Perubahan yang bersifat sementara atau tempore yang terjadi untuk beberapa saat saja, tetapi perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap atau permanen ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalkan kecakapan seorang anak dalam
menghitung bilangan operasi perkalian setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang
kalau terus dipergunakan atau berlatih soalsoal matematika.
5. Perubahan dalam belajar, bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Perubahan belajar terarah perubahan tingkah laku yang benarbenar disadari.Misalkan seorang yang belajar matematika, sebelumnya ia
sudah menetapkan apa yan mungkin dapat dicapai dengan belajar matematika atau tingkat kecakapan mana yang hendak dicapainya.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar,
meliputi meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
25 menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan
sebagainya. Sebagai contoh, jika seorang anak belajar matematika, maka perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan menghitung. Selain
itu ia juga akan mengalami perubahanperubahan seperti dapat memiliki
keterampilan dalam pemecahan masalah, dapat menerapkan pemahaman tentang operasi hitung dalam kehidupan seharihari.
2.3.2 Perwujudan Perilaku Belajar Menurut Syah 2002:118121
perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahanperubahan
sebagai berikut: 1. Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaankebiasaanya akan tampak berubah. Menurut Burghardt dalam Syah, 2002:118 kebiasaan
itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulangulang.
Contoh siswa belajar bahasa secara berkalikali
menghindari kecenderungan pengguanaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara
baik dan benar. 2. Keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang behubungan dengan uraturat syaraf atau
otototot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah dan sifatnya
motorik. Misalnya menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Sehingga siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran
yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Namun keterampilan 26
bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawatahan fungsi mentalyang bersifat kognitif, misalkan mampu mendayagunakan orang lain
secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil. 3. Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui inderaindera
seperti mata dan telinga. Pengalaman belajar siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar
obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Misalnya seorang anak
yang baru pertama kali mendengar radio akan mengira bahwa penyiar benarbnar berada dalam kotak yang bersuara tersebut. Namun melalui proses
belajar, lambat laun akan diketahui bahawa penyaiarnya jauh di studio pemancar.
4. Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat Berpikir asosiatif adalah berpikir secara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnnya. Dalam hal ini kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau
pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa mampu menjelaskan sifat perkalian, yang mana ia akan dapat hasil yang sama dengan
cara menjumlah berulang bilangan, dan hal itu bisa didapat apabila ia sudah mempelajari operasi penjumlahan. Di samping itu daya ingat pun merupakan
perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. 27
Jadi siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi dalam memori.
5. Berpikir rasional dan kritis Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama
yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsipprinsip
dan dasardasar pengertian dalam menjawab pertanyaan. Dalam berpikir rasional, siswa
dituntut menggunakan logika untuk menentukan sebab akibat, menganalisis dan menarik kesimpulan dan dalam berpikir kritis, siswa dituntut
menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.
Misalkan siswa menanyakan materi pelajaran yang dianggapnya masih belum ia kuasai ataupun tidak sesuai dengan apa yang diketahuinya.
6. Sikap Menurut Bruno dalam Syah, 2002:120 sikap adalah kecenderungan yang
relative menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap barang atau barang tertentu. Pada prisipnya sikap itu dapat kita anggap suatu
kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. 7. Inhibisi
Inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang beralngsung..
Dalam hal belajar, ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan
28 tindakan lainnya yang lebih baik. Sebagai contoh, sorang siswa yang telah
sukses mempelajari bahaya alcohol akan menghindari membeli minuman keras,. Sebagai gantinya membeli minuman yang sehat.
