TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

(1)

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM

DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

(Skripsi)

Oleh

DITA MEILINDA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

HAFALAN SHALAT KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD


(2)

ABSTRAK

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Oleh

D I T A M E I L I N D A

Penelitian ini membahas masalah tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa indonesia di SD.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berupa tuturan para pemain dalam film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye. Data yang menjadi kajian dalam penelitian ini berupa tuturan bertanya yang dilakukan oleh setiap pemain. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan teknik catat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuturan bertanya yang muncul dilakukan dengan dua cara, yakni bertanya langsung dan bertanya tidak langsung. Tuturan


(3)

Dita Meilinda

bertanya langsung yang muncul hanya untuk mengekspresikan tindak tutur bertanya. Tuturan langsung digunakan penutur untuk memperoleh informasi dari mitra tutur. Tuturan bertanya tidak langsung terdiri atas (1) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memerintah, (2) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur menolak, (3) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur meminta, (4) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memberitahukan, (5) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memohon, (6) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur mengajak.

Prinsip-prinsip percakapan terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun juga terdapat pada tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa”. Prinsip kerja sama biasanya terdapat pada tuturan langsung, yakni maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim cara/pelaksanaan sedangkan dalam prinsip sopan santun terdapat pada tuturan tidak langsung yakni dari maksim kebijaksanaan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan dan maksim kesepakatan.


(4)

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM DELISA” KARYA TERE

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Program Studi Pendidi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN

KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Oleh

DITA MEILINDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

HAFALAN SHALAT LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

kan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(5)

Judul Skripsi : TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE- LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

Nama Mahasiswa : Dita Meilinda

No. Pokok Mahasiswa : 0853041007

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nurlaksana Eko R., M. Pd. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum.

NIP 196401061988031001 NIP 196101041987031004

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M. Si. NIP 194804211978031004


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. ...

Sekretaris : Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. ... Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Wini Tarmini, M.Hum. ...

2. Dekan Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung, pada 19 Mei 1990. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang dilahirkan dari buah cinta Sumardi Dae dan Zulbaidar. Penulis mulai mengenyam pendidikan formal pada 1995 di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Azhar 2 Bandar Lampung selesai 1996. Sekolah Dasar (SD) Al-Azhar 1 Bandar Lampung pada 1996-2002. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) 19 Bandar Lampung pada 2002-2005. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bandar Lampung pada 2005 dan diselesaikan pada 2008.

Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik pengalaman lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gunung Sugih, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012 dari bulan Juli hingga September.


(8)

MOTO

“Selalu bersyukur adalah jalan terbaik untuk menjadikan hidup lebih bijaksana dan mensyukuri apa yang kamu miliki adalah syarat atas kebahagianmu”

(Mario Teguh)

“Demi cita-cita tidak ada rintangan yang menghalangi dan keberhasilan ada dalam tindakan bukan rencana”

(Mario Teguh)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Alam Nasyrah:6)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah Subhanawataalla, penulis persembahkan buah karya ini kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Orang tua penulis Sumardi Dae dan Zulbaidar yang dengan penuh tulus ikhlas mencurahkan kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, perhatian, dan dukungan kepada penulis hingga sekarang;

2. Adik semata wayang, Defita Aprelia terima kasih atas semangat dan senyuman yang selalu diberikan kepada penulis untuk menjadi lebih baik; 3. Seluruh keluarga besarku yang senantiasa menanti kelulusanku; dan

4. Almamater Tercinta, Universitas Lampung yang telah memberi ilmu dan berbagai pengalaman yang tidak terlupakan.


(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat ALLAH Subhanawataala atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tuturan Bertanya Pada Dialog Film “Hafalan Shalat Delisa” Karya Tere Liye Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., selaku pembimbing I yang selama ini telah banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini; 2. Ibu Sumarti, S. Pd. M. Hum., selaku pembimbing II dan kemudian proses

bimbingan dilanjutkan oleh Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., kedua dosen tersebut telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan dan memberikan nasihat kepada penulis;


(11)

3. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku penguji utama yang telah memberikan nasihat, arahan, saran dan motivasi kepada penulis;

4. Dr. Siti Samhati, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik (PA) yang banyak membantu, memberikan saran, arahan, dan nasihat kepada penulis;

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung;

6. Drs. Imam Rejana, M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung; 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang telah memberi penulis ilmu yang bermanfaat;

8. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta stafnya;

9. Guru-guru SD, SMP, SMA penulis yang telah tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Tanpa bekal ilmu pengetahuan dari Bapak dan Ibu guru, penulis tidak akan sampai ke perguruan tinggi ini;

10. Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa kepada penulis;

11. Sahabat terbaikku hingga saat ini Rahmalia Juwita Sari, Amd. Keb., terima kasih untuk bantuan, memberikan dorongan dan semangat untuk penulis, semoga persahabatan kita akan kekal selamanya;

12. Teman-teman seperjuangan penulis Evia, Dhea dan Tika serta teman-teman seangkatan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan


(12)

2008, terima kasih atas hari-hari indah yang kalian berikan, pertemanan, doa serta kebersamaan yang telah diberikan selama ini;

13. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga ALLAH Subhanawataala selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk bapak, ibu dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi yang luar biasa ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandar Lampung, 27 September 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pragmatik ... 7

2.2 Tindak Tutur ... 8

2.2.1 Tindak Tutur Lokusi ... 8

2.2.2 Tindak Tutur Ilokusi ... 9

2.2.3 Tindak Tutur Perlokusi ... 12

2.3 Peranan Mitra Tutur dalam Peristiwa tutur ... 12

2.4 Konteks ... 15

2.5 Prinsip-Prinsip Percakapan ... 20

2.4.1 Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle) ... 20

2.4.2 Prinsip Sopan Santun (Politness Principle) ... 24


(14)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 30

3.2 Sumber Data ... 30

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4 Teknik Analisis Data ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 35

4.2 Pembahasan ... 36

4.2.1 Bentuk Tuturan Bertanya ... 36

4.2.1.1 Tuturan Langsung ... 36

4.2.1.2 Tuturan Tidak Langsung ... 42

4.2.1.2.1 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memerintah ... 42

4.2.1.2.2 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Menolak ... 45

4.2.1.2.3 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Meminta ... 47

4.2.1.2.4 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memberitahukan ... 53

4.2.1.2.5 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memohon ... 55

4.2.1.2.6 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Mengajak ... 57

4.2.1.3 Implikasi pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) ... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format Panduan Pengumpulan Transkip data Tuturan Bertanya

pada Dialog Film “Hafalan Shalat Delisa”

Lampiran 2 : Catatan Transkip Data Tuturan Bertanya pada Dialog Film

“Hafalan Shalat Delisa”

Lampiran 3 : Korpus Data Tuturan Bertanya pada Dialog Film “Hafalan

Shalat Delisa”

Lampiran 4 : Klasifikasi Data Tuturan Bertanya pada Dialog Film “Hafalan


(16)

