Karya-karya Muhammad Mutawalli al-Sha’rawi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 42 b Al-Hijrah al-Nabawiyyah c Al-Jihad al-Islami d Al-Mukhtar min Tafsir al-Qur’an al-Karim e Al-Sirah al-Nabawiyyah f Al-Shaikh al-Imam Muhammad al-Sha’rawi wa Qad}aya al-‘As}r g Nubu’at al-Shaikh al-Sha’rawi al-Shuyu’iyyah al-Sanam Alladhi Hawa dan lain sebagainya. 3 Penerbit-penerbit lainnya a ‘Ala al-Maidat al-Fikr al-Islami b Al-Islam Hadathah wa Had}arah c Tarbiyat al-Insan al-Muslim Ketiga kitab di atas diterbitkan oleh penerbit Dar al- ‘Audah Beirut. d Majmu’at Muhad}arah al-Sha’rawi diterbitkan oleh Wizarah al-Difa li al- Shu’un al-Ma’nawiyyah e Allah wa al-Nafs al-Bashariyyah f Al-S}alat wa Arkan al-Islam g Al-Shait}an wa Madakhiluha Ketiga kitab ini disusun oleh Jamal Ibrahim dan diterbitkan oleh Dar al- Hurriyah li Al-Nashr wa al- Tawzi’. h Kitab seri anak-anak Muslim diantaranya yang berjudul Mausu’ah Islamiyyah li al-At}fal cetakan Dar al-Ra’id li al-Nashr. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 43 i Mukjizat al-Qur’an diterbitkan oleh Wizarah al-Tarbiyyah wa al-Ta’lim dan lain sebagainya. C. Pandangan Ulama Terhadap Muh}ammad Mutawalli al-Sha’rawi Beberapa ulama dan sarjana yang memberi komentar dan pandangan terhadap al- Sha’rawi, di antaranya : ‘Abdul Fattah al-Fawi, dosen Falsafah di Universitas Dar al- ‘Ulum Kairo berkata: “Sha’rawi bukanlah seorang yang tekstual, beku di hadapan nas, tidak terlalu cenderung ke akal, tidak pula sufi yang hanyut dalam ilmu kebatinan, akan tetapi beliau menghormati nash, memakai akal, dan tepancar darinya keterbukaan dan kekharismatikannya”. 14 Yusuf al- Qardawi memandang : “ al-Sha’rawi sebagai penafsir yang handal. Penafsirannya tidak terbatas pada ruang dan waktu, tetapi juga mencakup kisi-kisi kehidupan lainnya, bahkan dalam kesehariannya ia terkesan menggandrungi sufisme, kendati sebagian orang menentang kehidupan sufi. Ia tetap bersikukuh dengan prinsip hidupnya.” 15 Kecenderungan al- Sha’rawi pada tafsir tidak menjadikan ia lupa dengan kepiawaiannya dalam menggambil kesimpulan hukum fiqh atas realita kehidupan, sehingga tidak jarang ia mengeluarkan hukum berdasarkan dalil shar’i dan logis. Akhirnya, kontribusi al- Sha’rawi dalam berbagai bidang ilmu tidak perlu diragukan lagi, karenanya tidak sedikit pengikut dan pengagumnya merasa kehilangan ketika 14 Husein Jauhar, Muhammad Mutawalli, 51. 15 Ibid., 53. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 44 al- Sha’rawi wafat. Muh}ammad Mustafa Ganim dalam harian al-Akhbar 14 Agustus 1980, seperti yang dikutip oleh Istibsyaroh adalah : “Sungguh Allah menganugerahkan kepada al-Sha’rawi ilmu yang melimpah, otak cemerlang, akal yang logis, pemikiran sistematis, hati ikhlas, kemampuan luar biasa dalam menjelaskan dan menafsirkan dengan gaya bahasa sederhana dan jelas, dengan perumpamaan yang dapat dipahami oleh kemampuan akal orang awam,...Sungguh hal ini adalah suatu khazanah yang pantas mendapat penghormatan, penghargaan, dan pengakuan tersendiri”. 16 Sementara Ahmad ‘Umar Hashim, ketika memberikan penilaian terhadap al- Sha’rawi, menyitir sebuah hadis: “ Allah mengutus di setiap seratus tahun sosok yang membangkitkan memperbaharui nuansa Islam”. HR. Abu Dawud. 17 Dalam kaitannya dengan hadis di atas, Ah} mad ‘Umar Hashim memprediksi hanya Allah yang Maha Mengetahui al- Sha’rawi termasuk pemimpin umat dan pembaharu nuansa pemikiran Islam sebagaimana kandungan hadis. Al- Sha’rawi merupakan profil da’i yang mampu menyelesaikan permasalahan umat secara proporsional. Beliau tidak menolak mentah-mentah inovasi masa kini, bahkan ia sangat antusias dengan penemuan ilmiah terutama yang berkaitan erat dengan subtansi al- Qur’an. Namun demikian ia tetap menganalisanya. Oleh karena itu, tidak salah apabila ia memperoleh gelar pembaharu Islam, Mujaddid al-Islam. Ah} mad ‘Umar Hashim juga mengatakan bahwa karangan-karangan al- Sha’rawi merupakan harta kekayaan yang sangat berkualitas, karena ia mencakup 16 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan..., 42 17 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz IV Beirut: Dar al-Fikr, t.t., , 109. