81
Pasal 76
Dalam pemeriksaan permohonan peninjauan kembali putusan perkara pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap digunakan acara peninjauan kembali sebagaimana diatur
dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Paragraf 3 Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara,
Peradilan Militer Pasal 77
1 Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Agama atau oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara, digunakan hukum acara peninjauan kembali yang tercantum dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 75.
2 Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Militer, digunakan hukum acara peninjauan kembali sebagaimana
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Bagian Kelima Pemeriksaan Sengketa Yang
Timbul Karena Perampasan Kapal Pasal 78
Pemeriksaan sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia dilakukan berdasarkan Undang-undang.
BAB V KETENTUAN LAIN
Pasal 79
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-
undang ini.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
82
Pasal 80
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai Mahkamah Agung dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru
berdasarkan Undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sepanjang
mengenai ketentuan tentang Mahkamah Agung dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 82
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd. SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1985
MENTERISEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd.
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1985
83
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Pada dasarnya pengangkatan Hakim Agung berdasarkan sistem karier dan tertutup. Namun demikian dalam hal-hal tertentu dapat pula dibuka kemungkinan untuk mengangkat Hakim
Agung yang tidak didasarkan atas sistem karier.
84 Yang dimaksud dengan sarana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum
sebagaimana dimaksudkan ayat 1 huruf e adalah mereka yang mempunyai keahlian seperti dibidang hukum pidana, hukum perdata, hukum agama, hukum militer, dan hukum tata
usaha negara. Persyaratan seperti dimaksudkan ayat 1 kecuali huruf g berlaku pula bagi pengangkatan
Hakim Agung berdasarkan ayat 2.
Pasal 8
Ayat 1 Daftar nama calon Hakim Agung.yang berasal baik dari kalangan Hakim karier
maupun dari luar kalangan Hakim karier disusun ber- dasarkan konsultasi antara Dewan
Perwaikilan Rakyat, Pemerintah,
dan Mahkamah
Agung yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku bagi lembaga masing-masing.
Ayat 2 Yang dimaksudkan dengan Pemerintah adalah Menteri yang bersangkutan.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Cukup jelas
Pasal 9
Ayat 1 Pada waktu pengambilan sumpahjanji diucapkan kata-kata tertentu sesuai dengan
Agama masing-masing, misalnya untuk penganut Agama Islam kata-kata Demi Allah sebelum lafal sumpah dan untuk penganut Agama KristenKatolik kata-kata
Kiranya Tuhan akan menolong saya sesudah lafal sumpah. Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas
85
Pasal 10
Ayat 1 huruf a
Cukup jelas huruf b
Cukup jelas huruf c
Cukup jelas huruf d
Yang dimaksudkan dengan pengusaha ialah Hakim Agung yang misalnya mempunyai perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan atau
mengadakan usaha perdagangan lain. Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat 1 Yang dimaksudkan dengan Mahkamah Agung adalah Pimpinan Mahkamah Agung.
Pemberhentian dengan hormat para Hakim Agung atas permintaan sendiri, mencakup pengertian pengunduran diri dengan alasan Hakim Agung yang
bersangkutan tidak berhasil menegakkan hukum dalam lingkungan rumah tangganya sendiri. Pada hakekatnya situasi, kondisi, suasana dan keteraturan hidup di rumah
tangga setiap Hakim Agung merupakan salah satu faktor yang penting peranannya dalam usaha membantu meningkatkan citra dan wibawa seorang Hakim Agung dan
ini harus dimulai dari tertib kehidupan rumah tangga Hakim Agung itu sendiri. Yang dimaksudkan dengan sakit jasmani atau rohani terus menerus ialah yang
menyebabkan si penderita ternyata tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik.
Yang dimaksudkan dengan tidak cakap ialah misalnya yang bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
Pemberhentian menurut Pasal ini diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat 2
Cukup jelas
86
Pasal 12
Ayat 1 Yang dimaksudkan dengan Mahkamah Agung adalah Pimpinan Mahkamah Agung.
Yang dimaksudkan dengan dipidana menurut Pasal 12 ayat 1 huruf a ialah dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga bulan.
Yang dimaksudkan dengan melakukan perbuatan tercela ialah apabila Hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di
luar Pengadilan merendahkan martabat Hakim. Yang dimaksudkan dengan tugas pekerjaannya ialah semua tugas yang
dibebankan kepada yang bersangkutan. Ayat 2
Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan, yang bersangkutan tidak diberi kesempatan
untuk membela diri, kecuali apabila pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya itu kurang dari 3 tiga bulan.
Ayat 3 Yang dimaksudkan dengan Mahkamah Agung dalam ayat 1 dan ayat 3 dalam
pasal ini adalah Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 13
Ayat 1 Yang dimaksudkan dengan Mahkamah Agung adalah Pimpinan Mahkamah Agung.
Ayat 2 Pemberhentian sementara dari jabatan berdasarkan alasan tersebut Pasal 17 ayat
1 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e paling lama 6 enam bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 6 enam bulan lagi.
Bila jangka waktu pemberhentian sementara yang terakhir telah habis dan yang bersangkutan tidak diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak dengan hormat, maka
ia harus direhabilitasi.
Pasal 14
Cukup jelas
87
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Yang dimaksudkan dengan hak keuanganadministratif Ketua, W akil Ketua, Ketua
Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung ialah semua hak yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1980. Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 71,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3182, sedangkan pangkat dan tunjangan- tunjangan yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri diatur
tersendiri.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Keputusan Presiden yang dimaksudkan pasal ini ditetapkan atas usul Mahkamah Agung.
Pasal 20
Ayat 1 Yang dimaksudkan dengan sarjana hukum dalam pasal ini termasuk sarjana lain di
bidang hukum yang dianggap cakap untuk jabatan itu. Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas
88
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Bunyi sumpah atau janji Panitera Mahkamah Agung dan Wakil Panitera Mahkamah Agung pada dasarnya sebagaimana dimaksudkan pasal 29 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Bunyi sumpah atau janji Panitera Muda dan Panitera Pengganti Mahkamah Agung pada dasarnya sebagaimana dimaksudkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
89
Pasal 31
Ayat 1 Pasal ini mengatur hak menguji materiil Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berhak
menguji peraturan yang lebih rendah daripada undang-undang mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan atau bertentangan tidaknya suatu peraturan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ayat 2
Apabila Mahkamah Agung menggunakan hak menguji berdasarkan pasal ini, maka Mahkamah Agung mengambil putusan bahwa suatu peraturan perundang-undangan
dari tingkatan yang lebih rendah daripada Undang-undang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan Mahkamah Agung secara
tegas menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 32
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Kewenangan untuk melaksanakan pengawasan oleh Mahkamah Agung dapat
didelegasikan kepada Pengadilan Tingkat Banding.di semua Lingkungan Peradilan. Ayat 4
Cukup jelas Ayat 5
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Yang dimaksudkan dengan kapal ialah kapal laut dan kapal udara.
90
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Pemberian nasihat hukum yang dimaksudkan pasal ini dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi.
Pasal 36
Pada umumnya pembinaan dan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris adalah tanggungjawab Pemerintah.
Khusus dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya yang menyangkut peradilan, para Penasehat Hukum dan Notaris berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung.
Dalam melakukan pengawasan itu Mahkamah Agung dan Pemerintah menghormati dan menjaga kemandirian Penasihat Hukum dan Notaris dalam melaksanakan tugas jabatan
masing-masing. Dalam hal diperlukan penindakan terhadap diri seorang Penasihat Hukum atau seorang
Notaris yang berupa pemecatan dan pemberhentian, termasuk pemberhentian sementara, organisasi profesi masing-masing terlebih dahulu didengar pendapatnya.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukupjelas
Pasal 39
Yang dimaksud dengan tugas dan kewenangan lain dalam pasal ini misalnya arbitrase dan sebagainya.
Pasal 40
Ayat 1 Apabila Majelis bersidang dengan lebih dari 3 tiga orang Hakim jumlahnya harus
selalu ganjil.
91 Ayat 2
Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini batal menurut hukum.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat 1 Pengecualian dalam ayat 1 pasal ini diadakan karena adanya putusan Pengadilan
Tingkat Pertama yang oleh Undang-undang tidak dapat dimohonkan banding. Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat 1 huruf a
Cukup jelas huruf b
Istilah perkara pidana yang dimaksudkan huruf b pasal ini diartikan pula perkara pidana militer.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 45
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3
92 Yang dimaksudkan dengan tidak boleh merugikan pihak yang berperkara tersebut
ayat 3 ialah tidak menunda pelaksanaan dan tidak mengubah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat 1 Mengajukan suatu memori kasasi yang memuat alasan-alasan permohonan kasasi
adalah suatu syarat mutlak untuk dapat diterimanya permohonan kasasi. Memori ini harus dimasukkan selambat-lambatnya 14 empat belas hari sesudah mengajukan
permohonan kasasi. Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat 1 Yang dimaksudkan dengan surat-surat meliputi pula berkas perkara dan surat-surat
lainnya yang dipandang perlu. Ayat 2
Pada prinsipnya pemeriksaan kasasi seperti tersebut ayat 1 dilakukan berdasarkan nomor urut daftar pemeriksaan perkara.
Pasal 51
Cukup jelas
93
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat 1 Salinan putusan dikirim juga kepada Pengadilan yang memutuskan perkara tersebut
dalam tingkat banding. Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
94
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Penerapan ketentuan Pasal 58 sampai dengan Pasal 63 di Lingkungan Peradilan
Militer disesuaikan seperlunya dengan ketentuan yang berlaku bagi Peradilan Militer.
Pasal 65
Ayat1 Cukup jelas
Ayat 2 Penerapan ketentuan Pasal 58 sampai dengan Pasal 63 di Lingkungan Peradilan
Militer disesuaikan seperlunya dengan ketentuan yang berlaku bagi Peradilan Militer.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Huruf a Hari dan tanggal diketahuinya kebohongan dan tipu muslihat itu harus dibuktikan
secara tertulis.
95 Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
96
Pasal 79
Apabila dalam jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan tadi. Dengan Undang-undang ini Mahkamah Agung berwenang menentukan pengaturan tentang cara penyelesaian suatu soal yang belum atau
tidak diatur dalam Undang-undang ini. Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dibedakan dengan
peraturan yang disusun oleh pembentuk Undang-undang. Penyelenggaraan peradilan yang dimaksudkan Undang-undang ini hanya merupakan bagian dari hukum acara secara
keseluruhan. Dengan demikian Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban warga negara pada umumnya dan tidak pula
mengatur sifat, kekuatan, alat pembuktian serta penilaiannya atau- pun pembagian beban pembuktian.
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 3316
97
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN AT AS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAM AH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. Bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara serta oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi; b. bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358;
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3316; Dengan Persetujuan Bersama
98 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316 diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
1 Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris.
2 Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. 3 Jumlah hakim agung paling banyak 60 enam puluh orang.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
1 Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, 2 dua wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.
99 2 Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas
wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-yudisial. 3 Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana,
ketua muda agama, ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara. 4 Pada setiap pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Mahkamah Agung
dapat melakukan pengkhususan bidang hukum tertentu yang diketuai oleh ketua muda.
5 Wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
6 Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung selama 5 lima tahun.
4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
1 Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi syarat: a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang
hukum; d. berusia sekurang-kurangnya 50 lima puluh tahun;
e. sehat jasmani dan rohani; f. berpengalaman sekurang-kurangnya 20 dua puluh tahun menjadi hakim
termasuk sekurang-kurangnya 3 tiga tahun menjadi hakim tinggi. 2 Apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier
dengan syarat: a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b, huruf d,
dan huruf e; b. berpengalaman dalam profesi hukum danatau akademisi hukum sekurang-
kurangnya 25 dua puluh lima tahun; c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana
lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
100 memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih. 3 Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam undang-
undang. 5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
1 Hakim agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2 Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipilih Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
3 Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan paling lama 14 empat belas hari sidang sejak nama calon diterima Dewan Perwakilan
Rakyat 4 Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung dan
diangkat oleh Presiden. 5 Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara hakim agung yang
diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung. 6 Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua,
dan Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 4, dan ayat 5 ditetapkan dalam waktu paling lama 14 empat belas hari kerja sejak
pengajuan calon diterima Presiden. 6. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
1 Sebelum memangku jabatannya, hakim agung wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.
2 Sumpah atau janji hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbunyi sebagai berikut:
Sumpah: ”Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan
101 sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang- undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan ban gsa”.
Janji : “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan ban gsa.”
3 Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Presiden.
4 Hakim Anggota Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
1 Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung karena: a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 enam puluh lima tahun; c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
2 Dalam hal hakim agung telah berumur 65 enam puluh lima tahun, dapat diperpanjang sampai dengan 67 enam puluh tujuh tahun, dengan syarat mempunyai
prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani dan rohani berdasarkan keterangan dokter.
8. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
102
Pasal 12
1 Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul
Mahkamah Agung dengan alasan: a. Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela; c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
2 Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
3 Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung diatur Mahkamah Agung.
9. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
1 Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1
dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung.
2 Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 2.
10. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera
pengganti.
103 11. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja kepaniteraan Mahkamah Agung ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul
Mahkamah Agung. 12. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
1 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat :
a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 dua tahun sebagai panitera muda pada Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya 3 tiga tahun sebagai panitera pada
pengadilan tingkat banding. 2 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah Agung, seorang calon harus
memenuhi syarat: a. sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 dua tahun sebagai panitera pengadilan tingkat banding dan 5 lima tahun sebagai panitera pengadilan tingkat pertama.
3 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c; dan b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 sepuluh tahun sebagai pegawai negeri
sipil di bidang teknis perkara pada Mahkamah Agung. 13. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua
104 Mahkamah Agung.
14. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
Sebelum memangku jabatannya, Panitera Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
15. Di antara Pasal 24 dan Bagian Keempat disisipkan 1 satu pasal baru yakni Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
1 Panitera, panitera muda dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. meninggal dunia; b. mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. permintaan sendiri; d. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. 2 Panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela; c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau
d. melanggar sumpah atau janji jabatan. 16.
Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diubah menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.
17. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
105
Pasal 25
1 Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Mahkamah Agung.
2 Sekretaris Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
3 Pada Sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa direktorat jenderal dan badan yang dipimpin oleh beberapa direktur jenderal dan kepala badan.
4 Direktur jenderal dan kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
5 Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal dan kepala badan diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
6 Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja sekretariat dan badan pada Mahkamah Agung, ditetapkan dengan Keputusan
Presiden atas usul Mahkamah Agung. 18. Pasal 26 dan Pasal 27 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
1 Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
2 Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. 3 Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat
hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. 4 Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan
ayat 3 diatur oleh Mahkamah Agung.
106 20. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
1 Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
2 Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. 3 Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.
4 Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
5 Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari kerja sejak
putusan diucapkan. 21. Di antara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 satu pasal baru yakni Pasal 31A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
1 Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada
Mahkamah Agung, dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. 2 Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, dan wajib menguraikan
dengan jelas bahwa: 1 materi muatan ayat, pasal, danatau bagian peraturan perundang-undangan
dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; danatau
2 pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
107 3 Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya
tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima. 4 Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
putusan menyatakan permohonan dikabulkan. 5 Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, amar
putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, danatau bagian dari peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. 6 Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi danatau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
7 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur oleh Mahkamah Agung.
22. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.
23. Di antara Pasal 45 dan Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 satu pasal baru yakni Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45A
1 Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi
pengajuannya. 2 Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
a. putusan tentang praperadilan; b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun
danatau diancam pidana denda; c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat
daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
108 3 Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 atau
permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas
perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung. 4 Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak dapat
diajukan upaya hukum. 5 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4 diatur
lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 24. Di antara Pasal 80 dan Bab VII mengenai Ketentuan Penutup disisipkan 3 tiga pasal
baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B, dan Pasal 80C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80A
Sebelum Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 terbentuk, pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk mendapatkan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 80B
Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung yang dijabat oleh hakim harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 5 lima tahun sejak Undang-Undang
ini berlaku
Pasal 80C
Ketentuan mengenai pembinaan personel militer pada kepaniteraan Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
personel militer. 25. Dalam Bab VII Ketentuan Penutup ditambah 1 satu pasal baru yakni Pasal 81A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81A
Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
109
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 9
110
PENJELASAN AT AS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG PERUBAHAN AT AS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman
yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan
kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. Guna memperkukuh arah perubahan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang telah diletakkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan penyesuaian atas berbagai undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut, di samping guna
disesuaikan dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga didasarkan atas Undang-undang mengenai
kekuasaan kehakiman baru yang menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Berbagai substansi perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain tentang penegasan kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, syarat-syarat untuk
111 dapat diangkat menjadi hakim agung, serta beberapa substansi yang menyangkut hukum
acara, khususnya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus pada tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan
perundang- undangan di bawah undang-undang. Dalam Undang-Undang ini diadakan pembatasan terhadap perkara yang dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pembatasan ini di samping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke Mahkamah Agung sekaligus
dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam
masyarakat. Dengan bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung antara
lain di bidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka organisasi Mahkamah Agung perlu
dilakukan pula penyesuaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas. Angka 2
Pasal 4
Cukup jelas. Angka 3
Pasal 5
Ayat 1 Cukup jelas.
Ayat 2 Cukup jelas.
Ayat 3 Cukup jelas.
112 Ayat 4
Pengkhususan bidang hukum tertentu disesuaikan dengan kebutuhan, ketua muda perdata misalnya dapat terdiri dari ketua muda hukum perdata umum dan ketua
muda hukum adat. Ketua muda hukum pidana dapat terdiri dari ketua muda hukum pidana umum dan ketua muda hukum pidana khusus.
Ayat 5 Cukup jelas.
Ayat 6 Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 7
Ayat 1 Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Yang dimaksud den gan “sarjana lain” dalam ketentuan ini adalah sarjana
syariah dan sarjana ilmu kepolisian. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Ayat 2
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud den
gan “sarjana lain”, lihat penjelasan ayat 1 huruf c.
113 Huruf d
Cukup jelas. Ayat 3
Hakim agung ad hoc antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Angka 5
Pasal 8
Ayat 1 Cukup jelas.
Ayat 2 Cukup jelas.
Ayat 3 Yang dimaksud den
gan “hari sidang” dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.
Ayat 4 Cukup jelas.
Ayat 5 Cukup jelas.
Ayat 6 Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 9
Cukup jelas. Angka 7
Pasal 11
Ayat 1 Huruf a
Cukup jelas.
114 Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Yang dimaksud den gan “sakit jasmani dan rohani secara terus menerus”
dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf e Yang dimaksud den
gan “tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya” adalah misalnya yang bersangkutan melakukan kesalahan besar dalam
menjalankan tugasnya. Ayat 2
Yang dimaksud den gan “prestasi kerja luar biasa” dalam ketentuan ini, diatur
dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Angka 8
Pasal 12
Ayat 1 Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud den gan “perbuatan tercela” adalah perbuatan atau sikap,
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dapat merendahkan martabat hakim.
Angka 13
Pasal 21
Cukup jelas Angka 14
Pasal 22
Cukup jelas
115 Angka 15
Pasal 24A
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas Angka 17
Pasal 25
Cukup jelas
Angka 18
Cukup jelas Angka 19
Pasal 30
Ayat 1 Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti,
dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Ayat 2
Cukup jelas Ayat 3
Cukup jelas Ayat 4
Cukup jelas Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas Angka 21
Pasal 31A
Cukup jelas
116 Angka 22
Pasal 35
Cukup jelas Angka 23
Pasal 45A
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah s esuai
dengan peraturan perundang-undangan. Ayat 3
Cukup jelas. Ayat 4
Cukup jelas. Ayat 5
Cukup jelas. Angka 24
Pasal 80A
Cukup jelas.
Pasal 80B
Cukup jelas.
Pasal 80C
Cukup jelas.
117 Angka 25
Pasal 81A
Cukup jelas. Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4359
118
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009
TENTANG PERUBAHAN KEDUA AT AS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. Bahwa
kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan
yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
119 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359; 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359, diubah
sebagai berikut: 1. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 dua pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 6B
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Pasal 6B
1 Calon hakim agung berasal dari hakim karier. 2 Selain calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon hakim agung
juga berasal dari nonkarier.
120 2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6B harus memenuhi syarat:
a. hakim karier: 1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain
yang mempunyai keahlian di bidang hukum; 4. berusia sekurang-kurangnya 45 empat puluh lima tahun;
5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban; 6. berpengalaman paling sedikit 20 dua puluh tahun menjadi hakim, termasuk paling
sedikit 3 tiga tahun menjadi hakim tinggi; dan 7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan
pelanggaran kode etik danatau pedoman perilaku hakim. b. nonkarier:
1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan angka 5;
2. berpengalaman dalam profesi hukum danatau akademisi hukum paling sedikit 20 dua puluh tahun;
3. berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih. 3. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
1 Hakim agung ditetapkan oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2 Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
121 3 Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat 1 satu orang dari 3 tiga nama calon untuk setiap lowongan.
4 Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan paling lama 30 tiga puluh hari sidang terhitung sejak tanggal nama calon diterima Dewan
Perwakilan Rakyat. 5 Pengajuan calon hakim agung oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan paling lama 14 empat belas hari sidang terhitung sejak tanggal nama calon disetujui dalam Rapat Paripurna.
6 Presiden menetapkan hakim agung dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat 5 paling lama 14 empat
belas hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan nama calon diterima Presiden. 7 Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung dan
ditetapkan oleh Presiden. 8 Ketua Muda Mahkamah Agung ditetapkan oleh Presiden di antara hakim agung yang
diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung. 9 Keputusan Presiden mengenai penetapan Ketua, Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan
Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dan ayat 8 dilakukan paling lama 14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan
nama calon diterima Presiden. 4. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
1 Sebelum memangku jabatannya, Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang berbunyi sebagai berikut:
- Sumpah Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung: Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua atau
Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
berbakti kepada nusa dan bangsa.
122 - Janji Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung:
Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-
lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
2 Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan di hadapan Presiden.
3 Sebelum memangku jabatannya, hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung diambil sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:
- Sumpah hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung: Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim agung
atau Ketua Muda Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
berbakti kepada nusa dan bangsa. - Janji hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung:
Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
4 Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung, dan hakim agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena:
a. meninggal dunia;
123 b. telah berusia 70 tujuh puluh tahun;
c. atas permintaan sendiri secara tertulis; d. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 tiga bulan berturut-turut
yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
6. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 satu pasal, yakni Pasal 11A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11A
1 Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dalam masa jabatannya apabila:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela; c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus
selama 3 tiga bulan; d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau f. melanggar kode etik danatau pedoman perilaku hakim.
