Rumusan Masalah Tujuan Penelitian HIVAIDS .1. HIV

2 penyakit kulit pada penderita HIVAIDS termasuklah dari derajat ringan seperti xerosis kutis hinggalah kondisi yang fatal seperti Stevens-Johnson syndrome Dwiyana et al, 2009. Diperkirakan sekitar 90 penderita HIVAIDS akan mengalami infeksi opportunistik, neoplasma opportunistik, dermatosis, erupsi obat, dan pruritus pada bagian kulit dan mukosa. Penyakit kulit seperti erupsi obat alergiAdverse Cutaneous Drug Reaction lebih sering ditemukan pada penderita HIVAIDS dan insidensinya meningkat apabila fungsi imun semakin menurun Saavedra et al, 2008. Penderita HIVAIDS juga mempunyai resiko erupsi obat yang tinggi, mencapai 100 kali lipat berbanding populasi umum. Erupsi Obat yang paling banyak ditemukan adalah FDE Fixed Drug Eruption, ruam makulopapular atau morbiliformis dan penyebab tersering adalah co-trimoxazole dan dapsonePudukadan et al, 2004. Tidak luput dari perhatian terkait faktor risiko pada kejadian erupsi obat alergik, terutama faktor usia, jenis kelamin, jumlah CD4, dan lain sebagainya yang terkait. Sampai saat ini, masih belum ada data tentang distribusi karakteristik erupsi obat alergik yang akurat pada penderita HIVAIDS di Sumatera Utara khususnya di RSUP Haji Adam Malik Medan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti besarnya distribusi proporsi kejadian erupsi obat pada penderita HIVAIDS di Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan umur, jenis kelamin, gambaran klinis dan jumlah CD4 penderita sehingga dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi angka kejadian erupsi obat pada penderita HIVAIDS.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran distribusi karakteristik kejadian Erupsi Obat pada Penderita HIVAIDS di Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012. Universitas Sumatera Utara 3

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran karakteristik kejadian erupsi obat pada penderita HIVAIDS di Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010- 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui distribusi kejadian erupsi obat pada penderita HIVAIDS di Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010- 2012 berdasarkan : 1. Jenis Kelamin 2. Usia 3. Gambaran Klinis 4. Jumlah CD4

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan 1. Sebagai informasi dan masukan tentang gambaran karakteristik erupsi obat pada penderita HIVAIDS berdasarkan usia, jenis kelamin, gambaran klinis dan jumlah sel CD4 pasien sehingga dapat berguna sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya erupsi obat. 2. Sebagai dasar ilmiah dalam memusatkan perhatian khusus pada penderita HIVAIDS yang mengalami erupsi obat sehingga dapat dilakukan pengobatan yang adekuat dan benar agar dapat mengurangi kejadian erupsi obat. Universitas Sumatera Utara 4 1.4.2. Bagi Peneliti 1. Sebagai kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian ilmiah di bidang kesehatan secara mandiri. 2. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan pelbagai disiplin ilmu kedokteran yang telah didapat di perkuliahan didalam satu penelitian ilmiah. 3. Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Programme pada semester VI dan VII sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIVAIDS 2.1.1. HIV HIVHuman Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyebabkan sindrom AIDSAcquired Immunodeficiency Syndrome, yaitu sindrom penyakit infeksi yang menekan sistem imunitas tubuh. HIV merupakan retrovirus yang mengandung RNARibonucleic Acid sebagai materi genetik. Genom HIV mengandung dua untai tunggal RNA dan tiap satunya berikatan dengan enzim reverse transcriptase Wood, 2006. Virus HIV akan merusak sistem imunitas seluler dengan menginvasi sel limfosit dan makrofag, bereplikasi dalamnya dan seterusnya memusnahkan sel dan menyebar ke sel limfosit lain. Di dalam sel CD4Cluster of Differentiation 4, retrovirus HIV akan menggunakan reverse transcriptase untuk menghasilkan salinan DNADeoxyribonucleic Acid sebagai materi genetik untuk mensintesis komponen protein virus Lerner et al., 2003. Gambar 2.1 Virion HIV .Sumber: NIAID, 2012 Universitas Sumatera Utara 6 HIV adalah berbentuk bulat dan berukuran 110,000 mm. Struktur utama partikel HIV terdiri dari 2 untai tunggal RNA, protein kapsul p24, protein matriks p17, dua lapis membran lipid ,protein sampul gp120, transmembran gp41, enzim reverse transcriptase dan intergrase NIAID, 2012.

