Jenis-jenis Kafir dan Karakteristiknya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 28 3. Menggambarkan sebagai pribadi yang pengecut, tidak kesatria mengakui kesalahan, dan tidak memiliki tanggung jawab atas perbuatannya. 4. Apabila berkata dusta, berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat berkhianat. 5. Perbuatan-perbuatan mereka yang selalu berdasarkan riya’ dan penuh pamrih, khusus dalam kaitannya dengan amal-amal keagamaan. 6. Sikap malas dan acuh tak acuh. 7. Gemar membuat fitnah dan menyebarkan berita-berita bohong dengan tujuan memburu-burukkan Islam dan umatnya.

d. Kufr al-shirk

Shikr, dalam arti mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan sesuatu, selain diri-Nya, sebagai senbahan, objek pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan dambaan, termasuk dalam kategori kufr. Shirk, digolongkan sebagai kekafiran sebab perbuatan itu mengingkari keesaan Tuhan yang, berarti, mengingkari kemaha-kuasaan dan kemahasempurnaan-Nya. 21 Adapun ciri-ciri kekafiran jenis ini yaitu, kemusyrikan dalam bentuk keberhalaan. Yang merupakan ciri dari masyarakat yang masih tradisional seperti halnya umat para nabi dan rasul. Berhala-berhala itu, baik dalam wujud patung maupun bentuk-bentuk lainnya, dijadikan sebagai sembahan, obyek pemujaan, dan tempat menggantungkan harapan dan dambaan, karena dianggap dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. 21 Ibid., 136. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 29

e. Kufr al-ni’mah

Kufr nikmat yaitu, penyalahgunaan nikmat yang diperoleh, penempatannya bukan pada tempatnya, dan penggunaannya bukan pada hal-hal yang dikehendaki dan diridai oleh pemberi nikmat. 22 Kufr nikmat, seperti yang dimaksud, tampaknya, merupakan kecenderungan yang sangat kuat pada diri manusia. Hal ini terlihat pada cara al- Qur’an menunjuk kufr nikmat dengan beberapa kali menggunakan bentuk al-mubalagah. Misalnya, ungkapan zalumun kaffar benar-benar zalim lagi teramat kafir dalam QS. Ibrahim [14]: 15 dan ungkapan kafurun mubin benar-benar kafir nikmat yang terulang sepuluh kali. 23 Kufr nikmat, dalam arti penyalahgunaan nikmat-nikmat Tuhan, sebenarnya, telah dilakukan secara langsung oleh orang-orang yang, memang, tergolong kafir kafir ingkar, kafir juhud, musyrik, dan munafik. Mereka ini, semuanya, terlibat dalam penyalahgunaan nikmat-nikmat Tuhan karena mereka menggunakan nikmat-nikmat itu bukan pada tempat yang sewajarnya dan diridai oleh Tuhan. Bahkan mereka menggunakan nikmat itu pada hal-hal yang mendatangkan kerusakan di atas muka bumi. 24 Begitu juga orang mukmin, mereka pun bisa saja terjerumus dalam perilaku kufr nikmat. Orang mukmin yang menyalahgunakan nikmat Tuhan, yang tidak 22 Ibid., 146. 23 Ibid. Lihat, QS. Hud [11]: 9; al- Isra’ [17]: 2, 68; al-Hajj [22]: 38, 66; Luqman [31]: 32; al- Shura [42]: 48; al-Zukhruf [43]:15 dan al-Dahr [76]: 3, 24. 24 Ibid., 148. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 30 mendayagunakan nikmat itu sebagaimana mestinya, atau menggunakan pada hal- hal yang tidak diridai oleh-Nya, maka ia telah melakukan perbuatan kufr, yakni kufr nikmat. Dengan demikian, kufr nikmat mempunyai cakupan yang amat luas sehingga akan banyak sekali manusia yang terjerumus didalamnya dan hanya sedikit yang benar-benar mampu menjadi insan shakir yang benar-benar bersyukur atas nikmat-nikmat Tuhan yang diperolehnya dalam hidup ini. Adapun ciri-ciri orang kufur nikmat yaitu: mereka yang memiliki sifat malas, statis, masa- bodoh, sikap santai dan tidak produktif dalam kerja, tiadanya kreatifitas, dan semacamnya. f. Kufr al-irtidad al-riddah Istilah irtidad atau riddah yang berakar dari kata radd, secara etimologi, berarti “berbalik kembali”; 25 atau menurut al-Raghib, 26 yaitu “kembali ke jalan dari mana ia datang”. Dari segi terminologi agama, irtidad atau riddah berarti kembali kepada kekafiran, dari keadaan beriman, baik iman itu didahului oleh kekafiran lain sebelumnya atau pun tidak. 27 Term riddat, menurut Raghib, 28 khusus digunakan bagi orang yang kembali kepada kekafiran sesudah beriman. Sedangkan term irtidad bisa digunakan dalam pengertian umum, di samping arti khusus tersebut. 25 Ibid., 150. Ibnu Manzur al-Ansari, Lisan al- ‘Arab Mesir: Dar al-Mis}riyyah li al-Nashr, t.t., 152. 26 Ibid. Raghib Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al- Qur’an.., 193. 27 Ibid. M. Husayn al- Tabataba’i, al-Mizan fi al-Tafsir al-Qur’an Teheran: Mua’assasat Dar al-Kutub al-Islamiyyat, 1396 H, 415. 28 Ibid. Raghib Asfahani, al-Mufradat fi Gharib al- Qur’an.., 193. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 31 Kekafiran jenis ini cukup menonjol dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat modern, yaitu mereka yang berlatar belakang perkawinan beda agama. Seorang Muslim atau Muslimat, karena kawin dengan non-Islam, akhirnya melepas agamanya dan menukarnya dengan agama pasangannya. Dalam masyarakat modern, terutama di kota-kota besar, di mana kebebasan pergaulan sangat menonjol dan ikatan-ikatan primordial, termasuk agama, tidak lagi menjadi pertimbangan utama dalam memilih teman hidup, peristiwa pertukaran agama, tampak, dianggap wajar, tidak prinsipal, dan tidak harus dipermasalahkan. Dalam kasus seperti itu, jelas, faktor cinta seringkali mengalahkan keyakinan agama, meskipun harus diakui bahwa seorang Muslim yang menukar agamanya dengan cinta dan perkawinan, tentunya, belum memiliki iman yang cukup terandalkan.

