Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian

Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk basil, berukuran panjang 1 - 4 µ dan tebal 0,3 - 0,6 µ, dan tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar tubuh bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuatnya lebih tahan asam dan bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lainnya adalah bersifat aerob (lebih menyukai jaringan yang kaya akan oksigen), terutama bagian apikal posterior (Bahal, 1990 dalam Satyo & Agustin 2007).

Selain menyerang paru-paru, sebagian besar bakteri tuberkulosis juga dapat menyerang organ lain di dalam tubuh. Secara khas bakteri ini


(2)

membentuk granuloma dalam paru sehingga menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan (Yunus, 1989 dalam Satyo & Agustin 2007).

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu:

a. TB Paru BTA positif

Disebut TB Paru BTA positif apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukkan gambaran TB Paru aktif.

b. TB Paru BTA negatif

Apabila dalam pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS BTA negatif dan foto radiologi dada menunjukkan gambaran TB Paru aktif. TB Paru dengan BTA negatif dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan,


(3)

bila menunjukkan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.

c. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh di luar paru, termasuk pleura yakni bagian yang menyelimuti paru dan organ lain seperti selaput otak, kulit, persendian, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain (Satyo & Agustin, 2007).

2.1.3 Gambaran Klinik 2.1.3.1 Gejala sistemik

Secara sistematis pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam berlangsung pada waktu sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun tanpa kegiatan, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan seperti demam influenza biasa dan kemudian juga seolah-olah “sembuh” atau tidak mengalami demam. Gejala lain adalah malaise (seperti

perasaan lesu) yang bersifat


(4)

enak badan, lemah lesu, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, pusing serta mudah lelah. Gejala sistematik ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB yang menyerang organ lain (Yunus, 1992 & Harrisons, 1991 dalam Satyo & Agustin 2007).

2.1.3.2 Gejala respiratorik

Gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan adalah batuk. Batuk bisa berlangsung terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila melibatkan bronkus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai

upaya untuk membuang ekskresi

peradangan berupa dahak (sputum) yang bersifat mukoid atau purulent. Terkadang gejala respiratorik ini disertai batuk darah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk darah inilah yang sering membawa penderita ke dokter. Apabila


(5)

kerusakan sudah meluas, timbul sesak napas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula rasa nyeri dada (Satyo & Agustin, 2007).

2.1.4 Faktor Resiko TB Paru 2.1.4.1 Kependudukan

Kejadian penyakit TB Paru merupakan hasil reaksi antara komponen lingkungan yakni udara yang mengandung basil tuberkulosis dengan masyarakat serta dipengaruhi berbagai variabel yang

mempengaruhinya (variabel

kependudukan). Variabel kependudukan yang memiliki peran dalam kejadian penyakit TB Paru yakni:

1. Jenis kelamin

Berdasarkan catatan statistik, meski selamanya tidak konsisten, mayoritas penderita TB Paru adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan perhatian lebih lanjut pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem


(6)

pertahanan tubuh maupun tingkat molekuler.

2. Umur

Resiko untuk mendapatkan penyakit TB Paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, kemudian menurun karena usia diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tangkal yang lebih baik terhadap TB Paru. Puncaknya pada dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua (Warren, 1994 & Daniel dalam Harrison 1991 dalam Satyo & Agustin 2007). Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah usia produktif, yakni usia 15 hingga 50 tahun (Depkes, 2002 dalam Satyo & Agustin 2007).

3. Status gizi

Bakteri TB Paru merupakan bakteri yang suka “tidur” hingga bertahun-tahun


(7)

dan menimbulkan penyakit TB Paru apabila memiliki kesempatan untuk “bangun”. Oleh sebab itu, salah satu kekuatan daya tangkap adalah status gizi yang baik, baik pada wanita, laki-laki, anak-anak maupun dewasa. 4. Kondisi sosial ekonomi

Sembilan puluh persen penderita TB Paru di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB Paru bersifat timbal balik, TB Paru merupakan penyebab kemiskinan dan karena kemiskinan pula maka manusia menderita TB Paru. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi memburuk serta perumahan yang tidak sehat dan akses terhadap kesehatan yang juga menurun.


(8)

Rata-rata penderita TB Paru kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan dalam setahun yang secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga (WHO, 2003 dalam Satyo & Agustin 2007).

