23 dan
H :
µ
mpd
=
µ
tpd
Menerima perilaku disfungsional = menolak perilaku disfungsional
H
1
:
µ
mpd
≠
µ
tpd
Menerima perilaku disfungsional ≠ menolak perilaku disfungsional
Untuk menganalisis pengaruh variabel tipe kepribadian X1, dan penerimaan perilaku
disfungsional X2 terhadap audit judgment Y digunakan metoda statistik dengan tingkat taraf
signifikansi α = 0,05.
Pengujian instrumen penelitian baik dari segi validitasnya maupun reliabilitasnya, dan dikatakan
valid dan reliabel jika nilai korelasinya lebih besar dari 0.3 Masrun dalam Sugiono, 2002:106 dan
koefisien keandalannya Cronbach Alpha lebih besar dari 0.6 Sekaran 2006:311. Setelah melakukan uji
validitas dan reliabilitas, data akan diuji dengan anova univariate. Kesemua analisis akan dilakukan
dengan alat uji SPSS 20.
4. Hasil Olah Data dan Interpretasi
Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dan reliabilitas dikatakan valid jika nilai total-item correlation 0.3 dan dikatakan
reliabel jika nilai cronbach alpha 0.6. Berikut hasil dari pengujian SPSS:
24 •
Tipe Kepribadian A Dari hasil pengujian, terdapat 8 pertanyaan
indikator yang tidak valid nilai item-total correlation 0.3 namun reliabilitas dari
kuesioner masih terjaga.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe A
Kode Correlation Kode Correlation
TKA01 0.602
TKA09 0.176
TKA02 0.286
TKA10 0.05
TKA03 0.318
TKA11 0.229
TKA04 0.453
TKA12 0.597
TKA05 0.507
TKA13 0.735
TKA06 0.552
TKA14 0.1
TKA07 0.315
TKA15 0.442
TKA08 0.24
TKA16 0.189
TKA09 0.176
TKA17 0.164
TKA10 0.05
Cronbach Alfa = 0.762 Reliabel •
Tipe Kepribadian B Dari hasil pengujian, terdapat 5 pertanyaan
indikator yang tidak valid namun reliabilitas tetap terjaga.
25
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe B
Kode Correlation Kode Correlation
TKB01 0.529
TKB09 0.225
TKB02 0.702
TKB10 0.614
TKB03 0.474
TKB11 0.52
TKB04 0.322
TKB12 0.143
TKB05 0.42
TKB13 0.533
TKB06 0.585
TKB14 0.347
TKB07 0.131
TKB15 0.403
TKB08 -0.235
TKB16 0.111
Cronbach Alfa = 0.764 reliable
Demografi Responden
Berikut ini adalah data demografi responden penelitian:
Tabel 4.3 Demografi Responden
Karakteristik Total Prosentase
Jenis Kelamin - Wanita
17 29
- Pria 42
71 Jabatan
- Senior Auditor 46
78 - Supervisor
13 22
- Partner Tipe Kepribadian
- Tipe A 42
71 - Tipe B
17 29
Perilaku Disfungsional - Menerima
23 39
- Menolak 36
61 Jenis KelaminTipe Kepribadian
26
- Wanita, Kepribadian A 13
22 - Wanita, Kepribadian B
4 7
- Pria, Kepribadian A 29
49 - Pria, Kepribadian B
13 22
Dari data responden, didapatkan hasil auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di kota
Semarang dan Solo mayoritas berjenis kelamin pria, yaitu sebesar 71. Jabatan yang dimiliki responden
mayoritas berasal dari level senior auditor, yang mempunyai kisaran lama bekerja 2 hingga 4 tahun.
Mayoritas tipe kepribadian yang dimiliki auditor sebagai responden adalah tipe A. Dari hasil
pengolahan data responden maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dalam jabatan senior
auditor yang masih berusia muda dan berjenis kelamin pria. Dengan tipe kepribadian A, maka
responden akan semakin ambisius dan agresif dalam dunia kerja. Sehingga responden akan cenderung
menolak perilaku disfungsional, karena mereka merasa yakin dan mampu melakukan prosedur
audit sesuai dengan standar yang ditetapkan diawal.