g. Kufr ahl al-kitab

Ahl al-kitab pemilik kitab atau al-ladhina utu al-kitab orang-orang yang diberi kitab, mempunyai kedudukan tersendiri dalam al- Qur’an. Al-Qur’an banyak membicarakan mereka, mengintroduksikan perilaku dan sifat-sifat mereka, serta menyoroti sikap mereka terhadap Nabi Muhammad, terhadap Islam pada umumnya. Secara kenyataan, kaum Yahudi dan Nasrani, dua komunitas agama yang sering di- khit}ab oleh al- Qur’an sebagai ahl al-kitab, memiliki persambungan akidah dengan kaum Muslimin. Tuhan sendiri menegaskan bahwa al- Qur’an datang memberi pembenaran terhadap sebagian dari ajaran Taurat kitab suci digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 32 Yahudi dan Injil kitab suci Nasrani serta mengoreksi sebahagian lainnya. 29 Akan tetapi, al- Qur’an tidak memberikan penegasan mengenai status ahl al-kitab ditinjau dari sudut akidah. Al- Qur’an hanya mengatakan bahwa ada di antara ahl al-kitab yang beriman dan sebahagian besar dari mereka fasik QS. Ali ‘Imran [3]: 110. Oleh karena itu, dalam mengkaji konsep kufr dalam al- Qur’an, diperlukan pembahasan tersendiri mengenai ahl al-kitab itu, bukan hanya karena al- Qur’an mengakui eksistensi mereka, tetapi juga karena interaksi antara umat Islam dengan mereka tidak dapat dielakkan. Terlebih lagi dalam masa modern ini di mana perbauran antara umat beragama yang begitu beraneka merupakan realitas yang sangat gamblang sedangkan umat Islam adalah salah satu komunitas besar di antaranya. 30 Sebagaimana yang disebutkan di atas, kaum Yahudi dan Nasrani adalah dua komunitas agama yang selalu di-khitab oleh al- Qur’an sebagai ahl al-kitab. Para ulama juga sepakat mengenai hal ini. Yang mereka perselisihkan adalah komunitas agama-agama lain, seperti Majusi, Hindu, Budha, Konfusius, dan sebagainya. Apakah termasuk ahl al-kitab atau bukan. Ada sementara ulama yang memasukkan mereka dalam jajaran ahl al-kitab, tetapi sebahagiannya menolak. Harifuddi Cawidu dalam disertasinya ini, menyimpulkan bahwa para ahl al- kitab itu, semuanya, tergolong kafir. Orang-orang Yahudi dan Nasrani, kendatipun mempercayai pokok-pokok akidah yang diyakini dalam Islam, namun kepercayaan 29 Ibid., 164. Lihat, al- Qur’an, 3:3, 81; 4:47; 5:48; 6: 92; 35: 31; 46: 30. 30 Ibid., 165. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 33 mereka, sebenarnya, tidak utuh dan penuh dengan penyimpangan-penyimpangan. Oleh karena itu, mereka tidak dapat dikategorikan sebagai orang-orang mukmin menurut konsep al- Qur’an. 31 Ketidakutuhan iman orang-orang Yahudi dan Nasrani seringkali disinggung, bahkan dikecam, oleh al- Qur’an. Misalnya, mereka dikecam karena mempercayai sebahagian kitab Tuhan dan mengingkari sebahagian yang lain. 32 Dalam hal ini, orang-orang Yahudi mempercayai Kitab Taurat yang dibawa Musa tetapi mengingkari Kitab Injil yang dibawa Isa dan al- Qur’an yang dibawa Muhammad. Sedangkan orang-orang Nasrani mempercayai Taurat dan Injil namun mengingkari al- Qur’an. Membeda-bedakan rasul-rasul Allah, mempercayai sebahagiannya dan mengkafiri sebahagian lainnya, adalah berarti mengkafiri Allah dan rasul-rasul- Nya secara keseluruhan. Rasul-rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusia merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Mereka, membawa misi yang satu, yakni al-din agama yang didasarkan atas tauhid murni QS. al-Shura [42]:31; al- Baqarah [2]:136. Menurut A. Daraz, 33 hakikat al-din yang dibawa oleh semua rasul Allah adalah menghadapkan diri kepada Allah dengan kepatuhan yang ikhlas, tanpa dinodai oleh syirik; dengan keimanan yang teguh; dengan mempercayai semua yang berasal dari-Nya melalui lidah siapa pun, di zaman apa 31 Ibid., 173. 32 Ibid. Al- Qur’an, 2: 85. 33 Ibid. A.Daraz, Al-Din Buhuth Mumahhadat li Dirasah Tarikh al-Adyan Kuwait: Dar al- Qalam, 1974, 176. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 34 pun, atau di tempat mana pun, tanpa pembangkangan terhadap hukum-Nya; tanpa perlakuan diskriminatif pribadi, kelompok atau rasial terhadap satu kitab di antara kitab-kitab-Nya, atau seorang rasul diantara rasul-rasul-Nya. Karena mengingkari sebahagian rasul Allah adalah berarti mengingkari rasul-rasul-Nya secara keseluruhan, dan karena mengingkari rasul-rasul Allah adalah berarti mengingkari Allah sendiri, maka sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani di atas, jelas, merupakan kekafiran. Ini sesuai dengan penegasan QS. al- Nisa’ [4]:151 bahwa sikap membeda-bedakan rasul itu merupakan kekafiran yang sebenar-benarnya. 34 Dengan demikian, orang-orang Yahudi dan Nasrani, menurut penegasan al- Qur’an, adalah kafir, meskipun secara kenyataan, mereka mempercayai sebahagian dari pokok-pokok iman yang diyakini oleh orang-orang Islam. Adapun komunitas agama- agama lainnya, seperti Majusi, Sabi’at, Hindu, Budha, Konfisius, Shinto, dan sebagainya, maka kekafiran mereka tidak diragukan lagi. Yang pertama, karena mereka tidak mempercayai pokok-pokok keimanan yang diyakini dalam Islam. Mereka mendustakan Rasulullah SAW. dan ajaran- ajaran yang dibawanya, serta mendustakan rasul-rasul Allah lainnya. 34 Ibid., 177. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35

