69
Kesemuanya ini dilakukan secara otomatis oleh program. Tentunya sukar bagi manusia untuk mengingat sedemikian banyak IP address. Untuk
memudahkan, dikembangkan Domain Name System DNS. Sebagai contoh mesin Onno W. Purbo di AMPRNet dengan IP address [44.135.84.22], yang
diberi nama hostname ve3.yc1dav.ampr.org. Terlihat bahwa hostname yang digunakan penulis sangat spesifik dan sangat memudahkan untuk mengetahui
bahwa Onno W. Purbo berada di AMPRNet dari kata ampr.org. Mesin tersebut berada di Kanada dan propinsi Ontario dari ve3 sedang yc1dav adalah Onno W.
Purbo sendiri. Contoh lain dari DNS adalah sun1.vlsi.waterloo.edu yang merupakan sebuah Sun SPARC workstation sun1 di kelompok peneliti VLSI di
University of Waterloo, Kanada waterloo.edu tempat Onno W. Purbo bekerja dan belajar. Perlu dicatat bahwa saat ini NIC belum memberikan domain untuk
Indonesia. Mudah-mudahan dengan berkembangnya jaringan komputer TCPIP di Indonesia ada saatnya dimana kita di Indonesia perlu meminta domain tersendiri
untuk Indonesia.
107
B. Internet Protokol Sebagai Alat Bukti 1. Teori Pembuktian
Menurut Pitlo, pembuktian adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingannya.
108
107
Diperoleh dari : http:onno.vlsm.orgv11ref-ind-1networkmengenal-protokol- internet tcpip-1998.rtf
Menurut
108
Pitlo dalam Edmon Makarim, 2003, Kompilasi Hukum Telematika, Rajagrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 417
70
Subekti, yang dimaksudkan dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil ataupun dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak
dalam suatu persengketaan.
109
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam
hukum acara pidana.
110
Adapun enam butir pokok yang menjadi alat ukur dalam teori pembuktian,
dapat diuraikan sebagai berikut: Membuktikan berarti memberi kepastian kepada hakim
tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu.
111
1. Dasar pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan
pengadilan untuk memperoleh fakta-fakta
yang benar bewijsgronden.
2. Alat-alat bukti yang dapat digunakan oleh hakim untuk mendapatkan
gambaran mengenai terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau
bewijsmiddelen. 3.
Penguraian bagaimana cara menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di
sidang pengadilan bewijsvoering. 4.
Kekuatan pembuktian dalam masing-masing alat-alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan bewijskracht.
5. Beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan
tentang dakwaan di muka sidang pengadilan bewijslast.
109
Subekti, R, 2007, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 1
110
Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 245
111
Bambang Poernomo, 2006. Pokok-pokok Tata Cara Peradilan Indonesia, Liberty, Jogjakarta, Hlm.39
71
6. Bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat
kebebasan hakim bewijsminimum. Dalam hukum pembuktian dikenal istilah notoire feiten notorious
generally known yang berarti setiap hal yang sudah umum diketahui tidak lagi perlu dibuktikan dalam pemeriksaan sidang pengadilan.
112
Hal ini tercantum dalam Pasal 184 ayat 2 yang berbunyi, hal yang secara umum diketahui tidak
perlu dibuktikan. Menurut Yahya Harahap, mengenai pengertian hal yang secara umum sudah diketahui ditinjau dari segi hukum, tiada lain daripada perihal atau
keadaan tertentu atau omstandigheiden atau circumstances, yang sudah sedemikian mestinya
atau kesimpulan atau resultan yang menimbulkan akibat yang pasti demikian.
113
Dalam penggunaan alat-alat bukti konvensional atas kejahatan terhadap kejahatan cyber, hakim memegang peranan penting dalam penyelesaian perkara
dengan wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus membuat terobosan hukum jika belum ada undang-undang yang mengaturnya.
Keyakinan hakim untuk menerima alat bukti di persidangan menjadi hal yang signifikan. Begitu pentingnya peran hakim dalam kasus cyber crime, hakim harus
mempunyai kemampuan dalam ilmu teknologi informasi dan pandangan yang luas dalam penafsiran hukum.
Dalam teori pembuktian, KUHAP menggunakan sistem negatif Wettelijk yaitu hakim terikat pada alat bukti minimum ditambah keyakinan. Alat bukti di
112
M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi 2, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 276.
