Perbanyakan mikro pada tanaman bawang putih (Allium sativum L.)
Bawang
putih (Alliur sativur L.) termasuk
tanaman
sayuran umbi yang mernpunyai nilai komersial yang
tinggi
sehingga banyak diusahakan oleh petani di Indonesia.
samping
itu bawang putih temasuk salah satu
Di
konroditas
hortikultura yang mendapet prforftas untuk dikedmngkan.
Pearerintah bewaksud mengurangi
putih
irnpor
dengan jalan
ketergantungan
menganjurkan
bawang
kepada
petani
untuk meningkatkan pembudidayaan tanaman bawang putihBawang putih mempunyai aroma yang merangsang karena
itu
sebagai bumbu masak penggunaannya relatif
sedikit,
tetapi masakan tanpa bawang putih akan terasa kurang sedap.
Aroma ini disebabkan karena senyawa alfstn.
Pada
umbi
bawang w t i h terdapat asam amino yang
ber-
tidak
warna, tidak berbau dan larut dalam air dan dikenal
hagai
alin.
Bila terjadi pelukaan pada
se-
enzim
selnya,
alinase akan menyebabkan terpecahnya alia menjadi senya-
wa yang mengandung sulfur, yaitu afisin.
Alisin pada bawang putih berperan sebagai anti bakteri dan cendawan sehingga banyak digynakan sebagai
han obat dan pestisida sejak zaman dahulu.
ba-
Saat ini ba-
a
wang
kanan
putih digunakan sebagai obat untuk menurunkan
darah
tinggi, penyakit kernbung,
infeksi
gatal-gatal pada permukaan kulit, serta sebagai
racun serangga berbisa (Jones dan Mann, 1983).
te-
maupun
Selain alisin, bawang putih juga mengandung skornidin.
Skornidin berfungsi sebagai enzim pendorong
tumbuhan
yang
efektif dalam proses
per-
perkeeambahan
dan
pembentukan akar kecambah s i m p bawang putih*).
Setiap
100 g umbi bawang putih
mengandung
kurang
lebih 66,2 persen air: 7,O g protein; 0,3 g lemak;
g
karbohidrat; 26,O
n
s Ca; 109,O mg P;
24,9
7,O mg asam
as-
korbat dan 122 kalori (Knott dan Deanon, .1467).
Produksi
bawang putih di Indonesia saat ini
belum mencukupi kebutuhan konsuasi masyarakat,
masih
sehingga
rnasih perlu mengimpor guna memenuhi keperluan dalam
ne-
geri. Pada tahun 1991 produksi bawang putih di Indonesia
sebesar 133 874 ton dertgan luas panen 21 126 ha,
rata-rata
ton
6,3 ton per ha.
dengan
disebabkan
dan
nifai
Juarlah impor
sebesar US
sebesar 1% 519
Hal
14.955.346.
$
karena masih rendahnya produksi
areal penanaman bawang putih yang
Hasil
hektar
per
masih
in5
terbatas,
serta sebagian produksi digunakan kembaff sebagai
bibit
sehingga mengurangi jumlah produksi yang dapat dikonsumsi.
Di samping itu lamanya waktu yang-diperlukan dalam
penyediaan
bibit bawang putih dapat menjadi
kelancaran
proses produksi.
Agpr
penghalang
didapatkan
produksi
yang
baik, bibit harus dikering anginkan
selama
kira-
kira
dua
selama
enam
*)
bulan
dan
kemudian
disimpan
Wibowo, S. 1989. Budidaya Bawang Putihj Bawang Merah dan Bawang Bombay, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
bulan,
sehingga diperlukan waktu kurang
lebih
delapan
bulan dari sejak panen sampai bibit siap ditanam.
Kebutuhan bibit bawang putih setiap hektar berkisar
500 kg sampai 700 kg.
kg,
sehingga
Harga umbi bibit Rp 10 000,- tiap
biaya yang
dikeluarkan
untuk
penanaman
seluas satu hektar beGkisar 5 juta sampai 7 juta rupiah.
Karena
harga umbi bibit bawang putih cukup
tinggi
Se-
hingga perlu usaha perbanyakan yang lebih efisfen.
lain
untuk perbanyakan'taaaman, teknik kultur
se-
jaringan
diterapkan juga di dalam eliminasi virus dan penyimpanan
plasma nutfah (Kartha, 1981).
Tanaman yang bebas
mempunyai hasil yang lebih tinggi daripada yang
taminasi.
Pada tanaman kentang, tanamam yang
-
terkon-
terkonta-
rninasi
virus X dan virus S
kurang
dibandingkan dengan tanaman bebas virus
produksinya 11
virus
38
persen
(Stace-
Smith d m Mellor, 1968).
Salah satu bidang yang paling maju dalam kultur jaringan adalah perbanyakan vegetatif secara in v i t r - o . Menurut Winata (1987) perbedaan perbanyakan vegetatif
se-
cara i n v i t r o dengan metode konvensional ialah:
1.
Pada teknik i n v i t r a , bahan tanaman yang
dlperguna-
kan lebih kecil, sehingga tidak merusak pohon induk.
2.
Lingkungan tumbuh harus aseptik dan terkendali.
3.
Kecepatan perbanyakan yang tinggi.
4.
Dapat menghasilkan bibit bebas penyakit.
5.
Membutuhkan tempat yang relatif kecil untuk
silkan jumlah bibit yang besar.
mengha-
Perbanyakan cepat nelalui kultur jaringan dapat ditempuh melalui:
1.
Perangsangan
tunas aksilar dalam jumlah yang
mele-
bihi pertuarbuhan rang normal.
2.
Inisiasi
tunas adventif baik langsung
dari
organ,
maupun dari jarinkan kalus.
3.
Embriogenesis somatik.
4.
Organ vegetatif lainnya (umbi mikro, dll.).
Dari ketiga cara I , 2 dan 3 jika dilihat dari
jwnlah
promla
yaw
dihasilkan per wadah
per
segi
satuan
waktu, cara embrio somtik adalah yang terbanyak diikuti
oleh tunas adventif dan tunas aksilar.
Tetapi Sika
di-
lihat dari kestabilan genetik cara tunas aksilarlah yang
paling stabil fwattimena, 1988).
peroleh
tan-an
Sebaliknya, untuk mat-
lengkap , perbanyakan
aelalui
ahsilar dan tunas adventif mernerlnkan langkah
tunas
taaabahan,
yaitu induksi perahran, sedangkan embrio so~aatik sudah
merupakan
sudaft menrpunyei
tunas
Embrio somatik mempunyai potensi
untuk
satu unit Iengkap
puouk dan akar.
menggantikan
embrio
(Winata, 1987).
yang
zigotik di masa yang
akan
Organ vegetatif lainnya merupakan tunas
adventif atau tunas aksilar yanq didorong untuk
tukan organ tersebut.
kro
datang
gsmben-
Organ vegetatif seperti umbi
dan umbi lapis mini tidak memerlukan
induksi
miper-
akaran hanya memerlukan waktu untuk pemecahan domansi.
Keberhasilan
dilaporkan
kultur
jaringan bawang
putih
oleh beberapa peneliti (Kehn dan
telah
Shaeffer,
1976; Abo El Nil, 1977; Novak, Have1 dan Dolezel, 1982).
Banyak
kan
tunas
langsung
lagi peneliti lain yang berhasil
siung bawang putih baik
maupun
diregenerasikan
melalui
kalus
melalui
yang
ini
terlihat
regenerasi
kemudian
menjadi tanaman sempurna.
penelitian-penelitian
menumbuh-
dapat
Namun
adanya
dari
perbedaan
respon antar varietas, antar jenis eksplan maupun komposisi
media
serta zat pengatur tumbuh
yang
digunakan.
PeneLitian yang dilaporkan ini jika diulangi oleh
lain t i d a k selalu berhasil.
liti
litian yang diadakan
Di samping itu
hanya sampai tar&
penepene-
planlet
yang dihasilkan di laboratorium, dan atasih kurang bahkan
belum ada yang sampai pada penanaman di lapang.
Indonesia mempunya5 beberapa varietas bawang
seperti Lumba Hi jau, ~ u i b uKuning, Lumbu Putih,
aaangu.
Diantara varietas ini yang memberikan
tertinggi
adalah
Lumbu Hijau, yang
dapat
putih
Tawangproduksi
mencapai
7
t o n h a umbi.
Di Indonesia bawang putih jarang sekali
kan
bunga
bijinya.
tinggi
sehingga menjadi
.
masalah
dalam
menghasilmemperoleh
Bunga bawang putih mempunyai sterilitas
sehingga pemuliaan bawang putih
sional tidak dapat dilakukan.
secara
yang
konven-
Keragaman somaklonal sebagai sumber keragaman genetik, sekarang merupakan alat rang penting bagi pemuliaan
tanaman.
wang
Banyak keragaman morfologis dari tanaman
ba-
putih yang telah diidentifikasi dari .tanaman yang
diregenerasikan dari kalus yang dikulturkan dalam jangka
waktu yang lama.
tuk
Varlan-varian berupa berat umbi,
ben-
umbi dan beberapa diantaranya lebih baik dari
tipe
induknya (Kallw, 1988).
Berdasarkan
respon
hal-ha1 ini maka dicoba untuk
dari bawang putih varietas Lumbu Hijau
melihat
terhadap
media dan zat pengatur turnbuh melalui perbanyakan mikro.
Perbanyakan mikro terdiri dari 4 fase/ting3sat, yaitu:
Fase I,
Penyiapinn tanaman secara aseptik
Fase 11.
Produksi dari propagula
Fase I I I.
Persiapan propagul ant&
penanaman di lapang,
Propagula dipindahkan pada media perakaran.
Fase TV.
Di
Penanaman di lapang,
dalam penelitian in5 akan
dilakukan penelitian
dari fase I sampai dengan fase I T 1 dengan penekanan pada
fase 11.
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan 'untuk
mengetahui
perbanyakan in vitro bawang putih baik melalui
nesis langsung maupun tidak langsung
cara
morfoge-
1.3
1.
Hipotesis
Kombinasi z a t pengatur tumbuh pada media sangat berperan
dalam menentukan keberhasilan perbanyakan
in
v i t r o tanaman bawang p u t i h baik melalui morfogenesis
langsung maupun t i d a k langsung.
2.
Perbanyakan i n v i t i . 0 bawang p u t i h secara
sis
tidak
genet i k .
langsung
dapat
menimbulkan
morfogenekeragaenan
TINJAUAN PUSTAKA
11.
2.1
Sejarah dan Botani Tanaman Bawang Putih
Sejarah
2.1.1
bawang putih (Alliur sativur L.)
Tanaman
famili
Liliaceae
dan
merupakan
tanaman
terrnasuk
monokotil
4
(McGillivray, 1962).
Klon bawang putih
pada
umulrutya
adalah diploid dengan jwalah kromosom 2x1 = 16.
m n g
putih sucfah d i k e n a l febik dari
5 000 tahun
Di Me-
gang lalu sebagai csbat tradisional yang mujarab.
sir h n o , budak-budak yang manbangun piranid diberi ransum
bawang putih agar tetap sehat dan kuat
bnn,
Orang-orang Roaaa kurang
1983).
(Jones dan
menpktti
bawang
putih h r e n a baunya, sehingga diberikan pada buruh-buruh
dan tentaranya (Knott dan Deanan, 1967).
Bawang
putih
perkembangan
baik
mempunyai bunga yang
steril
karena
sel-sex kelamin berhenti pada stadia
pada bunga betina maupun pada bunga
jantan
awal
(Koul
dam Gohil, 1970).
Berbagai usaha telah dilakukan, akhirnya
klon
diperoleh
bawang putih, akan tetapi serbuk sarinya
(pollen)
tidak dapat berkecambah (Konvicka dan Levan, 1972).
Konvicka
bulbil
naman
(1973) mempublikasikan bahwa
timbulnya
pada bawang putih disebabkan karena infeksi
oleh mikoplasma.
Ia berhasil mendapatkan
putih yang menghasilkan biji dengan memberikan
tik (Koul, Gohil dan Langer, 1978).
ta-
bawang
antibio-
Havranek
(1975) rnengulangi percobaan tersebut
de-
ngan memberikan tetrasiklin pada infloresens tetapi
ha-
nya mendapatkan bi ji yang mengkerut dan tidak dapat ber'
kecambah .
%am-baru
df dapatkan.
ini klon bawang putih yang fertil
Dengan didapatkannya klon
yang fertil, hibridisasi den-
Af l iur
telah
sativum
induk liar, Aiifur lmqi
c u s p i s dam* df lahkan f B.toh, 1984)-
Kernahan-kemajuan
dalazn
pemuliaan
bawang
sangat
lambat dan nwnbuka prospek pemuliaan bawang putih dengan
klonal, tetapi Icebanyakan klon bawang putih
seleksi
berhgai *pat
di dunia diserang oleh virus Garlic
df
Mo-
Berbagai tiagkat tole-
saic dan behrapa v i m s lainnya.
ransi telah didapatkan di antara kfon-kfua lokal
tetapi
sangat kecfl kemuagkinannpa untuk dimasukkan dalam
pro-
peamliaan karena hibridisasi sukar dilakukan
pada
gram
spesies tanamam yang biperbanyak secara vegetatif (Evan,
Sharp dan bm.%rato, 1906)3enis-jeais bawang putih dapat bertambah
junalahnya
karena terjadinya mutasi selama perbanyakan secara vegetatif
terus-menerus.
tanaman
yang
Usaha pemuliaan untuk
menghasilkan m b i yane bafk
memperoleh
serta
tahan
I
terhadap penyakit, dilakukan melalui seleksi klonal atau
dengan radiasi untuk memperoleh mutan unggu1.
Varietas bawang putih yang banyak dibudidayakan
Indonesia adalah varietas Lumbu Hijau dan Lumbu
Kedua
varietas ini beserta jenis-jenis hasil
Kuning.
mutasinya
diberi
nama yang berbeda pada tempat yang berbeda
disebut
Santong dari Lombok serupa dengan Lumbu
Va-
ini dapat dibedakan dari besar tanaman,
tmur, bunting/tidaknya, Sumlah siung,
produksi,
yang
Hijau;
Tawangmangu dan Cirebon serupa dengan Lumbu Kuning.
rietas-varietas
di
bsar,
bentuk d m wama umbinya. L u m h tfljau h l a t besar, umbinya
rata-rata 15 siung, yang
dengan
dan
besar
siung/umbi
-
85
100 hari.
bervariasi, EEaaur 95
Kulit luar
i
Dam
Hijau.
-
125
lebih sempit dan lebih teg&
hari.
HiJau, wmrs-
bemarna
tanaman, umbi dan siung lebih frecil
Ukuran
buah,
31
seolah-olah bertuptpuk
Lwnbu Kuning produksfnya k a n g d-etri Lni&xz
nya
-
berwarna putih keunguan, jwnlah stung 6
putih.
dari
L-bu
dari
Lumbu
~i jau*) .
2.1.2
Perbelaan Tanaman Bawang Putih
Daun
bawang putih berbentuk pipih, rata
melipat
arah membujur.
bungkus
pelepah
dan
agak
Pelepah daun tipis, kuat,
men-
daun rang dalam dan yang
lebih
muda,
sehingga membentuk batang semu yhng tingginya dapat mencapai lebih dari 30 cm.
*I Kusumo, S. 1984. Budidaya
CV. Yasaguna, Jakarta.
Bawang
Putih.
Penerbit
Umbi
dari
6
-
bawang putih adalah umbi lapis
31 siung (cloves).
yang
Jumlah dan
terdiri
siung
susunan
berbeda menurut jenisnya. Pada umbi lumbu hijau terdapat
6
-
31 siung
dengan rata-rata 15 siung (Anonim, 1984).
Siung diseluhngi oleh kulit pang tipis namun liat,
hingga
merupakan
satu kesattxan umbi
se-
hlat.
berhtuk
Setiap siung dibungkus oleh h f i t yang sama dengan kulft
luar umbi .