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 45 semua segi kehidupan. Karangannya tidak hanya memuat satu permasalahan fenomenal saja, tetapi juga membahas permasalahan kontemporer yang dihadapi umat era globalisasi secara keseluruhan. Akhirnya, merupakan kewajaran apabila umat Islam mengelu-eluhkannya. Ibrahim al-Dasuki, teman karib al- Sha’rawi berpendapat bahwa al-Sha’rawi merupakan pemimpin para da’i. Dia sangat lihai dalam berdakwah. Al-Sha’rawi tidak hanya berdakwah lewat lisan dan tulisan, tetapi juga mengaplikasikannya dalam tataran praktis. Karangan-karangan al- Sha’rawi cukup menunjukkan tingkat kepandaiannya dalam berdakwah dan berkontemplasi perenungan dengan ajaran- ajaran Islam, bahkan kecerdasannya ini akan terlihat jelas manakala al- Sha’rawi mengolah kata-kata yang dirangkum dalam simbol interprestasinya terhadap al- Qur’an yang bukan sekedar ucapan saja, melainkan juga meresap di hati. 18 Dari beberapa pandangan para ulama dan sarjana tentang al- Sha’rawi di atas, dapat diketahui betapa besar pengaruh al- Sha’rawi di masyarakat. Keikhlasannya, kekharismatikannya, keulamaanya, keprofesionalannya diakui oleh semua lapisan termasuk ulama, sarjana, dan sebagainya. Suatu hal yang paling penting, dia mempunyai kelebihan, disamping da’i yang mampu menjelaskan sesuatu yang rumit dengan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh kalangan masyarakat. 18 Husein Jauhar, Muh}ammad Mutawalli al- Sha’rawi: Imam Al-‘As}r, 140. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 46 D. Seputar Tafsir al-Sha’rawi 1. Sejarah tafsir Kitab tafsir karya al- Sha’rawi dikenal dengan nama tafsir al- Sha’rawi. Pada dasarnya penamaan ini bukan dari al- Sha’rawi , karena ia sendiri menyatakan bahwa al- Qur’an tidak mungkin ditafsirkan. Oleh karena itu seringkali disebut dengan nama lain yaitu Khawat}ir al- Sha’rawi Haul al-Qur’an al-Karim. 19 Sebagaimana yang disebutkan dalam muqaddimah tafsirnya: “Hasil renungan saya terhadap al-Qur’an bukan berarti penafsiran al-Qur’an, melainkan hanya percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang mukmin saat membaca al- Qur’an. Kalau memang al-Qur’an dapat ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak menafsirkannya hanya Rasulullah Saw, karena kepada Rasulullah ia diturunkan. Dia banyak menjelaskan kepada manusia ajaran al- Qur’an dari dimensi ibadah, karena hal itulah yang diperlukan umatnya saat ini. Adapun rahasia al- Qur’an tentang alam semesta, tidak ia sampaikan, karena kondisi sosio-intelektual saat itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika hal itu disampaikan akan menimbulkan polemik yang pada gilirannya akan merusak puing-puing agama, bahkan akan memalingkan umat dari jalan Allah Swt .” 20 Kitab ini adalah hasil kreasi yang dibuat oleh murid al- Sha’rawi yakni Muhammad al- Sinrawi, ‘Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al- Sha’rawi. Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Tafsir al- Sha’rawi di takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yawm Idarah al-Kutub wa al- Maktabah pada tahun 1991 tujuh tahun sebelum al- Sha’rawi meninggal dunia. 19 Achmad, “Mutawalli al-Sha’rawi dan Metode Penafsirannya”..., 36. 20 Al- Sha’rawi, Tafsir al- Sha’rawi..., 9. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 47 Dengan demikian, Tafsir al- Sha’rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil pidato atau ceramah al- Sha’rawi yang ditulis oleh murid-muridnya. 21 Dari sini, dapat diketahui bahwa Tafsir al- Sha’rawi tidak seperti karya tafsir lainnya karena maksud dan tujuannya adalah mengungkapkan kemukjizatan al- Qur’an dan menyampaikan ide-ide keimanan kepada pemirsa, pendengar, dan pembaca. Oleh karena itu kitab ini tidak di tulis dengan gaya bahasa pidato dan tidak ditulis juga dengan gaya bahasa karya tulis ilmiah, melainkan ditulis dengan gaya bahasa ceramah dari seorang guru dihadapan para murid dan pendengarnya yang beragam tingkat pendidikan maupun status. Maka penafsiran yang disampaikan al- Sha’rawi isinya tidak lepas dari kemukjizatan al- Qur’an dan ajaran. Disinilah letak perbedaan al- Qur’an dan kitab suci sebelumnya. Bahwa al- Qur’an bukan sekedar ajaran namun juga sebuah mukjizat yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad. Kitab tafsir ini menurut ‘Ali Iyazi ada sekitar 29 jilid. 