113
Ibid, hlm. 276.
72
sini terikat pada apa yang ditentukan oleh undang-undang. Menurut A. Karim Nasution, istilah negatif wettlijk berarti wettlijk adalah berdasarkan Undang-
Undang sedang negatif artinya bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh
menjatuhkan hukuman, sebelum ia yakin akan kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP adalah Keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, KUHAP menggunakan sistem negatif wettlijk, artinya alat bukti yang sah
hanyalah alat bukti yang tertera dalam undang-undang saja.
114
3.2.2. Barang Bukti
Barang bukti adalah barang atau benda yang berhubungan dengan kejahatan. Barang atau benda tersebut dapat dikategorikan sebagai
corpus delicti yang berarti barang-barang atau benda-benda yang menjadi objek delik dan
barang dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan. Ada pula yang termasuk barang bukti ialah barang-barang yang
dikategorikan sebagai instrumenta delicti yang berarti barang-barang atau benda- benda hasil kejahatan, barang atau benda yang berhubungan langsung dengan
tindak pidana.
115
Barang bukti dengan alat bukti mempunyai hubungan yang erat dan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan. Dalam persidangan setelah semua
114
Nasution, Karim A. 1996. Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 84.
115
Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Ghalia, Jakarta, dalam Edmon Makarim, 2003, Kompilasi Hukum Telematika, Rajagrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 446.
73
alat bukti diperiksa, selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan barang bukti. Barang bukti dalam proses pembuktian biasanya diperoleh melalui penyitaan.
Dengan penyitaan maka penyidik akan mencari keterhubungan antara barang yang diketemukan dengan tindak pidana yang dilakukan.
116
116
Ibid, hal. 447
Barang bukti mempunyai nilaifungsi dan bermanfaat dalam upaya pembuktian, walaupun barang bukti
yang disita oleh petugas penyidik tersebut secara yuridis formal bukan sebagai alat bukti yang sah menurut KUHAP. Akan tetapi, dalam praktik peradilan,
barang bukti tersebut ternyata dapat memberikan keterangan yang berfungsi sebagai tambahan dari alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan saksi,
keterangan ahli visum et repertum, maupun keterangan terdakwa. Misalnya sebuah benda berupa senjata api atau senjata tajam setelah disita menjadi barang
bukti kemudian ditunjukkan dan ditanyakan kepada saksi dan saksi tersebut memberikan keterangan bahwa barang bukti tersebut oleh tersangka telah
digunakan untuk melakukan pembunuhan atau penganiayaan. Demikian pula mayat korban pembunuhan setelah dilakukan pemeriksaan ilmiah oleh Ahli
Kedokteran Kehakiman Laboratorium Forensik kemudian hasil pemeriksaannya dituangkan dalam visum et repertum yang isinya bersesuaian dengan keterangan
saksi yang diperkuat oleh keterangan tersangkaterdakwa. Disamping itu, dengan diajukannya barang bukti di muka persidangan, maka hakim melalui putusannya
dapat secara sekaligus menetapkan status hukum dari barang bukti yang bersangkutan, yaitu apakah diserahkan kepada pihak yang paling berhak
menerimanya atau dirampas untuk kepentingan negara atau untuk dimusnahkan
74
atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan kembali {Pasal 194 jo 197 ayat 1 huruf i KUHAP}.
117
3.2.3. Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Kejahatan Mayantara
Bila dikaji Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diberlakukan sejak 21 April 2008, merupakan
ketentuan hukum yang sensasional dan sangat eksklusif. Dikatakan demikian karena dilihat dari kualitas pemidanaan dengan pidana penjara yang cukup berat
yang berkisar antara 6 tahun hingga 12 tahun dan dengan denda berkisar antara 1 miliar hingga 12 miliar.
Menilik akan besarnya sanksi hukuman baik pidana penjara maupun denda yang kemungkinan masyarakat tidak akan mampu membayar, akan menimbulkan
pengalaman seperti pada saat undang-undang No. 14 tahun 1992 Tentang Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mana undang-undang tersebut
ditunda pelaksanaannya. Dr. Siswanto Sunarso, menyatakan bahwa:
“Penundaan pelaksanaan undang-undang tersebut karena masyarakat menilai sanksi hukumannya cukup berat. Bayangkan, masyarakat
pengendaramobil yang tidak membawa SIMSTNK dan jenis-jenis pelanggaran lainnya dikenakan sanksi denda hingga jutaan yang saat itu
dinilai amat spektakuler. Akhirnya dalam implementasi di lapangan pengenaan denda tersebut disesuaikan dengan kondisi ekonomi di daerah.
