci dengan
segala limpahan kasih sayang, doa, dorongan, motivasi, dan pengorbanan yang
tidak akan mungkin terbalas.
2. Kakaku Ni Komang Maryuti, Adikku I Wayan Ardana Putra, yang telah memberi
doa, dukungan , motivasi dan kasih sayang yang tiada henti.
3. Keluarga besarku, atas motivasi yang telah diberikan dan doa yang selalu terucap
untuk keberhasilanku.
4. Sahabat suka dukaku, NurAisah, Reka Umami, Wayan Budi, Suryo Pranoto, Roni
Afrian Pane, Reti dan Tiwi, yang telah memberikan semangat untuk kesuksesanku.
5. Teman-teman Kosku, Mbak leli, Tia, Winda, Elmina, Ulva, kiki, Indri, Pak
mamad, Tante, Adel dan Vita, yang selalu member dukungan , doa dan motivasi
untuk keberhasilanku.
6. Teman-teman dari angkatan 2007, 2008, 2009 yang juga terus mendoakan
keberhasilanku.
7. Seseorang yang semoga kelak ditakdirkan menjadi pendamping dalam hidupku.

8. Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila.
9. Almamater tercinta Universitas lampung.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siak pada 27 November 1988. Penulis adalah anak kedua dari
tiga bersaudara pasangan Bapak I Made Suryana dan Ibu Ni Ketut Karci.
Jenjang akademik penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan diSekolah
Dasar (SD) Negeri 040 Lubuk Dalam pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2001,
kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1
Kerinci Kanan pada tahun 2002 dan selesai pada tahun 2003. Memasuki jenjang
berikutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 1 Sidomulyo dan selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2008, Penulis diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah, jurusan Pendidikan dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung melalui Ujian Mandiri (UM).
Penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 1 Bahuga
Mesir Ilir pada Tahun 2011.


SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tuturan Bertanya
Siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah Di Lingkungan Sekolah
Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Tahun Pelajaran
2013/2014”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima
bantuan ,bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd., selaku Pembimbing I yang selama ini telah
banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran
kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini;
2. Eka Sofia Agustina, S.Pd.,M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah banyak
membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan, dan
member nasihat kepada penulis;
3. Dr. Mulyanto Widodo, M. Hum., selaku Penguji Utama yang telah memberikan nasihat, arahan, saran dan motivasi kepada penulis;

4. Eka Sofia Agustina, S.Pd.,M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan dukungan, pengarahan, nasihat, bantuan dan saran-

saran dari mulai pengajuan judul, penyusunan proposal hingga skripsi ini
selesai dengan penuh kesabaran;
5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama
menempuh studi di Universitas Lampung;
6. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang telah member penulis ilmu yang bermanfaat;
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta (I Made Suryana dan Ni Ketut Karci), yang
selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun
material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;
9. Kakakku, Ni Komang Maryuti, dan Adikku, I Wayan Ardana Putra,
Keponakanku tersayang, Wayan Nopreya, Made Fabrio yang selalu
memberikan semangat kepada penulis;
10. Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusan dengan memberikan
dorongan, semangat, dan doa kepada penulis;

11. Sahabat-sahabatku tercinta: NurAisah, Prans Doy, Roni Afrian, Reka Umami,
Mbak Budi, Rida;
12. Teman-teman Kosku: Mbk leli, Tia, Elmina, Winda, Ulva, Indri, Kiki, Pak
Mamad,Tante, Vita, Adel dan Nia, yang selalu member dukungan , doa dan
motivasi untuk keberhasilanku.

13. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Daerah angkatan 2008, terimakasih atas persahabatan, doa serta kebersamaan
yang telah teman-teman berikan;
14. Kakak dan adik tingkat, terimakasih atas dukungan, persahabatan dan
kebersamaan yang telah kalian berikan;
15. Sahabat-sahabat PPL seperjuanganku yang senantiasa berjuang bersama dan
takhenti-hentinya member semangat dan kebersamaannya selama ini;
16. Seseorang yang semoga kelak ditakdirkan menjadi pendamping dalam
hidupku yang senantiasa mendoakan dan memotivasi untuk keberhasilanku;
17. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian studi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, penulis hanya dapat menyampaikan ucapan
terimakasih sedalam-dalamnya;
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah dan rahmat-Nya serta membalas
kebaikan kita semua. Akhir kata dengan penuh harapan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberikan kekuatan kepada kita
semua, swaha.

Bandar Lampung,

2014

Penulis

Ni Ketut Ria Wantini

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa ada-lah
salah satu identitas sebuah bangsa. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang
dipergunakan

oleh

masyarakat

untuk

bekerja

mengekspresikan diri dalam budaya bermasyarakat.

sama,

berinteraksi,

dan

Dilihat dari sudut penutur,

bahasa berfungsi personal atau pribadi (fungsi emotif). Si penutur menyatakan sikap
terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi
lewat bahasa, melainkan juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan
tuturannya. Dalam hal ini Chaer (2004:15) mengemukakan bahwa pendengar juga
dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.
Jika dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, salah satu fungsi bahasa yakni
berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa tidak hanya
membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan
yang diinginkan si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan
menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, imbauan, permintaan,
pertanyaan, maupun rayuan. Jika dikaitkan antara penutur dan lawan tutur akan