2.1.4.2 Faktor resiko lingkungan 1. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk merupakan pre-requisite (faktor pendukung atau prasyarat) dalam proses penularan penyakit. Semakin padat jumlah penduduk maka perpindahan penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Departemen Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah

sehat dengan rumus jumlah

penghuni/luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10 m2 per orang. Jarak antara tempat tidur yang satu dengan yang lain 90 cm dan kamar tidur


(9)

sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali anak di bawah 2 tahun (Depkes, 2003 dalam Satyo & Agustin 2007).

2. Lantai rumah

Lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB Paru yaitu melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai

tanah cenderung menimbulkan

kelembaban sehingga sangat

mempengaruhi viability (daya hidup) bakteri TB Paru.

3. Ventilasi

Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi (pergantian udara) dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Uap air baik dari pernapasan maupun keringat

manusia dapat mempengaruhi

kelembaban. Semakin banyak manusia dalam suatu ruangan maka akan makin

tinggi pula kelembabannya.


(10)

banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi dibandingkan kelembaban di luar ruang. Adanya ventilasi akan mengencerkan konsentrasi bakteri TB Paru dan bakteri lain sehingga terbawa keluar dan mati terkena sinar ultra violet. Ventilasi juga dapat menjadi jalan masuknya sinar ultra violet. Hal ini akan semakin baik apabila konstruksi rumah menggunakan genteng kaca karena hal ini merupakan kombinasi yang baik. 4. Pencahayaan

Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan.

5. Kelembaban

Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme,


(11)

termasuk bakteri TB Paru sehingga viabilitasnya lebih lama.

6. Ketinggian

Ketinggian secara umum

mempengaruhi kelembaban dan suhu lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter, selisih suhu udara dengan permukaan laut sebesar 0,50 C. Disamping

berkaitan dengan kelembaban,

ketinggian juga berkaitan dengan kerapatan oksigen. M. tuberkulosis sangat aerob, sehingga diperkirakan kerapatan oksigen di pegunungan akan mempengaruhi viabilitas bakteri TB Paru (Olander, 2003 dalam Satyo & Agustin 2007).

Penyakit TB Paru akan cepat memburuk jika pengidap TB Paru juga merokok atau mereka sering keluar malam, karena udara malam tidak sehat untuk penyakit paru-paru. Begitu juga bagi pekerja pabrik kimia, pabrik dengan asap dan debu


(12)

pekat. Pekerja yang bekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu atau gas buangan juga harus lebih waspada (Satyo & Agustin, 2007).

2.1.5 Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB Paru dengan BTA positif. Apabila penderita TB Paru batuk, berbicara, atau bersin, maka ribuan bakteri TB berhamburan bersama “droplet” napas penderita yang bersangkutan, khususnya pada penderita TB Paru aktif dan luka terbuka pada parunya (Mandal dkk., 2006). Jika penderita TB membuang ludah atau dahak yang mengandung bakteri tuberkulosis sembarangan, ludah dan dahak akan mengering dan bakterinya sangat mudah diterbangkan angin. Karena itu harus disiapkan tempat khusus untuk menampung dahak penderita dan diberi desinfektan. Bakteri akan mudah terhirup manusia dan masuk ke paru-paru orang lain. Di dalam paru-paru bakteri TB akan bersarang dan berkembang biak. Bakteri semakin


(13)

lama akan semakin banyak dan menggerogoti paru-paru.

Akan tetapi tidak semua orang yang terinfeksi bakteri tuberkulosis akan mengidap TB Paru. Setiap orang memiliki kekebalan TB Paru jika sejak bayi sudah diberi imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin). Penularan TB Paru dapat terjadi di mana saja. Individu yang memiliki kondisi tubuh yang lemah, kurang gizi, kekurangan protein, kekurangan darah, dan kurang beristirahat akan mudah tertular oleh penyakit TB Paru.

Bakteri tuberkulosis menyukai lingkungan kotor dan kumuh karena dapat menyuburkan pertumbuhannya. Hal itu didukung pula jika banyak

orang meludah dan membuang dahak

sembarangan, orang di sekitar penderita belum di imunisasi BCG dan juga didukung oleh kondisi kurang gizi.

