7 pengetahuan di bidang akuntansi keperilakuan dan
auditing untuk menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, 4 memberikan kontribusi untuk
Kantor Akuntan Publik agar menjadi lebih baik lagi dalam mengambil audit judgment yang tidak
bertentangan dengan standar profesional.
2. Rerangka Konsep Penelitian dan
Perumusan Hipotesis
Rerangka Konsep Penelitian
Pengambilan keputusan ialah perumusan beraneka alternatif tindakan dalam menggarap
situasi yang dihadapi serta penetapan pilihan yang tepat antara beberapa alternatif yang tersedia,
setelah diadakan pengevaluasian mengenai keefektifan masing-masing untuk mecapai sasaran
para pengambil keputusan Radford, 1984. Miller menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin, peranan pengambilan keputusan, dan
keterbatasan kemampuan. Sebagai nilai individu dalam pengambilan keputusan adalah keyakinan
dasar yang digunakan seseorang jika dihadapkan pada permasalahan dan diharuskan mengambil
keputusan. Nilai-nilai ini sudah tertanam sejak kecil melalui proses belajar dari lingkungan keluarga dan
masyarakat. Faktor psikologis seseorang yaitu kepribadian
juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan.
8 Seringkali pengambilan keputusan memiliki suatu
ideology tertentu yang mempunyai arti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu prinsip
tertentu. Disisi lain, pengambilan keputusan oleh orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu
yang secara politis akan meningkatkan kepuasan dan kekuasaannya secara pribadi.
Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan risiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam
membuat keputusan, harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan
yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya
pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan
menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia
tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan dibawah ketidakpastian dibanding
dibawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional
terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya. Turban et al 2005 menyebutkan bahwa tipe
kepribadian, gender dan kognisi manusia mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.
Tipe kepribadian mempengaruhi orientasi umum kearah pencapaian tujuan, pemilihan alternatif,
tindakan terhadap risiko, dan reaksi dibawah tekanan. Tipe kepribadian mempengaruhi
kemampuan para pengambil keputusan untuk
9 memproses sejumlah besar informasi, tekanan
waktu, dan ketahanan diri. Ia juga mempengaruhi aturan dan pola komunikasi dari seorang
pengambilan keputusan. Dalam dunia audit, auditor akan membuat
pertimbangan dan keputusan didalam keadaan yang sulit dan tidak pasti. Sebagai jawabannya, kesalahan
atau pertimbangan dan keputusan mungkin dipengaruhi oleh tipe kepribadian dari masing-
masing auditor Lim-u-sanno, 2009. Tipe kepribadian tertentu akan membuat kualitas
judgment yang lebih baik dibandingkan dengan tipe yang lainnya Turban et al., 1995. Perbedaan
mengenai tipe kepribadian akan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap pengambilan
keputusan. Perbedaan tipe kepribadian juga akan membuat perbedaan seseorang auditor dalam
pembuatan audit judgment. Untuk meningkatkan kecakapan dalam
membuat keputusan, harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan
yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya
pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan
menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia
tidak dapat mengendalikannya. Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat risiko berhubungan
dengan penerimaan auditor terhadap perilaku
10 disfungsional. Semakin sering auditor menerima
risiko yang berkaitan dengan perilaku disfungsional akan membuat kualitas judgment rendah Donelly et.
al., 2003. Dengan demikian tipe kepribadian dan penerimaan perilaku disfungsional sebagai dimensi
dari aspek individual akan mengalami perbedaan terhadap judgment yang akan diambil oleh seorang
auditor. Dengan demikian tipe kepribadian dan
penerimaan perilaku disfungsional sebagai dimensi dari aspek individual akan mengalami perbedaan
terhadap judgment yang akan diambil oleh seorang auditor. Berdasarkan uraian tersebut diatas,
diperoleh sebuah gambaran model teoritis yang menggambarkan hubungan antar variabel adalah
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Penelitian
H
1
H
2
Audit Judgment
Dalam melaksanakan audit, auditor mengacu pada standar yang telah ditetapkan dalam standar
Auditing. Salah satu standar yang harus dipenuhi oleh auditor dalam pekerjaan audit adalah
Tipe Kepribadian
Penerimaan Perilaku Disfungsional
Audit Judgment
11 perencanaan audit. Di dalam perencanaan audit
dikatakan bahwa auditor antara lain harus mempertimbangkan berbagai risiko audit dan
tingkat materialitas awal untuk tujuan audit. Dalam pelaksanaan prosedur audit yang
mendetail, auditor membuat berbagai pertimbangan judgment yang akan mempengaruhi dokumentasi
bukti dan keputusan pendapat auditor DeZoort,2006. Kenyataan ini membuat auditor
harus mengenali risiko dan tingkat materialitas mengenai saldo akun yang telah ditetapkan pada
saat perencanaan audit. Judgment audit akan dijumpai pada setiap tahapan audit. Pada tahap
awal perencanaan audit, judgment digunakan untuk menetapkan prosedur-prosedur yang akan
dilaksanakan. Hal ini dikarenakan judgment pada tahap awal audit ditentukan berdasarkan
pertimbangan pada tingkat materialitas yang diramalkan Basri,2011.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan,
adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia, sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Frasa menyajikan
secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia, menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan tidak mengandung salah saji material
12 Risiko audit adalah risiko yang timbul karena
auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material SPAP, 2001.
