METODE PENELITIAN Trauma Akustik Yang Disebabkan Letusan Senjata SS1 R5 Pada Prajurit Yonif 100 Raider Kodam I Bukit Barisan

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi prospektif cohort study, terhadap kelompok paparan exposed dan kelompok kontrol non paparan non exposed.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Batalyon Infanteri 100 Raider Kodam I BukitBarisan, Namu Sira-sira, Langkat, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2012 sampai Agustus 2012. 3.3 Populasi, Sampel Penelitian, Besar Sampel 3.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah prajurit dan PNS Batalyon Infanteri 100 Raider yang masih aktif.

3.3.2 Subyek penelitian

Subyek penelitian ini adalah prajurit Yonif 100 Raider yang satu gelombang pendidikan TNI AD tahun 2008 yang telah dilakukan pemeriksaan audiometri dengan hasil normal, serta staf dan PNS yang bertempat tinggal dengan radius lebih dari 5 km.

3.3.3 Kriteria inklusi :

a. Prajurit yang satu gelombang pendidikan TNI AD tahun 2008 dan sama masuk Yonif 100 Raider yang telah dilakukan pemeriksaan audiometri dengan hasil normal b. Laki-laki dan wanita khusus PNS c. Usia berkisar 18 – 45 tahun Universitas Sumatera Utara d. Masih dalam dinas aktif e. Selama penelitian tidak terpapar oleh bunyi keras lain ledakan sesaat maupun kontinyu selain paparan letusan senjata SS1 R5

3.3.4 Kriteria eksklusi

a. Prajurit atau PNS yang mempunyai riwayat trauma kepala, sakit telinga yang dapat mempengaruhi fungsi pendengaran b. Prajurit atau PNS yang menderita penyakit sistemik : DM, Malaria, dan penyakit lain yang dapat mempengaruhi fungsi pendengaran c.. Sedang mengkonsumsi obat-obatan yang bersifat ototoksik.

3.3.5 Besar sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah prajurit yang satu gelombang pendidikan TNI AD dan sama masuk Yonif 100 Raider. Dalam hal ini terkumpul 30 orang prajurit yang memenuhi syarat penelitian. 3.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen yaitu gangguan pendengaran dan variable independen yaitu: subyek penelitian, intensitas bunyi senjata SS1 R5, penilaian fungsi pendengaran, lama paparan, lama kerja dan penggunaan alat pelindung diri APD.

3.5 Defenisi Operasional

1. Prajurit Yonif 100 raider adalah prajurit TNI yang masih bertugas dikesatuan batalyon infanteri 100 Raider KODAM I Bukit Barisan. 2. Trauma akustik : gangguan dengar akibat paparan letusan senjata SS1 R5 yang menyebabkan penurunan fungsi pendengaran yang bersifat sementara pada salah satu sisi telinga prajurit Yonif 100 Raider KODAM I Bukit Barisan. Universitas Sumatera Utara 3. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. 4. Sound level meter adalah alat untuk mengukur tingkat intensitas bunyi 5. Intensitas bunyi senjata organik adalah besarnya bunyi senjata organik yakni senapan serbu jenis SS1 R5 buatan Pindad, yang dinyatakan dalam decibel dB. 6. Frekuensi adalah jumlah getaran perdetik. 7. Decibel adalah logaritma dari rasio dua daya atau tekanan. 8. Tuli akibat bising TAB adalah tuli jenis sensorineural akibat kelainan pada koklea, terjadi akibat paparan bising dengan intensitas diatas nilai ambang batas normal. 9. Tuli sensorineural adalah tuli yang disebabkan kelainan pada kokhlea ataupun retrokokhlea. Pada audiogram tampak ambang hantaran tulang sama dengan ambang hantaran udara dan keduanya tidak normal. 10. Tuli konduktif adalah tuli yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Pada audiogram tampak ambang hantaran tulang lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih dan normal. 11. Tuli campuran adalah tuli konduktif dan tuli sensorineural. Pada audiogram tampak ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih. 12. Gangguan dengar frekuensi tinggi : gangguan dengar pada frekuensi di atas 2 KHz. 13. Gangguan dengar yang bersifat sementara : penurunan fungsi pendengaran akibat paparan yang akan membaik setelah 48 jam dan akan normal kembali setelah 20 hari. Universitas Sumatera Utara 14. Lama paparan adalah satuan waktu yang menunjukan masa terpapar bunyi, yang dinyatakan dalam jamhari. 15. Lama kerja adalah sejak mulai berdinas di batalyon infanteri 100 Raider sampai dilakukan pemeriksaan audiometri, yang dinyatakan dalam tahun. 16. Alat pelindung diri APD adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri seperti helm, pelindung telinga, masker dan lain-lain. 17. Pemeriksaan audiometri adalah pemeriksaan pendengaran yang menggunakan alat audiometer yang merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensitivitas pendengaran yang menggunakan nada murni pure tone. 18. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu: Ambang dengar AD = AD 500 Hz + AD 1000 HZ + AD 2000 HZ 3 Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J., 2007 19. Derajat ketulian ISO : Normal 0 – 25 dB, Tuli ringan 26 – 40 dB, Tuli sedang 41 -60 dB, Tuli berat 61 – 90 dB, Tuli sangat berat 90 dB Bhasiruddin J, 2002