2

terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya
merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk
mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut isi pembicaraan.
Usia empat sampai enam tahun merupakan masa peka bagi anak. Masa peka ialah
masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulus yang diberikan oleh lingkungan hal ini ditegaskan oleh kurikulum TK
(2006:2). Pada masa peka anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya
perkembangan seluruh potensi anak. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan
dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Lenneberg
dalam Tarigan (1986:94) menyebutkan bahwa usia tiga sampai sepuluh tahun
merupakan masa pemerolehan bahasa yang spesial karena otak plastis bahasa anak
berkembang. Anak akan lebih mudah menerima masukan bahasa dari lingkungan
sekitarnya, bahasa yang diperoleh diinternalisasikan dan akhirnya digunakan oleh
sang anak dalam berkomunikasi.
Proses perkembangan komunikasi pada anak-anak tidak hanya mempelajari pemerolehan kaidah linguistik, tetapi juga secara bertahap sang anak akan belajar menggunakan bahasa yang baik sesuai dengan konteks penggunaan bahasa masyarakat.
Dibandingkaan dengan bahasa orang dewasa, bahasa anak lebih sederhana, kali-matkalimatnya lebih singkat, kadang-kadang dengan frasa-frasa yang pendek,
menghasilkan ucapan yang tidak sama dengan orang dewasa, baik bunyi maupun
pilihan kata menurut Tarigan (1986:47). Secara alami anak akan mendapat pemerolehan bahasanya. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa pemerolehan bahasa

3

sangat ditentukan oleh interaksi, baik kematangan biologis, kognitif, maupun so-sial.
Semua aspek itu akan berkembang seiring dengan perubahan si anak.
Selain itu, Cook dalam Tarigan (1993:22) mendefinisikan kalimat pertanyaaan adalah
kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa jawaban. Strategi
yang digunakan sang anak dalam mengajukan tuturan bertanya tidak biasa lepas dari
konteks yang melatarinya, baik konteks tempat, konteks situasi, konteks waktu,
maupun kontek keberadan orang sekitar. Pertanyaan yang diajukan oleh sang anak
berkaitan dengan sesuatu yang ada dalam pikiran mereka pada saat itu sehingga
peran konteks sangat mendukung keberhasilan tuturan yang diungkapkan oleh anak.
Tuturan bertanya oleh sang anak juga tidak bisa dilepas dari prinsip-prinsip percakapan. Prinsip-prinsip mengatur supaya komunikasi antara penutur dan mitra tutur
dapat berjalan dengan lancar. Prinsip percakapan yang dimaksud ialah prinsip kerja
sama dan prinsip sopan santun. Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban
penutur dan mitra tutur sehingga percakapan dapat berlangsung sesuai dengan yang
dharapkan antara penutur dan mitra tutur. Di dalam tindak tutur bertanya, prinsip
percakapan yang dianjurkan tidak hanya prinsip kerja sama, tetapi harus dilengkapi
dilengkapi dengan prinsip sopan santun menjaga keseimbangan sosial dan keramahan
hubungan dalam sebuah percakapan.
PAUD merupakan jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan keagamaan bagi anak yang berusia empat tahun
sampai enam tahun. Usia empat sampai enam tahun merupakan masa peka bagi anak
dan pada masa ini potensi bahasa anak berkembang. Di samping

itu, terdapat

indikator dalam kurikulum PAUD yang mengharapkan siswa berani bertanya secara

4

sederhana. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu meneliti tindak tutur
bertanya anak usia prasekolah.
Penulis memilih PAUD Nusa Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah sebagai
tempat penelitian yang berlokasi di desa Trimulyo Mataram kec. Seputih Mataram
Kab. Lampung Tengah. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang memiliki kuali-tas
yang baik dalam pendidikan, baik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), guru
yang berpotensi, sarana dan prasarana yang menunjang, serta tempat pene-litian yang
sangat strategis.
Kajian tindak tutur telah dilakukan oleh Wahyuni (2001), Megaria (2008), Supriyati (2010), dan Agus (2011). Wahyuni dalam skripsinya mengkaji tentang tindak
tutur direktif, Megaria mengkaji tentang tindak tindak tutur memerintah pada anak
usia prasekolah, Supriyati mengkaji tentang tindak tutur memerintah pada dialog film
Laskar Pelangi, sedangkan Agus mengkaji tentang tindak tutur bertanya siswa taman
kanak-kanak. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan, yakni
pada penelitian terdahulu membahas tentang tindak tutur direktif dan tindak tutur
memerintah, sedangkan perbedaan dengan skripsi Agus terdapat pada subjek
penelitian. Agus meneliti anak taman kanak-kanak sedang penelitian ini meneliti
siswa PAUD.
Untuk mengetahui tuturan bertanya pada siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mata-ram
Lampung Tengah tahun ajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah, penulis ter-tarik
mendeskripsikan tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram
Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah

5

“tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah tahun
pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pem-belajaran
bahasa”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. “Bagaimanakah tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih
Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan
implikasinya dalam pembelajaran bahasa?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan bertanya siswa PAUD Nusa
Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran 2011/2012 di lingkungan
sekolah dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, antara lain
1.

menambah referensi penelitian dibidang tindak tutur langsung dan tidak
langsung . Sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para
peneliti selanjutnya dalam

pengembangan teori analisis heuristik yang

memusatkan perhatian pada kajian tindak tutur;
2.

memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat, khususnya bagi guru
PAUD mengenai tuturan bertanya pada anak usia PAUD;

6

3.

memberikan informasi kepada pembaca mengenai jenis-jenis tuturan dalam
berkomunikasi, khususnya tuturan bertanya.