22 Sedangkan yang sementara diketahui oleh penulis versi “pdf” terdiri dari 24 jilid, yang dapat digamambarkan dalam tabel berikut ini: 21 Resti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sha’rawi terhadap Al-Qur’an tentang Wanita Karir” Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah, 2011, 36. Diambil dari, www.islamiyyat.com. Akses 08 Desember 2010. 22 ‘Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum ..., 268. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 48 No. Jilid Uraian Isi 1 a. Pendahuluan b. Surah al-Fatihah – al-Baqarah ayat 154 2 Al-Baqarah ayat 155 – Ali ‘Imran ayat 13 3 Ali ‘Imran ayat 14 – ayat 189 4 Ali ‘Imran ayat 190 – al-Nisa’ ayat 100 5 Al- Nisa’ ayat 101 – al-Ma’idah ayat 54 6 Al- Ma’idah ayat 55 – al-An’am ayat 109 7 Al- An’am ayat 110 – al-A’raf ayat 188 8 Al- A’raf ayat 189 – al-Taubah ayat 44 9 Al-Taubah ayat 45 – Yunus ayat 14 10 Yunus ayat 15 – Hud ayat 27 11 Hud ayat 28 – Yusuf ayat 96 12 Yusuf ayat 97 – al-Hijr ayat 47 13 Al-Hijr ayat 48 – al-Isra’ ayat 4 14 Al- Isra’ ayat 5 – al-Kahfi ayat 98 15 Al-Kahfi ayat 99 – al-Anbiya’ ayat 90 16 Al- Anbiya’ ayat 91 – al-Nur ayat 35 17 Al-Nur ayat 35 – al-Qis}as} ayat 29 18 Al-Qis}as} ayat 30 – al-Rum ayat 58 19 Al-Rum ayat 59 – al-Ahzab ayat 63 20 Al-Ahzab ayat 64 – al-S}affat ayat 138 21 Al-S}affat ayat 139 – Surah Ghafir 22 Surah Fus}s}ilat – al-Jas}iyah ayat 23 23 Al-Jas}iyah ayat 23 – al-Qamar ayat 1 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 49 24 Al-Qamar ayat 2 – Surah al-Jumu’ah Berdasarkan tabel diatas, maka tafsir ini tidak memuat dari surah al- Munafiqun hingga surah al-Nas atau dari pertengahan Juz 28 hingga akhir Juz 30 dalam al- Qur’an. Al- Sha’rawi juga sebelum merenungi suatu ayat, terlebih dahulu merujuk beberapa pendapat para mufassir, seperti Fakhr al-Razi, Zamakhshari, Sayyid Qutb, al-Alusi, dan lain sebagainya. 23 Sedangkan dalam menafsirkan ayat aqidah dan iman beliau mengikuti mufasir terdahulu, seperti Muhammad Abduh, Rashid Rida, dan Sayyid Qutb. 24 Dalam menafsirkan ayat atau kelompok ayat, al- Sha’rawi menganalisis dengan bahasa yang tajam dari lafadz yang dianggap penting dengan berpedoman pada kaidah-kaidah bahasa dari aspek nahwu, balaghah, dan lain sebagainya. Dalam hal ini al- Sha’rawi membahasnya secara mendalam dan mendetail dengan argumen yang rasional dan ilmiah agar keyakinan dan ketauhidan mukminin lebih mantap, dan mengajak selain mereka untuk masuk dalam agama Allah yaitu Islam. 23 Hendro Kusuma, “Penafsiran al-T}abari dan al-Sha’rawi tentang Makanan” Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2009, 37-38. 24 ‘Ali Iyaziy, Al-Mufassirun Hayatuhum.., 270. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 50 2. Metode tafsir Menurut Mahmud Basuni Faudah bahwa, sebagian ayat al- Qur’an merupakan tafsiran dari sebagian yang lain. Yang dimaksud ialah sesuatu yang disebutkan secara ringkas di satu tempat diuraikan di tempat yang lain. Ketentuan yang mujmal dijelaskan dalam topik yang lain. Sesuatu yang terbentuk mutlak di suatu pihak disusul oleh keterangan lain yang muqayyad terbatas. 25 Menurut ‘Umar Hashim, metodologi al-Sha’rawi dalam tafsirnya bertumpu kepada pembedahan kata dengan mengembalikan asal kata tersebut, dan mengembangkan kedalam bentuk lain, kemudian mencari korelasi makna antara asal kata dengan kata jadiannya. 26 Tafsir al- Sha’rawi tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat, baik makna umum maupun makna rinci. Lebih dari itu, al- Sha’rawi berusaha mensosialisasikan teks al- Qur’an ke dalam realitas bumi. Dalam mengupas satu ayat, al- Sha’rawi sering memulainya dengan menerangkan korelasi ayat tersebut dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan bahasa, akar kata, sharaf, dan nahwunya, terlebih lagi, jika kalimat itu mempunyai banyak i’rab. Terkadang, ia membeberkan aneka qira’at untuk menerangkan perbedaan maknanya, menyitir ayat lain dan hadis yang berhubungan dengan ayat yang 25 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-tafsir Al- Qur’an Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, terj. M. Mukhtar Zoeni dan Abdul Qad’ir Hamid Bandung: Pustaka, 1987, 24-25. 