Merujuk dari pengalaman itu, kemungkinan undang-undang No. 11 tahun 2008 juga akan bernasib sama seperti undang-undang No. 14 tahun 1992.
Suatu hal yang ditakutkan, ialah condong beralih untuk mencari pelanggaran undang-undang No. 11 tahun 2008 dibanding dengan KUHP.
Hal ini didasarkan pengalaman dan hipotesa bahwa semakin tinggi sanksi
117
HMA. Kuffal, 2005, Tata Cara Penggeledahan dan Penyitaan, UMM Press, Malang, Hlm. 25-29.
75
pidana dan sanksi denda, akan semakin meningkat lahan bisnis dalam penegakan hukum.”
118
Secara substansial undang-undang No. 11 tahun 2008 mengatur dua hal pokok yakni masalah informasi elektronik dan transaksi elektronik. Perkembangan
pemanfaatan informasi elektronik dewasa ini sudah memberikan kenyamanan dan kemanfaatannya. Sebagai contoh: penggunaan email sangat memudahkan setiap
orang bisa berkomunikasi melalui pengiriman berita secara cepat, dan dapat melintasi wilayah baik lokal, regional dan bahkan hingga internasional.
Pemanfaatan penyebaran informasi elektronik ini telah memberikan manfaat dengan menjamurkan usaha kecil dan menengah yang bergerak dibidang
penjualan jasa seperti warung-warung internet warnet. Di samping itu penyebaran arus informasi elektronik ini, juga dimanfaatkan untuk ajang mencari
teman baru yang dikenal dengan facebook yang saat sekarang digandrungi kaum remaja. Pemanfaatan informasi elektronik, juga dimanfaatkan oleh kalangan
pemerintah seperti lembaga-lembaga pemerintah baik sipil maupun TNIPolri, Komisi Pemilihan Umum Indonesia untuk secara otomatis memanfaatkan
informasi elektronik untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian fungsi pemerintahan.
119
Dewasa ini untuk mencegah terjadinya praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme beberapa instansi pemerintah sudah menyelenggarakan suatu sistem no
body contact seperti instansi Kementerian Hukum dan HAM, Badan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT di mana pihak calon pendaftar hanya
118
Siswanto Sunarso, 2009, Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik, Rineka Cipta hal. 134-135
119
Ibid, hal. 136.
76
mengirimkan berkas permohonan melalui loket-loket dan pengumuman keberhasilan diterima atau tidaknya diumumkan melalui media massa cetak atau
melalui e-mail sehingga informasi itu dapat diakses. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang ini berkaitan dengan
informasi elektronik adalah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses informasi elektronik yang muatannya berisi melanggar kesusilaan,
muatan perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik atau pemerasan danatau pengancaman.
120
Muatan yang berisi melanggar kesusilaan diantaranya adalah penayangan gambar-gambar porno dalam situs-situs internet maupun di telepon selular.
Penayangan gambar porno itu selain melanggar undang-undang ITE juga dapat dikenakan undang-undang tentang porno aksi dan pornografi. Muatan perjudian
dalam fakta tertentu baik di Jakarta, Surabaya telah dibongkar sindikat perjudian dengan memanfaatkan internet, khususnya dalam pertandingan sepakbola akbar.
Di samping itu, penyebaran informasi elektronik ini juga dipakai untuk melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik seperti dalam kasus Prita Mulyasari
melalui sarana e-mail meskipun hanya sebatas curhat kepada teman-temannya. Sedangkan penyebaran informasi elektronik untuk pemerasan danatau
pengancaman seperti misalnya kasus Antasari Azhar yang mengaku sering menerima ancaman dari Nasrudin Zulkarnain. Di samping itu untuk kejahatan
120
M. Yahya Harahap, 2006, Opcit, hal. 278.
77
pemerasan pada umumnya sering dilakukan oleh para penculik untuk meminta tebusan tertentu.