2 Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.
3 Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b diajukan oleh Mahkamah Agung danatau Komisi Yudisial.
4 Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
5 Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.
6 Sebelum Mahkamah
Agung danatau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, ayat 4, dan
ayat 5, hakim agung mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
124 7 Majelis Kehormatan Hakim dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
paling lama 14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian.
8 Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas: a. 3 tiga orang hakim agung; dan
b. 4 empat orang anggota Komisi Yudisial. 9 Majelis Kehormatan Hakim melakukan pemeriksaan usul pemberhentian paling lama
14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.
10 Dalam hal pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat 6 ditolak, Majelis Kehormatan Hakim menyampaikan keputusan usul pemberhentian kepada Ketua
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai.
11 Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 10 kepada Presiden paling lama 14 empat belas hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan usul pemberhentian dari Majelis Kehormatan Hakim.
12 Keputusan Presiden mengenai pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 11 ditetapkan paling lama 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya usul pemberhentian dari Ketua Mahkamah Agung. 13 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, tata kerja, dan tata cara pengambilan
keputusan Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
7. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
1 Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua
Muda Mahkamah Agung karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, tidak dengan sendirinya berhenti dari jabatan sebagai hakim agung.
2 Dalam hal hakim agung yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A menduduki jabatan sebagai Ketua, Wakil Ketua, atau
125 Ketua Muda Mahkamah Agung, dengan sendirinya berhenti dari jabatan sebagai
Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung. 8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Hakim agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A dan Pasal 12 ayat 2 dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Presiden atas usul Mahkamah Agung. 9. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
1 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 dua tahun sebagai Panitera Muda Mahkamah Agung atau sebagai ketua atau wakil ketua pengadilan tingkat
banding. 2 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah Agung, seorang calon
harus memenuhi syarat: a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b,
dan huruf c; dan b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 satu tahun sebagai hakim tinggi.
3 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 sepuluh tahun sebagai hakim pengadilan tingkat pertama.
126 10. Pasal 31 ayat 5 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
1 Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada
Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. 2 Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pihak
yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
c. badan hukum publik atau badan hukum privat. 3 Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan
dengan jelas bahwa: 1. materi muatan ayat, pasal, danatau bagian peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi; danatau
2. pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus. 4 Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh
Mahkamah Agung paling lama 14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
5 Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.
6 Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
127 7 Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat 6, amar
putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, danatau bagian dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 8 Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat 7 harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah paling lama 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
9 Dalam hal peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi danatau tidak
bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
10 Ketentuan mengenai tata cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
1 Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. 2 Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Mahkamah Agung
melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan.
3 Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada di
bawahnya. 4 Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada
pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. 5 Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat
3, dan ayat 4 tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
128 13. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 dua pasal, yakni Pasal 32A dan Pasal
32B, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32A
1 Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung.
2 Pengawasan eksternal atas perilaku hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial. 3 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 berpedoman kepada
kode etik dan pedoman perilaku hakim. 4 Kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat 3
ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Pasal 32B
Mahkamah Agung harus memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai:
a. putusan Mahkamah Agung; danatau b. biaya dalam proses pengadilan.
14. Pasal 38 dihapus. 15. Ketentuan Pasal 80C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80C
Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung harus disesuaikan dengan ketentuan Undang- Undang ini paling lama 1 satu tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
16. Di antara ketentuan Pasal 80C dan Pasal 81 disisipkan 1 satu pasal, yakni Pasal 80D yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80D
Sebelum kode etik dan pedoman perilaku hakim dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, kode etik dan pedoman perilaku hakim yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
129 17. Ketentuan Pasal 81A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81A
1 Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
2 Dalam mata anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak termasuk biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara perdata, baik di lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, maupun penyelesaian perkara tata usaha negara. 3 Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara tata usaha negara sebagaimana
dimaksud pada ayat 2, biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak atau para pihak yang berperkara.
4 Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, merupakan penerimaan negara bukan pajak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 5 Mahkamah Agung berwenang menetapkan dan membebankan biaya proses
penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 3. 6 Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas anggaran dan biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, ayat 4, dan ayat 5 diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Di antara Pasal 81A dan Pasal 82 disisipkan 2 dua pasal, yakni Pasal 81B dan Pasal 81C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81B
Kode etik dan pedoman perilaku hakim harus sudah ditetapkan paling lama 3 tiga bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 81C
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 6 enam bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
130 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA
131
PENJELASAN AT AS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA AT AS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
Undang-Undang ini adalah Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004.
Perubahan dilakukan karena Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, khususnya yang menyangkut
pengawasan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebut uhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan
yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan
pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi kewenangan
Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi
132 pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang
menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung.
Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I Angka 1
Pasal 6A
Cukup jelas.
Pasal 6B
Ayat 1 Yang dimaksud dengan calon hakim agung yang berasal dari hakim karier adalah
calon hakim agung yang berstatus aktif sebagai hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung.
Ayat 2 Yang dimaksud dengan calon hakim agung yang juga berasal dari nonkarier
adalah calon hakim agung yang berasal dari luar lingkungan badan peradilan. Angka 2
Pasal 7
Huruf a angka 1
Cukup jelas. angka 2
Cukup jelas angka 3
Yang dimaksud dengan magister di bidang hukum adalah gelar akademis pada tingkat strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk magister ilmu
syari‟ah atau magister ilmu kepolisian.
133 angka 4
Cukup jelas. angka 5
Cukup jelas. angka 6
Cukup jelas. angka 7
Cukup jelas. Huruf b
angka 1 Cukup jelas.
angka 2 Yang dimaksud dengan profesi hukum adalah bidang pekerjaan
seseorang yang dilandasi pendidikan keahlian di bidang hukum atau perundang-undangan, antara lain, advokat, penasihat hukum, notaris,
penegak hukum, akademisi dalam bidang hukum, dan pegawai yang berkecimpung di bidang hukum atau peraturan perundang-undangan.
angka 3 Cukup jelas.
angka 4 Cukup jelas
Angka 3
Pasal 8
Cukup jelas Angka 4
Pasal 9
Cukup jelas. Angka 5
Pasal 11
Cukup jelas
134 Angka 6
Pasal 11A
Ayat 1 Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela adalah apabila hakim agung yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya
baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim agung.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Ayat 2 Cukup jelas.
Ayat 3 Cukup jelas.
Ayat 4 Cukup jelas.
Ayat 5 Cukup jelas.
Ayat 6 Cukup jelas.
Ayat 7 Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang dimaksud dalam ketentuan ini
bersifat ad hoc kasus per kasus. Ayat 8
Cukup jelas.
135 Ayat 9
Cukup jelas. Ayat 10
Cukup jelas. Ayat 11
Cukup jelas. Ayat 12
Cukup jelas. Ayat 13
Cukup jelas Angka 7
Pasal 12
Cukup jelas Angka 8
Pasal 13
Cukup jelas Angka 9
Pasal 20
Cukup jelas Angka 10
Cukup jelas Angka 11
Pasal 31A
Ayat 1 Cukup jelas.
Ayat 2 Huruf a
Yang dimaksud dengan perorangan adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.
136 Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Ayat 3
Cukup jelas. Ayat 4
Cukup jelas. Ayat 5
Cukup jelas. Ayat 6
Cukup jelas. Ayat 7
Cukup jelas. Ayat 8
Cukup jelas. Ayat 9
Cukup jelas Ayat 10
Cukup jelas Angka 12
Pasal 32
Cukup jelas Angka 13
Pasal 32A
Ayat 1 Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung masih diperlukan meskipun
sudah ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat terjaga. Ayat 2
Cukup jelas.
137 Ayat 3
Cukup jelas. Ayat 4
Cukup jelas
Pasal 32B
Akses kepada masyarakat dimaksudkan untuk mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan melalui Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik Indonesia SIMARI.
Angka 14 Cukup jelas
Angka 15
Pasal 80C
Cukup jelas Angka 16
Pasal 80D
Cukup jelas Angka 17
Pasal 81A
Ayat 1 Berdasarkan ketentuan ini Mahkamah Agung menyusun kegiatan dan anggaran
tahunan, termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas kepaniteraan. Ayat 2
Cukup jelas. Ayat 3
Cukup jelas. Ayat 4
Cukup jelas. Ayat 5
Cukup jelas.
138 Ayat 6
Cukup jelas Angka 18
Pasal 81B
Cukup jelas.
Pasal 81C
Cukup jelas Pasal II
Cukup jelas
No. 4958 Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 3
139
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG
PENGALIHAN ORGANISASI, ADMINISTRASI, DAN FINANSIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN PERADILAN T ATA USAHA NEGARA,
DAN PERADILAN AGAM A KE MAHKAM AH AGUNG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, perlu menetapkan pengalihan organisasi,
administrasi, dan finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung dengan Keputusan Presiden;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4358;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGALIHAN ORGANISASI,
ADMINISTRASI, DAN FINANSIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN PERADILAN
AGAMA KE MAHKAMAH AGUNG.
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini, yang dimaksud dengan : 1. Organisasi adalah kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan dan struktur organisasi
pada: a. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia; b. Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama;
c. Pengadilan Tinggi;
140 d. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
e. Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi; f. Pengadilan Negeri;
g. Pengadilan Tata Usaha Negara; h. Pengadilan AgamaMahkamah Syariah.
2. Administrasi meliputi kepegawaian, kekayaan negara, keuangan, arsip, dan dokumen pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata
Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi, Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Agama
Mahkamah Syariah. 3. Finansial adalah anggaran yang sedang berjalan pada Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama,
Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha
Negara, dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah.
Pasal 2
1 Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004
dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung.
2 Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, dan
Pengadilan AgamaMahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung.
Pasal 3
Dengan pengalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pembinaan organisasi,
141 administrasi, dan finansial berada di bawah Mahkamah Agung.
Pasal 4
1 Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, di lingkungan Mahkamah Agung terdapat satuan organisasi
Panitera Sekretaris Jenderal dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Ketua Mahkamah Agung. 2 Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat 2, di lingkungan Mahkamah Agung terdapat satuan organisasi Direktorat Pembinaan Peradilan Agama yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada PaniteraSekretaris Jenderal Mahkamah Agung.
Pasal 5
1 Sebelum terbentuknya organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan Mahkamah Agung, tugas, fungsi, dan kewenangan Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara tetap dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara,
Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara sampai terbentuknya organisasi Mahkamah Agung
yang baru. 2 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara menyesuaikan dengan kebijakan yang ditetapkan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 6
Sebelum terbentuknya organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan Mahkamah Agung, tugas, fungsi, dan kewenangan Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Departemen Agama, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah tetap dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan
Peradilan Agama, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah sampai terbentuknya organisasi Mahkamah Agung yang baru.
142
Pasal 7
1 KepaniteraanSekretaris Jenderal
Mahkamah Agung
mempunyai tugas
menyelenggarakan pembinaan administrasi, organisasi, dan finansial seluruh unsur di lingkungan Mahkamah Agung dan di semua lingkungan peradilan serta
mengkoordinasikan secara administratif Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.
2 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Mahkamah Agung di bidang
pembinaan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 8
Biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pembinaan, organisasi, administrasi, dan finansial Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah Tahun Anggaran 2004, tetap dibebankan pada anggaran instansi masing-masing.
Pasal 9
1 Untuk kelancaran pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibentuk Tim Pengalihan dan Penataan pada Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Departemen Agama, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi AgamaMahkamah Syariah Propinsi, Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah, ke Mahkamah Agung.
2 Tim Pengalihan dan Penataan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai tugas :
a. Mengalihkan kelembagaan, pegawai, kekayaan negara dan peralatan, keuangan, arsip dan dokumentasi dari masing-masing instansi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ke Mahkamah Agung;
143 b. Menata kelembagaan, pegawai, kekayaan negara dan peralatan, keuangan, arsip
dan dokumentasi disesuaikan dengan kewenangan dan beban tugas Mahkamah Agung.
Pasal 10
1 Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdiri dari : a. Bidang Kelembagaan, dipimpin oleh Deputi Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Bidang Kelembagaan; b. Bidang Kepegawaian, dipimpin oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara;
c. Bidang Kekayaan Negara dan Peralatan, dipimpin oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
d. Bidang Keuangan, dipimpin oleh Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan;
e. Bidang Dokumentasi dan Arsip, dipimpin oleh Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia.
2 Dalam melaksanakan tugasnya, Tim berkoordinasi dengan PaniteraSekretaris Jenderal Mahkamah Agung.
Pasal 11
Tim Pengalihan dan Penataan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
Pasal 12
Biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pengalihan dan penataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Mahkamah Agung.
Pasal 13
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
144
REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN M ADURA. REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN
BUITEN JAVA EN MADURA. RBg. S. 1927-227.
Anotasi: Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan
sekarang dengan penyesuaian seperlunya. Hanya Titel IV sd. Titel V.
TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertam a Menjadi W ewenang pengadilan Negeri.
Bagian 1. Pemeriksaan di s idang pengadilan. Pasal 142
1 Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat
menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan
disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat
tinggalnya yang sebenarnya. 2 Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam
wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah salah satu di antara para tergugat, menurut pilihan
penggugat. Dalam hal para tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat
dalam ayat 2 pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia selanjutnya disingkat RO gugatan diajukan kepada ketua pengadilan
negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok debitur pokok atau seorang diantara para debitur pokok.
3 Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal, dan juga tempat kediaman yang sebenarnya tidak dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan
145 negeri ditempat tinggal salah satu dari para penggugat.
4 Jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat memajukan gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu.
5 Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu terletak
di dalam wilayah beberapa pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas pilihan penggugat. HIR. 119.
Pasal 143 Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada
penggugat atau kuasanya dalam mengajukan gugatan. HIR. 119. Pasal 143b
s.d.t. dg. S. 1935-102. 1 Bila perkara yang diajukan ke pengadilan berkenaan dengan perkara yang telah
diputus oleh hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan tersebut pada surat gugatannya; bila mungkin, salinan keputusannya itu dilampirkan.
2 Ketua pengadilan dan begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat 2 pasal 144 memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima gugatan
dan pada permulaan sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan pada ayat 1. RO. 3a; HIR. 120a; RBg. 161a.
Pasal 144 1 Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya secara
lisan kepada ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau memerintahkan untuk membuat catatan gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat mengajukan
gugatan secara lisan. HIR. 20. 2 Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat
kejaksaan di tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada
magistrat di tempat tinggal atau tempat kediaman penggugat, yang kemudian membuat catatan tentang gugatan lisan tersebut dan secepat mungkin
menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
146 3 Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan
kepadanya sendiri. Pasal 145
1 Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan jam
perkara itu akan disidangkan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka inginkan agar untuk didengar serta
membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan. 2 Pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disampaikan
turunan surat gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila menghendakinya, dapat mengajukan jawaban tertulis.
3 Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat 1 dibuat catatan di dalam daftar yang bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli.
4 s.d.t. dg. S. 1927-576. pencatatan di dalam daftar seperti tersebut dalam ayat 1 tidak dilakukan sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang
muka yang akan diperhitungkan kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat anggaran sementara mengenai biaya kepaniteraan, panggilan-panggilan dan
pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai yang diperlukan. HIR. 121 Pasal 146.
Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak antara tempat tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di
dalam surat penetapan itu juga ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja, kecuali dalam keadaan yang
sangat mendesak. HIR. 122. Pasal 147.
1 s.d.t. dg. S. 1932-13. para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa
hadir sendiri. Penggugat dapat memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya seperti dimaksud dalam ayat 1 pasal 142
atau sesuai dengan ayat 1 pasal 144 jika diajukan dengan lisan, dalam hal yang
147 terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut.
2 Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa khusus semacam itu. RBg. 199; S. 1922-522.
3 Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat 1 harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam
wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi
kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46.
4 Pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi yang di sidang diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur
jenderal. HIR. 123. Pasal 148.
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat
dihukum untuk membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi biaya tersebut. Rv. 77; HIR. 124.
Pasal 149. 1 Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil
dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya verstek kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu,
bahwa gugatannya tidak mem punyai dasar hukum atau tidak beralasan. 2 Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan
sanggahan tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil
keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengambil keputusan tentang pokok perkaranya.
3 Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan
sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu serta dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri
148 yang sama.
4 Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengaduan negeri tersebut dibubuhkan catatan tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan
tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. HIR. 125.
Pasal 150. Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil
sesuatu keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang
ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. HIR.126.
Pasal 151. Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap
dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampai suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan
kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian
perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. RBg. 1925; Rv. 81, HIR.
127. Pasal 152.
1 Putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat verstek tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal
149. 2 Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum
tenggang waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan
tertulis ataupun lisan dari penggugat. Rv. 82; HIR. 128. Pasal 153.
1 Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima
149 putusan itu dapat mengajukan perlawanan.
2 Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
pemberitahuan itu. Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari
kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal 207, atau bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya, terhitung
sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam pasal 208 dilaksanakan. Rv. 83.
3 s.d.t. dg. S. 1939-715. Pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam
ayat di m uka. 4 Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku
untuk gugatan-gugatan perdata biasa. 5 Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputus an-
keputusan, kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan.
6 Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. HIR 129
Pasal 154. 1 Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan
negeri dengan perantaraan ketua berusaha m endam aikannya. 2 Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta
dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.
3 Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding. 4 Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang
juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. Rv. 31; HIR. 130.
Pasal 155. 1 Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian damai
150 hal itu dic atat dalam benta acara persidangan, maka surat-surat yang dikemukakan
oleh para pihak dibacakan, dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh seorang juru bahasa yang telah ditunjuk
oleh ketua sidang. 2 Kemudian, sejauh yang diperlukan, dengan bantuan juru bahasa tersebut dilanjutkan
dengan mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat. 3 Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang resmi,
maka ia disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin bahasa yang satu ke bahasa yang lain.
4 Ayat 4 pasal 191 baca: 181 berlaku pula bagi para juru bahasa. HIR. 131. Pasal 156.
Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak serta mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alat-alat bukti
apa yang dapat mereka pergunakan. HIR. 132. 1 Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan balik dalam segala hal, kecuali:
Rv. 244. 1
. bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan gugatan balik mengenai diri pribadinya dan sebaliknya; KUHperd. 383, 452, 1655
dst. 2
. bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili persoalan yang menadi inti gugatan balik yang bersangkutan; ISR.
136; RO. 95; RBg. 45. 3
. tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim. 2 Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak
dimungkinkan dalam tingkat banding. HIR. 132a. Pasal 158.
1 Tergugat dalam gugatan asal wajib mengajukan gugatan baliknya bersama-sama dengan jawabannya yang tertulis atau lisan. Rv. 245.
2 Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik. 3 Kedua perkara diperiksa bersama-sama dan diputus dengan satu keputusan, kecuali
bila hakim memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih dahulu
151 daripada yang lain dengan ketentuan bahwa gugatan asal atau gugatan balik yang
belum diputus harus diselesaikan oleh hakim yang sama. 4 Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal
ditambah dengan nilai gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat akhir.
5 Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti ketentuan-ketentuan biasa mengenai pemeriksaan banding. HIR. 132b.
Pasal 159. Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut
ketentuan pasal 142 tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu dilakukannya segera pada sidang pertama; tuntutan
itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat mengajukan suatu pembelaan lain. Rv. 131; HIR. 133.
Pasal 160. Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi
wewenang mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada hakim dapat diadakan tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang, bahkan hakim
berkewajiban menyatakan hal itu karena jabatan. Rv. 132; HIR. 134. Pasal 161
Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi dinyatakan tidak mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar
keterangan kedua belah pihak, melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak memihak. HIR. 135.
Pasal 161a. s.d.t. dg. S. 1935-102 3.
1 Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan desa, ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa
mengenai alasan-alasan yang digunakan. 2 Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh pengadilan
desa, akan tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan terlebih dahulu dari
152 pengadilan desa, maka hal ini diberitahukan kepada penggugat dengan menyerahkan
suatu bukti tertulis, dan sidang perkara ditunda sampai pada sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua pengadilan.
3 Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan penggugat menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan pengadilan
desa itu harus diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih baik dengan menyerahkan salinan dari putusan pengadilan desa tersebut, di mana setelah itu
pengadilan melanjutkan sidangnya mengenai perkara tersebut. 4 Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan
perkara kepadanya, belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas permohonan yang diajukan oleh penggugat, mulai kembali mengadakan sidang
perkara tersebut. 5 Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan
desa untuk mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam jabatannya akan memastikan hal itu.
6 Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada pengadilan desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. RO.3a; HIR.135a; RBg.
143a. Pasal 162.
Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai wewenang hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara
terpisah melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkaranya. HIR. 136.
Pasal 163. Para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan
mereka pergunakan yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. HIR. 137. Pasal 164
1 Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal itu
dan kemudian menentukan apakah surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara itu,
153 2 Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan surat-surat yang
berada di bawab penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan agar surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang
ditentukan untuk itu. 3 Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau
karena jauhnya tempat tinggal pejabat penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan agar penyelidikan dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di
tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun agar surat-surat itu dalam jangka waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan pula kepada ketua
pengadilan negeri. Pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan
negeri tersebut pertama. 4 Pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan
perintah agar memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu, atas permohonan pihak yang berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh
pengadilan negeri yang m elakukan pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan untuk melakukan hal itu.
5 Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar, maka pejabat penyimpan sebelum menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk
menggantikan surat itu sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah turunan surat itu diberikan catatan mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya
turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan turunannya. 6 Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan
kepada pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan negeri yang memutus perkaranya.
7 Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan dugaan adanya pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup, maka
pengadilan negeri menyampaikan surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum. 8 Perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu, ditunda
sampai perkara pidananya diputus. HIR. 138. Pasal 165.
1 Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau tergugat
154 pembelaannya dengan saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksi-saksi itu atau
karena sebab-sebab lain mereka tidak dapat ikut menurut apa yang ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari sidang lain untuk memeriksa
perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh pejabat yang berwenang.
2 Pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus diperiksa oleh pengadilan negeri karena jabatan. HIR. 139.
Pasal 166 1 Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang
menghadap, maka oleh pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya panggilan yang sia-sia itu.
2 Ia dipanggil lagi atas biayanya. HIR. 140. Pasal 167.
1 Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia dihukum lagi untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti
kerugian yang
telah diderita
oleh pihak-pihak
yang disebabkan
oleh ketidakhadirannya.
2 Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu dibawa oleh polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. HIR. 141.
Pasal 168. Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi panggilan
itu yang disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka pengadilan negeri membebaskannya dari segala hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya. IR. 142.