BAB III MUH}AMMAD MUTAWALLI AL-

SHA’RAWI DAN TAFSIRNYA

A. Riwayat Hidup Muh}ammad Mutawalli al-Sha’rawi

Nama lengkap al- Sha’rawi adalah al-Shaikh al-Faqih Muhammad Mutawalli al- Sha’rawi. Dia salah seorang pakar bahasa Arab dan seorang mufassir kenamaan kontemporer. Beliau sangat dikenal luas di dunia Arab. Ia seorang muballigh yang kharismatik, disegani dan dikagumi di Mesir, baik lapisan masyarakat bawah maupun masyarakat akademik. 1 Ia lahir pada hari Ahad tangga l 17 Rabi’ al-Tsani 1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M di desa Daqadus, Mait Ghamir, ad-Dakhaliyyah. 2 Ketekunan al- Sha’rawi dalam studi al-Qur’an sudah nampak sejak kecil di mana sejak ia berusia 11 tahun sudah hafal al- Qur’an di bawah bimbingan gurunya ‘Abd al-Majid Pasha. 3 Maka dari itu, tidak aneh ketika dewasa ia menjadi salah satu tokoh dalam bidang tafsir kontemporer di abad 21. Adapun pendidikan resminya diawali dengan menuntut ilmu di sekolah dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M. Setelah memperoleh ijazah sekolah dasar al- Azhar pada tahun 1932 M, ia melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di Zaqaziq 1 Achmad, “Mutawalli al-Sha’rawi dan Metode Penafsirannya”, Jurnal al-Daulah, Vol. 1 No. 2 Juni, 2013, 121. Lihat juga Sayyid Muhammad ‘Ali Iyaziy, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum Teheran: Wazarah al-S}aqafah al-Irsyad al-Islami, 1414H, 33. 2 Sa’id Abu al-‘Ainain, Al- Sha’rawi Ana Min Sulalat Ahl al-Bait Kairo: Akhbar al-Yawm, 1955, 6. 3 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir al- Sha’rawi Jakarta: Teraju PT.Mizan Publika, 2004, 21. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 36 dan meraih ijazah sekolah menengah al-Azhar pada tahun 1936 M. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas al-Azhar jurusan bahasa Arab pada tahun 1937 M hingga tahun 1941 M. Ia melanjutkan ke jenjang doctoral pada tahun 1940 M dan memperoleh gelar ‘Alamiyyat Lc sekarang dalam bidang bahasa dan sastra Arab. 4 Sejak duduk di bangku sekolah menengah setingkat SLTA atau MA di Indonesia al- Sha’rawi menekuni keilmuan bidang syair dan sastra Arab. Hal ini tampak ketika ia di angkat menjadi Ketua Persatuan Pelajar dan Ketua Persatuan Kesustraan di daerah Zaqaziq. Kemudian pada tahun 1930-an merasakan bangku kuliah pada Fakultas Ushuluddin di Zaqaziq, dan setelah lulus pendidikan S1, ia melanjutkan studi S2 mengambil konsentrasi Bahasa Arab pada Universitas al-Azhar dan lulus pada tahun 1943 dengan predikat cum laude. Setelah menyelesaikan studinya tersebut, al- Sha’rawi menghabisakan hidupnya dalam dunia pendidikan, yakni sebagai tenaga pengajar pada beberapa perguruan tinggi di kawasan Timur Tengah, antara lain: al-Azhar Tanta, al-Azhar Iskandariyyah, Zaqaziq, Universitas