4.

Manfaat praktis dalam penelitian ini meliputi (a) dapat dijadikan sebagai salah
satu dasar atau pedoman untuk mengkaji lebih lanjut tentang tindak tutur yang
diteliti khususnya anak usia PAUD, dan (b) dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan alternatif tambahan dalam pengajaran bahasa Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya
Seputih Mataram Lampung Tengah di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam
pembelajaran bahasa tahun pelajaran 2013/2014, lokasi penelitian di PAUD Nusa
Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah, dan subjek penelitian adalah siswa PAUD
Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah tahun ajaran 2013/2014.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan di mana para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil menurut Yule
(1996:99). Sementara, menurut Chaer (2004:47) Peristiwa tutur (Inggris: speech
event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu ben-tuk
ujaran yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok
tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

2.2 Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan hal penting di dalam kajian pragmatik. Menurut Chaer
(1995:16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi
situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Menurut Searle (2001) mengemukakan bahwa tindak tutur adalah
teori yang mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan de-ngan
tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan

8

bahwa (1) tuturan

merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru

memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi nyata, misalnya
membuat pertanyaan.

2.3 Jenis-jenis Tindak Tutur
Berkenaan dengan tuturan menurut Austin (1962: 91) membagi tindak tutur atas tiga
klasifikasi , yaitu (i) tindak lokusi (locutionary act), (ii) tindak ilokusi (illo-cutionary
act), (iii) tindak perlokusi (perlocutionary act). Berikut adalah uraiannya.
2.3.1

Tindak Lokusi (Locutionary Act)
Tindak lokusi adalah (locutionary act) adalah tindak proposisi yang berada
pada kategori mengatakan sesuatu (The Act of Saying Something) karena
tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Di dalam tindak lokusi yang
diutamakan adalah isi dari tuturan yang diungkapkan oleh penutur dengan
kata lain, lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu da-lam arti
berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat
dipahami (Chaer, 2004:53).
Pada tindak tutur jenis ini seorang penutur mengatakan sesuatu secara pasti,
gaya bahasa si penutur langsung dihubungkan dengan sesuatu yang
diutamakan dalam isi ujaran. Dengan demikian, tuturan yang diutamakan
dalam tindak lokusi adalah isi ujaran yang diungkapkan oleh penutur.
Contohnya sebagai berikut.
Bajumu kotor sekali.

9

Kalimat bajumu kotor sekali apabila ditinjau dari segi lokusi memiliki mak-na
sebenarnya, seperti yang dimilikinya oleh komponen-komponen kali-matnya.
Dengan demikian, dari segi lokusi kalimat diatas mengatakan atau
menginformasikan sebuah pernyataan bahwa baju itu kotor sekali (makna
dasar) dapat ditarik simpulan bahwa tindak lokusi hanya berupa tindakan yang
menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya tanpa disertai unsur nilai dan
efek terhadap mitra tuturnya.
2.3.2 Tindak Tutur Ilokusi (Illocutionary Act)
Tindak tutur ilokusi merupakan tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau
menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
Tindak ilokusi ini disebut an act of doing something in saying something.
Tindak ilokusi

lebih sulit diidentifikasi jika dibandingkan de-ngan tindak

lokusi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan
lawan tutur, kapan dan dimana tuturan terjadi, serta saluran apa yang
digunakan. Oleh karena itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam
memahami tindak tutur (Chaer, 2004:53).
Berkaitan dengan tindak ilokusi, Austin dalam Chaer (2004:55) melihat tin-dak
tutur dari pembicara. Dalam hal penutur dalam tuturannya mengandung
maksud dan daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan.
Pernyataan ini lebih jelas terungkap pada contoh berikut.
Ayo Bu, pak! Tiga kilo sepuluh ribu saja, manis lo Pak dukunya. Ayo-ayo beli
disini saja!

10

Pada kalimat (2) diatas dituturkan oleh seorang pedagang yang menawar-kan
dagangannya. Dalam tuturan itu mengandung maksud agar orang-orang mau
membeli dagangannya. Dengan demikian, tindak ilokusi tersebut me-nekankan
pentingnya pelaksanaan isi ujaran bagi penuturnya. Secara khu-sus (Leech,
1993:163-166) mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima jenis tindak tutur
diantaranya (a) asertif (assertives), (b) direktif (direk-tives), (c) komisif
(commissives), (d) ekspresif (expressives), dan (e) kali-mat deklaratif
(declarations). Berikut ini adalah uraiannya.
1. Asertif (Assertives)
Tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujar-kan,
misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemu-kakan
pendapat, melaporkan. Berikut ini adalah contoh

kalimat asertif

je-nis

usulan.
Bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke Bali?
Kalimat bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke bali ? berupa usulan untuk
memberitahukan mitra tutur bahwa penutur mengusulkan suatu tempat yang
penutur ketahui, bahwa tempat tersebut merupakan tempat wisata yang indah.
2. Direktif (Directives)
Tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan
tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya larangan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Berikut ini adalah contoh
ilokusi direktif Kak, tolong belikan ayah obat!