121
Disadari memang bahwa kejahatan di bidang informasi elektronik danatau transaksi elektronik dewasa ini di Indonesia sudah sangat memprihatinkan dan
dampaknya sudah mengglobal. Sebagai contoh terjadinya kasus transaksi jual beli buku melalui saluran internet memakai nama palsu sehingga dapat merugikan baik
konsumen dan produsen. Di samping itu terjadinya kasus-kasus pembobolan bank melalui saluran informasi elektronik danatau dokumen elektronik sudah banyak
mendatangkan korban dan dampaknya dapat merusak sistem perbankan nasional Indonesia. Di sisi lain, perbankan nasional di Indonesia baik milik pemerintah
maupun swasta berlomba-lomba menggunakan saluran informasi elektronik danatau dokumen elektronik untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya
melalui sistem electronic banking. Disamping kegiatan transaksi elektronik melalui jasa perbankan juga
dilaksanakan alih lembaga negara seperti BUMN Telkomsel, PDAM, perpajakan dan lain-lain dimana dalam pembayaran tagihan rekening telah menggunakan
sarana transaksi elektronik. Di kalangan bisnis lainnya misalnya travel-travel yang berusaha di bidang jasa pembelian tiket pesawat terbang, kereta api, kapal laut dan
sarana lain juga telah memanfaatkan system online. Hotel-hotel di sebagian kota- kota besar juga telah memanfaatkan atau justru menjadi standar pelayanan hotel
berbintang telah memanfaatkan transaksi elektronik ini mulai sistem booking kamar, pembayaran tagihan hotel dan sebagainya. Di samping itu juga kegiatan
121
Doddy M Abdullah, 2008. Sistem Pembuktian Dalam Penyelesaian Kasus Kasus Di
Bidang Cyber Crime. Fakultas Hukum, Universitas Veteran Jakarta.
78
bisnis di mall-mall, bookstore, pusat-pusat perbelanjaan seperti Alfamart, Carrefour, Giant, Hero, Matahari, Hypermart, Makro dan sebagainya telah
memanfaatkan jasa transaksi elektronik dan telah mengubah perilaku kehidupan masyarakat.
122
Karena itu undang-undang No. 11 Tahun 2008, pada pasal 5 menyebutkan: 1.
“Informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah;
2. Informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia;
3. Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
4. Ketentuan mengenai informasi elektronik danatau dokumen elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku untuk: a.
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Informasi elektronik sebagai suatu data atau sekumpulan data elektronik
yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
122
Ibid, hal. 67
79
memahaminya. Informasi elektronik danatau dokumen elektronik termasuk hasil cetaknya adalah sebagai alat bukti hukum bilamana menggunakan sistem
elektronik. Sistem elektronik menurut undang-undang No. 11 Tahun 2008 ialah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumum- kan, mengirimkan danatau menyebarkan informasi elektronik.
Materi ketentuan pasal 5 undang-undang No. 11 Tahun 2008 secara tegas menyebutkan bahwa informasi elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah
meliputi informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya. Apa yang disebutkan ketentuan pasal 5 merupakan perluasan dari alat
bukti yang sah menurut pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Paradoxaliteit terhadap ketentuan tersebut di atas, bahwa ketentuan
mengenai informasi danatau dokumen elektronik tidak berlaku untuk surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta
dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notarial atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Demikian pula dalam hal terdapat ketentuan lain dalam pasal 6 yang mensyaratkan suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli maka informasi
elektronik danatau dokumen elektronik dianggap sah, sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin kebutuhannya dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Penjelasan pasal 6 undang-undang No. 11 Tahun 2008 dijelaskan bahwa:
“selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi danatau dokumen yang
80
tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakekatnya informasi danatau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja termasuk media elektronik
dalam lingkup sistem elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab sistem operasi pada dasarnya beroperasi
dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya”.
Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain menurut ketentuan pasal 7 berdasarkan adanya informasi
elektronik danatau dokumen elektronik yang ada padanya berasal dari sistem elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan pasal 7 menyebutkan bahwa “ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu informasi elektronik danatau dokumen elektronik dapat digunakan
sebagai alasan timbulnya suatu hak”. Lebih lanjut disebutkan dalam pasal 8 undang-undang No. 11 Tahun 2008
bahwa kecuali diperjanjikan lain, maka waktu pengiriman suatu informasi danatau dokumen elektronik ditentukan.
1. Pada saat telah dikirim dengan alamat yang benar, oleh pengirim ke suatu
sistem elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan penerima dan telah memasuki sistem elektronik yang berada di luar kendali pengirim.