2.1.2. AIDS

AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Djoerban, 2009. Menurut Wood, 2006, definisi AIDS secara klinis adalah munculnya infeksi oportunistik mayor atau penurunan jumlah sel CD4 dibawah 200 sel μl darah. Penyebab kematian terkait AIDS adalah disebabkan kombinasi beberapa infeksi oportunistik tanpa adanya pengobatan yang adekuat.

2.1.3. Penularan HIV

HIV sering ditularkan melalui kontak seksual dengan individu yang terinfeksi, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh pengguna narkotika, transfusi darah yang terkontaminasi dan transmisi okupasional pada petugas kesehatan. Ibu yang terinfeksi HIV juga bisa menularkan HIV pada anak ketika fase intrapartum, perinatal, dan melalui pemberian ASI selepas kelahiran Fauci, 2008. 2.1.4.Patogenesis HIVAIDS Sel CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul di permukaan CD4. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang progresif Djoerban, 2009. Pada infeksi primer HIV, virus akan memasuki aliran darah dan menginvasi sel CD4. Virus akan berikatan melalui glikoprotein gp120 pada permukaan virus dan CD4 pada permukaan sel CD4. Glikoprotein gp41 akan berikatan dengan Universitas Sumatera Utara 7 koreseptor chemokine CXCR-4 pada permukaan sel CD4. Hasil interaksi ini akan memicu fusi antara membran virus dan membran sel CD4. Seterusnya nukleokapsid virus akan memasuki sitoplasma sel CD4 dan melepaskan RNA virus. Dengan bantuan enzim reverse transcriptase, RNA virus akan ditranskripsi terbalik reverse transcription menjadi salinan DNA untai ganda virus. DNA virus yang terhasil akan berintergrasi dengan DNA sel CD4 dan kini dikenal sebagai provirus. Fase infeksi virus ini dikenal sebagai fase laten dan virus bisa hidup secara dorman pada waktu yang lama. Seterusnya RNA virus akan ditranskripsi dari DNA provirus dan seterusnya ditranslasi menggunakan mekanisme sintesis protein sel CD4. Komponen protein dan RNA virus yang terhasil akan berintergrasi didalam partikel virus baru dan dilepaskan melalui permukaan sel CD4 Wood , 2006. Sel langerhan merupakan sel dendritik yang berperan dalam menstimulasi sel CD4 dan memicu respons imunitas pada kulit. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh sel langerhan di epitelium terhadap munculnya manifestasi klinis pada kulit. Pada penderita HIVAIDS, sel langerhan di epitelium akan terinfeksi oleh virus HIV dan menyebabkan fungsi imunitas akan terganggu. Penurunan fungsi imunitas pada kulit akan menyebabkan timbulnya manifestasi kulit pada penderita HIVAIDS Saavedra et al, 2008.

2.1.4. Tahapan Infeksi HIV

Tahapan klinis dari infeksi HIV bisa dibagi menjadi tiga tahapan: fase infeksi, fase laten dan AIDS. 1Fase Infeksi : Kebanyakan penderita tidak mengalami sebarang simptom ketika fase infeksi namun sekitar 15 penderita menunjukkan adanya simptom seperti demam, malaise, nyeri otot tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah bening. Terdapat juga penderita yang mengalami pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya simptom klinis yang lain. Antibodi terhadap HIV dihasilkan melalui proses Universitas Sumatera Utara 8 serokonversi. Deteksi antibodi terhadap HIV dapat dilakukan pada fase ini untuk mendiagnosis HIV. 2 Fase laten Pada fase ini secara umumnya asimptomatis walaupun sekitar 33 penderita mengalami pembengkakan kelenjar getah bening. Durasi antara fase infeksi dan timbulnya simptom AIDS adalah sekitar 10 tahun. Namun durasi fase laten adalah sangat bervariasi. Tidak dapat dipastikan adakah tiap individu yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS. 3 AIDS Tahapan akhir dari infeksi HIV ditandai dengan munculnya berbagai simptom AIDS seperti penurunan berat badan, berkeringat malam, demam dan diare. Terdapat juga infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral, herpes simpleks, herpes zoster dan lain-lain Wood, 2006.