Pasal 169. Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama sekali
tidak atau untuk waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan negeri, maka ketua atas permohonan pihak yang bersangkutan dan menurut pengadilan negeri
diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang komisaris dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh panitera untuk datang di
155 rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah atas pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara tentang pemeriksaan tersebut. Pasal 170.
1 Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata di hadapan pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau bila daerah
itu tidak terbagi dalam afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kediamannya.
2 Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang memenuhi panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan
negeri, jikalau saksi tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan Madura, meminta kepada jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman saksi
tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut di bawah sumpah. Dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di rumahnya.
3 Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat tinggal atau bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka pengadilan negeri, jika saksi tersebut tidak perlu untuk menghadap sendiri, dapat meminta jaksa untuk melakukan hal seperti di atas.
4 Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal atau tempat kediaman saksi. 5 Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan
dibacakan di depan sidang pengadilan. 6 permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan
tanpa didahului panggilan saksi. RO. 33; HIR. 143 Pasal 171.
1 Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk ruangan sidang.
2 Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat tinggal atau tem pat kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai hubungan
kekeluargaan karena sedarah atau karena perkawinan dengan para pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke berapa serta pula apakah mereka
156 merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. Rv. 177; HIR. 144
Pasal 172. 1 Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka:
1 . yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah atau
karena perkawinan dengan salah satu pihak; 2
. saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari saudara perempuan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjaang
hukum waris di sana mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu; 3
. suami atau istri salah satu pihak, juga setelah mereka bercerai; 4
. anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun; 5
. orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik.
2 Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak atau mengenai suatu perjanjian kerja berwenang untuk
menjadi saksi. 3 Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut
dalam nomor 1 dan 2
pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat 2. KUHPerd. 1910, 1912; HIR. 145.
Pasal 173. Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut
dalam ayat 1 pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat menggunakan ingatannya dengan baik, tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai
penjelasan belaka. HIR. 1454. Pasal 174.
1 Mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : KUHperd. 1909.
1 . saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan
dari salah satu pihak; 2
. saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
157 3
. mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan rahasia tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang
pengetahuannya diperc ayakan kepadanya dalam kedudukannya tersebut. 2 Masalah ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang
bersangkutan dapat dinilai oleh pengadilan negeri. HIR. 146. Pasal 175.
Bila tidak dimohon pembebasan diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada permohonan tetapi dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut agama
yang dianutnya. KUHperd-1911; Rv. 177 dst.; HIR. 147. Pasal 176.
Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak mengangkat sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan
pihak yang berkepentingan ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut atas biaya pihak yang memohon disandera untuk waktu selama tidak lebih dari tiga bulan,
kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya atau perkaranya telah diputus oleh pengadilan negeri. Rv. 186; HIR.148; S.1920-69.
Pasal 177. Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat 1, perintah
seperti tersebut pada pasal 167 ayat 2 dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat terakhir harus dijatuhkan atau diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai saksi
yang termasuk golongan orang-orang Eropa. HIR. 149. Pasal 178.
1 Para pihak m enyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan kepada saksi- saksi.
2 Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak diajukan.
3 Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dipandangnya perlu untuk menemukan kebenaran.
4 Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang
158 Pasal 179.
Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksi-saksi di hadapan sidang pengadilan. RV.209; H IR. 152.
Pasal 180. 1 Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua
orang komisaris untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di tempat agar mendapat tambahan keterangan.
2 Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu
HIR. 153. 3 Jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan atau menyuruh mengadakan pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara
tentang pemeriksaan tersebut kepada ketua. Pasal 181.
1 Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat
mengangkat ahli atau mengangkatnya karena jabatan. Rv. 215 dst 2 Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli
tersebut untuk memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk menyumpahnya.
3 Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri
laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah diambil oleh jaksa yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut. Berita acaranya segera dikirimkan
kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang pengadilan. 4 Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat sebagai
ahli. Rv. 218. 5 Pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang
dikemukakan para ahli bila keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu. HIR. 154.
159 Pasal 182.
1 Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan atau juga tidak sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk
menguatkannya dengan alat-alat bukti lain, maka karena jabatannya pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melakukan sumpah, baik untuk
menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan.
2 Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang yang menjadi tanggungan dalam sumpah itu. KUHperd. 1940 dst.; HIR, 155.
Pasal 183. 1 Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau pembelaan,
maka pihak yang satu dapat menuntut agar lawannya melakukan sumpah penentuan, asal sumpah itu mengenai suatu perbuatan yang secara pribadi telah dilakukan oleh
pihak yang dibebani sumpah tersebut. 2 Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak, maka
jika pihak yang diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan dapat
mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya untuk melakukannya s endiri. 3 Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga tidak
mengembalikannya kepada pihak lawan, dan juga barangsiapa yang minta agar lawannya disumpah tetapi lawan itu mengembalikan sumpah itu kepadanya namun
ditolaknya, harus dinyatakan kalah. 4 Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembalikan atau diterima, kecuali oleh pihak itu
sendiri atau oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. KUHperd. 1929, 1931 dst.; HIR. 156; Rv. 52.
Pasal 184. Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada
lawannya atau yang dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika pengadilan negeri berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin
kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar suatu surat kuasa khusus yang hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal 147 yang juga secara
cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. KUHperd. 1793, 1945; HIR. 157.
160 Pasal 185.
1 Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasan- alasan yang sah hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan di sebuah kuil atau di suatu tempat yang dianggap keramat. Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat memberi kuasa kepada salah satu
anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak yang berhalangan di tempat tinggalnya
atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua. 2 Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah sumpah itu dilakukan, untuk mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan
berita acara sumpah tersebut kepadanya. 3 Sekali-kali tidak boleh diambil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan, kecuali bila pihak
ini sudah dipanggil dengan sah. KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52; IR. 158,381; RBg. 709.
Pasal 186. 1 Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka
pemeriksaan dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak terlalu lama, kemudian begitu seterusnya.
2 Penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu berlaku s ebagai panggilan resmi bagi pihak-pihak yang hadir.
3 Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi, maka ketua
memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya. Rv. 109.
4 Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena jabatan bila tidak benar-benar diperlukan. Rv. 127; HIR. 159.
Pasal 187. 1 Jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan
berdasarkan pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah, Maka ketua dapat memerintahkan agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak dan
161 disampaikan kepada paritera, dengan tidak mengurangi hak pihak lawan untuk
membayarnya secara sukarela. 2 Jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah
diperingatkan oleh ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang pertu pemeriksaan akan dilanjutkan pada
hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan memberitahukan para pihak. HIR. 160. Pasal 188.
1 Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka sesudah para pihak dan para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang, diminta
pendapat para penasihat pengadilan yang hadir menurut pasal 7 RO. 2 Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur dalam
pasal 39 dan 40 RO . IR. 161. Bagian 2. Musyawarah Dan Keputusan pengadilan.
Pasal 189. 1 Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-
dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. RO. 39,41. 2 Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
3 Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. Rv. 50; HIR. 178.
Pasal 190 . 1 Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu, maka
para pihak dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan diucapkan oleh ketua secara terbuka. RO. 40; HIR. 179.
2 Jika para pihak atau salah satu di antara mereka tidak hadir pada waktu pengucapan itu, maka isi keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk disampaikan kepada pihak
yang tidak hadir oleh seorang pegawai yang berwenang. 3 Pasal 149 ayat 4 berlaku dalam hal ini.
Pasal 191. 1 Pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksanaan putusannya meskipun ada
162 perlawanan atau banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang ditulis
dengan tangan yang menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelum nya sudah ada keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada suatu tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang hak bezit KUHperd. 548 dst.;
Rv. 53 dst. 2 Pelaksanaan sementara sekali-kali tidak boleh meluas sampai ke soal penyanderaan.
HIR. 180; RB9. 242. Pasal 192.
1 Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya perkara. 2 Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara suami-
istri, keluarga sedarah dalam garis lurus, antara saudara-saudara laki-laki dan perempuan atau yang karena perkawinan dalam garis yang sama, dan di Bengkulu,
Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjang hukum waris dan di daerahnya mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan perempuan dari ibu serta
kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak masing- masing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya.
3 Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir, maka biaya dapat ditentukan dalam putusan akhir. Rv. 58.
4 Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat meskipun ia mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding,
kecuali jika pada pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding Ia ternyata tidak dipanggil dengan sepatutnya.
5 Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang disebabkan oleh panggilan ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi beban mereka,
kecuali mereka tidak dipanggil dengan sempurna untuk datang di sidang pengadilan. HIR.181.
Pasal 193. Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi : HIR. 182
1 biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara;
2 biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara;
163 3
biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya, dengan pengertian bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi atas satu
peristiwa yang sama, maka tidak dapat dibebankan kepada pihak lawan; 4
biaya pemeriksaan s etempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum; 5
upah para pegawai yang ditugas kan untuk m elakukan panggilan dan p emberitahuan lainnya;
6 biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat 6;
7 biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai-pegawai lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada atau akan ditentukan oleh pemerintah atau jika hal itu tidak ada berdasarkan perkiraan
ketua pengadilan negeri. Pasal 194
Di dalam s urat kepusan harus disebutkan : 1
biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termas uk biaya yang timbul sesudah ada putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian
oleh ketua; 2
jumlah biaya, kerugian dan bunga, jika putusan itu mengandung penghukuman untuk membayarnya. Rv. 607, 610; HIR. 183.
Pasal 195. 1 Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut
serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7 RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai
gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.
2 Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan peraturan-peraturan itu. RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.
3 Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. RO. 43; HIR. 184. Pasal 196.
1 Putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam sidang pengadilan, tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam berita acara.
164 2 Para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan
demikian. Rv. 48; HIR. 185. Pasal 197.
1 Panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap kejadian di dalam sidang dan juga nasihatpertimbangan yang diberikan oleh pejabat
yang disebut dalam pasal 7 RO. 2 Tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan suara
bulat. 3 Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. RO. 41, 63; Rv. 29, 62;
HIR. 186. Pasal 198.
1 Jika ketua berhalangan untuk menandatangani surat keputusan atau berita acara di sidang pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung
ada di bawahnya yang ikut duduk dalam majelis. 2 Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat
keputusannya atau di dalam berita acara sidang. RO. 52; Rv. 63; HIR. 187. Bagian 3. Banding.
Pasal 199. 1 s.d.u. dg. S. 1939-715. Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat
banding, maka pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu, mengajukan pemohonan untuk itu yang bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu
risalah banding dan surat-surat lain yang berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam ayat 3 pasal 147 dengan
suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah
empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang bersangkutan, jika ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. RB9. 147 2; S.
1922-522. 2 s.d.t. dg.S.1939-716. Pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang
tenggang waktu menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyak- banyaknya enam minggu.
165 3 Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di
tempat kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktu mengajukan banding adalah empat minggu.
4 Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka tenggang waktu mulai dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam pasal 281,
5 s.d.u. dg. S. 1927-576. Pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan itu
tidak disertai pembayaran uang muka kepada panitera yang besamya ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat keperluan akan biaya-biaya
kepaniteraan, pemanggilan-pem anggilandan pemberitahuan kepada pihak-pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. Rv. 334, 438; HIR.188.
6 Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon perantaraan
jaksa di tempat tinggalnya atau tempat kediamannya untuk segera mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang bersangkutan kepada panitera.
Pasal 200. Putusan-putusan di luar kehadiran tergugat verstek tidak dapat dimohonkan banding,
tetapi bila penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat terbanding dapat menggunakan sem ua pembelaannya dalam tingkat banding tanpa menggunakan hak
perlawanannya dalam tingkat pertama. Rv. 330; HIR. 189. Pasal 201.
1 Keputus an-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh bukti-
bukti atau untuk pemeriksaan setempat sebelum diputus pokok perkaranya, begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu hanya dapat dimohonkan banding
dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir. Rv. 331. 2 Putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengatur
suatu perkara termasuk putusan akhir. Rv. 357; HIR. 190. Pasal 202.
1 Pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.
166 2 Panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan
kepada pihak lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan risalah banding pemohon banding atau surat-surat lain
3 Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di
tempat tersebut, maka pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman termohon banding.
4 Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada panitera.
5 Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain
dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya, dalam waktu enam minggu setelah memenuhi pemberitahuan, dapat menyampaikan surat-surat
yang dipandangnya perlu kepada panitera pengadilan negeri yang kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam hal diizinkan
mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian surat-surat itu dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281.
6 Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti
tersebut dalam ayat terdahulu dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya.
Pasal 203. Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan surat-
surat lainnya dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang diperbolehkan seperti tersebut dalam pasal yang lain, maka panitera mengirimkan surat-surat yang
bersangkutan dengan perkara berikut berita acara pemeriksaan persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai pemberitahuannya bila ada
dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan tinggi. HIR. 1921; RBg. 715. Pasal 204.
Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Titel VII Buku pertama Reglemen Acara perdata.
167 Pasal 205.
Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia memerintahkan agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan pengadilan
tinggi tersebut padanya, dan bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan atas biayanya dapat memperoleh turunannya di kepaniteraan pengadilan negeri. Rv. 358; HIR. 174.
Bagian 4. Pelaksanaan Keputusan Hukum. Pasal 206.
1 Pelaksanaan hukum eksekusi perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara
yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut. 2 Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum
jaksa di tem pat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.
3 Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua
pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura
–ketua ini bertindak serupa jika temyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
4 Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-
tindakan yang dimintakan kepadanya. 5 Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-
tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
6 Perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai
upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk
melaksanakan keputusan hakim. 7 Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan
yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama.
168 HIR. 195.
Pasal 207. 1 Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan
secara sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat mengajukan permohonan agar putusan yang bersangkutan dilaksanakan.
2 Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan memperingatkannya agar ia dalam waktu yang ditentukannya, tidak melebihi
delapan hari, melaksanakan keputusan yang bersangkutan. Rv. 439, 443; HIR. 196.
Pasal 208. Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak
dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena jahatannya mengeluarkan perintah untuk
menyita sejumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak
diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan batasan bahwa di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli,
hanya dapat dilakukan penyitaan atas harta harta pusaka jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang bergerak maupun barang tetap.
Rv. 444; HIR. 1971. Pasal 209.
1 Penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri. 2 Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain, maka
ia diganti oleh seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang diberi kuasa yang juga berwenang untuk menunjuk sepanjang
dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan dan untuk menghemat biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita.
3 Penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu catatan dalam perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain.
4 Panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita acera
169 tentang apa yang telah dilakukannya dan memberikan penjelasan tentang
maksudnya kepada pihak yang barangnya disita, bila ini ada. Rv. 446 dst.; HIR. 197 2-5.
Pasal 210. 1 Panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu
oleh dua orang saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam berita acara dan yang ikut menandatangani surat aslinya serta surat-surat
turunannya. 2 s.d.u. dg. S.1932-42. Para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21
tahun dan oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau oleh pejabat pamong praja berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya.
HIR. 197 6-7. Pasal 211.
Penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat berharga, dapat terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah
penguasaan orang lain, dan tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang betul-betul diperlukan untuk m enjalankan perusahaan pribadi dari terhukum. HIR. 197 8
Pasal 212 . Panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan
barang-barang bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau dapat juga memindahkannya seturuh atau sebagiannya ke tempat lain untuk disimpan.
Dalam hal pertama ia memberitahukannya kepada polisi setempat yang menjaga jangan sampai ada barang-barang dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan.
HIR. 1‟ 79
Pasal 213. 1 Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan
diumumkan kepada khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak berdasarkan Ordonansi Balik-Nama S; 1834-27, dengan cara pencatatan berita
acara di dalam daftar menurut pasal 50 S. 1848-10 tentang mulai berlakunya dan
170 perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di kepaniteraan
pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. Rv. 507. Dalam kedua hal itu harus dicantumkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman
yang bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat dalam surat yang asli.
2 Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun kepala pam ong lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai
menurut cara yang lazim dijalankan setempat. HIR. 198. Pasal 214.
1 Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu, maka pihak yang mengalami penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani
dengan suatu hak atau menyewakan barang tetap itu. 2 Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. Rv. 507; HIR. 199
Pasal 215. 1 Penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau tergantung
dari keadaan atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh orang yang melakukan penyitaan ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap dan dapat
dipercaya oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan itu, yang bertempat tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu. Penjualan dilakukan
menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang menawar dengan harga tertinggi.
2 Jika penjualan tersebut dalam ayat 1 harus dilaksanakan untuk memenuhi pembayaran yang tidak melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara, atau
jika atas perkiraan ketua atau jaksa yang dikuasakan memperkirakan barang-barang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus gulden, maka penjualan sekali-kali
tidak boleh diserahkan kepada juru lelang. 3 Dalam hal itu pelelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau oleh
orang yang dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat 1. Orang yang ditugaskan melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang disampaikan
171 kepada ketua atau jaksa yang dikuasakan tersebut. Rv. 453, 466; Venduregl. 1, 4,
20 dst.; HIR. 200 1-3. Pasal 216.
1 Pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus didahulukan untuk ditawarkan. HIR. 200 4
2 Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai, maka penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada
pemiliknya. HIR. 200 5 3 Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang
setelah barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur sendiri habis dilelang.
Pasal 217. 1 Pelelangan penjualan barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman menurut
cara setempat dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari setelah dilakukan penyitaan.
2 Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang tetap, dan di antara barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk, maka
pelelangan dilakukan bersama-sama dengan urutan yang telah diberikan oleh yang terkena sita, tetapi setelah diumumkan dua kali dengan waktu antara lima belas hari.
3 Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap, maka digunakan tata cara pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu.
4 Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di daerah karesidenan di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, harus
diumumkan satu kali, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum dilakukan pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan pelelangan, dan jika tidak ada
surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. Rv. 516; HIR.200 6-9 Pasal 218.
1 Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua
syarat-syarat jual-belinya telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan
172 menerima tanda bukti tertulis dari kantor lelang atau dari orang yang ditugaskan
melaksanakan dan pelelangan. Rv. 526, 532; HIR. 200 10 2 Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah
dijual itu, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan untuk,
bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Pejabat yang bertugas
menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri atau oleh seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang
dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang kepala desa Indonesia atau pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang
dikuasakan Rv. 526, 1033; H IR.200 10 Pasal 219
Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang debitur, maka dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barang-barang
yang sekiranya diperlukan untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan berikut biaya pelaksanaannya. HIR. 201.
Pasal 220. Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi
permohonan-permohonan untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka barang- barang yang telah disita digunakan juga untuk menutup segala putusan dan ketua atau
jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat memerintahkan agar penyitaan dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah yang kiranya cukup untuk
membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. HIR. 202 Pasal 221.
Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka keputusan-keputusan terhadap debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam pasal
206 ayat 1, dapat juga diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan penyitaan. Ketentuan pasal 220 berlaku pula dalam
hal ini. HIR. 203.
173 Pasal 222.
1 Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang dimaksud dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan
sepatutnya debitur dan para kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan, menentukan cara pembagian hasil eksekus i di antara para kreditur.
2 Para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang lalu dapat mengajukan banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut;
terhadap permohonan banding itu berlaku pasal 199. HIR. 204. Pasal 223.
Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti maka ketua memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan
untuk mengadakan pelelangan sebagai dasar pembagian hasil penjualannya. HIR. 205.
Pasal 224. 1 Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang
bermaksud membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh gulden, tidak termasuk biaya perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu. HIR. 206 1.
2 s.d.u. dg. S. 1934-621, 622, S. 1936-629 Jumlah uang yang termaksud dalam ayat yang lalu yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan adalah
sebagai berikut: a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden.
b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak ada pengadilan negerinya, lima ratus gulden.
c. Huruf c ini dianggap tidak tertuli karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.
3 Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan 4 Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena
jabatan ketua atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita dengan cara penyitaan seperti ditentukan dalam pasal 208 sd 210 dan pasal 213,
dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan dalam pasal 215 sd 218.HIR. 206 2
174 Pasal 225.
1 Perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barang- barang bergerak maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan
kepada pejabat yang memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan secara lisan, maka pejabat itu membuat catatan atau menyuruh membuat catatan.
HIR. 207 1. 2 Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan
permohonan itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri. Pasal 226.
Perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar diputus setelah mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. TR. 207 2
Pasal 227. 1 Perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali jika
diperintahkan oleh pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya. 2 Perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas
catatan permohonan lis annya. Pasal 228.
1 Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak ketiga melawan pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barang-
barang yang disita. 2 Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231 dan
240, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai banding. HIR. 208. Pasal 229.
1 Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan memperhatikan apa yang ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan penyitaan
atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut oleh pihak yang dieksekusi dari pihak lain. 2 Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang barangnya
disita dan juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama sekaligus dengan perintah untuk menahan barang yang disita itu dengan ancaman pembayaran yang
dilakukan tidak sah. Rv. 477.
175 Pasal 230.
1 Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika Ia beranggapan
mempunyai cukup alasan untuk itu. Rv. 479. 2 Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan
berikutnya. Pasal 231
Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar dan karena itu mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon pelaksanaan
dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak yang mengalami pelaksanaan. Rv. 480.
Pasal 232. Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam
pasal 230, atau perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah lampau tenggang waktu yang ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah
keputusan dijatuhkan harus mengajukan gugatan terhadap pihak ketiga yang barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa banyak utangnya kepada pihak yang
mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan, dan selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada pihak yang s edang
mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat penggantian gugatannya dan agar bila Ia menolak memberi keterangan, dihukum untuk membayar sejumlah uang,
untuk mana penyitaan dilakukan, atau bila perlawanan dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan Ia sendiri adalah debitur. Rv. 481.
Pasal 233. Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan Barat,
maka terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita barang pihak ketiga s eperti diatur dalam Reglemen Acara perdata Rv..
Pasal 234. Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka diikuti
176 peraturan-peraturan mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya seperti
diatur dalam pasal 142 dan berikutnya dalam undang-undang ini dan juga apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.
Pasal 235. 1 Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di
hadapan sidang pengadilan. Rv. 736. 2 Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut:
- Sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan;
- pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada; - cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak mempunyai
utang lagi. Rv. 735. Pasal 236.
Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah penghukuman yang dimintakan, maka semua biaya yang telah Ia keluarkan harus diganti dan ia tidak
dapat diwajibkan untuk melakukan suatu pembayaran kecuali untuk melunasi atau dengan dikurangi biaya itu. Rv. 737.