Siung
bagian
bawang putih terdiri atas tiga bagian
bawah
atau dasar m b i ,
sebenarnya
adaiah ba-g
semprna).
Titik tu&h
Daging
pembungkua
berbentuk
pokok Bang
yaitn
cakram
yang
rtrdimenter
(tidak
berada di tengah-temgah caPuaar.
titZk tambuh, yang
dapat
distmakan
dengan upih daun, berubah furrgsi m n j a d i pefindtrrag titik
pangan
tuabuh dan ssltali gus nrenjadi gudang persediaan
yang diperlukan uatuk pertumkmbn tannmftrr b a a .
M atas
nJung,
titik tumbuh terdapat lubarig vertikal, menu3u ke
yang nampak seolah-ufah te-tug
rapat u3ungnya
seperti
tsrlihat pada Gambar I * ) .
Pada
kebanyakan klon bawang putih,
tangkai
bunga
tidak tersembul keluar, bunganya sebagian atau sama
kali
berupa
.
tidak keluar, karena sudah gaga1 pada waktu
tunas bunga.
Ada yang tangkai
bunganya
masih
begitu
pendek, sedangkan pada bagian bunga terbentuk umbi
*)
se-
yang
Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang
Penerbit CV. Sinar Baru, Bandung.
Keteranaan: 1. batang semu ;
3. daun pelindung siirng ;
5. i d ~ n gberisi tunas vegetatif ;
7, eksplan + 0 , s cn (tunas m a t i f ) .
Gambar 1.
2. pelepah y m q wtqwiq
4. siung
6. tunas w g e t a t i f
Irisan Melintang Umbi Bawang Putih (a)
Irisan Membujur Siung (b) dan Eksplan
(explant) (cJ
tumbuh sehingga terjadi bengirakan di batang s-u
seolah-
olah "bunting".
2.2
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Putih
Di Indonesia tanaman bawang putih banyak ditanara di
dataran tinggi antara 700
wang
-
1 100 rn dari muka laut.
putih di negara-negara tropis memerlukan
bawah 2 0 O ~untuk menghasilkan umbi rang baik.
nesia
suhu
ini didapatkan di dataran
Ba-
suhu
Di
tinggi
di
Indo-
(Kusumo,
1984).
Tanah yang cocok ialah tanah lempung berpasir
lempung berdebu dengan struktur gembur.
lalu masam atau terlalu basa akan
rang dibutuhkan 6 sampai 6.8.
Tanah yang ter-
menghasilkan
yang tumbuhnya lambat (Theodora, 1976).
atau
tanaman
Kemasaman tanah
Curah hujan yang sesuai 100
hu yang dikehendaki 15Oc
nim, 1984).
-
-
200 mm per bulan, su-
26Oc, suhu optimal 20°c
pemben-
Panjang hari dan suhu mempengaruhi
tukan umbi, kematangan dan hasil bawang putih
(Ano-
(Teodoro,
1976).
6
2.3
Perkembangan Kultur Jaringan Tanaman
Kuhtur jarfngan tanaman merupakan suatu metode per-
banyakan
tanaman dan w i a n (organ) yang sangat
prdmplas.
jaringan atau sel tanaman
dalam
Isetcil,
lingkungan
aseptik tanpa siklus seksual sehingga bagian-bagian terseht
dapat maperbanyak diri dan beregenerasi
trmaamn
lengkap,
menjadi
Metode ini seringkali disebut
thih
in v i t r o .
Konsep bahwa tiap sel dari organisme adalah totipoten
dikeprukakan oleh Schwann pada teori sel b h w a
sef-sel
tiap
hidup dari organisms multiselufer mampu
berkembang
secara bebas pada kondisi luar
yang
untuk
sesuai
(Dodds &an Roberts, 1982).
Berdasarkan sifat totipotensi maka Haberlandt untuk
pertama
kali pada tahun 1902 mencoba kultur
in
vitro.
Haberlandt mempergunakan sel-sel dari daun yang diisolasi,
yaitu Jaringan palisade d a d Lariur
purpureur
dan
Eichorra crassipes, sel-sel rambut dari Pulronari mollissira pada larutan Knops dengan sukrosa. Sel-sel ini tetap hidup sampai satu bulan, ukuran panjang dan lebarnya
bertambah
tetapi sel-selnya tidak membelah.
Kegagalan
ini
disebabkan karena sel-sel yang dipakai
lama
berdifferensiasi
yang
mendorong
dan belwn
pembelahan sel
yang
sudah
didapatkannya hormon
(Bhojwani dan
Razdan,
1983).
Pada tahun 1943, White berhasil
akar
menumbuhkan
tomat dengan mempergunakan media
yang
ujung
mengandung
garam anorganik, ekstrak ragi dan sukrosa. Kelnudian ragi
diganti dengan vitamin B, yaitu pyridoxin, thiamin
asam
nikotfnat.
Dua penemuan penting pada
pertengahan
1930 yang raendorong perkembangan kultur jaringan
identifikasi
banyak
keerajuan-kernajuan yang diperofeh
bangan kultar jaringan
Kultur
ialah
auksin sebagai pengatur tumbuh a l a
kegunaan vitamin B pada pertumbufian tan-.
( Bho jwani
dan
Sejalr
untuk
itu
perkem-
dan Razdern , 19831 .
jaringan telah dfgunakan secara luas
untuk
menumbuhkan tanaman yang berdiferensiasi dari satu
kalus, akar dan meristem.
dan
sel,
b t o d e fnrltur jaringan
digu-
nakan untuk nwsupercepat program pemuliaan tanaman
soma-
tik.
ju
Keuntungan dari perbanyakan mikro ini meliputi la-
multiplikasi yang tinggi, siklus yang pendek,
tergantung musim, membutuhkan ruangan kecil
untuk
nyimpanan tanaman, memudahkan pepgangkutan tanaman
satu
tempat
ke tempat yang lain,
tidak
perbanyakan
pe-
dari
klonal.
perbanyakan yang cepat dari seleksi baru (Abbott, 1976).
Laju regenerasi tanaman pada kultur jaringan sangat
bervariasi
dari
satu species dengan
species
lainnya.
.
Berbagai-bagai
sel, jaringan-jaringan
dan
organ-organ
dari berbagai species tanaman dapat berhasil dikulturkan
dan membentuk tanaman yang lengkap (Dixon, 1985) dan dapat diasumsikan bahwa dapat dilakukan pada semua tanaman
(Abbott, 1976).
Persyaratan yang'khusus untuk tanaman tertentu
liputi t i p eksplan (explant), tipe media, zat
me-
pengatur
tumbuh dan faktor luar.
2.3.1 -
T
Eksplan ialah bagian dari tanaman yang dipergunak-an
sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur (Livy Winata,
1987).
pat
Bagi kultur jaringan semua bagian tanaman yang
da-
diperoleh dan bebas dari mikro-organism dapat
di-
coba sebagai eksplan (Hussey, 1977), tetapi walaupun demikian
tidak semua jaringan tanaman mudah untuk
ditum-
buhfcan
(Wareing d a n Phillips, 1978)-
Hughes
Menurut
(1981), ha1 yang harus diperhatikan ddam memilih
bahan
tanaman untuk kultur adalah ukuran eksplan, umur
fisio-
logisnya dan organ yang menjadi sumber bahan tanaman.
Menurut
Brown
dan Summer (1982) tiap-tiap
organ
eksplan rang berbeda seperti dauh, kotiledon, hipokotil,
bagian
embrio,
dapat
digunakan
struktur reproduksi dan
dalam kultur
aksilar
tanaman,
yang
tujuannya untuk mempelajari masalah-masalah khusus
pada
organogenesis dan regenerasi.
jaringan
tunas
Pada umumnya tunas yang berasal dari bagian
tengah
kuncup memiliki pertumbuhan yang lebih baik dan
seragam
(Dutcher dan Powell, 1972).
Eksplan
se-
dari potongan tunas Rhododendron yang
dang dalam masa istirahat, pertumbuhannya
(Schneider, 1970).
kurang
kekar
Hussey (1978) mengatakan bahwa peng-
gunaan eksplan dari jaringan muda akan memiliki
tingkat
keberhasilan yang lebih baik dibandingkan jaringan yens
tua
.
m s p l a n yang besar akan membelah dan meealbesar lebih
cepat
daripada eksplan yang kecil,
kemungkinan
tetapi
mengandung virus akan lebih besar (Murashige, 1973), ssdangkan
Hussey flQ78) atengakahn bahwa ukuran
potongan
tunas yang dibutuhkan untuk kultur cukup kecil saja
dan
berguna untuk mendapatkan eksplan yang tidak terkontaminasi
.
Menurut Stone (1963) pembentukan akar dari
dapat
dipengaruhi
anyelir
yang
oleh ukuran
eksplan.
planlet
Ujung
panjangnya kurang dari 0,2 mm
bunga
membentuk
akar, dan ujung yang lebih besar dari 0 , 7 5 mm mekghasilkan
tanaman-tanaman
yang
masih
mengandung
"mottle
virus". Hasil penelitian yang djlakukan oleh Quak (1970)
mengatakan
bahwa
virus adalah 0,2
ukuran eksplan yang baik
-
agar
bebas
0,5 mm.
Abbott dan Whiteley (1976) menggunakan jaringan meristem
yang
mempunyai dua atau
tiga
daun
primordia.
-
Panjang
eksplan 0 . 5
1.0 mm dan diameter
kurang
dari
0,5 mm.
Pada rhubarb, pernotongan ujung tunas dengan dua
sarnpai tiga primordia daun, dan potongan yang lebih
ke-
cil tidak akan tumbuh (Walkey, 1968).
2.3.2
T
t
a K*
J
a
r
-
Sebagaimana halnya -tanaman di lapang,
bahan
maka
tanaman dalam kultur jaringan harus rue&apat
penyediaan
unsur-unsur hara untuk pertumbuhannya- Mineral yang diberikan dalam media merupakan unsur b r a m a k m dan mikro
yang diperlukan tanaman- Unsur-unsur tersebut diberikan
dalam
yang
bentuk garam-garam anorganik,
Unsur
hara
eaalrro
kalium
penting diperhatikan adalah nitrogen,
dan
fosfor.
Media dasar yang dikembangkan oleh Wh3te (19431 dan
dan Skoog (1962) merupakan media y a r e
Hurashige
paling
banyak digunalran saat ini.
Media yang banyak dimnakan pada h w a n g m t i h untuk
morfogenesis langsung Ialah media BDS yang
oleh
Dunstan dan Short, yang merupakan modifikasi
media B5 (Dunstan dan Short, 1977).
oleh
dikemban6fka.n
Media A2
digunakan
Abo El-Nil dan Zettler (1976) untuk induksi
bawang putih.
.
Besi merupakan unsur mikro yang penting untuk
tumbuhan
Besi
dan morfogenesis pada banyak species
dalam
bentuk besi sitrat dan besi
dari
kalus
per-
tanaman.
tartrat
sulit
diserap
akan mengendap.
dan
Untuk mengatasi
ha1
ini
Murashige dan Skoog rnenggunakan khelat besi (Fe-EDTA).
Selain unsur hara makro dan mikro j w a
glukosa
ditambahkan
atau sukrosa sebagai sumber karbon, konsentrasi
sukrosa dalam media biasanya 2
-
3 persen (Hussey, 1 9 7 * ) .
Komponen-komponen lain yang sering ditambahkan pada
me-
dium
dan
kuftur
adalah vitamin, zat pengatur
asam-asam amino.
tumbuh,
sari
Sering pula ditambah air kelapa,
buah dan ekstsak rag& untuk atemacu pertttmbuhan jaringan.
m.
Vitamin
yttng
sering ditard3Wa.n
sebagai
konrponen penting dalam ntedium adalah p i r i d e i n , thiamin,
asam
nikotinat,
asam folat , biotin,
askorbat. cholin (Murashige. 1 9 7 4 ) .
digunakan &lam
a
n
,
asam
Vitamin-vitamin ini
konsentrasi rendah.
Zat D e m u r t
.
Z a t pengatar trzrebuh merupakan
faktor rang menentukan a.r& perkembangan eksplan terutama
auksfn
Skoog
memakai
zat-zat
pengatur
tumbuh
Miller
differensiasi
dalam
dan
dengan
perbandingan
Proporsi yang relatif tinggi dari auksin ter-
sitokinin menyebabkan diferensiasi menqarah
akar dan j i k a sitokinin lebih
pada
tinggi
dari
maka jaringan akan berdiferensiasi ke arah
per-
pertumbuhan
auksin
Dari penelitian
(1953) didapatkan adanya
tertentu.
hadap
dan sitokinin.
tumbuhan tunas.
Elliot
(1970) mendapatkan bahwa sitokinin
10
uM
penting untuk perkembangan tunas-tunas pucuk dan potongan pucuk dari apel.
Konsentrasi sitokinin yang
untuk apel sama dengan untuk menumbuhkan ujung
meristem
Thumb (Elliot, 1970).
Rosa ruItifIora
-
.-
optimal
Asam-asam amino merupakan
nitrogen yang lebih c e p t tersedia bagi sel-sef
stumber
tanaman
dibandingkan dengan nitrogen yang terdapat dalasa
nitrogen
anorganik dal-
-raedium yang sama
Sherrington, 1984; Torres, 1989).
kurang
bentuk
(George dan
Penambahn Mans antino
diperlukan apabila dalam medium telah diberikan
garam-garam anorgaaik dalarn perbandingan yang tepat.
Sumber
media
nitrogen organik yang wtm digunakan
kultur adalah asam amino
L-arginin,
sistein,
L-glutamin, asparagin,
L-tirosin, glisin
serta
asam-asam amino sepertf casein hidrolisat.
glutamin
L-arginin
glisin
d m
sistein
2 mg/l dan
air kelapa 5
-
20%.
10 wg/l,
100 sag/l,
L-tirosin
casein hidrolisat 0,05
caaspuran
Konsent;rasi
asparagin yang mum digunakan
dan
dahm
-
100 mg/l,
O,l%
serta
Penambahan adenin sulfat dapat men-
stimulir pertumbuhan sel dan mendorong pembentukan tunas
(Torres, 1989).
Meskipun
asan-asam
I
amino tidak
diperlukan
kultur jaringan tanaman terna (herbaceous) dan
dalam
tanaman-
tanaman hutan, tetapi pertumbuhan dan morfogenesis
men-
jadi lebih baik dengan penambahan asam-asam amino.
Pada
kultur
jaringan conifera, asam-asam amino glutamin
arginin
mendorong pertumbuhan.
Pada pertumbuhan
dari keluarga Palmae, seperti kelapa sawit
pertumbuhan
didorong
oleh penambahan
dan
dan
kalus
kelapa,
asam-asam
amino
glutamin, arginin dan asparagin.
htardan dapat mlsadorong tanaman yang sifat pertumbuhannya tinggi untuk trwbuh membentuk tipe
rosette (Weaver, 1972).
Pbosfon-D
menghambat
pertumbuhan
Retardan seperti SAMI, CCC
m a n j a n g a n batang
dan
meng-
dengan
hambat pembelahan sel pada meristem subapikal, biasanya
tanpa
1960
mempengaruhi amristem apikal (Sachs et ai.,
a Weaver,
1972).
Cmuaarin mendorone pembentukan umbi mikro pada ken-
tang
di media dengan tandungan N yang rendah.
Konsen-
trasi o p t i m t ~a~h~l a h 110 uM (Wattintena, 1987).
Arann w.
Arang &if
digunakan untuk
wengge-
lapkan media. meniru sifat alami dari tanah. Arang aktif
bersifat
sebagai penyerap senyawa yang menghaatbat
per-
tumbuhan; juga sebagai penyerap dari zat pengatur tumbuh
(Wang dan Huang, 1976; Torres, 1989). Arang aktif mendorong pertumbuhan dan diferensiasi pada anggrek,
wortel,
tomat, tetapi menghamba't pertumbuhan
tembakau,
kedelai dan camelia apabila diberikan pada media
(Torres, 1989).
bawang,
kultur
Keasaman (PHI Medium.