2. Pada saat memasuki sistem elektronik di bawah kendali penerima yang berhak.
3. Dalam hal penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik tertentu untuk
menerima informasi elektronik, penerimaan terjadi pada saat informasi danatau dokumen elektronik memasuki sistem elektronik yang ditunjuk.
81
4. Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam
pengiriman atau penerimaan informasi danatau dokumen elektronik, maka diatur sebagai berikut:
a. Waktu pengiriman diatur ketika informasi elektronik danatau dokumen
elektronik memasuki sistem operasi yang berada di luar kendali pengirim. b.
Waktu penerimaan adalah ketika informasi elektronik danatau dokumen elektronik memasuki sistem informasi yang berada di bawah kendali
penerima.
123
Transaksi elektronik yang berlangsung dengan menggunakan media elektronik, transaksi dilaksanakan tanpa tatap muka antara nasabah dengan
petugas bank. Bukti atas transaksi yang dilakukan tersimpan dalam bentuk data elektronik yang terekam dalam sistem penyimpanan data di komputer.
Mencari alat bukti dalam transaksi elektronik, menurut Michael Chissick dan Alistair Kalman, ada tiga tipe pembuktian yang dibuat oleh komputer yaitu.
124
1. Real Evidence bukti nyata Real evidence atau bukti nyata ini meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-
analisa yang dibuat oleh komputer itu sendiri melalui pengaplikasian software dan penerima informasi dari devise lain seperti jam yang built-in
langsung dalam komputer atau remote sender. Bukti nyata ini muncul dari berbagai kondisi. Jika sebuah komputer bank secara otomatis mengkalkulasi
menghitung nilai pembayaran pelanggan terhadap bank berdasarkan
123
Budi Raharjo, Draft Buku Cyber Law
124
Michael Chissick dan Akistais Kelman, 2001 Electronic Commerce Law Practice, sebagaimana dikutip dari M. Arsyad Sanusi, E-Commerce, Hukum Dan Solusinya, PT. Miran
Grafika Sarana Bandung, hal. 97-98
82
tarifnya, transaksi-transaksi yang terjadi dan credit balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan digunakan sebagai sebuah bukti
nyata. 2. Hearsay evidence bukti yang berupa kabar dari orang lain
Termasuk pada hearsay evidence adalah dokumen-dokumen data yang diproduksi oleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang
diberikan dimasukkan oleh manusia kepada komputer. Cek yang ditulis dan slip pembayaran yang diambil dari sebuah rekening bank juga termasuk
hearsay evidence. 3. Derived evidence
Yang dimaksud dengan derived evidence adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata real evidence dengan informasi yang
diberikan oleh manusia ke komputer dengan tujuan untuk membentuk sebuah data yang tergabung. Contoh dari derived evidence adalah tabel dalam kolom-
kolom harian sebuah statement bank karena tabel ini adalah diperoleh dari real evidence yang secara otomatis membuat tagihan bank dan hearsay
evidence check individu dan entry pembayaran lewat slip-paying in. Dalam sistem hukum pembuktian di Indonesia, terdapat beberapa doktrin
pengelompokan alat bukti, yang membagi alat-alat bukti ke dalam kategori sebagai berikut:
125
1. Oral Evidence a. Perdata, meliputi : keterangan saksi, pengakuan, dan sumpah.
125
Arief Mansur, Didik M. dan Alisatris Gultom, 2005. Cyber Law Aspek
HukumTeknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, hlm. 100-101.
83
b. Pidana, meliputi : keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa.
2. Documentary Evidence a. Perdata, meliputi : surat dan persangkaan.
b. Pidana, meliputi : surat dan petunjuk. 3. Material Evidence
a. Perdata, dalam hukum perdata tidak dikenal mengenai alat bukti material. b. Pidana, meliputi : barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana,
barang yang digunakan untuk membantu tindak pidana, barang yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana, barang yang diperoleh dari suatu
tindak pidana, dan informasi dalam arti khusus. 4. Electronic Evidence
a. Konsep pengelompokan alat bukti menjadi alat bukti tertulis dan elektronik. Tidak dikenal di Indonesia.