Pasal 237. Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan
alasan untuk itu tidak dibenarkan, maka Ia masih diperintahkan untuk memberikan keterangan pada hari yang ditentukan dan bersamaan dengan itu dihukum membayar
biayanya. Rv. 738. Pasal 238.
1 Jika ia tetap lalai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan putusan di luar kehadirannya dan ia dihukum membayar jumlah tuntutan yang
menyebabkan penyitaan tersebut atau bila perlawanan dibenarkan, berikut bunga serta biaya-biaya seolah-olah Ia sendiri adalah debitur. Rv. 739.
2 Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah pasal 150 reglemen ini.
177 Pasal 239.
Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk menguatkan keterangannya dengan sumpah. Rv. 742.
Pasal 240. 1 Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak
ketiga itu dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaiki oleh hakim dan pihak ketiga dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan
utangnya. 2 Kecuali itu Ia dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. Rv.
743. Pasal 241.
Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang mengalami tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam
keputusan dan, jika perlu dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan keputusan hakim dengan paksa eksekusi. Rv. 744.
Pasal 242. 1 Jika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan
hakim, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan tertulis atau lisan pihak yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis
kepada pejabat yang berwenang melakukan pekerjaan jurusita exploit untuk menyandera debitur. Rv. 583 dst.; RBg. 244..
2 Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat perintah itu. Rv. 580, 586; HIR. 208.
Pasal 243. 1 Penyanderaan diperintahkan:
- Untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai jumlah seratus gulden;
- Untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden sampai dengan tiga ratus gulden;
178 - Untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden
sampai dengan lima ratus gulden; - Untuk selama tiga tahun karena penghukum membayar lebih dari lima ratus
gulden. Rv. 586. 2 Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti
tersebut di atas. HIR. 210. Pasal 244.
Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun, maka penerapan paksa badan hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada atau
yang akan dikeluarkan. S. 1874-94 Pasal 245.
Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk melakukan penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam
garis lurus dan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu, dilarang penyanderaan oleh
kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan pihak ibu. KUHperd. 298; Rv. 582; HIR. 211
Pasal 246. Seorang debitur tidak boleh disandera:
1 di dalam sebuah gedung ibadah selam a ada peribadatan;
2 di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang berlangsung.
Rv. 22, 595; HIR. 212. Pasal 247.
1 Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa perintah penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada
keputusan, maka ia secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang memberi perintah penyanderaan atau jika ia menghendaki, di hadapkan kepada
pejabat itu yang dalam dua hal itu segera menetapkan apakah debitur itu akan disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputus an pengadilan negeri.
179 2 Ayat 5, 7 dan 8 pasal 252 dalam hal ini berlaku pula.
3 Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu keputusan dari pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. Rv. 599; HIR.
213. 4 Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia
mengirimkan surat permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan dimohonkan secara lisan, catatan mengenal hal itu beserta penetapannya, kepada
ketua pengadilan negeri. Pasal 248.
Seorang debitur yang tidak melawan atau perlawanannya ditolak, segera dibawa ke lembaga pemasyarakatan untuk disandera. Rv. 600; IR. 124.
Pasal 249. 1 Pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke
dalam lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk penyanderaan itu kepada penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang hal
itu di atas surat perintahnya. Rv. 602. 2 Pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan hal
itu kepada panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. KUHp 333, 555; HIR. 215.
Pasal 250. 1 Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon
penyanderaan yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada lembaga pem asyarakatan menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh
Gubemur Jenderal. 2 Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban
membayar, maka atas pennohonan si sandera atau kepala lembaga pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan segera diperintahkan agar
penyanderaan dihentikan. Rv. 587. 3 Perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang
membuat catatan tentang hal itu di surat perintah atau jika tidak ada pejabat
180 sedemikian di tempat itu oleh seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua pengadilan
atau oleh jaksa yang dikuasakan. 4 Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua puluh
empat jam oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada panitera pengadilan negeri. HIR. 216.
Pasal 251. Debitur yang disandera secara sah segera dibebas kan:
1 atas izin orang yang mohon penyanderaan, selain dengan suatu akta otentik, juga
dapat dis ampaikan dengan keterangan s ecara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang tentang hal itu memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register seperti
ditentukan dalam pasal 256. Jika si pemohon sandera bertempat tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau
jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemohon
sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemudian disampaikan kepada ketua pengadilan negeri;
2 karena pembayaran utang atau penitipan secara hukum kepada seorang notaris atau
panitera pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si pemohon sandera, termasuk juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan serta
uang muka yang telah dibayar untuk pemeliharaan. KUHperd. 1382 dst., 1404; Rv. 591, 809, dst.; HIR. 217.
Pasal 252. 1 Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan
dalam pasal 247 tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara bertentangan dengan pasal-pasal 244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan
melawan hukum, dan dapat mengajukan permohonan agar pengadilan negeri menyatakan penyanderaannya batal.
2 Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri.
3 Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan permohonannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa yang
181 dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi letak lembaga pemasyarakatan, dan
tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat catatan. 4 Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh
membuatnya, segera kepada ketua pengadilan negeri. 5 Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan
pengadilan negeri memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan yang mohon sandera.
6 Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera berpendapat ada yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian
penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan.
7 Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding tetapi dapat dilaksanakan dengan serta merta.
8 Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199-205 berlaku juga dalam hal banding ini. HIR. 218.
Pasal 253. 1 Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang
muka untuk pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama sebelum lampau delapan hari sejak ia dibebaskan. Rv. 582.
2 Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka kreditur tidak boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk
pemeliharaannya untuk jangka waktu tiga bulan. Rv. 605. 3 Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari
waktu yang diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. HIR. 219. Pasal 254.
Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali berdasarkan perintah penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak
mengurangi kewajiban mengganti kerugian dan biaya yang disebabkannya. HIR. 220. Pasal 255.
Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggung-jawab
182 atas utang yang menyebabkan ia disandera. HIR. 221; Rv. 593.
Pasal 256. Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi
catatan mengenai: Rv. 602. 1
Perintah untuk penyanderaan dengan menyebut pejabat yang mengeluarkan perintah itu, hari ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal
mereka yang diperintahkan untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan dapat dilakukan;
2 hari debitur mulai ditahan;
3 hari dibebaskan dari penyanderaan. HIR. 222.
Pasal 257. Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu
diperlihatkan kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi supaya orang yang disandera segera dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu penyanderaan
lewat. HIR. 223. Pasal 258.
1 Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia memuat kepala yang berbunyi Atas nama Raja sekarang: Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.
2 Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan- ketentuan bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan
hanya dapat dijalankan jika diizinkan oleh putusan pengadilan. Rv. 4tO, 584; No. 41; HIR. 224.
Bagian 5. Beberapa Acara Khusus. Pasal 259.
1 Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat
keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang
183 yang harus ia kemukakan.
2 Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142, 143, 144, 145 dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur
untuk menghadap di sidang pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya mengenai permohonan tersebut;
3 Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan sepatutnya, maka pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian
dalam jumlah uang yang sama dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum debitur untuk membayar jumlah itu.
KUHperd. 1239; HIR. 225. Pasal 260.
1 Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan orang
yang memegangmenguasai barang itu, dengan cara tertulis atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas barang yang dikuasai itu.
2 Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya itu. 3 Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari
ketua, ditetapkan pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang harus diturut dengan mengikuti apa yang diatur dalam pasal 208-212.
4 Penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada pemohon sita dengan diberitahukan pula, bahwa ia arus hadir pada hari persidangan yang akan
datang agar mengajukan dan menguatkan tuntutannya. 5 Orang yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan itu.
6 Pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang biasa dan diputus tentang hal itu.
7 Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan jika gugatan
ditolak, maka diperintahkan agar sita diangkat. Rv. 714 dst.; HIR. 226. Pasal 261.
1 Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur yang belum diputus perkaranya atau yang telah diputus kalah perkaranya tetapi belum dapat
184 dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan atau memindahkan barang-barang
bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau jika debitur
bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat
tinggal atau tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan
padanya supaya menghadap di pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta menguatkannya. Rv. 720 dst.
2 Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang menghadap pada hari sidang yang sam a.
3 Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara yang harus diikuti dan akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214.
4 Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada ketua pengadilan negeri.
5 Pada hari yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara biasa.
6 Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar penyitaan diangkat.
7 Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada cukup alasan, dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari
persidangan yang harus dihadiri oleh para pihak. 8 Pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung atau
atas jaminan-jaminan lain yang cukup. KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; HIR. 227. Pasal 262.
1 Terhadap putusan-putusan hakim berdasarkan tiga pasal-pasal terdahulu, berlaku ketentuan-ketentuan umum mengenai banding.
2 Keputus an-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan menurut cara biasa. HIR. 228.
Pasal 263. Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri sendiri
185 serta harta bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala
atau jaksa berhak memohon agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian serta harta bendanya. KUHPerd. 434 dst.; S. 1931-54; H IR. 229.
Pasal 264. 1 Permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah
hukum nya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang
disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan agar mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan, KUHperd.
438 dst; HIR. 230. 2 Pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar
sesudah disumpah. HIR. 231. Pasal 265.
1 Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau berdiam diluar wilayah kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau bila ketua
pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka permohonan dapat diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman si terampu yang kemudian mendengar
orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu, saksi-saksi setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan permintaan untuk mengirimkan
catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua pengadilan negeri. 2 Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang
diketuainya. 3 Sambil menunggu keputusan itu, maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan
sementara yang dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah pengampuan.
Pasal 266. Bila permohonan dikabulkan, maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi
pengampu yang diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah pengampuan beserta barang-barangnya dengan sebaik-baiknya. HIR. 2312; KUHperd.
449.
186 Pasal 267.
1 Pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasan yang menyebabkan diberikan pengampuan itu sudah tidak ada lagi.
2 Permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan pemberian keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas.
KUHperd. 460; HIR. 232. Pasal 268.
Pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka pengam pu berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas
pengurusannya. KUHperd. 409, 452; HIR. 233 Pasal 269.
1 Pengadilan negeri berwenang, atas permohonan keluarga orang yang kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah
pengampuan atau jaksa, demi ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuan buruk dan boros untuk
dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang lain di sekitarnya, setelah diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga, rumah sakit atau
tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan tanda perbaikan yang nyata. RO. 134 dst., 138.
2 Permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum diberikan sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu, dapat dimohonkan
bersamaan atau kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. KUHPerd 456; HIR. 234.
3 Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang-orang tersebut dalam ayat 1 dapat mengambil tindakan-
tindakan yang dipandang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Pasal 270.
s.d.u.dg. S.1936-131, 132. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat 1 pasal yang lalu berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian karesidenan yang
ditetapkan oleh Gubernur Jenderal terhadap orang-orang yang menderita penyakit yang
187 menjijikkan, yang mengemis di muka umum atau terhadap gelandangan atau yang
memanfaatkan keadaan nasibnya untuk mengganggu orang lain dengan pengertian: a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembaga-lembaga
atau rumah-rumah sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan jawatan kesehatan rakyat yang juga sesudah dirundingkan dengan kepala dinas
tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan patut, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu;
b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat 1 dari pasal yang lalu tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus
untuk penderita penyakit menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan pejabat kesehatan yang ditugaskan dengan pengawasan
kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang dalam penyakit itu, secara tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu atau dengan
kuat diduga menderita penyakit itu; c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga
terdekat atau jaksa kepala atau jaksa, dapat mengetuarkan mereka dari penahanan dengan cara tersebut di atas, bila alasan-alasan yang menyebabkan mereka
dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah tidak ada lagi dan dipandang tidak perlu lagi untuk ditahan. HIR. 234.
Pasal 271. 1 Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu
mengenai pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap orang yang berkepentingan berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua
pengadilan negeri, atau jika orang itu bertem pat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua pengadilan negeri tidak
ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang atau
minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan adanya barang-barang yang tidak diurus itu dilarikan. KUHperd. 463 dst., 467 dst.,
bdk. S. 1922-455 jo. S.1926-344. 2 Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara.
3 Jaksa segera mengirim berita acara itu kepada ketua pengadilan negeri.
188 4 Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya
yang kemudian, jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu sementara kepada majelis pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang
bersangkutan ataupun kepada suatu majelis yang dinyatakan berwenang untuk itu. 5 Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus
oleh suatu badan tersebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan sebegitu rupa yang dipandang paling menguntungkan bagi yang berkepentingan.
6 Pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak seberapa harganya kepada keluarga sedarah atau semenda atau suamiisteri orang
yang hilang atau minggat itu dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau minggat itu jika di kemudian
hari Ia kembati dengan dikurangi utang-utangnya, tanpa suatu penghasilan atau pendapatan.
7 Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam ayat 1 pasal ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang
anggota pengadilan negeri atau kepada seorang pejabat bawahannya. HIR. 235. Pasal 272.
s.d.u. dg. S. 1939-715. 1 Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267, 269,
270 dan 271 dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat dilaksanakan dengan serta merta. Permohonan banding itu harus diajukan dalam tenggang waktu
tiga puluh hari setelah ditandatanganinya penetapan dan dicatat dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Raad van Justitie memutus tanpa
suatu bentuk ac ara. 2 Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan oleh
atau atas perintah jaksa. HIR. 236. Bagian 6. Izin Berperkara Tanpa Biaya.
Pasal 273. Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan
untuk berperkara tanpa biaya. RO. 72; Rv. 872 dst.; HIR. 237.
189 Pasal 274.
1 Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada waktu mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142 dan
144. 2 Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama
dengan jawabannya seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal sebelum ada jawaban atas haknya.
3 Permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya yang dikeluarkan oleh kepala polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat
keterangan pejabat itu bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mampu untuk membayar. Rv. 875; HIR. 238.
4 Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan diri tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan
keterangan-keterangan lisan atau dengan cara lain. Pasal 275.
1 Pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk berperkara tanpa biaya dikabulkan atau tidak.
2 Pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mula-mula dengan membuktikan bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak
beralasan maupun dengan menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar biaya perkara.
3 Pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu juga, karena jabatan, menolak permohonan itu. Rv. 879 dst.; HIR. 239.
Pasal 276. 1 Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan
tidak mampu sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa biaya jikalau budel yang diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu
perkara dijalankan diperkirakan tidak akan mencukupi untuk membayar biaya perkaranya.
2 Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara singkat memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada hakim. KUHperd. 415 dst.;
190 Rv. 891 dst.; HIR. 240.
Pasal 277. Penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat
dimohonkan banding atau upaya-upaya hukum lain. RV. 892; HIR. 241. Pasal 278.
1 Permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai pernyataan tidak mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat 3, secara lisan atau
tertulis disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama: oleh pihak yang naik banding dalam waktu empat belas hari setelah
keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti dimaksud dalam pasal 190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat belas hari setelah diberitahukan
adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut ayat terakhir pasal ini.
2 Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat
itu, maka ia dapat minta agar permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat tinggalnya atau tempat ia berdiam.
3 Permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal 202. 4 Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat belas hari sesudah
catatan itu, diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap di hadapannya. HIR. 242.
Pasal 279. 1 Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gugur.
2 Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya, jika datang menghadap. HIR. 243.
Pasal 280. s.d.u. dg. S. 1937-631. Berita acara pendengaran dan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi surat keputusan pengadilan dan ringkasan catatan yang ada di dalam daftar tentang permohonan untuk
191 berperkara, tanpa biaya dikirimkan oleh panitera pengadilan negeri kepada raad van
justitie yang akan memeriksa permohonan banding itu. HIR. 244. Pasal 281.
1 Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan surat- surat. Dengan sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275, juga karena
jabatannya raad van justitie dapat menolak permohonan itu. 2 Panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan resmi
raad van justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut dalam pasal yang lalu kepada ketua pengadilan negeri yang kemudian memberitahukannya
kepada para pihak dengan cara tersebut dalam pasal 205. HIR. 246. TITEL V. Bukti Dalam perkara perdata.
Pasal 282. Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara
perdata yang m enjadi wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh jaksa dan pengadilan negeri, harus diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai berikut:
HIR. 162. Pasal 283.
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu.
KUHperd. 1865; HIR. 163. Pasal 284
Alat-alat bukti terdiri dari : -
bukti tertulis, KUHperd. 1867 dst; RBg. 285 dst. -
bukti dengan saksi-saksi, -
persangkaan, -
pengakuan-pengakuan, -
sumpah; semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal
seperti berikut. KUHperd. 1866; HIR. 164.
192 Pasal 285.
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang- undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat,
merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu
pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. KUHperd. 1868, 1870 dst.; KUHp 380; HIR.
165. Pasal 286
1 Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-surat lain
yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah. 2 Cap jari yang dibubuhkan di bawah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda
tangan asal disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia
mengenal pemberi cap jari atau yang diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan bahwa cap jari tersebut
dibubuhkan di hadapannya. 3 Pejabat tersebut membukukan surat itu.
4 Pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam ordonansi atau menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. KUHperd. 1874;
S. 1867-29 pasal 1; S. 1916-46. Pasal 287.
1 Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut dalam ayat 2 pasal 286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani dapat
dilengkapi dengan keterangan yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau pejabat lain yang ditentukan dalam perundang-undangan yang menyatakan mengenal si
penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian tanda tangan telah
dibubuhkan di hadapannya. 2 Untuk ini berlaku ayat 3 dan 4 pasal yang lalu. KUHperd. 1874a.
193 Pasal 288.
Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur Asing yang diakui oleh mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang secara
hukum diakui sah, menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka yang menandatanganinya serta para ahli waris dan mereka yang mendapat hak yang sama
seperti suatu akta otentik. KUHperd. 1875. Pasal 289.
Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas mengakui atau menyangkal tulisan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau orang
yang mendapat hak cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang diwakilinya. KUHperd. 1876.
Pasal 290. Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannya atau jika ahli waris
atau orang-orang yang mendapat hak menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim memerintahkan agar diadakan pemeriksaan di depan sidang terhadap kebenarannya.
KUHperd. 1877. Pasal 291.
1 Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai pelunasan utang dengan uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai harganya
dengan uang, harus seluruhnya ditulis dengan tangan oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali tanda tangan juga ditulis
dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan persetujuannya yang menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang yang
harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan. 2 Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila
perjanjiannya disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis. KUHperd. 19022.
3 s.d,u, dg. S. 1938-276. Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas perjanjian- perjanjian atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas
perjanjian-perjanjian utang oleh debitur yang dilakukan dalam menjalankan usahanya
194 maupun atas akta-akta di bawah tangan yang dilengkapi dengan keterangan seperti
tersebut dalam pasal 286 ayat 2 dan pasal 287. KUHperd 1878; S.1867-29 pasal 4 Pasal 292.
Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan, maka dianggap perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan
persetujuan itu seluruhnya ditulis tangan oleh orang-orang yang mengikat diri, kecuali jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian surat itu mengandung kesalahan. KUHperd.
1879. Pasal 293.
Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat 2 dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya, mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga sejak hari disahkan dan dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang atau salah satu dari mereka yang
menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti adanya dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak hari pihak ketiga yang dilawan
dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang keberadaannya. KUHperd. 1880; S. 1916,-46.
Pasal 294. 1 Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang
menguntungkan bagi yang menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu merupakan bukti terhadapnya:
1 dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu pembayaran
yang telah diterimanya; 2
bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk melengkapi kekurangan dalam titel alas hak untuk kepentingan orang yang melakukan
perikatan. 2 Dalam hal-hal lain, maka hakim akan m emperhatikannya sejauh dianggapnya patut.
KUHperd. 1881. 295. Dihapus dg. S. 1927-576.
195 Pasal 296.
s.d.u. dg. S.1927-576; 1938-276. Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut.
KUHD 7; HIR. 167. Pasal 297
1 Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang selalu ada di tangannya patut dipercaya, meskipun tidak ditandatangani atau diberi tanggal
olehnya jika yang ditulisnya bermaksud membebaskan debitur. 2 Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas hak itu
atau di atas tanda pembayaran, asal lembar kedua atau tanda pembayaran itu ada di tangan debitur. KUHperd. 1883.
Pasal 298. Pemilik suatu alas hak atas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya, jika
karena usia atau sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. KUHperd. 1884. Pasal 299.
Jika alas hak itu menjadi milik beberapa orang, maka masing-masing dapat meminta agar alas hak itu dititipkan kepada orang ketiga, dan juga atas biayanya menyuruh membuat
turunan atau kutipannya. KUHperd. 1885. Pasal 300.
Dalam semua tingkat pemeriksaan, maka suatu pihak dapat memohon hakim untuk memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua pihak yang
mereka masing-masing pegang yang bersangkutan dengan pokok sengketa. KUHperd. 1886.
Pasal 301. 1 Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli.
2 Jika yang asli ada, maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya sepanjang itu sesuai dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk diperlihatkannya.
KUHperd. 1888.
196 Pasal 302.
Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan pembuktian dengan mengingat ketentuan-ketentuan berikut:
1 grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai
aslinya; kekuatan yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim dibuat di hadapan para pihak atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya,
begitu juga yang dibuat di hadapan para pihak dengan persetuiuan mereka; Rv. 856. 2
turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para pihak dan sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang
pertama oleh notaris yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu penggantinya atau oleh pejabat-pejabat yang berwenang menyimpan minutnya dan
berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima oleh hakim sebagai bukti lengkap jika aslinya hilang;
3 jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang
membuat akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai minut- minut, hanya dapat berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
4 turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dari akta-akta di bawah
tangan dapat, melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. KUHperd. 1889, 19022.
Pasal 303. Pembukuan sebuah akta di dalam daftar-daftar umum hanya dapat berlaku sebagai
permulaan pembuktian dengan surat. KUHperd. 1890. Pasal 304.
Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mengajukan alas hak yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari alas-alas
hak. KUHperd. 1891. Pasal 305
1 Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang-undang dapat dimintakan pemyataan batal atau dibatalkan, dibenarkan atau dikuatkan, hanya
berharga jika menyebut perjanjian pokoknya, begitu pula menyebut alasan-alasan
197 yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan dengan maksud untuk memperbaiki
kekurangan yang menjadi dasar gugatannya. 2 Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu
dilaksanakan secara sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada dapat dibenarkan atau dikuatkan.
3 Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai
melepaskan upaya serta eksepsi yang sebenarnya dapat dipergunakan menyangkal akta, dengan tidak mengurangi hak pihak ketiga. KUHperd. 1892.
