1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kasus-kasus penyakit menular HIVAIDS Human Immunodeficiency Virus Acute Immunodeficiency Syndrome
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang mempunyai tingkat
mortalitas yang tinggi. Laporan UNAIDS United Nations Programmes On HIVAIDS
tahun 2011 menyebutkan sekitar 34.000.000 penduduk dunia telah terinfeksi penyakit HIVAIDS dan 1.700.000 darinya termasuk dewasa dan anak-
anak meninggal karena infeksi HIVAIDS. Indonesia menunjukkan peningkatan kasus HIVAIDS sebanyak 25 pada
kelompok umur 15-49 tahun dari tahun 2001 hingga 2011 WHO ,2011. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa jumlah kumulatif kasus HIV dari tahun 1987 sampai dengan September 2012 sebanyak 92.251 kasus. Jumlah
kasus HIV tertinggi yaitu Jakarta 21.775 kasus, diikuti Jawa Timur 11.994 kasus, Papua 9.447 kasus, Jawa Barat 6.640 kasus, dan Sumatera Utara 5.935
kasus. Di Indonesia, persentase faktor risiko HIV tertinggi yaitu hubungan seks tidak aman pada heteroseksual, penggunaan jarum suntik tidak steril pada
penasun, dan LSL Lelaki Seks Lelaki DepKes, 2012. AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV Budimulja et al, 2007. HIV secara spesifik akan menginfeksi dan
merusak limfosit T-Helper dan menyebabkan penurunan imunitas seluler. Probabilitas terjadinya infeksi oportunistik juga meningkat Levinson et al, 2000.
Penyakit kulit sering dijumpai pada penderita HIVAIDS ketika fase infeksi, hasil dari defisiensi imun dan efek samping dari pengobatan. Gambaran klinis
Universitas Sumatera Utara
2
penyakit kulit pada penderita HIVAIDS termasuklah dari derajat ringan seperti xerosis
kutis hinggalah kondisi yang fatal seperti Stevens-Johnson syndrome Dwiyana et al, 2009.
Diperkirakan sekitar 90 penderita HIVAIDS akan mengalami infeksi opportunistik, neoplasma opportunistik, dermatosis, erupsi obat, dan pruritus pada
bagian kulit dan mukosa. Penyakit kulit seperti erupsi obat alergiAdverse Cutaneous Drug Reaction
lebih sering ditemukan pada penderita HIVAIDS dan insidensinya meningkat apabila fungsi imun semakin menurun Saavedra et al,
2008. Penderita HIVAIDS juga mempunyai resiko erupsi obat yang tinggi, mencapai 100 kali lipat berbanding populasi umum. Erupsi Obat yang paling
banyak ditemukan adalah FDE Fixed Drug Eruption, ruam makulopapular atau morbiliformis dan penyebab tersering adalah co-trimoxazole dan
dapsonePudukadan et al, 2004. Tidak luput dari perhatian terkait faktor risiko pada kejadian erupsi obat
alergik, terutama faktor usia, jenis kelamin, jumlah CD4, dan lain sebagainya yang terkait. Sampai saat ini, masih belum ada data tentang distribusi karakteristik
erupsi obat alergik yang akurat pada penderita HIVAIDS di Sumatera Utara khususnya di RSUP Haji Adam Malik Medan. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk meneliti besarnya distribusi proporsi kejadian erupsi obat pada penderita HIVAIDS di Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan umur, jenis
kelamin, gambaran klinis dan jumlah CD4 penderita sehingga dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi angka kejadian erupsi obat pada penderita
HIVAIDS.
1.2. Rumusan Masalah