11

Kalimat kak, tolong belikan ayah obat! merupakan kalimat direktif memerintah, pada tuturan di atas penutur menghendaki mitra tutur menghasilkan
sesuatu efek berupa tindakan untuk membelikan obat.
3. Komisif (Commissives)
Ilokusi yang penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa depan, missalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul/bernazar. Contohnya adalah. Lusa ibu
segera pulang.
Kalimat lusa ibu segera pulang berupa komisif menjanjikan, tuturan yang
berupa janji untuk segera pulang. Pada kalimat diatas penuturnya terikat pada
suatu tindakan di masa yang akan dating berupa janji untuk segera pulang.
4.

Ekspresif (Expressives)

Ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur
terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan teri-ma
kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengancam, memuji, mengucapkan belasungkawa. Ilokusi ekspresif terlihat pada contoh berikut. Saya
turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu.
Kalimat saya turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu berupa ilo-kusi
ekspresif yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap ke-adaan
yang tersirat dalam ilokusi.
5.

Kalimat Deklaratif (Declarations)

Berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuai-an
antara isi proposisi dengan realitas. Misalnya, mengundurkan diri, membabtis,

12

memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucil-kan, memangkat.
Ilokusi deklaratif terlihat pada contoh berikut.
Mulai besok, silakan anda angkat kaki dari perusahaan ini!.
Kalimat mulai besok, silakan anda angkat kaki dari perusahaan!. ini berupa
ilokusi deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan kesesuaian
antara isi proposisi dengan kenyataan. Kalimat ini berupa kalimat pemecatan
yang disampaikan oleh kepala pegawai kepada bawahannya.
Dalam kaitannya dengan pembagian jenis tindak ilokusi. Dalam hal ini, Leech
(1993:161-163) mengklasifikasikan jenis ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial
berupa pemeliharaan prilaku yang sopan dan terhormat men-jadi empat jenis
diantaranya (i) kompetitif (competitive), (ii) menyenang-kan (convivial), (iii)
bekerja sama (collaborative), dan (iv) bertentangan (conflicitive). Berikut ini
adalah urainnya.
(i) Kompetitif (competitive), dalam kompetitif tujuan ilokusi ini bersaing
dengan tujuan sosial, misalnya memerinta, memintah, meminta, menun-tut,
mengemis. Pada jenis ini, sopan santun mempunyai sifat negatif dan
tujuannya adalah mengurangi perselisihan yang tersirat pada persa-ingan
antara apa yang

ingin dicapai oleh penutur dan apa yang bersifat

kompetitif pada dasarnya tidak sopan, seperti menyuruh seseorang untuk
meminta pinjaman uang dengan nada memaksa. Oleh karena itu prinsip
sopan santun dibutuhkan untuk meredakan atau mengurangi ketidak
sopanan.

13

(ii) Menyenangkan (convivial) ialah ilokusi yang tujuannya sejalan dengan
tujuan sosial, misalnya menyatakan mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat. Jenis lokusi ini
mempunyai kesopan santunan dalam bentuk yang lebih positif. Ke-sopan
santunan positif mengandung makna menghormati atau menja-lankan
prinsip-prinsip sopan santun dan bertujuan mencari kesempatan untuk
beramah tamah. Misalnya bila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang
tahun
(iii) Bekerja sama (collaborative) merupakan ilokusi yang tujuannya tidak
menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan melaporkan, mengumumkan, mengajarkan. Pada ilokusi jenis ini tidak melibatkan sopan
santun, karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Sebagai besar
wacana tulisan termasuk dalam katagori ini.
(iv) Bertentangan (conflictive) merupakan ilokusi yang tujuannya bertentangan denagn tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi. Pada jenis ilokusi ini unsur sopan santun tidak ada sa-ma
sekali. Misalnya, mengancam orang tidak mungkin dilakukan de-ngan
santun.

2.3.3

Tindak Direktif (Direktives)
Searle dalam Rusminto dan Sumarti (2006:73) direktif (directives), adalah
ilokusi yang bertujuan menghasilkaan suatu efek berupa tin-dakan yang
dilakukan oleh mitra tutur seperti memesan, memerintah, meminta,

14

merekomendasikan, member nasihat. Direktif mengekspresi-kan sikap
penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur menurut
Ibrahim (1997:27). Apabila sebatas pengertian ini yang diekspresikan,
maka direktif merupakan konstantif (constatives) dengan batasan pada isi
proposisinya bahwa tindakan yang akan dilakukan di-tujukan kepada mitra
tutur. Direktife juga bias mengekspresikan maksud

seperti keinginan,

harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan maksud penutur
seperti keinginan, harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan
dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.
Dalam hal ini Searle dalam Ibrahim (1993:27-33) membagi jenis tindak
direktif ke dalam enam jenis, yaitu (a) requestives (permohonan),

(b)

questions (pertanyaan), (c) requirements (perintah), (d) probibitives
(larangan, membatasi), (e) permissives (pemberian izin), (f) advisories
(menasihati). Enam jenis tindak direktif ini diuraikan sebagai berikut.
a) Requestives