Pasal 306 Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum tidak boleh
dipercaya. KUHperd. 1905; HIR. 169. Pasal 307.
Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai berbagai peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk menguatkan
suatu perbuatan, maka hakim mempunyai kebebasan untuk memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian m asing-masing, segala sesuatu dengan memperhatikan
keadaan. KUHperd. 1906; HIR. 170. Pasal 308
1 Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan s aksi. 2 Pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan
pemikiran bukan merupakan kesaksian. KUHperd. 1907; HIR. 171. Pasal 309.
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara khusus kesesuaian saksi yang satu dengan yang lain; persamaan kesaksian-kesaksian itu
dengan hal-hal yang dapat ditemukan mengenai perkara yang bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi sehingga Ia dapat mengemukakan
hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi dan pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengaruh atas dapat tidaknya dipercaya. KUHperd.
198 1908; HIR. 172.
Pasal 310. Persangkaandugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan
hanya boleh digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sangat penting, cermat, tertentu dan bersesuaian satu dengan yang lain. KUHperd. 1916, 1921 dst.;
HIR. 173. Pasal 311
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. KUHperd.
1925; HIR. 174. Pasal 312
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar
sidang pengadilan. KUHperd. 1928; HIR. 175. Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan orang lain yang memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian lain,
dan hal itu boleh dilakukan hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud untuk membebaskan diri dengan mengemukakan hal-hal yang terbukti palsu adanya.
KUHperd. 1924; HIR. 176. Pasal 314
Dari seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya oleh pihak lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada
lawannya atau yang oleh hakim diperintahkan mengangkat sumpah, tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah diucapkan dengan sumpah
sebagai hal yang benar. KUHperd. 1936; HIR. 177.
199 Titel VI dan VII m asing-masing tentang Residentigerechte dan Raad van Justitie Pasal
315 sd 323 tidak berlaku lagi. Bab Ketiga
Tentang pengawasan ketertiban dan keam anan umum dan pengus ulan tindakan- tindakan pidana pasal 324 sd 521 tidak berlaku lagi
Bab Keempat Tentang peradilan dalam perkara-perkara pidana Pas al 522 sd 691 tidak berlaku lagi
Titel I Tentang penangguhan tahanan sem entara dan tentang kurungan sementara, Pasal
692 sd 699 tidak berlaku lagi. Titel II
Berbagai Ketentuan Pasal 700
1 Ketua-ketua Majelis Pengadilan memim pin pemeriksaan di persidangan serta permus yawaratan.
2 Pada mereka juga dipertanggungjawabkan penjagaan tertib di persidangan segala apa yang sehubungan dengan itu diperintahkan oleh mereka harus dilakukan
dengan segera dan dengan teliti. RO. 46, Rv 29; SV 126; Ldg 73: HIR. 372. Pasal 701
Mereka yang sewaktu persidangan masih berlangsung mengganggu ketertiban atau memberikan tanda-tanda setuju atau tidak setuju atau dengan jalan bagaim anapun
menerbitkan keributan atau kerusuhan dan tidak tinggal diam atas peringatan pertama, atas perintah ketua dikeluarkan dari ruang sidang, semua itu dengan tidak
mengurangi kem ungkinan tuntutannya di hadapan pengadila n apabila dalam hal itu mereka melakukan suatu tindakan pidana. Rv 22: SV 254v; HIR 373.
Pasal 702 1 Tidak s eorang Hakim pun dibolehkan m emeriksa suatu perkara dalam mana ia
sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan atau
200 suatu perkara yang menyangkut diri istrinya atau salah satu keluarganya sedarah
atau semenda dalam turutan lurus tanpa kecuali orangnya dalam garis keturunan menyimpang hingga pupu keem pat.
2 Seorang Hakim yang dikecualikan menurut ketentuan tertib wajib untuk secara rela menjauhkan diri dari pem eriksaan perkara tanpa untuk itu perlu diminta oleh pihak
yang berkepentingan. 3 Apabila dalam hal itu ada sesuatu yang diragukan, maka Majelis akan
memutuskannya. 4 Terhadap keputusan Majelis itu tidak dapat diusulkan sesuatu perubahan. RO
35V; 40, 44, SV: 278v; Idg. 74 : HIR 374. Pasal 703
Tiap perintah untuk m elepas kan seorang tersangka atau tertuduh yang berada dalam tahanan dengan segera diberitahukan oleh pem besar yang memberikannya jika perlu
dengan kawan kepada pem besar yang ditugaskan menjalankan perintah itu, yang dari pihaknya segera setelah pemberitahuan tersebut diterimanya, harus melepas kan atau
menyuruh melepaskan orang yang bersangkutan kecuali orang itu karena hal lain harus tetap tinggal dalam tahanan. SV 409a: HIR 375.
Pasal 704 Kuasa yang dimaksud dalam Pas al 82 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila tindak pidana yang bersangkutan harus diadili oleh suatu pengadilan negeri dan oleh magistraat apabila tindak pi dana
itu harus diadili oleh seorang hakim lebih rendah kepada siapa surat tanda pelunas an pembayaran dari pejabat yang berhak menerimanya harus diserahkan oleh tertuduh
dalam tempo yagn disebut dalam surat kuasa itu. HIR. 376. Pasal 705.
Apabila orang-orang Bumiputera dan orang-orang Timur As ing menghendaki agar sengketa mereka diputuskan oleh orang-orang pendamai scheidsmannen, maka
dalam hal demikian mereka harus mengikuti peraturan-peraturan peradilan untuk orang-orang bangsa Eropa. RV 615v; HIR 377.
201 Pasal 706
1 Setiap orang yang dihukum diharuskan menanggung ongkos-ongkos perkara. KUH Pidana 42; TLN 2446, 4123.
2 Hanya apabila tertuciuh di bebaskan dari segala tuduhan ataupun dilepaskan dari segala tuntutan maka ongkos-ongkos perkara ditanggung oleh negera. HIR. 376.
Pasal 707 Segala upah dan ganti rugi yang harus dihayar kepada kuasa dalam perkara, advokaat
atau pembela serta para wakil, tidak termasuk dalam jumlah ongkos-ongkos yang menurut keputusan oleh terhukum harus dibayar kepada negera tetapi ongkos- ongkos itu tetap
harus ditanggung oleh pihak yang dibantu atau dibela oleh orang tersebut. HIR. 379. Pasal 708
1 Tanpa izin Residen dari tempat tinggalnya maka Raja-raja Bumiputera, pemimpin- pemimpin negara dalam keresidenan Sulawesi dan turutannya, regen-regen tidak
dapat dipanggil untuk hadir sebagai sakti di hadapan Hakim selama mereka masih menjalankan jabatan mereka.
2 Izin yang serupa diperlukan juga apabila yang dipanggil untuk hadir sebagai saksi di muka Hakim adalah istri-istri syah atau keluarga sedarah serta keluarga semenda
perempuan sampai pupu kedua dari mereka yang disebut dalam ayat pertama. 3 Dalam keresidenan Sumatera Timur di luar bagian pemerintahan afdeling Deli
kuasa termasuk diberikan oleh kepada Pamongpraja setempat. 4 Apabila kuasa tersebut tidak diberikan maka orang-orang tersebut di atas setelah
untuk itu di minta secara tertulis, maka rneneri ma baik kedatangannya jaksa kepada atau jaksa beserta panitera serta penghulu untuk menerima dan menulis kesaksian
mereka. 5 Dalam hal itu ketentuan-ketentuan seperti diuraikan dalam nasal 562 peraturan ini
tentang pembacaan serta kekuatan bukti clan surat-surat kesaksian itu berlaku. ISR 140; OV. 5; RO. 4: RV 9: HIR. 380.
Pasal 709 1 Apabila Hakim memerintahkan agar orang-orang Bumiputera atau orang-orang
Timur Asing akan mengucapkan sumpah mereka dalam mesjid atau tempat lain yang
202 di pandang suci maka pemeriksaan perkara akan diundurkan sampai suatu hari sidang
yang seketika itu ditentukan olehnya. 2 Apabila sumpah tersebut harus dilakukan dalam suatu perkara yang sedang
berlangsung di hadapan Pengadilan Negeri, maka ketua akan mengangkat salah satu anggota majelis pengadilan untuk sebagai komisaris yang didampingi Panitera
menahadiri penyumpahan tersebut membuat berita acaranya. Pada pengadilan dewan kecamatan sumpah tersehut dilakukan di hadapan dua orang
anggota dan Dewan yang di tunjuk oleh kepala kecamatan dan pada pengadilan- pengadilan perorangan di hadapan Hakim sendiri. HIR. 381.
Pasal 710 Semau arres keputusan Mahkamah Agung, keputusan-keputusan hukum serta surat-
surat ketetapan Hakim dalam perkara pidana berkepala kata-kata Atas nama Sri Baginda Innaam des Konings. ISR.130; RO.27; SV.416; LDG.81; HIR.382; LN. 91-188.
Pasal 711 Keputusan-keputusan hukum harus selalu disimpan dalam arsip majelis-majelis pengadilan
yang bersangkutan dan tidak boleh dipindah-pindahkan melainkan dalam hal dan dengan cara yang diatur dalam undang-undang. Ro. 67, 69; Sv. 417; HIR. 383. .
Pasal 712 1 Panitera wajib memegang sebuah daftar umum dari semua perkara pidana yang
akan diperiksa oleh pengadilan di tempat ia bertugas. HIR. 384. 2 Dalam daftar itu harus disebut nama-narna semua tertuduh, jenis kejahatan atau
pelanggaran yang dituduhkan kepada mereka tanggal hari pada waktu perkara- perkara diterima di kepaniteraan dan tanggal hari keputusan hukum diucapkan dengan
isinya yang ringkas dari keputusan itu. 3 Ia juga wajib memegang sebuah daftar yang serupa untuk perkara-perkara perdata.
4 Dalam daftar untuk perkara-perkara pidana harus ikut dicatat hal pengampunan atau hal pengurangan hukurnan yang diberikan. RO 65; SV 418; Ldg 82v; HIR. 384.
Pasal 713 Salinan-salinan atau petikan-petikan dan keputusan-keputusan hukum dalam perkara-
203 perkara pidana tidak dapat diberikan kepada mereka yang bukan menjadi partij pihak
dalam perkara itu tanpa izin dari katua majelis pengadilan yang memutuskannya dan permintaan untuk memperolehnya hanya dapat diluluskan atas bukti bahwa pihak yang
bermohon benar mempunyai kepentingan dalam hal itu. RO 67, SV 419; H1R. 385. Pasal 714
Tertuduh-tertuduh yang dihadapkan ke pengadilan berdasarkan kejahatan atau pelanggaran berhak untuk atas biaya mereka sendiri memintakan atau suruh meminta
salinan-salinan dari semua surat dalam perkaranya yang mereka anggap perlu untuk menyusun perlawanannya. HIR. 386.
Pasal 715 Panitera-panitera yang lalai untuk secara teliti memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagaimana diuraikan dalam pasal 203, dalam ayat ketiga dari pasal 624 dan dalam pasal 640 dari peraturan ini dan dalam pasal 290 dari peraturan Strarvordering akan
didenda untuk tiap kelalaian dengan denda setinggi-tingginya sepuluh gulden rupiah HIR. 387.
Pasal 716 1 Untuk menjalankan gugatan dagvaardingen penyerahan surat-surat, pemberitahuan
dan berbagai eksploit lain termasuk pelaksanaan perintah-perintah Hakim dan keputusan-keputusan hukum, maka sama-sama berkuasa dan berkewajiban para
jurusita serta pengantar surat-surat yang diangkat pada majelis-majelis pengadilan, dan pegawai kekuasaan umum.
2 Apabila mereka tidak ada maka oleh Ketua Pengadilan atau oleh Hakim dalam daerah hukum yang sesuatu eksploit harus dijalankan, ditunjuk seorang lain yang cakap dan
dapat dipercaya yang akan menjalankan eksploit itu. RO. 193v, 205; Rv 1: SV. 422: HIR. 388.
Pasal 717 1 Jurusita pada Pengadilan Negeri di ibukota karesidenan, jika orang demikian ada
diangkat, harus membuktikan tiap eksploit yang telah dijalankannya dengan sepucuk beritanya relaas.
2 Para jurusita pada Pengadilan Negeri di tempat-tempat lain dan semua orang lain yang
204 pada majelis pengadilan serta pengadilan perorangan ditugaskan untuk menjalankan
berbagai eksploit, jika perlu, dapat menyudahi usaha mereka dengan cara lisan memberitahukan kepada Hakim atau pejabat lain, tempat mereka harus melapor,
segala pemberitahuan, panggilan dan eksploit-eksploit lain yang telah mereka jalankan.
3 Dari pemberitahuan tersebut oleh atau atas perintahnya Hakim atau pejabat diperbuat catatan-catatan seperlunya. RO. 198, 204 SV. 423: 111R. 389; TLN; 3921, 5493.
Pasal 718 1 Tiap eksploit kecuali yang di bawah ini, harus dijalankan terhadap orang-orang, yang
bersangkutan sendiri di tempat tinggalnya atau di tempat kediamannya dan apabila ia tidak dijumpai di tempat itu kepala-kepala kampung atau kepada wijkmeester yang
wajib untuk dengan segera memberitahukan adanya eksploit tersebut kepada orang itu akan tetapi dalam hal yang disebut kepada orang itu akan tetapi dalam hal yang
disebut belakangan itu tidak perlu dinyatakan dalam perkara. 2 Tentang orang-orang yang telah meninggal dunia eksploit dijalankan terhadap para
ahli warisnya; sepanjang tidak diketahui siapa mereka itu maka eksploit dijalankan kepada kepala kampung atau kepada eijkmeester dari tempat tinggalnya terakhir
yang meninggal dunia di Indonesia, pejabat yang berbuat seperti ditentukan dalam ayat pertama. Apabila orang yang meninggal dunia termasuk golongan orang-orang Timur
Asing maka eksploit dengan surat tercatat diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.
3 Diubah LN 39 - 715. Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat tinggalnya dan tentang orang-orang
yang tidak dikenal maka eksploit dijalankan terhadap kepala pamongpraja, setempat dari tempat tinggalnya penggugat dan dalam perkara-perkara pidana dari tempat
kediamannya Hakim yang berkuasa mengadilin ya: kep ala p amongpraja setempat menyuruh umumkan eks ploit yang diterimanya dengan jalan menempelkannya
pada pintu masuk tempat sidangnya Hakim yang bersangkutan. HIR. 390. Pasal 719
Hari pada waktu jangka-jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan ini mulai berjalan, tidak ikut dihitung dalam mengira lama jangka waktu itu. RV 15; Sv. 424; HIR. 391.
205 Pasal 720
1 Saksi-sakti yang dipanggil dan hadidr dipersidangkan ataupun di luar itu, baik dalam perkara-perkara perdata maupun dalam perkara dalam perkara-perkara pidana berhak
untuk menerima ganti rugi untuk ongkos perjalanan dan penginapan mereka seseuai dengan tarip yang sudah ada atau yang akan ditetapkan.
2 Hakim-hakim dan pejabat-pejabat polisi pengadilan harus memberitahukan kepada saksi-saksi yang hadir di hadapan mereka jumlah ganti kerugian yang saksi-saksi
berhak menerimanya. HIR. 392. Pasal 721
Dalam peradilan di hadapan pengadilan-pengadilan Bumiputera tiada diperhatikan lebih banyak atau lain norma-norma dari apa yang telah ditetapkan dalam peraturan. HIR. 393.
Pasal 722 Apabila Mahkamah Agung Hooggerechtshof Indonesia sebagai jaminan agar dalam
keresidenan-keresidenan di luar Jawa dan Madura peraturan ni ditaati dan dilaksanakan dengan sempurna, menganggap perlu dalam keresidenan-keresidenan itu diadakan
pemeriksaan setempat maka hal itu dianjurkan oleh Mahkamah Agung secara tertulis kepada Gubernur Jenderal. RO. 157; HIR. 394.
Pasal 723 1 Dalam keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Tapanuli dan Bengkulu berlaku
ketentuan-ketentuan berikut. 2 Tidak seorang pun dapat diwajibkan untuk dihadapkan ke pengadilan dengan tugas
mengikatkan diri untuk hal tersebut atau tidak terlebih dahulu mengalihkan segala hak dan kewajiban pihak yang berhutang atas dirinya.
3 Dengan mengecualikan segala hal dalam hal menurut ketentuan dalam pasal 597 pihak ketiga diwajibkan untuk mengganti segala kerugian yang disebabkan
seseorang maka hanya berlaku sendiri bertanggung jawab tentang perbuatan- perbuatan yang dilakukannya sendiri.
206
Tentang Peradilan dalam perkara-perkara perdata dalam taraf pertama termasuk kekuasaannya Pengadilan Negeri
REGLEM EN INDONESIA YANG DIPERBAH ARUI H I R R.I.B.
Bab Pertam a Hal Melakukan Tugas K epolisia n
Pasal 1 sd Pasal 37 Bab kedua
Tentang m enc ari kejahatan dan pela ngga ra n Pas al 38 sd Pas al 83
Bab Ketujuh Tenta ng Pengadilan Dis trik Pasal 84 sd Pasal 99 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 11951.
Bab Kedela pa n Tentang Pengadilan Ka bupa ten
Pasal 100 sd Pasal 114 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 11951. Bab Kes em bila n
Perihal Mengadili Perkara Perdata Yang Harus Diperiksa Oleh Pengadilan Neg eri Bagian Pertama
Tentang Pem eriks aan Perkara Di Dalam Pers ida nga n Pasal 115 sd pasal 117 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 11951.
Pasal 118 1 Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan Negeri,
harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum
siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.
2 Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu dimajukan
207 kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang dari tergugat itu,
yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat-tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan penanggung, maka penggugatan itu
dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang
ditentukan pada ayat 2 dari pasal 6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman R.O..
3 Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka surat gugatan itu
dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, atau jika surat gugat itu tentang barang gelap, maka
surat gugat itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
4 Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada ketua pengadilan
negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat kedudukan yang dipilih itu. Pasal 119
Ketua pengadilan negeri berkuasa memberi nasihat dan pertolongan kepada penggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya.
Pasal 120 Bilamana penggugat buta huruf, maka surat gugatnya yang dapat dimasukkannya dengan
lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang mencatat gugat itu atau menyuruh mencatatnya.
Pasal 120a Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 11951.
Pasal 121 1 Sesudah surat gugat yang dimasukkan itu atau catatan yang diperbuat itu dituliskan
oleh panitera dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua menentukan hari, dan jamnya perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan negeri, dan ia
208 memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir pada waktu itu, disertai
oleh saksi-saksi yang dikehendakinya untuk diperiksa, dan dengan membawa segala surat-surat keterangan yang hendak dipergunakan.
2 Ketika memanggil tergugat, maka beserta itu diserahkan juga sehelai salinan surat gugat dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, dapat menjawab surat gugat itu
dengan surat. 3 Keterangan yang dimaksud dalam ayat pertama dari pasal ini dicatat dalam daftar
yang tersebut dalam ayat itu, demikian juga pada surat gugat asli. 4 Memasukkan ke dalam daftar seperti di dalam ayat pertama, tidak dilakukan, kalau
belum dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang akan diperhitungkan kelak yang banyaknya buat sementara ditaksir oleh ketua pengadilan negeri menurut
keadaan untuk bea kantor kepaniteraan dan ongkos melakukan segala panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua belah pihak dan harga meterai
yang akan dipakai. Pasal 122
Ketika menentukan hari persidangan, ketua menimbang jarak antara tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang dan kecuali
dalam hal perlu benar perkara itu dengan segera diperiksa, dan hal ini disebutkan dalam surat perintah, maka tempo antara hari pemanggilan kedua belah pihak dari hari
persidangan tidak boleh kurang dari tiga hari kerja. Pasal 123
1 Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa, kecuali
kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan dimasukkan menurut ayat
pertama pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120, maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat
surat gugat ini. 2 Pegawai yang karena peraturan umum, menjalankan perkara untuk Indonesia
sebagai wakil negeri, tidak perlu memakai surat kuasa yang teristimewa yang sedemikian itu.
209 3 Pengadilan Negeri berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah pihak, yang
diwakili oleh kuasanya pada persidangan, datang menghadap sendiri. Kuasa itu tidak berlaku buat Presiden.
Pasal 124 Jika penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu,
meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, maka surat gugatnya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara;
akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi.
Pasal 125 1 Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa, atau tidak pula
menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tak hadir verstek, kecuali kalau nyata kepada
pengadilan negeri, bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan. 2 Akan tetapi jika tergugat, di dalam surat jawabannya yang tersebut pada pasal 121,
mengemukakan perlawanan exceptie bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak hadir, ketua
pengadilan Negeri wajib memberi keputusan tentang perlawanan itu, sesudah didengarnya penggugat dan hanya jika perlawanan itu tidak diterima, maka ketua
pengadilan negeri memutuskan tentang perkara itu. 3 Jika surat gugat diterima, maka atas perintah ketua diberitahukanlah keputusan
pengadilan negeri kepada orang yang dikalahkan itu serta menerangkan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan perlawanan verzet di dalam tempo dan
dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang keputusan itu di muka pengadilan itu juga.
4 Panitera mencatat di bawah surat putusan itu kepada siapakah dulunya diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah yang diterangkan orang itu
tentang hal itu, baik dengan surat maupun dengan lisan. Pasal 126
Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan negeri dapat,
210 sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya pihak yang tidak datang
dipanggil buat kedua kalinya, datang menghadap pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua di dalam persidangan kepada pihak yang datang, bagi siapa
pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan. Pasal 127
Jika seorang atau lebih dari tergugat tidak datang atau tidak menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai pada hari
persidangan lain, yang paling dekat. Hal mengundurkan itu diberitahukan pada waktu persidangan kepada pihak yang hadir, bagi mereka pemberitahuan itu sama dengan
panggilan, sedang tergugat yang tidak datang, disuruh panggil oleh ketua sekali lagi menghadap hari persidangan yang lain. Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian
diputuskan bagi sekalian pihak dalam satu keputusan, atas mana tidak diperkenankan perlawanan verzet.
Pasal 128 1 Putusan yang dijatuhkan sedang pihak yang dilakukan tak hadir verstek, tidak dapat
dijalankan sebelum lewat empat belas hari sesudah pemberitahuan, yang dimaksud pada pasal 125.