Uji Anova
Informasi yang dapat digali dari uji anova sebagai berikut:
27
Tabel 4.4 Descriptive Statistics.
Dependent Variable: Audit Judgement Penerimaan
Perilaku Tipe Kepribadian
Mean Std.
Dev. N
Tipe Kepribadian A
7.00 1.795 19
Tipe Kepribadian B
7.86 2.268
7 Menolak
Total 7.23
1.925 26 Tipe Kepribadian
A 5.52
.947 23 Tipe Kepribadian
B 5.30
2.058 10 Menerima
Total 5.45
1.348 33 Tipe Kepribadian
A 6.19
1.565 42 Tipe Kepribadian
B 6.35
2.448 17 Total
Total 6.24
1.841 59
Berdasarkan output deskriptif diperoleh auditor yang menolak perilaku disfungsional dan
mempunyai tipe kepribadian A sebanyak 19 orang. Auditor yang menolak perilaku disfungsional dan
memiliki tipe B sebanyak 7 orang. Auditor yang menerima perilaku disfungsional dan mempunyai
tipe kepribadian A sebanyak 23 orang, dan untuk auditor yang menerima perilaku disfungsional dan
mempunyai tipe kepribadian B sebanyak 10 orang. Rata-rata nilai audit judgment yang terendah
dimiliki oleh auditor yang memiliki tipe kepribadian B dan menerima perilaku disfungsional. Sedangkan
nilai rata-rata audit judgment yang tertinggi dimiliki oleh auditor dengan tipe kepribadian B dan menolak
28 penerimaan perilaku disfungsional. Hal ini berarti
bahwa audit judgment yang dihasilkan oleh auditor yang menerima perilaku disfungsional akan lebih
tidak etis jika dibandingkan dengan yang menolak perilaku disfungsional.
Tabel 4.5 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Audit Judgement Source
Type III Sum of Squares
df Mean
Square F
Sig. Corrected
Model 49.982
a
3 16.661
6.246 .001 Intercept
1945.337 1
1945.337 729.354 .000 PP
48.042 1
48.042 18.012 .000
TK 1.191
1 1.191
.447 .507 PP TK
3.434 1
3.434 1.287 .261
Error 146.696 55
2.667 Total
2492.000 59 Corrected
Total 196.678 58
a. R Squared = ,254 Adjusted R Squared = ,213
Output anova tentang tipe kepribadian menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar
0.447 dengan signifikansi 0.507. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tipe kepribadian tidak
mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap audit judgment. Hasil audit judgment dihasilkan oleh
auditor dengan tipe kepribadian A dan B akan sama atau tidak mempunyai pengeruh terhadap audit
judgment. Output anova mengenai penerimaan perilaku disfungsional terhadap audit judgment
menunjukkan nilai F hitung sebesar 18.012 dengan sig. 0.000, dengan demikian terdapat perbedaan
29 yang signifikan antara auditor yang menerima atau
menolak audit judgment dalam pembuatan audit judgment. Hal ini berarti perilaku disfungsional
auditor berpengaruh terhadap audit judgment.
Tabel 4.6 Multiple Comparisons
Dependent Variable: Audit Judgement Scheffe
Interaksi I Interaksi II
Mean Difference
Sig.
Menolak Tipe A Menolak Tipe B
-0.913 0.678 Menolak Tipe A
Menerima Tipe A 1.319 0.102
Menolak Tipe A Menerima Tipe B
1.644 0.110 Menolak Tipe A
Menolak Tipe A 0.913 0.739
Menolak Tipe B Menerima Tipe A
2.232 0.028 Menolak Tipe B
Menerima Tipe B 2.557 0.028
Menerima Tipe A Menolak Tipe B -2.232 0.028
Menerima Tipe A Menerima Tipe B 0.325 0.965
Menerima Tipe A Menolak dan Tipe A -1.644 0.110
Menerima Tipe B Menolak dan Tipe B -2.557 0.028
. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Analisa lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan pengaruh interaksi dari variabel
penerimaan perilaku disfungsional dan tipe kepribadian terhadap audit judgment.
Hasil menyatakan bahwa penerimaan perilaku jika
disandingkan dengan tipe kepribadian yang berbeda akan berpengaruh signifikan terhadap audit
judgment p = 0.028. Dalam pengujian ini hasil yang diperoleh semakin menjelaskan bahwa tipe
kepribadian tidak mempengaruhi audit judgment.
