12 kerusakan sudah meluas, timbul sesak
napas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula rasa nyeri dada Satyo
Agustin, 2007.
2.1.4 Faktor Resiko TB Paru
2.1.4.1 Kependudukan Kejadian penyakit TB Paru merupakan
hasil reaksi antara komponen lingkungan yakni udara yang mengandung basil
tuberkulosis dengan masyarakat serta dipengaruhi
berbagai variabel
yang mempengaruhinya
variabel kependudukan. Variabel kependudukan
yang memiliki peran dalam kejadian
penyakit TB Paru yakni: 1. Jenis kelamin
Berdasarkan catatan statistik, meski selamanya tidak konsisten, mayoritas
penderita TB Paru adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan
perhatian lebih lanjut pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem
13 pertahanan
tubuh maupun
tingkat molekuler.
2. Umur Resiko untuk mendapatkan penyakit TB
Paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika
awalnya, kemudian menurun karena usia diatas 2 tahun hingga dewasa
memiliki daya tangkal yang lebih baik terhadap TB Paru. Puncaknya pada
dewasa muda dan menurun kembali ketika
seseorang atau
kelompok menjelang usia tua Warren, 1994
Daniel dalam Harrison 1991 dalam Satyo Agustin 2007. Namun di
Indonesia diperkirakan 75 penderita TB Paru adalah usia produktif, yakni
usia 15 hingga 50 tahun Depkes, 2002 dalam Satyo Agustin 2007.
3. Status gizi Bakteri TB Paru merupakan bakteri
yang suka “tidur” hingga bertahun-tahun
14 dan menimbulkan penyakit TB Paru
apabila memiliki kesempatan untuk “bangun”. Oleh sebab itu, salah satu
kekuatan daya tangkap adalah status gizi yang baik, baik pada wanita, laki-
laki, anak-anak maupun dewasa. 4. Kondisi sosial ekonomi
Sembilan puluh persen penderita TB Paru di dunia menyerang kelompok
sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan
TB Paru bersifat timbal balik, TB Paru merupakan penyebab kemiskinan dan
karena kemiskinan pula maka manusia menderita TB Paru. Kondisi sosial
ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung namun
dapat merupakan
penyebab tidak
langsung seperti adanya kondisi gizi memburuk serta perumahan yang tidak
sehat dan akses terhadap kesehatan yang juga menurun.
15 Rata-rata penderita TB Paru kehilangan
3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun.
Mereka juga
kehilangan penghasilan dalam setahun yang secara
total mencapai 30 dari pendapatan rumah tangga WHO, 2003 dalam Satyo
Agustin 2007. 2.1.4.2 Faktor resiko lingkungan
1. Kepadatan penduduk Kepadatan
penduduk merupakan
pre-requisite faktor pendukung atau prasyarat
dalam proses penularan penyakit.
Semakin padat
jumlah penduduk maka perpindahan penyakit
melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Departemen Kesehatan telah
membuat peraturan tentang rumah sehat
dengan rumus
jumlah penghuniluas bangunan. Syarat rumah
dianggap sehat adalah 10 m
2
per orang. Jarak antara tempat tidur yang satu
dengan yang lain 90 cm dan kamar tidur
16 sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2
orang, kecuali anak di bawah 2 tahun Depkes, 2003 dalam Satyo Agustin
2007. 2. Lantai rumah
Lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB Paru yaitu melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah
cenderung menimbulkan
kelembaban sehingga
sangat mempengaruhi viability daya hidup
bakteri TB Paru. 3. Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta
mengurangi kelembaban. Uap air baik dari
pernapasan maupun
keringat manusia
dapat mempengaruhi
kelembaban. Semakin banyak manusia dalam suatu ruangan maka akan makin
tinggi pula
kelembabannya. Kelembaban dalam ruang tertutup yang
17 banyak terdapat manusia di dalamnya
lebih tinggi dibandingkan kelembaban di luar ruang. Adanya ventilasi akan
mengencerkan konsentrasi bakteri TB Paru dan bakteri lain sehingga terbawa
keluar dan mati terkena sinar ultra violet. Ventilasi juga dapat menjadi jalan
masuknya sinar ultra violet. Hal ini akan semakin baik apabila konstruksi rumah
menggunakan genteng kaca karena hal ini merupakan kombinasi yang baik.
4. Pencahayaan Rumah sehat memerlukan cahaya
cukup, khususnya cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain
ultra violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak
menyilaukan. 5. Kelembaban
Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme,
18 termasuk bakteri TB Paru sehingga
viabilitasnya lebih lama. 6. Ketinggian
Ketinggian secara
umum mempengaruhi kelembaban dan suhu
lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter, selisih suhu udara dengan permukaan
laut sebesar
0,5 C.
Disamping berkaitan
dengan kelembaban,
ketinggian juga
berkaitan dengan
kerapatan oksigen. M. tuberkulosis sangat aerob, sehingga diperkirakan
kerapatan oksigen di pegunungan akan mempengaruhi viabilitas bakteri TB
Paru Olander, 2003 dalam Satyo Agustin 2007.
Penyakit TB Paru akan cepat memburuk jika pengidap TB Paru juga merokok atau mereka
sering keluar malam, karena udara malam tidak sehat untuk penyakit paru-paru. Begitu juga bagi
pekerja pabrik kimia, pabrik dengan asap dan debu
19 pekat. Pekerja yang bekerja di lingkungan yang
udaranya sudah tercemar asap, debu atau gas buangan juga harus lebih waspada Satyo
Agustin, 2007.
2.1.5 Penularan TB Paru