2 Jika sangat perlu, maka putusan itu dapat diperintahkan supaya dijalankan sebelum lewat tempo itu, baik dalam putusan atau oleh ketua sesudah dijatuhkan keputusan,
atas permintaan penggugat baik dengan lisan maupun dengan surat. Pasal 129
1 Tergugat, yang dihukum sedang ia tak hadir verstek dan tidak menerima putusan itu, dapat memajukan perlawanan atas keputusan itu.
2 Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo empat belas hari sesudah pemberitahuan itu. Jika
putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari kedelapan sesudah peringatan yang tersebut pada
pasal 196, atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut, sampai hari kedelapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua, yang tersebut
pada pasal 197.
211 3 Surat perlawanan itu dimasukkan dan diperiksa dengan cara yang biasa, yang diatur
untuk perkara perdata. 4 Memajukan surat perlawanan kepada ketua pengadilan negeri menahan pekerjaan,
menjalankan keputusan, kecuali jika diperintahkan untuk menjalankan keputusan walaupun ada perlawanan verzet.
5 Jika yang melawan opposant, yang buat kedua kalinya dijatuhi putusan sedang ia tak hadir, meminta perlawanan lagi, maka perlawanan itu tidak dapat diterima.
Pasal 130 1 Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri
dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. 2 Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang,
diperbuat sebuah surat akte tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan
dijalankan sebagai putusan yang biasa. 3 Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding.
4 Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu.
Pasal 131 1 Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan hal ini
mesti disebutkan dalam pemberitaan pemeriksaan, maka surat yang dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham bahasa yang dipakai
dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dan kedua belah pihak.
2 Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu dengan memakai seorang jurubahasa.
3 Juru bahasa itu, jika ia bukan juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, harus disumpahkan di hadapan ketua, bahwa ia akan menterjemahkan dengan tulus
dan ikhlas apa yang harus diterjemahkan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain.
4 Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa.
212 Pasal 132
Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukkan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan
jika ia menganggap perlu, supaya perkara berjalan baik dan teratur. Pasal 132a
1 Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan kecuali : 1e. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat, sedang gugatan
melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya; 2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak
memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan. 3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan.
2 Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu.
Pasal 132b 1 Tergugat wajib memajukan gugatan melawan bersama-sama dengan jawabannya,
baik dengan surat maupun dengan lisan. 2 Buat gugatan melawan itu berlaku peraturan dari bagian ini.
3 Kedua perkara itu diselesaikan sekaligus dan diputuskan dalam satu keputusan, kecuali kalau sekiranya pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara yang pertama
dapat lebih dahulu diselesaikan daripada yang kedua, dalam hal mana demikian dapat dilakukan, tetapi gugatan mula-mula dan gugatan melawan yang belum
diputuskan itu masih tetap diperiksa oleh hakim itu juga, sampai dijatuhkan keputusan terakhir.
4 Bandingan diperbolehkan, jika banyaknya uang dalam gugatan tingkat pertama ditambah dengan uang dalam gugatan melawan lebih daripada jumlah uang yang
sebanyak-banyaknya yang dapat diputuskan oleh pengadilan negeri sebagai hakim yang tertinggi.
5 Bila kedua perkara itu dibagi-bagi dan keputusan dijatuhkan berasing-asing, maka haruslah dituruti aturan biasa tentang hak bandingan.
213 Pasal 133
Jika tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri sedang ia menurut aturan pasal 118 tidak usah menghadap hakim maka ia dapat meminta pada hakim, jika hal ini dimajukan
sebelum sidang pertama, supaya hakim menyatakan bahwa ia tidak berkuasa; surat gugat itu tidak akan diperhatikan lagi, jika tergugat telah melahirkan sesuatu perlawanan lain.
Pasal 134 Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri, maka
pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu, dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun wajib pula mengakuinya karena
jabatannya. Pasal 135
Jika tidak ada pernyataan tidak berkuasa, atau jika ada pernyataan yang ditimbang tidak beralasan, maka pengadilan negeri, sesudah mendengar kedua belah pihak, akan dengan
segera memeriksa dengan saksama dan adil kebenaran surat gugatan yang dilawan itu dan syah-nya pembelaan tentang itu.
Pasal 135a 1 Jika gugatan itu mengenai perkara pengadilan yang sudah diputus oleh hakim desa,
maka pengadilan-pengadilan negeri meminta diberitahukan padanya tentang keputusan itu dan sebanyak-banyaknya tentang alasan-alasannya.
2 Jika gugatan itu perkara pengadilan yang belum diputus oleh hakim desa, sedang pengadilan negeri berpendapat perlu keputusan yang sedemikian itu, maka ketua
memberitahukan hal itu pada penggugat sambil menyerahkan selembar surat keterangan, dan pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai persidangan yang akan
datang, yang akan ditentukan oleh ketua, jika perlu oleh karena jabatannya. 3 Jika hakim desa telah menjatuhkan keputusan, maka penggugat memberitahukan isi
keputusan itu pada pengadilan negeri, kalau dapat dengan menunjukkan salinannya, jika ia menghendaki perkara itu dilanjutkan sesudah itu maka pemeriksaan perkara itu
dilanjutkan. 4 Jika Hakim desa belum juga menjatuhkan keputusan, sesudah dua bulan penggugat
memajukan perkaranya kepadanya, maka atas permintaan penggugat untuk itu,
214 pemeriksaan perkara itu diulangi pengadilan negeri.
5 Kalau penggugat tidak dapat dengan cukup menjelaskan alasan-alasan yang dapat diterima menurut pendapat hakim yang menyebabkan hakim desa tidak mau
menjatuhkan keputusan, maka oleh karena jabatannya hakim harus meyakinkan keadaan itu.
6 Jika ternyata bahwa penggugat tidak memajukan perkara itu pada hakim desa, maka gugatannya itu dipandang gugur.
Pasal 136 Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh tergugat exceptie, kecuali tentang
hal hakim tidak berkuasa, tidak akan dikemukakan dan ditimbang masing-masing, tetapi harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara.
Pasal 137 Pihak-pihak dapat menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya,
surat mana diserahkan kepada hakim buat keperluan itu. Pasal 138
1 Jika satu pihak membantah kebenaran surat keterangan yang diserahkan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat memeriksa hal itu, sesudahnya ia akan
memberi keputusan, apa surat yang dibantah itu dipakai atau tidak dalam perkara itu. 2 Jika ternyata buat keperluan pemeriksaan pemakaian surat yang dipegang oleh
penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan supaya surat itu diperlihatkan pada persidangan yang akan ditentukan untuk itu.
3 Jika ada keberatan akan memperlihatkannya, baik karena perihal surat itu, maupun karena jauhnya tempat tinggal penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan
supaya pemeriksaan itu dijalankan di muka pengadilan negeri pada tempat tinggal penyimpan itu, atau supaya surat itu dikirimkan kepada ketua itu dalam tempo yang
ditentukan dan menurut cara yang akan ditentukannya. Pengadilan negeri yang tersebut terakhir membuat surat pemberitaan dari pemeriksaannya itu dan
mengirimkan surat itu kepada pengadilan negeri yang tersebut lebih dahulu. 4 Penyimpan, dengan tidak ada sebab yang syah, tidak memenuhi perintah
memperlihatkan atau mengirimkan surat itu, dapat dipaksa dengan paksaan badan
215 untuk memperlihatkan atau mengirimkan surat itu atas perintah ketua pengadilan
negeri yang berwajib memeriksa surat itu, atas permintaan pihak yang berkepentingan itu.
5 Jika surat itu tidak sebahagian dari sebuah daftar, maka penyimpan memperbuat salinan surat itu sebelum diperlihatkan atau dikirimkan akan jadi ganti surat asli
selama surat itu belum diterima kembali. Di sebelah bawah pada salinan surat itu dicatatnya apa sebabnya salinan itu diperbuat, catatan mana diperbuatnya pada surat
asli yang akan diberikan itu dan pada salinan tersebut. 6 Segala biaya dibayar oleh pihak yang memasukkan surat perlawanan itu kepada
penyimpan menurut taksiran ketua pengadilan negeri yang akan memutuskan perkara itu.
7 Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan
negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu.
8 Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum diputus itu, dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan.
Pasal 139 1 Jika penggugat atau tergugat hendak meneguhkan kebenaran tuntutannya dengan
saksi-saksi, akan tetapi oleh sebab mereka tidak mau menghadap atau oleh sebab hal lain tidak dapat dibawa menurut yang ditentukan pada pasal 121, maka
pengadilan negeri akan menentukan hari persidangan kemudian, pada waktu mana akan diadakan pemeriksaan serta memerintahkan supaya saksi-saksi yang tidak
mau menghadap persidangan dengan rela hati dipanggil oleh seorang penjabat yang berkuasa menghadap pada sidang hari itu.
2 Panggilan serupa itu dijalankan juga kepada saksi-saksi yang mesti didengar oleh pengadilan negeri menurut perintah oleh karena jabatannya.
Pasal 140 1 Jika saksi yang dipanggil demikian itu tidak datang pada hari yang ditentukan itu,
maka dihukum oleh pengadilan negeri membayar segala biaya yang dikeluarkan dengan sia-sia itu.
216 2 Ia akan dipanggil sekali lagi atas ongkos sendiri.
Pasal 141 1 Jika saksi yang dipanggil kedua kalinya itu tidak juga datang maka ia dapat dihukum
buat kedua kalinya membayar biaya yang dikeluarkan dengan sia-sia itu, dan akan mengganti kerugian yang terjadi pada kedua belah pihak oleh karena ke tidak
datangnya itu. 2 Kemudian ketua dapat memerintahkan, supaya saksi yang tidak datang itu oleh
pegawai umum dibawa menghadap pengadilan negeri untuk memenuhi kewajibannya.
Pasal 142 Jika saksi yang tidak datang itu membuktikan, bahwa ia tidak dapat datang memenuhi
pengadilan karena sebab yang syah, maka setelah diberikan keterangannya itu, ketua wajib menghapuskan hukuman yang dijatuhkan padanya.
Pasal 143 1 Tidak seorang pun yang dapat dipaksa datang menghadap pengadilan negeri untuk
memberi kesaksian di dalam perkara perdata, jika tempat diamnya atau tempat tinggalnya di luar keresidenan, tempat kedudukan pengadilan negeri itu.
2 Jika saksi yang demikian itu dipanggil, tetapi tidak datang maka ia tidak dapat dihukum karena itu, tetapi pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri dalam
daerah hukumnya saksi itu diam atau tinggal; dan majelis itu wajib dengan segera mengirimkan surat pemberitaan pemeriksaan itu.
3 Perintah yang demikian dapat juga terus diberikan dengan tidak memanggil saksi itu lebih dahulu.
4 Surat pemberitaan pemeriksaan itu dibacakan dalam persidangan. Pasal 144
1 Saksi yang menghadap pada hari yang ditentukan itu dipanggil ke dalam seorang demi seorang.
2 Ketua menanya namanya, pekerjaannya, umurnya dan tempat diam atau tinggalnya, lagi pula apakah mereka itu berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau
217 salah satu dari padanya, atau karena berkeluarga semenda, dan jika ada, berapa
pupu, dan apakah mereka makan gaji atau jad bujang pada salah satu pihak. Pasal 145
1 Sebagai saksi tidak dapat didengar : 1e. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan
yang lulus. 2e. istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3e. anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima belas tahun; 4e. orang, gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang.
2 Akan tetapi kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat ditolak sebagai saksi dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan
menurut hukum perdata atau tentang sesuatu perjanjian pekerjaan. 3 Hak mengundurkan diri memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut dalam ayat
di atas ini tidak berlaku buat orang-orang yang disebutkan pada pasal 146 kesatu dan kedua.
4 Pengadilan negeri berkuasa memeriksa di luar sumpah anak-anak yang tersebut di atas tadi atau orang gila yang terkadang-kadang mempunyai ingatan terang, tetapi
keterangan mereka hanya dapat dipandang semata-mata sebagai penjelasan. Pasal 146
1 Untuk memberikan kesaksian dapat mengundurkan diri: 1e. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari
salah satu pihak. 2e. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan.
perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak. 3e. semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah,
diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.
2 Tentang benar tidaknya keterangan orang, yang diwajibkan menyimpan rahasia itu terserah pada pertimbangan pengadilan negeri.
218 Pasal 147
Jika tidak diminta mengundurkan diri, atau jika penolakan ini dianggap tidak beralasan buat memberikan kesaksiannya, maka sebelum saksi itu memberi keterangannya, ia lebih
dahulu disumpah menurut agamanya. Pasal 148
Jika di luar hal tersebut pada pasal 146, seorang saksi menghadap di persidangan dan enggan disumpah, atau enggan memberi keterangannya, maka atas permintaan pihak
yang berkepentingan, ketua dapat memberi perintah, supaya saksi itu disanderakan sampai saksi itu memenuhi kewajibannya.
Pasal 149 Ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor I1951.
Pasal 150 1 Kedua belah pihak akan memajukan pertanyaan yang akan ditanyakan kepada saksi.
2 Jika di antara pertanyaan itu ada yang ditimbang pengadilan negeri tidak mengenai perkara itu, maka pertanyaan itu tidak ditanyakan kepada saksi.
3 Hakim dapat memajukan segala pertanyaan kepada saksi dengan maunya sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapat kebenaran.
Pasal 151 Ketentuan-ketentuan pada pasal 284 dan 285, tentang saksi-saksi dalam perkara pidana,
berlaku juga dalam hal ini. Pasal 152
Keterangan saksi yang diperiksa dalam persidangan dituliskan dalam proses perbal persidangan itu oleh panitera pengadilan negeri.
Pasal 153 1 Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat satu atau
dua orang Komisaris dari pada dewan itu, yang dengan bantuan panitera Pengadilan Negeri akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu,
219 yang dapat menjadi keterangan bagi hakim.
2 Panitera Pengadilan hendaklah membuat proses perbal atau berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya yang perlu ditandatangani oleh komisaris-komisaris dan
panitera pengadilan itu. Pasal 154
1 Jika menurut pendapat ketua pengadilan negeri, perkara itu dapat dijelaskan oleh pemeriksaan atau penetapan ahli-ahli, maka karena jabatannya, atau atas
permintaan pihak-pihak, ia dapat mengangkat ahli-ahli tersebut. 2 Dalam hal yang demikian, maka ditentukan hari persidangan pada waktu mana hal itu
memberi laporannya baik dengan surat, maupun dengan lisan dan menguatkan keterangan itu dengan sumpah.
3 Sebagai ahli tidak dapat diangkat orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi. 4 Ketua Pengadilan Negeri sekali-sekali tidak diwajibkan menuruti perasaan orang ahli
itu, jika berlawanan dengan keyakinannya. Pasal 155
1 Jika kebenaran gugatan atau kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup terang, akan tetapi ada juga kebenarannya, dan sekali-kali tidak ada jalan lagi akan
menguatkannya dengan upaya keterangan-keterangan yang lain, maka ketua pengadilan negeri dapat karena jabatannya menyuruh salah satu pihak bersumpah,
baik oleh karena itu untuk memutuskan perkara itu atau untuk menentukan jumlah uang yang akan diperkenankan.
2 Dalam hal yang terakhir itu ketua pengadilan negeri menentukan jumlah uang hingga jumlah mana penggugat dapat dipercaya atas sumpahnya.
Pasal 156 1 Bahkan jika sekalipun tidak ada keterangan untuk memperkuat gugatan atau
lawanan atas gugatan, satu pihak meminta supaya pihak lain disumpah di hadapan hakim, agar membuat keputusan bergantung dari pada itu, asal saja sumpah itu
tentang satu perbuatan yang dilakukan oleh orang itu, dari pada sumpahnyalah keputusan itu akan bergantung.
2 Jika perbuatan itu, satu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka ia,
220 yang tidak mau bersumpah itu, dapat menolak sumpah itu kepada lawannya.
3 Barang siapa disuruh bersumpah, tetapi ia enggan bersumpah atau menolak sumpah itu kepada lawannya, ataupun barang siapa menyuruh bersumpah, tetapi sumpah itu
ditolak kepadanya dan ia enggan bersumpah, maka ia akan dikalahkan. Pasal 157
Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang diminta atau ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya kecuali kalau ketua pengadilan negeri
memberi izin kepada satu pihak, karena sebab yang penting, akan menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa yang
mana hanya dapat diberi dengan surat yang syah, di mana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkat itu.
Pasal 158 1 Hal mengangkat sumpah itu selalu dilakukan dalam sidang pengadilan negeri, kecuali
jika hal itu tidak dapat dilangsungkan karena ada halangan yang syah; dalam hal yang demikian ketua pengadilan negeri boleh memberi kuasa kepada salah seorang
anggota, supaya dengan bantuan panitera pengadilan, yang akan membuat proses perbal tentang hal itu, disumpahnya pihak yang berhalangan itu di rumahnya.
2 Sumpah itu hanya boleh diambil di hadapan pihak yang lain, atau sesudah pihak itu dipanggil dengan patut.
Pasal 159 1 Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari persidangan pertama, yang
ditetapkan untuk memeriksanya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan untuk melanjutkan sampai hari persidangan lain, yang sedapat-dapatnya tidak berapa
lama kemudian, dan demikian juga seterusnya. 2 Hal pengunduran itu harus diterangkan dalam persidangan di hadapan kedua belah
pihak, bagi siapa keputusan itu berlaku sebagai panggilan. 3 Jika salah satu pihak dari yang, menghadap pada hari persidangan pertama, tidak
menghadap di persidangan kemudian, waktu diperintahkan pertangguhan yang baru, maka ketua pengadilan negeri wajib menyuruh memberitahukan kepada pihak
itu bila persidangan itu akan dilanjutkan.
221 4 Tidak dapat diberi pertangguhan atas permintaan kedua belah pihak, lagi pula tidak
dapat diperintahkan oleh pengadilan negeri karena jabatannya, jika tidak perlu benar. Pasal 160
1 Jika pada waktu acara ada suatu perbuatan yang harus dilakukan, sedang biaya perkara menurut pasal 182 akan dapat dipikulkan kepada orang yang dikalahkan
maka ketua dapat memerintahkan supaya salah satu pihak lebih dahulu membayar biaya itu di kantor kepaniteraan dengan tidak mengurangkan hak dari yang lain,
akan membayar lebih dahulu uang itu atas maunya sendiri. 2 Jika kedua belah pihak enggan membayar lebih dahulu biaya perkara dan nasihat
oleh ketua untuk membayar biaya itu percuma saja, perbuatan yang diperintahkan itu tidak dilakukan, kecuali jika diwajibkan oleh peraturan undang-undang dan
pemeriksaan perkara diteruskan kalau perlu pada persidangan lain yang akan ditetapkan oleh ketua, yang diberitahukan kepada kedua belah pihak.
Pasal 161 1 Kalau perkara itu sebanyak mungkin sudah diselesaikan baik pada waktu
persidangan pertama juga, maupun dalam persidangan kemudian, maka sesudah disuruh keluar kedua belah pihak, saksi dan segala orang yang datang mendengar,
ketua pengadilan negeri akan meminta pendapat penasehat, yang menghadiri pemeriksaan perkara itu pada waktu persidangan menurut pasal 7 Reglemen tentang
aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman di Indonesian Staatsblad 1914: 317.
2 Kemudian diadakan permusyawaratan dan putusan diperbuat menurut ketentuan pada pasal 39 dan 40 Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta
kebijaksanaan kehakimandi Indonesia R.O. Bagian Kedua
Tentang Bukti Pasal 162
Tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat-alat bukti dalam perkara perdata, ketua pengadilan negeri wajib mengingat aturan utama yang disebut di bawah ini.
222 Pasal 163
Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu
harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Pasal 164
Maka yang disebut alat-alat bukti, yaitu: -
bukti dengan surat -
bukti dengan saksi -
persangkaan-persangkaan -
pengakuan, dan -
sumpah di dalam segala hal dengan memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan dalam pasal-
pasal yang berikut. Pasal 165
Surat Akta yang syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua
belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan juga tentang yang ada dalam surat
itu sebagai pemberitahuan saja, dalam hal terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada surat akta itu.
Pasal 166 Dicabut menurut Staatblad 1927 Nomor 146.
Pasal 167 Hakim dapat memberikan kekuatan bukti yang demikian syah pada pembukuan
seseorang, buat keuntungan orang itu, sebagaimana patut menurut pikirannya, sehingga dapat dihargakan dalam tiap-tiap hal yang istimewa.
Pasal 168 Ditiadakanolehundang-undangdaruratNo.11951.
223 Pasal 169
Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti yang lain, di dalam hukum tidak dapat dipercaya.
Pasal 170 Jika kesaksian yang berasing-asing dan yang tersendiri dari beberapa orang, tentang
beberapa kejadian dapat menguatkan satu perkara yang tertentu oleh karena kesaksian itu bersetuju dan berhubung-hubungan, maka diserahkan pada pertimbangan hakim buat
menghargai kesaks ian yang berasing-asing itu sedemikian kuat, sehingga menurut keadaan.
Pasal 171 1 Tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan.
2 Pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa, yang disusun dengan kata akal, bukan kesaksian.
Pasal 172 Dalam hal menimbang harga kesaksian hakim harus menumpahkan perhatian
sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi: cocoknya kesaksian-kesaksian dengan yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselisihkan; tentang
sebab-sebab, yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang peri kelakuan adat dan kedudukan saksi, dan
pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.
Pasal 173 Persangkaan saja yang tidak berdasarkan suatu peraturan undang-undang yang tertentu,
hanya harus diperhatikan oleh Hakim waktu menjatuhkan keputusan jika persangkaan itu penting, saksama, tertentu dan satu sama lain bersetujuan.
Pasal 174 Pengakuan yang diucapkan di hadapan Hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan
orang yang mengaku itu, baik yang diucapkannya sendiri, maupun dengan pertolongan orang lain, yang istimewa dikuasakan untuk itu.
224 Pasal 175
Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya Hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum.
Pasal 176 Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas akan menerima
sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan
perkara yang terbukti yang kenyataan dusta. Pasal 177
Kepada seorang, yang dalam satu perkara telah mengangkat sumpah yang ditanggungkan atau ditolak kepadanya oleh lawannya atau yang disuruh sumpah oleh
hakim tidak dapat diminta bukti yang lain untuk menguatkan kebenaran yang disumpahkannya itu.
Bagian Ketiga Tentang Mus yawarat Dan Keputusa n
Pasal 178 1 Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan segala alasan
hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. 2 Hakim wajib mengadili atas segala bahagian gugatan.