2.1.5 .Diagnosis HIVAIDS

Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai penyaring sering digunakan teknik ELISA enzyme-linked immunosorbent assay, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Waktu jendela adalah waktu timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi Djoerban, 2009. Menurut WHO, 2005, infeksi HIVAIDS bisa dibagi menjadi beberapa stadium. Tiap stadium mempunyai gejala klinis yang tertentu. Universitas Sumatera Utara 9 1 Infeksi HIV primer  Asimptomatis  Sindrom retroviral akut demam, malaise, limfadenopati dan ruam kulit 2 Stadium pertama  Asimptomatis  Limfadenopati Generalisata Persisten LGP 3 Stadium kedua dini  Penurunan berat badan kurang dari 10  Infeksi saluran pernapasan berulang bronkitis, sinusitis, otitis media, faringitis  Herpes zoster  Keilitis angularis  Ulkus mulut yang berulang  Ruam kulit berupa papul yang gatal Papular pruritic eruption  Dermatitis seboroik  Infeksi jamur pada kuku 4 Stadium ketiga menengah  Penurunan berat badan lebih dari 10  Diare kronis lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui penyebabnya  Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya  Kandidiasis pada mulut yang menetap  Oral hairy leukoplakia  Tuberkulosis paru Universitas Sumatera Utara 10 5 Stadium keempat  Sindrom wasting HIV  Pneumocsytic pneumonia  Infeksi herpes simpleks kronis orolabia, genital atau anorektal  Kandidiasis oesofageal  Tuberkulosis ekstraparu  Sarkoma Kaposi  Toksoplasmosis saraf pusat  HIV ensefalopati dll. Derajat keparahan imunosupresi juga bisa ditentukan dengan cara menghitung kadar CD4 pasien. Kadar CD4 penting sebagai indikasi memulai terapi ART dan sebagai prognosis jangka panjang terhadap pengobatan HIVAIDS WHO, 2005. Tabel 2.1. Kadar CD4 dan Derajat Keparahan Imunosupresi. Derajat Imunosupresi Kadar CD4 selmm³ Imunosupresi tidak signifikan 500 selmm³ Imunosupresi ringan 350 – 499 selmm³ Imunosupresi sedang 200 – 349 selmm³ Imunosupresi Berat 200 selmm³ Sumber. WHO, 2005

2.1.6 Pengobatan HIVAIDS

Dahulunya pengobatan HIVAIDS tidak memberikan banyak harapan. Namun sekarang pengobatan HIV dapat memberi harapan sekiranya dilakukan skrining awal. Semua infeksi oportunistik pada penderita AIDS umumnya diobati sedini mungkin. Penderita HIVAIDS diberikan terapi antiretroviralART dengan kombinasi penghambat reverse transcriptase dan penghambat protease. Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa obat-obat antivirus yaitu indinavir, retrovir dan Universitas Sumatera Utara 11 lamivudin yang diberikan sebagai kombinasi dapat meningkatkan jumlah CD4. Namun setelah pengobatan beberapa waktu, HIV akan bermutasi menjadi resisten dan toksisitas obat akan muncul sehingga memerlukan obat baru. Obat-obat yang sedang diteliti adalah antisense therapy, gene therapy dengan penghambat HIV yang ditujukan ke sel CD4 dan sel induk stem cell. Penelitian lain tentang cara pengobatan dan obat baru anti HIV masih banyak dibutuhkan oleh karena penyakit ini banyak menelan jiwa penderita dan sangat merugikan sosio-ekonomi masyarakat luas terutamanya pada negara berkembang. Di RSCM Jakarta, pengobatan HIVAIDS dilakukan oleh Pukdisus RSCM. Obat yang digunakan ialah kombinasi tiga obat antiretroviral, yakni : 1 Zidovudine AZT Dosis : 500 – 600mg sehari per os 2 Lamivudin 3TC Dosis : 150mg sehari dua kali 3 Nevirapine Dosis : 200mg sehari selama 14 hari, kemudian 200mg sehari dua kali Budimulja, 2008.

2.1.7. Prognosis HIVAIDS

Sepuluh tahun setelah terinfeksi HIV, sekitar 50 penderita mengalami AIDS. Prognosis HIV buruk karena menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit oportunistik yang dapat menyertainya. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta , hasil penelitian pada tahun 2005 menunjukkan kematian berjumlah 34 Budimulja, 2008. Universitas Sumatera Utara 12 2.2 Erupsi Obat Alergik EOA 2.2.1 Definisi