(permohonan)

mengekspresikan

keinginan

penutur

sehingga mitra tutur melakukan sesuatu. Disamping itu, riquestives
mengekspresikan

maksud penutur bahwa dia tidak mengharapkan

kepatuhan, requestives mengekspresikan keinginan

yang tereks-

presikan ini sebagai atau bagian dari alasan untuk bertindak. Mitra
tutur menyikapi penutur benar-benar memiliki keinginan dan mak-sud
yang diekspresikan dan bahwa mitra tutur melakukan tindakan yang
dimintai penutur. Verba requestives ini mempunyai konotasi yang

15

bervariasi dalam kekuatan sikap yang diekspresikan yang ter-diri dari
mengundang (invite), mendorong (insist), meminta (ask), mengemis
(beg). Verba lebih kuat mengandung pengertian kepentingan diantara
mendesak

(beseecb)

dan

memohon

(suppli-cate)

merupakan

penyampaian upaya untuk menarik simpati dalam performansi tertentu.
Memanggil

atau

mengundang

secara

sempit

mengacu

pada

permohonan terhadap permintaan agar mitra tutur datang.
b) Questions (pertanyaan) merupakan request (permohonan) dalam kasus
yang khusus. Khusus dalam pengertian bahwa apa yang di-mohon
adalah bahwa mitra tutur memberikan kepada penutur infor-masi
tertentu. Questions terdiri dari bertanya, berinkuiri, menginte-rogasi.
c)

Requerements (perintah), dalam requerements penutur mengekspresikan maksudnya sehingga mitra tutur menyikapi keinginaan yang
diekspresikan oleh penutur sebagai alasan untuk bertindak. Maksud
yang diekspresikan penutur adalah bahwa mitra tutur me-nyikapi
ujaran petutur sebagai alsan untuk bertindak, dengan demi-kian ujaran
penutur dijadikan sebagai alsan penuh untuk bertnidak. Akibatnya,
requerements tidak mesti melibatkan ekspresi keinginan penutur
supaya

mitra

tutur

bertindak

dalam

cara

tertentu.

Dalam

mengekspresikan kepercayaan dan maksud yang sesuai petutur
mempresumsi bahwa dia memiliki kewenangan yang lebih tinggi dari
pada mitra tutur misalnya otoritas fisik, psikologis, institu-sional yang
memberikan bobot pada ujarannya. Requerements me-liputi tindakan

16

memerintah, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan,
mengintruksikan, mengatur.
d) Probibitives (larangan, membatasi), seperti melarang atau memba-tasi
(proscribing), pada dasarnya adalah requirements (perintah/ suruhan)
supaya mitra tutur tidak mengerjakan sesuatu. Dalam pro-bibitives,
penutur melarang mitra tutur untuk melakukan sesuatu apabila petutur
mengekspresikan

(i)

kepercayaan

bahwa

ujarannya,

dalam

hubungannya dengan otoritasnya terhadap mitra tutur, me-nunjukan
alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk tidak melaku-kan sesuatu ;
(ii) maksud bahwa oleh karena ujaran petutur, mitra tutur tidak
melakukan sesuatu. Melarang orang merokok sama hal-nya menyuruh
untuk tidak merokok.
e) Permissives (pemberian izin), seperti halnya dengan requirements
(perintah) dan probibitives (larangan), mempresumsi kewenangan
penutur. Permissives mengekspresikan kepercayaan penutur dan
maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur
mengandung alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas
melakukan tindakan tertentu. Alasan yang jelas untuk menghasilkan
permissives adalah dengan mengabulkan (grant) permintaan izin atau
melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dibuat terhadap tindakan
tertentu. Oleh karena itu, dalam permissives tampak bahwa penutur
mempresumsi adanya permohonan terhadap apa yang dimintakan izin
itu. Verba permissives (pemberian izin) ini seperti menyetujui,

17

membolehkan, member wewenang, menganu-grahi, mengabulkan,
membiarkan,

mengizinkan,

melepaskan,

me-maafkan,

memperkenankan.
f) Advisories (menasehati), apa yang diekspresikan penutur bukanlah
keinginan bahwa mitra tutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik, bahwa
tindakan itu merupakan kepentingan mitra tutur misalnya, menasehati,
memperingatkan,

mengkonseling,

mengusulkan,

me-nyarankan,

mendorong. Penutur juga mengekspresiakn maksud bahwa mitra tutur
mengambil kepercayaan tentang ujaran petutur sebagai alasan untuk
bertindak. Maksudnya adalah mitra tutur me-nyikapi petutur untuk
percaya bahwa petutur sebenarnya memiliki sikap yang diekspresikan
dan mitra tutur melakukan tindakan yang dirasakan untuk dilakukan.
Mungkin petutur sebenarnya tidak pe-duli, advisories bervariasi
menurut kekuatan kepercayaan yang di-ekspresikan. Disamping itu,
advisories mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan
yang dirasakan merupakan gagas-an yang baik.