3.6 Bahan dan Alat Penelitian

a. Kuisioner penelitian b. Lampu kepala merek Riester c. Spekulum telinga merek Hartmann d. Otoskop merk Riester e. Larutan peroksida 3 H 2 O 2 f. Alat penghisap suction merek Thomas Medipump tipe 1132 GL 3 g. Kanul penghisap nomor 6 dan 8 tipe Fergusson h. Spekulum hidung merek Renz Universitas Sumatera Utara i. Spatel lidah j. Kaca laringoskopi dan kaca rinoskopi k. Pengait serumen l. Audiometer merek Rexton tipe D67 dan telah dikalibrasi. m. Sound level meter merek Larson Davis 720 SLM serial 0553 dan telah dikalibrasi.

3.7 Cara Kerja

3.7.1 Penjelasan dan pengisian kuisioner

Setiap subyek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan penjelasan tentang maksud, tujuan dan cara penelitian kemudian menandatangani persetujuan penelitian informed consent. Setelah itu subyek penelitian terpilih mengisi kuisioner tertulis yang telah disiapkan terlampir. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan di aula kesehatan Yonif 100 Raider.

3.7.2 Pemeriksaan THT

Pemeriksaan THT dilakukan 2 tahap, yakni pemeriksaan THT rutin termasuk otoskopi ke 1 yang dilakukan pada kelompok paparan maupun kontrol non paparan yang dilaksanakan di aula kesehatan Yonif 100 Raider. Sedangkan pemeriksaan otoskopi ulang ke 2 dan ke 3 hanya dilakukan pada kelompok paparan dan dilaksanakan di aula kesehatan Yonif 100 Raider bersamaan dengan pemeriksaan audiometri nada murni ulang ke 2 dan ke 3 pada hari H+ 1 dan H+ 21.

3.7.3 Pemeriksaan audiologi

Pemeriksaan audiometri nada murni dilakukan 3 kali. Untuk pemeriksaan pertama dilakukan pada kelompok paparan maupun non paparan pada hari H - 1 pada kelompok paparan dicari hasil audiometri yang normal, sedangkan pemeriksaan audiometri nada murni ke 2 pada hari H+ 1 dan audiometri nada murni ke 3 pada hari H+ 21 hanya dilakukan pada kelompok paparan. Universitas Sumatera Utara Audiometer yang dipergunakan adalah jenistipe merek Rexton tipe D67 yang telah dilakukan kalibrasi. Alat ini berguna untuk mengukur fungsi pendengaran dengan menilai berapa besar intensitas suara melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada frekuensi 250, 500, 1000, 2000, 3000, 4000, 6000, dan 8000 Hz. Pemeriksaan audiogram dilakukan didalam ruang kedap udara, dalam hal ini kami melakukan di ruang komandan yang kebetulan kedap udara.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang diperoleh dianalisis menghitung gangguan fungsi pendengaran prajurit, yakni dengan memakai uji “x 2 Untuk menghitung besarnya risiko dipergunakan perhitungan risiko relatif RR ”. Analisis risiko Risiko Relatif, RR: a b c d aa+b Maka: RR = ------------- cc+d Paparan Non-paparan Terganggu pendengaran Tidak Terganggu pendengaran Universitas Sumatera Utara

3.9 Kerangka Kerja

Prajurit Yonif 100 Raider yang 1. Informed consent 2. Pengisian kuisioner tertulis 3. Pemeriksaan otoskopi 4. Pemeriksaan audiometri 1. Intensitas bunyi senjata SS1 R5 dB 1. Pengisian kuisioner tertulis 2. Pemeriksaan otoskopi 3. Pemeriksaan audiometri Gambar 3.1. Kerangka Kerja Anamnesis dan Pemeriksaan Audiometri pada Parajurit Batalyon Infanteri 100 Raider Kodam I Bukit Barisan Prajurit dan PNS Yonif 100 Raider Kelompok paparan Kelompok kontrol non paparan Pemeriksaan sebelum paparan pada kedua kelompok penelitian Pengukuran paparan letusan senjata SS1 R5 Pemeriksaan setelah paparan, hanya pada kelompok paparan H+1 dan H +21 Analisa data Prajurit yg satu gel pendidikan TNI AD tahun 2008 dan sama masuk Yonif 100 Raider yang hasil audiometri norml Prajurit dan PNS yang berdinas dibagian staf dan bertempat tinggal dengan radius lebih dari 5 km Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL PENELITIAN