Keasaman medium mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan karena mempengaruhi
tersedianya nutrisi maupun hormon bagi jaringan tanaman.
Keasaman pH medium biasanya berkisar 5 , O sampai 6 , O
sebelum
disterilisasi.
selang
Keasaman di atas atau di
tersebut akan4berpengaruh pada
kelarutan
bawah
unsur
hara yang dapat menyebabkan defisien atau keracunan hara.
Selain faktor di atas, kepadatan medium kultur juga
mernpengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman.
Ada jaringan
yang twmbuh baik pada medium padat,
tanaman
namun
ada
pula yang tumbuh baik pada medium cair.
Peaakaian
medium cair dengan menggunakan
dari kertas saring
("paper bridge"
filter)
jembatan
lebfh
Stone (1963) mendapatkan bahwa sistera ini
sukai.
dijauh
lebih baik dari agar, karena memberikan aerasf yang
le-
bih baik, perkernbangan akar yang lebih baik dan memudahkan pemindahan planlet (plantlet).
diadakan
agar
Pada percobaan
oleh Quak (1970) pada tanaman anyelir,
lebih
efektif, tetapi strawberry
dan
yang
medium
gooseberry
tumbuh
dengan baik pada
jembatan kertas saring
(Vine,
1968).
Jadi bentuk fisik medium yang dipilih tergantung
dari jenis tanaman rang ditanam.a
2.3.3
Faktor L u a
Kondisi
lingkungan tempat kultur
disimpan
sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur jaringan.
Menurut Murashige (1973) cahaya dan suhu
mempunyai
peranan penting dalam kultur jaringan.
Cahaya
dibutuh-
kan dalam mengatur proses morfogenesis. Murashige (1974)
juga berpendapat bahwa cahaya penting dalam
pembentukan
tunas, pembentukan akar, dan embrio genesis aseksual.
Percobaan
(1972),
yang dilakukan oleh Dutcher
dan
dengan eksplan dari tunas gucuk yang
Powell
dibiarkan
dalam keadaan gelap sama selrali, hanya menanjultkan
bentukan
kalus, meskipun masih tetap hid-
pem30
ses\xdIth
bulan.
Kebutuhan
cahaya aeliputi intensitas cahaya,
lama
penyinaran dan kualitas cahaya (Murashige, 1974). Intensftas penyinaran yang tinggi akan menborong perkembangan
cepat
yang
tunas
dari kuncup menjadi
tunas.
yang dapat tutnbuh baik dengan
500 - 3000 luks
Ekspfan
intensitas
pada stad5a I hingga stadia
kan
intensitas cahaya antara 3 000 sampai 10
(George
dan Sherrington, 19841, dengan lama
cahaya
11.
stadia I f 1 sebefum tanaman ditransfer ke tanah
dari
Pada
diMuh-
000
luks
penyinaran
16 jam per hari (Koevary, Rappaport dan Morris, 1 9 7 8 ) .
Cahaya yang baik digunakan adalah cahaya yang
asal
lampu
dari
cahaya TL.
Cahaya putih yang
.
berasal
ini merupakan campuran dari berbagai panjang
lombang.
berdari
ge-
Sedangkan menurut Murashige (1974) bahwa caha-
ya monokromatik akan menunjang pertumbuhan jaringan, sinar ungu akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan sinar biru akan mendorong perakaran.
Suhu yang umum digunakan dalam k u l t u r j a r i n g a n 2 4 * ~
-
2 8 O ~ . Suhu optimum b a g i pertumbuhan
tergantung
k u l t u r jaringan
d a r i j e n i s tanaman dan tempat
alami
tumbuh
tanaman t e r s e b u t (Murashige, 1 9 7 3 ) 2.4
Perbanyakan Cepat M e l a l u i K u l t u r Jaringan
1
2.4.1
Tunas a k s i l a r b i a s a n y a berada pada k e t i a k t i a p daun
d m t i a p wta t u n a s mmpunyai W m p u a n untuk berkembrutg
menjadi t u n a s .
D i alam, mata-wta t u n a s i n i b t a p dorraan untuk beberapa p e r i o d e tergantung k i pola pertttmbuhan tanaman.
Pada species yang pgemptmgai sifat dominlutsi a p f k a l ,
tu-
n a s ujung perlu dihilannkiln a t a u d i l u k a i uatuk menstirnulir
tinobulnya tunas a h i l a r .
o l e h zat pengatur tumbuh.
kontrol
pada
nansi
D d n a n s i pucuk
Pemberian
ini
sitokinin
mata t u n a s a k s i l a r dapat mengatas1 pengaruh
pucuk dan m e n s t h m l t r pertumbuhan
t e t a p i pengaruhnya hanya sementara.
di-
tunas
domilateral
Tunas-tunas lateral
b e r h e n t i tumbuh a p a b i l a e f e k z a t pengatur tumbuh eksogen
berkurang (Bhojwani dan Razdan, 1983).
.
Pada k u l t u r i n v i t r o l a j u n u l t i p l i k a s l t u n a s
d i t i n g k a t k a n dengan ntendorong p r o l i f e r a s i t u n a s
medianya
mengandung s i t o k i n i n dengan
dapat
apabila
konsentrasi
cocok, b a i k dengan a u k s i n a t a u t a n p a a u k s i n .
yang
Tunas ujung
yang lebih besar
lebih
menguntungkan
daripada eksplan yang lebih kecil karena lebih tahan dipindahkan ke kondisi i n
pat
vitro,
ce-
pertumbuhannya lebih
dan lebih banyak menghasilkan tunas-tunas
aksilar,
tetapi kelsmahannya makin besar eksplan makin sukar
un-
tuk menghilangkan kontaminasi {Kartha, 1981).
2.4.2 & & e n t u k a n Tunas hdventif d m b b i ftiktxt
Tunas yang lnuncul langsung dari tempat fain
sefatn
dari ketiak daun atau tunas pucuk disebut tunas advegitM.
dikir-
Tunas yang berdffferensiasi dari kalus dapat juga
t a k a sebagai tunas adventif (Bhojwani d m Razdan, 1983).
Beberapa species tanaman menghasilkan tunas
tff
secara
i n v i t r o dari berbagai organ
advm-
sepertii
(phlox) dan beberapa klon apel, m b i lapis
akar
(hyacinth),
sesudah dilukai bagian dasarnya, dan d a m (begonia,
pe-
largonium, saintpaulia).
Dalam perbanyakan mikro, tunas adventif mnncul laegsung dari jaringan-jaringan h r i e b p l a n tanpa membentuk
kalus terlebih dahulu (George dan Sherrington, 1984).
Perangsangan pembentukan tunas langsung
tergantung
dari organ tanaman dimana eksplan diambil, dan juga dari
species tanaman.
Pada beberapa'species, tunas
adventif
muncul secara i n v i t r o pada potongan jaringan yang
asal dari berbagai organ seperti: daun, batang,
bunga
atau
akar, sedang dapat juga
dari
umbi
ber-
mahkota
lapis.
embrio biji, atau jaringan-jaringan tanaman yang muda.
Laju perkembangan tunas adventif dapat didorong dengan mengatur kondisi kultur.
Pada begonia, pembentukan
tunas hanya berasal dari sepanjang daerah potongan
saja
tetapi pada media yang mengandung BAP (Benzyl Amino
Pu-
sefu-
rin), pembentukan tunas sangat berlimpah sehingga
ruh permukaan eksplarr ditutupi oleh tunas-tunas.
Pembentukan tunas adventif dapat didorong oleh kombinasi
dan
zat pengatur tumbuh yang tepat, pada
batang bahkan tanaman yang dapat
vegetatif seperti
Cineraria
foJur, Linur usitatissimar
Banyak
khusus,
Chrysanthemum,
dan
Licapersicon
species monocotif dengan organ
mempunyai kemampuan untuk
w r a
dibiakkan
jenis-jenis Brassica,
dam
stek
penyiapanan
menghasilkan
tunas-
umbi mikro (bulblet) adventff
secara
tunas adventif (Hussey, 1978).
Pembentukan
fangsung pada kultur in vitro darf potongan-potongan la-
diterangkan
pisan umbi lapis tanaman Liiiur longiflorur
oleh
Backett
(1969) dan Gupta, Sharma
dan
Chaturvedi
(1978).
Pada kultur umbi utuh secara in vitro dihasflkan 10
umbi
.
mikro dalarn waktu 15 hari.
Banyaknya
yang terbentuk akan bertambah dengan cara
potongan
kecil
dari satu lapisan umbi.
umbi
mikro
mengkulturkan
Gupta
et
al.
(1978) melaporkan bahwa dari setiap lapis umbi yang
di-
buat
enam
potongan, dalam 30
-
50 hari
tiap
potongan
bagian
bawah
umbi menghasilkan kurang
lebih
18
umbi
mikro, jadi sekitar 100 umbi mikro dihasilkan dari
satu
umbi lapis.
Pembentukan tunas adventif secara langsung dari bagian organ yang dipotong-patong merupakan cara yang jauh
lebih
baik
daripada4tunas adventif
yang
muncul
dari
kalus karena sel-selnya mempunyai sifat genetik yang tid a k stabil.
Kalus adalah kumpulan sel-sel parenkba rang
dan
terikat
membelah
yang
secara rendbgang dan berasal
dari jarhgarr awal
fD&s
dari
atnorf
sel-sel
dan Robert,
1984).
Pada tanaman utuh 4in
akibat
viva)
kalus terbentuk sebagai
perlukaan, bfasanya pada bagian potongan
atau akar.
batang
Kalus dapat juga terbentuk karena adanya se-
rangan mikro organisme atau gigitan serangga.
Sifat
kalus
yang penting: dilihat
dari
fungsinya
adalah bahwa pertumbuhan abnormal ini mempunyai
potensi
untuk berkembang menjadi akar-akar dan tunas-tunas
.
mal.
gan
nor-
Kultur kalus dapat berasal dari berbagai macam
or-
tanaman seperti akar, tunas, tipe sel tertentu
se-
perti endosperm dan pollen.
Dalam kultur in
vitro
kalus dapat dihasilkan dengan
rneletakkan patongan organ tanaman dalam kondisi
aseptik
pada media yang mengandung auksin dan kadang-kadang
di-
tambah
dan
sitoksin
(Dodds dan Robert,
1984;
George
Sherrington, 1984).
Umumnya
bagian
kalus dapat diinisiasi dari
tanaman, tetapi organ yang
pembelafian
sel yang berbeda pula.
hampir
brbeda
Pada
semua
tnenyebabkan
jaringan
yang
tnembentuk kalus pemfwlahetn s e h y a tidak terjadi pada semua s e f d a l m jaringan asal, M a p 3 hrmya sel di lapisan
"periphery", pang membeleh; terus, sedangkan sel-sel yang
ada di bagian tengah tetap "quiscent* (Yeoman, 1970).
Kafns
sel-sefnya
yang sadah tua sering ramandung tanin,
mengalami
lign5ffkasi
(Mga
daa
hrzan,
Kuftur k d a s yang terfalu lama pada satu
1987).
dan
media
yang tetap akm m e n y e b a l k a n ftabisnya unsur hara dan terair.
Df
sanrping itu kalus Juga mengelnarkan senyawa-senyawa
ha-
jadi
pengeringan dari agar $arena kekurangan
sil metabolism yang dapat teralsluatrlasi dan
menyebabkan
bracunan di media cfan dapak menghambat pertumbuhan
lus sendiri.
da
ba-
Oleh karena itn kafus pang dittmbuhkan pa-
suatu media perlu dipindahkan secara
teratur
dalam
Jangka waktu tertentu (Dodds dan Roberts, 1984).
Kapasitas
morfogenesis umumnya menurun sesuai
ngan lamanya jaringan di kulturkan tetapi beberapa
dekul-
tur kalus kapasitas morfogenesisnya dapat bertahan dalam
jangka waktu panjang (George dan Sherrington, 1984).
Kecepatan
kultur
dan
efisiensi regenerasi
planlet
dari
kalus tergantung dari: (1) interval antar
awal
inisiasi kalus dan awal morfogenesis, (2) frekuensi
laju
inisiasi
setelah
mengalami
mungkin
yang
tunas; (3) kemudahan
pertumbuhan
subkultur;
bergenerasi
(4) jumlah
tanpa kehilangan daya
tunas
kalus
subkultur
morfogenesis;
yang berinisiasi menjadi
berakar .
dan
(5)
tunas
dan
4
Kultur
kalus yang normal menghasilkan tunas-tunas
dalam waktu yang relatif lambat.
Namun bebrapa tanaman
dan eksplan tertentu d a 2 a kandisi tertenta, t a b s dapat
berinisiasi menjadi tunas dan embrio somatik dengan
ke-
mampuan yang tinggi.
2.4.4 - i o n w f s
S
-
Ehbriogenesis somatik
atau aseksual a h l a b produk-
si struktur-struktur yang menyerupai embrio dari sel-sel
somatik.
Embrio ini dapat berkembang febih l a n j d
dan
berkecambah menjadi "planlet" (Tisserat, 19853.
Kemampuan
tanaman
berbunga
untuk
pfengkasifkan
embrio
tidak terbatas pada perkembangan sef telur
telah
dibuahi, pembentukan embrio (embrioid) dapat
dorong pada kultur jaringan tanaman.
liti
(1958) dan pertumbuhan kalus wortel pada
agar oleh Reinert (1959).
matik
di-
Pertama-tama dite-
pada kultur suspensi wortel (Daucus carota)
Steward
yang
oleh
media
Penelitian embrio genesis so-
telah dilaporkan pada kultur jaringan lebih
dari
30 famili tanaman (Raghavan, 1976; Narayanswamy, 1977).
Embrio
somatik dapat tumbuh
pada kultur
in v i t r o
dari tiga sumber:
1
Sel-sel vegetatif dari tanaman dewasa
2.
Jaringan-jaringan reproduktif selain dari tigat
3.
Hipokotil dan kotiledon dari embrio dan tanaman muda
tanpa diawali pembentukan kalus (Dodds dan
Roberts,
1984).
Produksi embrio somatik dari s d , jaringan dan
gan
dapat terjadi secara langsung atau tidak
Cara
or-
lampsung.
langsung ialah dengan pembentukan embrio
aseksual
dari satu sel atau kumpulan sel-sel pada bagian dari 3aringan
eksplan
1985).
Cara
dahulu
media
tanpa perantaraan phase
t i h k langsung terbentuk
kaIus
dan terjadi inisiasi pro-embrio,
yang
(Dixon,
kakas
terlebih
biasanya
mengandung konsentrasi auksin
rang
pada
ting6fi
(2,4-D) dan kalus ditransfer ke media yang tidak mengandung zat pengatur tumbuh dengan ptaksud mendorong whentukan
Apabila
embrio bipolar dari pro-embrio initial.
keadaan
cacok, embrio-ernbrio ini berkecambah
"planlet".
Semua
bagian wortel seperti
(tangkai daun), peduncle (tangkai bunga),
membentuk
akar,
petiol
daun
batang
atau embrio zigotik akan menghasjlkan kalus embriogenik.
2.5
Kultur Jaringan pada Tanaman Bawang Putih
2.5.1
Kultur Jaringan untuk Tujuan Perbanyakan Tanaman
Masalah yang dihadapi dalam memperbanyak bawang putih
secara vegetatif yaitu dengan siung
ialah
lamanya
waktu yang diperlukan untuk penyediaan bibit bawang
tih,
karena bibit yang baru dipanen
hams
pu-
dikeringkan
dan di samping itu umbi mengalami dormansi.
Selain itu rendahnya produksi per hektar dan
masih
terbatasnya areal penanaman bawang putih, sedangkan
se-
bagian produksi digunakan kembali sebagai bibit sehingga
mengurangi produksi untuk konsumsi.