DAFTAR SINGKATAN

1. De : Delisa

2. Ab : Abi

3. Umm : Umi

4. Ai : Aisyah

5. Ti : Tiur

6. Za : Zahra

7. Koh : Koh Acan

8. Um : Umam

9. Rlwn : Relawan


(17)

ABSTRAK

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI SD

Oleh

D I T A M E I L I N D A

Penelitian ini membahas masalah tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa indonesia di SD.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berupa tuturan para pemain dalam film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye. Data yang menjadi kajian dalam penelitian ini berupa tuturan bertanya yang dilakukan oleh setiap pemain. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan teknik catat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuturan bertanya yang muncul dilakukan dengan dua cara, yakni bertanya langsung dan bertanya tidak langsung. Tuturan

Dita Meilinda

bertanya langsung yang muncul hanya untuk mengekspresikan tindak tutur bertanya. Tuturan langsung digunakan penutur untuk memperoleh informasi dari mitra tutur. Tuturan bertanya


(18)

tidak langsung terdiri atas (1) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memerintah, (2) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur menolak, (3) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur meminta, (4) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tuturmemberitahukan, (5) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memohon, (6) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur mengajak.

Prinsip-prinsip percakapan terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun juga terdapat pada tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa”. Prinsip kerja sama biasanya terdapat pada tuturan langsung, yakni maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim cara/pelaksanaan sedangkan dalam prinsip sopan santun terdapat pada tuturan tidak langsung yakni dari maksim kebijaksanaan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan dan maksim kesepakatan.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 1998:1). Bahasa merupakan sarana komunikasi yang hanya dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk lain. Oleh karena itulah bahasa itu bersifat manusiawi.

Bahasa memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan untuk menjalin hubungan dengan manusia yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai fungsi sebagai alat interaksi sosial untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 2009:33). Komunikasi merupakan suatu proses ekspresi seseorang untuk menyampaikan maksud dan tujuannya.

Salah satu wahana penyampaian ide, gagasan, pesan, pikiran, perasaan, dan keinginan pribadi adalah media audio visual berupa film. Film merupakan salah satu media audio visual sebagai alat penyampaian ide, gagasan, pesan, pikiran, perasaan, dan keinginan yang ingin disampaikan kepada khalayak ramai. Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang


(20)

berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap(tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya (http://id.wikipedia.org/wiki/Film. 5 Februari 2012).

Dalam dialog sebuah film sering menggunakan bahasa tidak resmi karena pemerannya menyesuaikan konteks dengan situasi tutur. Salah satu contoh film yang tidak menggunakan bahasa secara resmi yakni film “Hafalan Shalat Delisa”.

Hafalan Shalat Delisa adalah novel karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2005 dengan 266 halaman (Liye, 2005). Novel ini bertemakan nilai edukatif yang tinggi, yang menceritakan tentang kehidupan seorang gadis kecil berusia 6 tahun yang bernama Delisa, anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Abi Usman dan Umi Salamah. Mereka tinggal di Lhok Nga desa kecil dipinggir pantai Aceh. Tepat 26 Desember 2004, Delisa kehilangan Umi dan ketiga kakaknya akibat bencana alam tsunami di Aceh. AbiUsman selamat dari tsunami karena sedang bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak Internasional.

Novel Hafalan Shalat Delisa telah diadaptasi menjadi sebuah film dengan tujuan agar pesan yang terkandung dalam novel tersebut mudah dipahami oleh masyarakat tanpa menyakiti perasaan warga Aceh karena film ini dilatarbelakangi oleh kejadian tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam.Film “Hafalan Shalat Delisa” diproduseri olehChand Parwez Servia (Starvision), dan digarap oleh sutradara Sony Gaokasak. Skenario adaptasi ditulis oleh Armantono dan diproduksi oleh PT Kharisma Starvision Plus.Demi menjaga perasaan warga Aceh, lokasi pengambilan gambar film “Hafalan Shalat Delisa”memang sengaja tidak dilakukan di daerah aslinya melainkan di daerah Ujung Genteng, Sukabumi Selatan dan Bogor (http://id.wikipedia.org/wiki/Hafalan_Shalat_Delisa. 8 Februari 2012).


(21)

Di dalam sebuah pertuturan yang terjadi dalam film, baik secara sengaja atau tidak sengaja pasti terjadi tindak tutur bertanya yang ditujukan kepada mitra tutur untuk menanyakan sesuatu. Untuk melakukan aktivitas ini sekurang-kurangnya ada dua pihak yang dilibatkan, yakni penutur dan mitra tutur, dan seringkali pihak ketiga juga dilibatkan. Tindak tutur sebagai wujud peristiwa komunikasi bukanlah peristiwa yang terjadi dengan sendirinya, melainkan mempunyai fungsi, mengandung maksud, dan tujuan tertentu serta dapat menimbulkan pengaruh atau akibat pada mitra tutur. Berikut salah satu tuturan yang terdapat pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa”.

Ai : “Ini cokelat siapa?”(keluar dari rumah menghampiri Delisa sambil menunjukkan cokelat).

De : “Punyaku. Ini hadiah dari Ustad Rahman” (sambil merebut cokelat dari tangan Aisyah).

Peristiwa tutur di atas terjadi pada malam hari. Saat itu Umi, Fatimah, Zahra sedang duduk di halaman. Umi dan Fatimah sedang melipat pakaian sedangkan Delisa sedang menghafal bacaan shalat sambil duduk di ayunan. Beberapa menit kemudian Aisyah keluar dari rumah lalu menghampiri Delisa yang sedang duduk di ayunan sambil memegang cokelat. Maksud Aisyah menghampiri Delisa adalah untuk menanyakan perihal cokelat yang baru saja dia temukan. Tuturan bertanya yang terdapat pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” tidak terlepas dari prinsip-prinsip percakapan. Prinsip-prinsip percakapan mengatur supaya komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan lancar. Prinsip percakapan yang dimaksud ialah prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga percakapan dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan antara penutur dan mitra tutur. Di dalam tuturan bertanya, prinsip yang dianjurkan tidak hanya prinsip kerja sama, tetapi harus dilengkapi dengan prinsip sopan santun. Prinsip sopan santun menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan.


(22)

Penulis memilih tuturan bertanya untuk dijadikan objek penelitian karena setelah menonton film “Hafalan Shalat Delisa”, penulis banyak menemukan tuturan bertanya dari para pemain di setiap dialog yang terdapat pada film “Hafalan Shalat Delisa”.

Penelitian sebelumnya tentang tuturan bertanya pernah dilakukan oleh Susilo (2011), tuturan yang dikaji adalah tuturan bertanya pada siswa TK LPMK Seputih Agung Lampung Tengah. Penelitan ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan, yakni penelitian terdahulu membahas tentang tuturan bertanya pada siswa Taman Kanak-Kanak, sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang tuturan bertanya pada dialog film. Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengetahui tuturan bertanya pada dialog film, penulis tertarik untuk mendeskripsikan tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa”dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD.