26 Ahmad ‘Umar Hashim, Al-Imam Al- Sha’rawi Mufassiran wa Da’iyah Kairo: Maktabah Al-Turas} Al-Islami, t.t., 51. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 51 ditafsirkan, juga menyitir syair dalam menerangkan makna suatu kata, sisi sastra suatu ayat dijelaskan, ditulis sabab nuzulnya apabila berdasarkan hadis sahih. 27 Adapun sistematika Tafsir al- Sha’rawi dimulai dengan muqaddimah, menerangkan makna bacaan ta’awuz, dan tertib nuzul al-Qur’an. Setiap penjelasan suatu surah didahului dengan penjelasan terhadap makna surah tersebut, hikmahnya, dan hubungan surah tersebut dengan surah sebelumnya. Kemudian baru dijelaskan maksud ayat-ayatnya dengan cara menghubungkan dengan ayat-ayat lainnya. 28 Pada dasarnya Tafsir al- Sha’rawi menggunakan metode Tafsir Tahlili 29 , namun secara substansi lebih condong ke pola Tafsir Maud}u’i. 30 3. Sumber penafsiran Dalam melakukan kegiatan penafsiran, al- Sha’rawi menggunakan sumber penafsiran yang sesuai dengan kaidah bi al- ra’yi. 27 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan ..., 49. 28 Ibid., 270-271. 29 Metode ini merupakan salah satu dari beberapa metode tafsir al- Qur’an yang populer. Menurut al-Farmawi metode tafsir tahlili adalah metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al- Qur’an dari beberapa seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al- Qur’an sebagaimana tercantum dalam mushaf. Lihat ‘Abd al-Hay al- Farmawi, Metode Tafsir maud}u’i: Sebuah Pengantar, terj. Suryan A. Jamrah Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1996, 12. 30 Adapun maksud dari metode ini yaitu mufassir berusaha menghimpun ayat-ayat al- Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan topik yang ditetapkan, kemudian dianalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Lihat Ibid., 36. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 52 a Penafsiran dengan al-Qur’an Adapun al- Sha’rawi menafsirkan ayat al- Qur’an dengan ayat al- Qur’an lain. Hal ini bukan berarti penafsirannya dengan cara bi al-ma’thur namun bi al- ra’yi, karena ayat al-Qur’an tersebut ditafsirkan dengan ijtihadnya yang membandingkan suatu ayat dengan ayat yang lain. Contoh: يب اي ليئارسإ ditafsirkan dengan ungkapan مدآ يب yaitu dengan menyebutkan perbedaan di antara keduanya, juga menjelaskan pada ayat tersebut mengapa Allah lebih memilih ungkapan يب اي ليئارسإ daripada مدآ يب اي pada surat al- A’raf, menggunakan مدآ يب اي karena Allah ingin mengungkapkan nikmat yang diberikannya kepada anak Adam dan anak cucunya, sedangkan pada surat al-Baqarah dengan ungkapan يب اي ليئارسإ karena Allah ingin mengingatkan kepada mereka atas kedudukan Israil, yaitu Ya’kub a.s yang tahan dan sabar atas cobaan dan atas wasiatnya ketika meninggal dunia. b Penafsiran al-Qur’an dengan riwayat Al- Sha’rawi tidak menempatkan posisi hadis yang dijadikan sumber hadis yang berisi informasi tentang tafsir suatu ayat, melainkan hadis dijadikan sumber untuk memberikan pemahaman akan maksud ayat, dimana digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 53 hadis itu tidak mesti berisi penjelasan ayat melainkan cukup memiliki kandungan isi yang sama dengan apa yang dimaksud dalam ayat. Contoh ayat نسحأ ي لاب اإ ميتيلا لام اوبرقت او menurut al- Sha’rawi yang menjadi hal utama pada ungkapan tersebut adalah wasiat untuk memelihara anak yatim, baik padanya ada harta atau tidak. Ia memperkuat pertanyaannya dengan merujuk hadis yang berbunyi: ليهس نع ملسو هيلع ها ىلص ها لوسر لاق :لاق ه ع ها يضر دعس نب ميتيلا لفاكو انأ امه يب جرفو ىطسولاو ةبابسلا اب راشأو اذك Dari Sahl I bn Sa’ad ra. Berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda “Aku dan orang yang mengurus anak yatim di surga seperti begini dan beliau mengisyaratkan dengan telunjuk dan jari tengah, dan merenggangkan keduanya”. c Penafsiran al-Qur’an dan qoul sahabat Penggunaan sumber qawl sahabat dan tabi’in dalam menafsirkan banyak digunakan al- Sha’rawi untuk menjelaskan pemahaman term-term tertentu. Hal itu dilakukan untuk mencari pemahaman awal dari mufassir sebelumnya tentang maksud suatu kata atau kalimat. Contoh dalam menafsirkan surat Tawbah 9: 55: digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 54                    Artinya: Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan memberi harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir. Al- Sha’rawi menukil pernyataan ‘Ali r.a. ketika ditanya tentang ahli dunia dan akhirat. ها يضر يلع مامإل ليق ل أ نم مأ ايندلا ل أ نم انأأ يسفن نرعأ نأ ديرأ ،مامإ اي :ه ع لعجو يد ع لاؤسلا اذ باوج لعج نأ نم محأ ها : يلع مامإا لاقف ؟