Harga wnbi bibit cukup tinggi sehingga untuk
pena-
naman satu hektar dibutuhkan biaya yang tinggi. Masalahmasalah inilah yang mendorong para peneliti untuk
gunakan
dalam
wetode kultur jaringan untuk
Eseng-
mempero'ieh bibit
%-
junilah gang banyak dafam waktu yang singkat,
berapa penelitian kearah ini telah diadakan.
Guna mendapatkan tanaman yang bebas virus, Havranek
(1972) memakai eksplan ukuran 0,4
-
0,6 mm.
Medium yang
dipergunakan adalah medium MS ditambah NAA sebanyak
um
dan Inositol serta Casein
yang
hydrulisat.
Tunas-tunas
terbentuk menghasilkan akar pada media yang
tetapi
lebih
banyak pada media yang
5.4
tidak
sama,
mengandung
hormon, 87 persen dari tanaman yang dihasilkan bebas virus GMV.
Tanaman yang lebih kecil 0,4 mm tidak
Selanjutnya
tumbuh.
.
Bhojwani (1980) memakai eksplan dari
-
pucuk
ukuran 5
8 mm.
Multiplikasi
tunas
pada
penambahan
Pada
medium B5 didapatkan jumlah tunas dua
didapatkan
2-iP sebanyak 2,5 uM dan NAA
banyak daripada medium MS.
tunas
0,5
kali
uM.
lebih
-
Kemudian
kira-kira
Bhojwani
mempergunakan
0 , 5 mm dengan media BDS (Dunstan
1977a) dengan NAA dan
ukuran
dan
Short.
BA (0; 0,l; 1,O; 5.0 dan 10.0
atau dikombinasikan dengan NAA.
saja
eksplan
Tanaman yang
uM)
df-
hasilkan merapunyai jumlah kromosom 2n = 16 (diploid).
Peneliti
lain
henggunakan cakram
(basal
plates)
dari bawang putih pada medium BDS densan mewakai BA
-
80 uH) atattl dFkombinasikan dengan MASL 5 &Iyang
)
terknt.uk
t-
adafah akar diibtxti tarnas
-
pad& bagiaa apika'l dari cakram 3
narp
4 &nqgu
(10
per-
lnuncul
yang
sesudah
ta-
(Novab et a1 . , 1982).
Bovo dan Hroginski (1985) menggunakan nseristem dari
beberaprt. IcuZtfvar b w a n g putih meatakd medixatt MS
bah
0.01
-
0,1mg/l. MAA dan 0
beregenerztsi
60 hari sesudah d
ling banyak ( 6 0
-
-
3.0 mg/l GA.
i
k
ditawTanaman
u dan
~ tunas
~ ~
pa-
74%) pada media HS dengstn 0.1 mg/l NAA
KuFtur Jaringan unt& Tujuan Peraulfaan Tanaman
2.5.2
Tanaman bawang putih mempunyai k n g a
yang
steril
sehingga perbaikan bawang putih melalui teknik pemuliaan
konvensional
tidak
mernungkinkan (Nagasawa dan
Finer,
1988).
Selama ini klon-klon bawang' putih didapatkan
rnela-
lui seleksi klonal tetapi kebanyakan bawang putih di dunia ini diserang oleh virus.
Berbagai tingkat toleransi
telah
didapat pada klon-klon lokal. tetapi
untuk
dimasubkan dalam program pemuliaan sangat
kemungkinan
kecil,
karena
cara hibridisasi biasa tak dapat dilakukan
pada
tanaman yang diperbanyak secara vegetatif.
Variasi somaklonal sebagai sumber variabilitas
ge-
netik sekarang merupakan alat yang penting bagi pemuliaan
tanaman (Dolezel. dan Novak, 1986) dan
bawang
putih
merupakan species yang menarik untuk dipelajari variabilitas karyotipenya -3.
nya
panjang
kultur Jaringan karena krmosom-
dan jumlahnya sediIrit
(Ilamato,
1977
dan
Baylis, 1980 ) .
kultur jaringan untuk tujuan pemfiaan
Pada
dibutuhkan
tancunan dalam JurnLah banyak, cukup
tidak
beberapa
tanaman saja sebagai smber mutan, pang selan3utnya
cta-
pat diperbanyak lagi .
Havranek dan Nova$ (1973) adalah orang gang pertmembuat kultur kalus bawang putib,
daun muda dengan memahi medium
tin (9.3 uM), IAA ( 1 1 , 4 &)
genesis
Kalus diinduksi dari
ditambah cfengan Kine-
dan 2,4-D ( 4 , 5 *).
gada kultur kalus tertekan of&
Organo-
adanya
2,4-D.
Apabila kalus dipindahkan ke medium dengan kinetin ( 4 6 , s
uM) dan IAA (11,4 uM) tunas-tunas mulai muncul dalam dua
minggu.
Bulblet
kemudian terbentuk pada
bagian
dasar
dan Schaeffer (1973) Juga menginduksi
kalus
dari planlet yang berdifferensiasi.
Kehr
dari tunas pucuk siung bawang putih.
Basil yang
diper-
oleh sama dengan yang didapatkan oleh Havranek dan Novak
(1973).
Media
yang
digunakan MS
ditambah
2,4-D
(1
mg/l), IAA (1 mg/l) dan air kelapa 25 ml/l).
siasi
Differen-
tunas terjadi apabila kalus dipindahkan ke
media
MS ditambah Kinetin (1 mg/l) dan IAA (1 mg/l).
Penelitian
lainnga
dengan
memakai
tunas
pucuk
(shoot tips), cakram (bulblet disks) potongan batang dari
siung bawang putih dengan
(10 uM),
medium A2 ditambah
2,4-D (2 uM) dan Kfaetin 4 0 , 5
a).Selanjutnya
untuk regenerasi kalus menjadi planlet dimnakan
AZ
ditmah
10 uM Kinetin dan 10
4-CPA
IAA
medium
El-Nil,
(Aha
1977).
Selanjutnya Suh dan Park (1986) mencob mengkultur-
kan
anther dari bebrapa kultivar yaitu
Jaeju
Shanghai Early pada e r d u r n MS,
dan
(Gamborg).
Kalus mnncul 4 minggu
sedangkan tunas n x m m l 9 minggu,
kinetin (2
Hagano
-
4 nrg/f).
satelah
CS
White,
dan
B5
diwturkan,
B5 ckngan
Pada medium
Tunas-tunas i n 2 berakar 2
minggu
kemudian setelah ditransfer ke medium perakaran (112 MSf
Tiap kultivar mempunyai respon yang berbeda-Ma. Nagamo
membentuk kalus terbanyak diikuti oleh Jaeju
White
se-
dangkan Shanghai Early tidak menghasilkan kalus.
Tanaman
tetraploid dapat dihasilkan dengan
metode
kultur jaringan dengan mempergun9kan senyawa Colchichine
Untuk mendapatkan tanaman tetraploid, jaringan
diberi
setelah
perlakuan Colchichine (3 000 mg/l)
dikulturkan.
Dari 140 tanaman yang
meristen
satu
minggu
dihasilkan
22,9% tetraploid dan 15% chimera yang mengandung sel-sel
diploid dan tetraploid (Novak, Hazel dan Dolezel, 1986).
Variasi somaklonal adalah sebagai alat untuk
liaan
bawang putih.
Kalus diinduksi dengan
pemu-
MS
medium
yang mengandung 0,125 mg 2,4-D/1 dan 0,5 mg 2,4-D/1
dan
Setelah 60 hari akar-akar terbentuk
dan
Pada medium MS dengan Kinetin
dan
dengan
warna
sinar.
hijau nampak,
IAA semua tanaman beregenerasi setelah 150 hari
(Tapia,
1987).
Peneliti Lainnya mnggunakan tunas pucuk, primordia
daun pertama dan M u a , cakram dari CV. k s a d o
yo
dikulturkan balam keadaan g e h p atau
Paragua-
16
penyinaran
jam/hari p d a medium PfS dengan ZAA sebanyak 1,0 mg/l ditattsbah
0,5
-
hrbaayak
yang
I
~ a g
2,4-D/1
didapatkan
tanpa
r
i
Kinetin.
kalus
Regenerasi
berasal
dari
IAA
daun dengan d i m yang mengandung 1 , O mg
pirnordia
dan 2 , 0 mg Kinetinfl (Conci, kriconi ban &me, 1 9 8 7 ) .
Nagasawa dan Finer (1988) menggunakan medium dengan
garam MS dan vitamin B5 (Garaborg).
kan
Auksin yang
NAA, 2,4-D, 2,4,5-T, D i c a m b a , dan Picloram
diguna=sing-
masing
dengan konsentrasi (0,l; 0,3; 1,O; 3,O;
mg/l).
Kalus terbanyak dihasilkan pada pemberian
10;
30
2,4-D
dengan konsentrasi rendah, diikuti 2,4,5-T, Dicamha dan
Picloram
tak
(konsentrasi tinggi) sedang medium dengan
dihasilkan
kalus sama sekali.
Selanjutnya
dipindahkan ke medium proliferasi dengan NAA 1 mg/l
BA 2 mg/l.
NAA
kalus
dan
Penelitian
selanjutnya
menggunakan
daun pada kultivar Bianco Piacentino
2 mg IAA,
tambah
eksplan
dari
pada medium MS di-
0,05 mg 2,4-D dan 0,l mg
Kinetin/l.
Regenerasi tunas didapatkan pada medium MS ditambah 2 m g
I A A dan 4.5 mg Kinetin per liter. Induksi akar dilakukan
dengan memakai medium~MSdengan 10 g sukrosa dan 0,1 mg
IBA per liter.
Tefah banyak peneliti melaporkan bahwa pada
ta
v i t r o Icebanyakan genera tanaman mengalami
genetik,
demikian pula dengan kultur
kultur
perubahan
jaringan A l l i u m .
Hal ini mungkin berguna bagi peeruliaan tanaman. Beberapa
peneliti
mengatah bzthwa zat pengatur tmbufr
terutama
2,4-D pada konsentrasi tinggi dapat inenyebabkan terjadijumlah krmsom pada sel-sel rang
dikul-
sedangkan pada konsentrasi rendah tidak
wenye-
nya perubahan
turkan,
babkan
1964).
perubahan 3um1ah
krowosow (Dolezel
dan
Novak,
III.
3.1
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur
ringan
Ja-
Jurusan BDP, Institut Pertanian Bogor, dan
ber-
langsung dari bulan Maret 1989 sawpai dengan bulan
Juli
1992.
Bahan dan Alat Penelitian
3.2
3.2.1
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adafah m b i bawang pu-
tih varitas Lumbu Hijau.
Benih ini diperoleh dari peta-
ni bawang gutih Ciwicfey, Bandung.
Medium
dasar yang dipergunakan adalah
d i m
BIfS
yaitu d i f i k a s i aiedium 35 (Dunstan dan Short, 1977) dan
medium AZ (Abo El-Nil dan Zettler, 1976).
dua
m e d i m tersebut disajikan
dan
2.
Sebagai
Komposisi be-
d a l a Tabef
bahan pemadat
digunakan
Agar
"Difco" (Difco Lab, Detroit, Michigan, USA) dengan
sentrasi 8 g/l.
1
Lampiran
bacto
kon-
Sukrosa sebanyak 30 gfl digunakan seba-
gai sumber energi, sedangkan zat pengatur tumbuh seperti
2,4-D
(2,4 -dichlorophenoxyacetic acid), 4
.
-
CPA
(4
-
chlorophenoxyacetic acid), NAA (naphthaleneacetic acid),
BA
(6
purine),
-
Benzyl Adenin), Kinetin
2-iP (N6
-
2
-
(6
-
furfurylamino
isopentenyl adenin
diberikan sesuai dengan perlakuan.
dan
Zeatin
Dalam percobaan ini digunakan juga bahan-bahan
un-
tuk mensterilkan bahan tanaman seperti alkohol 70%,
fu-
ngisida Benlate (2 g/l), Clorox 40%. serta Betadin sebagai bakterisida. Pada saat aklimatisasi digunakan pasir,
tanah dan kompos yang steril, pupuk buatan d m Benlate.
Untuk
rnenguji 'kestabilan
genetik
dipergunakan
8-hidroksiquinolin sebagai pra perlakuan, sedangkan
un-
tuk
fiksasi d i g u n a h asam asetat 45% satu
daa
HC1
IN
orcein
tiga bagian,
dan
Zat warna yang
bagian
digunakan
kemudian dilakukan metode
Squash
acetu-
krosusom
(Tabel Lampiran 3).
3.2.2
Alat-alat
Alat-alat
mensterilkan
dan media).
waktu
yang digunakan adalah:
alat-alat (pinset, scalpel,
bob1
ialah scalpel, pinset, dan gunting.
media
yang
biakan
mikroskop Nikon
digunakan pH meter model SA
-
Japan
-
pada
dlpergunakan
Untuk arengukur
Alat pemotret yang digunakan ialah Nikon FX
3.3
untuk
Laminar air-flow cabinet dfperguzrahan
menanam eksplan. Alat diseksi
asaman
autoclave
520,
-
be-
Orion.
35 WA
dan
optiphot.
Metode Penelitian
e
Penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu: I. Penelitian morfogenesis tidak langsung (MTL) yang terdiri
dari
dua tahap.
kedua
regenerasi
Tahap pertama induksi kalus dan
kalus.
11.
Penelitian
tahap
morfogenesis
langsung (ML) dimana tunas langsung terbentuk.
Bagan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Morfogenesis
langsung
Morf ogenesij langsung
Media in& ksi kalus
Hedia re enerasi
Media re enerasi
Media Fnduksi perakaran
(pengamatan j lah kromosom)
$
$
1
"$
Aklimatisasi
Media induksi p e d a r a n
(pengarnatan utalah kronwsoar)
i
Aklimatisasi
Gambar 2,
kan
Ragan dari Penelitian
Sebelum aaemasuki penelitian terlebih dahuln
diada-
penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk
menge-
tahui selang konsentrasi dari auksin dan sitokinin serta
teknik pewarnaan dan pemeriksaan kromosom.
penelitian I yaitu morfogenesis tidak
lang.
sung diadakan terlebih dahulu penelitian pendahuluan unUntuk
tuk menginduksi kalus.
Media dasar yang digunakan ialah
media
AZ.
ialah
4-CPA (0; 1; 2; 4 mg/l) dan 2,4-D (0; 0,2; 0,5;
1,O
mg/l)
Auksin yang digunakan untuk
serta Kinetin (0,l mg/l).
induksi
Terdiri
kalus
dari
5
perlakuan.
Untuk
jelasnya komposisi
perlakuan
untuk
induksi kalus dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4.
Untuk
penelitian
I1 yaitu
morfogenesis
langsung
(ML) diadakan terlebih dahulu penelitian sebanyak 13
pe-
nelitian pendahuluan dengan media dasar BDS dan kombinasi dari NAA (0 - 1,8 mg/l) + BA (0
-
18 mg/l).
Selain NAA dan BA ada pula yang ditambah dengan zat
tumbuh lain seperti GA (0,1 mg/l).
pengatur
glisin ( 5 0 - 100 mg/l),
retardan
pula
-
ditambah dengan asam amino glutamin (50
lahnya
1
Perlaknaa
CCC 0,5
ditambrth
ada pula
ditambah
yang
- 1 w/l,dan Coumarin 30 utg/f.
Picloram O,l
-
-
2-iP ( 0 , l
Ada
8 w
l
. Perlakuan
ialah antara 2-iP (0 - 10 mg/l) + ficlorm ( 0 , 5
Selain
100
itu kombinasi antara NAA (0,Ol
-
-
lain
8 mg/ll.