2.3.4 Tindak Tutur Langsung (Direct Speech) dan Tidak Langsung (Indirect Spech)
Dalam sebuah peristiwa percakapan, penutur tidak selalu memgatakan apa yang
dimaksudkan secara langsung. Dengan kata lain, untuk menyampaikan maksud
tertentu, penutur sering menggunakan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan

18

konteks situasi tindak tutur dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung
(direct speech) dan tindak tutut tidak langsung (indirect speech). Secara formal
berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif),
kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita
(deklaratif) digunaakan untuk memberikan sesuatu (informasi), kalimat tanya
untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah,
ajakan, permintaan atau permihonan menurut Wijana (1996:30).
Dalam tindak tutur langsung harus ada kesesuaian antara modus yang digunakan dengan konvensi sintaksis, misalnya modus imperatif untuk perintah, modus
deklaratif untuk proposisi, modus introgatif untuk bertanya. Menurut Wijana
(1996:30) menemukan jenis tindak tutur langsung seperti (1) kons-truksi
deklaratif melahirkan makna perintah dan bertanya, (2) konstruksi in-terogatif
memiliki makna perintah dan proposisi, (3) konstruksi imperatif memiliki
muatan makna proposisi dan bertanya. Menurut Djajasudarma (1994:63)
mengemukakan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang
menunjukan fungsinya dalam keadaan (tindakan) langsung dan literar (penutur
sesuai dengan kenyataan). Sebagai contoh adalah kalimat-kalimat berikut ini.
Ambilkan baju saya!
Kalimat ambilkan baju saya! Merupakan perintah langsung yang dituturkan
penutur kepada mitra tutur untuk mengambilkan sesuatu berdasarkan isi tu-turan
penutur, yakni mengambilkan baju. Disamping itu untuk berbicara so-pan,
perintah dapat diutaran dengan kalimat

berita atau Tanya agar orang yang

diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal ini yang terjadi, terbentuk

19

tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang
dinyatakan dengan menggunakan bentuk lain dan tidak literal. Contohnya
sebagai berikut. Ada makanan di almari.
Kalimat (a) bukan hanya menginformasikan ada makanan di almari, tetapi juga
dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di
alamari. Kelangsungan atau ketidak langsungan sebuah tuturan berkaitan dengan
dua hal pokok, yaitu masalah bentuk dan isi tuturan. Masa-lah bentuk tuturan
berkaitan dengan realisasimaksim cara, yakni berkaitan dengan bagaimana
sebuah tuturan dituturkan untuk mewujudkan sebuah ilo-kusi. Masalah isi
tuturan berkaitan dengan maksud yang terkandung pada ilokusi tersebut. Jika
ilokusi mengandung maksud yang sama dengan ung-kapannya, maka tuturan
tersebut adalah turan langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu ilokusi berbeda
dengan ungkapannya, maka tuturan tersebut merupakan tuturan tidak langsung.
Kelangsungan dan ketidak langsungan se-buah tuturan dapat dilihat pada contoh
berikut. a. Aku minta makan, b. Aku lapar sekali.
Kedua kalimat di atas menunjukan bahwa kalimat (1a) dan kalimat (1b) berbeda dari segi tuturannya. Akan tetapi, dari segi isinya menunjukan kesama-an,
yaitu melakukan tindakan meminta (makan). Tuturan (1a) bersifat lebih langsung
dari pada tuturan (1b). Dalam penelitian ini difokuskan pada bentuk tuturan
bertanya, yakni tuturan langsung. Tuturan tidak lansung terdiri atas tuturan
bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memerintah, tuturan bertanya sebagai
ekspresi tindak tutur memohon. Teori yang digunakan ialah teori menurut
Wijana (1996:30). Teori ini digunakan untuk mengkaji tuturan ber-tanya siswa

20

PAUD Nusa Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran
2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembel-ajaran bahasa.
Kalimat Tanya adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu
kepada si mitra tutur. Dengan perkataan lain, apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan
bertutur dengan menggunakan kalimat tanya kepada si mitra tutur menurut
Rahardi (2005:79). Bentuk tuturan bertanya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Tuturan tidak langsung dibedakan
menjadi lima, yaitu tuturan bertanya sebagai ekspresi memerintah, tuturan
bertanya sebagai ekspresi memberitahukan, tuturan bertanya sebagai ekspresi
memberitahukan, tuturan bertanya sebagai ekspresi memohon. Tuturan bertanya
langsung merupakan tuturan yang menunjukan fungsinya

dalam keadaan

(tindakan) langsung dan sesuai kenyataan menurut Djajasudarma (1994:65).
Sebagai contoh adalah kalimat-kalimat berikut ini.
1. Berapa saudaramu, Nul?
2. Siapa orang itu?
3. Berapa skor pertandingan sepak bola kemarin?
Tuturan bertanya di atas merupakan tuturan langsung. Tuturan (1) disam-paikan
penutur yang bertujuan untuk menanyakan jumlah saudara dari mitra tutur,
tuturan ini semata-mata bertujuan untuk bertanya. Tuturan pada contoh (2) dan
(3) juga sama yaitu bertujuan menanyakan suatu hal kepada mitra tutur tanpa ada
maksud untuk memerintah, mengajak, memohon, atau pun membe-ritahukan.