Penulis memilih film “Hafalan Shalat Delisa”karya Tere Liye sebagai bahan penelitian dibanding film lainnya karena selain film “Hafalan Shalat Delisa”terinspirasi dari kejadiannyata yaitu bencana alam tsunami tujuh tahun silam. Film “Hafalan Shalat Delisa” juga menceritakan tentang kasih sayang keluarga, ketabahan, keikhlasan dan bersyukur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. Bagaimanakah tuturan bertanya dalam dioalog film “Hafalan Shalat Delisa” dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SD?


(23)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan bertanya pada dialog film“Hafalan Shalat Delisa” dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SD.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan secara praktis. a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis, yakni dapat menambah referensi penelitian di bidang kebahasaan pada umumnya dan khususnya pada kajian tindak tutur.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

khususnya, bagi guru SD mengenai tuturan bertanya dalam proses belajar mengajar di kelas serta dapat dijadikan referensi penelitian bagi mahasiswa di bidang kajian yang sama.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sumber penelitian ini adalah tuturan dari setiap tokoh dalam film “Hafalan Shalat Delisa”;

2. Data penelitian ini adalah bentuk tuturan bertanya berdasarkan konteks dan implikasi tuturan bertanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan salah satu ilmu yang dimasukkan dalam kurikulum tahun 1994. Ilmu pragmatik merupakan salah satu pokok bahasan yang harus diberikan dalam pengajaran bahasa. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu laporan pemahaman bahasa (Levinson dalam Tarigan, 1986: 33). Dalam penelaahannya, pragmatik meliputi aspek penutur, mitra tutur, tujuan tutur dan tuturan sebagai kegiatan tindak tutur.

Sementara itu, Jacob L. Mei (1983) dalam Rahardi (2005) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu sendiri.

Di pihak lain, Wijana (2003) juga mengemukakan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Yang lebih dipentingkan dalam studi pragmatik adalah maksud pembicara (speaker sense) bukan makna satuan lingual yang bersangkutan (linguistic sense).


(25)

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya.Austin dalam buku yang berjudul How to Do Things with Words tahun 1962, pertama kali mengemukakan istilah tindak tutur (speech act). Austin mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (2001) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan.

Dalam uraian selanjutnya, Austin mengklasifikasikan tindak tutur atas tiga klasifikasi, yaitu (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi (Rusminto, 2010: 22).

2.2.1 Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi adalah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan sesuatu (an act of saying something). Oleh karena itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Leech (1983: 176) menyatakan bahwa tindak lokusi ini lebih kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna dan acuan. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif mudah untuk diidentifikasi karena tindak lokusi hanya berupa ujaran saja tanpa disertai efek terhadap mitra tuturnya. Kekuatan lokusi adalah makna dasar dan makna referensi (makna yang diacu) oleh ujaran itu.

Contoh tindak lokusi:


(26)

Tuturan (1) jika ditinjau dari segi lokusi memiliki makna sebenarnya, seperti yang tertulis di atas, dari segi lokusi kalimat di atas mengatakan atau menginformasikan sebuah pernyataan bahwa baju itu bagus sekali (makna dasar).

2.2.2 Tindak Ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu (an act of doing something saying something). Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi dibandingkan dengan tindak lokusi. Hal itu terjadi karena tindak ilokusi harus mempertimbangkan siapa penutur dan mitra tuturnya, kapan dan di mana tuturan terjadi, serta konteks tuturan dalam situasi tutur. Oleh karena itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam memahami tindak tutur. Tindak ilokusi dapat diidentifikasi sebagai tindak tutur yang berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu.

Contoh tindak ilokusi: (2) Saya Haus

Tuturan (2) penutur ingin menginformasikan bahwa saya haus dan ingin minum. Dengan demikian, tindak ilokusi tersebut menekankan pentingnya pelaksanaan isi ujaran bagi penuturnya.

Leech (1983: 104) mengklasifikasikan berdasarkan hubungan fungsi tindak ilokusi dengan tujuan sosialnya dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Kompetitif (competitive), seperti memerintah, meminta, menuntut, mengemis;

b. Menyenangkan (convival) seperti menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat;


(27)

c. Bekerja sama (collaborative), seperti menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan;

d. Bertentangan (conflictive), seperti mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.

Di pihak lain J. R. Searle dalam (Leech, 1983: 106) mengklasifikasikan tindak ilokusi ke dalam lima kriteria, yaitu:

a. Asertif (assertive), yakni ilokusi yang melibatkan penutur pada kebenaran proposisi yang diujarkan, misalnya menyatakan, memberitahukan, mengusulkan, mengeluh, melaporkan. Contoh kalimat asertif:

(3) Aku cinta padamu.

Tuturan (3) berupa pernyataan untuk memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur menyatakan cinta kepada mitra tutur.

b. Direktif (derictive), yakni ilokusi yang bertujuan menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, misalnya memesan, memerintah, meminta, memohon, menanyakan, memohon, menyarankan, dan memberi nasihat.

Contoh kalimat direktif: (4) Silahkan duduk!

Tuturan (4) merupakan kalimat direktif memerintah, pada tuturan di atas penutur menghendaki mitra tutur menghasilkan sesuatu tindakan untuk segera duduk.

c. Komisif (commissive), yakni ilokusi yang melibatkan penutur pada suatu tindakan yang akan datang, misalnya bersumpah, menjanjikan, menawarkan, berkaul/bernazar.

Contoh kalimat komisif:


(28)

Tuturan (5) berupa komisif menjanjikan, tuturan yang berupa janji untuk segera melamar. Pada kalimat di atas penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa yang akan datang berupa janji untuk segera melamar.

d. Ekspresif (expressive), yakni ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap psikologis/mental penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, menyalahkan, memuji, berbela sungkawa.

Contoh kalimat ekspresif:

(6)Mahasiswi itu cantik sekali.

Tuturan (6) berupa ekspresif memuji yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi.

e. Deklaratif (declaration), yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan, misalnya memberi nama, memecat, membaptis, menjatuhkan hukuman, mengangkat, menentukan, mengucilkan, menunjuk.

Contoh kalimat deklaratif:

(7)Dengan ini Anda saya nyatakan lulus.

Tuturan (7) berupa ilokusi deklaratif, kalimat di atas mengubah status seseorang dari keadaan belum lulus menjadi lulus.

2.2.3 Tindak Perlokusi (Perlokutionary act)

Tindak perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan terhadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan. Levinson (dalam Rusminto 2009:70) menyatakan bahwa tindak perlokusi lebih mementingkan hasil, sebab tindak ini


(29)

dikatakan berhasil jika mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act Of Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang memunyai daya pengaruh (perlokutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul bisa saja sengaja maupun tidak sengaja.

Contoh tindak perlokusi:

(8) Ardi, matikan radio itu! Cepat!.

Tuturan (8) adalah tuturan seorang kakak yang merasa terganggu dengan ulah adiknya yang mengeraskan radionya, karena dia lagi belajar. Dampak bagi mitra tutur, adalah Ardi akan segera mematikan radionya.