3 Ia tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat.
Pasal 179 1 Sesudah keputusan diperbuat dengan mengingat aturan-aturan di atas ini, maka
kedua belah pihak dipanggil masuk kembali dan keputusan diumumkan oleh ketua. 2 Jika kedua pihak atau salah satu dari mereka tidak hadir pada waktu keputusan itu
diumumkan, maka isi keputusan itu atas perintah ketua diberitahukan kepadanya oleh seorang pegawai yang diwajibkan untuk itu.
3 Ayat penghabisan dari pasal 125 berlaku dalam hal ini.
225 Pasal 180
1 Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan supaya keputusan itu dijalankan dahulu biarpun ada perlawanan atau bandingan, jika ada surat yang syah, suatu surat
tulisan yang menurut aturan yang berlaku dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan pasti,
demikian juga jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak kepunyaan.
2 Akan tetapi hal menjalankan dahulu, keputusan ini sekali-kali tidak dapat menyebabkan orang disanderakan.
Pasal 181 1 Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum membayar biaya
perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, saudara laki-laki dan
saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika dua belah pihak masing masing dikalahkan dalam beberapa hal;
2 Pada keputusan sementara dan keputusan yang lain yang lebih dahulu dari keputusan penghabisan maka dapatlah keputusan tentang biaya perkara
ditangguhkan sampai pada waktu dijatuhkan keputusan terakhir. 3 Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan sedang yang dikalahkan tak hadir,
harus dibayar oleh orang yang dikalahkan, meskipun ia akan menang perkara sesudah dimajukan perlawanan atau bandingan, kecuali pada waktu pemeriksaan
perlawanannya atau bandingannya, bahwa ia tidak dipanggil dengan patut. Pasal 182
1 Hukuman membayar biaya itu dapat meliputi tidak lebih dari: 1
biaya kantor panitera dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu; 2
biaya saksi, orang ahli dan juru bahasa terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian bahwa pihak yang meminta supaya diperiksa lebih dari lima orang
saksi tentang satu kejadian itu, tidak dapat memperhitungkan bayaran kesaksian yang lebih itu kepada lawannya;
3 biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim dan lain-lain;
4 gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala surat
226 jurusita yang lain;
5 biaya yang tersebut pada pasal 138, ayat keenam;
6 gaji yang harus dibayar kepada panitera atau pegawai lain karena menjalankan
keputusan; semuanya itu menurut undang-undang dan daftar harga yang telah ada atau yang akan
ditetapkan kemudian oleh Menteri Kehakiman dan jika itu tidak ada menurut taksiran ketua.
Pasal 183 1 Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu pihak harus disebutkan
dalam keputusan. 2 Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga uang, yang
dijatuhkan pada satu pihak untuk dibayar kepada pihak yang lain. Pasal 184
1 Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan jawaban, serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan, yang dimaksud
pada ayat keempat pasal 7. Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia dan akhirnya keputusan pengadilan, negeri
tentang pokok perkara dan tentang banyaknya biaya, lagi pula pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak pada waktu mengumumkan keputusan itu.
2 Di dalam keputusan-keputusan yang berdasarkan pada aturan undang-undang yang pasti, maka aturan itu harus disebutkan.
3 Keputusan-keputusan itu ditandatangani oleh ketua dan panitera. Pasal 185
1 Keputusan yang bukan keputusan terakhir, sungguhpun harus diucapkan dalam persidangan juga, tidak diperbuat masing-masing sendiri, tetapi hanya dilakukan
dalam surat pemberitaan persidangan. 2 Kedua belah pihak dapat meminta supaya diberikan kepada masing-masing salinan
yang sah dari peringatan yang demikian dengan membayarnya sendiri.
227 Pasal 186
1 Panitera membuat berita acara dari tiap-tiap satu perkara di dalam berita acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat yang tersebut pada
ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia.
2 Berita acara ini ditandatangani oleh hakim dan panitera. Pasal 187
1 Jika ketua tidak dapat menandatangani keputusan atau berita acara persidangan, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam pemeriksaan perkara itu, yang
tingkat jabatannya langsung di bawah ketua.
1
2 Jika panitera tidak dapat menandatangani keputusan hukuman atau berita acara persidangan maka hal itu harus di jelaskan dalam keputusan atau berita acara.
Bagian Keempat Tentang Membanding Keputusan Apel
Pasal 188 sd pasal 194. Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 11951. Bagian Kelima
Tentang Menjalankan K eputusa n Pasal 195
1 Hal menjalankan keputusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, adalah atas perintah dan dengan pimpinan
ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal-pasal berikut ini.
2 Jika hal itu harus dilakukan sekaligus atau sebagian, di luar daerah hukum pengadilan negeri yang tersebut di atas, maka ketuanya meminta bantuan ketua pengadilan yang
berhak, dengan surat demikian juga halnya di luar Jawa-Madura. 3 Ketua pengadilan negeri yang bantuannya diminta, berlaku sebagai ditentukan pada
ayat di atas ini juga, jika nyata padanya, bahwa hal menjalankan keputusan itu harus
1
Tentang membanding keputusan Pengadilan negeri dimajukan sekarang pada Pengadilan Tinggi. Soal ini diatur dalam Undang-undang Darurat No.I1951 Lembaran Negara No.91951.
228 terjadi sekaligus atau sebagian di luar daerah hukumnya pula.
4 Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta bantuannya oleh rekannya dari luar Jawa dan Madura, berlaku peraturan dalam bahagian ini, tentang segala perbuatan yang
akan dilakukan disebabkan perintah ini. 5 Ketua yang diminta bantuannya itu, memberitahukan dalam dua kali dua puluh empat
jam, segala daya upaya yang telah diperintahkan dan kemudian tentang kesudahannya kepada ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama,
memeriksa perkara itu. 6 Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa
barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah
hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu. 7 Dari perselisihan yang timbul dari keputusan tentang perselisihan itu ketua pengadilan
negeri memberitahukan dengan surat tiap-tiap kali dalam tempo dua kali dua puluh empat jam kepada ketua pengadilan negeri, yang pada tingkat pertama memeriksa
perkara itu. Pasal 196
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun
dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan
itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Pasal 197 1 Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga
memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat,
supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan
itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan
itu.
229 2 Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
3 Apabila panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya atau oleh sebab yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau yang dapat dipercaya, yang
untuk itu ditunjukkan oleh ketua atau atas permohonan panitera oleh Kepala Daerah, dalam hal penunjukkan yang menurut tersebut tadi, ketua berkuasa pula, menurut
keadaan bilamana perlu ditimbangnya untuk menghemat biaya berhubung dengan jauhnya tempat penyitaan itu harus dilakukan.
4 Penunjukkan orang itu dilakukan dengan menyebutkannya saja atau dengan mencatatnya pada surat perintah yang tersebut pada ayat pertama pasal ini.
5 Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu
diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir. 6 Di waktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya,
pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya.
7 Saksi itu haruslah penduduk Indonesia, telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu.
8 Penyitaan barang yang tidak tetap kepunyaan orang yang berutang, termasuk juga dalam bilangan itu uang tunai dan surat-surat yang berharga uang dapat juga
dilakukan atas barang berwujud, yang ada ditangan orang lain, akan tetapi tidak dapat dijalankan atas hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipergunakan
menjalankan pencaharian orang yang terhukum itu. 9 Panitera atau orang yang ditunjuk menggantinya, menurut keadaan, dapat
meninggalkan barang-barang yang tidak tetap atau sebagian dari itu dalam persimpanan orang yang barangnya disita itu, atau menyuruh membawa sebagian
dari barang itu ke satu tempat persimpanan yang patut. Dalam hal pertama, maka ia memberitahukan kepada polisi desa atau polisi
kampung, dan polisi itu harus menjaga, supaya jangan ada dari barang itu dilarikan. Opstal Indonesia tidak dapat dibawa ke tempat lain.
Pasal 198 1 Jika disita barang yang tetap, maka surat pemberitaan acara penyitaan itu
diumumkan, walaupun barang tetap itu sudah atau belum dibukukan menurut
230 ordonansi tentang membukukan hypotheek atas barang itu di Indonesia Staatsblad
1834 No. 27 dengan menyalin pemberitaan acara itu di dalam daftar yang tersebut pada pasal 50 dari aturan tentang menjalankan undang-undang baharu Staatsblad
1848 No. 10; dan jika tidak dibukukan menurut ordonansi yang tersebut di atas ini, dengan menyalin pemberitaan acara itu dalam daftar yang disediakan untuk maksud
itu dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun itu harus disebut oleh panitera pada surat asli yang diberikan kepadanya.
2 Lain dari itu orang yang disuruh menyita barang itu, memberi perintah kepada kepala desa supaya hal penyitaan barang itu diumumkan di tempat itu menurut cara yang
dibiasakan, sehingga diketahui seluas-luasnya oleh ketua. Pasal 199
1 Terhitung mulai dari hari pemberitaan acara penyitaan barang itu diumumkan pihak yang disita barangnya, itu tidak dapat lagi memindahkan kepada orang lain,
memberatkan atau mempersewakan barang-barang tetap yang disita itu. 2 Perjanjian yang bertentangan dengan larangan ini, tidak dapat dipakai akan melawan
yang menjalankan penyitaan itu. Pasal 200
1 Penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau menurut keadaan, menurut pertimbangan ketua, oleh orang yang melakukan
penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, yang ditunjuk oleh ketua, yang tinggal di tempat penjualan itu dilakukan atau di dekat tempat itu.
2 Akan tetapi jika penjualan, yang dimaksud dalam ayat pertama, harus dilakukan untuk menjalankan suatu keputusan berguna untuk membayar suatu jumlah, yang lebih dari
tiga ratus rupiah, biaya perkara tidak dihitung, atau jika menurut timbangan ketua ada persangkaan, bahwa barang yang disita itu dikuatirkan tidak akan menghasilkan lebih
dari tiga ratus rupiah, maka penjualan itu sekali-kali tidak dapat dilakukan dengan perantaraan kantor lelang.
3 Penjualan dalam hal ini akan dilakukan oleh orang yang menjalankan penyitaan itu, atau oleh orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, seperti dimaksud pada ayat
pertama. Orang yang diperintahkan menjual itu memberi pertelaan dengan surat kepada ketua tentang kesudahan penjualan itu.
231 4 Yang terhukum berkuasa akan menunjukkan tertib barang, sitaan yang akan dijual itu.
5 Setelah hasil penjualan barang itu sama dengan jumlah yang tersebut dalam keputusan yang dilakukan ditambah dengan biaya untuk menjalankan keputusan itu,
maka penjualan itu dihentikan dan barang-barang yang selebihnya, pada saat itu juga dikembalikan kepada yang terhukum.
6 Penjualan barang-barang yang tidak tetap, dilakukan diumumkan pada waktunya menurut kebiasaan setempat; penjualan tidak dapat dilakukan sebelum lewat hari
kedelapan setelah barang-barang itu disita. 7 Jika bersama-sama dengan barang yang tidak tetap barang yang tetap disita dan
dari barang-barang yang tidak tetap itu tidak ada yang Akan lekas jadi busuk, maka penjualan itu dengan memperhatikan tertib yang diberikan dilakukan serentak pada
satu waktu; akan tetapi hanya sesudah diumumkan dua kali yang berselang 15 hari; 8 Jika penyitaan itu dilakukan semata-mata atas barang-barang yang tetap, maka
syarat-syarat yang tersebutpada ayat di atas ini, dipakai lagi penjualan itu. 9 Penjualan barang tetap yang kenyataan berharga lebih dari seribu rupiah, harus
diumumkan suatu kali, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum hari penjualan, di dalam suatu surat kabar harian yang terbit di tempat barang itu akan dijual, dan jika
tidak ada surat kabar harian seperti itu maka diumumkan dalam surat kabar harian di satu tempat yang terdekat.
10 Hak orang yang barangnya dijual, atas barang tetap yang dijual itu berpindah kepada pembeli, karena pemberian hak padanya setelah ia memenuhi syarat-syarat
pembelian. Setelah syarat-syarat itu dipenuhi maka kepadanya diberikan surat keterangan oleh kantor lelang, atau oleh orang yang diserahi penjualan yang
bersangkutan. 11 Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barang yang tetap
itu, maka ketua pengadilan negeri membuat satu surat perintah kepada orang yang berkuasa menjalankan surat jurusita, supaya dengan bantuan panitera pengadilan
negeri, jika perlu dengan pertolongan polisi, barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang, yang dijual barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya.
Pasal 201 Jika pada suatu waktu dimajukan lagi permintaan atau lebih untuk menjalankan keputusan
yang dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, maka dengan satu pemberitaan
232 disitalah sekian banyak barang-barang, sehingga kiranya cukup untuk jumlah uang dari
keputusan itu bersama-sama dan ditambah pula dengan biaya menjalankan keputusan itu.
Pasal 202 Jika dimasukkan lagi permintaan untuk menjalankan keputusan-keputusan yang
dijatuhkan terhadap yang berhutang itu juga, lain dari pada yang dimaksud pada pasal 195 ayat pertama, oleh hakim dapat pula dikirimkan kepada ketua yang menyuruh
penyitaan itu, supaya dijalankannya. Ketentuan-ketentuan dari pasal 202 berlaku bagi permintaan itu.
Pasal 203 Dalam tempo yang tersebut dalam pasal di mulai itu, maka keputusan hukuman yang
dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, lain dari pada yang tersebut dalam pasal 195 ayat pertama, oleh hakim boleh juga dikirimkan kepada ketua yang telah
memberi perintah pensitaan barang itu, supaya dijalankannya. Aturan yang ditentukan dalam pasal 202 juga berlaku bagi permintaan itu.
Pasal 204 1 Dalam hal yang tersebut pada ketiga pasal ini, ketika menentukan cara membagi
hasil penjualan itu di antara penagih hutang, sesudah didengarnya atau dipanggilnya dengan patut orang yang berhutang dan penagih hutang yang meminta supaya
dijalankan keputusan itu. 2 Penagih hutang, yang datang menurut pengadilan yang tersebut pada ayat di atas
ini, dapat meminta bandingan pada pengadilan tinggi tentang pembagian itu bagi permintaan bandingan itu berlaku pasal 188 sampai pasal 194.
Pasal 205 Demi keputusan ketua pengadilan negeri tentang pembahagian itu telah dipastikan, maka
ketua mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau kepada orang yang diperintahkan melelangkan itu, untuk dipakainya menjadi dasar pada pembagian uang
penghasilan lelang itu.
233 Pasal 206 sd pasal 208
Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 11951. Pasal 209 sd 244 mengatur tentang penyanderaan, dihapuskan dengan SEMA No. 2 Th.
1964 Bagian Keenam
Tentang Beberapa Hal Mengadili Perkara Yang Istimewa Pasal 225
1 Jika seorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang dalam keputusan
dapat memohonkan kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika
putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu jika permintaan itu dilakukan dengan lisan, harus dicatat.
2 Karena mengemukakan perkara dalam persidangan pengadilan negeri yang menolak perkara itu menurut pendapatnya dan menurut keadaannya, atau menilai permohonan
yang telah diperintahkan tetapi belum dijalankan, atau yang menilai di bawah permohonan yang dikehendaki pemohon dan dalam hal ini yang berhutang dihukum
membayarnya. Pasal 226
1 Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang di dalam daerah hukumnya
tempat tinggal orang yang memegang barang itu, supaya barang itu disita. 2 Barang yang hendak disita itu harus dinyatakan dengan saksama dalam permintaan
itu. 3 Jika permintaan itu dikabulkan, maka penyitaan dijalankannya menurut surat perintah
ketua. Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang syarat-syarat yang harus dituruti, maka Pasal 197 berlaku juga.
4 Tentang penyitaan yang dijalankan itu diberitahukan dengan segera oleh panitera pada yang memasukkan permintaan, sambil memberitahukan kepadanya, bahwa ia
harus menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk
234 memajukan dan menguatkan gugatannya.
5 Atas perintah ketua orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil untuk menghadap persidangan itu juga.
6 Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa dan diputuskan seperti biasa. 7 Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disyahkan dan diperintahkan, supaya
barang yang disita itu diserahkan kepada penggugat, sedang jika gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.
Pasal 227 1 Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum
dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik
yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua
pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus
diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.
2 Orang yang berhutang harus dipanggil atas perintah ketua akan menghadap persidangan itu.
3 Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang aturan yang harus dituruti, serta akibat-akibat yang berhubung dengan itu maka pasal 197, 198, dan 199
berlaku juga. 4 Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa seperti biasa. Jika gugatan itu
ditolak, maka diperintahkan, supaya dicabut penyitaan itu. 5 Pencabutan penyitaan itu di dalam segala hal dapat diminta, jika ditunjuk jaminan atau
tanggungan lain yang cukup. Pasal 228
1 Tentang putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri menurut ketiga pasal-pasal di muka ini, berlaku aturan umum untuk meminta bandingan.
2 Keputusan yang disebut pada segala pasal itu, dijalankan secara biasa.
235 Pasal 229
Jika seorang yang sudah akil balik, tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya, karena kurang akal, maka tiap-tiap sanak saudaranya, dan jika ini tidak ada
jaksa pada pengadilan negeri berkuasa akan meminta supaya diangkat seorang wali kurator untuk memelihara orang itu dan mengurus barangnya.
Pasal 230 Permintaan yang demikian itu dimajukan pada ketua pengadilan negeri, yang akan
menyuruh memanggil orang yang memajukan permintaan itu dan saksi yang ditunjukkannya, lagi pula orang yang akan diberi wali supaya mereka datang menghadap
pengadilan negeri pada hari persidangan yang ditentukan. Pasal 231
1 Pada hari yang ditentukan untuk itu segala orang yang dipanggil itu diperiksa, sedang pemeriksaan saksi dilakukan sesudah mereka disumpah.
2 Jika permintaan itu dikabulkan, maka pengadilan negeri terus mengangkat juga seorang wali yang dapat diharap akan memelihara orang yang diberi berwali dan
barangnya dengan sebaik-baiknya. Pasal 232
1 Perwalian kuratele itu dapat dicabut oleh ketua pengadilan negeri, jika tidak ada lagi alasan-alasan yang menyebabkan perwalian itu diberikan.
2 Permintaan untuk itu, pemeriksaan dalam hal itu dan keputusan tentang itu juga diperbuat menurut acara yang tersebut di muka ini.
Pasal 233 Jika perwalian itu berakhir, karena dicabut atau karena sebab-sebab lain, maka wali itu
wajib memberi perhitungan dan tanggung jawab pada yang berhak tentang urusannya itu.
Pasal 234 1 Pengadilan Negeri berkuasa menahan seseorang atas permintaan sanak saudaranya
atau juga atas permintaan jaksa pengadilan negeri, untuk memelihara ketertiban
236 umum dan menghindarkan kecelakaan, jika orang itu biasa berkelakuan jahat dan
tidak cakap mengurus diri sendiri atau berbahaya bagi keamanan orang lain, setelah orang itu diperiksa dengan patut, di dalam lembaga gesticht yang disediakan untuk
itu rumah atau tempat lain yang layak selama orang itu tidak menunjukkan tanda- tanda sudah baik.
2 Permintaan yang demikian tidak bergantung pada perwalian kuratele, yang dapat diminta pada waktu itu juga atau kemudian jika belum diperkenankan dan jika untuk
itu seterusnya ada cukup sebab-sebab menurut aturan di muka ini. 3 Aturan yang ditentukan pada ayat pertama dari pasal ini berlaku juga bagi orang
yang berpenyakit yang mengerikan, orang minta-minta di hadapan umum atau mengembara dengan tidak mempunyai pencaharian, atau dengan sesuatu jalan
mempergunakan nasibnya akan menyusahkan orang-orang lain dengan pengertian: a. bahwa orang-orang yang dimaksud hanya dapat dimasukkan ke dalam lembaga
atau rumah-rumah sakit, yang dinyatakan baik untuk itu, sesudah mufakat dengan kepala jawatan kesehatan, oleh kepala daerah, yang jika perlu juga sesudah
mufakat dengan kepala jawatan kesehatan dapat menghubungkan beberapa janji pada keterangan baik itu.
b. bahwa orang-orang yang terhadapnya dikenakan keputusan hakim seperti tersebut pada ayat pertama dari pasal ini, tidak dapat dimasukkan ke dalam lembaga atau
rumah sakit, yang hanya diuntukkan buat orang yang menderita suatu penyakit menular yang tertentu, kalau belum diterangkan dengan surat bahwa mereka
menderita penyakit itu atau disangka benar menderitanya, oleh tabib yang sedapat-dapatnya ahli dalam pemeriksaan penyakit itu dan yang ditunjuk oleh
kepala daerah sesudah mufakat dengan inspektur yang berhubungan atau wakil Inspektur Jawatan Kesehatan.
c. bahwa pengadilan negeri melepaskan dari tempat itu, mereka yang ditutup menurut aturan yang tersebut tadi, setelah penahanannya itu dipandang tidak perlu
lagi berhubung dengan syarat-syarat untuk itu, atas permintaan orang-orang yang berkepentingan atau sanak saudaranya, atau atas permintaan jaksa pada
pengadilan negeri. Pasal 234
1 Pengadilan negeri berhak juga, atas tuntutan jaksa pada pengadilan negeri, dengan
237 keputusan bersahaja memerintahkan memasukkan orang-orang dewasa ke dalam
suatu tempat bekerja, yang diuntukkan buat itu jika menurut keterangan menteri kehakiman, mereka itu masuk penganggur yang takut bekerja yang tidak cukup
mempunyai nafkah hidup, serta kalau mereka mengganggu ketertiban karena minta- minta, karena merisau atau karena kelakuan yang berlawanan dengan keadaan
masyarakat. 2 Tuntutan yang dimaksud dalam ayat pertama itu tidak diputuskan, sebelum didengar
keterangan dari orang yang dituntut itu atau setidak-tidaknya dipanggil dengan patut. Pengadilan negeri memutuskan berdasarkan rencana dan laporan-laporan yang
dikemukakan, tetapi berhak mendengar saksi-saksi yang dapat memberi keterangan yang lebih lanjut tentang perbuatan-perbuatan yang dimajukan.
3 Keputusan yang disebutkan dalam kedua ayat yang di atas ini berkekuatan selama satu tahun, dan waktu itu tiap-tiap kali dapat diperpanjang dengan satu tahun, atas
tuntutan yang demikian itu dalam semuanya itu menteri kehakiman berhak untuk melepaskan orang yang bersangkutan setiap waktu dari tempat itu, bilamana sebab
memasukkannya itu tidak ada lagi atau keadaan badannya atau pikirannya sudah sedemikian sehingga ia tidak dikehendaki lebih lama tinggal di sana.