21

Tuturan tidak langsung merupakan tuturan bertanya yang bermak-sud untuk
memerintah, memberitahukan, mengajak, dan memohon seseorang melakukan
sesuatu secara tidak langsung dengan memanfaatkan kalimat Ta-nya. Contoh dari
tuturan tidak langsung sebagai berikut:
1. “Inul, sapunya dimana?”
Tuturan tersebut disampaikan seorang ibu kepada anaknya untuk meng-ambil
sapu. Kalimat tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah anaknya
untuk mengambilkan sapu.
2. “Buk… aku takut sendiri disini. Ibu sudah selesai belum kerjanya? Aku tidak
mau sendiri, loh. Buk.”
Tuturan ini disampaikan oleh seorang anak kecil kepada ibunya yang se-dang
sibuk mengerjakan pekerjaan kantornya yang dibawa ke rumah. Kali-mat
tersebut selain untuk bertanya sekaligus mengajak ibunya untuk mene-mani
belajar di ruang belajar.
3. “Dokter apakah saya akan diberi obat antibiotik lagi? Tahun lalu alergi obat
karena obat itu, lho, Dok.”
Tuturan ini disampaikan pasien kepada dokter. Dalam kalimat tersebut se-lain
bertanya pasien tersebut juga memohon agar Dokter tersebut tidak
memberinya obat antibiotik.
4. “aku menemukan penghapus di bawah meja, siapa yang punya penghapus
ini?”

22

Tuturan tersebut disampaikan seorang siswa dalam suatu kelas. Tuturan ini
bertujuan untuk memberitahukan bahwa ada penghapus terjatuh dan juga
menanyakan siapa yang sudah kehilangan penghapus tersebut.

2.3.5

Modus Tuturan
Tuturan merupakan kalimat yang di ujarkan. Bertutur berarti aktivitas de-ngan
menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk mengatakan infor-masi,
meminta informasi, memerintah, mengajukan permohonan, menjan-jikan, dan
sebagainya. Menurut Rustono (1998:9) mengatakan bahwa mo-dus tuturan
adalah tuturan verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan
menuntut tafsiran penutur atau sikap penutur tentang apa yang dituturkannya.
Secara formal, berdasarkan modusnya menurut Wijana (1996:32) membedakan tuturan menjadi tiga yakni, tuturan bermodus deklaratif, modus introgatif, dan modus imperatif.
(1) Modus deklaratif, digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi).
Secara konvensional modus deklaratif ditandai dengan tanda titik, dan
diucapkan dengan intonasi yang datar.
Misalnya; (2) Ibu pergi ke pasar pagi ini.
Tuturan (2) di atas termasuk ke dalam modus deklaratif karena isinya
memberitakan suatu informasi bahwa ibu pergi ke pasar. Secara konvensional tuturan (2) di tandai dengan akhiran titik.

23

(2) Modus interogatif, digunakan untuk menanyakan sesuatu. Secara konvensional modus interogatif di tandai dengan tanda Tanya, dan disertai
dengan intonasi yang sedikit naik.
Misalnya; (3) Frans pergi?
Tuturan (3) termasuk kedalam modus interogatif karena isinya menanyakan apakah frans pergi atau tidak. Intonasi yang digunakan dalam
tuturan (3) dapat dituturkan dengan intonasi sedikit naik.

(3) Modus imperatif, digunakan untuk menanyakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Secara konvensional di tandai dengan tanda
seru dan di ucapkan dengan intonasi naik.
Misalnya; (3) Pergilah!
Tuturan (3) termasuk modus imperative, karena isinya perintah untuk pergi.tuturan (3) di atas ditandai dengan tanda seru dan dengan intonasi yang
naik. Berdasarkan deskripsi tersebut dapat si simpulkan bahwa modus tu-turan
adalah sebuah cara untuk mengungkapkan suasana psikologis per-buatan yang
terkandung dalam sebuah

tuturan menurut tafsiran penutur atau sikap

penuturnya.
2.3.6

Tindak Perlokusi (Perlokutiony Act)
Penutur sebenarnya mempunyai harapan bagaimana mitra tutur menang-kap
makna sebagaimana yang dimaksudkan, jenis tindak tutur ini di sebut tindak
perlokusi. Tindak Perlokusi (perlokutiony act) adalah efek atau dampak yang

24

di timbulkan

oleh tuturan terhadap mitra tutur

sehingga mitra tutur

melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan (the act of offecting someone).
Misalnya, karena adanya ucapan dokter kepada pasiennya “Mung-kin ibu
menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih.
Dengan demikian perlokusi mencerminkan reaksi atau ujaran ter-hadap mitra
tutur.

2.4 Konteks
Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Ba-hasa
membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebalik-nya
konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa di dalamnya (Durati
dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:51).
2.4.1

Pengertian Konteks

Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur
dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan
memaknai arti tuturan dari si penutur (Grice dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:54).
Sementara itu, konteks juga didefinisikan sebagai sebuah dunia yang diisi orangorang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi tentang susunan keadaan sosial
sebuah tuturan sebaagai bagaian konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut
diproduksi dan diinterpretasi (Schiffrin dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:51).
Konteks tidak saja berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian
lingkungan tempat tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan se-bagai realisasi yang
didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarak-at pemakai bahasa.

25

2.4.2

Jenis Konteks

Presto (dalam supardo, 1988:48-51) menyatakan, berdasarkan fungsi dan cara
kerjannya, konteks dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (i) konteks ba-hasa
(konteks linguistic atau konteks kode); (ii) konteks non bahasa (konteks
nonlinguistik) berikut uraiannya.
(i) Konteks Bahasa (konteks linguistik atau konteks kode)
Konteks ini berupa unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir,
yakni kata, kalimat, dan bangun ujaran atau teks.
(ii) Konteks Nonbahasa (Konteks nonlinguistik)
a. Konteks dialektal yang meliputi usia, jenis kelamin, daerah (regi-onal),
dan spesialisasi. Spesialisasi adalah identitas seseorang atau sekelompok
orang dan menunjuk profesi orang yang bersangkutan.
b. Konteks diatipik mencakup setting, yakni konteks yang berupa tem-pat,
jarak interaksi, topic pembicaraan, dan fungsi. Setting meliputi, waktu,
tempat, panjang dan besarnya interaksi.
c. Konteks realisasi merupakan cara dan saluran yang digunakan orang
untuk menyampaikan pesannya.