1.3 Peranan Mitra Tutur dalam Peristiwa Tutur

Holmes (dalam Rusminto 2010: 50-55) menyatakan bahwa variasi penggunaan bahasa dalam sebuah interaksi, di antaranya juga ditentukan oleh dimensi-dimensi sosial. Dimensi-dimensi sosial tersebut meliputi empat skala sebagai berikut.

1. Skala Jarak Sosial

Jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, antara lain tampak dari tingkat keakraban hubungan antara penutur dan mitra tutur tersebut. Tingkat keakraban ini pada umumnya sangat ditentukan oleh intensitas hubungan antara penutur dan mitra tutur. Intensitas hubungan yang tinggi antara penutur dan mitra tutur akan membuat tingkat keakraban hubungan menjadi sangat dekat. Sebaliknya, intesitas hubungan yang rendah cenderung menghasikan tingkat keakraban hubungan menjadi sangat jauh.


(30)

Dalam hal ini, Leech (1983) menyatakan bahwa jarak sosial antara penutur dan mitra tutur sangat menentukan pilihan tuturan yang digunakan dalam berkomunikasi. Untuk berkomunikasi dengan mitra tutur yang tingkat kedekatan hubungannya termasuk dalam kategori jauh (tidak akrab) diperlukan tuturan yang cenderung mematuhi prinsip-prinsip sopan santun. Sebaliknya dalam berkomunikasi dengan mitra tutur yang termasuk dalam kategori hubungan sangat dekat (akrab) cenderung tidak diperlukan tuturan yang memenuhi prinsip-prinsip sopan santun.

Dalam kaitan dengan ini, jarak sosial antara penutur dan mitra tutur terutama dapat dilihat dari tingkat keakraban dan kedekatan hubungan antara penutur dan mitra tutur tersebut. Untuk mengarahkan pembahasan, kedekatan hubungan tersebut diklasifikasikan dalam empat klasifikasi, yaitu klasifikasi hubungan sangat dekat, klasifikasi hubungan cukup dekat,klasifikasi hubungan cukup jauh, dan klasifikasi hubungan sangat jauh.

Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan sangat dekat meliputi anggota keluarga dalam satu rumah (ibu, bapak, kakak, adik ), kakek, nenek yang sering bertemu dengan anak, dan teman-teman sepermainan yang sering bersama-sama dengan anak sehari-hari. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan cukup dekat meliputi anggota keluarga yang tidak satu garis keturunan dengan anak (om, tante) dan orang lain yang kebetulan tinggal satu rumah dengan anak. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan cukup jauh meliputi anggota keluarga jauh dikenal oleh anak tetapi anak dan tetangga sekitar rumah yang tidak terlalu dikenal oleh anak tetapi anak mengetahui keberadaannya. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan sangat jauh meliputi keluarga jauh yang tidak dikenal oleh anak sebelumnya dan orang-orang yang tidak dikenal oleh anak sama sekali (misalnya: mitra tutur di terminal, di dalam bus).


(31)

2. Skala Status Sosial

Kompleksitas penggunaan tuturan dalam kegiatan komunikasi juga ditentukan oleh peran status sosial, yang meliputi kedudukan, tataran, tingkat, derajat atau martabat sosial seseorang terhadap orang lain. Scherer dan Giles (1978) menetapkan status sosial dalam kaitan dengan aspek-aspek umur, jenis kelamin atau seks, kepribadian individu, kelas sosial, struktur sosial, dan keetnikan. Peran individu dalam lingkungan keluarga atau masyarakat bersangkut paut dengan “kekuasaan” dan “kedudukan” sosial penutur dibandingkan dengan mitra tuturnya. “Kekuasaan” dan “kedudukan” sosial yang di maksudkan di sini dimaknai berbeda dengan kekuasaan dan kedudukan secara formal.

3. Skala Formalitas

Tingkat keformalan interaksi antara penutur dan mitra tutur merupakan faktor yang juga menentukan pilihan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Dalam sebuah interaksi formal yang dilakukan oleh seorang direktur di kantornya atau seorang dosen yang sedang mengajar di kelas menggunakan bahasa yang sangat formal. Sebaliknya, dalam sebuah interaksi obrolan pertemanan, seseorang akan menggunakan bahasa percakapan sehari-hari yang tidak formal. Dengan demikian, formal dan tidak formalnya interaksi antara penutur dan mitra tuturnya juga akan berpengaruh terhadap strategi yang digunakan oleh anak dalam kegiatan komunikasinya.

4. Skala afektif dan Referensial

Holmes (2001: 10) menyatakan bahwa bahasa tidak hanya dapat menyampaikan informasi objektif yang mengandung makna referensial, tetapi juga dapat mengekspresikan perasaan


(32)

seseorang. Sebuah gosip yang disampaikan seseorang dapat memberikan informasi referensial baru sekaligus dapat menyampaikan gambaran perasaan penutur berkaitan dengan gosip yang disampaikannya.

2.4 Konteks

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebaliknya konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa di dalamnya ( Duranti, 1997 dalam Rusminto 2009: 50).

Wijana, 1996 (dalam Rahardi, 2005: 50) menyatakan bahwa konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan. Konteks yang semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contexts).

Dalam uraian selanjutnya, Leech (1993:19) membagi aspek situasi tuturatas lima bagian yaitu (1) penutur dan mitra tutur; (2) konteks tuturan; (3) tujuan tuturan; (4) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

(1) Penutur dan Mitra tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan. Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang


(33)

terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban.

(2) Konteks Tuturan

Istilah konteks didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009:3) sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Di dalam tata bahasa, konteks tuturan mencakup semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresikan. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

(3) Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Dalam hal ini bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Bentuk-bentuk tuturan Pagi, selamatpagi, dan metpagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tutur yang ditemui pada pagi hari. Selain itu, Selamatpagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat juga digunakan untuk mengejek teman


(34)

atau kolega yang terlambat datang ke pertemuan, atau siswa yang terlambat masuk kelas, dan sebagainya.

(4) Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan adalah bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.

(5) Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindak verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau bahasa.

Sementara itu, Hymes (dalam Rusminto 2009: 55), menyatakan bahwa unsur-unsur konteks mencakup berbagai komponen yang disebut dengan akronim SPEAKING. Akronim ini dapat diuraikan sebagai berikut.

(1) Setting, yang meliputi waktu, tempat, atau kondisi fisik lain yang berbeda di sekitar tempat terjadinya peristiwa tutur. Hal tersebut dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di tempat keramaian seperti di pasar akan berbeda dengan keadaan pembicaraan di masjid.


(35)

(3) Ends, yaitu tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam peristiwa tutur yang sedang terjadi.

(4) Actsequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.

(5) Keys,yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur (serius, kasar, atau main-main). Cara-cara yang digunakan oleh seseorang ketika bertutur dapat mempermudah dalam memahami maksud ujaran tersebut.

(6) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan dibentuk tuturan yang dipakai oleh penutur dan mitra tutur. Saluran yang digunakan dapat berupa jalur lisan, tertulis atau telepon.

(7) Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang berlangsung. Norma ini mengacu untuk memperhalus ujaran yang akan dituturkan seseorang, misalnya norma kesopanan, norma agama dan sebagainya.