Malik Ibnu Abdul Aziz Makkah, Universitas al- Anjal Arab Saudi, Universitas Ummul Qura Makkah, dan lain-lain. Selain mengajar, al- Sha’rawi juga mengisi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, seperti menjadi Khati b, mengisi kegiatan ceramah da’i, mengisi pengajian tafsir al-Qur’an yang disiarkan langsung melalui layar televisi di Mesir dalam acara Nur ‘ala Nur. 4 Ahmad al-Marsi Husein Jauhar, Muhammad Mutawalli al- Sha’rawi: Imam al-‘As}r Kairo: Handat Misr, 1990, 74. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 37 Selanjutnya Mesir mulai mengenal nama al- Sha’rawi. Semua masyarakat melihatnya dan mendengarkan ceramah keagamaan dan penafsirannya terhadap al- Qur’an selama kurang lebih 25 tahun. 5 Pada tahun 1976 M, al- Sha’rawi dipilih oleh Kabinet Mamduh Salim sebagai Menteri Wakaf dan pada tanggal 26 Oktober 1977 M, ia ditunjuk kembali menjadi Menteri Wakaf dan Menteri Negara yang berkaitan erat dengan al-Azhar dalam kabinet yang dibentuk oleh Mamduh Salim. Pada tanggal 15 Oktober 1978 M, ia diturunkan dengan hormat dalam formatur kabinet yang dibentuk oleh Mustofa Khalil. Kemudian ia ditunjuk menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Universitas “Al-Shu’ub Al-Islamiyah Al- ‘Arabiyyah”, namun al-Sha’rawi menolaknya. Pada tahun 1980 M al-Sha’rawi diangkat sebagai anggota MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi ia menolak jabatan strategis ini. Atas jasa-jasa tersebut, al- Sha’rawi memperoleh penghargaan dan lencana dari Presiden Husni Mubarak dalam bidang pengembangan ilmu dan budaya di tahun 1983 M pada acara peringatan hari lahir al-Azhar yang ke-1000. Al- Sha’rawi ditunjuk sebagai anggota litbang penelitian dan pengembangan bahasa Arab oleh lembaga “Mujamma’ al-Khalidin”, perkumpulan yang menangani perkembangan bahasa Arab di Kairo pada tahun 1987 M. Tahun 1988 M memperoleh Wisam al-Jumhuriyyah, medali kenegaraan dari presiden Husni Mubarak di acara 5 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir al- Sha’rawi, 27. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 38 peringatan hari da’i dan mendapatkan Ja’izah al-Daulah al-Taqririyyah, penghargaan kehormatan kenegaraan. 6 Pada tahun 1990 M, al- Sha’rawi mendapat gelar “Profesor” dari Universitas Al-Mansurah dalam bidang adab, dan pada tahun 1419 H1998 M, ia memperoleh gelar kehormatan sebagai al-Shakhsiyyah al-Islamiyyah al-Ula profil Islami pertama di dunia Islam di Dubai serta mendapat penghargaan dalam bentuk uang dari putera mahkota al-Nahyan, namun ia menyerahkan penghargaan ini kepada al-Azhar dan pelajar al- Bu’uts al-Islamiyah pelajar yang berasal dari seluruh dunia. 7 Di usia 87 tahun, tepatnya pada hari Rabu 17 Juni 1998 M, Mutawalli al- Sha’rawi wafat. Jasadnya dimakamkan di Mesir. 8