30
Interpretasi hasil pengolahan data
Hipotesis pertama menyatakan bahwa tipe kepribadian mempunyai perbedaan terhadap audit
judgment memberikan hasil yang tidak signifikan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masing-
masing tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan terhadap pembuatan audit judgment.
Auditor dengan tipe kepribadian A maupun B akan mempertimbangkan sikap professionalnya saat
melakukan proses audit judgment. Dengan hasil penelitian ini, auditor tidak
mempertimbangkan aspek psikologi mengenai tipe kepribadian. Kemungkinan yang terjadi adalah
auditor telah mengedepankan sikap profesionalitas dalam pekerjaannya. Karena profesi auditor dibatasi
oleh kode etik dan standar professional. Konsep profesionalisme adalah konsep untuk
mengukur bagaimana para professional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan
perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap dan perilaku mempunyai hubungan timbal balik.
Perilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya
sikap profesional tercermin dari perilaku yang professional Yendrawati, 2008.
Kode etik yang berisi prinsip dasar dan aturan etika profesi wajib diterapkan oleh setiap individu
dalam Kantor Akuntan Publik KAP. Menurut
31 Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI prinsip
dasar kode etik yang wajib dipatuhi oleh auditor mencakup:
1. Prinsip integritas. Setiap praktisi harus tegas
dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam
melaksanakan pekerjaannya. 2.
Prinsip objektivitas. Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak undue influence dari pihak-pihak lain yang
mempengaruhi pertimbangan professional maupun pertimbangan bisnisnya.
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan
dan kehati-hatian professional. Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian
profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan.
Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan sesuai dengan standar
profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.
4. Prinsip kerahasiaan. Setiap praktisi wajib
menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan
professional dan hubungan bisnisnya kepada pihak ketiga. Kecuali jika terdapat kewajiban
untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lain yang
berlaku.
32 5.
Prinsip perilaku professional. Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang
berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Standar Profesional Akuntan Publik disingkat SPAP adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar
teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP
dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia
DSPAP IAPI. Tipe Standar Profesional
1. Standar Auditing 2. Standar Atestasi
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review 4. Standar Jasa Konsultansi
5. Standar Pengendalian Mutu Kelima standar profesional di atas merupakan
standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan
publik di Indonesia. Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa
penerimaan perilaku disfungsional mempunyai perbedaan dalam pengambilan audit judgment
memberikan hasil yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa, semakin auditor menerima
perilaku disfungsional maka audit judgment yang dihasilkan lebih berisiko jika dibandingkan dengan
auditor yang menolak perilaku disfungsional. Teori
33 kognisi memberikan pendapat bahwa seseorang
akan mengambil keputusan sesuai dengan opini yang mereka anut. Auditor yang mampu untuk
mempertahankan prosedur audit dengan benar dan mampu untuk mengerjakan setiap proses audit
dengan benar, maka dia akan cenderung untuk menolak perilaku disfungsional. Auditor yang
menolak perilaku disfungsional akan menghasilkan audit judgment yang lebih baik jika dibandingkan
dengan auditor yang menerima perilaku disfungsional.
Penelitian Donnely et. al. 2003 menyatakan bahwa sistem pengendalian yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional. Peraturan mengenai kode
etik dan standar professional auditor di Indonesia telah dilakukan secara berkesinambungan dan
terprogram, sehingga dengan sistem yang dilakukan di Indonesia tidak membuat auditor merasa tertekan
terhadap sistem pengendalian. Kemampuan untuk mengerjakan audit secara
terprogram dan sesuai dengan prosedur akan membuat auditor mempunyai kecenderungan untuk
menolak perilaku disfungsional. Semakin auditor merasa tertekan atas sistem pengendalian dan
pekerjaan auditnya, akan membuat auditor semakin cederung untuk menerima perilaku disfungsional.
Penerimaan perilaku disfungsional akan membuat auditor menghalalkan segala cara demi
terselesaikannya pekerjaan audit. Sehingga kualitas
34 audit judgment yang dihasilkan oleh auditor akan
cenderung tidak etis.
5. Simpulan dan Saran