(8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur. Genres ini mengacu pada jenis bentuk penyampaian tuturan, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika penutur bertutur, selalu terdapat konteks yang melatari tuturannya tersebut. Konteks tersebut sangat menentukan dan berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi antara penutur dan mitra tuturnya. Lebih dari itu, ada kalanya konteks tersebut dimanfaatkan oleh penutur untuk mendukung atau menunjang agar tujuan tuturannya tercapai, seperti pemanfaatan waktu, tempat, suasana, peristiwa dan keberadaan orang tertentu. Pemanfaatan konteks untuk mendukung keberhasilan tujuan tuturan inilah yang di maksud dengan pendayagunaan konteks.


(36)

2.5 Prinsip-Prinsip Percakapan

Prinsip-prinsip percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dalam suatu percakapan, seseorang dituntut untuk mengusai kaidah-kaidah percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Supaya percakapan dapat berjalan dengan baik, maka pembicara harus menaati dan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada di dalam percakapan. Prinsip yang berlaku dalam percakapan ialah prinsip kerja sama (cooperative principle) dan prinsip sopan santun (politness principle).

2.5.1 Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle)

Di dalam komunikasi seseorang akan menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar penutur dan mitra tutur harus dapat saling bekerja sama. Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur. Prinsip kerja sama berbunyi “buatlah sumbangan percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana yang diharapakan, berdasarkan tujuan dan arah percakapan yang sedang diikuti”.

Secara lebih rinci, Prinsip kerja sama dituangakan Grice, 1975(dalam Rahardi, 2005: 53-57) ke dalam empat maksim, yaitu (i) maksim kuantitas (the maxim of quantity), (ii) maxim kualitas (the maxim of quality), (iii) maxim relevansi (the maxim of relevance), dan (iv) maxim pelaksanaan (the maxim of manner). Di bawah ini adalah uraian maksim-maksim tersebut.


(37)

Maksim kuantitas menyatakan “berikan informasi dalam jumlah yang tepat”. Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu:

1) berikan informasi Anda secukupnya yang diperlukan mitra tutur; 2) bicaralah seperlunya saja, jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu.

Maksim kuantitas ini memberikan tekanan pada tidak dianjurkannya pembicara untuk memberikan informasi lebih daripada yang diperlukan. Hal ini didasari asumsi bahwa informasi lebih tersebut hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Kelebihan informasi tersebut dapat saja dianggap sebagai sesuatu yang disengaja untuk memberikan efek tertentu.

Contoh maksim kuantitas:

(9) A: “Lihat itu Pak Eko memasuki ruang kuliah.”

B: “Lihat itu Pak Eko, dosen mata kuliah Analisis Wacana yang menjabat Kaprodi Pasca Sarjana, memasuki ruang kuliah.”

Tuturan (9A) lebih ringkas, jelas dan tidak menyimpang dari nilai kebenaran. Semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah analisis wacana sudah tau dosennya Pak Eko. Penambahan informasi pada tuturan (9B), justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang, jadi tuturan (9B) tidak sesuai dan menyimpang dari maksim kuantitas.

b. Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)

Maksim kualitas menyatakan “usahakan agar informasi Anda sesuai dengan fakta”. Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu:

1) jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini bahwa hal itu tidak benar; 2) jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.


(38)

Maksim ini mengisyaratkan penyampaian informasi yang mengandung kebenaran. Artinya, agar tercipta kerja sama yang baik dalam sebuah percakapan, seseorang dituntut menyampaikan informasi yang benar, bahkan hanya informasi yang mengandung kebenaran yang meyakinkan.

Contoh maksim kualitas:

(10) A: Silahkan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya. B: Jangan menyontek, nilainya bisa E nanti !

Tuturan (10A) dan (10B) di atas dituturkan oleh dosen kepada mahasiswanya di dalam ruang ujian pada ia melihat ada seorang mahasiswa yang sedang berusaha melakukan penyontekan. Tuturan (10B) jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra tutur. Sementara tuturan (10A) dikatakan melanggar kualitas karena penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan oleh seorang dosen. Akan merupakan sesuatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen yang mempersilahkan mahasiswanya melakukan pencontekan pada saat ujian berlangsung.

c. Maksim Relevansi (The Maxim of Relevance)

Maksim relasi menyatakan “jagalah kerelevansian”. Agar terjalin kerja sama antar penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama.

Contoh maksim relevansi:

(11) Evia: Aduh, aku haus banget, Dhe?. Dhea: Aku baru saja minum jus melon, Vi.


(39)

Dalam cuplikan percakapan di atas, tampak dengan jelas bahwa tuturan Dhea, yakni “Aku baru saja minum jus melon, Vi” tidak memiliki relevansi dengan apa yang ditanyakan oleh Evia. Dengan demikian tuturan Dhea pada contoh (11) tidak sesuai dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja sama.

d. Maksim Cara/Pelaksanaan(The Maxim of Manner)

Maksim cara menyatakan “usahakan agar Anda berbicara dengan teratur, ringkas, dan jelas”. Secara lebih rinci maksim ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) hindari ketidakjelasan atau kekaburan ungkapan; 2) hindari ambiguitas;

3) hindari kata-kata berlebihan yang tidak perlu; 4) harus berbicara dengan teratur.

Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama ini, karena tidak mematuhi maksim cara.

Contoh maksim cara:

(12) Dita: Ma, besok dita harus kembali lagi ke lokasi KKN. Mama: Sudah mama siapkan di laci meja.

Dari cuplikan di atas, tampak bahwa tuturan yang dituturkan Dita kabur maksudnya. Maksud yang sebenarnya dari tuturan Dita itu, bukannya ingin memberi tahu kepada mama bahwa Dita akan segera kembali ke lokasi KKN, melainkan lebih dari itu, yakni bahwa Dita sebenarnya ingin menanyakan apakah mama sudah menyiapkan uang yang sudah diminta sebelumnya.


(40)

Agar proses komunikasi penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik dan lancar, mereka haruslah dapat saling bekerja sama. Bekerja sama yang baik di dalam proses bertutur salah satunya, berprilaku sopan pada pihak lain, tujuannya supaya terhindar dari kemacetan komunikasi. Leech (1993:120) mengatakan bahwa prinsip kerja sama berfungsi mengatur apa yang dikatakan oleh peserta percakapan sehingga tuturan dapat memberikan sumbangan kepada tercapainya tujuan percakapan, sedangkan prinsip kesantunan menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan.

Dalam kaitannya dengan ini, Leech mencontohkan pentingnya penerapan prinsip sopan santun tersebut sebagai berikut: “Kita harus sopan kepada tetangga kita. Jika tidak, hubungan kita dengan tetangga kita akan rusak dan kita tidak boleh lagi meminjam mesin pemotong rumputnya”.