8 W l )
+
8 mg/l), untuk jelasnya komposisi zat penga-
tur tumbuh dari penelitian pendahuluan 1 sanxpai
peself-
tian pendahu
putih (Alliur sativur L.) termasuk
tanaman
sayuran umbi yang mernpunyai nilai komersial yang
tinggi
sehingga banyak diusahakan oleh petani di Indonesia.
samping
itu bawang putih temasuk salah satu
Di
konroditas
hortikultura yang mendapet prforftas untuk dikedmngkan.
Pearerintah bewaksud mengurangi
putih
irnpor
dengan jalan
ketergantungan
menganjurkan
bawang
kepada
petani
untuk meningkatkan pembudidayaan tanaman bawang putihBawang putih mempunyai aroma yang merangsang karena
itu
sebagai bumbu masak penggunaannya relatif
sedikit,
tetapi masakan tanpa bawang putih akan terasa kurang sedap.
Aroma ini disebabkan karena senyawa alfstn.
Pada
umbi
bawang w t i h terdapat asam amino yang
ber-
tidak
warna, tidak berbau dan larut dalam air dan dikenal
hagai
alin.
Bila terjadi pelukaan pada
se-
enzim
selnya,
alinase akan menyebabkan terpecahnya alia menjadi senya-
wa yang mengandung sulfur, yaitu afisin.
Alisin pada bawang putih berperan sebagai anti bakteri dan cendawan sehingga banyak digynakan sebagai
han obat dan pestisida sejak zaman dahulu.
ba-
Saat ini ba-
a
wang
kanan
putih digunakan sebagai obat untuk menurunkan
darah
tinggi, penyakit kernbung,
infeksi
gatal-gatal pada permukaan kulit, serta sebagai
racun serangga berbisa (Jones dan Mann, 1983).
te-
maupun
Selain alisin, bawang putih juga mengandung skornidin.
Skornidin berfungsi sebagai enzim pendorong
tumbuhan
yang
efektif dalam proses
per-
perkeeambahan
dan
pembentukan akar kecambah s i m p bawang putih*).
Setiap
100 g umbi bawang putih
mengandung
kurang
lebih 66,2 persen air: 7,O g protein; 0,3 g lemak;
g
karbohidrat; 26,O
n
s Ca; 109,O mg P;
24,9
7,O mg asam
as-
korbat dan 122 kalori (Knott dan Deanon, .1467).
Produksi
bawang putih di Indonesia saat ini
belum mencukupi kebutuhan konsuasi masyarakat,
masih
sehingga
rnasih perlu mengimpor guna memenuhi keperluan dalam
ne-
geri. Pada tahun 1991 produksi bawang putih di Indonesia
sebesar 133 874 ton dertgan luas panen 21 126 ha,
rata-rata
ton
6,3 ton per ha.
dengan
disebabkan
dan
nifai
Juarlah impor
sebesar US
sebesar 1% 519
Hal
14.955.346.
$
karena masih rendahnya produksi
areal penanaman bawang putih yang
Hasil
hektar
per
masih
in5
terbatas,
serta sebagian produksi digunakan kembaff sebagai
bibit
sehingga mengurangi jumlah produksi yang dapat dikonsumsi.
Di samping itu lamanya waktu yang-diperlukan dalam
penyediaan
bibit bawang putih dapat menjadi
kelancaran
proses produksi.
Agpr
penghalang
didapatkan
produksi
yang
baik, bibit harus dikering anginkan
selama
kira-
kira
dua
selama
enam
*)
bulan
dan
kemudian
disimpan
Wibowo, S. 1989. Budidaya Bawang Putihj Bawang Merah dan Bawang Bombay, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
bulan,
sehingga diperlukan waktu kurang
lebih
delapan
bulan dari sejak panen sampai bibit siap ditanam.
Kebutuhan bibit bawang putih setiap hektar berkisar
500 kg sampai 700 kg.
kg,
sehingga
Harga umbi bibit Rp 10 000,- tiap
biaya yang
dikeluarkan
untuk
penanaman
seluas satu hektar beGkisar 5 juta sampai 7 juta rupiah.
Karena
harga umbi bibit bawang putih cukup
tinggi
Se-
hingga perlu usaha perbanyakan yang lebih efisfen.
lain
untuk perbanyakan'taaaman, teknik kultur
se-
jaringan
diterapkan juga di dalam eliminasi virus dan penyimpanan
plasma nutfah (Kartha, 1981).
Tanaman yang bebas
mempunyai hasil yang lebih tinggi daripada yang
taminasi.
Pada tanaman kentang, tanamam yang
-
terkon-
terkonta-
rninasi
virus X dan virus S
kurang
dibandingkan dengan tanaman bebas virus
produksinya 11
virus
38
persen
(Stace-
Smith d m Mellor, 1968).
Salah satu bidang yang paling maju dalam kultur jaringan adalah perbanyakan vegetatif secara in v i t r - o . Menurut Winata (1987) perbedaan perbanyakan vegetatif
se-
cara i n v i t r o dengan metode konvensional ialah:
1.
Pada teknik i n v i t r a , bahan tanaman yang
dlperguna-
kan lebih kecil, sehingga tidak merusak pohon induk.
2.
Lingkungan tumbuh harus aseptik dan terkendali.
3.
Kecepatan perbanyakan yang tinggi.
4.
Dapat menghasilkan bibit bebas penyakit.
5.
Membutuhkan tempat yang relatif kecil untuk
silkan jumlah bibit yang besar.
mengha-
Perbanyakan cepat nelalui kultur jaringan dapat ditempuh melalui:
1.
Perangsangan
tunas aksilar dalam jumlah yang
mele-
bihi pertuarbuhan rang normal.
2.
Inisiasi
tunas adventif baik langsung
dari
organ,
maupun dari jarinkan kalus.
3.
Embriogenesis somatik.
4.
Organ vegetatif lainnya (umbi mikro, dll.).
Dari ketiga cara I , 2 dan 3 jika dilihat dari
jwnlah
promla
yaw
dihasilkan per wadah
per
segi
satuan
waktu, cara embrio somtik adalah yang terbanyak diikuti
oleh tunas adventif dan tunas aksilar.
Tetapi Sika
di-
lihat dari kestabilan genetik cara tunas aksilarlah yang
paling stabil fwattimena, 1988).
peroleh
tan-an
Sebaliknya, untuk mat-
lengkap , perbanyakan
aelalui
ahsilar dan tunas adventif mernerlnkan langkah
tunas
taaabahan,
yaitu induksi perahran, sedangkan embrio so~aatik sudah
merupakan
sudaft menrpunyei
tunas
Embrio somatik mempunyai potensi
untuk
satu unit Iengkap
puouk dan akar.
menggantikan
embrio
(Winata, 1987).
yang
zigotik di masa yang
akan
Organ vegetatif lainnya merupakan tunas
adventif atau tunas aksilar yanq didorong untuk
tukan organ tersebut.
kro
datang
gsmben-
Organ vegetatif seperti umbi
dan umbi lapis mini tidak memerlukan
induksi
miper-
akaran hanya memerlukan waktu untuk pemecahan domansi.
Keberhasilan
dilaporkan
kultur
jaringan bawang
putih
oleh beberapa peneliti (Kehn dan
telah
Shaeffer,
1976; Abo El Nil, 1977; Novak, Have1 dan Dolezel, 1982).
Banyak
kan
tunas
langsung
lagi peneliti lain yang berhasil
siung bawang putih baik
maupun
diregenerasikan
melalui
kalus
melalui
yang
ini
terlihat
regenerasi
kemudian
menjadi tanaman sempurna.
penelitian-penelitian
menumbuh-
dapat
Namun
adanya
dari
perbedaan
respon antar varietas, antar jenis eksplan maupun komposisi
media
serta zat pengatur tumbuh
yang
digunakan.
PeneLitian yang dilaporkan ini jika diulangi oleh
lain t i d a k selalu berhasil.
liti
litian yang diadakan
Di samping itu
hanya sampai tar&
penepene-
planlet
yang dihasilkan di laboratorium, dan atasih kurang bahkan
belum ada yang sampai pada penanaman di lapang.
Indonesia mempunya5 beberapa varietas bawang
seperti Lumba Hi jau, ~ u i b uKuning, Lumbu Putih,
aaangu.
Diantara varietas ini yang memberikan
tertinggi
adalah
Lumbu Hijau, yang
dapat
putih
Tawangproduksi
mencapai
7
t o n h a umbi.
Di Indonesia bawang putih jarang sekali
kan
bunga
bijinya.
tinggi
sehingga menjadi
.
masalah
dalam
menghasilmemperoleh
Bunga bawang putih mempunyai sterilitas
sehingga pemuliaan bawang putih
sional tidak dapat dilakukan.
secara
yang
konven-
Keragaman somaklonal sebagai sumber keragaman genetik, sekarang merupakan alat rang penting bagi pemuliaan
tanaman.
wang
Banyak keragaman morfologis dari tanaman
ba-
putih yang telah diidentifikasi dari .tanaman yang
diregenerasikan dari kalus yang dikulturkan dalam jangka
waktu yang lama.
tuk
Varlan-varian berupa berat umbi,
ben-
umbi dan beberapa diantaranya lebih baik dari
tipe
induknya (Kallw, 1988).
Berdasarkan
respon
hal-ha1 ini maka dicoba untuk
dari bawang putih varietas Lumbu Hijau
melihat
terhadap
media dan zat pengatur turnbuh melalui perbanyakan mikro.
Perbanyakan mikro terdiri dari 4 fase/ting3sat, yaitu:
Fase I,
Penyiapinn tanaman secara aseptik
Fase 11.
Produksi dari propagula
Fase I I I.
Persiapan propagul ant&
penanaman di lapang,
Propagula dipindahkan pada media perakaran.
Fase TV.
Di
Penanaman di lapang,
dalam penelitian in5 akan
dilakukan penelitian
dari fase I sampai dengan fase I T 1 dengan penekanan pada
fase 11.
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan 'untuk
mengetahui
perbanyakan in vitro bawang putih baik melalui
nesis langsung maupun tidak langsung
cara
morfoge-
1.3
1.
Hipotesis
Kombinasi z a t pengatur tumbuh pada media sangat berperan
dalam menentukan keberhasilan perbanyakan
in
v i t r o tanaman bawang p u t i h baik melalui morfogenesis
langsung maupun t i d a k langsung.
2.
Perbanyakan i n v i t i . 0 bawang p u t i h secara
sis
tidak
genet i k .
langsung
dapat
menimbulkan
morfogenekeragaenan
TINJAUAN PUSTAKA
11.
2.1
Sejarah dan Botani Tanaman Bawang Putih
Sejarah
2.1.1
bawang putih (Alliur sativur L.)
Tanaman
famili
Liliaceae
dan
merupakan
tanaman
terrnasuk
monokotil
4
(McGillivray, 1962).
Klon bawang putih
pada
umulrutya
adalah diploid dengan jwalah kromosom 2x1 = 16.
m n g
putih sucfah d i k e n a l febik dari
5 000 tahun
Di Me-
gang lalu sebagai csbat tradisional yang mujarab.
sir h n o , budak-budak yang manbangun piranid diberi ransum
bawang putih agar tetap sehat dan kuat
bnn,
Orang-orang Roaaa kurang
1983).
(Jones dan
menpktti
bawang
putih h r e n a baunya, sehingga diberikan pada buruh-buruh
dan tentaranya (Knott dan Deanan, 1967).
Bawang
putih
perkembangan
baik
mempunyai bunga yang
steril
karena
sel-sex kelamin berhenti pada stadia
pada bunga betina maupun pada bunga
jantan
awal
(Koul
dam Gohil, 1970).
Berbagai usaha telah dilakukan, akhirnya
klon
diperoleh
bawang putih, akan tetapi serbuk sarinya
(pollen)
tidak dapat berkecambah (Konvicka dan Levan, 1972).
Konvicka
bulbil
naman
(1973) mempublikasikan bahwa
timbulnya
pada bawang putih disebabkan karena infeksi
oleh mikoplasma.
Ia berhasil mendapatkan
putih yang menghasilkan biji dengan memberikan
tik (Koul, Gohil dan Langer, 1978).
ta-
bawang
antibio-
Havranek
(1975) rnengulangi percobaan tersebut
de-
ngan memberikan tetrasiklin pada infloresens tetapi
ha-
nya mendapatkan bi ji yang mengkerut dan tidak dapat ber'
kecambah .
%am-baru
df dapatkan.
ini klon bawang putih yang fertil
Dengan didapatkannya klon
yang fertil, hibridisasi den-
Af l iur
telah
sativum
induk liar, Aiifur lmqi
c u s p i s dam* df lahkan f B.toh, 1984)-
Kernahan-kemajuan
dalazn
pemuliaan
bawang
sangat
lambat dan nwnbuka prospek pemuliaan bawang putih dengan
klonal, tetapi Icebanyakan klon bawang putih
seleksi
berhgai *pat
di dunia diserang oleh virus Garlic
df
Mo-
Berbagai tiagkat tole-
saic dan behrapa v i m s lainnya.
ransi telah didapatkan di antara kfon-kfua lokal
tetapi
sangat kecfl kemuagkinannpa untuk dimasukkan dalam
pro-
peamliaan karena hibridisasi sukar dilakukan
pada
gram
spesies tanamam yang biperbanyak secara vegetatif (Evan,
Sharp dan bm.%rato, 1906)3enis-jeais bawang putih dapat bertambah
junalahnya
karena terjadinya mutasi selama perbanyakan secara vegetatif
terus-menerus.
tanaman
yang
Usaha pemuliaan untuk
menghasilkan m b i yane bafk
memperoleh
serta
tahan
I
terhadap penyakit, dilakukan melalui seleksi klonal atau
dengan radiasi untuk memperoleh mutan unggu1.
Varietas bawang putih yang banyak dibudidayakan
Indonesia adalah varietas Lumbu Hijau dan Lumbu
Kedua
varietas ini beserta jenis-jenis hasil
Kuning.
mutasinya
diberi
nama yang berbeda pada tempat yang berbeda
disebut
Santong dari Lombok serupa dengan Lumbu
Va-
ini dapat dibedakan dari besar tanaman,
tmur, bunting/tidaknya, Sumlah siung,
produksi,
yang
Hijau;
Tawangmangu dan Cirebon serupa dengan Lumbu Kuning.
rietas-varietas
di
bsar,
bentuk d m wama umbinya. L u m h tfljau h l a t besar, umbinya
rata-rata 15 siung, yang
dengan
dan
besar
siung/umbi
-
85
100 hari.
bervariasi, EEaaur 95
Kulit luar
i
Dam
Hijau.
-
125
lebih sempit dan lebih teg&
hari.
HiJau, wmrs-
bemarna
tanaman, umbi dan siung lebih frecil
Ukuran
buah,
31
seolah-olah bertuptpuk
Lwnbu Kuning produksfnya k a n g d-etri Lni&xz
nya
-
berwarna putih keunguan, jwnlah stung 6
putih.
dari
L-bu
dari
Lumbu
~i jau*) .
2.1.2
Perbelaan Tanaman Bawang Putih
Daun
bawang putih berbentuk pipih, rata
melipat
arah membujur.
bungkus
pelepah
dan
agak
Pelepah daun tipis, kuat,
men-
daun rang dalam dan yang
lebih
muda,
sehingga membentuk batang semu yhng tingginya dapat mencapai lebih dari 30 cm.
*I Kusumo, S. 1984. Budidaya
CV. Yasaguna, Jakarta.
Bawang
Putih.
Penerbit
Umbi
dari
6
-
bawang putih adalah umbi lapis
31 siung (cloves).
yang
Jumlah dan
terdiri
siung
susunan
berbeda menurut jenisnya. Pada umbi lumbu hijau terdapat
6
-
31 siung
dengan rata-rata 15 siung (Anonim, 1984).
Siung diseluhngi oleh kulit pang tipis namun liat,
hingga
merupakan
satu kesattxan umbi
se-
hlat.
berhtuk
Setiap siung dibungkus oleh h f i t yang sama dengan kulft
luar umbi .