4 Barang siapa yang dituntut supaya diperpanjang waktunya tinggal di sana, maka ia tetap tinggal di lembaga itu selama pemeriksaan pengadilan negeri. Jika pengadilan
menolak memperpanjang waktu itu, dan jika jaksa pada pengadilan negeri menyatakan akan membanding keputusan itu, orang yang bersangkutan tetap tinggal
di tempat itu selama pemeriksaan pengadilan tinggi. 5 Keputusan yang dijatuhkan pengadilan negeri menurut pasal ini dapat dijalankan pada
ketika itu. 6 Surat-surat yang diperlukan untuk masukkan ke tempat bekerja dan keputusan-
keputusan hakim dibebaskan dari meterai. 7 Penunjukan tempat bekerja yang dimaksud dalam ayat pertama itu dan segala
sesuatu yang perlu akan menjalankan pasal ini diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 235
1 Jika ada orang hilang, atau yang meninggalkan tempat diamnya dengan tidak mengurus hal pemeliharaan harta bendanya, maka tiap-tiap pegawai polisi wajib dan
tiap-tiap orang yang berkepentingan berkuasa dengan segera memberitahukan hal itu
238 kepada ketua pengadilan negeri, yang wajib pergi dengan segera bersama-sama
dengan orang yang memberitahukan itu ke rumah orang yang hilang atau tak ada itu, dan menjaga dengan memeteraikan atau dengan daya upaya lain yang patut, supaya
harta benda yang ditinggalkan dan tidak terpelihara itu jangan suatupun dapat diambil orang lain.
2 Pemberitaan tentang perbuatan itu akan dikemukakan oleh ketua pada persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu, dan jika nyata perlu pengadilan negeri
menyerahkan pemeliharaan barang itu untuk sementara waktu kepada penjaga harta benda boedelmeester atau badan lain yang sebagai itu, yang telah dinyatakan
atau akan dinyatakan berkuasa melakukan pekerjaan itu. 3 Jika harta benda itu, yang menurut peraturan yang berlaku tentang itu, tidak dapat
diurus oleh badan-badan yang dimaksud tadi, maka haruslah diikhtiarkan pengurusannya dengan cara lain yang dapat dipandang akan menguntungkan
sebanyak-banyaknya kepada yang berkepentingan. 4 Dengan alasan, bahwa harta benda itu sedikit, pengadilan negeri berhak juga akan
menyerahkan pemeliharaan harta benda itu kepada keluarga sedarah atau keluarga semenda atau laki isteri orang yang hilang atau yang tak ada itu, yang
ditunjukkannya, dengan satu kewajiban saja akan mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau yang tak ada, kalau ia kembali, dengan
tidak memberi sesuatu hasil atau pendapatan sesudah dipotong segala hutang yang sudah dibayar sementara itu.
5 Jika ketua berhalangan, maka segala pekerjaan yang tersebut pada ayat pertama pasal ini, dapat dilakukan oleh panitera pengadilan negeri atau oleh pegawai lain,
yang sesudah dua puluh empat jam menyampaikan surat pemberitaan kepada ke tua yang memberi kuasa itu.
Pasal 236 1 Keputusan yang diambil oleh pengadilan negeri menurut pasal-pasal 231, 232, 234,
234a, dan 235 dapat dibandingkan kepada pengadilan tinggi. Pembandingan ini dapat dilakukan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal keputusan itu, dan
pembandingan itu dimajukan secara yang ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi memutuskan dengan tidak beracara.
2 Keputusan yang diambil menurut pasal-pasal 234 dan 234a, dijalankan oleh atau
239 atas perintah pegawai yang dimaksud dalam pasal 325 ayat 1.
Pasal 236a Atas permintaan bersama dari ahli waris atau bekas isteri orang yang meninggal, maka
pengadilan negeri memberi bantuan juga mengadakan pemisahan harta benda antara orang-orang Indonesia yang beragama manapun juga, serta membuat surat akte dari
itu di luar perselisihan. Bagian Ketujuh
Tentang Izin Untuk Berperkara Dengan Tak Berbiaya Pasal 237
Orang-orang yang demikian, yang sebagai penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya perkara dapat diberikan izin untuk
berperkara dengan tak berbiaya. Pasal 238
1 Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan permintaan untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan, atau pada waktu ia memajukan gugatannya
dengan lisan, sebagaimana diatur pada pasal 118 dan 120. 2 Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu
memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada pasal 121. 3 Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai surat keterangan tidak mampu, yang
diberikan oleh kepala polisi pada tempat diam peminta, yang berisi keterangan dari pegawai tadi, bahwa padanya nyata benar sesudah diadakan pemeriksaan, bahwa
orang itu tidak mampu membayar. Pasal 239
1 Pada hari menghadap ke muka pengadilan negeri, maka pertama sekali diputuskan oleh pengadilan negeri apakah permintaan akan berperkara dengan tak berbiaya
dapat dikabulkan atau tidak. 2 Lawan orang yang memajukan permintaan itu dapat memajukan perlawanan atas
permintaan itu, baik dengan mula-mula menyatakan, bahwa gugatan atau perlawanan peminta itu tidak beralasan sama sekali, maupun dengan menyatakan bahwa ia
240 mampu juga akan membayar biaya perkara itu.
3 Pengadilan Negeri juga dapat menolak permintaan yang beralasan salah satu alasan itu karena jabatannya.
Pasal 240 Balai harta peninggalan dapat diizinkan juga dengan cara serupa di atas untuk berperkara
dengan tak berbiaya, baik sebagai penggugat, maupun sebagai tergugat, dengan tidak usah menunjukkan surat tidak mampu, jika harta benda yang dipertahankannya itu atau
harta benda orang yang di wakilinya itu pada waktu berperkara tidak mencukupi akan membayar biaya perkara, yang ditaksir dan akan dibayar itu.
Pasal 241 Keputusan pengadilan negeri tentang izin akan berperkara dengan tak berbiaya, tidak
dapat dibanding, dan tidak dapat ditundukkan dengan aturan yang lain. Pasal 242
1 Permintaan supaya berperkara dengan tak berbiaya di dalam bandingan, harus dimajukan dengan memberikan keterangan tidak mampu dengan lisan atau tulisan,
sebagai dimaksud di dalam ayat tiga dari pasal 238, kepada panitera pengadilan negeri yang memutuskan perkara itu pada tingkat pertama oleh orang yang hendak
membanding dalam tempo 14 hari sesudah tanggal keputusan atau sesudah diberitahukan, menurut pasal 179; oleh pihak yang lain dalam tempo 14 hari sesudah
diberitahukan tentang bandingan ataupun sesudah pemberitahuan pada ayat terakhir yang dimaksud dalam pasal ini.
2 Permintaan itu dicatat oleh panitera dalam daftar yang tersebut pada pasal 191. 3 Ketua menyuruh memberitahukan permintaan itu, dalam tempo empat belas hari
sesudah dituliskan, pada pihak lawan dan menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang menghadapnya.
Pasal 243 1 Jika orang yang meminta itu tidak menghadap, maka permintaan itu dipandang gugur.
2 Pada hari yang ditentukan itu, maka orang yang memajukan permintaan itu dan lawannya, diperiksa oleh ketua jika ia datang.
241 Pasal 244
Pemberitaan pemeriksaan serta segala surat-surat tentang perkara itu, pemberitaan persidangan, salinan yang syah dari keputusan dan petikan dari catatan yang diperbuat
dalam daftar tentang permintaan akan berperkara dengan tak berbiaya dikirim oleh panitera pengadilan negeri pada pengadilan tinggi.
Pasal 245 1 Pengadilan tinggi memberikan keputusan dengan tidak beracara atau dengan jalan
hukum, dan hanya atas surat itu saja. Dengan salah situ alasan-alasan yang tersebut pada ayat kedua pasal 239, maka pengadilan tinggi karena jabatannya
menolak permintaan itu. 2 Panitera pengadilan tinggi dengan segera mengirim salinan yang syah dari keputusan
pengadilan itu bersama-sama dengan segala surat yang tersebut pada pasal di atas pada ketua pengadilan negeri, yang menyuruh memberitahukan keputusan itu pada
kedua belah pihak menurut cara yang tersebut pada pasal 194. Bab kes epuluh
Tentang m engadili perkara pidana di muka pengadila n neg eri Pasal 246 sd Pasal 333a
Bab Kesebelas Tentang Pemeriksaan Perkara secara singkat sumir
Pasal 334 sd Pasal 337 Pidana Bab Kedua Belas
Tentang mengadili perkara dalam perkara pelanggaran yang harus diperiksa oleh Pengadilan Negeri Pasal 338 sd Pasal 357 ditiadakan dengan UU No. 11951
Bab Ketiga Belas Tentang m empertangguhkan tahanan sem entara da n kurungan s em entara.
Pasal 35 8 sd Pasal 365 Pida n a
242 Bab keem pa tbelas
Tentang hal tidak berlaku lagi, hal pem batalan dan hal pem bebas an penuntutan dan hukuma n.
Pas al 366 sd Pas al 371 Pidana
BAB K ELIMA BELAS Berbagai-Bagai Atura n
Pasal 372 1 Ketua-ketua majelis-majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam
persidangan dan permusyawaratan. 2 Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban yang baik
dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan saksama.
Pasal 373 Barangsiapa yang mengganggu keamanan selama persidangan atau memberi tanda
menyatakan setuju atau tidak, atau dengan jalan apapun juga membuat gempar atau rusuh, dan pada teguran pertama ia tidak terus diam, maka ia akan dikeluarkan dengan
perintah ketua; semuanya ini tidak mengurangi tuntutan hakim, jika pada waktu itu ia melakukan sesuatu perbuatan pidana.
Pasal 374 1 Tidak seorang hakimpun dapat memeriksa perkara yang mengenai kepentingan diri
sendiri, baik dengan langsung, maupun dengan tidak langsung, atau memeriksa perkara yang bersangkut pada isterinya atau salah seorang keluarga sedarah atau
keluarga semenda, dalam turunan menyimpang sehingga pupu yang keempat. 2 Hakim yang dikecualikan dalam hal yang sedemikian itu, wajib atas kemauan sendiri
menarik diri dari pemeriksaan perkara itu, biarpun permintaan untuk itu tidak dimajukan oleh orang yang bersangkutan.
3 Jika mendua-hati ada perselisihan, maka hal itu diputuskan oleh majelis. Keputusan majelis itu tidak dapat dibanding lagi.
243 Pasal 375
Segala perintah untuk melepaskan yang tersangka atau pesakitan, yang ada dalam tahanan, diberitahukan dengan segera jika perlu dengan kawat oleh pegawai yang
memerintahkan itu kepada pegawai yang diwajibkan menjalankan perintah itu, dan pegawai yang terakhir ini dengan segera mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan
orang itu, sesudah menerima pemberitahuan itu, kecuali kalau ia harus ditahan karena alasan lain.
Pasal 376 Kuasa, yang dimaksud dalam pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diberikan
oleh pegawai yang dimaksud dalam 325, ayat 1 kepada pegawai mana disampaikan oleh pesakitan suatu surat tanda bayar yang diberi oleh pegawai yang berhak akan
menerima itu, dalam tempo yang akan ditentukan dalam surat kuasa itu. Pasal 377
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 11951. Pasal 378
Tiap-tiap orang, yang dijatuhi hukuman, harus pula dihukum akan membayar segala biaya perkara. Hanya dalam keputusan pembebasan atau dibebaskan dari segala
tuntutan, maka biaya perkara itu ditanggung oleh Negeri. Pasal 379
Upah dan pengganti kerugian bagi pengacara, penasihat atau pembela dan wakil, tidak dapat dimasukkan dalam biaya yang diputuskan, tetapi selalu harus ditanggung oleh
pihak, yang menyuruh orang yang sedemikian itu membantunya atau mewakilinya. Pasal 380
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 11951. Pasal 381
Jika hakim memberi perintah, bahwa orang Indonesia atau orang bangsa Asing mengangkat sumpah dalam mesjid atau kelenteng atau pada suatu tempat lain, yang
244 dipandang keramat, maka hakim itu harus menunda pemeriksaan perkara itu sampai
hari persidangan lain, yang akan ditentukannya. Dalam hal yang demikian itu, ketua mengangkat seorang pegawai pengadilan itu akan
jadi panitia bersama-sama dengan panitera untuk menghadiri pengangkatan sumpah itu dan membuat pertelaan tentang itu.
Pasal 382 Segala surat keputusan mahkamah, segala keputusan dan surat perintah hakim dalam
perkara pidana harus berkepala: Atas nama keadilan.
Pasal 383 Segala keputusan-keputusan selalu harus tinggal tersimpan dalam persimpanan surat
arsip di pengadilan, dan tidak dapat dipindahkan kecuali dalam hal-hal dan menurut cara yang teratur dalam aturan undang-undang.
Pasal 384 1 Panitera wajib memegang satu daftar umum untuk segala perkara pidana, yang
diperiksa oleh pengadilan di tempat ia dikerjakan. 2 Dalam daftar itu harus dituliskan nama pesakitan, kejahatan atau pelanggaran yang
dituntut kepadanya, hari perkara itu dimasukkan dan hari diucapkan, serta isi keputusan itu seringkas mungkin.
3 Panitera pengadilan negeri wajib memegang daftar yang serupa itu juga untuk perkara perdata.
4 Dalam daftar untuk perkara pidana harus disebutkan tentang ampun yang diberikan dan tentang hukuman yang dikurangkan.
Pasal 385 Turunan atau petikan keputusan-keputusan dalam perkara pidana, tidak dapat diberikan
kepada orang, yang bukan pihak dalam perkara itu, kecuali bila dikuasakan oleh ketua pengadilan yang menjatuhkan keputusan itu dan permintaan untuk itu hanya dapat
dikabulkan, jika ternyata bahwa yang meminta berkepentingan dalam hal itu.
245 Pasal 386
Pesakitan dalam perkara kejahatan atau pelanggaran berhak untuk membuat atau menyuruh membuat salinan segala surat-surat dalam perkara yang dituntut pada mereka,
yang dipandangnya perlu untuk membela dirinya, dengan ongkos sendiri. Pasal 387
Panitera, yang lalai memenuhi dengan cermat segala aturan dalam ayat pertama pasal 192 dalam ayat ketiga pasal 324 dan dalam pasal 352 reglemen ini, didenda untuk tiap-
tiap kelalaian dengan denda sebanyak-banyaknya sepuluh rupiah. Pasal 388
Semua jurusita dan suruhan yang dipekerjakan pada majelis pengadilan dan pegawai umum Pemerintah mempunyai hak yang sama dan diwajibkan untuk menjalankan
panggilan, pemberitahuan dan semua surat jurusita yang lain, juga menjalankan perintah hakim dan keputusan-keputusan.
Jika tidak ada orang yang demikian, maka ketua majelis pengadilan, yang dalam daerah hukumnya surat jurusita itu harus dijalankan, harus menunjuk seorang yang cakap dan
dapat dipercayai untuk mengerjakannya. Pasal 389
Jurusita pada pengadilan negeri di Jakarta, Semarang dan Surabaya harus menyatakan perjalanan jurusita, yang telah dilakukan oleh mereka dengan surat uraian. Bagi jurusita
pada pengadilan negeri lainnya, dan bagi semua orang-orang yang lain, jika perlu mencukupilah jika diberikan laporan dengan lisan tentang pemberitahuan, pengadilan dan
surat jurusita yang dilakukannya pada hakim atau pegawai lain kepada siapa mereka harus memberitahukan uraian; hakim atau pegawai itu mencatat atau menyuruh mencatat
pemberitahuan itu. Pasal 390
1 Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya
dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu
246 sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum.
2 Jika orang itu sudah meninggal dunia, maka surat jurusita itu disampaikan pada ahli warisnya; jika ahli warisnya tidak dikenal maka disampaikan pada kepala desa di
tempat tinggal yang terakhir dari orang yang meninggal dunia itu di Indonesia, mereka berlaku menurut aturan yang disebut pada ayat di atas ini. Jika orang yang
meninggal dunia itu masuk golongan orang Asing, maka surat jurusita itu diberitahukan dengan surat tercatat pada Balai Harta Peninggalan.
3 Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat diam atau tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak dikenal, maka surat jurusita itu disampaikan pada Bupati,
yang dalam daerahnya terletak tempat tinggal penggugat dan dalam perkara pidana, yang dalam daerahnya hakim yang berhak berkedudukan. Bupati itu memaklumkan
surat jurusita itu dengan menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang berhak itu.
Pasal 391 Hari mulai berjalannya tempo itu tidak turut dihitung pada waktu menghitung tempo, yang
disebutkan dalam reglemen ini. Pasal 392
1 Saksi, yang dipanggil dan datang menghadap pada persidangan, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana, baik di luar itu, berhak mendapat pengganti
kerugian untuk ongkos perjalanan dan ongkos-ongkos bermalam menurut tarif yang telah ada atau yang akan ditentukan.
2 Hakim dan pegawai polisi pengadilan harus memberitahukan pada saksi-saksi yang datang menghadap padanya, berapa besar pengganti kerugian yang harus mereka
terima. Pasal 393
1 Waktu mengadili perkara di hadapan pengadilan negeri maka tidak dapat diperhatikan acara yang lebih atau lain dari pada yang ditentukan dalam reglemen ini.
2 Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 11951. Pasal 394
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat no. 11951.
247
UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 1947 TENTANG
PENGADILAN PERADILAN ULANGAN. PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
bahwa peraturan peradilan ulangan, yang sekarang di Jawa dan Madura masih berlaku OsamuSeiHiNo.1753, ternyata mengecewakan, maka dari itu perlu selekas mungkin
diadakan peraturan baru untuk menggantinya. Mengingat:
akan OsamuSeiHiNo.1573 berhubung dengan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar;
Mengingat pula: akan Undang-Undang Dasar pasal 24, pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 berhubung
dengan pasal IV Aturan Peralihan tanggal 16 Oktober 1945 No.X; Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebagai berikut : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.
Bab I
Hal pengadilan district dan Pengadilan Kabupaten. Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.11951.
Bab II Hal Pengadilan Kepolisian.
Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.11951.
248
Bab III Hal Pengadilan Negeri
BAGIAN 1 Perkara Perdata
Pasal 6
Dari putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara perdata, yang tidak ternyata bahwa besarnya harga gugat ialah seratus rupiah atau kurang, oleh
salah satu dari pihak-pihak partijen yang berkepentingan dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum
masing-masing.
Pasal 7
1 Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan
permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan
kepada yang berkepentingan. 2 Bagi peminta yang tidak berdiam dalam keresidenan tempat Pengadilan Negeri
tersebut bersidang, maka lamanya tempo untuk meminta pemeriksaan ulangan dijadikan tiga puluh hari.
3 Jika ada permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak dengan biaya maka tempo itu dihitung mulai hari berikutnya hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi atas
permintaan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri. 4 Permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak boleh diterima, jika tempo tersebut di
atas sudah lalu, demikian juga jika pada waktu memajukan permintaan itu tidak dibayar lebih dahulu biaya, yang diharuskan menurut peraturan yang sah, biaya mana
harus ditaksir oleh Panitera Pengadilan Negeri tersebut.
Pasal 8
1 Dari putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan
perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan,tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam
249 pemeriksaan tingkat pertama.
2 Jika dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.
Pasal 9
1 Dari putusan Pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat diminta pemeriksaan ulangan hanya bersama-sama dengan putusan penghabisan.
2 Putusan dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya, dianggap sebagai putusan penghabisan.
Pasal 10
1 Permintaan pemeriksaan ulangan yang dapat diterima, dicatat oleh Panitera Pengadilan Negeri di dalam daftar.
2 Panitera memberitahukan hal itu kepada pihak lawan yang minta pemeriksaan ulangan.
Pasal 11
1 Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah pihak, bahwa mereka
dapat melihat surat¬surat yang bersangkutan dengan perkaranya di Pengadilan Negeri selama empat belas hari.
2 Kemudian turunan putusan, surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan harus dikirim kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permintaan pemeriksaan ulangan. 3 Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada
Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan
dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu.
Pasal 12
1 Permintaan izin supaya tidak bayar biaya dalam pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan lisan atau dengan surat kepada Panitera Pengadilan Negeri,
250 yang menjatuhkan putusan, beserta dengan surat keterangan dari salah seorang
pegawai pamong praja yang berhak memberikannya dalam daerah tempat tinggalnya, bahwa ia tidak mampu membayar biaya, oleh yang minta pemeriksaan ulangan di
dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan, oleh pihak lain di dalam empat belas hari terhitung
mulai hari berikutnya pemberitahuan permintaan pemeriksaan ulangan. 2 Permintaan itu ditulis oleh Panitera Pengadilan Negeri dalam daftar.
3 Di dalam empat belas hari sesudah dituliskan itu, maka Hakim Pengadilan Negeri menyuruh memberitahukan permintaan itu kepada,pihak yang lain dan menyuruh
memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka Hakim tersebut. 4 Jika peminta tidak datang permintaan dianggap tidak ada.
5 Jika peminta tidak datang, ia diperiksa oleh Hakim, begitu juga pihak yang lain, jika ia datang.
Pasal 13
Surat pemeriksaan harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi yang berhak memutuskan perkaranya dalam pemeriksaan tingkat kedua, selambat-lambatnya tujuh hari sesudah
pemeriksaan selesai.
Pasal 14
Pengadilan Tinggi memberi putusan atas permintaan tersebut dan menyuruh memberi tahu selekas mungkin putusan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pasal 15
1 Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan ulangan memeriksa dan memutuskan dengan tiga Hakim, jika dipandang perlu, dengan mendengar sendiri kedua belah pihak atau
saksi. 2 Jika Hakim Pengadilan Negeri memutuskan, bahwa ia tidak berhak memeriksa
perkaranya, dan Pengadilan Tinggi berpendapat lain, Pengadilan Tinggi dapat menyuruh Pengadilan Negeri memutuskan perkaranya atau memutuskan sendiri
perkaranya. 3 Panitera Pengadilan Tinggi mengirim selekas mungkin turunan putusan tersebut
beserta dengan surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan kepada
251 Pengadilan Negeri yang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
4 Cara menjalankan putusan ini sama dengan cara menjalankan putusan Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama.
BAGIAN 2 Perkara Pidana.