Leech dalam Tarigan (1986: 39) membagi prinsip sopan santun ke dalam enam kategori maksim berikut (i) maksim kebijaksanaan (tact maxim), (ii) maksim kedermawanan (generosity maxim), (iii) maksim Penghargaan (approbation maxim), (iv) maksim kesederhanaan (modesty maxim), (v) maksim kesepakatan (agreement maxim) dan (vi) maksim simpati (sympathy maxim).

a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

Maksim kebijaksanaan mengandung prinsip sebagai berikut: 1) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin;

2) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.


(41)

(13) Tuan rumah : “Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami semua sudah mendahului.”

Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

Tuturan (13) dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak muda yang sedang bertamu di rumah ibu tersebut. Pada saat itu, anak muda itu harus berada di rumah ibu tersebut sampai malam karena hujan sangat deras dan tidak segera reda. Contoh di atas tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan oleh tuan rumah sungguh memaksimalkan keuntungan bagi tamu.

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan mengandung prinsip sebagai berikut: 1) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; 2) buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.

Contoh maxim kedermawaan:

(14) Adik : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok yang kotor.” Kakak : “Tidak usah, Kak. Nanti siang saya akan mencuci juga,

kok.”

Dari tuturan (14) yang disampaikan adik di atas, tampak dengan jelas bahwa adik berusaha memaksimalkan keuntungan bagi kakak dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan adik dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya sang kakak.

c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

Maksim penghargaan mengandung prinsip sebagai berikut: 1) kurangi cacian pada orang lain sesedikit mungkin; 2) tambahi pujian pada orang lain sebanyak mungkin.


(42)

Contoh maxim penghargaan:

(15) Dosen A : Pak, tadi Saya sudah memulai kuliah perdana Analisis Wacana untuk kelas Batrasia.

Dosen B : Oya, tadi saya mendengar penjelasan Anda tentang Analisis Wacana sangat jelas.

Tuturan (15) dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga dosen dalam ruangan dosen pada sebuah perguruan tinggi negeri. Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap dosen B pada contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan oleh dosen B. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu dosen B berprilaku santun terhadap dosen A.

d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

Maksim kesederhanaan mengandung prinsip sebagai berikut: 1) kurangi pujian pada diri sendiri sesedikit mungkin; 2) tambahi cacian pada diri sendiri sebanyak mungkin.

Contoh maxim kesederhanaan:

(16) Dita : Ka, nanti kamu yang jadi moderator saat aku seminar proposal ya?

Tika : Waduh, nanti aku grogi.

Tuturan (16) yang disampaikan dita untuk meminta tika sebagai moderator dengan bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.


(43)

Maksim kesepakatan mengandung prinsip sebagai berikut:

1) kurangi kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain sesedikit mungkin; 2) tingkatkan kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain sebanyak mungkin.

Contoh maxim kesepakatan:

(17) Lia : Nanti malam kita nonton di Bioskop ya, Ta! Dita : Boleh. Saya tunggu di 21.

Pada tuturan di atas terlihat jelas bahwa terdapat kesepakatan atau kecocokan antara penutur dan mitra tutur untuk pergi bersama nanti malam. Hal tersebut juga diperkuat dengan tuturan dari mitra tutur “boleh” yang berarti sepakat dengan ajakan penutur, yakni nonton di Bioskop.

f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati mengandung prinsip sebagai berikut:

1) kurangi rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain sekecil mungkin; 2) tingkatkan rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain sebanyak mungkin.

Contoh maxim simpati:

(18) Andre : Lia, Ibuku meninggal tadi malam.

Lia : Innalillahiwainailahi rojiun. Saya turut berduka cita.

Pada tuturan di atas, dikatakan memenuhi prinsip sopan santun maksim simpati karena terlihat jelas bahwa Lia memaksimalkan simpati kepada Andre dengan cara ikut berduka cita.

2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar


(44)

mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Isi kurikulum merupakan susunan, bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan (Oemar Hamalik, 2005: 18).

Kurikulum yang berlaku di sekolah dasar (SD) saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan badan standar nasional pendidikan (BSNP). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Pendidikan bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik serta mempunyai kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat disampaikan melalui bahasa yang baik pula.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di sekolah dasar, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Akhadiah dkk. (1991: 1) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar.


(45)

(46)

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif,yaitu metode penelitian yang data dan hasil analisisnya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis bukan angka-angka. Tulisan hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk memberikan ilustrasi dan mengisi materi laporan (Zaini Hasan, 1990:16). Penggunaan metode deskriptif diharapkan dapat memberikan bentuk tuturan bertanya pada dialogfilm“Hafalan Shalat Delisa” dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa tuturan dari tokoh dalam dialog film “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye. Mereka adalah (1) Abi Usman, (2) Umi Salamah, (3) Kak Fatimah, (4) Cut Aisyah, (5) Cut Zahra, (6) Delisa, (7) Koh Acan, (8) Ustadz Rahman, (9) Prajurit Smith, (10) Suster Sophie.

Tokoh lainnya adalah: (1) Tiur, (2) Teuku Umam, (3) ibu guru Nur.


(48)

2

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik simak dan pencatatan. Dikatakan teknik simak yakni penulis menyimak semua dialog film “Hafalan Shalat Delisa” yang berdurasi 01:40:17 detik.Penelitian ini juga menggunakan teknik pencatatan, yakni catatan transkip data.

Catatan transkip data dilakukan untuk mencatat tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dari setiap pemeran dalam film “Hafalan Shalat Delisa”. Catatan tersebut, yakni catatan deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan dari setiap tokoh dalam dialog film “Hafalan Shalat Delisa” termasuk konteks yang melatarinya, dan catatan reflektif adalah interpretasi atau penafsiran peneliti terhadap tuturan yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Menyimak dan mencatat semua tuturan bertanya yang muncul dalam dialog

film “Hafalan Shalat Delisa”termasuk konteks tuturan;

2. Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif, catatan reflektif dan juga menggunakan catatan heuristik, yakni analisis konteks. Analisis heuristik digunakan apabila ada tuturan bertanya tidak langsung yang memiliki berbagai interpretasi makna;

3. Mengidentifikasi tuturan tokoh yang di dalamnya terdapat tuturan bertanya; 4. Mengklasifikasi data tuturan bertanya, yakni bertanya langsung dan bertanya

tidak langsung berdasarkan konteks;


(49)

3

penarikan simpulan;

6. Mendeskripsikan implikasi tuturan bertanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD).

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik

(Leech, 1993:63) Leech menawarkan pemakaian analisis heuristik untuk menginterpretasi sebuah tuturan. Dalam analis heuristik, analisis berawal dari problema, dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, dan asumsi dasar bahwa penutur menaati prinsip-prinsip pragmatis, kemudian mitra tutur merumuskan hipotesis tujuan tuturan. Berdasarkan data yang tersedia, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti konstektual yang tersedia, berarti pengujian berhasil, hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatis. Jika pengujian

1. Problem

2. Hipotesis

3. Pemeriksaan

4.b. Pengujian Gagal 4.a. Pengujian Berhasil


(50)

4

gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang dapat diterima.