Siung
bagian
bawang putih terdiri atas tiga bagian
bawah
atau dasar m b i ,
sebenarnya
adaiah ba-g
semprna).
Titik tu&h
Daging
pembungkua
berbentuk
pokok Bang
yaitn
cakram
yang
rtrdimenter
(tidak
berada di tengah-temgah caPuaar.
titZk tambuh, yang
dapat
distmakan
dengan upih daun, berubah furrgsi m n j a d i pefindtrrag titik
pangan
tuabuh dan ssltali gus nrenjadi gudang persediaan
yang diperlukan uatuk pertumkmbn tannmftrr b a a .
M atas
nJung,
titik tumbuh terdapat lubarig vertikal, menu3u ke
yang nampak seolah-ufah te-tug
rapat u3ungnya
seperti
tsrlihat pada Gambar I * ) .
Pada
kebanyakan klon bawang putih,
tangkai
bunga
tidak tersembul keluar, bunganya sebagian atau sama
kali
berupa
.
tidak keluar, karena sudah gaga1 pada waktu
tunas bunga.
Ada yang tangkai
bunganya
masih
begitu
pendek, sedangkan pada bagian bunga terbentuk umbi
*)
se-
yang
Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang
Penerbit CV. Sinar Baru, Bandung.
Keteranaan: 1. batang semu ;
3. daun pelindung siirng ;
5. i d ~ n gberisi tunas vegetatif ;
7, eksplan + 0 , s cn (tunas m a t i f ) .
Gambar 1.
2. pelepah y m q wtqwiq
4. siung
6. tunas w g e t a t i f
Irisan Melintang Umbi Bawang Putih (a)
Irisan Membujur Siung (b) dan Eksplan
(explant) (cJ
tumbuh sehingga terjadi bengirakan di batang s-u
seolah-
olah "bunting".
2.2
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Putih
Di Indonesia tanaman bawang putih banyak ditanara di
dataran tinggi antara 700
wang
-
1 100 rn dari muka laut.
putih di negara-negara tropis memerlukan
bawah 2 0 O ~untuk menghasilkan umbi rang baik.
nesia
suhu
ini didapatkan di dataran
Ba-
suhu
Di
tinggi
di
Indo-
(Kusumo,
1984).
Tanah yang cocok ialah tanah lempung berpasir
lempung berdebu dengan struktur gembur.
lalu masam atau terlalu basa akan
rang dibutuhkan 6 sampai 6.8.
Tanah yang ter-
menghasilkan
yang tumbuhnya lambat (Theodora, 1976).
atau
tanaman
Kemasaman tanah
Curah hujan yang sesuai 100
hu yang dikehendaki 15Oc
nim, 1984).
-
-
200 mm per bulan, su-
26Oc, suhu optimal 20°c
pemben-
Panjang hari dan suhu mempengaruhi
tukan umbi, kematangan dan hasil bawang putih
(Ano-
(Teodoro,
1976).
6
2.3
Perkembangan Kultur Jaringan Tanaman
Kuhtur jarfngan tanaman merupakan suatu metode per-
banyakan
tanaman dan w i a n (organ) yang sangat
prdmplas.
jaringan atau sel tanaman
dalam
Isetcil,
lingkungan
aseptik tanpa siklus seksual sehingga bagian-bagian terseht
dapat maperbanyak diri dan beregenerasi
trmaamn
lengkap,
menjadi
Metode ini seringkali disebut
thih
in v i t r o .
Konsep bahwa tiap sel dari organisme adalah totipoten
dikeprukakan oleh Schwann pada teori sel b h w a
sef-sel
tiap
hidup dari organisms multiselufer mampu
berkembang
secara bebas pada kondisi luar
yang
untuk
sesuai
(Dodds &an Roberts, 1982).
Berdasarkan sifat totipotensi maka Haberlandt untuk
pertama
kali pada tahun 1902 mencoba kultur
in
vitro.
Haberlandt mempergunakan sel-sel dari daun yang diisolasi,
yaitu Jaringan palisade d a d Lariur
purpureur
dan
Eichorra crassipes, sel-sel rambut dari Pulronari mollissira pada larutan Knops dengan sukrosa. Sel-sel ini tetap hidup sampai satu bulan, ukuran panjang dan lebarnya
bertambah
tetapi sel-selnya tidak membelah.
Kegagalan
ini
disebabkan karena sel-sel yang dipakai
lama
berdifferensiasi
yang
mendorong
dan belwn
pembelahan sel
yang
sudah
didapatkannya hormon
(Bhojwani dan
Razdan,
1983).
Pada tahun 1943, White berhasil
akar
menumbuhkan
tomat dengan mempergunakan media
yang
ujung
mengandung
garam anorganik, ekstrak ragi dan sukrosa. Kelnudian ragi
diganti dengan vitamin B, yaitu pyridoxin, thiamin
asam
nikotfnat.
Dua penemuan penting pada
pertengahan
1930 yang raendorong perkembangan kultur jaringan
identifikasi
banyak
keerajuan-kernajuan yang diperofeh
bangan kultar jaringan
Kultur
ialah
auksin sebagai pengatur tumbuh a l a
kegunaan vitamin B pada pertumbufian tan-.
( Bho jwani
dan
Sejalr
untuk
itu
perkem-
dan Razdern , 19831 .
jaringan telah dfgunakan secara luas
untuk
menumbuhkan tanaman yang berdiferensiasi dari satu
kalus, akar dan meristem.
dan
sel,
b t o d e fnrltur jaringan
digu-
nakan untuk nwsupercepat program pemuliaan tanaman
soma-
tik.
ju
Keuntungan dari perbanyakan mikro ini meliputi la-
multiplikasi yang tinggi, siklus yang pendek,
tergantung musim, membutuhkan ruangan kecil
untuk
nyimpanan tanaman, memudahkan pepgangkutan tanaman
satu
tempat
ke tempat yang lain,
tidak
perbanyakan
pe-
dari
klonal.
perbanyakan yang cepat dari seleksi baru (Abbott, 1976).
Laju regenerasi tanaman pada kultur jaringan sangat
bervariasi
dari
satu species dengan
species
lainnya.
.
Berbagai-bagai
sel, jaringan-jaringan
dan
organ-organ
dari berbagai species tanaman dapat berhasil dikulturkan
dan membentuk tanaman yang lengkap (Dixon, 1985) dan dapat diasumsikan bahwa dapat dilakukan pada semua tanaman
(Abbott, 1976).
Persyaratan yang'khusus untuk tanaman tertentu
liputi t i p eksplan (explant), tipe media, zat
me-
pengatur
tumbuh dan faktor luar.
2.3.1 -
T
Eksplan ialah bagian dari tanaman yang dipergunak-an
sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur (Livy Winata,
1987).
pat
Bagi kultur jaringan semua bagian tanaman yang
da-
diperoleh dan bebas dari mikro-organism dapat
di-
coba sebagai eksplan (Hussey, 1977), tetapi walaupun demikian
tidak semua jaringan tanaman mudah untuk
ditum-
buhfcan
(Wareing d a n Phillips, 1978)-
Hughes
Menurut
(1981), ha1 yang harus diperhatikan ddam memilih
bahan
tanaman untuk kultur adalah ukuran eksplan, umur
fisio-
logisnya dan organ yang menjadi sumber bahan tanaman.
Menurut
Brown
dan Summer (1982) tiap-tiap
organ
eksplan rang berbeda seperti dauh, kotiledon, hipokotil,
bagian
embrio,
dapat
digunakan
struktur reproduksi dan
dalam kultur
aksilar
tanaman,
yang
tujuannya untuk mempelajari masalah-masalah khusus
pada
organogenesis dan regenerasi.
jaringan
tunas
Pada umumnya tunas yang berasal dari bagian
tengah
kuncup memiliki pertumbuhan yang lebih baik dan
seragam
(Dutcher dan Powell, 1972).
Eksplan
se-
dari potongan tunas Rhododendron yang
dang dalam masa istirahat, pertumbuhannya
(Schneider, 1970).
kurang
kekar
Hussey (1978) mengatakan bahwa peng-
gunaan eksplan dari jaringan muda akan memiliki
tingkat
keberhasilan yang lebih baik dibandingkan jaringan yens
tua
.
m s p l a n yang besar akan membelah dan meealbesar lebih
cepat
daripada eksplan yang kecil,
kemungkinan
tetapi
mengandung virus akan lebih besar (Murashige, 1973), ssdangkan
Hussey flQ78) atengakahn bahwa ukuran
potongan
tunas yang dibutuhkan untuk kultur cukup kecil saja
dan
berguna untuk mendapatkan eksplan yang tidak terkontaminasi
.
Menurut Stone (1963) pembentukan akar dari
dapat
dipengaruhi
anyelir
yang
oleh ukuran
eksplan.
planlet
Ujung
panjangnya kurang dari 0,2 mm
bunga
membentuk
akar, dan ujung yang lebih besar dari 0 , 7 5 mm mekghasilkan
tanaman-tanaman
yang
masih
mengandung
"mottle
virus". Hasil penelitian yang djlakukan oleh Quak (1970)
mengatakan
bahwa
virus adalah 0,2
ukuran eksplan yang baik
-
agar
bebas
0,5 mm.
Abbott dan Whiteley (1976) menggunakan jaringan meristem
yang
mempunyai dua atau
tiga
daun
primordia.
-
Panjang
eksplan 0 . 5
1.0 mm dan diameter
kurang
dari
0,5 mm.
Pada rhubarb, pernotongan ujung tunas dengan dua
sarnpai tiga primordia daun, dan potongan yang lebih
ke-
cil tidak akan tumbuh (Walkey, 1968).
2.3.2
T
t
a K*
J
a
r
-
Sebagaimana halnya -tanaman di lapang,
bahan
maka
tanaman dalam kultur jaringan harus rue&apat
penyediaan
unsur-unsur hara untuk pertumbuhannya- Mineral yang diberikan dalam media merupakan unsur b r a m a k m dan mikro
yang diperlukan tanaman- Unsur-unsur tersebut diberikan
dalam
yang
bentuk garam-garam anorganik,
Unsur
hara
eaalrro
kalium
penting diperhatikan adalah nitrogen,
dan
fosfor.
Media dasar yang dikembangkan oleh Wh3te (19431 dan
dan Skoog (1962) merupakan media y a r e
Hurashige
paling
banyak digunalran saat ini.
Media yang banyak dimnakan pada h w a n g m t i h untuk
morfogenesis langsung Ialah media BDS yang
oleh
Dunstan dan Short, yang merupakan modifikasi
media B5 (Dunstan dan Short, 1977).
oleh
dikemban6fka.n
Media A2
digunakan
Abo El-Nil dan Zettler (1976) untuk induksi
bawang putih.
.
Besi merupakan unsur mikro yang penting untuk
tumbuhan
Besi
dan morfogenesis pada banyak species
dalam
bentuk besi sitrat dan besi
dari
kalus
per-
tanaman.
tartrat
sulit
diserap
akan mengendap.
dan
Untuk mengatasi
ha1
ini
Murashige dan Skoog rnenggunakan khelat besi (Fe-EDTA).
Selain unsur hara makro dan mikro j w a
glukosa
ditambahkan
atau sukrosa sebagai sumber karbon, konsentrasi
sukrosa dalam media biasanya 2
-
3 persen (Hussey, 1 9 7 * ) .
Komponen-komponen lain yang sering ditambahkan pada
me-
dium
dan
kuftur
adalah vitamin, zat pengatur
asam-asam amino.
tumbuh,
sari
Sering pula ditambah air kelapa,
buah dan ekstsak rag& untuk atemacu pertttmbuhan jaringan.
m.
Vitamin
yttng
sering ditard3Wa.n
sebagai
konrponen penting dalam ntedium adalah p i r i d e i n , thiamin,
asam
nikotinat,
asam folat , biotin,
askorbat. cholin (Murashige. 1 9 7 4 ) .
digunakan &lam
a
n
,
asam
Vitamin-vitamin ini
konsentrasi rendah.
Zat D e m u r t
.
Z a t pengatar trzrebuh merupakan
faktor rang menentukan a.r& perkembangan eksplan terutama
auksfn
Skoog
memakai
zat-zat
pengatur
tumbuh
Miller
differensiasi
dalam
dan
dengan
perbandingan
Proporsi yang relatif tinggi dari auksin ter-
sitokinin menyebabkan diferensiasi menqarah
akar dan j i k a sitokinin lebih
pada
tinggi
dari
maka jaringan akan berdiferensiasi ke arah
per-
pertumbuhan
auksin
Dari penelitian
(1953) didapatkan adanya
tertentu.
hadap
dan sitokinin.
tumbuhan tunas.
Elliot
(1970) mendapatkan bahwa sitokinin
10
uM
penting untuk perkembangan tunas-tunas pucuk dan potongan pucuk dari apel.
Konsentrasi sitokinin yang
untuk apel sama dengan untuk menumbuhkan ujung
meristem
Thumb (Elliot, 1970).
Rosa ruItifIora
-
.-
optimal
Asam-asam amino merupakan
nitrogen yang lebih c e p t tersedia bagi sel-sef
stumber
tanaman
dibandingkan dengan nitrogen yang terdapat dalasa
nitrogen
anorganik dal-
-raedium yang sama
Sherrington, 1984; Torres, 1989).
kurang
bentuk
(George dan
Penambahn Mans antino
diperlukan apabila dalam medium telah diberikan
garam-garam anorgaaik dalarn perbandingan yang tepat.
Sumber
media
nitrogen organik yang wtm digunakan
kultur adalah asam amino
L-arginin,
sistein,
L-glutamin, asparagin,
L-tirosin, glisin
serta
asam-asam amino sepertf casein hidrolisat.
glutamin
L-arginin
glisin
d m
sistein
2 mg/l dan
air kelapa 5
-
20%.
10 wg/l,
100 sag/l,
L-tirosin
casein hidrolisat 0,05
caaspuran
Konsent;rasi
asparagin yang mum digunakan
dan
dahm
-
100 mg/l,
O,l%
serta
Penambahan adenin sulfat dapat men-
stimulir pertumbuhan sel dan mendorong pembentukan tunas
(Torres, 1989).
Meskipun
asan-asam
I
amino tidak
diperlukan
kultur jaringan tanaman terna (herbaceous) dan
dalam
tanaman-
tanaman hutan, tetapi pertumbuhan dan morfogenesis
men-
jadi lebih baik dengan penambahan asam-asam amino.
Pada
kultur
jaringan conifera, asam-asam amino glutamin
arginin
mendorong pertumbuhan.
Pada pertumbuhan
dari keluarga Palmae, seperti kelapa sawit
pertumbuhan
didorong
oleh penambahan
dan
dan
kalus
kelapa,
asam-asam
amino
glutamin, arginin dan asparagin.
htardan dapat mlsadorong tanaman yang sifat pertumbuhannya tinggi untuk trwbuh membentuk tipe
rosette (Weaver, 1972).
Pbosfon-D
menghambat
pertumbuhan
Retardan seperti SAMI, CCC
m a n j a n g a n batang
dan
meng-
dengan
hambat pembelahan sel pada meristem subapikal, biasanya
tanpa
1960
mempengaruhi amristem apikal (Sachs et ai.,
a Weaver,
1972).
Cmuaarin mendorone pembentukan umbi mikro pada ken-
tang
di media dengan tandungan N yang rendah.
Konsen-
trasi o p t i m t ~a~h~l a h 110 uM (Wattintena, 1987).
Arann w.
Arang &if
digunakan untuk
wengge-
lapkan media. meniru sifat alami dari tanah. Arang aktif
bersifat
sebagai penyerap senyawa yang menghaatbat
per-
tumbuhan; juga sebagai penyerap dari zat pengatur tumbuh
(Wang dan Huang, 1976; Torres, 1989). Arang aktif mendorong pertumbuhan dan diferensiasi pada anggrek,
wortel,
tomat, tetapi menghamba't pertumbuhan
tembakau,
kedelai dan camelia apabila diberikan pada media
(Torres, 1989).
bawang,
kultur
Keasaman (PHI Medium.