Daya penularan dari seseorang ke orang yang lain ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan serta lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri tersebut. Pada


(14)

anak-anak, apabila TB Paru tidak diobati maka dapat menyerang organ tubuh yang lain seperti tulang, otak, ginjal dan getah bening. Pada orang dewasa bakteri tuberkulosis hanya lebih sering menyerang paru-paru dan apabila tidak diobati, maka bakteri akan menyebabkan paru-paru menjadi lunak kemudian hancur (Satyo & Agustin, 2007).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung (Depkes, 2005 dalam Mandal dkk., 2006). Diagnosis pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Pemeriksaan kultur memerlukan waktu lama, hanya dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit-unit pelayanan memilikinya. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang ke tempat pengobatan dan dicurigai menderita TB Paru, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya


(15)

dengan mengambil dahak pagi. Pemeriksaan ketiga dilakukan ketika penderita datang lagi ke tempat pengobatan. Oleh sebab itu di sebut pemeriksaan SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya ada satu spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB Paru maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB Paru. Jika hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau bakteri tuberkulosis hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk hal itu.


(16)

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberi antibiotik berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, misalnya amoksisilin atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi (Mandal dkk., 2006).

2.1.7 Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru

Upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru yang harus dilakukan adalah:

1. Upaya Penderita TB Paru agar tidak menularkan kepada orang lain

a. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissue. b. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada

dua minggu pertama pengobatan.

c. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi desinfektan kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah.


(17)

d. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.

e. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga bakteri tuberkulosis paru dapat mati.

2. Upaya orang lain agar tidak tertular penyakit TB Paru

a. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan- makanan yang bergizi b. Tidur dan istirahat yang cukup

c. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan lainnya.

d. Imunisasi BCG pada bayi.

e. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

f. Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2001).

Penderita TB Paru juga harus melakukan pengobatan dengan efisien. Karena itu penderita


(18)

TB Paru harus menjalani pengobatannya hingga dinyatakan sembuh (Mandal dkk., 2006).

2.2 Pengetahuan/Knowledge 2.2.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Penelitian Rogers (1974) menunjukkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni: 1) Awareness (kesadaran), yaitu subyek

menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Di sini sikap subyek sudah mulai timbul.


(19)

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap subyek sudah lebih baik.

4) Trial, yaitu subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki stimulus.

5) Adoption, yaitu subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2 Aspek-aspek pengetahuan

Pengetahuan tercakup dalam enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah diajarkan setelah seseorang mempelajari dari materi yang diberikan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkategorikan keluarga ke dalam tingkatan tahu apabila keluarga mengetahui penyakit TB Paru secara umum. Misalnya keluarga tahu bahwa penyakit


(20)

TB Paru itu menular dan dapat menyebutkan tanda-tanda umumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Peneliti akan mengkategorikan keluarga dalam tingkatan memahami apabila keluarga dapat menjelaskan secara benar tentang pengertian TB Paru, bagaimana tanda dan gejala TB Paru, serta bagaimana cara penularan TB Paru tersebut dan upaya pencegahannya.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi artinya sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Peneliti akan mengkategorikan keluarga hingga tingkatan aplikasi apabila keluarga telah atau dapat mempraktikkan misalnya keluarga dapat mempraktikkan hal-hal yang telah diketahuinya untuk mencegah penularan penyakit TB Paru. d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan pengetahuan mengenai TB


(21)

Paru yang telah diperoleh dalam kehidupan nyata.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun atau menemukan hal-hal yang baru dari pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap suatu obyek tertentu. Misalnya keluarga dapat menilai bahwa seorang anak tertular penyakit TB Paru atau tidak (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

2.2.3.1 Faktor Internal 1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan


(22)

mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. 2. Pekerjaan

Menurut Thomas pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga (Nursalam, 2003 dalam Wawan & Dewi 2010).

3. Umur

Semakin cukup umur, maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya (Huclok, 1998 dalam Wawan & Dewi 2010).


(23)

2.2.3.2 Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan

Menurut Ann. Mariner lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di

sekitar manusia yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Nursalam, dalam Wawan & Dewi 2010).

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010).

2.3 Konsep Keluarga 2.3.1 Pengertian

Ada beberapa pengertian keluarga, antara lain: 1. Menurut Depkes RI tahun 1988, keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah


(24)

sutu atap serta saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

2. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duval & Logan, 1986 dalam Murwani 2008).