Contoh:

Penutur dan Mitra Tutur : Lia (Bidan) dan Agung (IPDN) 1. Permasalahan (Interpretasi tuturan) “dingin sekali ya mas disini”

2. Hipotesis a. menyatakan ingin dipeluk b. menyatakan ingin masuk rumah c. menyatakan ingin minta jaket

3.Pemeriksaan a. sudah lama tidak bertemu b. sedang duduk di teras c. cuaca dingin habis hujan

4.b. Pengujian b, dan c Gagal 4.a. Pengujian a Berhasil


(51)

5

Tempat : Teras rumah

Waktu : Malam hari

Tuturan pada contoh di atas merupakan kalimat yang berupa pertanyaan, tetapi setelah diperiksa menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data tuturan berupa bertanya tidak langsung dengan modus meminta. Selain bertanya, penutur mempunyai maksud dibalik tuturannya itu, yakni minta dipeluk oleh mitra tutur. Hal ini disebabkan karena penutur dan mitra tutur sudah lama tidak bertemu sejak tiga bulan terakhir. Hubungan antara penutur dan mitra tutur adalah sepasang kekasih yang sedang pacaran dan akan segera menikah.


(52)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” terdapat tuturan bertanya langsung dan tuturan bertanya tidak langsung. Tuturan bertanya langsung yang muncul hanya untuk mengekspresikan tindak tutur bertanya. Tuturan langsung digunakan penutur untuk memperoleh informasi dari mitra tutur. Tuturan tidak langsung terdiri atas (1) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memerintah, berfungsi untuk memberi perintah atau menyuruh melakukan sesuatu secara tidak langsung; (2) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur menolak, berfungsi untuk tidak memberi atau mengabulkan sesuatu yang diminta; (3) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur meminta, berfungsi supaya diberi atau mendapat sesuatu; (4) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memberitahukan, berfungsi untuk menyampaikan sesuatu kabar supaya diketahui; (5) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memohon, berfungsi meminta dengan hormat; (6) tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur mengajak, berfungsi untuk meminta (menyilakan) supaya ikut serta.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh bahwa tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” terdapat tuturan bertanya langsung dan tuturan bertanya tidak langsung, maka penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.


(53)

1. Untuk Guru SD

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tuturan bertanya pada dialog film “Hafalan Shalat Delisa” tidak hanya menggunakan bentuk tuturan bertanya langsung tetapi juga tuturan bertanya tidak langsung. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh guru Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) agar lebih memperhatikan tuturan bertanya siswa dan mampu memaknai tuturan yang dituturkan oleh siswa karena berdasarkan tuturan yang disampaikan sebenarnya mempunyai maksud yang lain. Dengan demikian, tuturan yang disampaikan dapat menjaga hubungan antara penutur dan mitra tutur tetap berjalan baik dan menjaga komunikasi tetap berjalan dengan lancar;

2. Untuk Peneliti

Penelitian yang dilakukan penulis terbatas pada tuturan bertanya khususnya tuturan bertanya pada dialog film. Dengan demikian, peluang sangat terbuka peluang bagi adanya kajian lebih lanjut berkaitan dengan hal tersebut, terutama berkaitan dengan meneliti tuturan bertanya dengan sumber data yang berbeda seperti pada tuturan bertanya balita, tuturan bertanya anak SMA dalam suatu forum.


(54)

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM

KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI SD

(Skripsi)

Oleh

DITA MEILINDA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

“HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA


(55)

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM

KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Program Studi

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI SD

Oleh

DITA MEILINDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

“HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA


(56)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pragmatik ... 7

1.2 Tindak Tutur ... 8

1.2.1 Tindak Tutur Lokusi ... 8

1.2.2 Tindak Tutur Ilokusi ... 9

1.2.3 Tindak Tutur Perlokusi ... 12

1.3 Peranan Mitra Tutur dalam Peristiwa tutur ... 12

1.4 Konteks ... 15

1.5 Prinsip-Prinsip Percakapan ... 20

2.4.1 Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle) ... 20

2.4.2 Prinsip Sopan Santun (PolitnessPrinciple) ... 24

1.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ... 28 III. METODE PENELITIAN


(57)

3.1 Desain Penelitian ... 30

3.2 Sumber Data ... 30

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4 Teknik Analisis Data ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil ... 35

1.2 Pembahasan ... 36

1.2.1 Bentuk Tuturan Bertanya ... 36

1.2.1.1 Tuturan Langsung ... 36

1.2.1.2 Tuturan Tidak Langsung ... 42

4.2.1.2.1 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memerintah ... 42

4.2.1.2.2 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Menolak ... 45

4.2.1.2.3 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Meminta ... 47

4.2.1.2.4 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memberitahukan ... 53

4.2.1.2.5 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Memohon ... 55

4.2.1.2.6 Tuturan Bertanya sebagai Ekspresi Tindak Tutur Mengajak ... 57

1.2.1.3 Implikasi pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) ... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(58)

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Brown dan Yule. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

_____. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.

Halliday, M.A.K dan Hasan Ruqaiya. 1985. Bahasa, Konteks dan Teks. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, Zaini. 1990. Penelitian Kualitatif. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang.

http://id.wikipedia.org/wiki/Film. 5 Februari 2012.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hafalan_Shalat_Delisa. 8 Februari 2012

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka, M.D.D. Universitas Indonesia: Jakarta.

Liye, Tere. 2008. Hafalan Sholat Delisa(Novel). Jakarta: Republika. Parera. J. D. 2004. TEORISEMANTIK. Jakarta: Erlangga.

Rahadi, R. Kunjana. 2005. PRAGMATIK Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2009. Analisis Wacana Bahasa Indonesia (Buku Ajar). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

_____. 2010. Memahami Bahasa Anak-Anak. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(60)

Susilo, Agus. 2011. “Tuturan Bertanya Siswa Taman Kanak-Kanak LPMK Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2010/2011 di Lingkungan Sekolah dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa. Lampung”. Skripsi Mahasiswa FKIP, Unila. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Suyitno, Imam. 2011. Karya Tulis Ilmiah (KTI). Bandung: PT Refika Aditama. Tarigan, Henry Guntur.1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung. _____.1984. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa Bandung.

Universitas Lampung, 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(61)

Judul Skripsi : TUTURAN BERTANYA PADA DIALOG FILM

“HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE- LIYE DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI SD

Nama Mahasiswa : Dita Meilinda

No. Pokok Mahasiswa : 0853041007

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nurlaksana Eko R., M. Pd. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum.

NIP 196401061988031001 NIP 196101041987031004

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M. Si. NIP 194804211978031004


(62)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. ...

Sekretaris : Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Wini Tarmini, M.Hum. ...