Keasaman medium mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan karena mempengaruhi
tersedianya nutrisi maupun hormon bagi jaringan tanaman.
Keasaman pH medium biasanya berkisar 5 , O sampai 6 , O
sebelum
disterilisasi.
selang
Keasaman di atas atau di
tersebut akan4berpengaruh pada
kelarutan
bawah
unsur
hara yang dapat menyebabkan defisien atau keracunan hara.
Selain faktor di atas, kepadatan medium kultur juga
mernpengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman.
Ada jaringan
yang twmbuh baik pada medium padat,
tanaman
namun
ada
pula yang tumbuh baik pada medium cair.
Peaakaian
medium cair dengan menggunakan
dari kertas saring
("paper bridge"
filter)
jembatan
lebfh
Stone (1963) mendapatkan bahwa sistera ini
sukai.
dijauh
lebih baik dari agar, karena memberikan aerasf yang
le-
bih baik, perkernbangan akar yang lebih baik dan memudahkan pemindahan planlet (plantlet).
diadakan
agar
Pada percobaan
oleh Quak (1970) pada tanaman anyelir,
lebih
efektif, tetapi strawberry
dan
yang
medium
gooseberry
tumbuh
dengan baik pada
jembatan kertas saring
(Vine,
1968).
Jadi bentuk fisik medium yang dipilih tergantung
dari jenis tanaman rang ditanam.a
2.3.3
Faktor L u a
Kondisi
lingkungan tempat kultur
disimpan
sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur jaringan.
Menurut Murashige (1973) cahaya dan suhu
mempunyai
peranan penting dalam kultur jaringan.
Cahaya
dibutuh-
kan dalam mengatur proses morfogenesis. Murashige (1974)
juga berpendapat bahwa cahaya penting dalam
pembentukan
tunas, pembentukan akar, dan embrio genesis aseksual.
Percobaan
(1972),
yang dilakukan oleh Dutcher
dan
dengan eksplan dari tunas gucuk yang
Powell
dibiarkan
dalam keadaan gelap sama selrali, hanya menanjultkan
bentukan
kalus, meskipun masih tetap hid-
pem30
ses\xdIth
bulan.
Kebutuhan
cahaya aeliputi intensitas cahaya,
lama
penyinaran dan kualitas cahaya (Murashige, 1974). Intensftas penyinaran yang tinggi akan menborong perkembangan
cepat
yang
tunas
dari kuncup menjadi
tunas.
yang dapat tutnbuh baik dengan
500 - 3000 luks
Ekspfan
intensitas
pada stad5a I hingga stadia
kan
intensitas cahaya antara 3 000 sampai 10
(George
dan Sherrington, 19841, dengan lama
cahaya
11.
stadia I f 1 sebefum tanaman ditransfer ke tanah
dari
Pada
diMuh-
000
luks
penyinaran
16 jam per hari (Koevary, Rappaport dan Morris, 1 9 7 8 ) .
Cahaya yang baik digunakan adalah cahaya yang
asal
lampu
dari
cahaya TL.
Cahaya putih yang
.
berasal
ini merupakan campuran dari berbagai panjang
lombang.
berdari
ge-
Sedangkan menurut Murashige (1974) bahwa caha-
ya monokromatik akan menunjang pertumbuhan jaringan, sinar ungu akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan sinar biru akan mendorong perakaran.
Suhu yang umum digunakan dalam k u l t u r j a r i n g a n 2 4 * ~
-
2 8 O ~ . Suhu optimum b a g i pertumbuhan
tergantung
k u l t u r jaringan
d a r i j e n i s tanaman dan tempat
alami
tumbuh
tanaman t e r s e b u t (Murashige, 1 9 7 3 ) 2.4
Perbanyakan Cepat M e l a l u i K u l t u r Jaringan
1
2.4.1
Tunas a k s i l a r b i a s a n y a berada pada k e t i a k t i a p daun
d m t i a p wta t u n a s mmpunyai W m p u a n untuk berkembrutg
menjadi t u n a s .
D i alam, mata-wta t u n a s i n i b t a p dorraan untuk beberapa p e r i o d e tergantung k i pola pertttmbuhan tanaman.
Pada species yang pgemptmgai sifat dominlutsi a p f k a l ,
tu-
n a s ujung perlu dihilannkiln a t a u d i l u k a i uatuk menstirnulir
tinobulnya tunas a h i l a r .
o l e h zat pengatur tumbuh.
kontrol
pada
nansi
D d n a n s i pucuk
Pemberian
ini
sitokinin
mata t u n a s a k s i l a r dapat mengatas1 pengaruh
pucuk dan m e n s t h m l t r pertumbuhan
t e t a p i pengaruhnya hanya sementara.
di-
tunas
domilateral
Tunas-tunas lateral
b e r h e n t i tumbuh a p a b i l a e f e k z a t pengatur tumbuh eksogen
berkurang (Bhojwani dan Razdan, 1983).
.
Pada k u l t u r i n v i t r o l a j u n u l t i p l i k a s l t u n a s
d i t i n g k a t k a n dengan ntendorong p r o l i f e r a s i t u n a s
medianya
mengandung s i t o k i n i n dengan
dapat
apabila
konsentrasi
cocok, b a i k dengan a u k s i n a t a u t a n p a a u k s i n .
yang
Tunas ujung
yang lebih besar
lebih
menguntungkan
daripada eksplan yang lebih kecil karena lebih tahan dipindahkan ke kondisi i n
pat
vitro,
ce-
pertumbuhannya lebih
dan lebih banyak menghasilkan tunas-tunas
aksilar,
tetapi kelsmahannya makin besar eksplan makin sukar
un-
tuk menghilangkan kontaminasi {Kartha, 1981).
2.4.2 & & e n t u k a n Tunas hdventif d m b b i ftiktxt
Tunas yang lnuncul langsung dari tempat fain
sefatn
dari ketiak daun atau tunas pucuk disebut tunas advegitM.
dikir-
Tunas yang berdffferensiasi dari kalus dapat juga
t a k a sebagai tunas adventif (Bhojwani d m Razdan, 1983).
Beberapa species tanaman menghasilkan tunas
tff
secara
i n v i t r o dari berbagai organ
advm-
sepertii
(phlox) dan beberapa klon apel, m b i lapis
akar
(hyacinth),
sesudah dilukai bagian dasarnya, dan d a m (begonia,
pe-
largonium, saintpaulia).
Dalam perbanyakan mikro, tunas adventif mnncul laegsung dari jaringan-jaringan h r i e b p l a n tanpa membentuk
kalus terlebih dahulu (George dan Sherrington, 1984).
Perangsangan pembentukan tunas langsung
tergantung
dari organ tanaman dimana eksplan diambil, dan juga dari
species tanaman.
Pada beberapa'species, tunas
adventif
muncul secara i n v i t r o pada potongan jaringan yang
asal dari berbagai organ seperti: daun, batang,
bunga
atau
akar, sedang dapat juga
dari
umbi
ber-
mahkota
lapis.
embrio biji, atau jaringan-jaringan tanaman yang muda.
Laju perkembangan tunas adventif dapat didorong dengan mengatur kondisi kultur.
Pada begonia, pembentukan
tunas hanya berasal dari sepanjang daerah potongan
saja
tetapi pada media yang mengandung BAP (Benzyl Amino
Pu-
sefu-
rin), pembentukan tunas sangat berlimpah sehingga
ruh permukaan eksplarr ditutupi oleh tunas-tunas.
Pembentukan tunas adventif dapat didorong oleh kombinasi
dan
zat pengatur tumbuh yang tepat, pada
batang bahkan tanaman yang dapat
vegetatif seperti
Cineraria
foJur, Linur usitatissimar
Banyak
khusus,
Chrysanthemum,
dan
Licapersicon
species monocotif dengan organ
mempunyai kemampuan untuk
w r a
dibiakkan
jenis-jenis Brassica,
dam
stek
penyiapanan
menghasilkan
tunas-
umbi mikro (bulblet) adventff
secara
tunas adventif (Hussey, 1978).
Pembentukan
fangsung pada kultur in vitro darf potongan-potongan la-
diterangkan
pisan umbi lapis tanaman Liiiur longiflorur
oleh
Backett
(1969) dan Gupta, Sharma
dan
Chaturvedi
(1978).
Pada kultur umbi utuh secara in vitro dihasflkan 10
umbi
.
mikro dalarn waktu 15 hari.
Banyaknya
yang terbentuk akan bertambah dengan cara
potongan
kecil
dari satu lapisan umbi.
umbi
mikro
mengkulturkan
Gupta
et
al.
(1978) melaporkan bahwa dari setiap lapis umbi yang
di-
buat
enam
potongan, dalam 30
-
50 hari
tiap
potongan
bagian
bawah
umbi menghasilkan kurang
lebih
18
umbi
mikro, jadi sekitar 100 umbi mikro dihasilkan dari
satu
umbi lapis.
Pembentukan tunas adventif secara langsung dari bagian organ yang dipotong-patong merupakan cara yang jauh
lebih
baik
daripada4tunas adventif
yang
muncul
dari
kalus karena sel-selnya mempunyai sifat genetik yang tid a k stabil.
Kalus adalah kumpulan sel-sel parenkba rang
dan
terikat
membelah
yang
secara rendbgang dan berasal
dari jarhgarr awal
fD&s
dari
atnorf
sel-sel
dan Robert,
1984).
Pada tanaman utuh 4in
akibat
viva)
kalus terbentuk sebagai
perlukaan, bfasanya pada bagian potongan
atau akar.
batang
Kalus dapat juga terbentuk karena adanya se-
rangan mikro organisme atau gigitan serangga.
Sifat
kalus
yang penting: dilihat
dari
fungsinya
adalah bahwa pertumbuhan abnormal ini mempunyai
potensi
untuk berkembang menjadi akar-akar dan tunas-tunas
.
mal.
gan
nor-
Kultur kalus dapat berasal dari berbagai macam
or-
tanaman seperti akar, tunas, tipe sel tertentu
se-
perti endosperm dan pollen.
Dalam kultur in
vitro
kalus dapat dihasilkan dengan
rneletakkan patongan organ tanaman dalam kondisi
aseptik
pada media yang mengandung auksin dan kadang-kadang
di-
tambah
dan
sitoksin
(Dodds dan Robert,
1984;
George
Sherrington, 1984).
Umumnya
bagian
kalus dapat diinisiasi dari
tanaman, tetapi organ yang
pembelafian
sel yang berbeda pula.
hampir
brbeda
Pada
semua
tnenyebabkan
jaringan
yang
tnembentuk kalus pemfwlahetn s e h y a tidak terjadi pada semua s e f d a l m jaringan asal, M a p 3 hrmya sel di lapisan
"periphery", pang membeleh; terus, sedangkan sel-sel yang
ada di bagian tengah tetap "quiscent* (Yeoman, 1970).
Kafns
sel-sefnya
yang sadah tua sering ramandung tanin,
mengalami
lign5ffkasi
(Mga
daa
hrzan,
Kuftur k d a s yang terfalu lama pada satu
1987).
dan
media
yang tetap akm m e n y e b a l k a n ftabisnya unsur hara dan terair.
Df
sanrping itu kalus Juga mengelnarkan senyawa-senyawa
ha-
jadi
pengeringan dari agar $arena kekurangan
sil metabolism yang dapat teralsluatrlasi dan
menyebabkan
bracunan di media cfan dapak menghambat pertumbuhan
lus sendiri.
da
ba-
Oleh karena itn kafus pang dittmbuhkan pa-
suatu media perlu dipindahkan secara
teratur
dalam
Jangka waktu tertentu (Dodds dan Roberts, 1984).
Kapasitas
morfogenesis umumnya menurun sesuai
ngan lamanya jaringan di kulturkan tetapi beberapa
dekul-
tur kalus kapasitas morfogenesisnya dapat bertahan dalam
jangka waktu panjang (George dan Sherrington, 1984).
Kecepatan
kultur
dan
efisiensi regenerasi
planlet
dari
kalus tergantung dari: (1) interval antar
awal
inisiasi kalus dan awal morfogenesis, (2) frekuensi
laju
inisiasi
setelah
mengalami
mungkin
yang
tunas; (3) kemudahan
pertumbuhan
subkultur;
bergenerasi
(4) jumlah
tanpa kehilangan daya
tunas
kalus
subkultur
morfogenesis;
yang berinisiasi menjadi
berakar .
dan
(5)
tunas
dan
4
Kultur
kalus yang normal menghasilkan tunas-tunas
dalam waktu yang relatif lambat.
Namun bebrapa tanaman
dan eksplan tertentu d a 2 a kandisi tertenta, t a b s dapat
berinisiasi menjadi tunas dan embrio somatik dengan
ke-
mampuan yang tinggi.
2.4.4 - i o n w f s
S
-
Ehbriogenesis somatik
atau aseksual a h l a b produk-
si struktur-struktur yang menyerupai embrio dari sel-sel
somatik.
Embrio ini dapat berkembang febih l a n j d
dan
berkecambah menjadi "planlet" (Tisserat, 19853.
Kemampuan
tanaman
berbunga
untuk
pfengkasifkan
embrio
tidak terbatas pada perkembangan sef telur
telah
dibuahi, pembentukan embrio (embrioid) dapat
dorong pada kultur jaringan tanaman.
liti
(1958) dan pertumbuhan kalus wortel pada
agar oleh Reinert (1959).
matik
di-
Pertama-tama dite-
pada kultur suspensi wortel (Daucus carota)
Steward
yang
oleh
media
Penelitian embrio genesis so-
telah dilaporkan pada kultur jaringan lebih
dari
30 famili tanaman (Raghavan, 1976; Narayanswamy, 1977).
Embrio
somatik dapat tumbuh
pada kultur
in v i t r o
dari tiga sumber:
1
Sel-sel vegetatif dari tanaman dewasa
2.
Jaringan-jaringan reproduktif selain dari tigat
3.
Hipokotil dan kotiledon dari embrio dan tanaman muda
tanpa diawali pembentukan kalus (Dodds dan
Roberts,
1984).
Produksi embrio somatik dari s d , jaringan dan
gan
dapat terjadi secara langsung atau tidak
Cara
or-
lampsung.
langsung ialah dengan pembentukan embrio
aseksual
dari satu sel atau kumpulan sel-sel pada bagian dari 3aringan
eksplan
1985).
Cara
dahulu
media
tanpa perantaraan phase
t i h k langsung terbentuk
kaIus
dan terjadi inisiasi pro-embrio,
yang
(Dixon,
kakas
terlebih
biasanya
mengandung konsentrasi auksin
rang
pada
ting6fi
(2,4-D) dan kalus ditransfer ke media yang tidak mengandung zat pengatur tumbuh dengan ptaksud mendorong whentukan
Apabila
embrio bipolar dari pro-embrio initial.
keadaan
cacok, embrio-ernbrio ini berkecambah
"planlet".
Semua
bagian wortel seperti
(tangkai daun), peduncle (tangkai bunga),
membentuk
akar,
petiol
daun
batang
atau embrio zigotik akan menghasjlkan kalus embriogenik.
2.5
Kultur Jaringan pada Tanaman Bawang Putih
2.5.1
Kultur Jaringan untuk Tujuan Perbanyakan Tanaman
Masalah yang dihadapi dalam memperbanyak bawang putih
secara vegetatif yaitu dengan siung
ialah
lamanya
waktu yang diperlukan untuk penyediaan bibit bawang
tih,
karena bibit yang baru dipanen
hams
pu-
dikeringkan
dan di samping itu umbi mengalami dormansi.
Selain itu rendahnya produksi per hektar dan
masih
terbatasnya areal penanaman bawang putih, sedangkan
se-
bagian produksi digunakan kembali sebagai bibit sehingga
mengurangi produksi untuk konsumsi.