ةرخآا باوج ب ام رثكأ ك م كدخأي نأ ديري و و كيلع لخدي نم ب ت ك نإ ،تنأ كد ع لاؤسلا آا ل أ نم نوكت ةيد كيطعي نأ ديري و و كيلع لخدي نم ةرخ Artinya: “Dikatakan kepada ‘Ali r.a., Wahai Imam, aku ingin mengetahui menginginkan jawaban pertanyaan ini bukan dariku tetapi harus dari kamu. Jika engkau lebih suka kepada orang yang datang kepadamu dan akan meminta sesuatu dibanding dengan orang yang datang kepadamu dan ia akan memberi sesuatu, ma ka kamu termasuk ahli akhirat.” d Penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad Al- Sha’rawi memiliki pandangan bahwa tidak ada pengulangan dalam al- Qur’an. Sebab al-Qur’an yang mempunyai kedudukan sebagai ajaran dan mukjizat tidak mungkin menggunakan sesuatu yang menjadi sia-sia al- ‘abth dan pengulangan adalah salah satu kesia-siaan, sekalipun al-Qur’an membicarakan tentang kisah. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 55 Ijtihad al- Sha’rawi ini nampak dalam penafsirannya Q.S al-Baqarah 2: 35:                    Artinya: dan Kami berfirman: Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim. Sekalipun menggunakan menggunakan ijtihad sebagai sumber penafsiran al- Sha’rawi menjelaskan bahwa jannah yang ditempati Adam dan Hawa adalah bukan tempat pembalasan, melainkan suatu tempat lain sebagai suatu tempat pengujian. Lebih lanjut ia menyatakan: 31 ةبر اهيف سراميس ة ج ي امإو دلخا ة ج تسيل ي ة جا ه ما قيبطت :لاقي ا كلاذلو .ج أ دب او دلخا ة ج تسيل ذ نأ ،رفكو ىصع نأ دعب ة جا سيلبإ لخد فيك ىإ هبت ت ن رشبلا تجرخأ لا ي مدآ ةتيصعم نأ لاقي ا ح اديج كلاذ ها نأ .ة جا نم لبق ىاعت ددح مدآ قلخأ .ةفيلخ ضرأا ي يإ ةكئاملل كبر لاق اذإو :لاقف هتمهم Selanjutnya al- Sha’rawi menjelaskan tentang jenis ujianya, yang menurutnya hanya mencakup dua hal, yaitu perintah dan larangan. Ungkapan ujian atau ajarannya teerdapat pada kalimat ةرجشلا ذ ابرقت او sedangkan jenisnya terdapat pada kalimat ة جا كجوزو تنأ نكسا dan اكو ادغر اه م 31 Mutawalli al- Sha’rawi, Tafsir al- Sha’rawi. Juz 4..., 258-260. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 56 untuk perintah dan kalimat رقت او اب untuk larangan. Lebih lanjut al- Sha’rawi menyatakan: Firman Allah ةرجشلا ذ ابرقت او adalah penyempurna bagi ajaran. Disana ada perintah dan larangan لعفت ا و لعفا . Kalimat كجوزو تنأ نكسا ة جا dan ادغر ا نم اك adalah perintah, dan ةرجشلا ذ ابرقت او adalah larangan. Ini adalah ajaran pertama yang mengajarkan manusia untuk taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya. Setiap risalah samawi dan ajaran Allah dimuka bumi adalah perintah dan larangan. Dari sini dapat diketahui, bahwa inilah diantara penafsira-penafsiran al- Sha’rawi yang murni bersumber dari ijtihadnya sendiri. 4. Corak tafsir Tafsir al- Sha’rawi ini termasuk kedalam kategori tafsir adabi ijtima’i. Corak satra budaya kemasyarakatan yang dimulai oleh Muhammad Abduh, yaitu suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al- Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 57 Penafsiran al- Sha’rawi dengan mengungkapkan contoh-contoh ungkapan atau contoh relitas kekinian. Misalnya, pada saat al- Sha’rawi menafsirkan Q.S al- Baqarah 2: 174;                                Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, Yaitu Al kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit murah, mereka itu sebenarnya tidak memakan tidak menelan ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang Amat pedih. Al- Sha’rawi merujuk penafsirannya ke dalam surat T}aha 20: 17-18:                    Artinya: Apakah itu yang di tangan kananmu, Hai Musa?. Berkata Musa: Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul daun dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. Dalam memberikan penjelasan tentang pertanyaan dan jawaban yang terdapat dalam ayat tersebut diatas, al- Sha’rawi membuat perumpamaan. Ia mengatakan, umpamanya seorang berkunjung ke rumah sahabatnya dan di sana ada anak kecil sedang memegang mainan, kemudian ia bertanya kepada anak kecil tersebut tentang mainan yang sedang di pegang. Sebenarnya ketika ia melihat mainan yang sedang dipegang anak itu, tidak perlu bertanya, tetapi pertanyaan itu dimaksudkan untuk membuat rasa rindu. Seperti halnya pertanyaan Allah kepada digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 58 Nabi Musa a.s. yang dimaksudkan untuk membuat rasa rindu. Allah swt bertanya kepada Nabi Musa a.s. و ىسوم اي ك يميب كلت ام sebenarnya Musa cukup menjawab dengan kalimat ياصع ي tidak perlu meneruskan dengan kalimat lain. Seandainya Musa hanya menjawab dengan kalimat ياصع ي , maka jawaban tersebut tidak cukup untuk menghargai rasa rindu yang diberikan oleh Allah kepadanya. Maka Musa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjawab pertanyaan Allah agar rasa rindu kepada Allah lebih lama, ia menjawab: ي لاق ىرخأ برأم اهيف و يم غ ىلع اه ش أو اهيلع أكوتأ ياصع Musa berkata: “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya dan aku merontokkan daun-daun dengannya untuk makanan kambingku, dan bagiku masih ada manfaat lagi yang lain padanya. ” Adapun contoh lain yang menunjukkan kemukjizatan al- Qur’an, yaitu bahwa tujuan al- Qur’an diturunkan adalah petunjuk bagi manusia dan rahmat bagi seluruh alam. Misalnya ketika menafsirkan surat al- ‘Ankabut 29: 62;                 Artinya: Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba- hamba-Nya dan Dia pula yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 59 Tentang ayat ini al- Sha’rawi menjelaskan terhadap hakikat rezeki, ia mengatakan bahwa arti قزرلا طسبي adalah memperluas, sedangkan arti هلردقيو adalah mempersempit. Kelemahan orang dalam hal ini mengartikan rezeki dengan harta. Padahal, pada hakikatnya rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, seperti ilmu, kelemahlembutan, kekuatan, kemampuan, dan sejenisnya. Allah memperluas rezeki bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya dan sebaliknya juga, Allah mempersempit bagi orang yang dikehendaki-Nya. Orang yang dipersempit rezekinya rezekinya membutuhkan orang lain yang di lapangkan rezekinya. Begitu juga, Allah akan melapangkan rezeki seseorang dalam satu bentuk dan mempersempitnya dalam bentuk lain. 5. Cara penafsiran a Menggunakan teori kesatuan tema يعوضوما طبرلا antara ayat yang ditafsirkan dengan ayat-ayat lain yang sama dalam al- Qur’an, disertai penukilan riwayat, baik hadis, qawl sahabat dan tabi’in. Sebelum berbicara tentang suatu tema, al- Sha’rawi biasa menyendiri beberapa saat untuk berfikir dan merenung. Setelah itu dia keluar dengan yang Allah berikan kepadanya. Dengan menyendiri, seorang dapat lebih konsentrasi sehingga menghasilkan hasil yang optimal. 32 32 Muhammad Rajab al-Bayumi, Muhammad Mutawalli al- Sha’rawi Jawlatun fi Fikrihi al- Mausu’i al-Fasih Kairo: Maktabah al-Turas al-Islami, t.t, 69. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 60 b Menggunakan teori korelasi ayat dengan ayat dan korelasi surat dengan surat munasabat al-ayat wa al-suwar. Metode munasabah atau korelasi adalah suatu penafsiran yang didasarkan pada sumber ijtihad, dimana seorang mufassir berusaha mencari keterkaitan antara satu ayat dengan ayat yang lain, terlebih jika dalam satu surat mencakup banyak tema. Sehingga seorang mufassir berkeyakinan adanya suatu hubungan yang tersirat pada saat perpindahan tema, baik dengan sebelum atau sesudah ayat yang akan dibahasnya. 33 c Menggunakan asbab al-nuzul sebagai dasar untuk menafsirkan suatu ayat. Prinsip penafsirannya al- Sha’rawi berpegang kepada kaidah موعب ةرعلا ببسلا صوصخ ا ظفللا Ibrah diambil dari keumuman lafaz bukan dari kekhususan sebab. Adapun kedudukan riwayat asbab al-nuzul pada penafsirannya hanya sebatas dasar dalam menafsirkan ayat. 34 33 Usamah, “Pandangan Amina Wadud dan Penafsiran al-Sha’rawi, Terhadap Ayat Gender: Studi Komparatif Terhadap Surat al- Nisa’ Ayat 1 dan 3”. Surabaya: Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, 2015, 79-80. 34 Lihat, Ibid., 80-81. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 61