b. Konsep tersebut berkembang di negara-negara common law. c. Pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi memperluas
cakupan alat bukti yang masuk kategori documentary evidence. Hakim Mohammed Chawki dari Computer Crime Research Center
mengklasifikasikan bukti elektronik menjadi tiga kategori, sebagai berikut:
126
1. Real Evidence Real Evidence atau Physical Evidence ialah bukti yang terdiri dari objek-
objek nyataberwujud yang dapat dilihat dan disentuh. Real evidence juga
126
Edmon Makarim, Opciti, hlm. 78
84
merupakan bukti langsung berupa rekaman otomatis yang dihasilkan oleh komputer itu sendiri dengan menjalankan software dan receipt dari informasi
yang diperoleh dari alat device yang lain, contohnya computer log files. Edmon Makarim
127
2. Testamentary Evidence mengemukakan bukti elektronik sebagai suatu alat bukti
yang sah dan yang berdiri sendiri real evidence, tentunya harus dapat diberikan jaminan bahwa suatu rekamansalinan data data recording
berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku telah dikalibrasi dan diprogram sedemikian rupa sehingga hasil print out suatu data dapat diterima
dalam pembuktian suatu kasus.
Testamentary Evidence juga dikenal dengan istilah Hearsay Evidence dimana keterangan dari saksi maupun expert witness yaitu keterangan dari seorang
ahli dapat diberikan selama persidangan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan individu. Peranan dari keterangan ahli sesuai dengan peraturan
perundang-undangan Indonesia yaitu UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP, bahwa keterangan ahli dinilai sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan
pembuktian jika keterangan yang diberikan tentang sesuatu hal berdasarkan keahlian khusus dalam bidang yang dimilikinya dan yang berupa keterangan
“menurut pengetahuannya” secara murni. Perkembangan ilmu dan teknologi sedikit banyak membawa dampak terhadap kualitas metode kejahatan,
memaksa kita untuk mengimbanginya dengan kualitas dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan keahlian skill and
127
Edmon Makarim, Opcit, hlm. 79.
85
knowledge. Kedudukan seorang ahli dalam memperjelas tindak pidana yang terjadi serta menerangkan atau menjelaskan bukti elektronik sangat penting
dalam memberikan keyakinan hakim dalam memutus perkara kejahatan mayantara.
3. Circumstantial Evidence Pengertian dari Circumstantial Evidence ini adalah merupakan Bukti
terperinci yang diperoleh berdasarkan ucapan atau pengamatan dari kejadian yang sebenarnya yang mendorong untuk mendukung suatu kesimpulan, tetapi
bukan untuk membuktikannya. Circumstantial evidence atau derived evidence ini merupakan kombinasi dari real evidence dan hearsay evidence.
Muhammad Kusnardi dan Bintan Saragih berpendapat bahwa negara hukum menentukan alat-alat perlengkapannya yang bertindak menurut dan terikat
kepada peraturan-peraturan yang ditentukan terlebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan peraturan-peraturan itu.
Tindakan yang dilakukan aparat inilah yang dikategorikan sebagai implementasi hukum.
128
Alat negara itu bertanggungjawab untuk menggunakan hukum sebagai senjata guna melawan berbagai bentuk kejahatan yang akan, sedang atau telah
mengancam bangsa Indonesia. Alat negara penegak hukum dituntut bekerja keras seiring dengan perkembangan dunia kejahatan, khususnya perkembangan
128
Abdul Wahid dan Muhammad Labib, Opcit., hlm. 141.
86
cyber crime yang semakin mengkhawatirkan. Alat negara ini menjadi subyek utama yang berperang melawan cyber crime.
129
Dalam kasus cyber crime, proses penegakan hukum tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan dalih kesulitan pada proses pembuktian. Apalagi jika terhadap
perbuatan cyber crime tersebut telah dapat dikenakan delik-delik konvensional yang ketentuannya jelas dan tegas. Upaya yang dapat ditempuh adalah
penelusuran bukti-bukti yang berkaitan dengan perbuatan pelaku cyber crime melalui jalur KUHAP. Artinya, bahwa tetap menggunakan alat-alat bukti berupa
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Minimalnya, kesalahan pelaku dapat terbukti dengan sekurang-kurangnya 2 dua
alat bukti yang sah. Alat-alat bukti ini harus mampu membuktikan telah terjadi suatu perbuatan dan membuktikan adanya akibat dari perbuatan cyber crime.
C. Internet Protokol Sebagai Alat Bukti pada Tindak Pidana Kejahatan Mayantara