Harga wnbi bibit cukup tinggi sehingga untuk
pena-
naman satu hektar dibutuhkan biaya yang tinggi. Masalahmasalah inilah yang mendorong para peneliti untuk
gunakan
dalam
wetode kultur jaringan untuk
Eseng-
mempero'ieh bibit
%-
junilah gang banyak dafam waktu yang singkat,
berapa penelitian kearah ini telah diadakan.
Guna mendapatkan tanaman yang bebas virus, Havranek
(1972) memakai eksplan ukuran 0,4
-
0,6 mm.
Medium yang
dipergunakan adalah medium MS ditambah NAA sebanyak
um
dan Inositol serta Casein
yang
hydrulisat.
Tunas-tunas
terbentuk menghasilkan akar pada media yang
tetapi
lebih
banyak pada media yang
5.4
tidak
sama,
mengandung
hormon, 87 persen dari tanaman yang dihasilkan bebas virus GMV.
Tanaman yang lebih kecil 0,4 mm tidak
Selanjutnya
tumbuh.
.
Bhojwani (1980) memakai eksplan dari
-
pucuk
ukuran 5
8 mm.
Multiplikasi
tunas
pada
penambahan
Pada
medium B5 didapatkan jumlah tunas dua
didapatkan
2-iP sebanyak 2,5 uM dan NAA
banyak daripada medium MS.
tunas
0,5
kali
uM.
lebih
-
Kemudian
kira-kira
Bhojwani
mempergunakan
0 , 5 mm dengan media BDS (Dunstan
1977a) dengan NAA dan
ukuran
dan
Short.
BA (0; 0,l; 1,O; 5.0 dan 10.0
atau dikombinasikan dengan NAA.
saja
eksplan
Tanaman yang
uM)
df-
hasilkan merapunyai jumlah kromosom 2n = 16 (diploid).
Peneliti
lain
henggunakan cakram
(basal
plates)
dari bawang putih pada medium BDS densan mewakai BA
-
80 uH) atattl dFkombinasikan dengan MASL 5 &Iyang
)
terknt.uk
t-
adafah akar diibtxti tarnas
-
pad& bagiaa apika'l dari cakram 3
narp
4 &nqgu
(10
per-
lnuncul
yang
sesudah
ta-
(Novab et a1 . , 1982).
Bovo dan Hroginski (1985) menggunakan nseristem dari
beberaprt. IcuZtfvar b w a n g putih meatakd medixatt MS
bah
0.01
-
0,1mg/l. MAA dan 0
beregenerztsi
60 hari sesudah d
ling banyak ( 6 0
-
-
3.0 mg/l GA.
i
k
ditawTanaman
u dan
~ tunas
~ ~
pa-
74%) pada media HS dengstn 0.1 mg/l NAA
KuFtur Jaringan unt& Tujuan Peraulfaan Tanaman
2.5.2
Tanaman bawang putih mempunyai k n g a
yang
steril
sehingga perbaikan bawang putih melalui teknik pemuliaan
konvensional
tidak
mernungkinkan (Nagasawa dan
Finer,
1988).
Selama ini klon-klon bawang' putih didapatkan
rnela-
lui seleksi klonal tetapi kebanyakan bawang putih di dunia ini diserang oleh virus.
Berbagai tingkat toleransi
telah
didapat pada klon-klon lokal. tetapi
untuk
dimasubkan dalam program pemuliaan sangat
kemungkinan
kecil,
karena
cara hibridisasi biasa tak dapat dilakukan
pada
tanaman yang diperbanyak secara vegetatif.
Variasi somaklonal sebagai sumber variabilitas
ge-
netik sekarang merupakan alat yang penting bagi pemuliaan
tanaman (Dolezel. dan Novak, 1986) dan
bawang
putih
merupakan species yang menarik untuk dipelajari variabilitas karyotipenya -3.
nya
panjang
kultur Jaringan karena krmosom-
dan jumlahnya sediIrit
(Ilamato,
1977
dan
Baylis, 1980 ) .
kultur jaringan untuk tujuan pemfiaan
Pada
dibutuhkan
tancunan dalam JurnLah banyak, cukup
tidak
beberapa
tanaman saja sebagai smber mutan, pang selan3utnya
cta-
pat diperbanyak lagi .
Havranek dan Nova$ (1973) adalah orang gang pertmembuat kultur kalus bawang putib,
daun muda dengan memahi medium
tin (9.3 uM), IAA ( 1 1 , 4 &)
genesis
Kalus diinduksi dari
ditambah cfengan Kine-
dan 2,4-D ( 4 , 5 *).
gada kultur kalus tertekan of&
Organo-
adanya
2,4-D.
Apabila kalus dipindahkan ke medium dengan kinetin ( 4 6 , s
uM) dan IAA (11,4 uM) tunas-tunas mulai muncul dalam dua
minggu.
Bulblet
kemudian terbentuk pada
bagian
dasar
dan Schaeffer (1973) Juga menginduksi
kalus
dari planlet yang berdifferensiasi.
Kehr
dari tunas pucuk siung bawang putih.
Basil yang
diper-
oleh sama dengan yang didapatkan oleh Havranek dan Novak
(1973).
Media
yang
digunakan MS
ditambah
2,4-D
(1
mg/l), IAA (1 mg/l) dan air kelapa 25 ml/l).
siasi
Differen-
tunas terjadi apabila kalus dipindahkan ke
media
MS ditambah Kinetin (1 mg/l) dan IAA (1 mg/l).
Penelitian
lainnga
dengan
memakai
tunas
pucuk
(shoot tips), cakram (bulblet disks) potongan batang dari
siung bawang putih dengan
(10 uM),
medium A2 ditambah
2,4-D (2 uM) dan Kfaetin 4 0 , 5
a).Selanjutnya
untuk regenerasi kalus menjadi planlet dimnakan
AZ
ditmah
10 uM Kinetin dan 10
4-CPA
IAA
medium
El-Nil,
(Aha
1977).
Selanjutnya Suh dan Park (1986) mencob mengkultur-
kan
anther dari bebrapa kultivar yaitu
Jaeju
Shanghai Early pada e r d u r n MS,
dan
(Gamborg).
Kalus mnncul 4 minggu
sedangkan tunas n x m m l 9 minggu,
kinetin (2
Hagano
-
4 nrg/f).
satelah
CS
White,
dan
B5
diwturkan,
B5 ckngan
Pada medium
Tunas-tunas i n 2 berakar 2
minggu
kemudian setelah ditransfer ke medium perakaran (112 MSf
Tiap kultivar mempunyai respon yang berbeda-Ma. Nagamo
membentuk kalus terbanyak diikuti oleh Jaeju
White
se-
dangkan Shanghai Early tidak menghasilkan kalus.
Tanaman
tetraploid dapat dihasilkan dengan
metode
kultur jaringan dengan mempergun9kan senyawa Colchichine
Untuk mendapatkan tanaman tetraploid, jaringan
diberi
setelah
perlakuan Colchichine (3 000 mg/l)
dikulturkan.
Dari 140 tanaman yang
meristen
satu
minggu
dihasilkan
22,9% tetraploid dan 15% chimera yang mengandung sel-sel
diploid dan tetraploid (Novak, Hazel dan Dolezel, 1986).
Variasi somaklonal adalah sebagai alat untuk
liaan
bawang putih.
Kalus diinduksi dengan
pemu-
MS
medium
yang mengandung 0,125 mg 2,4-D/1 dan 0,5 mg 2,4-D/1
dan
Setelah 60 hari akar-akar terbentuk
dan
Pada medium MS dengan Kinetin
dan
dengan
warna
sinar.
hijau nampak,
IAA semua tanaman beregenerasi setelah 150 hari
(Tapia,
1987).
Peneliti Lainnya mnggunakan tunas pucuk, primordia
daun pertama dan M u a , cakram dari CV. k s a d o
yo
dikulturkan balam keadaan g e h p atau
Paragua-
16
penyinaran
jam/hari p d a medium PfS dengan ZAA sebanyak 1,0 mg/l ditattsbah
0,5
-
hrbaayak
yang
I
~ a g
2,4-D/1
didapatkan
tanpa
r
i
Kinetin.
kalus
Regenerasi
berasal
dari
IAA
daun dengan d i m yang mengandung 1 , O mg
pirnordia
dan 2 , 0 mg Kinetinfl (Conci, kriconi ban &me, 1 9 8 7 ) .
Nagasawa dan Finer (1988) menggunakan medium dengan
garam MS dan vitamin B5 (Garaborg).
kan
Auksin yang
NAA, 2,4-D, 2,4,5-T, D i c a m b a , dan Picloram
diguna=sing-
masing
dengan konsentrasi (0,l; 0,3; 1,O; 3,O;
mg/l).
Kalus terbanyak dihasilkan pada pemberian
10;
30
2,4-D
dengan konsentrasi rendah, diikuti 2,4,5-T, Dicamha dan
Picloram
tak
(konsentrasi tinggi) sedang medium dengan
dihasilkan
kalus sama sekali.
Selanjutnya
dipindahkan ke medium proliferasi dengan NAA 1 mg/l
BA 2 mg/l.
NAA
kalus
dan
Penelitian
selanjutnya
menggunakan
daun pada kultivar Bianco Piacentino
2 mg IAA,
tambah
eksplan
dari
pada medium MS di-
0,05 mg 2,4-D dan 0,l mg
Kinetin/l.
Regenerasi tunas didapatkan pada medium MS ditambah 2 m g
I A A dan 4.5 mg Kinetin per liter. Induksi akar dilakukan
dengan memakai medium~MSdengan 10 g sukrosa dan 0,1 mg
IBA per liter.
Tefah banyak peneliti melaporkan bahwa pada
ta
v i t r o Icebanyakan genera tanaman mengalami
genetik,
demikian pula dengan kultur
kultur
perubahan
jaringan A l l i u m .
Hal ini mungkin berguna bagi peeruliaan tanaman. Beberapa
peneliti
mengatah bzthwa zat pengatur tmbufr
terutama
2,4-D pada konsentrasi tinggi dapat inenyebabkan terjadijumlah krmsom pada sel-sel rang
dikul-
sedangkan pada konsentrasi rendah tidak
wenye-
nya perubahan
turkan,
babkan
1964).
perubahan 3um1ah
krowosow (Dolezel
dan
Novak,
III.
3.1
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur
ringan
Ja-
Jurusan BDP, Institut Pertanian Bogor, dan
ber-
langsung dari bulan Maret 1989 sawpai dengan bulan
Juli
1992.
Bahan dan Alat Penelitian
3.2
3.2.1
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adafah m b i bawang pu-
tih varitas Lumbu Hijau.
Benih ini diperoleh dari peta-
ni bawang gutih Ciwicfey, Bandung.
Medium
dasar yang dipergunakan adalah
d i m
BIfS
yaitu d i f i k a s i aiedium 35 (Dunstan dan Short, 1977) dan
medium AZ (Abo El-Nil dan Zettler, 1976).
dua
m e d i m tersebut disajikan
dan
2.
Sebagai
Komposisi be-
d a l a Tabef
bahan pemadat
digunakan
Agar
"Difco" (Difco Lab, Detroit, Michigan, USA) dengan
sentrasi 8 g/l.
1
Lampiran
bacto
kon-
Sukrosa sebanyak 30 gfl digunakan seba-
gai sumber energi, sedangkan zat pengatur tumbuh seperti
2,4-D
(2,4 -dichlorophenoxyacetic acid), 4
.
-
CPA
(4
-
chlorophenoxyacetic acid), NAA (naphthaleneacetic acid),
BA
(6
purine),
-
Benzyl Adenin), Kinetin
2-iP (N6
-
2
-
(6
-
furfurylamino
isopentenyl adenin
diberikan sesuai dengan perlakuan.
dan
Zeatin
Dalam percobaan ini digunakan juga bahan-bahan
un-
tuk mensterilkan bahan tanaman seperti alkohol 70%,
fu-
ngisida Benlate (2 g/l), Clorox 40%. serta Betadin sebagai bakterisida. Pada saat aklimatisasi digunakan pasir,
tanah dan kompos yang steril, pupuk buatan d m Benlate.
Untuk
rnenguji 'kestabilan
genetik
dipergunakan
8-hidroksiquinolin sebagai pra perlakuan, sedangkan
un-
tuk
fiksasi d i g u n a h asam asetat 45% satu
daa
HC1
IN
orcein
tiga bagian,
dan
Zat warna yang
bagian
digunakan
kemudian dilakukan metode
Squash
acetu-
krosusom
(Tabel Lampiran 3).
3.2.2
Alat-alat
Alat-alat
mensterilkan
dan media).
waktu
yang digunakan adalah:
alat-alat (pinset, scalpel,
bob1
ialah scalpel, pinset, dan gunting.
media
yang
biakan
mikroskop Nikon
digunakan pH meter model SA
-
Japan
-
pada
dlpergunakan
Untuk arengukur
Alat pemotret yang digunakan ialah Nikon FX
3.3
untuk
Laminar air-flow cabinet dfperguzrahan
menanam eksplan. Alat diseksi
asaman
autoclave
520,
-
be-
Orion.
35 WA
dan
optiphot.
Metode Penelitian
e
Penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu: I. Penelitian morfogenesis tidak langsung (MTL) yang terdiri
dari
dua tahap.
kedua
regenerasi
Tahap pertama induksi kalus dan
kalus.
11.
Penelitian
tahap
morfogenesis
langsung (ML) dimana tunas langsung terbentuk.
Bagan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Morfogenesis
langsung
Morf ogenesij langsung
Media in& ksi kalus
Hedia re enerasi
Media re enerasi
Media Fnduksi perakaran
(pengamatan j lah kromosom)
$
$
1
"$
Aklimatisasi
Media induksi p e d a r a n
(pengarnatan utalah kronwsoar)
i
Aklimatisasi
Gambar 2,
kan
Ragan dari Penelitian
Sebelum aaemasuki penelitian terlebih dahuln
diada-
penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk
menge-
tahui selang konsentrasi dari auksin dan sitokinin serta
teknik pewarnaan dan pemeriksaan kromosom.
penelitian I yaitu morfogenesis tidak
lang.
sung diadakan terlebih dahulu penelitian pendahuluan unUntuk
tuk menginduksi kalus.
Media dasar yang digunakan ialah
media
AZ.
ialah
4-CPA (0; 1; 2; 4 mg/l) dan 2,4-D (0; 0,2; 0,5;
1,O
mg/l)
Auksin yang digunakan untuk
serta Kinetin (0,l mg/l).
induksi
Terdiri
kalus
dari
5
perlakuan.
Untuk
jelasnya komposisi
perlakuan
untuk
induksi kalus dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4.
Untuk
penelitian
I1 yaitu
morfogenesis
langsung
(ML) diadakan terlebih dahulu penelitian sebanyak 13
pe-
nelitian pendahuluan dengan media dasar BDS dan kombinasi dari NAA (0 - 1,8 mg/l) + BA (0
-
18 mg/l).
Selain NAA dan BA ada pula yang ditambah dengan zat
tumbuh lain seperti GA (0,1 mg/l).
pengatur
glisin ( 5 0 - 100 mg/l),
retardan
pula
-
ditambah dengan asam amino glutamin (50
lahnya
1
Perlaknaa
CCC 0,5
ditambrth
ada pula
ditambah
yang
- 1 w/l,dan Coumarin 30 utg/f.
Picloram O,l
-
-
2-iP ( 0 , l
Ada
8 w
l
. Perlakuan
ialah antara 2-iP (0 - 10 mg/l) + ficlorm ( 0 , 5
Selain
100
itu kombinasi antara NAA (0,Ol
-
-
lain
8 mg/ll.
8 W l )
+
8 mg/l), untuk jelasnya komposisi zat penga-
tur tumbuh dari penelitian pendahuluan 1 sanxpai
peself-
tian pendahu