BAB IV PENAFSIRAN

AL- SHA’RAWI TERHADAP “KAFIR” DALAM SURAT AL-BAQARAH AYAT 6 Di dalam al- Qur’an terdapat sejumlah ayat yang berbicara tentang kafir. Akan tetapi, dalam penelitian ini, peneliti, tidak membahas semua ayat al- Qur’an yang berbicara tentang kafir, melainkan hanya terfokus dalam surat al-Baqarah ayat 6. Ayat ini tidak berbicara tentang semua orang kafir, tetapi orang kafir yang baik diberi peringatan atau tidak, tetap saja mereka tidak akan beriman dan tetap berada dalam kekufurannya. Seolah-olah tidak ada peluang untuk memberikan pencerahan atau mendakwahi mereka, karena semuanya sudah tertutup. Peneliti mengambil penafsir kontemporer yaitu Muhammad Mutawalli al- Sha’rawi yang merupakan salah satu ahli tafsir al-Qur ’an yang terkenal pada masa modern dan merupakan tokoh pada masa kini. Karena dalam tafsirnya, tafsir al- Sha’rawi, dalam menafsirkan kata kafir dalam surat al-Baqarah ayat 6, dia membagi kafir menjadi dua golongan. Lebih lanjut, dia juga menyatakan bahwa mereka orang- orang kafir dalam ayat ini belum kafir karena penyampaian Allah belum menyentuh mereka, mereka juga belum dikatakan kafir karena masih butuh ditunjukkan oleh Rasulullah pada jalan Allah. Merekalah yang menjadikan kufur sebagai prinsip hidup. Dalam hal ini, menurut penulis pendapat al- Sha’rawi tersebut berbeda dengan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 62 mufassir lainnya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini, penulis akan menyajikan tipologi dari ayat tersebut, yang dibagi kedalam tiga tema utama: a makna “kafir” dalam surat al-Baqarah ayat 6, b jenis dan karakteristik kafir dalam surat al-Baqarah ayat 6, dan c akibat dari kekafiran dalam surat al-Baqarah ayat 6

A. Makna “Kafir” dalam Surat Al-Baqarah Ayat 6

           6 Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, apakah engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. 1 Al- Sha’rawi, dalam memulai menafsirkan ayat ini ia memulainya dengan menggunakan korelasi munasabah dengan ayat sebelumnya. 2 Hal ini dapat diketahui ketika dia menyatakan bahwa, setelah Allah pada ayat sebelumnya membicarakan tentang orang-orang mukmin, sifat-sifat mereka, balasan mereka di akhirat dan apa yang mereka nantikan berupa kebaikan besar. Allah hendak menjelaskan kepada kita bahwasannya, iman ialah sebagai kontrol untuk manusia dan penjelas bagi mereka di akhirat. Maka sebuah keniscayaan ada unsur kejahatan yang memerangi iman. Jika tidak ada kejahatan, maka akan ada kemudaratan bagi iman. 1 M. Quraish Shihab, Al- Qur’an dan Maknanya, 3. 2 Menurut bahasa munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi, yaitu hubungan antara ayat atau surat satu dengan ayat atau surat yang sebelumnya atau sesudahnya. Menurut istilah munasabah ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al- Qur’an yang mulia. Lihat, Sauqiyah Musyafa’ah dkk., Studi Al- Qur’an Surabaya: Uin Sunan Ampel Press, 2013, 217-218. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 63 Sesungguhnya orang mukmin menjaga dirinya dan lingkungan sekitarnya dari kejahatan yang ditimbulkan oleh kekafiran. 3 Dalam tafsir karya Ibnu Kathir tercatat asbab al-nuzul ayat di atas sebagai berikut, yaitu: 4 Ali Ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya dalam ayat diatas. Pada mulanya Rasulullah Saw. sangat menginginkan agar semua orang beriman dan mengikuti petunjuknya, lalu Allah Swt. memberitahukan kepadanya bahwa tidaklah beriman kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah sebagai orang yang berbahagia, dan tidaklah tersesat kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah sebagai orang yang celaka sejak zaman azalinya. Ibnu Kathir dalam tafsirnya langsung menyatakan bahwa orang-orang kafir pada ayat ini yakni orang-orang yang menutup perkara yang hak dan menjegalnya. Telah dipastikan hal tersebut oleh Allah akan dialami mereka. 