Judgment auditor tentang materialitas dan risiko adalah suatu masalah kebijakan professional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralaskan dari laporan keuangan
Fridati, 2005. Definisi materialitas itu sendiri adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah
saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena penghilangan atau salah saji Mulyadi, 2002: 158. Risiko audit adalah risiko
yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material Mulyadi, 2002:165.
Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgement yang diputuskan oleh auditor akan
berpengaruh kepada opini auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Kewajaran laporan
keuangan dipengaruhi oleh pertimbangan risiko dan pertimbangan atas tingkat materialitas yang ditemui
dalam audit. Tetapi, opini auditor tersebut tidak semata-mata didasarkan pada materialitas tidaknya
suatu bukti audit. Ada berbagai faktor pembentuk
13 opini dari auditor mengenai kewajaran laporan
keuangan, tingkat risiko dan materialitas tersebut terbentuk dari pengukuran atas yaitu keandalan
sistem pengendalian internal klien, kesesuaian pencatatan transaksi akuntansi dengan prinsip-
prinsip akuntansi berterima umum, ada tidaknya pembatasan audit yang dilakukan oleh klien,
konsistensi pencatatan transaksi akuntansi.
Pengaruh Tipe kepribadian terhadap Audit Judgment
Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti
kepribadian Miller, 2009. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan
yang dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus obyektivitas. Beberapa pengambil
keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh suatu
filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau orang lain
mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kekuasaannya secara
pribadi. Berdasarkan teori kognitif, karakter personal
mempunyai hubungan langsung pada pangambilan keputusan individu dan kepribadian Chakraborty,
et al., 2008; Dutta dan Thornhill, 2008. Dalam dunia audit, auditor akan membuat pertimbangan
dan keputusan didalam keadaan yang sulit dan
14 tidak pasti. Sebagai jawabannya, kesalahan atau
pertimbangan dan keputusan mungkin dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing auditor.
Dalam hal ini, pengambilan pertimbangan secara tidak bias adalah inti dari peningkatan karakteristik
dalam pertimbangan auditor dan dapat mengurangi distorsi pertimbangan audit yang akan
mempengaruhi rencana pengambilan keputusan audit dan kinerja audit Lim-u-sanno, 2009
Dalam pengambilan keputusan yang akan diambil oleh auditor menyangkut audit judgment,
akan dipengaruhi oleh kepribadian dari masing- masing auditor. Menurut Frieldman dan Rosenman
1974 tipe kepribadian ada dua jenis, yaitu tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B. Mereka
menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai tipe kepribadian A sangat kompetitif dan berorientasi
pada pencapaian, merasa waktu selalu mendesak, sulit untuk bersantai dan menjadi tidak sabar dan
marah jika berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak kompeten.
Sedangkan orang dengan tipe kepribadian B lebih mampu bersantai tanpa merasa bersalah dan
bekerja tanpa melihat nafsu, tidak harus tergesa- gesa yang menyebabkan ketidaksabaran dan tidak
mudah marah. Dalam penelitian Friedman 1974 menyatakan
tipe A sangat agresif dibandingkan dengan tipe B. Dia juga menyatakan bahwa jumlah wanita dan pria
yang masuk kategori tipe A mencapai 60 dari total
15 responden yang mereka teliti. Orang kota diyakini
memiliki peluang lebih besar menjadi tipe A, karena stres yang tinggi dan kesibukan yang terus
meningkat. Berbagai penelitian awal mengenai struktur
kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasi dan menamai karakteristik
permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat
dalam diri seseorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.
Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat
kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para
peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi
karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memdanu dalam pengambilan
keputusan Arvey, 1994. Friedman dalam Kreitner, 2005 memberikan
penjelasan mengenai pola perilaku tipe A yang merupakan suatu kompleks tindakan emosi yang
dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang terus
menerus dan tidak henti-hentinya untuk mencapai hal yang lebih baik, dan lebih dalam waktu singkat
dan lebih singkat lagi, dan jika perlu melawan usaha yang berkebalikan dari orang lain. Individu dengan
jenis kepribadian tipe A adalah manusia yang tak
16 henti-hentinya ingin mencapai sesuatu yang lebih
tinggi tinggi dan banyak, dengan waktu yang terasa selalu kurang. Ciri-ciri dari jenis kepribadian tipe A
termasuk pemikiran yang sarat dengan bagaimana manusia dapat mengejar waktu, bagaimana manusia
bersaing terus-menerus dengan ketat, bagaimana tingkah laku manusia hampir selalu mengarah
kepada permusuhan, keinginan yang besar untuk menggunakan waktu yang luang dan ketidaksabaran
menyelesaikan tugas. Sedangkan lawan dari jenis kepribadian tipe A
adalah jenis kepribadian B. Manusia dengan jenis kepribadian tipe B jarang berperilaku untuk saling
bersaing atau bersikap agresif dalam keadaan- keadaan dimana perilaku berkompetisi dianggap
tidak wajar dan tidak penting. Dengan kepribadian dasar tipe A yang cenderung untuk berani
mengambil risiko, maka audit judgment yang dihasilkan akan lebih berisiko jika dibandingkan
dengan auditor dengan tipe kepribadian B. H
1
: Terdapat perbedaan audit judgment antara tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B.
Pengaruh Penerimaan Perilaku Disfungsional terhadap Pengambilan Audit Judgment
Teori kognisi merupakan literatur yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan
pengaruh penerimaan perilaku audit disfungsional. Kognisi adalah sekumpulan aktivitas yang
melaluinya seseorang memecahkan perbedaan
17 antara pandangan yang ia pegang menyangkut
lingkungan dan apa yang benar-benar ada di dalam lingkungan. Dengan kata lain, kognisi adalah
kemampuan untuk merasa dan memahami informasi. Model-model kognisi berusaha
menjelaskan atau memahami proses kognitif manusia. Model tersebut berusaha menjelaskan,
sebagai contoh, bagaimana orang meninjau opini yang telah ia pegang untuk menyesuaikan diri
dengan beragam pilihan yang mereka buat. Dalam berbagai situasi untuk mempertahankan
pekerjaan, perilaku individu untuk memilih atau melakukan sesuatu ditentukan oleh opini mereka.
Berdasarkan pada paparan teori kognisi tersebut, pilihan seorang auditor untuk menerima perilaku
audit disfungsional dapat dipengaruhi oleh opini individu auditor. Kemampuan auditor untuk
melakukan program audit sesuai dengan prosedur audit merupakan faktor yang sangat penting.
Auditor yang mampu melaksanakan audit sesuai dengan program audit akan memilih untuk
bertindak fungsional, sedangkan auditor yang tidak mampu melaksanakan audit sesuai dengan program
audit akan termotivasi untuk menerima perilaku audit disfungsional.
Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar
umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik auditor. Dalam kenyataan
dilapangan, kemungkinan yang terjadi adalah
18 auditor melakukan penyimpangan terhadap standar
audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari adanya tipe kepribadian auditor
disamping adanya kemungkinan lainnya. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya
kualitas audit secara negatif dari segi keakuratan dan reliabilitas. Penyimpangan yang dilakukan
auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah perilaku disfungsional dalam audit Donelly
et. al., 2003 . Penerimaan perilaku disfungsional merupakan
suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau semisal sistem pengendalian Otley dan Pierce, 1995;
Lightner et. al., 1983; Alderman dan Deitrick, 1982 dalam Donelly et. al., 2003. Sistem pengendalian
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional.
Donelly et. al., 2003 menyatakan bahwa sikap auditor yang menerima perilaku disfungsional
merupakan indikator perilaku disfungsional aktual. Berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi oleh
auditor sering kali akan membuat bimbang auditor dalam menentukan sikap. Semakin auditor merasa
tertekan dengan pekerjaan yang dilakukan, akan semakin mudah auditor tersebut melakukan
perilaku disfungsional. Jika auditor melakukan perilaku disfungsional maka dalam pengambilan
keputusan audit judgment akan lebih tidak etis, jika dibandingkan dengan auditor yang tidak menerima
19 perilaku disfungsional. Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Terdapat perbedaan audit judgment antara
auditor yang menerima perilaku disfungsional dan yang menolak perilaku disfungsional.
3. Metode Penelitian