B. Karya-karya Muhammad Mutawalli al-Sha’rawi

Sebelum mengulas lebih jauh tentang karya-karya al- Sha’rawi perlu dipetakan terlebih dahulu mengenai karya-karya beliau apakah ditulis sendiri atau dengan cara lain. Beberapa keterangan berikut akan mengulas lebih jauh seputar keberadaan karya-karya al- Sha’rawi. Sebagai seorang ulama, pemikir, sekaligus akademisi, keberadaan sebuah karya ilmiah tentunya tidak luput dari sejarah kehidupan seseorang. Adapun karya ilmiah merupakan hal yang tidak dapat dinafikan tentunya. Namun, sosok al- Sha’rawi 6 Mahmud Rizq al-Amal, Tarikh Al-Imam Al- Sha’rawi, dalam Majalah Manar Al-Islam, September, 2001, Vol.27 No 6, 35. 7 Taha Badri, Qalu’an Al-Sha’rawi ba’da Rahilihi Kairo: Maktabah Al-Turas Al-Islami, t.t., 5-6. 8 Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 Jakarta: Gema Insani Press, 2006, 277. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 39 sedikit berbeda dengan kebanyakan para ulama pada umumnya dalam hal kepemilikan karya-karya ilmiah. Al- Sha’rawi sendiri baik secara eksplisit maupun implisit menyatakan bahwa ia tidak menulis sendiri secara sepihak berbagai karangan ilmiahnya yang terdapat dan tersebar di berbagai belahan dunia saat ini. Dia beranggapan bahwa kalimat atau ajaran yang disampaikan secara langsung dan diperdengarkan akan lebih mengena daripada kalimat ataupun ajaran yang disebarluaskan dengan perantara media tulisan, sebab manusia akan mampu mendengar dari narasumber yang asli tanpa dibatasi sekat-sekat maupun batasan tertentu jika kalimat atau ujaran tersebut disampaikan dalam bentuk tulisan. Namun dalam hal ini dia tidak menafikan kebolehan untuk mengalihbahasakan menjadi bahasa tulisan dan tertulis dalam sebuah buku atau karya ilmiah. 9 Hal ini dikuatkan dengan dengan pernyataannya yang tertuang dalam kitab Al-Syaikh Mutawalli al- Sha’rawi: Imam al-‘As}r. Aku belum pernah berkecimpung dalam kegiatan tulis-menuis. Aku tidak menulis sepatah kata pun, karena tulisan hanya diperuntukkan kepada satu komunitas saja yaitu komunitas pembaca. Beda halnya dengan lisan. Lisan merupakan perantara yang paling efisien, apakah aku harus menunggu seseorang untuk membacanya atau tidak. Lain halnya dengan ketika aku berbicara di hadapan khalayak ramai. Aku bisa berdialog dengan semua audiens tanpa ada yang membatasi. Yang terpenting aku memperoleh pahala atas apa yang aku sampaikan. Adapun tulisan hanya metode penyampaian pemikiran sepihak. 10 Sedangkan mengenai kitab Tafsir al- Sha’rawi merupakan manifestasi pembahasan- pembahasan beliau tatkala mengulas seputar permasalahan yang terdapat dalam al- 9 Istibsyaroh, Hak-hak perempuan.., 31. 10 Ibid., 30-31, dikutip dari Ahmad al-Marsi Husein Jauhar, Al-Shaikh Muhammad Mutawalli, 124.