2. Dekan Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003


(63)

MOTO

“Selalu bersyukur adalah jalan terbaik untuk menjadikan hidup lebihbijaksana dan mensyukuri apa yang kamu miliki adalah syarat atas kebahagianmu”

(Mario Teguh)

“Demi cita-cita tidak ada rintangan yang menghalangi dan keberhasilan ada dalam tindakan bukan rencana”

(Mario Teguh)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Alam Nasyrah:6)


(64)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah Subhanawataalla, penulis persembahkan buah karya ini kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Orang tua penulis Sumardi Dae dan Zulbaidar yang dengan penuh tulus ikhlas

mencurahkan kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, perhatian, dan dukungan kepada penulis hingga sekarang;

2. Adik semata wayang, Defita Aprelia terima kasih atas semangat dan senyuman yang

selalu diberikan kepada penulis untuk menjadi lebih baik;

3. Seluruh keluarga besarku yang senantiasa menanti kelulusanku; dan

4. Almamater Tercinta, Universitas Lampung yang telah memberi ilmu dan berbagai


(65)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung, pada 19 Mei 1990. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang dilahirkan dari buah cinta Sumardi Dae dan Zulbaidar. Penulis mulai mengenyam pendidikan formal pada 1995 di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Azhar 2 Bandar Lampung selesai 1996. Sekolah Dasar (SD) Al-Azhar 1 Bandar Lampung pada 1996-2002. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) 19 Bandar Lampung pada2002-2005. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bandar Lampung pada 2005 dan diselesaikan pada 2008.

Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik pengalaman lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gunung Sugih, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012 dari bulan Juli hingga September.


(66)

SANWACANA Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat ALLAH Subhanawataala atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tuturan Bertanya Pada Dialog Film “Hafalan Shalat Delisa”Karya Tere Liye Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., selaku pembimbing I yang selama ini telah

banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini;

2. Ibu Sumarti, S. Pd. M. Hum., selaku pembimbing II dan kemudian proses bimbingan

dilanjutkan oleh Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., kedua dosen tersebut telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan dan memberikan nasihat kepada penulis;

3. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku penguji utama yang telah memberikan nasihat,

arahan, saran dan motivasi kepada penulis;

4. Dr. Siti Samhati, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik (PA) yang banyak membantu,


(67)

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung;

6. Drs. Imam Rejana, M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberi penulis ilmu yang bermanfaat;

8. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta stafnya;

9. Guru-guru SD, SMP, SMA penulis yang telah tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan

serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Tanpa bekal ilmu pengetahuan dari Bapak dan Ibu guru, penulis tidak akan sampai ke perguruan tinggi ini;

10.Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan

dorongan, semangat, dan doa kepada penulis;

11.Sahabat terbaikku hingga saat ini Rahmalia Juwita Sari, Amd. Keb., terima kasih untuk

bantuan, memberikan dorongan dan semangat untuk penulis, semoga persahabatan kita akan kekal selamanya;

12.Teman-teman seperjuangan penulis Evia, Dhea dan Tika serta teman-teman seangkatan

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008, terima kasih atas hari-hari indah yang kalian berikan, pertemanan, doa serta kebersamaan yang telah diberikan selama ini;

13.Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat


(68)

Semoga ALLAH Subhanawataala selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk bapak, ibu dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi yang luar biasa ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandar Lampung, 27 September 2012 Penulis


(1)

MOTO

“Selalu bersyukur adalah jalan terbaik untuk menjadikan hidup lebihbijaksana dan mensyukuri apa yang kamu miliki adalah syarat atas kebahagianmu”

(Mario Teguh)

“Demi cita-cita tidak ada rintangan yang menghalangi dan keberhasilan ada dalam tindakan bukan rencana”

(Mario Teguh)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Alam Nasyrah:6)


(2)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah Subhanawataalla, penulis persembahkan buah karya ini kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Orang tua penulis Sumardi Dae dan Zulbaidar yang dengan penuh tulus ikhlas mencurahkan kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, perhatian, dan dukungan kepada penulis hingga sekarang;

2. Adik semata wayang, Defita Aprelia terima kasih atas semangat dan senyuman yang selalu diberikan kepada penulis untuk menjadi lebih baik;

3. Seluruh keluarga besarku yang senantiasa menanti kelulusanku; dan

4. Almamater Tercinta, Universitas Lampung yang telah memberi ilmu dan berbagai pengalaman yang tidak terlupakan.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung, pada 19 Mei 1990. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang dilahirkan dari buah cinta Sumardi Dae dan Zulbaidar. Penulis mulai mengenyam pendidikan formal pada 1995 di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Azhar 2 Bandar Lampung selesai 1996. Sekolah Dasar (SD) Al-Azhar 1 Bandar Lampung pada 1996-2002. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) 19 Bandar Lampung pada2002-2005. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bandar Lampung pada 2005 dan diselesaikan pada 2008.

Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik pengalaman lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gunung Sugih, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012 dari bulan Juli hingga September.


(4)

SANWACANA Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat ALLAH Subhanawataala atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tuturan Bertanya Pada Dialog Film “Hafalan Shalat Delisa”Karya Tere Liye Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., selaku pembimbing I yang selama ini telah

banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini;

2. Ibu Sumarti, S. Pd. M. Hum., selaku pembimbing II dan kemudian proses bimbingan

dilanjutkan oleh Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., kedua dosen tersebut telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan dan memberikan nasihat kepada penulis;

3. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku penguji utama yang telah memberikan nasihat,

arahan, saran dan motivasi kepada penulis;

4. Dr. Siti Samhati, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik (PA) yang banyak membantu,


(5)

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung;

6. Drs. Imam Rejana, M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberi penulis ilmu yang bermanfaat;

8. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta stafnya;

9. Guru-guru SD, SMP, SMA penulis yang telah tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan

serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Tanpa bekal ilmu pengetahuan dari Bapak dan Ibu guru, penulis tidak akan sampai ke perguruan tinggi ini;

10. Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa kepada penulis;

11. Sahabat terbaikku hingga saat ini Rahmalia Juwita Sari, Amd. Keb., terima kasih untuk bantuan, memberikan dorongan dan semangat untuk penulis, semoga persahabatan kita akan kekal selamanya;

12. Teman-teman seperjuangan penulis Evia, Dhea dan Tika serta teman-teman seangkatan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008, terima kasih atas hari-hari indah yang kalian berikan, pertemanan, doa serta kebersamaan yang telah diberikan selama ini;

13. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(6)

Semoga ALLAH Subhanawataala selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk bapak, ibu dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi yang luar biasa ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandar Lampung, 27 September 2012 Penulis


Dokumen yang terkait

Analisis isi pesan dakwah dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere-Liye

0 13 118

ASPEK RELIGI DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA DARWIS TERE LIYE: KAJIAN SEMIOTIK DAN IMPLEMENTASINYA DALAM Aspek Religi Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Darwis Tere Liye: Kajian Semiotik Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 3 16

ASPEK RELIGI DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA DARWIS TERE LIYE: KAJIAN SEMIOTIK DAN IMPLEMENTASINYA DALAM Aspek Religi Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Darwis Tere Liye: Kajian Semiotik Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 4 11

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE : TINJAUAN Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Di SMA.

1 2 13

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLIKASINYA Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pem

0 3 18

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE.

0 1 13

PENDAHULUAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE-LIYE.

0 1 17

HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

0 1 131

WUJUD NILAI MORAL TOKOH DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE: PENDEKATAN PRAGMATIK

0 0 19

ORIENTASI RELIGIUS GORDON ALLPORT TOKOH DELISA DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

0 0 12