5 Senada dengan Ibnu Kathir, Wahbah al-Zuhayli mengungkapkan bahwa yang di maksud ayat ini adalah orang-orang kafir yang membenci ayat-ayat Allah dan mendustakan al- Qur’an dan Muhammad Saw. Hati mereka tidak terbuka, tidak sampai kepada hati mereka tersebut cahaya Ilahi. 6 Lebih lanjut, Quraish Shihab juga menegaskan bahwa orang-orang kafir pada ayat ini, yakni orang-orang yang menutupi tanda-tanda kebesaran Allah dan 3 Mutawalli al- Sha’rawi, Tafsir al- Sha’rawi ..., 137. 4 Ibnu Kathir, Tafsir Ibnu Katsir ..., 227. 5 Ibid ., 225. 6 Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsir al-Munir..., 82-83. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 64 kebenaran yang terhampar dengan jelas di alam raya ini, adalah mereka yang dalam pengetahuan Allah tidak akan mungkin beriman seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan lain-lain, sama saja buat mereka, apakah engkau hai Muhammad dan ummatmu memberi peringatan kepada mereka atau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tetap tidak akan beriman hingga masa datang. 7 Lain halnya dengan al- Sha’rawi, dalam menafsirkan kata kafir pada ayat diatas, al- Sha’rawi membagi orang kafir menjadi dua: 8 Pertama, orang yang ingkar kepada Allah, mendengar kalam Ilahi kemudian menerimanya dengan akal sehat lalu beriman. Kedua, orang-orang yang tetap dalam kekafiran, permusuhan, kezaliman, memakan hak orang lain dan sebagainya. Golongan yang kedua ini mengetahui bahwasannya iman akan menghilangkan wibawa duniawi, usaha-usaha yang direalisasikan dengan cara kezaliman dan perpecahan. Oleh karena itu, kelompok kedua ini tidak beriman dan mengambil manfaat dari kekafiran. Adapun dengan orang kafir yang menerima agama Allah, mereka itulah orang-orang yang dibuka hatinya untuk beriman. 9 Dari beberapa pendapat di atas, penafsiran al- Sha’rawi cukup unik karena berbeda dengan beberapa mufassir lainnya. Dia membagi kafir menjadi dua. Pembagian tersebut dapat dipahami dari suatu ayat yang bersifat umum tapi bermakna khusus. Sebagaimana Fakhruddin al-Razi menyebutkan dalam tafsirnya 7 M. Quraish Shibab, Tafsir Al-Misbah..., 93. 8 Mutawalli al- Sha’rawi, Tafsir al- Sha’rawi ..., 137. 9 Ibid. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 65 bahwa lafaz اورفك نيذلا نإ adalah lafaz umum karena terdapat dhamir jamak disertai alif lam ta’rif, maka dari itu yang dimaksud ayat tersebut adalah seluruh orang kafir li al-istighraq. 10 Akan tetapi yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang kafir tertentu, karena pada zaman Nabi banyak orang kafir juga yang masuk Islam. Hal inilah yang menjadi indikator yang menjadikan ayat tersebut menjadi makna khusus. Dalam ilmu balaghah hal ini disebut majaz mursal yang alaqah nya kulliyah, yaitu suatu ungkapan yang menyebutkan seluruh bagian-bagiannya tapi yang dimaksud sebagian saja. 11 Adapun mengenai sebab turunnya ayat tersebut, al- Sha’rawi tidak mencantumkannya, bukan berarti tidak menggunakannya, ia tetap menjadikannya sebagai landasan penafsirannya dalam arti menggunakan teori Asbab al-Nuzul yaitu berpegang pada kaidah ببسلا صوصخ ا ظفللا موعب ةرعلا Ibrah diambil dari keumuman lafaz bukan dari kekhususan sebab. 12 Dengan prinsip itu, dalam 10 Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mafatih Al-Gayb , Juz 2 Beirut: Dar al-Fikr, 1981, 44. 11 Majaz mursal dibagi atas delapan macam, yaitu, sababiyah, musabbabiyah, juz’iyyah, kulliyyah, i’tibar ma kana, i’tibar ma yakunu, mahalliyah, dan haliyyah. Lihat, ‘Ali Jarim, al- Balaghah al-Wad}ihah Kairo: Dar al-Ma’arif, 1964, 109-110. 12 Ulama’ telah membahas tentang hubungan tentang hubungan antara sebab yang terjadi dengan ayat turun. Hal ini karena sangat erat kaitannya dengan penetapan hukum, sebagai akibat darinya berdasarkan ayat yang bersangkutan. Yakni, apakah ayat itu berlaku secara umum berdasarkan bunyi lafalnya, ataukah tetap terikat dengan sebab dengan turunya ayat itu. Puncak perselisihan paham ini melahirkan dua kaidah yang saling berhadapan, yaitu: pertama, yang menjadi ‘ibrah ialah keumuman lafal bukan kekhususan sebab. Kedua, yang menjadi ‘ibrah ialah kekhususan sebab, bukan keumuman lafa. Lihat, Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Cetakan II Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, 146-147.