2.4.3

Pendayaan Konteks dalam Tindak Tutur

Sebuah peristiwa tutur tidak akan pernah lepas dari konteks yang melatarinya, tuturan
akan lebih bermakna jika dilibatkan dengan konteks yang melatarinya. Grice (dalam
Rusminto, 2009: 53) konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama

26

dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk
memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur. Sementara itu,
Schiffrin (dalam Rusminto, 2010: 56) mendefinisikan konteks sebagai sebuah dunia
yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi tentang
susunan keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian konteks pengetahuan di tempat
tuturan tersebut diproduksi dan diinterpretasi. Dengan demikian, konteks tidak saja
berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian lingkungan tempat
tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai realisasi yang didasarkan pada
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat pemakaian bahasa.

Tarigan (1990: 35) mengemukakan bahwa konteks sebagai latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh pembicara (atau penulis) dan penyimak (atau pembaca) serta yang menunjang interpretasi penyimak
(atau pembaca) terhadap apa yang dimaksud pembicara (atau penulis) dengan suatu
ucapan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kon-teks
adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi makna tuturan dari seorang yang memiliki
latar belakang situasi, sosial, dan budaya yang sama.

Dalam setiap tuturan selalu terdapat unsur-unsur yang melatar belakangi terjadinya
komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Unsur-unsur tersebut sering juga disebut
sebagai ciri-ciri konteks meliputi segala sesuatu yang berada di sekitar penutur dan
mitra tutur ketika peristiwa tutur sedang berlangsung. Hymes (dalam Rusminto, 2010:
57) menyatakan bahwa unsur-unsur konteks mencakup berbagai komponen yang
disebut dengan akronim SPEAKING. Akronim ini dapat diuraikan sebagai berikut.

27

1)

Setting, yang meliputi waktu, tempat atau kondisi fisik lain yang berada di
sekitar tempat terjadinya peristiwa tutur.

2)

Participants, yang meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam
peristiwatutur.

3)

Ends, yaitu tujuan atau hasil yangdiharapkan dapat dicapai dalam peristiwa
tutur yang sedang terjadi.

4)

Act sequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.

5)

Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur.

6)

Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan bentuk tuturan yang
dipakai oleh penutur dan mitra tutur,

7)

Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang
berlangsung.

8)

Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur.

2.5 Prinsip-prinsip Percakapan
Dalam percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah dan mekanisme percakapan, sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Supaya percakapan berjalan dengan lancar, maka pembicaran harus menaati dan memper-hatikan
prinsip-prinsip yang berlaku dalam percakapan. Prinsip percakapan tersebut adalah
prinsip kerja sama (cooperative principle) dan prinsip sopan santun (politeness
principle).
2.5.1

Prinsip Kerja Sama

28

Grice dalam Rusminto dan Sumarti (2006:80-83) berpendapat bahwa dalam berkomunikasi, seseorang akan menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan
komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk
mengatur kegiatan komunikasi agaar berlangsung sesuai dengan yang diharapkan
dapat mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga tercipta kerja
sama yang baik antara penutur dan mitra tutur. Pola tersebut dikenal sebagai prinsip
kerja sama (cooperative principles). Prinsip kerja sama tersebut berbunyi “Buatlah
sumbangan percakapan anda sedemikian rupa sebagaimana diharapkan; pada
tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan percakapan yang disepakati, atau
oleh arah percakapan yang sedang anda ikuti”, secara rinci, prinsip kerja sama
tersebut dituangkan kedalam empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim
kulitas, (3) maksim relasi, dan (4) maksim cara.
Maksim kuantitas menyatakan “berikan informasi dalam jumlah yan g tepat”.
Maksim ini terdiri atas dua prinsip khusus. Prinsip yang pertama berbentuk pernyataan negative. Kedua prinsip tersebut adalah
(1) Buatlah sumbangan informasi yang anda berikan sesuai dengan yang diperlukan;
(2) Janganlah Anda memberikan sumbangan informasi lebih dari pada yang diperlukan.
Maksim kuantitas ini menekankan bahwa bembicaraan tidak di anjurkan untuk
memberikan informasi lebih dari pada yang diperlukan. Hal ini didasari asumsi

29

Dokumen yang terkait

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

4 59 68

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA N 9 BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

4 34 57

PENDAYAGUNAAN KONTEKS DALAM TINDAK TUTUR ANAK USIA TUJUH TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

1 10 48

PEMEROLEHAN KALIMAT PADA ANAK DI PAUD BABUL ‘ILMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DI PAUD

1 13 45

TINDAK ILOKUSI PADA DIALOG FILM SERDADU KUMBANG SUTRADARA ARI SIHASALE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

4 26 86

TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 92

PENGGUNAAN KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK

1 56 153

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEPUTIH AGUNG LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 12 48

PENGARUH PARTISIPASI PADA KEGIATAN ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) TERHADAP SIKAP DEMOKRATIS SISWA DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 11 67

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 12 76