3. Keluarga adalah dua atau lebih inidividu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ballon & Maglaya, 1978 dalam Murwani 2008).

4. Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang unik dengan individu yang saling terkait dan bergantung secara erat (Friedman, 2010).


(25)

Berdasarkan beberapa pengertian keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup bersama, terikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, saling ketergantungan serta mempunyai peran dan tujuan sosial.

2.3.2 Tipe Keluarga

2.3.2.1 Keluarga Tradisional

1. Keluarga inti (Nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi)

2.3.2.2 Keluarga Modern

1. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.


(26)

2. Keluarga duda/janda (Single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

3. Keluarga komposit (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

4. Keluarga kohabitasi (Cohabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

5. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single adult living alone).

6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (Gay and lesbian family) (Setiadi, 2008).

2.3.3 Fungsi Keluarga

Lima fungsi keluarga adalah sebagai berikut. 1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan sosial yaitu saling mengasuh, saling menghargai, adanya ikatan dan identifikasi.


(27)

2. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah SDM (Sumber daya Manusia). Melalui program KB (Keluarga Berencana) maka fungsi ini dapat terkontrol. 4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti kebutuhan akan makan,

minum, pakaian/sandang dan tempat

perlindungan.

5. Fungsi perawatan kesehatan Tugas keluarga adalah:

a. Mengenal masalah kesehatan

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat


(28)

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d. Mempertahankan/menciptakan suasana rumah yang sehat

e. Mempertahankan hubungan dengan

menggunakan fasilitas kesehatan

masyarakat (Friedman, 1986 dalam Murwani 2008).


(1)

2.2.3.2 Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan

Menurut Ann. Mariner lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Nursalam, dalam Wawan & Dewi 2010).

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010).

2.3 Konsep Keluarga 2.3.1 Pengertian

Ada beberapa pengertian keluarga, antara lain: 1. Menurut Depkes RI tahun 1988, keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah


(2)

sutu atap serta saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

2. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duval & Logan, 1986 dalam Murwani 2008).

3. Keluarga adalah dua atau lebih inidividu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ballon & Maglaya, 1978 dalam Murwani 2008).

4. Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang unik dengan individu yang saling terkait dan bergantung secara erat (Friedman, 2010).


(3)

Berdasarkan beberapa pengertian keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup bersama, terikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, saling ketergantungan serta mempunyai peran dan tujuan sosial.

2.3.2 Tipe Keluarga

2.3.2.1 Keluarga Tradisional

1. Keluarga inti (Nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi)

2.3.2.2 Keluarga Modern

1. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.


(4)

2. Keluarga duda/janda (Single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

3. Keluarga komposit (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

4. Keluarga kohabitasi (Cohabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

5. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single adult living alone).

6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (Gay and lesbian family) (Setiadi, 2008).

2.3.3 Fungsi Keluarga

Lima fungsi keluarga adalah sebagai berikut. 1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan sosial yaitu saling mengasuh, saling menghargai, adanya ikatan dan identifikasi.


(5)

2. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah SDM (Sumber daya Manusia). Melalui program KB (Keluarga Berencana) maka fungsi ini dapat terkontrol. 4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti kebutuhan akan makan, minum, pakaian/sandang dan tempat perlindungan.

5. Fungsi perawatan kesehatan Tugas keluarga adalah:

a. Mengenal masalah kesehatan

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat


(6)

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d. Mempertahankan/menciptakan suasana rumah yang sehat

e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat (Friedman, 1986 dalam Murwani 2008).


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB IV

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga T1 462010064 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Pengetahuan Keluarga Mengenai Upaya Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di RSPAW Salatiga

0 4 67

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Terhadap Pemutusan Rantai Penularan TB Paru di Kecamatan Kao Halmahera Utara T1 462008066 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Terhadap Pemutusan Rantai Penularan TB Paru di Kecamatan Kao Halmahera Utara T1 462008066 BAB II

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Terhadap Pemutusan Rantai Penularan TB Paru di Kecamatan Kao Halmahera Utara T1 462008066 BAB IV

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Terhadap Pemutusan Rantai Penularan TB Paru di Kecamatan Kao Halmahera Utara T1 462008066 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Terhadap Pemutusan Rantai Penularan TB Paru di Kecamatan Kao Halmahera Utara

0 0 15