8. Apresiasi Apresiasi merupakan pertimbangan mengenai arti penting atau nilai
sesuatu. Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda. Contohnya, jika seoarang siswa telah
mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap seni baca Alquran
dan kaligrafi akan mendalam pula. 9. Tingkah laku afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira kecewa,
senang,dan sebagainya. 2.3.3 Dampak Pembelajaran Metakognitif terhadap Perubahan Tingkah
laku Belajar Matematika Telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa matematika merupakan salah
satu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswanya untuk berpikir kritis, logis dan sistimatis. Sehingga tidaklah mengherankan apabila di dalam
pembelajaran metakognitif perwujudan perilaku belajar siswa, yaitu perubahan dalam berpikir rasional dan kritis dapat dibentuk. Dalam hal ini perubahan dalam
berpikir rasional dan kritis memiliki ciriciri diantaranya: dapat membedakan
informasi yang relevan dan tidak relevan; dapat mendeteksi permasalahan; dapat membuat prediksi dari informasi yang tersedia; mampu membuat kesimpulan dari
29 data yang telah ada, mampu membedakan argument logis dan tidak logis, mampu
mendaftar segala akibat yang mungkin terjadi atau alternatif pemecahan masalah, dan sebagainya. Menurut ciriciri
tersebut di dalam pembelajaran metakognitif ini siswa akan dilatih untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
logis dengan mengajarkan dan mengembangkan strategi metakognitif yang terdapat dalam dirinya sendiri, sebab di dalam strategi metakognitif ini juga
memiliki ciriciri yang dapat mengarahkan pada pembentukan perubahan perilaku
belajar tersebut, yaitu: melakukan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi diri. Proses perencanaan diri merupakan apa yang hendak dipelajari siswa,
salah satunya memprediksikan permasalahan materi yang harus dikuasai siswa, memiliki pengetahuan awal yang relevan, membuat perancangan dari waktu ke
waktu secara baik untuk mendapatkan materi sesuai dengan tujuan, dan lainnya. Proses pemantauan diri, dalam proses pembelajaran murid bertanya pada diri
sendiri tentang permasalahan materi yang meliputi: apakah masalah ini boleh dipelajarinya?; adakah manfaat yang akan didapat dari mempelajari ini?;
bagaimana masalah ini dapat diselesaikan? dan mengapa saya mengalami kesulitankemudahan dalam menguasainya serta tindakan apa yang harus diambil
sebagai tindak lanjutnya?. Sedangkan proses menilai atau evaluasi, melalui proses ini murid membuat refleksi untuk mengetahui: bagaimana sesuatu kemampuan,
nilai dan pengetahuan harus dikuasai; mengapa saya mengalami kesulitankemudahan dalam menguasainya dan tindakan apa yang harus diambil
sebagai kelanjutannya. 30
Pemantauan secara metakognitif dan regulasi diri sangat membantu siswa dalam aktifitasnya pada proses pembelajaran matematika. Sehingga perubahan
perilaku belajar siswa, yang umumnya kebiasaan mereka kurang begitu melakukan perencanaan serta pengaturan diri sendiri, dapat dikembangkan
melalui enam strategi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Contohnya pada strategi pertama, seorang siswa dapat menyatakan sesuatu yang telah ketahuinya. Hal ini
disebabkan karena sebelum mengikuti pelajaran di kelas mereka sudah mempersiapkan diri dengan cara: mempelajari materi terlebih dahulu, membuat
ringkasan, menuliskan kesulitankesulitannya, mengungkapkan jalan pikiran
mereka dalam memecahkan masalah dengan jalan membiasakan siswa untuk membuat jurnal belajar. Hal ini dimaksudkan agar dengan adanya catatancatatan
itu siswa sudah memiliki bekal untuk melatih dirinya dapat berpikir kritis. Artinya, dengan menulis siswa dapat menghindari kelupaan tentang kesulitan atau
pendapatnya waktu belajar, sehingga ketika siswa menerima penjelasan dari guru mereka dapat berperan serta dalam pembelajaran melalui pengajuan pertanyaan
serta dapat membicarakan tentang jalan pikirannya meskipun harus membaca dan melihat lagi jurnal belajar yang telah mereka buat.
2.4 Hipotesis Dengan berdasar pada kajian pustaka yang mendalam, maka hipotesis